BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, seorang manusia memiliki kodrat-kodrat yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, seorang manusia memiliki kodrat-kodrat yang"

Transkripsi

1

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seorang manusia memiliki kodrat-kodrat yang harus dijalaninya. Kodrat tersebut antara lain lahir, menikah dan meninggal dunia. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia dibekali dorongan untuk menarik perhatian lawan jenisnya guna mencari pasangan hidupnya. Manusia mulai mencari pasangannya diawali dari masa pubertas yaitu suatu masa awal ketertarikan dengan lawan jenis yang berawal dari usia sekitar 12,5 14,5 tahun pada perempuan dan 14 16,5 tahun pada laki-laki (Hurlock, 1980). Masa berikutnya adalah masa pacaran dan diakhiri dengan masa pernikahan. Menurut teori perkembangan, masa usia menikah adalah saat usia dewasa awal yaitu tahun (Papalia, Olds & Feldmann, 1998) atau usia tahun (Hurlock, 1980). Dengan kata lain, masa dewasa awal merupakan masa dimana seorang individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Havighurst (dalam Hurlock, 1990) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi karakteristik masa dewasa awal adalah mulai memilih pasangan hidup dan mulai bekerja. Hurlock (1990) menambahkan bahwa masa dewasa awal merupakan masa bermasalah karena pada masa dewasa awal banyak masalah yang ditimbulkan oleh penyesuaian diri terhadap hal-hal yang

3 berkaitan dengan persiapan pernikahan dan juga karir. Artinya, karir dan persiapan menuju kehidupan pernikahan adalah dua tugas penting yang hadir di waktu yang bersamaan. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa selain menikah dan membina kehidupan berkeluarga, tugas perkembangan lainnya yang dihadapi oleh individu dewasa awal adalah bekerja dan berkarir. Hal ini berarti bahwa semua individu dewasa awal dituntut untuk bekerja, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila hampir sebagian besar individu dewasa awal berkecimpung dalam dunia kerja, baik laki-laki maupun wanita. Abad 21 dicirikan dengan persaingan di dunia kerja dan peluang tersebut sangat terbuka bagi para wanita (Bhatnagar & Rajadhyaksha, 2001). Hal ini dipengaruhi oleh semakin tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para wanita. Pendidikan dipergunakan sebagai salah satu ukuran dari tingkat kemampuan sumber daya manusia yang menjadi bekal dalam memasuki lapangan pekerjaan (dalam Indikator Sosial Wanita Indonesia, 1999). Seiring dengan tingginya tingkat pendidikan dewasa ini, banyak wanita usia dewasa awal memasuki dunia profesionalisme dengan bekerja. Peran pendidikan terhadap aspirasi untuk bekerja ditambahkan Papalia, Olds & Feldman (1998) dengan menyatakan bahwa individu yang berpendidikan tinggi jarang menjadi pengangguran dibandingkan berpendidikan rendah.

4 Banyaknya wanita yang bekerja setelah mereka menyelesaikan pendidikan tingginya, membawa akibat bagi tugas perkembangan lain. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalani, semakin berambisi pula para wanita untuk menjadi pekerja. Hal ini meningkatkan komitmen terhadap karir dan penundaan terhadap pernikahan (Betz, 1993; Spain & Bianchi, 1996). Namun demikian, Bridges (1997) mengatakan meskipun banyak wanita bekerja yang menunda untuk menikah, mereka tetap memiliki keinginan untuk membuat suatu komitmen pernikahan dalam hidup. Bagi wanita, bekerja merupakan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Bekerja memungkinkan seorang wanita mengekspresikan dirinya sendiri dengan cara yang kreatif dan produktif untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif. Melalui bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya, dan pencapaian tersebut mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan (Rini, 2002). Disamping kebutuhan aktualisasi diri, wanita bekerja di luar rumah diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka (Rini, 2002). Kebutuhan finansial ini berkaitan dengan kesiapan sosial ekonomi sebelum memasuki pernikahan (Walgito, 2000). Hal ini diperkuat oleh Smock (2003) bahwa faktor sosial ekonomi menjadi faktor yang diharapkan wanita dalam pernikahan. White & Rogers (2000) mengatakan bahwa wanita yang telah bekerja sebelum menikah biasanya akan terus melanjutkan bekerja setelah ia menikah karena

5 kontribusi wanita dalam hal pendapatan keluarga menjadi hal penting yang dapat meningkatkan keutuhan rumah tangga. Fenomena yang berkembang di masyarakat banyak wanita bekerja yang belum menikah merasa ragu dan bimbang tentang kesuksesan mereka memasuki kehidupan berumah tangga. Kecenderungan yang terjadi adalah penundaan pernikahan. B. Permasalahan Berdasarkan uraian di atas muncul suatu fenomena yang patut untuk dipertanyakan yaitu bagaimanakah kesiapan menikah wanita dewasa awal yang bekerja? Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesiapan mereka untuk menikah?

6 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kesiapan Menikah 1. Pengertian Kesiapan Menikah Sebelum diuraikan mengenai pengertian kesiapan menikah, terlebih dahulu diuraikan pengertian dari pernikahan itu sendiri. Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga merupakan awal dari terbentuknya keluarga dengan penyatuan dua individu yang berlainan jenis serta lahirnya anak-anak (Papalia, Olds, & Feldman, 1998). Duvall & Miller (1985) menyatakan bahwa pernikahan adalah hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat, yang melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak dan saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami dan sebagai isteri. Pernikahan menurut Dariyo (2003) adalah ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang wanita yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holy relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang wanita telah diakui secara sah dalam hukum agama.

7 Kesiapan menurut Chaplin (1989) adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. Sementara itu Corsini (2002) menyatakan bahwa kesiapan adalah berkembang atau mempersiapkan diri dalam belajar dan memperoleh beberapa tugas perkembangan atau keahlian khusus berdasarkan perkembangan fisik, sosial dan intelektual. Pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan menikah adalah kesediaan individu untuk mempersiapkan diri membentuk suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang kekal yang diakui secara agama, hukum dan masyarakat. 2. Kriteria Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan hal yang sangat penting agar tugas-tugas perkembangan dalam pernikahan dapat terpenuhi. Kesiapan menikah tidak dipandang dari usia individu yang akan menikah (Duvall & Miller, 1985). Usia individu dalam menikah bervariasi disebabkan oleh

8 banyak hal, antara lain (1) Pencapaian pendidikan; (2) Perbedaan individu; (3) Perubahan keadaan sosial ekonomi. Menurut Rapaport (dalam Duvall & Miller, 1985), seseorang dinyatakan siap untuk menikah apabila memenuhi kriteria : a. Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri. b. Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak. c. Bersedia dan mampu menjadi pasangan istimewa dalam hubungan seksual. d. Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim. e. Memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain. f. Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain. g. Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan. h. Bersedia berbagi rencana dengan orang lain. i. Bersedia menerima keterbatasan orang lain. j. Realistik terhadap karakteristik orang lain k. Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi. l. Bersedia menjadi suami atau isteri yang bertanggung jawab.

9 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Menikah Walgito (2000) mengatakan bahwa kesiapan untuk memasuki dunia perkawinan dipengaruhi oleh : a. Faktor fisiologis Faktor fisiologis ini berkaitan dengan 3 hal yaitu segi kesehatan, keturunan dan sexual fitness. 1) Kesehatan, bahwa keadaan kesehatan seseorang dalam hubungannya dengan perkawianan merupakan satu faktor penting dan merupakan faktor esensial dalam perkawinan. 2) Keturunan, masalah keturunan ini juga merupakan persoalan dalam perkawinan, karena dalam perkawinan pasangan suami isteri menginginkan keturunan yang baik oleh karena itu masalah keturunan ini menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. 3) Sexual Fitness, terkait dengan apakah individu dapat melakukan hubungan seksual secara wajar atau tidak. b. Faktor sosial ekonomi Faktor ini merupakan faktor yang perlu mendapat pertimbangan dalam perkawinan, sekalipun ada sementara pihak yang memandang hal ini bukanlah merupakan suatu faktor yang mutlak, namun perlu dipertimbangkan sebelum menikah.

10 c. Faktor agama dan kepercayaan Dalam pernikahan faktor agama atau kepercayaan hendaknya menjadi perhatian pasangan. Sebaiknya pasangan memiliki agama yang sama. Dengan kesamaan agama maka akan meminimalkan munculnya perbedaan yang terkait dengan agama tersebut. d. Faktor psikologis Kedewasaan dalam sisi psikologis merupakan faktor yang dituntut dalam perkawinan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah kematangan emosi, toleransi atau kesiapan untuk berkorban, sikap saling pengertian, saling mengerti akan kebutuhan masing-masing pihak, dapat saling memberi dan menerima kasih sayang, sikap saling mempercayai, adanya keterbukaan dalam komunikasi, kesiapan diri untuk lepas dari orang tua untuk hidup mandiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan seorang individu untuk menikah. Faktor-faktor tersebut yaitu fisiologis, sosial ekonomi, agama dan kepercayaan serta psikologis.

11 B Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock,1990). Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orang tuanya (Dariyo, 2003). Hurlock (1990) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Sementara itu, Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia tahun. Vaillant (dalam Papalia,dkk 1998) membagi tiga masa dewasa awal yaitu masa pembentukan, masa konsolidasi dan masa transisi. Masa pembentukan dimulai pada usia 20 hingga 30 tahun dengan tugas perkembangan mulai memisahkan diri dari orang tua, membentuk keluarga baru dengan pernikahan dan mengembangkan persahabatan. Masa konsolidasi (usia tahun) merupakan masa konsolidasi karir dan memperkuat ikatan perkawinan, sedangkan masa transisi (sekitar usia 40

12 tahun) merupakan masa meninggalkan kesibukan pekerjaan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang telah diperoleh. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yang menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat, pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak dan berusia antara 20 hingga 40 tahun. 2. Karakteristik Masa Dewasa Awal Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tersendiri. Seperti halnya tahap perkembangan lain, masa dewasa awal ditandai dengan berbagai karakteristik khas. Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara fisik, seorang dewasa muda (young adulthood) menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Mereka memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat dan proaktif. Dalam perkembangan psikososial masa dewasa awal terdapat krisis intimacy versus isolation (Erikson, dalam Papalia, dkk. 1998). Pada masa dewasa awal inilah individu membuat komitmen personal yang dalam dengan orang lain, yakni dengan membentuk keluarga. Apabila individu dewasa awal tidak mampu melakukannya, maka akan merasa kesepian dan krisis keterasingan (isolation).

13 Vaillant (dalam Papalia, dkk. 1998) mengatakan bahwa masa dewasa awal ini merupakan masa adaptasi dengan kehidupan. Sekitar usia dua puluhan hingga tiga puluh individu dewasa awal mulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, menikah, mempunyai anak, dan membangun persahabatan yang erat. Vaillant (dalam Papalia, Olds & Feldman, 1998) mengidentifikasi empat karakter dari masa dewasa awal sebagai mekanisme adaptasi yaitu menjadi matang, tidak matang, psikosis dan neurosis. Individu yang matang, secara fisik dan mental lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih puas dalam kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Sementara itu Havighurst (dalam Hurlock, 1990) menjelaskan beberapa tugas perkembangan pada masa dewasa awal, diantaranya mulai bekerja, memilih pasangan, belajar hidup dengan pasangan dan mulai membina keluarga. Sejalan dengan pendapat tokoh-tokoh psikologi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik masa dewasa awal yaitu masa yang ditandai dengan perkembangan fisik yang optimal, masa membangun hubungan baru dan membentuk komitmen pernikahan serta mulai bekerja. C Wanita Bekerja 1 Pengertian Wanita Bekerja Tingginya tingkat pendidikan dewasa ini membuat banyak wanita usia dewasa awal memasuki dunia profesionalisme dengan bekerja. Abad 21 juga dicirikan

14 dengan persaingan di dunia kerja dan peluang tersebut sangat terbuka bagi para wanita (Bhatnagar & Rajadhyaksha, 2001). Corsini (2002) mengartikan bekerja dalam berbagai kajian psikologi mengacu pada tingkah laku manusia yang memiliki tujuan, disiplin dan terstruktur dalam tugas dan waktu, memerlukan kemampuan fisik dan mental serta lebih merupakan suatu kewajiban daripada tindakan yang sukarela. Suryadi (dalam Anoraga, 2001) mengartikan wanita bekerja sebagai wanita yang bekerja untuk menghasilkan uang atau lebih cenderung pada pemanfaatan kemampuan jiwa atau karena adanya suatu peraturan sehingga memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam pekerjaan, jabatan, dan lain-lain. Dari Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa wanita bekerja adalah wanita yang melakukan kegiatan dengan tujuan tertentu, penuh disiplin dan terstruktur dalam tugas dan waktu untuk menghasilkan uang dan pemanfaatan kemampuan jiwa. 2. Faktor-Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja Rini (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mendorong wanita bekerja di luar rumah, yaitu : a. Kebutuhan Finansial Faktor ekonomi umumnya menjadi alasan seorang wanita bekerja karena dengan penghasilan yang diperoleh, dapat dipenuhi kebutuhan sehari-hari

15 b. Kebutuhan Relasional Kebutuhan sosial dan relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. c. Kebutuhan Aktualisasi diri Bekerja merupakan salah satu jalan untuk mengaktualisasika diri, sesuai dengan pendapat Maslow (dalam Rini 2002) bahwa salah satu kebutuhan bagi manusia adalah kebutuhan aktualisasi diri. Dengan bekerja, seseorang dapat berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dengan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menghasilkan sesuatu, mendapatkan penghargaan, penerimaan dan prestasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong wanita bekerja yaitu kebutuhan finansial, kebutuhan relasional, dan kebutuhan aktualisasi diri.

16 BAB III PENUTUP Masa dewasa awal merupakan masa dimana seorang individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Namun disisi lain juga dituntut untuk bekerja dan berkarir. Kondisi yang demikian berlaku untuk laki-laki dan wanita. Hal tersebut menunjukkan bahwa laki-laki dan wanita memiliki kewajiban yang sama untuk bekerja. Ada banyak alasan yang mendorong seorang wanita bekerja di luar rumah, salah satunya yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Bekerja memberikan kesempatan kepada seorang wanita untuk mengekspresikan dirinya sendiri dengan cara yang kreatif dan produktif guna menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri. Kebanggan tesebut terutama terwujud jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif. Melalui bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya. Bila wanita berhasil menemukan arti dan identitas dirinya maka akan tmbul rasa percaya diri dan kebahagiaan pada dirinya. Selain didorong oleh kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, alasan lain yang mendorong wanita bekerja di luar rumah adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial. Kebutuhan finansial ini berkaitan dengan kesiapan sosial ekonomi sebelum memasuki pernikahan (Walgito, 2000). Hal ini diperkuat oleh Smock (2003) bahwa faktor sosial ekonomi menjadi faktor yang diharapkan wanita dalam pernikahan.

17 White & Rogers (2000) mengatakan bahwa wanita yang telah bekerja sebelum menikah biasanya akan terus melanjutkan bekerja setelah ia menikah karena kontribusi wanita dalam hal pendapatan keluarga menjadi hal penting yang dapat meningkatkan keutuhan rumah tangga. Hal lain yang turut mendukung kesempatan wanita mendapatkan pekerjaan adalah semakin tingginya tingkat pendidikan yang mampu dan bisa diraih oleh seorang wanita terutama di Indonesia. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki membuat peluang wanita untuk bisa mendapatkan pekerjaan dengan level dan gaji yang lebih tinggi lebih terbuka lebar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila banyak wanita masa kini yang menduduki level manajerial di berbagai perusahaan. Kondisi dimana wanita memiliki peluang untuk bisa bersaing di pasar kerja lokal, nasional maupun internasional membuat mereka mampu mendapatkan penghasilan yang memuaskan. Hal ini membuat mereka cukup mapan secara ekonomi. Dengan demikian seharusnya mereka menjadi lebih siap untuk bisa memasuki jenjang pernikahan karena tidak lagi dibebani oleh masalah financial. Namun fenomena yang terjadi belakangan ini justru sebaliknya. Meskipun wanita bekerja secara umum telah mapan secara ekonomi, sebagian dari mereka masih merasa tidak siap untuk menikah dan yang terjadi adalah penundaan pernikahan. Adanya ketakutan menghadapi krisis pernikahan dan berujung perceraian merupakan hal/kondisi yang membuat wanita bekerja ragu tentang kesiapan menikah mereka. Ditambah lagi maraknya perceraian yang dipublikasikan di media massa saat

18 ini sehingga perceraian dianggap menjadi fenomena biasa ( Mengapa Takut Menikah, 2002). Menurut Walgito (2003), terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kesiapan seseorang memasuki dunia pernikahan. Salah satu penyebab wanita bekerja memutuskan untuk menunda pernikahan adalah keraguan dapat berbagi secara mental dan emosional dengan pasangan. Ketidaksiapan menikah yang dimiliki wanita bekerja termanifestasi dengan adanya ketakutan menghadapi krisis perkawinan serta ragu tentang kemampuan mereka berbagi secara emosional dengan pasangannya kelak (Kuntowati, 2003). Duvall (1993) mengatakan bahwa salah satu hal yang harus dipersiapkan sebelum memasuki jenjang pernikahan adalah kemampuan menguasai diri secara emosional. Kemampuan menguasai diri secara emosional ini menurut Walgito (2000) berkaitan dengan kesiapan psikologis dalam memasuki pernikahan yaitu memiliki kematangan emosi. Lebih lanjut Walgito (2000) menyatakan apabila individu telah matang emosinya dan telah mampu mengendalikan emosinya, maka individu akan berpikir secara obyektif sehingga dapat melihat permasalahan yang terjadi dalam kehidupan khususnya kehidupan rumah tangga secara baik dan obyektif pula. Hal ini diperkuat oleh Larson (2000) bahwa kematangan emosi sangat berperan dalam mengurangi konflik baik pada pasangan yang sedang menjalin hubungan intim maupun mengurangi tingkat perceraian pada pasangan suami istri. Selain masalah kematangan emosi dan kesiapan psikologis, kondisi kesehatan seorang individu juga turut mempengaruhi kesiapannya untuk memasuki jenjang

19 pernikahan. Individu yang merasa dirinya kurang/tidak memiliki kondisi kesehatan yang prima cenderung untuk ragu melangkah menuju jenjang pernikahan. Misalnya, individu dengan status kesehatan yang buruk, memiliki beberapa riwayat penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, cenderung merasa takut untuk menikah dengan individu lain. Masalah keturunan juga merupakan persoalan dalam perkawinan, karena dalam perkawinan pasangan suami isteri menginginkan keturunan yang baik oleh karena itu masalah keturunan ini menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. Individu wanita yang merasa kurang subur atau berasal dari keturunan yang memiliki riwayat sulit memiliki keturunan, cenderung lebih merasa takut untuk menikah dibanding dengan wanita yang berasal dari keluarga yang subur. Atau, wanita yang merasa tidak siap untuk memiliki anak/keturunan juga cenderung takut untuk mengikat komitmen dalam ikatan perkawinan. Hal lain yang juga turut mempengaruhi kesiapan menikah pada seorang individu adalah Sexual Fitness, terkait dengan apakah individu dapat melakukan hubungan seksual secara wajar atau tidak. Individu yang memiliki masalah seksual seperti disfungsi ereksi (pada pria) dan vaginismus (pada wanita) cenderung lebih merasa kurang siap untuk mengikat tali perkawinan dengan individu lainnya. Dalam pernikahan faktor agama atau kepercayaan juga hendaknya menjadi perhatian pasangan. Sebaiknya pasangan memiliki agama yang sama. Dengan kesamaan agama maka akan meminimalkan munculnya perbedaan yang terkait dengan agama tersebut.

20 Dengan memperhatikan segala faktor-faktor tersebut di atas, individu khususnya para wanita bekerja, diharapkan mampu mengatasi ketidaksiapannya untuk menikah. Untuk mengethaui apakah anda telah siap menikah atau tidak, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan : 1. Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri. 2. Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak. 3. Bersedia dan mampu menjadi pasangan istimewa dalam hubungan seksual. 4. Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim. 5. Memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain. 6. Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain. 7. Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan. 8. Bersedia berbagi rencana dengan orang lain. 9. Bersedia menerima keterbatasan orang lain. 10. Realistik terhadap karakteristik orang lain 11. Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi. 12. Bersedia menjadi suami atau isteri yang bertanggung jawab. Pada akhirnya dipahami bahwa pernikahan yang mendasari pembentukan suatu keluarga dapat diumpamakan sebagai suatu perjalanan panjang yang penuh kebahagiaan dan memuaskan apabila dipersiapkan secara matang, sebaliknya dapat menyebabkan distress dan tekanan batin jika tidak dipersiapkan dengan matang

21 (Gunarsa, 2002). Kesiapan menikah dapat membuat suatu dunia yang berbeda dan dapat memberikan lebih banyak kebahagiaan bagi pasangan yang menikah (Silliman dalam Rahmi, 2003). Individu yang memiliki kematangan emosi akan memiliki kesiapan menikah yang lebih baik, artinya mereka mampu mengatasi perubahanperubahan dan beradaptasi setelah memasuki pernikahan.

22 DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. (2001). Psikologi kerja. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Betz, N. (1993). Womens career development, psychology of women : A Handbook of Issues and Theories. Wetsport CT : Greenwood. Bhatnagar, D., & Rajadyaksha, U. (2001). Attitudes toward work and family roles and their implication for career growth of women. Sex Roles : A Journal of Research. [On-line serial] Available FTP: findarticles.com /p/articles/mi_m2294/is_2001_oct/ai_ /pg_6. Bridges, J.S. (1997). College female s perception of adult rolesand occupational fields of women, Sex Roles : A Journal of Research [On-line] Available FTP: findarticles.com/ p/articles/ mi_m2334/ is_1987_jun/ ai_ / pg_15. Chaplin, J.P. (1989). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : Rajawali Press. Corsini. (2002). The dictionary of psychology London : Macmillan. Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Duvall, E.M., & Miller, B. C. (1985). Marriage and family development, (9 th Ed) NY. Harper & Row Publishers. Hurlock, E.B. (1990). Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga. Indikator Sosial Wanita Indonesia. (1999). Badan Pusat Statistik. Jakarta : BPS. Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman R.D. (1998). Human development (7 th Ed). USA. Mc.Graw Hill Companies. Rini, J.F. (2002). Wanita bekerja. [On-line] Available FTP: e-psikologi.com. Smock, P. (2003). Income and education linked to marriage plans-relationship. psychology today. [On-line] Available FTP:findarticles.com/p/articles/ mi_m1175/is_2_36/ai_ Spain, D., & Bianchi, S.M. (1996). Balancing act: motherhood, marriage, and employment among american women. New York : Russel Sage Foundation.

23 Walgito, B (2000). Psikologi sosial suatu pengantar. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM. White, L. & Rogers, S.J. (2000). Economic circumstances and family outcomes : A review of the 1990 s. Journal of Marriage and The Family [On-line] Available FTP: ask.com.

24 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini sehingga dapat diselesaikan di tengah aktivitas yang tiada hentinya. Makalah ini ditulis dengan tujuan memenuhi persyaratan pengurusan fungsional sebagai staf pengajar di Universitas Sumatera Utara. Selain itu, penulis juga berharap agar tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi banyak pihak terutama para wanita dewasa awal yang bekerja sehubungan dengan kesiapan merek untuk menikah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karenanya penulis mengharapkan masukan dari para pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengabdikan diri di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suami dan anak-anak tercinta yang telah menyemangati hingga makalah ini dapat diselesaikan. Kepada rekan-rekan sejawat di PS Psikologi USU yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi pengembangan diri dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang mendalam untuk Pak Iskandar yang senantiasa mengingatkan dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan makalah ini. Medan, 21 September 2006 Ika Sari Dewi, S.Psi NIP

25 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....i DAFTAR ISI.....ii BAB I PENDAHULUAN....1 BAB II LANDASAN TEORI....5 A. Kesiapan Menikah Pengertian Kesiapan Menikah Kriteria Kesiapan Menikah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Menikah...8 B. Dewasa Awal Pengertian Dewasa Awal Karakteristik Masa Dewasa Awal...11 C. Wanita Bekerja Pengertian Wanita Bekerja Faktor-faktor yang Mendorong Wanita Bekerja...13 BAB III. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda pada masing-masing tahapannya, pada masa dewasa merupakan masa yang paling lama dialami

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Perkawinan II.A.1. Definisi Perkawinan Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih dahulu diuraikan pengertian dari perkawinan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya 7 Tahap perkembangan dewasa muda TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Muda Penentuan usia dewasa muda menurut pendapat beberapa ahli disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai usia dewasa muda,

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, menikah dan meninggal dunia. Pada umumnya wanita menikah di usia yang lebih muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow meliputi kebutuhan fisiologis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan merupakan langkah awal untuk membentuk suatu keluarga. Sangat penting bagi calon pasangan baru untuk memahami bahwa pernikahan merupakan suatu keputusan

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemburuan merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah hubungan antarindividu. Afeksi yang terlibat dalam hubungan tersebut membuat individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA 30-40 TAHUN YANG BELUM MENIKAH Siti Anggraini Langgersari Elsari Novianti, S.Psi. M.Psi. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Untuk membagi kedekatan emosional dan fisik serta berbagi bermacam tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Reber (dalam Fatimah, 2008,h.143) kemandirian adalah

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Reber (dalam Fatimah, 2008,h.143) kemandirian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia dalam menjalani kehidupannya tidak dapat menjalani hidup sendiri sebab kehidupan harus ditempuh melalui proses secara bertahap dan setiap manusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- Nya. Dalam kehidupan ini secara alamiah manusia mempunyai daya tarik menarik antara satu individu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama masa hidupnya, individu mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Hidup. yang akan datang. Individu dapat merencanakan hal-hal spesifik untuk menjaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Hidup Individu dapat memilih untuk menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dimana saja, akan tetapi individu tersebut tetap membutuhkan rencana hidup. Kebanyakan dari individu

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga saat yang penting, yakni lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi secara fisik, transisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS Prosiding SNaPP2016 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS 1 Dyah Astorini Wulandari, 2 Suwarti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan hidup adalah dengan peningkatan ekonomi. Didalam orang yang sudah berkeluarga tentunya mempunyai berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1). Menurut hukum adat, atau merupakan salah satu cara untuk menjalankan upacara-upacara yang

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1). Menurut hukum adat, atau merupakan salah satu cara untuk menjalankan upacara-upacara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, dan pula menciptakan manusia lengkap dengan pasangan hidupnya yang dapat saling memberikan kebahagiaan.

Lebih terperinci