Marsono Peneliti Madya Pusat Inovasi Pelayanan Publik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Marsono Peneliti Madya Pusat Inovasi Pelayanan Publik"

Transkripsi

1 STRATEGI MEMBANGUN INKLUSIFITAS PELAYANAN PUBLIK : UPAYA MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KESETARAAN PELAYANAN TERHADAP SELURUH WARGA NEGARA Marsono Peneliti Madya Pusat Inovasi Pelayanan Publik marsonoahmadi@yahoo.com PENDAHULUAN Sebagaimana telah diamanatkan konstitusi negara bahwa pemerintah memiliki kewajiban memberikan pelayanan secara adil dan transparan kepada seluruh warga negara, baik pelayanan yang bersifat welfare (kesejahteraan) seperti kesehatan, pendidikan, sandang dan pangan atau yang sering disebut pelayanan dasar maupun pelayanan terkait dengan barang publik, jasa publik, serta pelayanan administratif. Terkait dengan pelayanan dasar, upaya mendorong tumbuh dan berkembangnya pelayanan inklusif sangat terkait dengan peran pemerintah dalam memberikan pelayanan yang adil, transparan, terjangkau dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk bagi kelompok penyandang disabilitas. Oleh karena itu, peran dan tanggung jawab pemerintah sebagai regulator, fasilitator dan katalisator menjadi penting dalam mewujudkan pelayanan inklusif melalui berbagai kebijakan, pedoman maupun standar-standar serta penyediaan sarana dan prasarana yang aksesibel bagi semua warga negara tanpa kecuali bagi kelompok penyandang disabilitas. Lembaga Administrasi Negara,

2 Namun demikian, praktik penyelenggaraan pelayanan publik yang selama ini berjalan di Indonesia masih banyak mengabaikan asas-asas pelayanan yang seharusnya dianut. Salah satu yang juga belum dilaksanakan adalah inklusifitas. Seharusnya prinsip ini juga bisa diterapkan dalam keseluruhan jenis pelayanan, bukan hanya dalam dunia pendidikan saja. Sistem pelayanan publik harus bersifat terbuka dan mudah diakses oleh siapapun termasuk warga yang karena keterbatasan fisik, status, dan ciri sosial ekonomi, umur, dan tempat tinggalnya mengalami kesulitan untuk mengakses pelayanan tersebut secara wajar. Penerapan prinsip inklusivitas harus menjadi indikator kinerja yang penting dari suatu manajemen pelayanan publik. Birokrasi pelayanan dan aparatnya yang gagal menerapkan prinsip inklusivitas harus dinilai memiliki kinerja pelayanan yang buruk. Hanya dengan cara itu, maka birokrasi publik akan menjadi lebih peduli dengan kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi oleh kelompokkelompok marginal. Dalam praktiknya, manajemen pelayanan publik yang selama ini berkembang juga masih diwarnai oleh model birokrasi Weberian yang memang mengedapankan ciri keseragaman. Dengan demikian, jenis dan prosedur pelayanan yang dikembangkan dalam iklim birokrasi seperti ini pun memiliki kecenderungan untuk bersifat standar dan umum. Kecenderungan seperti ini wajar terjadi dalam birokrasi pemerintah yang dikembangkan mengikuti prinsip birokrasi Weberian, yang memang dirancang untuk mampu memproduksi pelayanan yang standardized tanpa membedakan warga pengguna. Artinya, dalam melaksanakan tugas atau kegiatan sehari-hari, didasarkan pada suatu sistem aturan yang ditaati secara konsisten. Sistem yang distandarisasikan ini dirancang untuk menjamin adanya keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah personel yang melaksanakan setiap tugas, dan koordinasi tugas yang berbeda-beda. 58 Lembaga Administrasi Negara, 2014

3 Harus disadari bahwa birokrasi pemerintah beroperasi dalam masyarakat yang pluralistik dan memiliki latar budaya, modernitas, lingkungan geografis, ciri demografis, dan tingkat perkembangan sosial ekonomi yang berbeda. Masyarakat yang pluralistik dengan tingkat keragaman yang tinggi tentu memiliki jenis kebutuhan yang berbeda-beda, dan karenanya mereka juga menuntut jenis pelayanan yang berbeda-beda pula. Ketika birokrasi Weberian mengajarkan pelembagaan nilai-nilai impersonalitas ke dalam dirinya, maka birokrasi Weberian cenderung gagal menjawab keragaman kebutuhan dan aspirasi pelayanan yang berkembang dalam masyarakat. Kegagalan birokrasi menjawab keragaman kebutuhan dan aspirasi pelayanan yang berkembang dalam masyarakat dapat dibuktikan bahwa sampai hingga saat ini penyediaan pelayanan dengan kualitas yang baik belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh pemerintah meskipun hal ini adalah merupakan tugas utamanya. Kondisi pelayanan publik yang demikian tentu lebih dirasakan lagi terutama oleh masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus (customer with special needs) seperti masyarakat penyandang cacat fisik, anak-anak dan ibu hamil, orangtua usia lanjut, masyarakat dengan kemampuan bahasa nasional yang terbatas, dan masyarakat internasional yang kurang mampu berbahasa Indonesia, masih dapat dikatakan sangat minim. Dapat dikatakan aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan publik masih merupakan barang langka di Indonesia. Dengan kata lain, dalam praktek penyediaan pelayanan, kesetaraan dan aksesibilitas untuk semua (pelayanan inklusif) dalam sektor pelayanan publik belum menjadi prioritas utama dan bahkan terkesan masih belum ada koordinasi antar berbagai instansi penyedia pelayanan. Lembaga Administrasi Negara,

4 KONSEP PELAYANAN INKLUSIF Perkembangan terbaru dalam memandang dan menangani masalah keragaman adalah apa yang dinamakan dengan model inklusif. Model ini sebenarnya banyak mengadopsi konsep pendidikan inklusif yang mulai berkembang pesat sejak adanya Pernyataan Salamanca pada tahun Penyataan Salamanca menekankan hal-hal berikut: (a) Hak semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan temporer dan permanen untuk memperoleh penyesuaian pendidikan agar dapat mengikuti sekolah; (b) Hak semua anak untuk bersekolah di komunitas rumahnya dalam kelas-kelas inklusif; (c) Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan yang berpusat pada anak yang memenuhi kebutuhan individual; (d) Pengayaan dan manfaat bagi mereka semua yang terlibat akan diperoleh melalui pelaksanaan pendidikan inklusif; (e) Hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan berkualitas yang bermakna bagi setiap individu; (f) Keyakinan bahwa pendidikan inklusif akan mengarah pada sebuah masyarakat inklusif dan akhirnya pada keefektifan biaya. Berkaitan dengan pelayanan inklusif, Dwiyanto (2010) menyatakan bahwa sebuah pelayanan bisa dikatakan inklusif jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Keterbukaan yang menyeluruh; Artinya ada jaminan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama (equitable access), untuk dapat berpartisipasi secara sama dalam proses pelayanan. Ciri-ciri subjektif seseorang tidak boleh menghalangi partisipasinya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. 2. Togetherness (kebersamaan); Sudah menjadi Sifat alamiah manusia sebagai makhluk sosial, secara umum keterlibatan dalam masyarakat menjadi kebutuhan. Karena itu, jika seseorang dikucilkan dan tidak diikutsertakan dalam proses 60 Lembaga Administrasi Negara, 2014

5 kehidupan bermasyarakat akan melukai perasaan. Dengan kata lain, being included adalah sesuatu yang menyenangkan, sebaliknya being excluded adalah sesuatu yang menyakitkan. Jika dalam masyarakat, terjadi kondisi di mana keinginan untuk mengakses jenis pelayanan tertentu terhalang karena tidak adanya aksesibilitas, misal infrastruktur yang tersedia tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat dengan kebutuhan tertentu, maka menyakitkan pihak-pihak tersebut. Hal-hal seperti ini, cepat atau lambat akan menimbulkan friksi dalam masyarakat. Untuk itulah pelayanan inklusif pelayanan yang ketika diselenggarakan membuat semua orang yang berbeda karakteristik dan kendalanya dapat mengakses pelayanan secara sama dan menyenangkan sangat penting utuk diselenggarakan. 3. Pengakuan terhadap diversitas; Manusia memiliki kesamaan dan perbedaan. Oleh karena itu, sistem pelayanan harus melihat diversitas sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif tinggi, bukan sesuatu persoalan yang negatif. Perbedaan harus dilihat sebagai satu kekayaan. Perbedaan dalam kesamaan adalah menguntungkan semuanya. Jika kita bisa membangun suatu mozaik dalam manajemen pelayanan publik tentu akan membentuk sebuah manajemen yang mengakui perbedaan dan mampu merespon semua kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda dan menguntungkan bagi semua pihak. Dengan melihat ciri-ciri tersebut di atas, maka konsep pelayanan inklusif juga dapat dilihat sebagai suatu kontinum. Artinya akan sulit bagi kita untuk mengklasifikasikan secara mutlak apakah penyelenggaraan suatu jenis pelayanan itu bersifat inklusif atau tidak inklusif. Kita hanya dapat melihat derajat atau tingkat inklusivitas dari penyelenggaraan suatu jenis pelayanan. Lembaga Administrasi Negara,

6 Untuk dapat menerapkan prinsip inklusifitas dengan baik, maka nilainilai inklusivitas perlu diintegrasikan ke dalam visi dan misi birokrasi pelayanan publik. Keterjangkauan pelayanan publik oleh semua kelompok masyarakat harus menjadi bagian dari visi birokrasi pelayanan. Birokrasi pelayanan bukan monopoli bagi mereka yang menempati arus utama, tetapi harus mengabdi kepada semua kelompok warga yang ada di wilayahnya. Melayani semua warga dan menjaga akses mereka terhadap pelayanan publik harus menjadi misi utama birokrasi pelayanan. Pelayanan Inklusif dapat dilihat sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan, pelayanan inklusif berusaha mewujudkan kesamaan akses terhadap pelayanan publik. Pencapaian pelayanan inklusif sebagai tujuan, secara sederhana dapat dilihat dari: a. Representasi pengguna pelayanan; artinya jika kita melihat komposisi pengguna layanan, seberapa besar pengguna pelayanan tersebut merepresentasikan warga secara keseluruhan. Kemampuan representasi sebenarnya juga menggambarkan seberapa besar pelayanan itu bisa diakses oleh seluruh warga. Artinya, apakah semua warga dengan perbedaan-perbedaan mengenai umur, jenis kelamin, status sosial, disabilitas, letak geografis tempat tinggal, bahasa dan lain-lain memiliki akses yang sama untuk memanfaatkan jenis pelayanan publik tersebut. b. Distribusi pengguna Layanan; apakah beneficiaries (pengguna) dari pelayanan itu terdistribusi secara wajar, dan menggambarkan distribusi dalam populasi warga. Artinya jika dilihat pengguna layanan, apakah distribusi beneficiaries juga menggambarkan distribusi populasi. Misalnya, jika di suatu daerah distribusi masyarakat miskin lebih besar daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, seharusnya distribusi pengguna layanan juga begitu. Jika sebaliknya, mayoritas populasi menjadi minoritas pengguna, berarti ada sesuatu yang salah dalam 62 Lembaga Administrasi Negara, 2014

7 distribusi penggguna, artinya jenis layanan tersebut kurang bersifat inklusif. Pelayanan Inklusif juga dapat dilihat sebagai proses, dalam hal ini pelayanan inklusif menggambarkan sebuah sistem pelayanan yang berusaha memperbaharui secara terus menerus dan sistematis kebijakan dan prosedur yang selama ini telah menjadi kendala bagi kelompok warga untuk mengakses pelayanan publik secara sama (equal). Dengan demikian pelayanan inklusif adalah sesuatu yang bersifat kontinum dan tidak sekedar bersifat dikotomi. Pelayanan inklusif dari sisi proses dapat dilihat dari kualitas kebijakan, prosedur, SDM aparatur dan budaya pelayanan yang ada dalam birokrasi pelayanan (Dwiyanto, 2010). Ciri-ciri pelayanan inklusif dilihat dari sisi proses diantaranya adalah sebagai berikut: a. Adanya pengakuan terhadap hak semua warga untuk terlibat dalam pelayanan dan kewajian rezim pelayanan untuk melayani semuanya. Artinya pelayanan dianggap sebagai hak warga dan kewajiban negara untuk menyediakannya. Meskipun demikian, ada batas-batas mengenai jenis pelayanan apa saja yang benar-benar menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Hal ini akan sangat bergantung pada cara pandang negara tersebut terhadap welfare state. Meskipun sebenarnya di dalam konstitusi di Indonesia, sudah menjamin bahwa setiap penduduk untuk terpenuhi semua kebutuhan minimumnya. Jadi dalam hal ini berarti bahwa pelayanan inklusif adalah sebuah upaya yang terus menerus dan sistematis untuk memperbaiki pemenuhan hak dan kewajiban tersebut, termasuk di dalamnya upaya-upaya untuk menghilangkan semua kendala masyarakat dalam mengakses jenis pelayanan tertentu. b. Upaya terus menerus dan sistematis untuk mewujudkan hak semua warga dalam pelayanan dan membuat rezim pelayanan mampu melayani semua warga yang membutuhkannya. Lembaga Administrasi Negara,

8 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan inklusif adalah sebuah sistem pelayanan yang menjamin bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk dapat berpartisipasi dalam proses pelayanan, mengakui dan menghargai keragaman serta adanya kebersamaan. Prinsip-prinsip tersebut direalisasikan secara lengkap dari aspek kebijakan, implementasi, sarana prasarana dan budaya. KEBIJAKAN PELAYANAN INKLUSIF Upaya membangun pelayanan publik yang inklusif telah diamanatkan secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dimana dinyatakan pada Pasal 29 Ayat (1) Penyelenggara berkewajiban memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pada Ayat (2) dinyatakan Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik dengan perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang digunakan oleh orang yang tidak berhak. Selanjutnya dalam bagian penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan rentan adalah masyarakat tertentu merupakan kelompok rentan, antara lain penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, korban bencana alam, dan korban bencana sosial. Dan yang lebih penting adalah perlakuan khusus kepada masyarakat tertentu tersebut harus diberikan tanpa tambahan biaya. Perangkat kebijakan dalam upaya memberikan perlindungan, kesejahteraan, dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas khususnya, serta guna mewujudkan pelayanan publik yang inklusif pada umumnya, sebenarnya sudah sangat memadai. Terkait dengan perlindungan bagi kelompok disabilitas telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, dimana pada satu pasalnya mengamanatkan bahwa setiap perusahaan harus mempekerjakan 1% dari 64 Lembaga Administrasi Negara, 2014

9 jumlah karyawan perusahaan bagi penyandang cacat, artinya setiap 100 orang karyawan paling sedikit ada 1 orang karyawan penyandang disabilitas. Sedangkan terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana yang aksesibel (mudah diakses) juga telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Bangunan Gedung, dimana telah ditetapkan bahwa setiap pembangunan gedung baru 8% dari total anggaran pembangunan gedung diperuntukkan bagi penyediaan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas. Sebagai tindaklanjut dari peraturan perundangan tersebut di atas, juga telah ditetapkan berbagai peraturan dan kebijakan operasionalnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Penyandang Cacat. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Bangunan Gedung. Dibidang transportasi juga telah diterbitkan Kepmenhub RI No. KM 71/1999 tentang Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan. Selanjutnya terkait dengan penyediaan aksesibilitas bangunan telah diterbitkan Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Permen PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Sedangkan terkait dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan bagi penyandang disabilitas, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri PAN RI. No. SE/09/M.PAN/2004 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Bagi Para Penyandang Cacat, Surat Menteri Sosial RI No. A/A-50/VI-04/MS tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik bagi Penyandang Cacat, Surat Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 3064/M.PPN/05/2006 tentang Perencanaan Pembangunan yang Memberi Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat. Lembaga Administrasi Negara,

10 Sebagai tindaklanjut dari berbagai kebijakan operasional sebagaimana tersebut di atas, beberapa daerah telah menetapkan Peraturan Daerah terkait dengan upaya perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas. Beberapa Pemerintah Daerah yang telah menyusun Perda Disabilitas antara lain Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kota Surakarta serta Pemerintah Kabupaten Sleman. STRATEGI MENDORONG PENERAPAN INKLUSIFITAS PELAYANAN PUBLIK Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik yang masih banyak mengabaikan asas-asas pelayanan yang seharusnya dianut selama ini, telah menyebabkan penyelenggaraan pelayanan juga belum dilaksanakan secara inklusif. Oleh karena itu, harus dibangun sistem pelayanan publik yang bersifat terbuka dan mudah diakses oleh siapapun termasuk warga negara yang karena keterbatasan fisik, status, dan ciri sosial ekonomi, umur, dan tempat tinggalnya mengalami kesulitan untuk mengakses pelayanan tersebut secara wajar. Untuk mempercepat terwujudnya pelayanan publik yang inklusif tersebut, beberapa strategi yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut: Perbaikan Dalam Aspek Kebijakan Strategi perbaikan pada aspek kebijakan merupakan wujud nyata dari komitmen semua pihak untuk mewujudkan pelayanan inklusif. Perbaikan dalam aspek kebijakan pada intinya adalah bahwa program dan kegiatan pelayanan inklusif harus secara eksplisit masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah (RPJMN/D) dan didukung dengan penganggaran-nya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/D). Dengan demikian, program dan kegiatan 66 Lembaga Administrasi Negara, 2014

11 yang telah direncanakan dan disusun oleh masing-masing instansi Pusat dan daerah (SKPD) dapat dilaksanakan secara optimal. Program dan kegiatan pelayanan inklusif tersebut harus memenuhi ciriciri adanya keterbukaan yang menyeluruh, adanya pengakuan terhadap diversitas, dan adanya kebersamaan (togetherness). Oleh karena itu, program dan kegiatan pelayanan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : (a) Harus ada partisipasi dari seluruh golongan masyarakat dalam penyusunan program dan kegiatan; (b) Program dan kegiatan harus dapat diakses oleh semua orang; (c) Program dan kegiatan harus disusun dengan mengakomodasi berbagai kebutuhan masyarakat; dan (d) Program dan kegiatan harus didesain sesuai dengan peran dari masing-masing golongan masyarakat. Perbaikan Dalam Aspek Implementasi (Tatalaksana) Strategi perbaikan pada aspek tatalaksana pada intinya adalah bahwa standar-standar pelayanan harus memenuhi ciri-ciri adanya keterbukaan yang menyeluruh, adanya pengakuan terhadap diversitas, dan adanya kebersamaan (togetherness). Oleh karena itu, standar pelayanan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : (a) Ada partisipasi dari seluruh golongan masyarakat dalam penyusunan Standar Pelayanan; (b) Standar Pelayanan harus disusun dan dilaksanakan untuk mempermudah aksesibilitas bagi seluruh golongan masyarakat; (c) Standar Pelayanan harus dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh masyarakat dengan segala perbedaannya; dan (d) Standar Pelayanan harus dapat diakses dan dijangkau serta dapat memberikan keadilan dan kepastian bagi seluruh lapisan masyarakat. Lembaga Administrasi Negara,

12 Membangun Sistem Pengaduan dan Manajemen Pengetahuan Untuk mewujudkan manajemen pelayanan inklusif perlu didukung dengan sistem pengaduan dan manajemen pengetahuan yang harus memenuhi ciri-ciri adanya keterbukaan yang menyeluruh, adanya pengakuan terhadap diversitas, dan adanya kebersamaan (togetherness). Oleh karena itu, sistem pengaduan dan manajemen pengetahuan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : (a) Sistem pengaduan dan manajemen pengetahuan harus dapat diakses oleh seluruh masyarakat; (b) sistem pengaduan dan manajemen pengetahuan harus dapat memberikan jaminan dan rasa aman terhadap seluruh masyarakat tanpa ada pembedaan, termasuk kelompok masyarakat yang memiliki kendala dan keterbatasan (penyandang disabilitas); (c) sistem pengaduan dan manajemen pengetahuan harus dapat memberikan responsivitas yang sama terhadap setiap pengaduan dari seluruh masyarakat, termasuk kelompok masyarakat yang memiliki kendala dan keterbatasan (penyandang disabilitas). Perbaikan dalam aspek Sarana dan Prasarana (Sarpras) Strategi perbaikan sarana dan prasarana dalam mendukung terwujudnya manajemen pelayanan inklusif secara umum dimaksudkan untuk membuka aksesibilitas seluas-luasnya bagi seluruh pengguna layanan tanpa membeda-bedakan. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana pelayanan harus aksesibel dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut: (1) azas kemudahan; dimana semua orang dapat mencapai tempat atau bangunan bersifat umum dalam satu lingkungan; (2) azas kegunaan; setiap orang harus dapat menggunakan seluruh tempat atau bangunan bersifat umum dalam satu lingkungan; (3) azas keselamatan, setiap bangunan bersifat umum di lingkungan 68 Lembaga Administrasi Negara, 2014

13 tertentu harus memperhatikan aspek keselamat-an tanpa membedabedakan orang; dan (4) azas kemandirian, setiap orang harus dapat mencapai dan mempergunakan semua tempat bersifat umum tanpa bantuan orang lain. Perbaikan Dalam Aspek Budaya Kerja Strategi perbaikan pada aspek budaya kerja pada intinya adalah adanya budaya kerja yang secara konsisten dikembangkan pada organisasi penyelenggara pelayanan publik, sehingga akan terwujud iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi, serta terinternalisasinya budaya kerja yang membentuk perubahan sikap dan perilaku serta motivasi kerja. Dengan pengembangan budaya kerja, maka dapat terbentuk sikap, perilaku dan budaya kerja aparatur pelayanan yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan dari masyarakat. Dengan demikian, budaya kerja yang dibangun adalah yang memenuhi ciri-ciri adanya keterbukaan yang menyeluruh, adanya pengakuan terhadap diversitas, dan adanya kebersamaan (togetherness). PENUTUP Penyelenggaraan pelayanan publik harus didorong kearah pelayanan publik yang inklusif. Untuk mewujudkan pelayanan publik yang inklusif tersebut, perlu dilakukan strategi-strategi antara lain: (a) strategi perbaikan kebijakan; (b) strategi perbaikan tatalaksana; (c) strategi membangun sistem pengelolaan pengaduan dan manajemen pengetahuan; (d) strategi perbaikan sarana dan prasarana; (e) strategi perbaikan budaya kerja. Untuk dapat melaksanakan strategi-strategi tersebut di atas, maka Lembaga Administrasi Negara,

14 diperlukan upaya menumbuh kembangkan budaya kerja bagi aparatur pelayanan yang memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: (a) Seluruh jajaran aparatur pelayanan mulai dari pimpinan sampai pada petugas layanan harus memiliki komitmen, integritas dan tanggung jawab dalam mewujudkan aksesibilitas pelayanan yang sama; (b) Pimpinan dan seluruh aparatur pelayanan harus memiliki komitmen, integritas dan tanggung jawab untuk memberikan responsivitas yang sama kepada masyarakat dengan mempertimbangkan kelompok masyarakat yang beragam; (c) Seluruh jajaran aparatur pelayanan harus memiliki komitmen, integritas dan tanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pelayanan bagi semua kelompok masyarakat; (d) Seluruh jajaran aparatur pelayanan harus profesional dalam memberikan akses pelayanan yang sama kepada seluruh masyarakat; (e) Seluruh jajaran aparatur pelayanan harus profesional dalam memberikan pelayanan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat; dan (f) Seluruh jajaran aparatur pelayanan harus profesional dalam memberikan pelayanan yang sama bagi semua kelompok masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 65/1993 Tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71/1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit Pada Prasarana Perhubungan. 70 Lembaga Administrasi Negara, 2014

15 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Penyandang Cacat. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung (UUBG). Permen PU Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesiblitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasarana Perhubungan. Surat Edaran Menteri PAN RI. No. SE/09/M.PAN/2004 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Bagi Para Penyandang Cacat. Surat Menteri Sosial RI No. A/A-50/VI-04/MS tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik bagi Penyandang Cacat. Surat Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 3064/M.PPN/05/2006 tentang Perencanaan Pembangunan yang Memberi Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat. Lembaga Administrasi Negara : Kajian Penerapan Pelayanan Khusus (Services For Customer With Special Needs), Laporan Kajian, LAN Jakarta Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan Publik Yang Responsif dan Inklusif: Strategi Peningkatan Kapasitas Pemerintah Dalam Menyelenggarakan Pelayanan Khusus, Makalah disampaikan dalam Diskusi Terbatas, LAN 9 11 Oktober Lembaga Administrasi Negara,

16 72 Lembaga Administrasi Negara, 2014

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak Upaya penyediaan pelayanan publik seharusnya dilakukan pada semua sektor dan diperuntukkan untuk seluruh lapisan masyarakat, termasuk di antaranya masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya. Transportasi ini dikenal dengan nama Transjogja. Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya. Transportasi ini dikenal dengan nama Transjogja. Perencanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DIY bekerja sama dengan PT Jogja Tugu Trans menghadirkan satu moda transportasi umum berupa

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI DEPUTI BIDANG PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Ruang Lingkup Yanlik [Pasal 5 ayat (6)]. Sistem Pelayanan Terpadu [Pasal 9 ayat (2)]. Pedoman Penyusunan

Lebih terperinci

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN AKTE KELAHIRAN. (Suatu Studi di Kabupaten Halmahera Utara) Oleh : Arki Tabaga

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN AKTE KELAHIRAN. (Suatu Studi di Kabupaten Halmahera Utara) Oleh : Arki Tabaga KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN AKTE KELAHIRAN (Suatu Studi di Kabupaten Halmahera Utara) Oleh : Arki Tabaga Abstraksi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Halmahera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak akan terlepas dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai organisasi

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

Strategi Percepatan Terwujudnya Reformasi Birokrasi

Strategi Percepatan Terwujudnya Reformasi Birokrasi Strategi Percepatan Terwujudnya Reformasi Birokrasi Tim Penulis LAN Editor : Abdul Muis Hak Cipta 2014 pada penulis Layout : samiaji sampul : witra a.y Penerbit : Pusat Inovasi Pelayanan Publik-Lembaga

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK I. UMUM Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN SKPD Identifikasi permasalahan pada BPBD Kabupaten Lamandau berdasarkan tugas

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK 1 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA MATERI DISKUSI MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA Yeremias T. Keban MKP FISIPOL UGM Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, 27 September 2017 The Alana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut segala aspek kehidupan yang sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai

Lebih terperinci

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan... 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan... 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan telah diselesaikannya penyusunan Laporan Pengukuran Indeks Penerapan Nilai Dasar Budaya Kerja Aparatur Negara di STPP Medan periode semester

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Terwujudnya birokrasi sehat, masyarakat kuat dan lingkungan bersahabat demi tercapainya Kabupaten Sampang yang Bermartabat

Terwujudnya birokrasi sehat, masyarakat kuat dan lingkungan bersahabat demi tercapainya Kabupaten Sampang yang Bermartabat 5.1 Visi Visi adalah suatu gambaran keadaan masa depan yang ingin diwujudkan berdasarkan segala sumber daya yang dimiliki. Visi yang ditetapkan dapat memberikan motivasi kepada seluruh aparatur serta masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV P E N U T U P

BAB IV P E N U T U P BAB IV P E N U T U P Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai media untuk menjawab amanah yang diberikan oleh pemangku kepentingan (stakeholders) kepada Pemerintah pada dasarnya

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KOTA PADANG

PEMERINTAHAN KOTA PADANG PEMERINTAHAN KOTA PADANG Pembangunan Infrastruktur Kawasan Ramah Disabilitas Disampaikan pada : Seminar Tingkat Tinggi Untuk Kota Inklusif Jakarta, 31 Oktober 2017 Oleh : H. Mahyeldi No Kecamatan Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sesuai dengan amanat UUD 1945, maka pemerintahan daerah diharapkan dapat mengatur dan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

LESSON LEARNED PENGIMPLEMENTASIAN UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2016 DI TINGKAT PROPINSI

LESSON LEARNED PENGIMPLEMENTASIAN UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2016 DI TINGKAT PROPINSI LESSON LEARNED PENGIMPLEMENTASIAN UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2016 DI TINGKAT PROPINSI KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENGANTAR

DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Dasar Hukum 1.3. Gambaran Umum 1.3.1. Kondisi Geografis Daerah 1.3.2. Gambaran Umum Demografis 1.3.3.

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2017 Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol SINOPSIS Kinerja organisasi mengisyaratkan bahwa penilaian kinerja sesungguhnya sangat penting untuk melihat sampai sejauh mana tujuan organisasi telah tercapai. Sejalan dengan sistem pemerintahan saat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 menetapkan

Bab I Pendahuluan. Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 menetapkan Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 menetapkan bahwa setiap lembaga pemerintah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merubah peran yang diberikan kepada kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dibandingkan dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN UU 25/2009 tentang PELAYANAN PUBLIK

RINGKASAN UU 25/2009 tentang PELAYANAN PUBLIK BAB 1: KETENTUAN UMUM 1 RINGKASAN UU 25/2009 tentang PELAYANAN PUBLIK Pasal 1 : Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, tiap individu selalu dihadapkan pada aturan, norma, standar, ukuran yang harus dipenuhi. Aturan, norma, standar, maupun ukuran tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan desentralisasi, membuat pemerintah daerah harus mampu menjalankan berbagai kewenangan yang selama ini dijalankan oleh pemerintah pusat, seiring dengan pelayanan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR Visi dan Misi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tanah Datar mengacu pada Visi dan Misi instansi di

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 34 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN A. S T R A T E G I Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi juga diberi makna sebagai usaha-usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja memang menuntut manusia untuk mampu menguasai dan melaksanakan bidang pekerjaan yang sedang digeluti. Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H No.790, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Standar Habilitasi dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUKURAN KINERJA Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai kean dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, sasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK. menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK. menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK A. Pelayanan Publik Istilah Pelayanan berasal dari kata layani yang artinya menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK disampaikan oleh : Drs. F. Mewengkang, MM Asisten Deputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang prima untuk semua penduduknya sesuai dengan yang telah diamanatkan didalam undang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKj IP) DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp. 024-8311729 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN.. TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kota Surabaya sebagai

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTANN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTANN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang:a.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH.

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH. KATA PENGANTAR Penyusunan Renstra (Rencana Strategis) Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Tahun 200 204, dimaksudkan guna mencapai tujuan dan sasaran strategis dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan mendorong pemerintah untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak berupa tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan daerah di setiap negara, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten Pakpak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI A. Pendahuluan Salah satu area perubahan dalam reformasi birokrasi yang wajib dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah adalah penataan tata

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama tahun 2008-2013 yang telah diuraikan sebelumnya bisa disimpulkan bahwa pelaksanaan UU KIP pada badan publik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2018 ADMINISTRASI. Pelayanan Minimal. Standar. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL SALINAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB II PERENCANAAN KINERJA. BAB II PERENCANAAN KINERJA. 2.1. RENCANA STRATEGIS Perencanaan Strategis Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Tahun 2012 2017 adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan dilaksanakan

Lebih terperinci