BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti contohnya pada puskesmas, dimana pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti contohnya pada puskesmas, dimana pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi pemacu organisasi pelayanan kesehatan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanannya. Seperti contohnya pada puskesmas, dimana pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan kesehatan yang dikembangkan di suatu wilayah harus dijaga kualitas dan mutunya supaya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, di tengah tingginya tingkat kompetisi antar instansi pelayanan kesehatan, puskesmas sebagai lini terdepan harus mampu bersaing, dalam meningkatkan kualitas pelayanannya secara berkesinambungan (Depkes RI, 2009). Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan di puskesmas mengharapkan pelayanan yang berkualitas, tidak hanya menyangkut kesembuhan penyakit secara fisik tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap petugas dalam memberikan pelayanan. Upaya peningkatan kualitas dan mutu dalam penyelenggaraan pelayanan puskesmas salah satunya dapat melalui penerapan standar ISO. Standar ISO adalah Sistem Manajemen Mutu (SMM) yang dikenal dengan nama ISO 9001:2008, ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Hingga kini di Kota Semarang memiliki lima puskesmas yang telah mendapat sertifikat ISO 9001:2008 yaitu Puskesmas Bangetayu, Halmahera, Kedungmundu, Mijen dan Ngesrep (Dinkes Kota Semarang, 2011). Puskesmas yang telah menerapkan standar ISO, atau disebut juga puskesmas bersertifikasi ISO merupakan puskesmas yang memiliki standar sistem manajemen mutu,

2 dimana sistem manajemen mutu tersebut selalu dinilai apakah dibakukan, dijalankan, dimonitor, dievaluasi dan diperbaiki terus-menerus (Suardi, 2004). Manfaat yang dapat dirasakan puskesmas dengan adanya sertifikasi ISO adalah terciptanya lingkungan kerja yang lebih teratur sehingga berdampak pada peningkatan kepuasan pasien terhadap pelayanan puskesmas (ISO 9001, 2008). Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil penelitian Lasa., dkk (2012) bahwa tingkat kepuasan pasien terkait dengan pelayanan yang diberikan puskesmas mengenai ketersediaan obat, pelayanan petugas, dan sarana puskesmas bersertifikasi ISO menunjukkan nilai 94,34% lebih tinggi dibandingkan dengan puskesmas non ISO sebesar 89,25%. Kepuasan pasien yang semakin tinggi terhadap pelayanan puskesmas, pada akhirnya berimbas pada lebih tertujunya masyarakat terhadap puskesmas sebagai tempat pilihan utama pemeriksaan kesehatan. Salah satu yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien adalah pelayanan obat. Pelayanan obat yang memuaskan dapat terjadi apabila ketersediaan obat tercukupi sesuai kebutuhan pasien. Tercukupi tersebut berarti cukup dalam jumlah dan jenis, serta tersedia setiap saat dengan mutu terjamin sehingga obat dapat diberikan kepada pasien saat itu juga. Pelayanan obat tersebut dapat memuaskan apabila didukung pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Supaya pengelolaan obat dapat berjalan efektif dan efisien, maka diperlukan petugas pengelola obat yang berkompeten, serta didukung dengan lingkungan kerja yang kondusif, dan sarana yang memadai (Klausul ISO 9001, 2008). Kebutuhan obat untuk pasien yang disediakan tidak sepenuhnya tercukupi, merupakan salah satu kendala yang masih ditemukan di puskesmas. Kendala tersebut dapat disebabkan karena adanya kekosongan obat, obat kadaluwarsa dan kerusakan obat. Seperti yang ditunjukkan pada hasil penelitian Al Hijrah., dkk (2013) bahwa pada puskesmas terkadang mengalami kekurangan jumlah obat yang dibutuhkan karena jumlah tidak sesuai permintaan akibatnya terjadi kekosongan obat, selain itu penyimpanan obat yang dilakukan oleh

3 puskesmas juga belum memenuhi standar penyimpanan gudang obat, sehingga sering terjadi obat rusak sebelum digunakan. Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian mengenai Perbandingan Evaluasi Pengelolaan Obat pada Puskesmas Bersertifikasi ISO dan Non ISO Kota Semarang Periode Januari-Desember 2013, yang diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi instansi terkait untuk meningkatkan kualitas pelayanan sesuai standar yang ditetapkan. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana gambaran pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember 2013? 2. Bagaimana hasil evaluasi pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember 2013? 3. Bagaimana perbandingan hasil evaluasi pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember 2013? 1. Tujuan umum C. Tujuan Penelitian Mengevaluasi pengelolaan obat di puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember 2013 berdasarkan indikator yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember b. Mengetahui evaluasi pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember 2013.

4 c. Mengetahui perbandingan hasil evaluasi pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember D. Manfaat Penelitian 1. Hasil evaluasi pengelolaan obat diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO dalam meningkatkan mutu dan efektivitas pengelolaan obat. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menentukan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan obat secara efektif dan efisien. E. Tinjauan Pustaka 1. Puskesmas di Kota Semarang Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas maka tanggung jawab pembagian wilayah kerja harus memperhatikan keutuhan konsep wilayah seperti desa, kelurahan dan RW (Menkes RI, 2014). Masyarakat lebih memilih puskesmas sebagai tempat pengobatan karena biaya lebih terjangkau daripada rumah sakit. Selain itu, adanya puskesmas berpengaruh bagi masyarakat dengan alasan jarak dekat dengan tempat tinggal dan obat-obat yang cukup tersedia.

5 Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup di dalam lingkungan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Menkes RI, 2004). Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah (Menkes RI, 2004) : a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat, serta lingkungannya Sampai saat ini, Kota Semarang memiliki tiga puluh tujuh (37) puskesmas yang tersebar di enam belas (16) kecamatan. Puskesmas dibantu oleh puskesmas pembantu (pustu) dan puskesmas keliling (pusling). Sebanyak sebelas (11) puskesmas memiliki rawat inap, sedangkan dua puluh enam (26) lainnya merupakan rawat jalan. Kota Semarang memiliki lima (5) puskesmas yang sudah memiliki sertifikasi ISO 9001:2008, diantaranya yaitu Puskesmas Bangetayu, Halmahera, Kedungmundu, Mijen dan Ngesrep. Daftar Puskesmas Kota Semarang dapat dilihat pada tabel I berikut (Dinkes Kota Semarang, 2011).

6 Tabel I. Daftar Puskesmas Induk Kota Semarang No Kecamatan Puskesmas 1 Semarang Tengah 1.Poncol 2.Miroto 2 Semarang Utara 3.Bandarharjo 4.Bulu Lor 3 Semarang Timur 5.Halmahera 6.Bugangan 7.Karangdoro 4 Semarang Selatan 8.Pandanaran 9.Lamper Tengah 5 Semarang Barat 10.Karangayu 11.Lebdosari 12.Manyaran 13. Krobokan 14.Ngemplak Simongan 6 Gayamsari 15.Gayamsari 7 Candisari 16.Candi lama 17.Kagok 8 Gajah Mungkur 18.Pegandan 9 Genuk 19.Genuk 20.Bangetayu 10 Pedurungan 21.Tlogosari Wetan 22.Tlogosari Kulon 11 Tembalang 23.Kedungmundu 24.Rowosari 12 Banyumanik 25.Ngesrep 26.Padangsari 27.Srondol 28.Pudak Payung 13 Gunungpati 29.Gunungpati 30.Sekaran 14 Mijen 31.Mijen 32.Karang Malang 15 Ngaliyan 33.Tambak Aji 34.Purwoyoso 35.Ngaliyan 16 Tugu 36.Mangkang 37.Karanganyar

7 2. Pengelolaan Obat Pengelolaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan obat (Menkes RI, 2008). Tujuan pengelolaan obat adalah untuk menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu, dan bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat. Pengelolaan obat di puskesmas dibawah pengelolaan Dinas Kesehatan Kota melalui Instalasi Farmasi Kota (Depkes RI, 2007). a. Perencanaan Obat Perencanaan adalah dasar kegiatan untuk menentukan kebutuhan obat dengan baik. Penentuan kebutuhan obat yang menyangkut pemilihan jenis obat harus menggunakan perkiraan jumlah kebutuhan persediaan tiap jenis obat. Penentuan pemilihan kebutuhan obat harus berpedoman pada daftar obat esensial nasional, standar terapi, dan macam penyakit di wilayah puskesmas tertentu dengan mengutamakan obatobat generik (Seto dkk., 2012). Tujuan perencanaan obat adalah untuk (Depkes RI, 2007) : 1) Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan 2) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat 3) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional Proses perencanaan obat dimulai dari data laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) yang disampaikan puskesmas ke Instalasi Farmasi Kota (IFK) yang selanjutnya oleh IFK dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat di kota (Depkes RI, 2007). Ketepatan dan kebenaran data dari puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat secara keseluruhan di kota. Perencanaan kebutuhan obat di puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola obat (Kemenkes RI, 2010).

8 Adapun pendekatan perencanaan perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan melalui dua metode yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metode konsumsi adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu (lead time) (Kemenkes dan IAI, 2011). b. Permintaan Obat Permintaan adalah kegiatan dalam memenuhi kebutuhan puskesmas yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan dan kebutuhan obat. Permintaan obat dilakukan oleh puksesmas dengan mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan Kota (DKK) (Seto dkk., 2012). Tujuan permintaan obat adalah memenuhi kebutuhan obat sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah kerjanya. Obat yang diperbolehkan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenisnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk kepada daftar obat esensial nasional (DOEN) (Menkes RI, 2006). Selain obat esensial, hanya obat generik yang dibolehkan tersedia di puskesmas sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No:085 tahun 1989 tentang kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di pelayanan kesehatan milik pemerintah (Kemenkes RI, 2010). Prosedur permintaan obat oleh puskesmas dimulai dengan mengajukan format laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) dari Kepala Puskesmas kepada DKK melalui IFK, sedangkan permintaan dari sub unit pelayanan kesehatan ke Kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit. Berdasarkan pertimbangan efisiensi ketepatan waktu penyerahan obat, Kepala DKK menunjuk IFK untuk menyerahkan obat secara langsung ke puskesmas. Permintaan obat di puskesmas dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang disusun oleh DKK melalui IFK. Waktu

9 permintaan obat dilakukan setiap per-triwulan atau empat kali dalam setahun. Apabila kebutuhan meningkat sehingga terjadi kekosongan obat karena bencana atau kejadian luar biasa (KLB) dapat dilakukan permintaan khusus diluar jadwal rutin (Kemenkes RI, 2010). c. Penerimaan Obat Penerimaan adalah kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola dibawahnya. Tujuan penerimaan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas (Kemenkes RI dan IAI, 2011). Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat yang diterima benar, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Penerimaan obat dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas. Setiap penyerahan obat dari IFK kepada puskesmas akan dilaksanakan setelah disetujui oleh Dinas Kesehatan Kota (Kemenkes RI, 2010). Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan, dan penggunaan obat serta kelengkapan catatan yang menyertai. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan dari IFK meliputi kemasan, jenis, jumlah obat, dan bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen berupa Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) (Depkes RI, 2007). Petugas penerima dapat menolak apabila terdapat kerusakan obat, serta sudah kadaluwarsa atau mendekati tanggal kadaluwarsa supaya menghindari kemungkinan obat sudah kadaluwarsa sebelum digunakan oleh pasien (BPOM RI, 2012). Setiap penambahan obat dari penerimaan tersebut, dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok (Kemenkes RI, 2010).

10 Obat yang memerlukan penyimpanan atau pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai. Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa obat harus dicatat pada saat penerimaan untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang (BPOM RI, 2012). d. Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara obat dengan cara menempatkan obat yang diterima pada tempat yang aman dari kerusakan dan pencurian. Kerusakan obat dapat disebabkan adanya gangguan fisik sehingga obat harus disimpan di gudang obat dengan ruang penyimpanan yang harus memenuhi persyaratan antara lain ruangan yang memadai, cepat dan mudah dalam pengambilan obat, serta penataan yang dapat terhindar dari kesalahan pengambilan obat sehingga dapat menjamin kestabilan obat (Seto dkk., 2012). Selain itu, terdapat beberapa kondisi penyimpanan obat yang harus diperhatikan antara lain obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan terlindung dari paparan cahaya matahari; serta harus sesuai dengan persyaratan suhu dan kelembaban pada aturan penyimpanan. Perhatian khusus harus diberikan pada obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus (BPOM RI, 2012). Tata cara penyusunan obat dilakukan dengan penerapan sistem First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Sistem FEFO artinya obat yang tanggal kadaluwarsanya lebih awal harus dikeluarkan dahulu dari obat yang memiliki tanggal kadaluwarsa lebih lama, sedangkan FIFO artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian (Kemenkes RI dan IAI, 2011). Pencatatan obat di gudang obat dilakukan secara rutin di kartu stok setiap ada penerimaan dan pengeluaran obat. Kartu stok obat meliputi nama obat, jenis obat, kemasan, tanggal penerimaan dan pengeluaran, nomer dokumen penerimaan atau

11 pengeluaran, sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim, nomer batch, tanggal kadaluarsa, jumlah penerimaan, jumlah pengeluaran, sisa stok, dan paraf petugas yang mengerjakan. Pengecekan di gudang obat sesekali perlu dilakukan untuk menjaga mutu obat supaya tidak terjadi pembuangan obat secara percuma yang mengakibatkan berkurangnya stok obat. Mutu dan kondisi obat juga dipengaruhi oleh penempatan obat, oleh karena itu obat disimpan pada rak dan di atas pallet obat, serta tidak boleh diletakkan di lantai (Kemenkes, 2010). Stock opname perlu dilakukan secara berkala untuk menjaga akurasi persediaan stok. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, dan penyalahgunaan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan (BPOM RI, 2012). e. Distribusi Obat Distribusi atau penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan (Kemenkes RI dan IAI, 2011). Sub unit antara lain unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling dan posyandu. Tujuan distribusi agar memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, jumlah, dan waktu yang tepat serta mutu terjamin (Kemenkes RI, 2010). Obat-obatan yang telah dikeluarkan dari gudang obat harus segera dicatat dan dibukukan pada buku harian pengeluaran obat. Fungsi buku harian pengeluaran obat sebagai dokumen yang memuat semua catatan pengeluaran, baik mengenai data obat sehingga dapat diketahui jumlah obat, nomor dan tanggal yang dikeluarkan serta sub unit

12 penerima obat. Pencatatan ini sebagai dasar data untuk perencanaan dan pelaporan (Depkes RI, 2007). Alur disribusi dan pelaporan obat di puskesmas dapat dilihat pada gambar 1 berikut. Instalasi Farmasi Kota Puskesmas Gudang Obat SUPO Kamar Obat SUPO Kamar Suntik SUPO Puskesmas Pembantu SUPO Puskesmas Keliling Posyandu dll Gambar 1. Jalur Distribusi dan Pelaporan Obat di Puskesmas Keterangan: IFK = Instalasi Farmasi Kota SUPO = Sub Unit Pelayanan Obat = Distribusi = Pelaporan f. Penggunaan Obat Pengobatan yang rasional harus dilakukan pada saat tenaga medis berhadapan dengan pasien. Tenaga medis harus bisa menentukan diagnosis yang tepat dan memberikan terapi yang tepat pula. Komunikasi antara tenaga medis dengan pasien memegang peranan penting dalam farmakoterapi antara lain mengenai penyakit yang diderita, tindakan pengobatan, obat yang diperlukan, dan bagaimana cara penggunaannya. Pengobatan yang diberikan tenaga medis mengacu pada pedoman pengobatan dasar di puskesmas (Kepmenkes, 2008). Penggunaan obat yang tidak rasional dapat mengakibatkan

13 berkurangnya persediaan yang menyebabkan beberapa pasien tidak dapat diobati sebagaimana mestinya (McMahon dkk., 1995). Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat penggunaan dan memenuhi persyaratan antara lain memenuhi kriteria tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat pasien, tepat informasi, waspada terhadap efek samping, dan cost effectiveness serta pendekatan POR (penggunaan obat rasional) yaitu penerapan konsep obat esensial, penggunaan obat generik, dan promosi penggunaan obat rasional. Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medik, baik menyangkut ketepatan jenis, dosis, dan cara pemberian obat. Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah penting yang menimbulkan dampak cukup besar dalam penurunan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk obat. Dampak negatif yang dapat terjadi berupa dampak klinik misalnya terjadinya efek samping dan resistensi kuman, dampak ekonomi (biaya mahal tidak terjangkau), serta dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat) (Kemenkes RI, 2010). g. Pencatatan dan Pelaporan Obat Pencatatan dan pelaporan obat merupakan rangkaian kegiatan dalam penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan, dan digunakan puskesmas atau sub unit pelayanan lainnya (Kemenkes RI dan IAI, 2011). Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah sebagai bukti bahwa kegiatan telah dilakukan serta dapat digunakan sebagai sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, perencanaan kebutuhan, dan pembuatan laporan. Puskesmas bertanggung jawab atas penatalaksanaan pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat (Kemenkes RI, 2010).

14 Sarana administrasi obat yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas adalah (Depkes RI, 2007) : 1) Kartu stok obat Kartu stok obat digunakan untuk mencatat mutasi obat berupa penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa di gudang obat. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya. 2) Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat digunakan sebagai bukti pengeluaran obat dari IFK, bukti penerimaan obat di puskesmas, surat permintaan/pemesanan obat dari puskesmas kepada DKK dan IFK, serta sebagai bukti penggunaan obat di puskesmas. Data pelaporan obat yang dikumpulkan oleh puskesmas diperoleh dari data LPLPO. Data LPLPO tersebut merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit pelayanan obat dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta diarsipkan dengan baik. LPLPO dibuat tiga rangkap yakni diberikan ke DKK, IFK, dan arsip puskesmas itu sendiri. Periode pelaporan dilakukan secara periodik setiap awal bulan tanggal 10 (Kemenkes RI, 2010). Kegiatan pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas antara lain dilakukan di (Kemenkes RI, 2010) : 1) Gudang puskesmas Obat yang diterima di gudang atau dikeluarkan dari gudang, dicatat dalam buku penerimaan obat, pengeluaran obat, dan kartu stok. 2) Kamar obat

15 Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian obat harian. LPLPO dan permintaan obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok. 3) Kamar suntik Obat-obat yang akan digunakan setiap harinya dimintakan ke gudang obat. Pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk permintaan tambahan obat. 4) Puskesmas keliling, puskesmas pembantu, tempat perawatan dan ruang pertolongan gawat darurat Tiap pengeluaran obat dicatat di buku catatan pemakaian obat harian. 3. Indikator Pengelolaan Obat di Puskesmas Pengelolaan obat secara khusus harus dapat menjamin tersedianya kebutuhan obat dengan jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan, terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien, terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu baik, pendistribusian yang efektif, terpenuhinya kebutuhan obat, tersedianya kualifikasi sumber daya manusia yang tepat serta penggunaan obat secara rasional. Agar dapat tercapainya tujuan tersebut, untuk menentukan tingkat keberhasilan pengelolaan obat maka kinerja pelayanan kefarmasian diukur dengan indikator pengelolaan obat di puskesmas. Indikator tersebut merupakan jenis data berdasarkan sifat/gejala/keadaan yang dapat diukur dan diolah secara mudah dan cepat dengan tidak memerlukan data lain dalam pengukurannya (Kemenkes RI, 2010). Indikator yang digunakan pada pengelolaan obat di puskesmas adalah indikator berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 yaitu:

16 a. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN Jenis obat yang tersedia di puskesmas diseleksi berdasarkan daftar obat esensial nasional (DOEN) yang terbaru agar tercapai prinsip efektivitas dan efisiensi. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap perencanaan. Nilai ideal sebesar 100%. b. Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas harus sesuai dengan kebutuhan populasi artinya harus sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah puskesmas. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap perencanaan. Nilai ideal sebesar 100%. c. Tingkat ketersediaan obat Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas harus sesuai dengan kebutuhan. Jumlah obat yang disediakan di gudang minimal harus sama dengan stok selama waktu tunggu kedatangan obat. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap perencanaan. Nilai ideal sebesar 100%. d. Ketepatan permintaan obat Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas harus sesuai dengan kebutuhan populasi artinya sesuai dalam jumlah dan jenis obat untuk pelayanan kesehatan di puskesmas. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap permintaan. Nilai ideal sebesar 100%. e. Persentase dan nilai obat rusak atau kadaluwarsa Terjadinya obat kadaluwarsa mencerminkan ketidaktepatan permintaan, kurang baiknya sistem distribusi, kurangnya pengamanan mutu dalam penyimpanan obat atau perubahan pola penyakit. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap penyimpanan. Nilai ideal sebesar 0%.

17 f. Ketepatan distribusi obat Jenis obat yang didistribusikan sesuai dengan metode imprest untuk menjaga stok tetap dengan total jenis obat yang didistribusikan pada sub unit pelayanan. Metode imprest adalah stok tetap dengan jumlah relatif kecil di sub unit pelayanan kesehatan. Nilai ideal sebesar 100%. g. Persentase bobot rata-rata perbedaan dari variasi persediaan Sistem pencatatan stok yang tidak akurat akan menyebabkan kerancuan untuk melihat obat kurang atau obat berlebih. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap pencatatan dan pelaporan. Nilai ideal sebesar 0%. h. Persentase rata-rata waktu kekosongan obat Persentase rata-rata waktu kekosongan obat menggambarkan kapasitas sistem permintaan dan distribusi dalam menjamin kesinambungan suplai obat. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap perencanaan. Nilai ideal sebesar 0%. i. Persentase obat yang tidak diresepkan Obat yang tidak diresepkan akan menyebabkan terjadinya kelebihan obat, sehingga perlu dilakukan komunikasi antara pengelola obat dengan pengguna obat agar tidak terjadi hal seperti ini. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap penggunaan. Nilai ideal sebesar 0%. j. Persentase penulisan resep obat generik Penggunaan obat generik merupakan satu keharusan bagi sektor pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan obat puskesmas pada tahap penggunaan. Nilai ideal sebesar 100% (WHO, 1999).

18 4. International Organization for Standardization (ISO) 9001:2008 Pelayanan kesehatan berstandar ISO adalah pelayanan yang menggunakan standar sistem manajemen mutu yang digunakan untuk menilai apakah sistem manajemen mutu dibakukan, dijalankan, dimonitor, dievaluasi, dan diperbaiki terus menerus; sedangkan pelayanan yang tidak berstandar ISO 9001:2008 adalah pelayanan yang tidak menggunakan standar sistem manajemen mutu (Suardi, 2004). ISO bukan merupakan suatu standar produk karena dalam ISO 9000 adalah standar Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan bukan berisi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu produk atau jasa sehingga tidak dapat untuk menginspeksi suatu produk terhadap standar-standar produk. ISO hanya merupakan standar sistem manajemen kualitas (Gaspersz, 2006). Seri ISO 9000 telah mengalami beberapa kali perubahan. ISO 9000:1994 (tahun 1994) berganti menjadi seri ISO 9001:2000 (tahun 2000) dan pada tahun 2008 telah direvisi menjadi ISO 9001:2008. Seri ISO 9000:1994 dikelompokkan menjadi ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003, dan ISO Masing-masing pengelompokan tersebut merupakan model sistem mutu yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut (Suardi, 2004) : a. ISO 9001:1994 adalah model sistem mutu untuk desain, pengembangan, produksi, pengantaran jasa, instalasi dan purna jual b. ISO 9002:1994 adalah model sistem mutu untuk pengembangan, produksi, pengantaran jasa, instalasi dan purna jual c. ISO 9003:1994 adalah model sistem mutu untuk pengujian dan inspeksi akhir d. ISO 9004:1994 adalah pedoman penerapan Sistem Manajemen Mutu Tahun 2000 terjadi penggabungan ISO 9001, ISO 9002, dan ISO 9004 edisi tahun 1994 menjadi ISO 9001:2000 yang berisi empat persyaratan yaitu tanggung jawab

19 manajemen, manajemen sumber daya, manajemen proses dan pengukuran, serta analisis peningkatan (Suardi, 2004). Revisi selanjutnya dikeluarkan pada tahun 2008 yang dikembangkan untuk mengklarifikasi persyaratan yang terdapat pada ISO 9001:2000 dan untuk menyesuaikan dengan ISO 14001:2004 (Sistem Manajemen Lingkungan). ISO 9001:2008 tidak mengeluarkan persyaratan tambahan bahkan tidak juga mengganti persyaratan yang terdapat pada ISO 9001:2000 (ISO 9001, 2008). Fokus pasien merupakan salah satu dari sepuluh komponen unsur manajemen utama pada puskesmas bersertifikasi ISO 9001:2008 (Tjiptono dan Diana, 2003), sedangkan fokus pelayanan pasien pada puskesmas non ISO 9001:2008, terdiri dari enam prinsip yang harus dilakukan. Enam prinsip tersebut meliputi kepemimpinan, pendidikan, perencanaan, review, komunikasi, serta penghargaan dan pengakuan (Tjiptono, 2006). Kota Semarang memiliki lima puskesmas yang sudah bersertifikasi ISO diantaranya Puskesmas Bangetayu, Halmahera, Kedungmundu, Mijen, dan Ngresep. Menurut Dinas Kesehatan Kota Semarang, puskesmas dengan standar ISO merupakan puskesmas yang memiliki sejumlah pelayanan dan fasilitas medis yang setara dengan Rumah Sakit Daerah. Beberapa standarisasi yang harus dipenuhi dalam menerima sertifikat ISO antara lain mutu pelayanan puskesmas yang menyangkut sumber daya manusia dan standar kinerja puskesmas dalam memberi pelayanan kesehatan. F. Landasan Teori Tujuan sertifikasi ISO adalah untuk memberikan jaminan kualitas dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien di puskesmas, meningkatkan citra puskesmas, dan meningkatkan daya saing antar instansi pelayanan kesehatan.

20 Puskesmas bersertifikasi ISO sudah memiliki pengelolaan obat yang baik, hal ini ditunjukkan pada Puskesmas Sukmajaya Kota Depok yang memperoleh standar manajemen ISO 9001:2008. Puskesmas Sukmajaya memiliki dokumen yang lebih lengkap dan akurat sehingga kemungkinan kesalahan kecil dalam pelaporan (Dinkes Kota Depok, 2012). Berdasarkan kenyataan sekarang ini, bahwa pengelolaan obat di puskesmas bersertifikasi ISO biasanya tertata rapi didukung dengan perlengkapan fasilitas dan peralatan untuk obat yang memadai seperti tersedianya tempat dan alat untuk peracikan obat, tempat penyimpanan obat yang sesuai dengan persyaratan, serta pencatatan yang tertib dan baik sehingga mudah dimonitor. Berbeda dengan puskesmas non ISO yang biasanya mempunyai perlengkapan fasilitas dan peralatan yang tidak cukup memadai seperti yang ditunjukkan pada Puskesmas Kampala Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai pada tahun 2011, dimana dari hasil penelitian Mangindara., dkk (2012) menunjukkan pengelolaan obat, salah satunya pada tahap penyimpanan tidak memenuhi standar karena tidak memiliki fasilitas gudang obat yang baik. G. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesimpulan mengenai: a. Gambaran pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember b. Hasil evaluasi pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember c. Perbandingan hasil evaluasi pengelolaan obat pada puskesmas bersertifikasi ISO dan non ISO Kota Semarang periode Januari-Desember 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta

Lebih terperinci

PERBEDAAN HASIL EVALUASI PENGELOLAAN OBAT PUSKESMAS ISO DAN NON ISO KOTA SEMARANG TAHUN 2013

PERBEDAAN HASIL EVALUASI PENGELOLAAN OBAT PUSKESMAS ISO DAN NON ISO KOTA SEMARANG TAHUN 2013 PERBEDAAN HASIL EVALUASI PENGELOLAAN OBAT PUSKESMAS ISO DAN NON ISO KOTA SEMARANG TAHUN 2013 Risha Fillah Fithria 1), Ika Desti Pratiwi 1) 1) Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang INTISARI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik lokasi penelitian Kota Solok merupakan salah satu kota dari 19 kabupaten kota yang ada di Provinsi Sumatera barat. Kota Solok memiliki

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh: RORI ANJARWATI K 100 050 185 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

54 Universitas Indonesia Efisiensi relatif..., RR. Retno Wulansari, FE UI, 2010.

54 Universitas Indonesia Efisiensi relatif..., RR. Retno Wulansari, FE UI, 2010. BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DENGAN PENDEKATAN DEA Metode penelitian ini dirancang guna menjawab pertanyaan yang mendasari penelitian, yaitu : (a). Pengukuran efisiensi pada puskesmas-puskesmas di Kota Semarang

Lebih terperinci

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT SOP No. Dokumen No. Revisi : Tanggal Terbit : 51.VIII/SOP/PNG/V/2016 : 3 Mei 2016 Halaman : 1/ 6 UPT PUSKESMAS PANUNGGANGAN 1. Pengertian 2. Tujuan 3. Kebijakan

Lebih terperinci

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I PERENCANAAN KEBUTUHAN Proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat dan bahan medis habis

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS Kelompok 2 : Aryes Patricia Nova reza Adawiyah Ida Royani Pengertian Obat : suatu zat yang dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi sakit, mengobati dan mencegah penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Obat Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 pasal 1 menjelaskan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi Persepsi merupakan aktivitas, mengindra, mengintegrasikan dan memberi penilaian pada objek-objek fisik maupun obyek sosial dan pengindraan tersebut tergantung pada stimulus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan bagian penting dalam rangka pembangunan nasional. Dalam Undang Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Obat di Puskesmas Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan pelaksanaan upaya kesehatan dari pemerintah, yang berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI UMUM PUSKESMAS DI KOTA SEMARANG

BAB 3 KONDISI UMUM PUSKESMAS DI KOTA SEMARANG BAB 3 KONDISI UMUM PUSKESMAS DI KOTA SEMARANG Didalam bab ini akan digambarkan mengenai kondisi umum puskesmaspuskesmas yang ada di Kota Semarang pada tahun 2009. Dalam bab ini terdapat pula variable input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 WAWANCARA Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato URAIAN HASIL WAWANCARA Sistem perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai visi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu

Lebih terperinci

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT TAHUN 2016 UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT TAHUN 2016 UPT PUSKESMAS PABUARAN I. Pendahuluan Puskesmas merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan pelayanan kesehatan yang bermutu, maka sebuah pelayanan kesehatan harus mampu memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A.

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A. DWI UTAMI NUGRAHANI 25010112130349 NAFTANI CHANDRA DINI 25010112140350 AISYAH 25010112140351 RIZQI MUFIDAH 25010112130352 MUTIA FARIDA A. 25010112140353 KANTHI HIDAYAHSTI 25010112140354 DEFINISI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PIKIR

BAB 3 KERANGKA PIKIR BAB 3 KERANGKA PIKIR 3.1. Kerangka Pikir Aspek dalam pengelolaan obat publik di instalasi farmasi kabupaten meliputi perencanaan kebutuhan obat, pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan dan pendistribusian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk didalamnya hak untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan / atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN, PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS BEJEN Jln. Raya Sukorejo Bejen, Kecamatan Bejen Kode pos 56258 Telp. (0294) 3653020 Email : bejen_puskesmas@yahoo.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016 ISSN SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI PUSKEMAS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU - RIAU

PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016 ISSN SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI PUSKEMAS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU - RIAU SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI PUSKEMAS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU - RIAU MANAGEMENT OF MEDICINE IN PUSKESMAS RAMBAH SAMO ROKAN HULU - RIAU Husnawati, Fina Aryani, Azmi Juniati Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejalan dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO D I N A S K E S E H A T A N UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG Jalan Kyai Jebeng Lintang No Kelurahan Wonoroto, Kecamatan Watumalang KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit. seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Alur pengelolaan sediaan farmasi meliputi empat fungsi dasar, yaitu seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN EVALUASI MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP KABUPATEN PURBALINGGA BERDASARKAN TIGA BESAR ALOKASI DANA PENGADAAN OBAT R. Adi Soeprijanto, Indri Hapsari, Wahyu Utaminingrum Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT

PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT SOP No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : 20 januari 2016 Halaman : KABUPATEN SINJAI 1. Pengertian merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis menentukan jenis

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas rawat inap dan enam Puskesmas non rawat inap.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas rawat inap dan enam Puskesmas non rawat inap. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan disajikan mengenai uraian hasil penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas kota Semarang yang terdiri dari tiga Puskesmas rawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS R Faris Mukmin Kalijogo C2C016007 PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS JENDRAL

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008 PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008 Nama Informan : Umur : Pendidikan : Jabatan : Masa Kerja :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253 - PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) 5892118 PROBOLINGGO 67253 email : puskesmas_wonomerto@probolinggokab.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu pemerintah telah membentuk Pusat

Lebih terperinci

nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa

nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa 73 I.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan 2.1.1. Pengertian perencanaan Perencanaan adalah suatu proses penyusunan secara sistematis mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan, untuk mengatasi masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, Menimbang : a. bahwa penyediaan obat merupakan langkah awal pengelolaan di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl KH syafa at No 09 Telp (0333) 844305 Tegalsari KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TEGALSARI NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285 PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285 KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS CIBALIUNG Nomor : /PKM-CBL/SK/

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Dalam sistem dan prinsip negara kesatuan sebagaimana termuat dalam Undang- Undang Dasar tahun 1945, asas otonomi dan tugas pembantuan memiliki makna tersendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010-2014 mencantumkan empat sasaran pembangunan kesehatan, yaitu: 1) Menurunnya disparitas status kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA UNIT OBAT

KERANGKA ACUAN KERJA UNIT OBAT KERANGKA ACUAN KERJA UNIT OBAT I. PENDAHULUAN Menurut Departemen Kesehatan RI tentang standar Pelayanan Puskesmas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah menjadi salah satu kebutuhan dari setiap orang. Informasi merupakan hasil pemrosesan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 62 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 62 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku dan penggerak dari pembangunan nasional. Masyarakat yang sehat merupakan salah satu kunci suksesnya pembangunan. Atas dasar itu, maka dilaksanakanlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat 2.1.1 Pengertian Obat Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, sprititual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional. Data berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan Januari 2013. Subjek penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK Pedoman Pelayanan Farmasi No. Kode : PED/LAY FAR.01-PKM KJ/2015 Terbitan :01 No. Revisi : 0 Ditetapkan Oleh Kepala Puskesmas KEBON JERUK Puskesmas KEBON JERUK Tgl. Mulai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan BAB TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Dalam sistem dan prinsip negara kesatuan sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945, asas otonomi dan tugas pembantuan memiliki makna tersendiri. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur penunjang dalam sistem pelayanan kesehatan, akan tetapi kedudukannya sangat penting dan tidak bisa tergantikan. Tidak hanya pada intervensi kuratif,

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017 APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PERSEBARAN TENAGA KESEHATAN DI KOTA SEMARANG BERBASIS WEB Lutfia Pangestika, Sawitri Subiyanto, Hana Sugiastu Firdaus *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. 1 Rumah sakit Permata Medika adalah rumah sakit tipe C di

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. 1 Rumah sakit Permata Medika adalah rumah sakit tipe C di sendiri. 1 Rumah sakit Permata Medika adalah rumah sakit tipe C di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu. pembangunan mutu sumberdayamanusia(sdm) di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu. pembangunan mutu sumberdayamanusia(sdm) di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tujuan pembangunan yang berwawasan kesehatan dan kesejahteraan, pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu pembangunan mutu sumberdayamanusia(sdm)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang tidak periodik. Ada yang harus diperbaharui (updated) yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang tidak periodik. Ada yang harus diperbaharui (updated) yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Pada setiap kegiatan yang dilakukan dalam suatu pekerjaan untuk setiap bidang keilmuan pasti ada sebuah pelaporan, pelaporan adalah satu diantara rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut : Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang

Lebih terperinci