BAB V. ANALISIS DAN RENCANA AKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V. ANALISIS DAN RENCANA AKSI"

Transkripsi

1 BAB V. ANALISIS DAN RENCANA AKSI 5.1. Peluang Pengembangan Energi Terbarukan Potensi Energi Terbarukan Saat ini pengembangan EBT mengacu kepada Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%, Biomasa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%. Untuk itu langkah-langkah yang akan diambil Pemerintah adalah menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro menjadi 2,846 MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun Upaya pengembangan potensi energi terbarukan dapat dikelompokkan menjadi dua potensi: a. Energi setempat (local energy/isolated), yaitu potensi energi yang hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi setempat (lokal); b. Energi yang diperjualbelikan (tradable energy/on grid), yaitu potensi energi yang pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan energi setempat dan apabila ada kelebihan energi (excess power) dapat dijual ke pihak lain melalui interkoneksi. Pengelompokan tersebut dapat berubah dengan terjadinya perubahan kondisi. Misalkan PLTMH yang tadinya hanya dapat dimanfaatkan untuk melistriki perkampungan di sekitarnya (energi setempat) berubah menjadi energi yang diperjualbelikan setelah adanya jaringan transmisi listrik. Hal V - 1

2 Tenaga Air Pengelompokkan potensi energi air ke dalam kelompok energi setempat (local energy) dan energi yang diperjualbelikan (tradable energy) berdasarkan daya terbangkit. Potensi dengan daya terbangkit di bawah 1 MW (< 1 MW) tergolong dalam kelompok energi setempat (local energy), sedangkan potensi dengan daya terbangkit di atas 1 MW (> 1 MW) termasuk dalam kelompok energi yang diperjualbelikan (tradable energy). Berikut gambaran sumber energi alternatif yang berasal dari air di Kabupaten Bandung: Gambar 5.1. Lokasi Survey Sumber Energi Air Tabel 5.1. Sumber Energi Air No No Pos Duga Air DAS Desa Kecamata Kabupaten LS BT Citarum Nanjung Marga asih Bandung 6 56' 30'' ' 10'' Citarum Dayeuhkolot Dayeuhkolot Bandung 6 59' 05'' ' 59'' Citarum Majalaya Majalaya Bandung 7 03' 02'' ' 23'' Citarik Bd Cangkuang Cicalengka Bandung 6 58' 06'' ' 25'' Cirasea Cengkrong Ciparay Bandung 7 03' 32'' ' 27'' Cisangkuy Pataruman Pangalengan Bandung 7 06' 35'' ' 50'' Cisangkuy Kamasan Banjaran Bandung 7 02' 45'' ' 39'' Ciwidey Cukang genteng Cisondari Bandung 7 04' 13'' ' 21'' Hal V - 2

3 Data Debit air dari masing-masing Das sebagai berikut ini: 1. Sungai Citarik Pos Bd. Cangkuang Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Sungai Cirasea Pos Cengkrong Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Sungai Ciwidey Pos Cukanggenteng Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Sungai Citarum Pos Dayeuh Kolot Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Sungai Cisangkuy Pos Kamasan Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Hal V - 3

4 6. Sungai Citarum Pos Majalaya Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Sungai Citarum Pos Nanjung Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Sungai Cisangkuy Pos Pataruman Periode Ulang Gumbel Log Pearson Log Normal Haspers (tahun) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) Disamping sumber energi dari air sungai, ada juga sumber energi yang bersumber dari air terjun, yang berada di Cicalengka yaitu air terjun Cindulang dan air terjun anak Cindulang Gambar : 5.2. Air Terjun Cindulang Hal V - 4

5 Gambar : 5.3. Air terjun anak Cindulang Tenaga Surya Secara umum rata-rata potensi estimasi energi matahari sepanjang tahun yang dapat dihasilkan di daerah Jawa Barat bagian Utara lebih besar dibandingkan daerah selatan, rata-rata energi maksimal yang dapat dihasilkan adalah sekitar 0,55 kwh/m2/jam. Berikut gambaran peta potensi energi matahari ( Yunandra Ingria Program Studi Kebumian ITB) Gambar 5.4 Potensi Energi Matahari ( Yunandra Ingria diolah) Hal V - 5

6 Tabel 5.2. Potensi Energi Matahari (Yunandra Ingria dan diolah) Hal V - 6

7 Biogas Potensi sumber energi biogas, dapat dilihat dari target perkembangan populasi ternak yang ada di kabupaten Bandung sampai tahun Gambar 5.5. Lokasi Survey Sumber Biogas Tabel 5.3. Populasi Ternak di Kabupaten Bandung. No Jenis Ternak Target Populasi ternak Kabupaten Bandung tahun 2011 s/d 2015 (ekor) Target Realisasi Target Realisasi Target Target Target 1 Sapi Perah 31,227 36, , Sapi Potong 17,997 36, , Domba 233, , , Kambing 23,071 23, , Unggas Ayam Buras Ayam Petelur 443, , , Ayam Pedaging itik 477,43 475, , Hal V - 7

8 Gambar 5.6. Peternakan Masyarakat Geothermal Sumberdaya geothermal terdapat di 4 (empat) lokasi yaitu di Kamojang di Kec. Ibun dan paseh sebesar 855 MW, di Wayangwindu di kec Pangalengan, Cimaung dan pacet sebesar 460 MW, Patuha di kec. Pasirjambu dan rancabali sebesar 706 MW dan di Cibuni kec. Rancabali dan dan Ciwidey sebesar >50 MW Gambar 5.7. Lokasi Survey Geothermal Hal V - 8

9 Tabel 5.4. Lokasi Sumber Geothermal dapat digambarkan sebagai berikut: MAJALAYA 1 indonesia POWER pertamina geothermal CIWIDEY 3 pt teknosa pt teknosa c b n PANGALENGAN 6 wayang windu Tabel 5.5. Peluang Pengembangan Sumberdaya Geothermal Potensi No Panas Bumi Lokasi Geothermal(MW) 1 Kamojang Ibun dan Paseh Wayang windu Pangalengan, Cimaung dan Pacet Patuha Pasirjambu dan Rancabali Cibuni Rancabali dan Ciwidey 50 Gambar 5.8. Potensi Energi Panas Bumi Hal V - 9

10 Biofuel Penanaman jarak pagar (Jatropha curcas) di kabupaten Bandung sebagian besar diusahakan oleh swasta dan sebagian kecil adalah perkebunan percontohan milik instansi pemerintah. Kabupaten Bandung memiliki lokasi-lokasi yang layak untuk dibudidayakan tanaman jarak pagar seluas ha atau 41,94% dari luas wilayah kab bandung, dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat petani di lokasi pembibitan dan budidaya tanaman jarak pagar rendah dan miskin ( Analisis Sosisl ekonomi dan budidaya jarak pagar- Iskandar MP, Rina MM, dan Sustrisno T) Terdapat 2 (dua) komponen yang dapat dimanfaatkan dari biji jarak pagar (Jatropha curcas) yaitu minyak dan cake (ampas biji yang masih mengandung minyak). Asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah : Faktor rendemen/expelling ratio adalah 30 %; Setiap 1 Ha tanaman jarak pagar menghasilkan kg Crude Jatropha Oil. Setiap 1 Ha tanaman jarak pagar menghasilkan kg cake. Peluang pengembangan Biofuel di Kab. Bandung adalah : Crude Jatropha Oil => x 2100 Kg = Ton Crude Jatropha Oil Cake => x 4900 kg = Ton Cake Biomasa Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi di Bidang Pertanian. Hasil-hasil yang telah dicapai sub fungsi Pertanian, Kehutanan dan Perikanan selama tahun 2001 s/d 2004 antara lain adalah meningkatnya produksi komoditi tanaman pangan dan hortikultura, produksi peternakan dan perikanan. Pada tahun 2004, tercatat produksi sejumlah komoditi tanaman pangan dan hortikultura sayuran dan perkebunan adalah sebagai berikut : jagung ton, ubi kayu ton, dan kelapa ton. Hal V - 10

11 Tenaga Angin Berdasarkan topografinya, sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian bervariasi antara 500 m hingga m di atas permukaan laut. Lokasi geografis yang berada di dataran tinggi tersebut menjadikan iklim Kabupaten Bandung cenderung sejuk dengan suhu berkisar antara 12 0 C hingga 24 0 C. Informasi detail mengenai topografi setiap kecamatan di Kabupaten Bandung No. Tabel 5.6 Topografi Wilayah WP Kecamatan Topografi Wilayah Ketinggian (mdpl) 1 WP Soreang 1 Kec. Soreang Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Kutawaringin Dataran, Lereng/ Punggung Bukit Kec. Katapang Dataran Kec. Rancabali Lereng/Punggung Bukit sd Kec. Pasirjambu Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Ciwidey Dataran, Lereng/Punggung Bukit 700 sd WP Baleendah 1 Kec. Baleendah Dataran Kec. Dayeuhkolot Dataran Kec. Bojongsoang Dataran WP Banjaran 1 Kec. Banjaran Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Pangalengan Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Cangkuang Dataran, Lereng/ Punggung Bukit Kec. Cimaung Lereng/Punggung Bukit Kec. Arjasari Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Dataran Pameungpeuk 4 WP Majalaya 1 Kec. Majalaya Dataran Kec. Ciparay Dataran Kec. Pacet Dataran, Lereng/Punggung Bukit, Lembah/ DAS 4 Kec. Kertasari Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Paseh Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Ibun Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Solokan Dataran Jeruk 5 WP 1 Kec. Cicalengka Dataran, Lereng/Punggung Bukit Cicalengka 2 Kec. Nagreg Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Cikancung Dataran WP Cileunyi 1 Kec. Cileunyi Dataran, Lereng/Punggung Bukit Kec. Rancaekek Dataran WP Cimenyan 1 Kec. Cimenyan Lereng/Punggung Bukit Cilengkrang 2 Kec. Cilengkrang Dataran, Lereng/Punggung Bukit WP Margaasih- Margahayu 1 Kec. Margaasih Dataran Kec. Margahayu Dataran 700 Hal V - 11

12 Untuk mengetahui kecepatan angin di kabupaten bandung, dilakukan pengukuran dibeberapa kecamatan agar diketahui, potensi energi anginnya. Dari hasil survey yang kami dapatkan, kecepatan anginnya kurang rata-rata dibawah 5 m/s. Gambar 5.9. Lokasi Survey Kecepatan Angin Tabel 5.7. Sample Data Kecepatan Angin di Kab. Bandung No Lokasi Kecepatan Rata-rata (m/s) Lokasi Pegamatan 1 Cileunyi 0, Cilengkrang 0, Cicalengka 2, Nagreg 4, Cikancung 3, Rancaekek 3, Solokanjeruk 3, Hal V - 12

13 Gambar Pengamatan Kecepatan Angin Pemanfaatan Energi Terbarukan a. PLTM/PLTMH Pemanfaatan energi terbarukan disamping untuk memenuhi kebutuhan energi setempat dalam perkembangan selanjutnya bisa digunakan untuk masyarakat lain, jika pemakaian listrik oleh masyarakat setempat lebih kecil daripada daya yang dibangkitkan. Dalam hal ini terdapat excess power yang dapat dijual ke PLN. P = g.hnet.qd. ηtot (kw) dimana: P = daya output (kw) Hnet = tinggi jatuh air bersih (m) Qd = debit desain (m3/detik) g = konstanta gravitasi bumi (9.81 m/s2) ηtot = efisiensi total (%) Hal V - 13

14 Tabel.5.8. Peluang Pengembangan Potensi Tenaga Air 1. Sungai Citarik Pos Bd. Cangkuang Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, ,3 634, ,75 0,9 0,93 0, ,6 1269, ,75 0,9 0,93 0, ,5 1822, ,75 0,9 0,93 0, ,2 2723, ,75 0,9 0,93 0, ,9 3644, ,75 0,9 0,93 0, ,4 4893, Sungai Cirasea Pos Cengkrong Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, ,5 1638, ,75 0,9 0,93 0, ,4 1801, ,75 0,9 0,93 0, ,2 1965, ,75 0,9 0,93 0, ,6 2047, ,75 0,9 0,93 0, ,1 2129, ,75 0,9 0,93 0, ,5 2211, Sungai Ciwidey Pos Cukanggenteng Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, ,8 1883, ,75 0,9 0,93 0, ,3 3521, ,75 0,9 0,93 0, ,2 5241, ,75 0,9 0,93 0, ,9 7862, ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , Sungai Citarum Pos Dayeuh Kolot Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, ,59843 Hal V - 14

15 5. Sungai Cisangkuy Pos Kamasan Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, ,2 9664, ,75 0,9 0,93 0, ,5 9910, ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , Sungai Citarum Pos Majalaya Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, ,7 9173, ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , Sungai Citarum Pos Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , ,75 0,9 0,93 0, , Sungai Cisangkuy Pos Pataruman Liter/det HEAD (meter) (ηt) (ηg) ηm ηsal 14 0,75 0,9 0,93 0,95 Watt KW ,75 0,9 0,93 0, ,6 3194, ,75 0,9 0,93 0, ,9 4013, ,75 0,9 0,93 0, ,8 4586, ,75 0,9 0,93 0, ,8 5159, ,75 0,9 0,93 0, ,2 5815, ,75 0,9 0,93 0, ,8 6306, Hal V - 15

16 b. PLTS Pengembangan PLTS baik tersebar dan komunal disesuaikan dengan kebutuhan dan pola pemukiman daerah tersebut. Misalnya PLTS komunal lebih tepat diimplementasikan di daerah dengan pola pemukiman mengumpul (cluster), sedangkan PLTS tersebar lebih cocok untuk daerah dengan pola pemukiman yang terpencar. c. PLTA Estimasi daya angin lokasi Setelah kecepatan rata-rata angin harian diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung estimasi kecepatan rencana pemasangan kincir angin menggunakan persamaan (1) dan estimasi daya angin lokasi menggunakan persamaan (2), sebagai berikut: Dimana V(Z hub ) = Kecepatan Angin pada ketinggian rencana )m/s), V(Z anem ) = Kecepatan angin pada titik pengukuran (m/s), Z hub = Ketinggian rencana kincir angin (m), Z anem = ketinggian pengukuran kecepatan angin(m), Z o = Tinggi kekasaran permukaan, P = Daya angin rata-rata (W/m 2 ), p = Kerapatan udara di lokasi dari tabel (kg/m 3 ), V z = Kecepatan angin lokasi pada ketinggian tertentu (m/s), dan FPE = Faktor pola energi (dari tabel) Tabel 5.9. Estimasi Daya Yang dihasilkan Kecamatan V(Z) ρ FPE P (Watt/m2) Cileunyi 0,888 1,116 1,4 0, Cilengkrang 0,975 1,116 1,4 0, Cicalengka 2,975 1,116 1,4 20,56947 Nagreg 4,175 1,116 1,4 56,85016 Cikancung 3 1,116 1,4 21,0924 Rancaekek 3,288 1,116 1,4 27,76884 Solokanjeruk 3,25 1,116 1,4 26,81713 Hal V - 16

17 C. Biogas Berdasarkan data yang ada di dinas peternakan, maka tabel potensi biogas dapat digambarkan seperti tabel berikut ini: Tabel Kotoran Ternak Sapi Langkah-langkah Kapasitas Biogas dan PLT Biogas 1. Penentuan data Bahan baku Biogas 2. Perhitungan jumlah total solid(ts) dan Volatile Solid(VS) dalam proses anaerobic digestion 3. Perhitungan Jumlah Volume gas metan 4. Perhitungan potensi energi listrik E = V gm x FK kwh E = Produksi Energi Listrik (kwh) Vgm = Jumlah Volume gas Meta (m 3 ) FK = Faktor Konversi (kwh /m 3 ) Hal V - 17

18 Tabel Rasio C/N (carbihidrat/nitrogen)beberapa bahan organik Bahan Organik Rsio C/N Kotoran Bebek 8 Kotoran Manusia 8 Kotoran Ayam 10 Kotoran kambing 12 babi 18 domba 19 Kerbau/sapi 24 Eceng gondok 25 gajah 43 Jerami(Padi) 70 Jerami(gandum) 90 Sisa Gergajian Diatas 200 Sumber : karki and Dixit(1984) Hal V - 18

19 Tabel Unsur yang terdapat pada Biogas Uraian Referensi Hasil Uji dan Analisis 1. Kondisi bahan (kotoran api) - Total Solid, kg/ekor/hari 4,8 - - Votalite Solid, kg/ekor/hari 3,9 - - Kadar air, % C/N Ratio 1:25 1:30 2. Kondisi dalam reaktoe (proses) - Suhu, 0 C 35 - PH 7,0 8,0 3. Kandungan Kimia Biogas -CH4, % CO2, % H2S, ug/m3 < 1% -NH3, ug/m3 - Widodo and Hendriadi, 2005 Tabel Konversi Energi gas Metan Menjadi Energi Listrik Jenis Energi Setara Energi Referensi 1. 1 Kg Gas Metan 6,13 x 10 7 J Reneewable Energy 2. 1 kwh 3,60 x 10 6 J Conversion, Transmision 3. 1 m 3 Gas Metan 4,0213x 10 7 J and Storage, Bent Masa Jenis Gas Metan adalah 0,656 Kg/m 3 Sorensen, Juni m 3 Gas Metan 11, 17 kwh Sumber : harahap, dkk (1978) Hal V - 19

20 Tabel Kandungan Gas Hasil Biogas Jenis Gas Biogas Kotoran sapi Campuran Kotoran + Sisa Pertanian Metan (CH4) 65,7 % % Karbon dioksida (CO2) 27,0 % % Nitrogen (N2) 2,3 % 0,5 3,0 % Karbon monoksida (CO) 0 % 0,1% Oksigen (O2) 0,1 % 6,0 % Propena(C3H8) 0,7 % - Hidrogen sulfida (H2s) - sedikit Nilai Kalor(kkal/m2) Tabel Hasil Perhitungan kapasitas biogas dan PLT Biogas di kabupaten Bandung No Jenis Proses Perhitungan Hasil Perhitungan 1 Potensi Kotoran Sapi KG/hari 2 Perhitungan jumlah total solid (TS) ,80 Kg/hari 3 Perhitungan jumlah dari volatile solid(vs) ,40 Kg/hari 4 Perhitungan jumlah volume produksi biogas 828.3,6 M3/hari (VBS) 5 Perhitungan jumlah volume gas 544.2,33 m3/hari metan(vgm) 6 Perhitungan potensi energi listrik (E) 7 Daya yang dibangkitkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 2,53 MW Hal V - 20

21 Tabel Peluang pengembangan Biogas Hal V - 21

22 d. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Asumsi yang digunakan yaitu : Karena tergolong energi yang diperjualbelikan (tradable energy), sumberdaya panasbumi diasumsikan dapat dimanfaatkan maksimal sebesar cadangan yang tersedia; Tahapan rencana pembangunan mengikuti Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT. PLN (Persero) Wilayah Jawa Barat. Tabel Peluang Pengembangan Geothermal Potensi No Panas Bumi Geothermal(MW) 1 Kamojang Wayang windu Patuha Cibuni 50 e. Biofuel Terdapat 2 (dua) komponen yang dapat dimanfaatkan dari biji jarak pagar (Jatropha curcas) yaitu minyak dan cake (ampas biji yang masih mengandung minyak). Asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah : Faktor rendemen/expelling ratio adalah 30 %; Setiap 1 Ha tanaman jarak pagar menghasilkan kg Crude Jatropha Oil atau liter; Setiap 1 Ha tanaman jarak pagar menghasilkan kg cake. Kabupaten Bandung memiliki lokasi-lokasi yang layak untuk dibudidayakan tanaman jarak pagar seluas ha atau 41,94% dari luas wilayah kab bandung, dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat petani di lokasi pembibitan dan budidaya tanaman jarak pagar rendah dan miskin ( Analisis Hal V - 22

23 Sosisl ekonomi dan budidaya jarak pagar- Iskandar MP, Rina MM, dan Sustrisno T) Peluang pengembangan Biofuel di Kab. Bandung adalah : Crude Jatropha Oil => x 2100 Kg = Ton Cake => x 4900 kg = Ton f. PLT Biomassa Pemanfaatan biomassa secara langsung seperti kayu bakar dan arang untuk keperluan memasak rumah tangga tidak termasuk dalam pemanfaatan energi terbarukan. Adapun yang termasuk dalam pemanfaatan energi terbarukan adalah untuk pembangkitan listrik melalui proses gasifikasi biomassa. 5.2 Analisis Pengembangan Energi Baru Terbarukan a. PLTM/PLTMH Supply Demand Micro Analysis dibuat berdasarkan pengamatan di lapangan. Analisis ini menjadi pertimbangan karena sifat dan peluang pemanfaatan energi terbarukan yang sangat site spesific. Misalnya tujuan pembangunan PLTMH pada awalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan energi setempat dengan mempertimbangkan jumlah dana pembangunan yang tersedia. Namun pada perkembangan selanjutnya, karena pemakaian listrik oleh masyarakat setempat lebih kecil daripada daya yang dibangkitkan, maka terdapat excess power yang dapat dijual ke PLN. Dari hasil pengamatan dan observasi lapangan diketahui bahwa pemanfaatan potensi energi air di beberapa lokasi diantaranya Curug Cindulang, Sub Das Sungai Citarum mempunyai potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai sumber daya listrik oleh masyarakat namun demikian hal tersebut belum dimanfaatkan. sehingga pemanfaatannya masih rendah dibandingkan dengan potensi yang ada. Hal ini disebabkan olehjumlah penduduk, faktor lain yang mempengaruhi adalah pola pemanfaatan listrik oleh masyarakat yang masih belum bergantung Hal V - 23

24 sepenuhnya pada keberadaan listrik. Beberapa rumah tangga merasa belum begitu perlu menggunakan litrik untuk kehidupan seharinya. Itulah sebabnya masyarakat di sekitar sumber potensi tenaga listrik mempunyai produktivitas rendah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena mengandalkan pekerjaan yang dilakukan di siang hari. Selain itu listrik yang bersumber dari PLN juga listrik yang dihasilkan digunakan untuk kebutuhan hanya untuk penerangan sehingga persentase daya yang termanfaatkan dari seluruh daya terbangkit kecil. Oleh sebab itu pemanfaatan PLTMH ke depan diarahkan pada pengembangan usaha produktif, nilai 91,55% digunakan untuk mengeneralisasi pemanfaatan potensi energi air setempat (local) di lokasi lain, dengan catatan pemanfaatan potensi tetap mempertimbangkan ketersediaan dana. Potensi energi air yang diperjualbelikan (tradable) pemanfaatannya maksimal atau 100%. b. PLTS Pengembangan PLTS baik tersebar dan komunal disesuaikan dengan kebutuhan dan pola pemukiman daerah tersebut. Misalnya PLTS komunal lebih tepat diimplementasikan di daerah dengan pola pemukiman mengumpul (cluster), sedangkan PLTS tersebar lebih cocok untuk daerah dengan pola pemukiman yang terpencar. Berdasarkan hasil kajian potensi energi surya atau matahari di Kabupaten bandung adalah di Kecamatan Cimenyan dan kecamatan Cilengkrang yaitu mencapai s.d 0.54 kwh/m2/hari. Sedangkan potensi energi yang terendah di Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Pasir Jambu dan Kecamatan Pangalengan yaitu 0.48 s.d 0.51 kwh/m2/hari. (seperti yang tersaji pada Gambar 5.4). Potensi yang begitu besar di Kecamatan Cilengkrang dan Cimenyan apabila dimanfaatkan sebagai sumber tenaga listrik akan menghasilkan tenaga listrik yang melebihi kebutuhan masyarakat kecamatan yang bersangkutan. Eksplorasi tenaga sinar matahari sebagai sumber listrik juga harus mempertimbangkan aspek efisiensi dan skala ekonomi, sehingga biayanya relatif cukup besar. Oleh sebab itu pemanfaatan tenaga sinar matahari di dua kecamatan tersebut diarahkan pada pemenuhan Hal V - 24

25 kebutuhan listrik di kecamatan lain yang tidak atau kurang mempunyai potensi EBT. Arah pengembangan pada kecamatan lain tersebut antara lain bertujuan untuk memenuhi aspek keseimbangan suply dan demand. c. Biogas Berdasarkan data sebaran jumlah ternak sapi yang tersaji pada tabel ternyata di Kabupaten Bandung mempunyai potensi yang besar untuk dijadikan sebagai sumber EBT Biogas. Potensi terbesar biogas adalah di Kecamatan Cikancung dan pangalengan, namun potensi tersebut pada kenyataannya belum dijadikan sebagai energi alternatif secara terpadu. Pemanfaatan biogas di beberapa Kecamatan seperti Pangalengan baru sebatas untuk energi kebutuhan rumah tangga khususnya kompor masak. Pemanfaatan biogas untuk listrik masih belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Oleh sebab itu pemanfaatan potensi biogas oleh masyarakat di sentra potensi biogas baru mencapai kurang dari 1 persen dari potensinya. Secara ekonomi pengembangan energi biogas harus juga diikuti oleh perubahan perilaku masyarakat agar dapat memanfaatkan biogas sebagai sumber energi listrik. Hal ini penting dilakukan agar keseimbangan suply dan demand terhadap listrik yang berasal dari biogas dapat terpenuhi. Asumsi yang digunakan untuk menghitung jumlah sapi yang potensial untuk pengembangan biogas adalah : o Potensi sapi untuk y a n g d i g u n a k a n u n t u k pengembangan biogas adalah s eluruh potensi peternakan sapi yang ada; o Mempertimbangkan sistem pemeliharaan intensif menggunakan kandang yang diterapkan, pengembangan biogas dilakukan di Kabupaten Bandung o Kecenderungan pertumbuhan populasi sapi mengikuti skenario program pengembangan peternakan di Kabupaten Bandung Hal V - 25

26 d. Panas Bumi (Geo Thermal). Potensi EBT panas bumi di Kabupaten relatif besar untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik di kabupaten Bandung. Namun hingga saat ini masih belum dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan tersebut. Hal ini antara lain disebabkan karena investasi untuk ekplorasi panas bumi sangat mahal. Di Kabupaten Bandung potensi panas bumi terdapat di Kawasan Kamojang dan Patuha, wayang Windu, dan Cibuni (Tabel 5.17). e. Biofuel Sumber Energi Baru Tebarukan dari bioful yang berasal dari tanaman jarak di kabupaten Bandung masih sulit di temukan. Program pengembangan Tanaman Jarak yang pernah dilakukan pada tahun 2005 di Beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung, ternyata tidak berkembang dengan baik. Hal tersebut karena secara ekonomis meneurut para petani jarak tidak dapat dipenuhi. Oleh sebab itu potensi EBT di Kabupaten Bandung masih sangat rendah. Rencana pengembangan EBT Bioful memerlukan perencanaan yang lebih detail terkait dengan populasi tanaman yang menjadi sumber EBT. e. Angin Sumber energi yang berasal dari angin di Kabupaten Bandung relatif kecil. Hal ini karena secara topografis wilayah Kabupaten Bandung sebagian besar terletak di dataran tinggi, dan lahan terbuka. Potensi EBT angin yang tersaji pada Tabel 5.7. bahwa kecepatan di lokasi pengamatan rata-rata kecepatan angin (v) dibawah 5 m/detik. Sedangkan kecepatan minimum untuk dapat dijadikan sebagai sumber tenaga penggerak turbin angin minmum adalah 10 m/detik. Hal V - 26

27 5.3. Rencana Aksi Pengembangan Energi baru terbarukan Untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan energi alternatif, diperlukan langkah-langkah yang terpadu, agar kegiatan Energi alternatif bisa terwujud, langkah tersebut diantaranya : a. Membentuk dan menjalankan kelembagaan pelaksana; b. Menyusun dan menerapkan skema pendanaan; c. Menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi; d. Menyusun rencana detail implementasi Kelembagaan Pelaksanaan Kelembagaan pelaksana adalah lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengembangan energi terbarukan. Pembentukan Forum Ketenagalistrikan dan Energi Daerah (FORKENDA) Kabupaten Bandung. Nama lembaga : Tim Pengembangan Energi Terbarukan Pembina : Bupati kab. Bandung Ketua Umum : Bappeda Kabupaten Bandung Ketua Harian : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung Pengembangan PLTA/PLTM Koordinator : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung Anggota : - Balai Wilayah Sungai Kab. Bandung - Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung - PT. PLN Wilayah Jawa Barat - Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung - Dinas Kehutanan Kabupaten Bandung Pengembangan PLTMH Koordinator : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung Anggota : - Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung - Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Bandung - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Hal V - 27

28 Pengembangan PLTS Koordinator : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung Anggota : - PT. PLN (Persero) Wilayah Jawa Barat - Dinas Terkait Kabupaten Bandung - Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bandung Pengembangan Biogas Koordinator : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung Anggota : Dinas Peternakan Kabupaten Bandung Pengembangan Geothermal Koordinator : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung Anggota : - PT. PLN Wilayah Jawa Barat - Badan Lingkungan Hidup Kab. Bandung - Dinas Kehutanan Kab. Bandung Pengembangan Biofuel (Biodiesel dan Bioethanol) Koordinator : Dinas Perkebunan Kabupaten Bandung Anggota : - Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Bandung - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Bandung - Pertamina; - Asosiasi industri/pedagang. Pengembangan Biomassa Koordinator : Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Bandung Anggota : - Dinas Pertanian Kab. Bandung - Dinas Perkebunan Kab. Bandung - Dinas Kehutanan Kab. Bandung - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Bandung - Asosiasi Industri/pedagang Hal V - 28

29 Skema Pendanaan Mengingat biaya teknologi pemanfaatan energi terbarukan yang masih tinggi, diperlukan sharing pendanaan antara Pemerintah/Pemerintah Daerah melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan pihak swasta/ipp. Pembiayaan kegiatan pengembangan energi terbarukan selain berasal dari anggaran negara antara lain APBN dan APBD juga dapat berasal dari sumber pendanaan lain yang beragam, yaitu : Tabel 5.18 Sumber Pendanaan Pengembangan Energi Terbarukan Lembaga Pemerintah Dirjen EBT Kementrian Koperasi dan UKM Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Departemen Perindustrian dan Perdagangan Departemen Pertanian Lembaga Donor JICA dll... Lembaga Swadaya Masyarakat dan Asosiasi Asosiasi Hidro Bandung dll... Peranan dalam Pengembangan Energi Terbarukan (EBT) Penyiapan rumusan kebijakan dan standarisasi energi terbarukan seperti : PLTS, PLTMH, Biogas dan Bahan Bakar Nabati (BBN) Implementasi dalam rangka pengembangan usaha perdesaan: PLTMH Implementasi dalam rangka pengembangan daerah tertinggal: PLTMH, PLTS, BBN Implementasi dalam rangka pengembangan industri perdesaan: BBN Implementasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani: BBN Implementasi EBT untuk pengembangan usaha di perdesaan: PLTMH Pengembangan teknologi dan implementasi EBT: PLTMH Hal V - 29

30 Menyiapkan sumber daya manusia dan teknologi Dalam rangka mengidentifikasi dan menyediakan sumber daya manusia dan teknologi yang dibutuhkan untuk mencapai target pengembangan energi terbarukan, langkah-langkah yang ditempuh adalah : a. Meningkatkan kompetensi SDM daerah di bidang energi terbarukan melalui pendidikan dan latihan teknis yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan latihan yang sesuai dan terakreditasi; b. Menyediakan dana Comdev di bidang energi terbarukan untuk mendidik SDM daerah di wilayah proyek energi yang bersangkutan; c. Meningkatkan kualitas SDM dilakukan secara berkesinambungan sehingga dapat mengikuti perkembangan teknologi khususnya bidang energi terbarukan; d. Melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi energi terbarukan untuk menjamin keberlanjutan ketersediaan energi; e. Melaksanakan penelitian energi yang ditekankan pada penelitian terapan sebagai tindak lanjut dari penelitian yang ada dengan cara bekerja sama antara lembaga penelitian baik dalam dan luar negeri seperti ITB (Institut Teknologi Bandung), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Pusair (Puslitbang Air Kementerian Pekerjaan Umum) dan P3TKEBT (Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan) Menyusun rencana detail implementasi a. PLTM 1) Mendorong implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau minihydro untuk memperbaiki tingkat bauran energi yang dikelola oleh PLN; 2) Meningkatkan unsur Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pada keseluruhan komponen pembangkit; Hal V - 30

31 3) Pihak swasta yang terlibat dalam pembangunan PLTA/minihydro berkewajiban untuk melaksanakan program Coorporate Social Responsibility (CSR) bagi masyarakat lokal yang tinggal di sekitar pembangkit; 4) Menciptakan iklim investasi yang sehat dan aman; 5) Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan dapat diberikan dalam bentuk kebijakan feed in tariff, kredit investasi dan pembebasan pajak impor. b. PLTMH 1) Melakukan inventarisasi dan identifikasi pemanfaatan energi air skala kecil, mikro dan mini hidro khususnya bagi masyarakat pedesaan dan daerah terpencil; 2) Meningkatkan kegiatan studi kelayakan/detail engineering design di lokasilokasi yang potensial untuk pembangunan mikrohidro; 3) Mendorong pembangunan mikrohidro off grid di daerah-daerah yang belum terjangkau listrik PLN untuk meningkatkan rasio elekrifikasi; 4) Mendorong penelitian dan pengembangan serta pabrikasi lokal komponen pembangkit microhydro; 5) Pemberdayaan komunitas lokal untuk kegiatan produktif yang berpeluang meningkatkan taraf penghasilan yang melibatkan peran dari berbagai pihak/instansi terkait; 6) Menciptakan iklim investasi yang sehat dan aman; 7) Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan dapat diberikan dalam bentuk kebijakan feed in tariff dan kredit investasi. c. PLTS 1) Pemberian bantuan SHS dan PLTS terpusat dilakukan di daerah-daerah yang tidak memiliki potensi energi setempat lain untuk dikembangkan; 2) Menciptakan iklim investasi yang sehat dan aman; Hal V - 31

32 3) Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan dapat diberikan dalam bentuk kebijakan feed in tariff, kredit investasi dan pembebasan pajak impor. d. PLTP 1) Melakukan inventarisasi dan evaluasi potensi melalui eksplorasi secara intensif untuk merubah status potensi sumberdaya spekulatif dan hipotetik menjadi cadangan terduga, mungkin dan terbukti; 2) Pengembangan potensi panas bumi baik untuk pemanfaatan langsung (pengeringan hasil pertanian dan lain-lain) dan tidak langsung (pembangkitan listrik); 3) Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) skala kecil yang pembiayaannya dapat berasal dari pemerintah, IPP dan koperasi lokal; 4) Pemerintah berkontribusi secara tidak langsung melalui pemberian subsidi tarif dan kredit investasi yang ditetapkan melalui kebijakan feed in tariff dan subsidi pendanaan; 5) Meningkatkan unsur Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pada keseluruhan komponen pembangkit; 6) Menciptakan kondisi yang kondusif bagi investor pengembangan energi panas bumi. e. Biogas 1) Melakukan indentifikasi desa/dusun yang siap untuk pembangunan biogas; 2) Berkoordinasi secara intensif dengan pihak pengembang biogas seperti Hivos; 3) Menciptakan iklim investasi yang sehat dan aman; 4) Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan dapat diberikan dalam bentuk subsidi pembangunan, kredit investasi dan pembebasan pajak impor. f. Biofuel 1) Membuat regulasi mengenai tata niaga dan pasar biofuel oleh pemerintah; Hal V - 32

33 2) Meningkatkan pengembangan pemanfaatan tanaman jarak (Jatropha Curcas) sebagai bahan bakar lain untuk pembangkit tenaga listrik dan bahan bakar memasak rumah tangga; 3) Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang upgrading kualitas biofuel, pengkajian dan penerapan blending dan sistem budidaya bahan baku jarak pagar; 4) Implementasi program terpadu dimulai dari sistem budidaya jarak pagar yang baik hingga pemanfaatan biofuel di sisi hilir untuk menjamin kontinuitas bahan baku; 5) Menciptakan iklim investasi yang sehat dan aman; 6) Dukungan pemerintah dalam bentuk pendanaan dapat diberikan dalam bentuk subsidi tarif, kredit investasi dan pembebasan pajak impor. g. PLT Biomassa 1) Pemanfaatan biomassa dengan bahan bakar kayu hasil hutan wajib memperhatikan konsep pemberdayaan hutan produksi yang berkelanjutan; 2) Mensosialisasikan secara intensif kepada masyarakat mengenai penggunaan limbah pertanian seperti tempurung kelapa dan sekam padi sebagai bahan bakar untuk membangkitkan listrik; 3) Menciptakan iklim investasi yang sehat dan aman; 4) Implementasi program Hutan Cadangan Energi Daerah. Hal V - 33

Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2013

Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2013 Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2013 disampaikan oleh BAPPEDA KAB. BANDUNG 1 Maksud dan Tujuan Maksud dari Kegiatan ini adalah untuk memberikan landasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG 2011-2015 TUJUAN Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas pertanian dan wilayah sentra produksi Menciptakan sistem produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki matapencaharian dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor yang

Lebih terperinci

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Analisis Luas Garapan Petani di DAS Citarum Hulu May 15, 2011 1. Pendahuluan ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Oleh: D.K. Kalsim 1 dan M. Farid Rahman

Lebih terperinci

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan RENCANA STRATEGIS PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) yang sangat kaya, mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS),

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi kelistrikan nasional berdasarkan catatan yang ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hingga akhir 2014 menunjukkan total kapasitas terpasang pembangkit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menyatakan pada pasal 4 ayat 2 bahwa badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat berpatisipasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat air bagi kehidupan kita antara

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan sangat penting dalam mendukung keberlanjutan kegiatan pembangunan daerah khususnya sektor ekonomi.

Lebih terperinci

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN 163 METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN A.1 METODE ANALSISIS STURGESS Dalam mencari rangking untuk faktor penduduk penulis terlebih dahulu menentukan kelas wilayah yang dan melakukan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN DI DAERAH TERTINGGAL

ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN DI DAERAH TERTINGGAL Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI DAERAH TERTINGGAL WORKSHOP PERAN PV DALAM PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki faktor geografis yang baik untuk membudidayakan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA Kata pengantar Daftar Tabel Daftar gambar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...I -1 1.2. Maksud dan Tujuan. I-2 1.3. Sasaran... I-2 1.4. Lingkup Pekerjaan.... I-.2 1.5. Jangka Waktu Pelaksanaan. I - 3

Lebih terperinci

Rencana Aksi Energi Terbarukan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2025. Laporan D-25

Rencana Aksi Energi Terbarukan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2025. Laporan D-25 Rencana Aksi Energi Terbarukan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2025 Laporan D-25 TIM CASINDO NUSA TENGGARA BARAT Agustus 2011 1 2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 141.553 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 41 Perusahaan Jumlah perusahaan tidak

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 Pengembangan Energi Nasional Prioritas pengembangan Energi nasional

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2006 lalu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 mengenai Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN DI DIY

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN DI DIY Dinas PUP-ESDM DIY IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN POTENSI ENERGI BARU TERBARUKAN DI DIY Disampaikan dalam : Edukasi dan Sosialisasi Pemanfaatan Aneka EBT Yogyakarta, 30 Nopember 2012 DIY berada dalam sistem

Lebih terperinci

renewable energy and technology solutions

renewable energy and technology solutions renewable energy and technology solutions PT. REKAYASA ENERGI TERBARUKAN Pendahuluan Menjadi perusahaan energi terbarukan terbaik di Indonesia dan dapat memasuki pasar global serta berperan serta membangun

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH PERBATASAN

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH PERBATASAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah REGULASI DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR ENERGI UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011 S A R I Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERWUJUDAN VISI...SINERGI PEMBANGUNAN PERDESAAN... DALAM SIKLUS PERENCANAAN TAHUNAN UU 25/2004; PP 8/2008 & PMDN 54/2010 Penetapan

Lebih terperinci

Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung

Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung Dinas Tenaga Kerja NO PELATIHAN LOKASI KECAMATAN DESA volume (org) Pagu 1 2 3 4 5 6 1 LAS LISTRIK ARJASARI KECAMATAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN RENCANA DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KEBERLANJUTANNYA DI NTT Oleh : Ir. Wayan Darmawa,MT Kepala Bappeda NTT 1 KONDISI UMUM PEMBANGUNAN NTT GAMBARAN UMUM Letak Geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek penelitian Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan asumsi bahwa Pemerintah Kabupaten telah melaksanakan kebijakan pendelegasian wewenang Bupati

Lebih terperinci

Tahapan Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro

Tahapan Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro I. Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama dalam pemuatan PLTMH yaitu air (sebagai sumber energi), turbin, dan generator. Air yang mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 8,4% per tahun. Hal ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang ratarata 6% per tahun. Setiap tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

ton gas karbondioksida per tahun karena pembangkit tidak menggunakan bahan bakar fosil (EPA, dalam makalah kolokium 2011).

ton gas karbondioksida per tahun karena pembangkit tidak menggunakan bahan bakar fosil (EPA, dalam makalah kolokium 2011). SUMBER DAYA AIR Latar Belakang P emanfaatan aliran air sungai sebagai sumber energi di pedesaan telah menjadi alternatif ditengah keterbatasan kemampuan PLN. Diperkirakan hingga 10 tahun ke depan penyediaan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA

PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA 1. Peserta wajib mengisi formulir pendaftaran dengan lengkap; 2. Formulir yang sudah dilengkapi dapat langsung dikirimkan ke koordinator

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. OLEH : Dhika Fitradiansyah Riliandi 2205 100 003 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI REGULASI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

IMPLEMENTASI REGULASI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat IMPLEMENTASI REGULASI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK MASYARAKA ARAKAT MISKIN Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KODE KEAHLIAN DESKRIPSI KEAHLIAN 03 BIDANG ENERGI 03.01 PERENCANAAN ENERGI 03.01.01 PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Keahlian

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

Disajikan dalam Acara Pertemuan Tahunan EEP- Indonesia Tahun 2013, di Hotel Le Meridien Jakarta, 27 November 2013

Disajikan dalam Acara Pertemuan Tahunan EEP- Indonesia Tahun 2013, di Hotel Le Meridien Jakarta, 27 November 2013 EEP Indonesia Annual Forum 2013 MANFAAT IMPLEMENTASI DAN PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK EEP INDONESIA DI PROPINSI RIAU (Kebijakan Potensi - Investasi Teknologi) Disajikan dalam Acara Pertemuan Tahunan EEP-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Energi merupakan kebutuhan penting bagi manusia, khususnya energi listrik, energi listrik terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah populasi manusia

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb No.112, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Dana. Alokasi Khusus. Energi Skala Kecil. Penggunaan. Tahun Anggaran 2016. Juknis PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung

Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung 1 Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung Dimas Darmawansyah dan Sardjito Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN, KEPUTUSAN/KEBIJAKAN YANG TELAH DISAHKAN

DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN, KEPUTUSAN/KEBIJAKAN YANG TELAH DISAHKAN DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN, KEPUTUSAN/KEBIJAKAN YANG TELAH DISAHKAN I. Peraturan Daerah 1. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun. 2. Peraturan Daerah Nomor

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dengan pesat. Disisi lain, ketidak tersediaan akan energi listrik

BAB I PENDAHULUAN. maju dengan pesat. Disisi lain, ketidak tersediaan akan energi listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan energi listrik semakin hari semakin meningkat, baik untuk konsumsi beban skala kecil seperti rumah tangga maupun untuk skala besar seperti

Lebih terperinci

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 SAMPAI TAHUN 2036 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG Anggaran : 203 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan :. 5 Urusan Wajib Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Organisasi

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN PRIORITAS 8 Tema Prioritas Penanggungjawab Bekerjasama Dengan PROGRAM AKSI DI BIDANG ENERGI Pencapaian ketahanan energi nasional yang menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN Besaran Satuan Kecamatan Desa

DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN Besaran Satuan Kecamatan Desa DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN 2015 Kode Rekening Nama Kegiatan/ Sub Kegiatan 1 14 01 15 Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja 1 14 01 15 02 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta

Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 83 89 ISSN: 2085 1227 Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG

PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Pengembangan Pembangkit Listrik Mini Hidro (PLTMH) merupakan salah satu prioritas pembangunan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Temu Konsultasi Triwulanan I - 2017 Bappenas dengan Bappeda Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut :

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut : Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan difokuskan untuk mencapai peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan akan energi bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan akan energi bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan akan energi bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas akan semakin meningkat. Pada beberapa dasawarsa mendatang, kita harus mengurangi ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1] BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketersediaan sumber daya energi tak terbarukan semakin lama semakin menipis. Pada Outlook Energi Indonesia 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu demi waktu kini industri baik industri rumahan maupun pabrik semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri meskipun letaknya dekat

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT Pada bagian ini akan dibahas mengenai kebijakan yang terkait dengan pengembangan industri tembakau, yang terdiri dari : 1) Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri

Lebih terperinci

Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80%

Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80% Tahap II Proyeksi Peningkatan Rasio Elektrifikasi 80% Jika dilihat kembali proyeksi konsumsi energi pelanggan rumah tangga, pada tahun 2014 dengan : Jumlah pelanggan = 255.552 pelanggan Konsumsi energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Saat ini, listrik merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Listrik dibutuhkan tidak hanya untuk penerangan, melainkan juga untuk melakukan aktivitas

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL

KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL KEBIJAKAN PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KELISTRIKAN NASIONAL Oleh : Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Disampaikan pada: Seminar Nasional Promosi Sumberdaya Panas Bumi Denpasar,, 3-43 4 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari organisme atau makhluk hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah keseluruhan organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam mencapai target pembangunan bidang energi. Ketergantungan terhadap energi fosil terutama minyak bumi dalam

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS. energi (PLTBm) dengan pengolahan proses pemisahan. Selanjutnya subsistem

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS. energi (PLTBm) dengan pengolahan proses pemisahan. Selanjutnya subsistem BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Terdapat susbsitem lingkungan dan subsistem industri energi, ditinjau dari subsistem lingkungan berupa limbah perkotaan (pertanian,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

PERTAMBANGAN DAN GALIAN KABUPATEN MALUKU TENGAH

PERTAMBANGAN DAN GALIAN KABUPATEN MALUKU TENGAH PERTAMBANGAN DAN GALIAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Potensi bahan galian (tambang) dan energi yang potensial untuk dikembangkan secara komersil antara lain emas, tembaga, nikel, batu gamping, belerang, minyak

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Indonesia Energy Roadmap 2017-2025 Jakarta, 25 Januari 2017 1 1 Daftar Isi I.

Lebih terperinci

AKSES ENERGI DAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DI DIY

AKSES ENERGI DAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DI DIY Dinas PUP-ESDM DIY AKSES ENERGI DAN PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DI DIY Yogyakarta, 23 Mei 2014 Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara

Lebih terperinci