PERANAN TENAGA KERJA SEKTOR TERSIER TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI DKI JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN TENAGA KERJA SEKTOR TERSIER TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI DKI JAKARTA"

Transkripsi

1 PERANAN TENAGA KERJA SEKTOR TERSIER TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI DKI JAKARTA Albert Gamot Malau Universitas Terbuka ABSTRACT DKI Jakarta province have the potential of sufficient resources, resources sector secondary and tertiary sectors. This resource has a great opportunity to be developed to increase the income of the province DKI Jakarta tertiary sector. The purpose of this research is: First, to examine factors that affect the job market, investment and tertiary sector s income. Second, to foresee the impact of the economic policy to labor market, investment and tertiary sector s income in the province of DKI Jakarta year of Results of research indicate that the economic policy toward the labor market investment and wages of DKI Jakarta province has not changed. Employment in the province of DKI Jakarta is still dominated tertiary sector. The factors that affect the job market of the tertiary sector are labor market, labor absorbent, Wages, Income and Investment. Labor market is influenced by the regional minimum wage, the number of productive population, the number of people not productive and economic crisis dummy. Labor absorbent sector tertiary is influenced by the wage sector, investment, regional gross domestic product, and trend. Wages tertiary is influenced by the regional minimum wages, labor absorbent, and labor market. Investment influenced by interest rate credit bank loans, local taxes, regional domestic product and gross regional provinces DKI Jakarta affected by the absorption of labor, investment and development expenditure in the tertiary sector. DKI Jakarta government policy is to increase the labor market, employment, wage, investment and income with exercise increased the minimum wage regional Jakarta, development expenditure in the tertiary sector to make policy or increase the minimum wage regional Jakarta, local taxes, development expenditures and a decrease in interest rate credit loans. Policy is doing to reduce unemployment in the province of DKI Jakarta. Keyword: investment, labor absorbent, labor market, regional minimum wage, tertiary sector, the gross regional domestic product. Menurut Todaro (2000), pembangunan di Indonesia yang berkesinambungan diarahkan kepada perubahan struktur, dari struktur yang berlandaskan pertanian menjadi struktur yang berlandaskan industri modern. Menurut Ananta (1991), perubahan dari sektor primer ke sektor sekunder dan kemudian dari sektor sekunder ke sektor tersier. Perubahan struktur ini mempunyai tiga dimensi. Dimensi pertama sumbangan sektor pertanian secara relatif menurun sedangkan sektor non pertanian meningkat, dimensi kedua, persentase tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian akan semakin kecil dan dimensi ketiga, peningkatan produksi di semua bidang akan menjadi lebih bersifat industri. Suharsono (1999), pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir setiap daerah disertai dengan perubahan struktur perekonomian, yaitu menurunnya pangsa sektor primer dan

2 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, meningkatnya pangsa sektor sekunder dan tersier. Menurut Prihawantoro (2002), sumbangan sektor primer terhadap Produk Domestik Regional Bruto DKI Jakarta tidak lebih dari 1%. Sedangkan sektor tersier menyumbang lebih dari 60%. Pada tahun 2005 sumbangan terhadap PDRB DKI Jakarta sebesar 62.43%, dan mengalami peningkatan hingga tahun 2006 menjadi 68,20%. Tingginya kontribusi sektor tersier terhadap PDRB DKI Jakarta sejalan dengan tingginya penyerapan kerja. Bahkan persentasenya lebih tinggi dari persentase PDRB sektor primer dan sekunder. Pada tahun 2005 hingga tahun 2006, penyerapan kerja sektor tersier sekitar 70%. Jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta selalu bertambah dari tahun ke tahun, yang disebabkan oleh tingginya tingkat migrasi dan kelahiran. Tingginya angka migrasi di provinsi DKI Jakarta disebabkan oleh Provinsi DKI Jakarta masih merupakan tempat yang menjanjikan untuk mencari pekerjaan. Angkatan kerja baru sebagian besar terserap di sektor tersier. Daya serap sektor tersier sebelum krisis mengalami peningkatan sebesar 2% yaitu dari 75,23 % menjadi 76,59%, akan tetapi pada saat krisis mengalami penurunan menjadi 74,48%. Menurut Dawan (2003), salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja sektor tersier adalah upah. Secara rata-rata upah sektor tersier lebih rendah dari sektor sekunder tetapi lebih tinggi dari sektor primer. Upah disektor tersier tahun 2005 sebesar Rp dan tahun 2006 sebesar Rp Rendahnya upah di sektor tersier tidak terlepas dari produktivitas kerja sektor tersier. Produktivitas yang dicerminkan dari peran sektor tersier terhadap PDRB Provinsi DKI menunjukkan bahwa produktivitas sektor tersier lebih rendah dari sektor sekunder. Dengan 75,23% penduduk yang bekerja di sektor tersier pada tahun 2005, akan tetapi hanya menyumbang sebesar 62,43% terhadap total PDRB. Sedangkan sektor sekunder, dengan 23,23% pekerja dari total pekerja di DKI Jakarta tahun 2005 mampu menyumbang PDRB DKI Jakarta tahun 2005 sebesar 37,35% terhadap total PDRB DKI Jakarta. Permasalahan ketenagakerjaan di DKI Jakarta, baik dari pihak pengusaha maupun karyawan, dirasa perlu campur tangan pemerintah untuk membuat sebuah kebijakan. Dengan kebijakan ini, diharapkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi DKI Jakarta dapat terjaga. Sering sekali kebijakan yang dikeluarkan pemerintah justru menimbulkan permasalahan bagi ketenagakerjaan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Tenaga Kerja Sektor Tersier Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi angkatan kerja sektor tersier? 2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan kerja sektor tersier? 3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi upah sektor tersier? 4. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi investasi sektor tersier? 5. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produk domestik regional bruto sektor tersier? 6. Meramalkan peran tenaga kerja sektor tersier terhadap produk domestik regional bruto Provinsi DKI Jakarta Pembentukan model merupakan suatu proses berulang (iteratif) sampai diperoleh suatu model yang lebih valid yang dapat menangkap fenomena yang ada. Keterkaitan antara peubah dalam model pasar kerja sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta (Gambar 1). 114

3 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Jumlah Penduduk Produktif Migrasi Jumlah Penduduk tidak Produktif Angkatan Kerja Jakarta Inflasi Upah Minimum Regional Jakarta Pengeluaran Pembangunan Upah Sektor Tersier Suku Bunga Penyerapan Kerja Sektor Tersier Pajak Daerah Investasi Sektor Tersier Produk Domestik Regional Bruto Sektor Tersier DKI Jakarta = variabel endogen = variabel endogen Gambar 1. Kerangka model pasar kerja sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta 115

4 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, Pasar tenaga kerja sektor tersier ini dimodelkan dalam persamaan-persamaan angkatan kerja, penyerapan, upah, investasi dan PDRB sektor tersier. Model yang dibentuk adalah model sistem persamaan simultan yang terdiri 20 persamaan yakni 18 persamaan struktural dan 5 persamaan identitas. Jumlah peubah eksogen sebanyak 49, dan total peubah model sebanyak 69, dan persamaan-persamaan sebagai berikut: Angkatan Kerja Jakarta AKJ t = a 0 + a 1 UMRJR t-1 + a 2 JPP t + a 3 JPTP t + a 4 DM + a 5 AKJ t-1 + U 1 Parameter dugaan (hipotesis) adalah: a 0,a 1,a 2,a 3,a 4 > 0 ; 0 < a 5 <1 Penyerapan Tenaga Kerja PTP t = b 0 + b 1 (UPPR-UPPR t-1 ) + b 2 PDBPR t-1 + b 3 T + b 4 PTP t-1 + U 2 PTA t = c 0 + c 1 (UPAR-UPAR t-1 ) + c 2 PDBAR t + c 3 DM+ c 4 PTA t-1 + U 3 PTB t = d 0 + d 1 (UPBR-UPBR t-1 ) + d 2 (PDBBR-PDBBR t-1 ) + g 3 T + U 4 PTJ t = e 0 + e 1 (UPJR-UPJR t-1 ) + e 2 PDBJR t + e 3 PTJ t-1 + U 5 PTT t = PTP t + PTA t + PTB t +PTJ t TPTJ t = PTT t + PTPRI t + PTSEK t Parameter dugaan adalah: b 0, c 0, d 0, e 0, b 2,c 2,d 2, e 2,b 3,c 3, e 3, c 4,e 4 > 0; b 1,c 1,d 1,e 1 < 0 ; 0 < b 4, c 4, e 3 < 1 Upah Sektor Tersier UPPR t = f 0 +f 1 UMRJR t + f 2 AKJ t + f 3 PTP t + f 4 UPPR t-1 + U 6 UPAR t = g 0 + g 1 UMRJR t + g 2 AKJ t-1 + g 3 (PTA-PTA t-1 ) + g 4 T + U 7 UPBR t = h 0 + h 1 UMRJR t + h 2 AKJ t-1 + h 3 (PTB-PTB t-1 ) + h 4 UPBR t-1 + U 8 UPJR t = i 0 + i 1 UMRJR t-1 + i 2 AKJ t + i 3 PTJ t + l 4 DM + U 9 Parameter dugaan adalah: f 0, f 1, f 3,g 0,g 1,g 3,h 0,h 1,h 3,i 0,i 1,i 3,i 4 > 0 ;f 1,g 2,h 2,i 2 < 0 ; 0 < f 4,h 4, < 1 Upah Minimum Regional Jakarta UMRJR t = j 0 +j 1 (INF t -INF t-1 )+ j 2 (AKJ t -AKJ t-1 )+ j 3 (TPTJ t -TPTJ t-1 )+ j 4 UMRJR t-1 + U 10 Parameter dugaan adalah: j 0,j 1,j 3, > 0 ; 0 < j 4 <1 ;j 2 < 0; Pengangguran PNG t = AKJ t TPTJ t Investasi Sektor Tersier IP t = k 0 + k 1 (SBKR-SBKR t-1 )+k 2 (PDR-PDR t-1 ) +k 3 (PDBRT-PDBRT t-1 )+ U 11 IA t = l 0 + l 1 (SBKR-SBKR t-1 ) + l 2 (PDR/PDR t-1 ) + l 3 PDRBT + U 12 IB t = m 0 +m 1 (SBIR-SBIR t-1 )+m 2 (PDR-PDR t-1 )+ m 3 (PDBRT-PDBRT t-1 )+m 4 IB t-1 +U 13 IJ t = n 0 + n 1 (SBKR-SBKR t-1 ) + n 2 PDR t + n 3 PDRBT t + n 4 IJ t-1 + U 14 ITT = IP + IA + IB + IJ Parameter dugaan adalah: k 0,k 3,l 0,,l 3,m 0,m 3, n 0,n 3, > 0; k 1,k 2,l 1,l 2,m 1,m 2, n 1,n 2 < 0 ; 0 < m 4, n 4 <1 116

5 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto PDBPR t = o 0 + o 1 PTP t + o 2 IP t-1 + o 3 EXPR t-1 + o 4 PDBPR t-1 + U 15 PDBAR 1 = p 0 + p 1 PTA t + p 2 (IA-IA t-1 ) + p 3 EXAR t + p 4 PDBAR t-1 + U 16 PDBBR t = q 0 +q 1 (PTB-PTB t-1 )+q 2 (IB-IB t-1 )+ q 3 EXBR t-1 +q 4 T +q 5 PDRBB t-1 + U 17 PDRBJ t = r 0 +r 1 PTJ t-1 + r 2 (IJ-IJ t-1 ) + r 3 EXJR t + r 4 T + r 5 PDRBA t-1 + U 18 PDRBT t = PDRBP t + PDRBA t + PDRBB t + PDRBJ t Parameter dugaan adalah: o 0,o 1, o 2, o 3,p 0,p 1,p 2,p 3, q 1,q 2,q 3,r 0,r 1,r 2,r 3 > 0; 0<o 4,p 4,q 4, r 4 <1 Sebelum dilakukan pendugaan, model diidentifikasi dengan order condition (Koutsoyianis,1977). Dalam identifikasi model pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta, K = 69 variabel terdiri dari 20 endogen dan 49 variabel eksogen, G = 20, dan M = 5 variabel maka (K-M) (G 1)= Hasil ini menunjukkan semua persamaan adalah overidentified. Pendugaan model dilakukan dengan model 2SLS. Untuk menguji apakah masingmasing peubah penjelas secara individu berpengaruh nyata terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan, digunakan uji statistik t. Untuk mengetahui respon peubah endogen terhadap perubahan peubah penjelasnya, dilakukan perhitungan elastisitas. Hasil validasi model peran tenaga kerja sektor tersier menunjukkan bahwa kriteria-kriteria RMSPE dan U-Theil dipenuhi dengan menggunakan dua kriteria tersebut, model yang telah diduga cukup valid digunakan untuk analisis simulasi. Skenario yang ditetapkan antara lain (1) kenaikan UMR rata-rata sektor tersier Jakarta sebesar 20%, (2) kenaikan faktor eksternal (penyerapan kerja dan investasi) pada masing-masing sub-sektor sebesar 10%, (3) kenaikan pengeluaran pembangunan pemerintah dan pendapatan pajak daerah masing-masing sebesar 10%, serta penurunan suku bunga sebesar 5%, dan (4) gabungan (1) dan (3) dengan beberapa pilihan sesuai tujuan yang akan dilihat. Untuk mengkaji kebijakan ketenagakerjaan pasar kerja sektor tersier di provinsi DKI Jakarta, digunakan data deret waktu tahun Data bersumber dari Badan Pusat Statistik, Departemen Tenaga Kerja dan Trasmigrasi, Badan Perencanan Pembangunan Nasional, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Pengolah data menggunakan program komputer SAS/ETS release HASIL DAN PEMBAHASAN Angkatan Kerja Peubah Upah Minimum Regional tahun sebelumnya, jumlah penduduk produktif, dummy krisis ekonomi dan peubah angkatan kerja tahun sebelumya berpengaruh terhadap angkatan kerja Jakarta. Koefisien determinasi R 2 = 0,9480 berarti 94,80% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (AKJ) terhadap semua peubah-peubah penjelas dalam jangka pendek adalah inelastis. Namun dalam jangka panjang, peubah jumlah penduduk produktif responsif (elastis) terhadap perubahan angkatan kerja. Ini mengindikasikan bahwa angkatan kerja Jakarta sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk produktif. 117

6 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, Penyerapan Kerja Sub sektor perdagangan Peubah upah sub-sektor perdagangan, dan penyerapan tenaga kerja tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja sub-sektor perdagangan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9516 berarti 95,16% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubahpeubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (PTP) terhadap semua peubah penjelas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Sub sektor angkutan Peubah produk domestik regional bruto sub sektor angkutan dan penyerapan tenaga kerja sub sektor angkutan tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja sub-sektor angkutan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9363 berarti 93,63% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (PTA) terhadap semua peubah penjelas dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah inelastis. Sub sektor perbankan Peubah dummy krisis ekonomi berpengaruh nyata terhadap penyerapan kerja sub-sektor perbankan. Koefisien determinasi R 2 = 0,8792 berarti 87,92% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (PTB) terhadap semua peubah penjelas adalah inelastis dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada tahun 1987 sangat berpengaruh terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja sub sektor perdagangan. Sub sektor jasa Peubah produk domestik regional bruto sub sektor jasa dan penyerapan kerja sub sektor jasa tahun lalu berpengaruh nyata terhadap penyerapan kerja sub-sektor jasa. Koefisien determinasi R 2 = 0,6035 berarti 60,35% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (PTJ) terhadap semua peubah eksogen adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Upah Sub sektor perdagangan Peubah upah minimum regional Jakarta dan upah sub sektor perdagangan tahun lalu berpengaruh nyata terhadap tingkat upah sub-sektor perdagangan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9431 berarti 94,31% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (UPPR) terhadap semua peubah penjelas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 118

7 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sub sektor angkutan Peubah upah minimum regional Jakarta dan penyerapan kerja sub sektor angkutan berpengaruh nyata terhadap tingkat upah sub-sektor angkutan. Koefisien determinasi R 2 = 0,7856 berarti 78,56% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksutkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah tingkat upah sub sektor angkutan terhadap peubah UMRJR adalah elastis dalam jangka pendek. Sub sektor perbankan Peubah UMR rata sektor tersier dan lag endogen berpengaruh nyata terhadap tingkat upah sub-sektor perbankan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9026 berarti 90,26% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (UPBR) terhadap semua peubah penjelas dalam jangka pendek adalah inelastis. Namun dalam jangka panjang, UPBR bersifat elastis terhadap peubah UMRJR. Sub sektor jasa Peubah UMR rata sektor tersier, angkatan kerja, penyerapan kerja, dan dummy krisis ekonomi berpengaruh nyata terhadap tingkat upah riil sub-sektor jasa. Koefisien determinasi R 2 = 0,77 berarti 77,92% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (UPJR) terhadap peubah-peubah penjelas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Upah Minimun Regional Jakarta Peubah inflasi, angkatan kerja, total penyerapan kerja sektor tersier, dan total pengeluaran pembangunan pemerintah pada sektor tersier berpengaruh nyata terhadap Upah Minimum Regional Jakarta. Koefisien determinasi R 2 = 0,4592 berarti 45,92% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (UMRJR) terhadap kedua peubah penjelas di atas adalah inelastis dalam jangka pendek. Tingkat Investasi Sub sektor perdagangan Peubah pendapatan pajak daerah dan total investasi pada sektor tersier berpengaruh nyata terhadap investasi sub-sektor perdagangan. Koefisien determinasi R 2 = 0,4046 berarti 40,46% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (IP) terhadap peubah ITT adalah elastis dalam jangka pendek, sementara terhadap peubah PDR adalah inelastis dalam jangka pendek. Sub sektor angkutan Hanya peubah total investasi yang ditanamkan pada sektor tersier yang berpengaruh nyata terhadap investasi sub-sektor angkutan. Koefisien determinasi R 2 = 0,6047 berarti 60,47% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (IA) terhadap peubah ITT adalah elastis dalam jangka pendek. 119

8 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, Sub sektor perbankkan Peubah UMR rata sektor tersier dan lag endogen berpengaruh nyata terhadap investasi pada sub-sektor perbankan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9026 berarti 90,26% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (UPBR) terhadap semua peubah penjelas dalam jangka pendek adalah inelastis. Namun dalam jangka panjang, UPBR bersifat elastis terhadap peubah UMRJR. Sub sektor jasa Peubah pendapatan pajak daerah, PDRB sub-sektor jasa, total investasi sektor tersier, dan lag endogen berpengaruh nyata terhadap investasi sub-sektor jasa. Koefisien determinasi R 2 = 0,7917 berarti 79,17% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (IJ) terhadap semua peubah penjelas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, kecuali peubah PDBJR. Terhadap peubah PDBJR, peubah IJ bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Produk Domestik Regional Bruto Sub sektor perdagangan Peubah pengeluaran pembangunan pemerintah dan lag endogen berpengaruh nyata terhadap PDRB sub-sektor perdagangan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9620 berarti 96,20% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (PDBPR) terhadap kedua peubah penjelas signifikan adalah inelastis dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, PDBPR bersifat responsif terhadap peubah EXPR1. Sub sektor angkutan Peubah penyerapan kerja dan pengeluaran pembangunan pemerintah pada sub-sektor angkutan serta lag endogen berpengaruh nyata terhadap PDRB sub-sektor angkutan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9534 berarti 95,34% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubahpeubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (PDBAR) terhadap semua peubah penjelas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sub sektor perbankan Peubah pengeluaran pembangunan pemerintah pada sub-sektor perbankan, trend waktu, dan lag endogen berpengaruh nyata terhadap PDRB sub-sektor perbankan. Koefisien determinasi R 2 = 0,9305 berarti 93,05% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon peubah endogen (PDBBR) terhadap peubah EXBR1, T, dan PDBBR1 adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang Sub sektor jasa Peubah penyerapan kerja, trend waktu, dan lag endogen berpengaruh nyata terhadap PDRB sub-sektor jasa. Koefisien determinasi R 2 = 0,9590 berarti 95,90% variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimaksudkan dalam persamaan tersebut. Respon 120

9 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto peubah endogen (PDBJR) terhadap semua peubah penjelas adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Simulasi Model Peran Tenaga Kerja Sektor Tersier Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta,Tahun Adapun skenario yang ditetapkan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Kebijakan kenaikan upah minimum regional Jakarta sebesar 20%. 2. Kebijakan penurunan tingkat suku bunga sebesar 5% 3. Kebijakan peningkatan penerimaan terhadap pajak daerah sebesar 10% 4. Kebijakan peningkatan pengeluaran pembangunan Provinsi DKI Jakarta sebesar 10% 5. Skenario gabungan (1) dan (2) dengan beberapa pilihan sesuai tujuan yang akan dilihat. 6. Skenario gabungan (3) dan (4) dengan beberapa pilihan sesuai tujuan yang akan dilihat. 7. Skenario gabungan (1),(3),(4) dan (2) dengan beberapa pilihan sesuai tujuan yang akan dilihat. 8. Skenario gabungan (3) dan (2) dengan beberapa pilihan sesuai tujuan yang akan dilihat. 9. Skenario gabungan (2) dan (4) dengan beberapa pilihan sesuai tujuan yang akan dilihat. Seluruh skenario akan diramalkan peran tenaga kerja sektor tersier terhadap kelompok peubah-peubah endogen seperti angkatan kerja, penyerapan kerja, upah, investasi dan produk domestik regional bruto sub-sektor tersier, dan melihat kebijakan apa yang layak dilakukan pada tahun Pada Tabel 1 disajikan hasil skenario kebijakan peranan tenaga kerja sektor tersier terhadap produk domestik regional bruto provinsi DKI Jakarta pada tahun Tabel 1. Hasil Skenario kebijakan Peran Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta, tahun Peubah Sim. DSR Simulasi Endogen Predict AKJ PTP PTA PTB PTJ PTT TPTJ PNG UPPR UPAR UPBR UPJR UMRJR IP IA IB IJ ITT PDBPR PDBAR PDBBR PDBJR PTB

10 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, Hasil Skenario kebijakan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta 20%, Tahun Kebijakan peningkatan upah minimum regional Jakarta 20% dapat dilihat pada kenaikan UMRJR sebesar 20% berdampak meningkatkan angkatan kerja Jakarta 2,10%, meningkatkan tingkat upah sub sektor perdagangan, angkutan, perbankan dan jasa sebesar 3,89, 6,52, 5,04, dan 1,64%. Kenaikan upah minimum regional Jakarta berdampak menurunkan penyerapan tenaga kerja pada sub-sektor perdagangan dan angkutan sebesar 0,59 dan 0,27%, sedangkan sub sektor perbankan dan jasa mengalami peningkatan sebesar 0,10 dan 0,58%. Secara makro dampak kenaikan UMRJR tersebut pada pasar tenaga kerja adalah total penyerapan tenaga kerja Jakarta mengalami peningkatan sebesar 0,04%. Sedangkan pada sisi angkatan kerja Jakarta, terjadi peningkatan sebesar 2,10%. Hal ini mengakibatkan terjadi penurunan tingkat pengangguran sebesar 3,50%. Sedangkan dari sisi pendapatan sektor tersier Provinsi DKI Jakarta mengalami penurunan sebesar 0,04%. Hasil Skenario kebijakan Penurunan Tingkat Suku Bunga (SB) 5%, Tahun Penurunan tingkat suku bunga dapat menekan laju investasi pada sub-sektor tersier. Karena kondisi yang memadai bagi kenaikan investasi adalah mendorong penurunan suku bunga. Jika Pemerintah dapat mendorong penurunan suku bunga sebesar 5%, akan berdampak menurunkan investasi pada sub-sektor perbankan sebesar 7,72%, sedangkan pada sub sektor lainya tidak mengalami perubahan. Secara makro penurunan tingkat suku bunga sebesar 5%, berdampak terhadap peningkatan angkatan kerja Jakarta, dan penyerapan tenaga kerja. Namun, di sisi lain kebijakan ini berdampak terhadap penurunan tingkat investasi sektor tersier sebesar 0,06%. Hasil Skenario kebijakan Peningkatan Pajak Daerah 10%, Tahun Jika Pemerintah DKI Jakarta memutuskan meningkatkan besaran pajak daerah sebesar 10% berdampak langsung menurunkan investasi yang ditanamkan pada sub-sektor perdagangan sebesar 0,19%, sub-sektor angkutan sebesar 0,06%, sub-sektor perbankan sebesar 0,46, dan sub sektor jasa sebesar 0,40%. Penurunan investasi pada masing-masing sub-sektor selanjutnya berdampak menurunkan PDRB pada masing-masing sub-sektor. Pada sub sektor perdagangan, angkutan dan perbankan tidak mengalami perubahan sedangkan pada sub sektor jasa mengalami penurunan sebesar 0,05%. Pada satu sisi, kenaikan pajak telah berdampak menurunkan total penyerapan tenaga kerja Jakarta sebesar 0,01 dan menurunkan tingkat investasi sektor tersier sebesar 0,24%. Hasil Skenario kebijakan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah DKI Jakarta 10% Jika pemerintah meningkatkan pengeluaran pembangunan Pemerintah DKI Jakarta sebesar 10% maka akan berdampak meningkatkan PDRB sub-sektor perdagangan sebesar 0,92%, subsektor angkutan sebesar 1,22%, sub-sektor perbankan sebesar 1,29%, dan sub-sektor jasa 1,41%. Kenaikan PDRB sub-sektor selanjutnya berdampak meningkatkan investasi dan penyerapan tenaga kerja masing-masing sub-sektor. Pada investasi sub-sektor perdagangan, terjadi kenaikan sebesar 0,97%, sub-sektor angkutan sebesar 1,08%, pada sub-sektor perbankan sebesar 1,18% sedangkan pada sub sektor jasa sebesar 1,10%. Dampak pada penyerapan tenaga kerja adalah terjadi kenaikan penyerapan pada sub-sektor perdagangan sebesar 0,06%, sub-sektor angkutan sebesar 0,57%, sub-sektor perbankan sebesar 0,03%, sedangkan pada sub-sektor jasa sebesar 0,87%. Dampak kenaikan penyerapan tenaga kerja berlanjut pada kenaikan upah masing-masing sub-sektor. Pada sub-sektor perdagangan upah meningkat sebesar 0,09%, sub-sektor angkutan sebesar 0,27%, sub- 122

11 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto sektor perbankan sebesar 0,08%, dan sub-sektor jasa sebesar 0,08%. Secara keseluruhan kenaikan pengeluaran pembangunan Pemerintah telah meningkatkan total penyerapan tenaga kerja Jakarta sebesar 0,26%, dan pada sisi penawaran tenaga kerja, angkatan kerja Jakarta tidak mengalami perubahan. Kondisi ini menyebabkan terjadi peningkatan pengangguran mencapai 0,71% dan meningkatkan PDRB Provinsi DKI Jakarta dari sektor tersier sebesar 1,17%. Hasil Skenario kebijakan Simulasi Gabungan Upah, Pajak Daerah, Pengeluaran Pembangunan Pemerintah, dan Suku Bunga Hasil Skenario kebijakan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20% dan Penurunan Suku Bunga sebesar 5%, Tahun Jika peningkatan upah minimum regional Jakarta sebesar 20% dan penurunan tingkat suku bunga 5%, akan berdampak meningkatkan upah masing-masing sub-sektor. Sub sektor perdagangan meningkat sebesar 3,89%, sub sektor angkutan sebesar 6,53%, sub sektor perbankan sebesar 5,04%. Penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan yaitu sub sektor perdagangan sebesar 0,59%, sub sektor angkutan sebesar 0,27% sedangkan sub sektor perbankan dan jasa mengalami peningkatan sebesar 0,10 dan 0,58%. Sedangkan investasi mengalami penurunan sebesar 0,04 sampai 0,10%. Akibat penurunan tingkat investasi maka PDRB mengalami penurunan terutama sub sektor perdagangan sebesar 0,14, sub sektor angkutan sebesar 0,10% sedangkan sub sektor perbankan dan jasa mengalami peningkatan sebesar 0,01 dan 0,09%. Secara makro penurunan tingkat suku bunga 5% dan peningkatan upah minimum regional Jakarta sebesar 20% akan mengakibatkan total penyerapan tenaga kerja Jakarta mengalami peningkatan sebesar 0,04%. Angkatan kerja Jakarta mengalami peningkatan sebesar 2,10%, investasi juga mengalami penurunan sebesar 0,05% dan mengakibatkan PDRB juga mengalami penurunan sebesar 0,04%. Sedangkan tingkat pengangguran mengalami penurunan sebesar 3,50%. Skenario kebijakan Kenaikan Pajak Daerah dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah 10%, Tahun Apabila pajak daerah dan pengeluaran pembangunan pemerintah ditingkatkan 10%, maka akan berdampak meningkatkan upah sub-sektor perdagangan, angkutan, perbankan, dan jasa sebesar 0,08 sampai 0,26%. Penyerapan tenaga kerja pada sub-sektor perdagangan, angkutan, perbankkan dan jasa sebesar 0,03 sampai 0,81%, investasi mengalami peningkatan pada semua sub-sektor sebesar 0,75 sampai 1,12%, dan produk domestik regional bruto keempat sub-sektor juga mengalami peningkatan sebesar 0,92 sampai 1,37%. Secara makro skenario ini berdampak terhadap peningkatan total penyerapan tenaga kerja Jakarta sebesar 0,26%, tingkat investasi sektor tersier sebesar 1,14% dan Produk Domestik Regional Jakarta dari sektor tersier meningkat sebesar 1,16% dan angkatan kerja Jakarta meningkat sebesar 0,01%. Kebijakan ini juga mengakibatkan tingkat pengangguran mengalami peningkatan sebesar 0,67%. Hasil Skenario kebijakan Kenaikan UMRJR sebesar 20% dan Pajak Daerah, Pengeluaran Pembangunan Pemerintah 10%, dan Penurunan Suku Bunga 5%,Tahun Apabila skenario gabungan peningkatan UMRJR sebesar 20% dan Pajak daerah, pengeluaran pembangunan pemerintah ditingkatkan 10% serta penurunan tingkat suku bunga diturunkan 5% akan berdampak meningkatkan angkatan kerja Jakarta, penyerapan kerja, upah, 123

12 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, investasi dan PDRB pada semua sub-sektor. Bila Skenario (7) dilakukan akan berdampak meningkatkan angkatan kerja sebesar 2,10% kecuali sub sektor perdagangan yang mengalami penurunan sebesar 0,45%, upah juga mengalami peningkatan sebesar 1,72% sampai 6,69%, dan PDRB juga mengalami peningkatan sebesar 0,79% sampai 14,49% dan angkatan kerja Jakarta juga mengalami peningkatan sebesar 2,10%. Secara makro, skenario ini berdampak meningkatkan total penyerapan tenaga kerja Jakarta sebesar 0,29%, angkatan kerja Jakarta sebesar 2,10%, total investasi sektor tersier Jakarta sebesar 1,14%, Produk domestik regional bruto sektor tersier juga mengalami peningkatan sebesar 1,47%. Akan tetapi skenario ini juga berdampak terhadap tingkat pengangguran yang mengalami pengurangan yang cukup berarti sebesar sebesar 2,79%. Hasil Skenario Kebijakan Kenaikan Pajak Daerah sebesar 10% dan Penurunan Tingkat Suku Bunga 5%, Tahun Apabila pemerintah melakukan kebijakan dengan meningkatkan penerimaan terhadap pajak daerah sebesar 10%, dan penurunan tingkat suku bunga sebesar 5%, maka skenario ini akan berdampak terhadap penurunan upah sebesar 0,22% sampai 0,01%, dan penurunan yang besar terjadi pada sub sektor perdagangan. Sedangkan tingkat investasi sektor tersier juga mengalami penurunan sebesar 0,06% sampai 0,46%, penyerapan tenaga kerja sebesar 0,00% sampai 0,06% dan produk domestik regional bruto sektor tersier sebesar 0,00% sampai 0,05%. Sebaliknya secara makro skenario ini berdampak terhadap penurunan total penyerapan kerja Jakarta sebesar 0,01%, tingkat investasi sektor tersier sebesar 0,41%, Produk Domestik Regional Jakarta dari sektor tersier sebesar 0,01% dan angkatan kerja Jakarta tidak mengalami perubahan. Akan tetapi skenario ini tidak berdampak terhadap tingkat pengangguran di Jakarta. Hasil Skenario kebijakan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20% dan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan sebesar 10%, Tahun Apabila skenario peningkatan upah minimum regional Jakarta sebesar 20% dan pengeluaran pembangunan sebesar 10%, maka berdampak terhadap peningkatan upah sub sektor perdagangan sebesar 3,92%, sub sektor angkutan sebesar 6,69%, sub sektor perbankan sebesar 5,05% dan sub sektor jasa sebesar 1,72%. Skenario ini juga berdampak terhadap investasi sektor tersier yang meningkat sebesar 1,04 sampai 1,51%, Produk Domestik Regional Bruto sektor tersier sebesar 0,79 sampai 1,51% dan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja sektor tersier, sub sektor angkutan meningkat sebesar 0,31%, sub sektor perbankan sebesar 0,10%, sub sektor jasa sebesar 1,46%. Sedangkan terhadap sub sektor perdagangan mengalami penurunan sebesar 0,44%. Secara makro skenario ini berdampak dalam meningkatkan total penyerapan kerja Jakarta sebesar 0,31%, tingkat investasi sektor tersier sebesar 1,22% dan Produk Domestik Regional Jakarta dari sektor tersier meningkat sebesar 1,13% dan angkatan kerja Jakarta meningkat sebesar 2,10%. Skenario ini berdampak kepada penurunan tingkat penganguran sebesar 2,75%. Ringkasan Skenario kebijakan dan Prioritas Skenario Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta, Tahun Hasil simulasi menunjukkan, kebijakan menaikan UMRJR sebesar 20% hanya dapat meningkatkan upah pada masing-masing sub-sektor. Hal ini diterima baik oleh pihak pekerja karena kenaikan upah adalah wujud kenaikan pendapatan mereka. Kenaikan UMRJR berdampak positif 124

13 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto bagi penyerapan kerja, dan berdampak negatif terhadap peningkatan investasi dan pertumbuhan PDRB masing-masing sub-sektor tersier, serta mengurangi tingkat pengangguran yang cukup besar. Meskipun bukan merupakan suatu kebijakan, dan hanya bersifat faktor eksternal yang mungkin dapat digerakkan, skenario penurunan suku bunga, pajak daerah dan pengeluaran pembangunan dimaksudkan untuk melihat dampak yang terjadi pada peubah endogen lainnya. Jika kedua skenario itu benar-benar dapat terwujud, penurunan tingkat suku bunga mampu menurunkan investasi, PDRB dan upah masing-masing sub-sektor. Skenario ini tidak merubah tingkat pengangguran. Skenario kenaikan pajak memberikan dampak yang negatif bagi semua peubah endogen dalam model. Sedangkan, Skenario kenaikan pengeluaran pembangunan pemerintah berdampak meningkatkan penyerapan tenaga kerja, investasi, PRBR, maupun upah masing-masing sub-sektor. Skenario gabungan kenaikan UMRJR 20% dan kenaikan pajak daerah, pengeluaran pembangunan sebesar 10%, dan penurunan suku bunga 5% masih memberikan dampak yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja, upah sektor tersier, investasi, PDRB dan menguranggi pengangguran. Sementara jika pemerintah hanya memberlakukan kebijakan menaikan pajak dan pengeluaran pembangunan 10%, masih juga berdampak menurunkan investasi dan upah sektor tersier. Jika pemerintah hanya memberlakukan kebijakan meningkatkan pengeluaran pembangunan sebesar 10% dan peningkatan UMRJR berdampak meningkatkan penyerapan tenaga kerja, investasi, upah, dan PDRB masing-masing sub-sektor, serta menurunkan tingkat pengangguran. Beberapa skenario pilihan yang dapat diterapkan Pemerintah DKI Jakarta dalam mendorong pertumbuhan sektor tersier adalah, skenario ke-5 adalah prioritas pertama (A), skenario ke-6 adalah prioritas kedua (B), skenario ke-7 adalah prioritas ketiga (C), dan skenario ke-5 adalah prioritas keempat (D). Tabel 2. Ringkasan Skenario Kebijakan dan Prioritas Peran Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta, tahun (%) Alternatif Skenario Angkatan Penyerapan Upah (%) Investasi (%) PDRB (%) Pengangguran Kerja (%) TK (%) (%) Kenaikan UMRJR 20% 2,1036 0,0419 4,2792-0,0579-0,0436-3,5081 Penurunan suku bunga 5% 0,0000 0,0000-0,0008-0,1716-0,0012 0,0000 Peningkatan Pajak Daerah 10% 0,0000-0,0140-0,0003 0,2481-0,0085 0,0000 Kenaikan pengl. Pembagunan 10% 0,0000 0,2651 0,1334 1,1062 1,1766 0,7167 Penurunan tingkat suku bunga 5% dan 2,1036 0,0419 4,2792-0,0579-0,0436-3,5081 peningkatan UMRJR 20% (A) Peningkatan Pajak Daerah 10% dan 0,0000 0,2651 0,1309 1,0298 1,1693 0,6790 peningkatan pengeluaran pembanggunan 10% (B) Kenaikan UMRJR 20%, pajak, pengl. 2,1036 0,2930 4,2792 1,1467 1,1281-2,7914 pembangunan 10%, penurunan suku bunga 5% (C) Peningkatan Pajak Daerah 10% dan 0,0000 0,0000-0,0036-0,2481-0,0085 0,0000 penurunan suku bunga 5% Peningkatan UMRJR 20% dan pengeluaran pembangunan 10% (D) 2,1036 0,3070 4,3448 1,2232 1,1354-2,7537 Keterangan: (A) = Simulasi kebijakan pertama (B) = Simulasi kebijakan kedua (C) = Simulasi Kebijakan ketiga. 125

14 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, Jika Pemerintah DKI Jakarta ingin memutuskan untuk meningkatkan pendapatan, investasi, tingkat upah dan penyerapan tenaga kerja maka pilihan skenario (7) adalah tepat untuk dijalankan. Jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin meningkatkan penerimaan pajak daerah, maka skenario (8) dapat dijalankan dengan risiko terjadi sedikit penurunan pada investasi sektor tersier. Jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih berpihak kepada para pekerja dengan menaikan UMRJR dan meningkatkan pendapatan dan menurunkan tingkat penganguran maka skenario (9) dapat dijalankan. Pada Tabel 2 disajikan hasil ringkasan skenario kebijakan dan Prioritas Skenario Peran Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta, Tahun PENUTUP Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan sesuai tujuan penelitian ini adalah : (1) Angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta dipengaruhi oleh upah minimum Regional Jakarta, jumlah penduduk produktif, dummy krisis ekonomi dan besaran angkatan kerja Jakarta tahun sebelumnya. Jumlah penduduk produktif sangat responsif mempengaruhi angkatan kerja Jakarta, sedangkan upah minimum regional tidak responsif terhadap angkatan kerja Jakarta. Kadaan ini menunjukan bahwa semakin tinggi jumlah penduduk produktif maka angkatan kerja Jakarta semakin tinggi, akan tetapi tingkat upah tidak merangsang angkatan kerja Jakarta. (2) Penyerapan kerja sektor tersier dipengaruhi oleh upah masing-masing sub sektor tersier, produk domestik regional Jakarta, dan tingkat penyerapan kerja tahun sebelumnya. Penyerapan kerja sub sektor perdagangan dipengaruhi oleh upah sub sektor perdagangan. Penyerapan kerja sub sektor angkutan dipengaruhi oleh upah sub sektor angkutan, produk domestik regional bruto sub sektor angkutan dan penyerapan kerja tahun lalu. Produk domestik regional bruto sub sektor angkutan sangat responsif mempengaruhi penyerapan kerja sub sektor angkutan. Penyerapan kerja sub sektor perbankan dipengaruhi oleh upah sub sektor perbankan. Sedangkan penyerapan kerja sub sektor jasa hanya dipengaruhi oleh pengeluaran pembangunan sub sektor jasa. (3) Upah sektor tersier dipengaruhi oleh tingkat upah minimum regional Jakarta, angkatan kerja, tingkat penyerapan kerja. Upah sub sektor perdagangan dipengaruhi oleh upah minimum regional Jakarta, angkatan kerja Jakarta dan penyerapan kerja sub sektor perdagangan. Upah sub sektor angkutan hanya dipengaruhi oleh upah minimum regional Jakarta. Upah sub sektor perbankan hanya dipengaruhi oleh upah minimum regional Jakarta dan responsif dalam jangka panjang. Sedangkan untuk upah sub sektor jasa dipengaruhi oleh upah minimum regional Jakarta, angkatan kerja Jakarta dan penyerapan kerja sub sektor jasa. (4) Investasi yang ditanamkan pada sub-sektor tersier dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, besaran pajak daerah dan total produk domestik regional bruto. Investasi sub sektor perdagangan dipengaruhi oleh pajak daerah dan total investasi sektor tersier, dalam jangka pendek total investasi sektor tersier responsif mempengaruhi investasi sub sektor perdagangan. Investasi sub sektor angkutan hanya dipengaruhi oleh selisih pajak daerah tahun sekarang dengan tahun lalu dan selisih total produk domestik regional Jakarta. Investasi sub sektor perbankan dipengaruhi oleh suku bunga, pajak daerah, selisih total produk domestik regional bruto tahun lalu dan investasi sub sektor perbankan tahun lalu. Sedangkan sub sektor perbankan dipengaruhi secara nyata oleh pajak daerah, total produk domestik regional bruto sektor tersier dan investasi sub sektor jasa tahun lalu.(5) Produk Domestik Regional Bruto Sektor Tersier dipengaruhi oleh penyerapan kerja sektor tersier, investasi sektor tersier, pengeluaran pembangunan. Produk Domestik Regional Bruto sub sektor perdagangan hanya dipengaruhi oleh pengeluaran pembangunan sub sektor perdagangan dan responsif mempengaruhi Produk Domestik Regional 126

15 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Bruto dalam jangka panjang. Produk Domestik Regional Bruto sub sektor angkutan hanya dipengaruhi oleh penyerapan kerja sub sektor angkutan dan pengeluaran pembangunan sub sektor angkutan. Produk Domestik Regional Bruto sub sektor perbankan hanya dipengaruhi oleh pengeluaran pembangunan sub sektor perbankan. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto sub sektor jasa hanya dipengaruhi oleh penyerapan kerja sub sektor jasa. (6) Jika pemerintah daerah DKI Jakarta ingin mengambil suatu kebijakan pada tahun , dengan hanya menaikan upah minimum regional Jakarta sebesar 20% maka akan mengakibatkan angkatan kerja Jakarta, penyerapan kerja dan upah akan meningkat, sedangkan investasi dan pendapatan provinsi DKI Jakarta akan menurun. Tingginya tingkat penyerapan kerja, dan upah akan mengakibatkan tingkat penganguran semakin kecil. (7) Jika pemerintah daerah DKI Jakarta dan Bank Indonesia megambil kebijakan pada tahun , dengan menurunkan tingkat suku bunga sebesar 5%, maka akan mengakibatkan upah, investasi dan produk domestik regional Jakarta menurun. Sedangkan angkatan kerja Jakarta dan penyerapan tenaga kerja tidak terpengaruh dengan penurunan tingkat suku bunga, begitu juga dengan tingkat penganguran yang tidak mengalaimi perubahan. (8) Jika pemerintah daerah DKI Jakarta mengambil kebijakan ekonomi pada tahun dengan melakukan peningkatan penerimaan pajak daerah sebesar 10%, kebijakan yang diambil adalah meningkatkan upah minimum regional Jakarta, pajak daerah, pengeluaran pembangunan serta menurunkan tingkat suku bunga. Hal ini akan berdampak terhadap peningkatan angkatan kerja Jakarta, penyerapan tenaga kerja Jakarta, upah sektor tersier, investasi dan produk domestik regional bruto sektor tersier. Dampak yang sangat nyata adalah meningkatnya jumlah tingkat penganguran di Jakarta. Hasil pendugaan dan analisis alternatif kebijakan dari model peran tenaga kerja sektor tersier terhadap produk domestik regional bruto Provinsi DKI Jakarta dapat disarankan beberapa implikasi kebijakan sebagai berikut (1) Untuk meningkatkan angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta, pada tahun , maka pemerintah daerah DKI Jakarta melakukan kebijakan dengan meningkatkan upah minimum regional Jakarta sebesar 20%, akan tetapi implikasi kebijakan peningkatan upah minimum regional Jakarta sebesar 20% mengakibatkan menurunnya tingkat investasi dan pendapatan sektor tersier di DKI Jakarta serta meningkatkan tingkat pengangguran di provinsi DKI Jakarta. (2) Untuk meningkatkan angkatan kerja, penyerapan kerja, tingkat upah, investasi, pendapatan dan menurunkan tingkat pengangguran di Provinsi DKI Jakarta, Tahun , maka pemerintah daerah DKI Jakarta melakukan kebijakan dengan melakukan skenario (7) dan (9). Skenario tersebut akan meningkatkan angkatan kerja Jakarta, penyerapan tenaga kerja, tingkat upah, investasi dan pendapatan sektor tersier dan mengurangi tingkat pengangguran. REFERENSI Ananta, A. (1991). Ketimpangan pasar kerja di Indonesia. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Dawan, M.R. (2003). Peranan pekerja dalam pembangunan ekonomi. Jurnal Reformasi Ekonomi, 4(1), Suharsono, Y. (1999). Kondisi ketenagakerjaan pada masa krisis dan era globalisasi. Jurnal Studi Indonesia, 9(1), Todaro, M.P. (2000). Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. Jakarta: Erlangga. 127

16 Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 2, September 2008, Lampiran Keterangan variabel dalam Model sebagai berikut: t = menyatakan unit waktu (tahun) U = menyatakan komponen random (error) AKJ t = angkatan kerja Jakarta pada tahun ke-t (orang) UMRJR t-1 = upah minimum regional Jakarta pada tahun lalu (rupiah/bulan) JPP t = jumlah penduduk produktif (usia tahun) tahun ke-t (orang) JPTP t = jumlah penduduk tidak produktif (usia tahun) tahun ke-t (orang) DM = dummy krisis ekonomi (0 = sebelum krisis; 1 = setelah krisis) AKJ t-1 = angkatan kerja Jakarta pada tahun lalu PTP t = penyerapan kerja sub sektor perdagangan tahun ke-t(orang) PTA t = penyerapan kerja sub sektor angkutan tahun ke-t (orang) PTB t = penyerapan kerja sub sektor perbankkan tahun ke-t(orang) PTJ t = penyerapan kerja sub sektor jasa tahun ke-t (orang) PTT t = total penyerapan kerja sektor tersier tahun ke-t (orang) TPTJ t = total penyerapan kerja Jakarta tahun ke-t (orang) PTPRI = penyerapan kerja sektor primer tahun ke-t (orang) PTSEK = penyerapan kerja sektor sekunder tahun ke-t (orang) PDBPR t-1 = produk domestik regional bruto sub sektor perdagangan pada tahun lalu (milyar rupiah) PDBAR t-1 = produk domestik regional bruto sub sektor angkutan pada tahun lalu (milyar rupiah). PDBJR t = produk domestik regional bruto sub sektor jasa pada tahun ke-t (milyar rupiah) T = tren waktu (1,2,3...20) PTP t-1 = penyerapan tenaga kerja sub sektor perdagangan tahun lalu (orang) PTA t-1 = penyerapan tenaga kerja sub sektor angkutan tahun lalu (orang) PTB t-1 = penyerapan tenaga kerja sub sektor perbankkan tahun lalu (orang) PTJ t-1 = penyerapan tenaga kerja sub sektor jasa tahun lalu (orang) UPPR t = upah sub sektor perdagangan tahun ke-t (Rp/bulan) UPAR t = upah sub sektor angkutan tahun ke-t (Rp/bulan) UPBR t = upah sub sektor perbankkan tahun ke-t (Rp/bulan) UPJR t = upah sub sektor jasa tahun ke-t (Rp/bulan) UPPR t-1 = upah sub sektor perdagangan tahun lalu (Rp/bulan) UPBR t-1 = upah sub sektor perbankkan tahun lalu (Rp/bulan) UMRJR t = upah minimum regional Jakarta tahun ke-t (Rp/bulan) INF t = tingkat inflasi di Jakarta tahun ke-t (persen) TPTJ t = total penyerapan kerja Jakarta tahun ke-t (orang) TPTJ t-1 = total penyerapan kerja Jakarta tahun lalu (orang) PNG t = tingkat pengangguran tahun ke-t (orang) IP t = investasi sub sektor perdagangan tahun ke-t (milyar rupiah) IA t = investasi sub sektor angkutan tahun ke-t (milyar rupiah) IB t = investasi sub sektor perbankkan tahun ke-t (milyar rupiah) IJ t = investasi sub sektor jasa tahun ke-t (milyar rupiah) IJ t-1 = investasi sub sektor jasa tahun lalu (milyar rupiah) PDR t = pajak daerah provinsi DKI Jakarta tahun ke-t (milyar rupiah) 128

17 Malau, Peranan Tenaga Kerja Sektor Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto SBKR t SBKR t-1 SBIR t SBIR t-1 PDRBT t PDBRT t-1 PDBPR t PDBAR t PDBBR t PDBJR t EXPR t-1 EXAR t EXBR t-1 EXJR t PDRBT t IP t-1 IA t-1 IB t-1 IJ t-1 = suku bunga kredit perbangkan tahun ke-t (persen) = suku bunga kredit perbangkan tahun lalu (persen) = sertifikat bank indonesia tahun ke-t (persen) = sertifikat bank indonesia tahun lalu (persen) = total produk domestik regional bruto DKI Jakarta ( milyar rupiah) = total produk domestik regional bruto provinsi DKI Jakarta tahun lalu (milyar rupiah) = produk domestik regional bruto sub sektor perdagangan Provinsi DKI Jakarta tahun ke-t (milyar rupiah) = produk domestik regional bruto sub sektor angkutan Provinsi DKI Jakarta tahun ke-t (milyar rupiah) = produk domestik regional bruto sub sektor perbankkan Provinsi DKI Jakarta tahun ke-t (milyar rupiah) = produk domestik regional bruto sub sektor jasa Provinsi DKI Jakarta tahun ke-t (milyar rupiah) = pengeluaran pembangunan Provinsi DKI Jakarta sub sektor perdagangan tahun lalu (milyar rupiah) = pengeluaran pembangunan Provinsi DKI Jakarta sub sektor angkutan tahun ke-t (milyar rupiah) = pengeluaran pembangunan Provinsi DKI Jakarta sub sektor perbankkan tahun lalu (milyar rupiah) = pengeluaran pembangunan Provinsi DKI Jakarta sub sektor jasa tahun ke-t (milyar rupiah) = total produk domestik regional bruto sektor tersier tahun ke-t (milyar rupiah) = investasi sub sektor perdagangan tahun lalu (milyar rupiah) = investasi sub sektor angkutan tahun lalu (milyar rupiah) = investasi sub sektor perbangkan tahun lalu (milyar rupiah) = investasi sub sektor jasa tahun lalu (milyar rupiah) 129

DAMPAK TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,PAJAK, INVESTASI, DAN UPAH DI KOTA BATAM

DAMPAK TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,PAJAK, INVESTASI, DAN UPAH DI KOTA BATAM DAMPAK TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,PAJAK, INVESTASI, DAN UPAH DI KOTA BATAM Albert Gamot Malau (Albert@ut.ac.id) Program Studi Agribisnis - Universitas Terbuka

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI PROPINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI PROPINSI SUMATERA UTARA ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS Oleh : AZWIR SINAGA 017018016 / IEP PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2005 RINGKASAN ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pool data 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah selama periode 1995-2005. Data sekunder yang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy ABSTRACT SAFRIDA. The Impact of Migration Policy on Labor Market and Indonesian Economy (BONAR M. SINAGA as Chairman, HERMANTO SIREGAR and HARIANTO as Members of the Advisory Committee) The problem of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan memperhatikan tingkat

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH. Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH. Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PADA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI ACEH Sofyan*, Elvira Iskandar*, Zakia Izzati** ABSTRACT Agriculture is a leading sector in Aceh economy, showed

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Moneter Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja moneter difokuskan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti,

BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dan perjalanan ekonomi pada masa ini sangat dan kompetitif baik dalam tingkat nasional maupun antar daerah. Hal ini terjadi karena dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME NUSA TENGGARA BARAT DALAM ANGKA 2013 NUSA TENGGARA BARAT IN FIGURES 2013 Pendapatan Regional/ BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

Pendapatan Regional/ Regional Income

Pendapatan Regional/ Regional Income Nusa Tenggara Barat in Figures 2012 559 560 Nusa Tenggara in Figures 2012 BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA

DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA 233 IX. DAMPAK FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP KINERJA EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PLASMA Secara teoritis kinerja ekonomi rumahtangga petani dipengaruhi oleh perilaku rumahtangga dalam kegiatan produksi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII,

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Undang-undang ketenagakerjaan era otda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI KABUPATEN NGAWI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI KABUPATEN NGAWI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI KABUPATEN NGAWI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi suatu Negara secara umum beroreintasi pada pertumbuhan (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan

BAB V PENUTUP. penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan BAB V PENUTUP Sebagai penutup dari skripsi ini, akan disajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kemudian, akan disampaikan pula saran yang didasarkan pada hasil kesimpulan.

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH UPAH DAN PENGANGGURAN TERHADAP JUMLAH PENCARI KERJA DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH UPAH DAN PENGANGGURAN TERHADAP JUMLAH PENCARI KERJA DI INDONESIA Journal JOURNAL Of Economic OF ECONOMIC Management MANAGEMENT & Business - Vol. 14, & No. BUSINESS 4, Oktober 2013 385 Volume 14, Nomor 4, Oktober 2013 ISSN: 1412 968X Hal. 385-390 ANALISIS PENGARUH UPAH

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA USAHA TANI SAWAH DI PROVINSI ACEH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA USAHA TANI SAWAH DI PROVINSI ACEH ISSN 2302-0172 10 Pages pp. 27-36 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA USAHA TANI SAWAH DI PROVINSI ACEH Fauzul Halim ZI 1), Abubakar Hamzah 2), Sofyan 3) 1) Mahasiswa Magister Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang isi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Jawa Barat, yaitu Dengan Iman dan Taqwa Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 26 ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai sasaran tersebut maka pemerintah

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, UPAH MINIMUM, DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, UPAH MINIMUM, DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (Tannia Octasari) 495 PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, UPAH MINIMUM, DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2009-2013 THE EFFECT OF ECONOMIC

Lebih terperinci

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA Universitas Muria Kudus, Gondangmanis Bae, Po Box 53, Kudus 59352 Email: zainuri.umk@gmail.com Abstract The economic structure of Jepara regency shown

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Abstrak. Abstract. Pendahuluan Ryan Z., Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan Kerja dan... 187 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan Kerja dan Upah Minimum Regional Terhadap Pengangguran Terdidik di

Lebih terperinci

PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN EKSPOR ADOLF BASTIAN HEATUBUN

PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN EKSPOR ADOLF BASTIAN HEATUBUN PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN EKSPOR ADOLF BASTIAN HEATUBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Lapeti Sari Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan antara lain adalah: memberikan gambaran tentang persediaan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI KOTA BOGOR PERIODE

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI KOTA BOGOR PERIODE ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI KOTA BOGOR PERIODE 1990-2011 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG CHAPTER XV REGIONAL COMPARISON Penjelasan Teknis Technical Notes 1. Sumber data yang digunakan dalam bab ini terutama berasal Badan Pusat Statistik baik yang diperoleh dari publikasi maupun situs internet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di dasari oleh dua indikator ekonomi makro yaitu tingkat bunga (BI Rate) dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang melambat ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

Role of Financial Service and Insurance Sector in Riau Province s Economy

Role of Financial Service and Insurance Sector in Riau Province s Economy 48 Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol.9, November 2016, 48-57 Jurnal Politeknik Caltex Riau http://jurnal.pcr.ac.id Role of Financial Service and Insurance Sector in Riau Province s Economy Adhitya

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT AGRISE Volume XV No. 2 Bulan Mei 2015 ISSN: 1412-1425 ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT (PERFORMANCE ANALYSIS OF AGRICULTURAL SECTOR IN REGION DEVELOPMENT

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh : Mahdi, Hasdi Aimon, Efrizal Syofyan ABSTRACT

PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh : Mahdi, Hasdi Aimon, Efrizal Syofyan ABSTRACT PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh : Mahdi, Hasdi Aimon, Efrizal Syofyan ABSTRACT This study aims to analyze and determine the effect of: (1) government

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT Data untuk membangun model ekonomi sebagaimana diuraikan pada Bab IV dianalisis untuk mendapatkan konfirmasi mengenai kualitas model yang dibangun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

M. Yamin (Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian FP. UNSRI) ABSTRAK

M. Yamin (Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian FP. UNSRI) ABSTRAK ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENINGKATAN LAPANGAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN (Analysis of Influence of Agricultural Development to Income Distribution

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil daerah Kota Malang. Hal ini dikarenakan Kota Malang merupakan salah satu propinsi yang memiliki sumbangan potensi cukup besar bagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kenaikan output yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di berbagai daerah dan di segala bidang. Pembangunan ini sendiri bertujuan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2)

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2) ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA WANITA INDUSTRI KECIL KAIN TENUN IKAT DI KELURAHAN BANDAR KIDUL KOTA KEDIRI DALAM RANGKA MENGHADAPI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Kasirotur Rohmah 1), Hastuti 2), dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

JURNAL TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA RATIH MAWARNI AMIN. Dosen Pembimbing :

JURNAL TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA RATIH MAWARNI AMIN. Dosen Pembimbing : JURNAL TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA RATIH MAWARNI AMIN 100 314 035 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Oktavianus Porajow, MS 2. Dr. Ir. Charles R. Ngangi, MS 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi disamping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan dan stabilitas. Indikator

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME BAB IX PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER IX REGIONAL INCOME Struktur Ekonomi. 9.1.

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME BAB IX PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER IX REGIONAL INCOME Struktur Ekonomi. 9.1. BAB IX PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER IX 9.1. Struktur Ekonomi 9.1. Economy Structure Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah indikator utama perekonomian di suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Makro Ekonomi Disusun oleh: Nama : Nida Usanah Prodi : Pendidikan Akuntansi B NIM : 7101413170 JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari negara yang bersangkutan. Begitu juga dengan negara

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci