BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut
|
|
- Yandi Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut terlihat dengan jelas dalam Pejanjian No. 2 dan addendumnya dibawah ini. Meskipun terdapat dalam klausula Perjanjian No. 2 tersebut klausula bahwa apabila suatu syarat tidak terpenuhi maka kedua belah pihak bersepakat agar perjanjian yang mereka buat itu null and void, tetapi dalam kenyataannya para pihak tidak menyadari akan sepakat (consent) apa yang telah mereka sepakati bersama itu. Demikian pula dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perjanjian tersebut. Akibatnya, sejak penandatanganan Perjanjian No. 2 hingga penyusunan penelitian dan penulisan karya tulis ini, telah timbul berbagai kesulitan dan permasalahan yang seharusnya tidak perlu ada di Kota Salatiga. Beberapa permasalahan yang Penulis maksudkan tersebut antara lain dapat dikemukakan dibawah ini: Masih saja ada semacam keyakinan bahwa ada hak-hak yang timbul dari Perjanjian No. 2 di atas. Misalnya, Hak Guna Bangunan (HGB) masih diyakini dipegang oleh PT. Matahari Mas Sejahtera, namun tidak dioptimalkan. Persoalan tidak hanya mengenai HGB tersebut saja, akan tetapi bagaimana Pemerintah Kota Salatiga dapat mengoperasikan Pasaraya II karena yakin bahwa Perjanjian No. 2 masih ada. Demikian pula juga menyelesaikan permasalahan 1
2 lainnya, seperti lahan kosong di sekitar Pasaraya II yang seharusnya dimanfaatkan sebagai lahan parkir masih bertitik tolak dari adanya Perjanjian No. 2. Tak pelak, di mata Ilmu Hukum hal semacam ini merupakan suatu ilegalitas. Masalah berikut adalah, tersendatnya pembangunan Pasaraya II dalam hal perizinan. Masalah perizinan tersebut muncul karena dinilai bertentangan dengan Peraturan Presiden No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Pasar Modern masih bertitik tolak dari kesadaran bahwa Perjanjian No. 2 masih ada. Semua hal atau permasalahan yang Penulis angkat dari pendekatan koran di atas menunjukan bahwa pihak-pihak yang berkepentingan (stake holders) masih berkeyakinan seolah-olah masih ada Perjanjian No. 2 dan addendumnya, dan melahirkan hak, namun secara yuridis Perjanjian tersebut sudah null and void. Apa sesungguhnya yang telah menjadi sebab meskipun, seperti telah Penulis katakan bahwa secara yuridis Perjanjian No. 2 sudah null and void tetapi para stake holders masih berpikir bahwa Perjanjian No. 2 dan addendumnya masih ada? Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Penulis memilih judul sebagaimana telah di kemukakan di atas. Menurut Subekti, suatu perjanjian, yang tidak memenuhi syarat obyektif, (hal tertentu atau causa yang halal), dapat mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum (Null and void). 1 Berkaitan dengan asas atau kaedah hukum yang baru saja Penulis kemukakan di atas, menurut Subekti, dalam hal yang demikian, secara yuridis batal demi hukum artinya dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada 1 Subekti., Hukum Perjanjian, Intermasa, 1979, Jakarta, hal.,
3 pula perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian. Tujuan para pihak untuk meletakkan suatu perikatan yang mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tak dapatlah pihak yang satu menuntut pihak yang lain di depan hakim, karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim diwajibkan karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan. 2 Selain pengertian asas, atau kaedah null and void seperti yang telah dikatakan oleh Subekti di atas, ada juga yang mengatakan kebatalan atau pembatalan perjanjian menurut Pasal KUHPerdata. Pengertian kebatalan atau pembatalan perjanjian menurut pihak-pihak selain Subekti itu adalah sebagai berikut: Ada suatu pembatalan mutlak (absolute nietigheid), apabila suatu perjanjian harus di anggap batal, meskipun tidak diminta oleh suatu pihak. Dan perjanjian dianggap tidak ada sejak semula dan terhadap siapapun juga. Batal mutlak adalah suatu perjanjian, yang diadakan tanpa mengindahkan cara (vorm) yang secara mutlak dikehendaki oleh undang-undang. Juga batal mutlak adalah suatu perjanjian, yang causanya bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (open bare orde). 3 Selain itu tentang pengertian batal demi hukum juga diberikan berdasar pada alasan kebatalannya. Suatu perjanjian dikatakan batal demi hukum, tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya jika terjadi pelanggaran terhadap syarat obyektif dari sahnya suatu perikatan kecuali oleh hakim. Keharusan akan adanya suatu hal tertentu yang menjadi obyek dalam perjanjian dirumuskan dalam Pasal 2 Ibid., hal., Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, 2003, Jakarta, hal.,
4 1332 sampai Pasal 1334 (KUHPerdata) diikuti dengan Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1336 (KUHPerdata) yang mengatur mengenai rumusan sebab yang halal, atau sebab yang tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Seperti telah dibahas sebelumnya, dengan tidak adanya suatu hal tertentu (subject certain), yang terwujud dalam kebendaan yang telah disepakati, (obyek dalam suatu perjanjian), maka jelas perjanjian tidak pernah ada. Karenanya, tidak pernah pula terbit perikatan di antara para pihak (yang bermaksud membuat perjanjian tersebut). Perjanjian demikian adalah kosong (null) adanya. 4 Selain itu ada juga definisi tentang null and void berdasarkan kriteriakriteria seperti perjanjian yang tergolong sebagai perjanjian formil. Dalam Perjanjian demikian tidak dipenuhinya ketentuan hukum tentang, misalnya bentuk atau format perjanjian, cara pembuatan perjanjian, ataupun cara pengesahan perjanjian, sebagaimana diwajibkan melalui peraturan perundang-undangan, berakibat perjanjian formil batal demi hukum. 5 Ahli hukum memberikan perngertian perjanjian formil sebagai perjanjian yang tidak hanya didasarkan pada adanya kesepakatan para pihak, tetapi oleh undang-undang juga disyaratkan adanya kesepakatan para pihak mematuhi formalitas tertentu yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut sah demi hukum. 6 hal., W. Prodjodikoro., 2011, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, Ibid., hal., Herlien Budiono., Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bhakti, 2009, hal.,
5 Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian harus ada suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Keduanya sering disebut sebagai syarat objektif untuk sahnya perjanjian. Syarat objektif pertama, yaitu suatu hal tertentu diartikan oleh Mariam Darus Badrulzaman 7 dan Herlien Budiono 8 sebagai objek atau pokok perjanjian, atau apa yang menjadi hak dari kreditor dan kewajiban bagi debitor menurut Subekti. 9 Kriteria selanjutnya adalah perjanjian yang dilakukan oleh orang atau pihak yang menurut undang-undang dinyatakan tidak berwenang, juga berakibat batal demi hukum. Artinya ketentuan dalam undang-undang tertentu yang menyatakan bahwa orang atau pihak tertentu tidak berwenang, merupakan aturan hukum yang bersifat memaksa sehingga tidak bisa disimpangi. 10 Sedangkan menurut kriteria syarat batal dalam sebuah perjanjian adalah suatu peristiwa atau fakta tertentu yang belum tentu akan terjadi di masa depan, namun para pihak dalam perjanjian itu sepakat bahwa bila peristiwa atau fakta tersebut benar terjadi maka perjanjian tersebut menjadi batal. Perjanjian dengan syarat batal yang menjadi null and void karena syarat batal tersebut terpenuhi, menimbulkan akibat kembalinya keadaan pada kondisi semula pada saat timbulnya perikatan itu. Dengan kata lain, perjanjian yang null 7 Mariam Darus Badrulzaman., Perikatan pada Umumnya, dalam buku berjudul Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung 2001, hal., Herlien Budiono Elly Erawati, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, PT. Gramedia, Jakarta, 2010, hal., 8. 9 Subekti., Hukum Perjanjian, Intermasa, Cetakan V, Jakarta, 1978, hal., Herlien Budiono Elly Erawati, Op.Cit hal., 13. 5
6 and void seperti itu berlaku surut hingga ke titik awal perjanjian itu dibuat atau void ab initio. Pasal 1265 KUH Perdata mengatur syarat batal seperti telah dikemukakan di atas itu dengan menyebut bahwa: suatu syarat batal adalah yang bila di penuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila yang dimaksudkan terjadi. 11 I.G. Rai Widjaya mengatakan apabila unsur syarat objektif ada yang tidak terpenuhi (suatu hal tertentu atau suatu sebab yang legal), akibat hukumnya adalah null and void atau dalam bahasa Belanda nietig verklaard. Artinya, sejak awal tidak pernah lahir suatu perjanjian sehingga tidak pernah ada perikatan. Karena tidak pernah lahir perjanjian, tidak ada akibat hukum apapun sehingga tidak ada dasar hukum yang dapat dijadikan alas hak untuk melakukan gugatan atau penuntutan. 12 Selanjutnya batal demi hukum atau batal dengan sendirinya adalah apabila terdapat kontrak yang tidak memenuhi syarat obyek tertentu atau tidak mempunyai causa atau causanya tidak diperbolehkan (Pasal 1320 KUH Pedata Angka (3) dan (4) jis. 1335, 1337, 1339 KUH Pedata), sehingga berakibat kontrak tersebut batal demi hukum (nietig). Dengan demikian makna pembatalan lebih 11 Ibid., hal., I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Contract Drafting dan Praktik Kesaint Blanc, Bekasi Timur, 2004, hal., 54. 6
7 mengarah pada proses pembentukan kontrak (penutupan kontrak). Akibat hukum pada pembatalan kontrak adalah pengembalian pada posisi semula, sebagaimana halnya sebelum penutupan kontrak, atau void ab initio. 13 Secara konsepsual yuridis, terdapat perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan (voidable). Terakhir ini yaitu voidable, terjadi apabila perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu yang diketahui terjadi apabila salah satu unsur subjektif tidak terpenuhi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya kata sepakat diantara para pihak yang mengikatkan dirinya dan memiliki kecakapan dalam membuat suatu perikatan. Apabila pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subyektif sebagaimana sudah dikemukakan di atas, maka perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalan (canceling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum (orang tua atau walinya, ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap), dan pihak yang memberikan perizinannya atau yang menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. 14 Dari sini saja sudah dapat diketahui bahwa perjanjian yang dibuat tidak memenuhi salah satu persyaratan subyektif maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak apabila diketahuinya. Misalnya kalau pihak yang tidak cakap menurut hukum. Selanjutnya persetujuan kedua belah pihak (kesepakatan), harus diberikan secara bebas. 13 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal., Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal.,
8 Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perizinan tidak bebas, atau tidak ada freedom of contract, yaitu paksaan, kekhilafan dan penipuan. Dimaksudkan dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis). Jadi, bukan paksaan badan (fisik). Berikutnya kekhilafan atau kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Mengenai penipuan, apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar (misrepresentation) disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Agus Yudha Hernoko 15 dan I.G Rai Widjaya 16 juga menyatakan bahwa ada dua persyaratan yang menentukan sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata). Persyaratan tersebut adalah persyaratan subjektif dan persyaratan objektif. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka akibatnya ialah bahwa dengan tidak terpenuhinya persyaratan subjektif (kesepakatan dan kecakapan) para pihak maka perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak melalui pengadilan. Secara prinsip suatu pejanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan (voidable) jika perjanjian tersebut dalam pelaksanaannya akan merugikan pihakpihak tertentu. Pihak-pihak ini tidak hanya dalam perjanjian tersebut, tetapi meliputi juga individu yang merupakan pihak ketiga di luar para pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam hal ini di luar pembatalan atas perjanjian tersebut 15 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, Catatan No. 11 hal., I.G.Rai Widjaya, Catatan No. 10 hal., 55. 8
9 dapat terjadi, baik sebelum perikatan yang lahir dari perjanjian itu dilaksanakan maupun setelah prestasi yang wajib dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat tersebut dilaksanakan. Bagi keadaan yang terakhir ini, ketentuan Pasal 1451 dan Pasal 1452 KUH Perdata menentukan bahwa setiap kebatalan membawa akibat bahwa semua kebendaan dan orang-orangnya dipulihkan sama seperti sebelum perjanjian dibuat. Memerhatikan alasan-alasan yang dapat dikemukakan sehubungan dengan pembatalan perjanjian, secara garis besar, alasan pembatalan perjanjian dapat digolongkan ke dalam dua golongan besar, pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Alasan-alasan tersebut, seperti telah diuraikan di atas sering kali disebut dengan alasan subyektif. Pada dasarnya suatu perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan karenanya tidak membawa akibat apapun bagi pihak ketiga. Walau demikian, untuk melindungi kepentingan kreditor, dalam perikatan dengan debitor dan agar ketentuan Pasal 1131 Jo. Pasal 1132 KUHPerdata dapat dilaksanakan sepenuhnya, maka dibuatlah ketentuan Pasal 1341 KUHPerdata yang lebih dikenal dengan Actio Paulina. 17 Pembatalan tidak mutlak (relatief) yaitu hanya terjadi jika diminta oleh orang-orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu itu. Pembatalan tidak mutlak dapat dibagi menjadi dua macam: Pertama, pembatalan tidak mutlak atas kekuasaan sendiri (nietig serta van rechtswegenietig). Para hakim diminta supaya menyatakan batal, misalnya dalam hal perjanjian yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa (lihat pasal 1446 KUHPerdata). Kedua, pembatalan belaka oleh hakim (vernitigbaar), yang putusannya harus 17 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Catatan No. 2 hal.,
10 berbunyi; membatalkan, misalnya dalam hal perjanjian yang terbentuk secara paksaan, kekeliruan atau penipuan (lihat pasal 1449 KUH Perdata). Perbedaan nyata yang dikatakan pihak-pihak di atas diadakan oleh KUH Perdata antara dua macam pembatalan ini dapat dilihat dari kata-kata yang terpakai dalam Pasal 1446 dan 1449 KUH Perdata. Pasal 1446 mengatakan, bahwa perjanjian yang dimaksudkan di situ, dapat dinyatakan batal atas suatu tuntutan. Tuntutan ini dapat dilakukan secara gugatan atau dalam suatu perlawanan (exceptie). Sedangkan Pasal 1449 dikatakan, bahwa perjanjian yang dimaksudkan di situ, hanya dapat dibatalkan atas suatu gugatan (rechtsvordering). 18 Dalam Perjanjian No. 2 dan addendum yang menjadi satuan amatan dari penelitian ini, nampaknya pemahaman perbedaan konsepsi null and void dengan konsep dapat dibatalkan (voidable) kurang dipahami secara tepat oleh para pihak dan stake holders. Hal itulah yang melatarbelakangi penelitian dan penulisan karya tulis ini Rumusan Masalah Apa akibat yuridis dari batal demi hukum Pejanjian Kerja Sama Pemerintah Kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera Cabang Surakarta tentang Peningkatan dan Penataan (Renovasi) Pasar Lama, Pasar Berdikari, Pasar Baru, dan Kompleks Pertokoan Morodadi Cs Menjadi Pasaraya dan Pusat Pertokoan Salati 18 W. Prodjodikoro, Catatan No. 3 hal.,
11 1.3. Tujuan Penelitian Mengenai tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apa penyebab timbul permasalahan dalam Pejanjian Kerja Sama Pemerintah Kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera Cabang Surakarta tentang Peningkatan dan Penataan (Renovasi) Pasar Lama, Pasar Berdikari, Pasar Baru, dan Kompleks Pertokoan Morodadi Cs menjadi Pasaraya Salatiga Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan di sini adalah penelitian hukum (legal research) dengan dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (konseptual approach), dan pendekatan kasus (cases study). Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi untuk menjawab isu hukum atau permasalahan penelitian. 19 Pendekatan konseptual mengkaji konsep-konsep dan teori-teori yang berkembang di bidang hokum perdagangan internasional yang relevan dengan permasalahan penelitian. Penulis hendak menemukan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum yang mengatur mengenai jaminan dalam bentuk deposito terhadap documentary credit dalam perdagangan Internasional. 19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal.,
12 2. Sumber Hukum Sumber-sumber hukum penelitian ini meliputi bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. a. Bahan hukum primer, yaitu Perundang-Undangan yang merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara. 20 Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan bahan hukum primer: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Bahan Hukum Sekunder yang terutama adalah buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang memiliki kualifikasi tinggi Unit Amatan dan Unit Analisis Adapun satuan amatan penelitian ini adalah: Surat Perjanjian kerjasama No. 2 tahun 1991 tentang peningkatan dan Penataan (Renovasi) Pasar Lama, Pasar Berdikari, Pasar Baru dan kompleks Pertokoan Morodadi Cs Menjadi Pasaraya dan Pusat Pertokoan Salatiga. Addendum Pertama Perjanjian Kerja Sama No. 2 tahun 1991 tentang Peningkatan dan Penataan (Renovasi) Pasar Lama, Pasar Berdikari, Pasar Baru, dan Kompleks Pertokoan Morodadi Cs Menjadi Pasaraya Salatiga dan Pusat Pertokoan Salatiga, antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera 20 Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, hal., Ibid. 12
13 Cabang Surakarta, No. 2 tahun 1992; Addendum Kedua Perjanjian Kerja Sama No. 2 tahun 1991 tentang Peningkatan dan Penataan (Renovasi) Pasar Lama, Pasar Berdikari, Pasar Baru, dan Kompleks Pertokoan Morodadi Cs Menjadi Pasaraya Salatiga dan Pusat Pertokoan Salatiga, antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera Cabang Surakarta, No. 1 tahun 1993; addendum ketiga Perjanjian Kerja Sama No. 5/perj/VI/1995 Pemerintah Kotamadya Dati II Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera Cabang Surakarta tentang Peningkatan dan Penataan (Renovasi) Pasar Lama, Pasar Berdikari, Pasar Baru, dan Kompleks Pertokoan Morodadi Cs Menjadi Pasaraya I dan Pasaraya II Salatiga. Sedangkan Satuan analisis Penelitian ini adalah Bagaimana asas null and void dalam Perjanjian Kerjasama Pemerintah Kota Salatiga dengan PT. Matahari Mas Sejahtera Cabang Surakarta. Dalam rangka mempertajam analisis, maka suatu studi perbandingan (comparative studies) antara Perjanjian No. 2 dan addendum perjanjian tersebut di atas juga dibandingkan dengan perjanjian sejenis yang juga diadakan di Kota Salatiga. Perjanjian tersebut adalah: Surat Perjanjian Kerja Sama No. 1/1991 tentang Kontrak Bagi Tempat Usaha dalam Rangka Pembangunan Taman Sari Plaza (saat ini dikuasai oleh Matahari Department Store), di Kota Salatiga dan addendum perjanjian tersebut Semua satuan amatan ini Penulis gambarkan dengan lengkap dan rinci dalam Bab III Hasil Penelitian dan Analisis untuk selanjutnya dianalisis dalam Bab yang sama. Apabila perlu dokumen yang relevan akan dilampirkan dalam Lampiran Skripsi ini. Lihat lampiran I. 13
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu tinjauan atau analisis kepustakaan mengenai prinsip-prinsip dan kaedah hukum yang mengatur mengenai keadaan
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu
Lebih terperinciASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017
KEDUDUKAN HUKUM PIHAK PEMBELI TERHADAP PIHAK PENJUAL YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Felly Yanti Sheilli Lumempouw
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang
Lebih terperinciSENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.
SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.Klt) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau
BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Lebih terperinciBAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciKLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )
PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:
AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah
Lebih terperinciA. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017
PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN DAN DARI UNDANG-UNDANG 1. FITRI KHAIRUNNISA (05) 2. JULI ERLINA PRIMA SARI (06) 3. ABDILBARR ISNAINI WIJAYA (14) 4. SHIRLY CLAUDIA PERMATA (18) 5. NADYA FRIESKYTHASARI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN PEMBATALAN KONTRAK SERTA KONSEP PENYALAHGUNAAN KEADAAN
BAB II TINJAUAN TENTANG KONTRAK, KEBATALAN DAN PEMBATALAN KONTRAK SERTA KONSEP PENYALAHGUNAAN KEADAAN 2.1 Kontrak 2.1.1 Pengertian Kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa inggris, yaitu contracts.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan
BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,
19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,
23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari
BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya
36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala
BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala ketentuan umumnya didasarkan pada ajaran umum hukum perikatan yang terdapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang
BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM A. Pengertian kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang bermakna perjanjian. Dalam bahasan belanda kontrak dikenal dengan kata
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan
A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian dimana satu orang atau lebih mengikatkan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN
AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN Oleh: Yulia Dewitasari Putu Tuni Cakabawa L. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti
17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan
Lebih terperinciPERJANJIAN PENYERAHAN BENDA BERGERAK YANG TERIKAT LEASING SEBAGAI JAMINAN HUTANG
PERJANJIAN PENYERAHAN BENDA BERGERAK YANG TERIKAT LEASING SEBAGAI JAMINAN HUTANG Amelia Friskila (Penulis Pertama) Abdul Salam (Penulis Kedua) Wenny Setiawati (Penulis Ketiga) Program Studi Ilmu Hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal
16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI 2.1. Perjanjian 2.1.1. Pengertian Perjanjian Dalam ilmu hukum yang kita pelajari menjelaskan bahwa suatu perjanjian dan perikatan itu
Lebih terperinciWANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps )
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps ) Oleh: Ayu Septiari Ni Gst. Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.
28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Buku. Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010.
DAFTAR PUSTAKA Buku Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum dalam pembangunan di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1979 Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2006. Adjie Habib,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
Lebih terperinciKONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA
KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA Oleh Anak Agung Ayu Pradnyani Marwanto Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In business activities in Indonesia,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan
17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian perjanjian Istilah perjanjian tanpa adanya penjelasan lebih lanjut menunjuk pada perjanjian obligator, yaitu
Lebih terperinciistilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, Bandung.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, -------------, 2005, Asuransi dan Manajemen Risiko, Raja Grafindo Persada, Abdul Halim Barkatullah,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.
BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN
BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai
Lebih terperinciBAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa
BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian Sebelum penulis menguraikan apa itu perjanjian, ada baiknya jika penulis membicarakan dulu apa yang dimaksud dengan perikatan.
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mempromosikan produknya. perjanjian itu sah, diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di Indonesia sekarang ini sangat pesat, karena munculnya para pembisnis muda yang sangat inovatif dan kreatif di segala bidang. Apalagi bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa
BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL. Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITOR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR ARTIKEL Diajukan Oleh : DODY PEBRI CAHYONO 1 1 1 0 0 0 4 2 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mencapai kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan kerjasama 1 sehingga antara manusia yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Mereka saling melibatkan
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN SECARA UMUM
BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-Jenis Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Untuk membuat suatu perjanjian hendaknya kita lebih dulu memahami arti dari perjanjian tersebut.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian perjanjian Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku
Lebih terperinciBAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan
BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh
Lebih terperinciKONTRAK KERJA KONSTRUKSI
KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian sudah lazim dipergunakan dalam lalu lintas hidup masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris,
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN
32 BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek Travel 1. Perjanjian Kerjasama Perjanjian merupakan
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Secara umum pengertian perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 KUHPdt yaitu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
Lebih terperinciHukum Perikatan Pengertian hukum perikatan
Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti
Lebih terperinciAsas asas perjanjian
Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan
Lebih terperinciURGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak
URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan, berikut disajikan kesimpulan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa,
DAFTAR PUSTAKA A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa, A.P. Parlindungan, 1973, Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA, Alumni, Abdul R Saliman, 2004, Esensi Hukum Bisnis
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum
BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung
Lebih terperinciANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT ORGANIZER
Siti Ayu Revani 1 ANALISIS YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN KERJASAMA EVENT ORGANIZER DENGAN PENGGUNA JASA (STUDI PADA CV.BINTANG MANDIRI IN7 WEDDING ORGANIZER & DECORATION DI MEDAN) SITI AYU REVANI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain
Lebih terperinciBAB II PELAKSANAAN KONTRAK SEWA MENYEWA RUMAH BERJANGKA PENDEK BAGI PEKERJA KONTRAK DI KOTA BATAM
BAB II PELAKSANAAN KONTRAK SEWA MENYEWA RUMAH BERJANGKA PENDEK BAGI PEKERJA KONTRAK DI KOTA BATAM A. Gambaran Umum Kota Batam Kota Batam adalah salah satu kotamadya di Provinsi Kepulauan Riau. Pusat kotanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.
Lebih terperinciTEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK
TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian
BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan
Lebih terperinciKLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul
Lebih terperinciBAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA
51 BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA A. Pengertian Perjanjian pada Umumnya Perjanjian adalah suatu peristiwa
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan
BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
Lebih terperinciHukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)
Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama
Lebih terperinciPERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh
PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2002.
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, 2008. Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA SEBAGAI SUATU PERBUATAN HUKUM
BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA SEBAGAI SUATU PERBUATAN HUKUM 2.1 Pengertian Perjanjian Sebelum memberikan pengertian tentang perjanjian standar, sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian
Lebih terperinci