IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN GEN FUNGSIONAL ISOLAT DARI TANAH SAWAH DAN GAMBUT RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN GEN FUNGSIONAL ISOLAT DARI TANAH SAWAH DAN GAMBUT RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN GEN FUNGSIONAL ISOLAT DARI TANAH SAWAH DAN GAMBUT RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Bakteri Pengoksidasi Metana dan Gen Fungsional Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Rizka Oktarianti Ainun Jariah NIM G *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

4 ABSTRAK RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH. Identifikasi Bakteri Pengoksidasi Metana dan Gen Fungsional Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan I MADE SUDIANA. Gas metana merupakan salah satu gas penyebab pemanasan global. Bakteri metanotrof menggunakan gas metan sebagai sumber karbonnya, sehingga dapat berperan penting dalam penurunan gas metan di atmosfer. Penelitian ini bertujuan mengisolasi mikroba yang dapat mengoksidasi metana dan mengidentifikasi gen pengoksidasi gas metan. Tujuh isolat bakteri metanotrof (AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7) di isolasi dari tanah sawah dan tanah gambut melalui teknik pengayaan dengan media NMS (nitrate mineral salts) yang ditambahkan gas metana. Ketujuh isolat mampu menghabiskan 15 ml gas metan pada minggu ke-3 inkubasi dengan rata-rata konsumsi metana 0,7 ml per hari. Identifikasi gen yang mengkodekan enzim metan monooksigenase (pmoa) menggunakan dua primer yaitu 189f - 682r dan 189f - 650r menunjukkan AM1, AM2, AM4, AM5, dan AM6 memiliki gen pmoa. Identifikasi untuk gen mxaf (metanol dehidrogenase) yang dilakukan menunjukkan semua isolat mempunyai gen mxaf. Hasil perunutan DNA gen 16S rrna dan analisis blast menunjukkan enam isolat masuk ke dalam genus Methylocystis dan satu isolat masuk ke dalam genus Mesorhizobium. Analisis filogenetik menunjukkan isolat metanotrof yang di isolasi merupakan spesies baru. Kata kunci: gen pmoa, gen mxaf, Methylocystis, Mesorhizobium. ABSTRACT RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH. Identification of Methane Oxidizing Bacteria and Functional Gene in Rice Field and Wet Land Isolates. Supervised by SYAMSUL FALAH and I MADE SUDIANA. Methane is one of green house gases. Methanotrophic bacteria can use methane as their carbon sources, therefore this bacteria has important role to reduce methane emission from soil and wet land. This research aim to isolate methane oxidizing bacteria and identify genes responsible for methane oxidation. Seven isolates of methanotrophic bacterias (AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7) were isolated from rice field and wet land through sub-culture in NMS (nitrate mineral salts) added by methane gases method. All of isolates could use 15 ml of methane gases at the third weeks of incubation and 0,7 ml per day in average. Identification of methane monooxygenase (pmoa) gene used two sets primer, 189f - 682r and 189f - 650r. The results showed isolates AM1, AM2, AM4, AM5, and AM6 had pmoa genes. All of the isolates also had functional methanol dehydrogenase (mxaf) gene. The result of 16S rrna and blast analysis confirmed that six isolates were identified as Methylocystis and one isolate was Mesorhizobium. Phylogenetic analysis shows all strains would be novel species. Keywords: Methylocystis, Mesorhizobium, mxaf gene, pmoa gene.

5 IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN GEN FUNGSIONAL ISOLAT DARI TANAH SAWAH DAN GAMBUT RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul skripsi : Identifikasi Bakteri Pengoksidasi Metana dan Gen Fungsional Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut Nama : Rizka Oktarianti Ainun Jariah NIM : G Disetujui oleh Dr Syamsul Falah, SHut Msi Pembimbing II Prof Dr I Made Sudiana MSc Pembimbing II Diketahui Dr I Made Artika, MappSc Ketua Departemen Tanggal lulus :

8 PRAKATA Bismillahirrahmaanirrahiim Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah Identifikasi Bakteri Pengoksidasi Metana dan Gen Fungsional Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Syamsul Falah, SHut, MSi dan Bapak Prof Dr I Made Sudiana, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan saran selama masa penelitian dan penulisan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mbak Senlie, Mbak Tutus, Mbak Anis beserta seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi LIPI yang telah banyak membantu dan membimbing selama masa penelitian. Secara khusus ucapan terima kasih penulisan sampaikan untuk Ayah Agus Salim dan Ibu Saptini Darmaningrum atas doa dan dorongan semangat untuk penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kakak Amylila MP, Adik Fitratillahilhanif, Afina, Jarvis, Biokimia 47 dan teman-teman BEM KM IPB 2013 untuk segala doa, kasih sayang, dan dukungannya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu Biokimia. Bogor, Juli 2014 Rizka Oktarianti Ainun Jariah

9 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 METODE 2 Bahan dan Alat 2 Metode Penelitian 3 Isolasi Bakteri Metanotrof 3 Pengukuran Aktivitas Oksidasi Bakteri 3 Pewarnaan Gram Bakteri 3 Isolasi DNA Menggunakan Nippon Gene Kit 3 Elektroforesis Gel Agarose 4 Amplifikasi DNA Primer 16S Ribosomal RNA 4 Amplifikasi DNA gen pmoa 5 Amplifikasi DNA gen mxaf 5 Perunutan DNA dan Analisis Bioinformatika 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Hasil 6 Isolasi Bakteri Metanotrof 6 Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof 7 Pewarnaan Gram Bakteri 8 Amplikon Gen 16S Ribosomal RNA 9 Amplikon Gen pmoa primer 189f-682R 9 Amplikon Gen pmoa primer 189f-650r 10 Amplikon Gen mxaf 11 Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika 11 Pembahasan 14 Isolasi Bakteri pada Media NMS 14 Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof 14 Pewarnaan Gram Bakteri Metanotrof 16 Amplikon Gen 16S rrna 16 Amplifikon Gen pmoa 17 Amplikon Gen mxaf 18 Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika 18 SIMPULAN DAN SARAN 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 23

10 DAFTAR GAMBAR 1 Pertumbuhan bakteri pada media NMS padat 6 2 Uji aktivitas oksidasi bakteri metanotrof isolat murni 7 3 Penampakan mikroskopis isolat metanotrof perbesaran 400x 8 4 Elektroforegram amplikon gen 16S rrna 9 5 Elektroforegram amplikon gen pmoa primer 189f - 682r 10 6 Elektroforegram amplikon gen pmoa primer 189f - 650r 10 7 Elektroforegram amplikon gen mxaf 11 8 Pohon filogeni sekuen 16S RNA ribosomal 13 9 Jalur metabolisme metanotrof Jalur metabolisme formaldehid 15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Alur Penelitian 22 2 Isolat-isolat bakteri metanotrof yang digunakan 23 3 Hasil pengukuran aktivitas oksidasi metana 23 4 Konsentrasi DNA isolat 24 5 Sekuens primer yang digunakan 25 6 Hasil perunutan DNA 26 7 Tabel singkat hasil penelitian 29

11 PENDAHULUAN Gas metana (CH4) merupakan salah satu gas yang menyebabkan pemanasan global. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change, gas metana menempati urutan kedua setelah karbon dioksida yang mempengaruhi pemanasan global. Gas CH4 dapat menyerap radiasi inframerah 25 kali lebih efektif jika dibandingkan dengan CO2. Emisi energi radiasi yang diserap tersebut menyebabkan pemanasan global. Sebagian besar emisi metan ke atmosfer berasal dari lahan sawah (IPCC 2007). Emisi gas metan dari tanah sawah ataupun tanah basah adalah hasil dari reaksi antagonis antara bakteri metanogen dan metanotrof. Suasana anaerob pada bagian bawah sedimen sawah merupakan habitat yang sesuai untuk bakteri penghasil metan (metanogen). Bakteri metanogen menggunakan CO2, metil, dan asetat sebagai sumber karbon yang kemudian diubah menjadi metan melalui proses metanogenesis (Dubey 2005). Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa emisi gas metana dari tanah sawah melibatkan berbagai proses, yaitu hidrolisis senyawa polisakarida menjadi gula sederhana dan biokonversi monosakarida menjadi senyawa organik terutama asam asetat dan karbondioksida pada kondisi anaerobik. Kedua senyawa terakhir akan ditransformasikan menjadi gas metana. Sebaliknya, pada permukaan sedimen terdapat oksigen terlarut sehingga sesuai untuk pertumbuhan bakteri metanotrof (Mer & Roger 2001). Bakteri metanotrof merupakan bakteri gram negatif yang menggunakan metan sebagai sumber karbonnya serta dapat hidup pada kondisi aerob ataupun anaerob. Bakteri ini dapat ditemukan secara alami pada tanah sawah, tanah padang rumput, sedimen, lautan, sungai, aliran sungai, dan limbah lumpur (Willey 2011). Enzim yang memegang peranan penting dalam jalur metabolisme bakteri metanotrof adalah enzim metan monooksigenase (MMO) yang mempercepat reaksi oksidasi metan menjadi metanol. Dua jenis enzim MMO adalah pmmo (particulate MMO) dan smmo (soluble MMO), namun enzim pmmo yang mendominasi proses metabolisme bakteri metanotrof Berdasarkan jalur metabolismenya, bakteri metanotorof terbagi menjadi tipe I, tipe II, dan tipe X. Tipe I meliputi sub klas Gammaproteobacteria dan tipe II meliputi subklas Alphaproteobacteria. Bakteri pengguna gas metana yang termasuk tipe I menggunakan ribulosa monofosfat (RuMP) sebagai jalur metabolisme utama dalam asimilasi formaldehid. Beberapa bakteri pengguna metan yang termasuk di dalamnya adalah genus Methylococcus, Methylomicrobium, Methylobacter, dan Methylomonas. Bakteri metanotrofik yang termasuk tipe II menggunakan jalur metabolisme serin dalam asimilasi formaldehid. Beberapa bakteri pengguna metan yang termasuk di dalamnya adalah genus Methylocystis dan Methylosinus (Knief et al. 2003). Menurut Chistoserdova et al. (2005), bakteri metanotrofik yang termasuk tipe X dapat menggunakan jalur metabolisme RuMP ataupun jalur metabolisme serin untuk asimilasi formaldehid. Bakteri yang termasuk ke dalam tipe X adalah strain anggota genus bakteri Methylococcus. Selain ketiga tipe tersebut, Lucas et al. (2009) menyatakan bahwa terdapat bakteri genus Ralstonia yang mempunyai enzim metan monooksigenase yang berperan penting dalam oksidasi gas metana menjadi metanol.

12 2 Penelitian mengenai bakteri metanotrof terus dilakukan untuk mengetahui keragaman bakteri metanotrof yang ada di alam dan mengembangkan potensi bakteri metanotrof sebagai bakteri yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi metan. Penelitian ini menggunakan tujuh sampel konsorsium yang berasal dari tanah sawah dan gambut. Sebelumnya telah dilakukan penapisan terhadap 25 sampel yang ada di laboratorium Mikrobiologi LIPI melalui uji aktivitas gas metan dan diambil tujuh sampel yang absorpsi gas metannya paling baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri metanotrof dari konsorsium yang di ambil dari tanah di beberapa daerah di Indonesia, mengidentifikasi gen fungsional serta mengukur kemampuan oksidasi dari bakteri tersebut. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui strain bakteri metanotrof, sehingga kajian karakteristiknya dapat diaplikasikan dalam pengembangan solusi alternatif penuruan gas metana. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2013 hingga bulan April 2014 di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Biologi bidang Mikrobiologi, Cibinong-Jawa Barat. METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah isolat bakteri metanotrof berasal dari Tanah Sawah dan Tanah Gambut yang telah tersedia di Laboratorium Fisiologi Mikrobiologi LIPI, Cibinong. Sampel diberi kode AM1 (komposit dari tanah sawah di daerah Bogor, AM2 (tanah sawah Kampung Muara, Bogor), AM3 (tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah), AM4 (tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah), AM5 (tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah), AM6 (tanah sawah Teluk Naga, Tangerang), dan AM7 (tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah). Media selektif yang digunakan ialah nitrate mineral salts (NMS) dengan komposisi media : MgSO4.7H2O 0,13 g, NaNO3 1,3 g, Na2HPO4.12H2O 0,65 g, KH2PO4 0,286 g, CaCl2.6H2O 0,039 g, FeSO4.H2O 2,6 mg, trace element solution (bentuk larutan) 1,3 ml. Nippon gene DNA extraction kit, buffer TE atau ddh2 O, agarosa Takara, noble agar, TAE 1X, EtBr, loading buffer, nuclease free water, DMSO, primer forward, primer reverse, Taq polymerase, dan gas metana murni. Alat yang digunakan adalah botol dengan tutup karet kedap udara, mesin GC-MS, laminar air flow cabinet syringe, autoklaf, mikropipet, tip, eppendorf, sentrifus Hitachi CR-21F, sel elektroforesis Biorad Mini Protean, mesin PCR takara, mesin PCR aztec, nanodrop, lampu UV dan peralatan gelas

13 3 Metode Penelitian Isolasi Bakteri Metanotrof (Asakawa et al. 2012) Isolasi bakteri metanotrof dilakukan dengan metode pengayaan menggunakan media NMS (Hanson 1998). Sebanyak 0,2 ml kultur yang belum murni dimasukkan ke dalam 10 ml media NMS ke dalam botol serum 75 ml yang ditutup sumbat karet dan penutup alminium lalu di press kemudian diisi dengan gas metan dengan konsentrasi 20% (v/v). Sampel diinkubasi pada suhu 30 C dengan mesin pengocok selama 3-4 minggu. Proses sub kultur diulang hingga tiga kali. Isolasi ke medium NMS agar dari masing-masing kultur cair umur 21 hari dengan metode streak plate. Semua petri dimasukkan ke dalam anaerobic jar dengan penambahan gas metan sampai tekanan dalam anaerobic jar 5 bar setiap harinya. Pertumbuhan koloni bakteri pada NMS agar dapat diamati setelah 21 hari. Koloni bakteri yang tumbuh diinokulasikan kembali pada medium NMS. Selama inkubasi, kultur di injeksi gas metana 20 cc. Seleksi bakteri metanotrofik dilakukan berdasarkan kemampuan tumbuh pada medium NMS cair (tingkat kekeruhan medium). Pengukuran Aktivitas Oksidasi Bakteri (Octaviana 2010) Aktivitas oksidasi diukur pada minggu-1, minggu-2, dan minggu-3 masa inkubasi. Laju oksidasi gas metana diukur dengan metode kromatografi gas, dengan jenis detektor Flame Ion Detector (FID), suhu detektor 170 C, suhu injektor 170 C dan suhu kolom 170 C. Udara (100 mg/l) dalam tabung anaerobik diambil sebanyak 50 μl, menggunakan syringe khusus dan diinjeksikan ke alat kromatografi gas. Hasil kromatografi gas yang muncul (khusus metana) setelah kurang lebih 3 menit operasional, waktu retensi metana adalah sekitar 0,3-0,4 detik. Luas puncak kromatogram sampel yang terbentuk saat waktu retensi dibandingkan dengan luas puncak kromatogram standar gas metan murni sehingga didapatkan konsentrasi gas dalam satuan persen (%). Pewarnaan Gram Bakteri (Lay 1994) Isolat bakteri metanotrof digoreskan tipis pada kaca objek, diratakan dengan air destilata dan difiksasi di atas api. Preparat ditetesi pewarna kristal violet 30 detik, dibilas dengan air (bakteri berwarna biru), ditetesi larutan lugol 30 detik, dibilas dengan air, ditetesi larutan pemucat (alkohol 70%) detik, dibilas dengan air, ditetesi pewarna safranin 15 detik, dibilas dengan air, dan dikeringkan dengan kertas saring. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran hingga 400x. Penampakan sel berwarna ungu menunjukkan bakteri merupakan Gram positif dan penampakan sel berwarna merah menunjukkan bakteri merupakan Gram negatif. Isolasi DNA Menggunakan Nippon Gene Kit (Meis & Chen 2003) Sebanyak 0,5 ml sampel air tanah dimasukkan kedalam beads tube kemudian ditambahkan 950 µl lysis solution BB dan lysis solution 20s kemudian sampel dimasukkan kedalam beads beating pada 5500 rpm selama 45 detik. Setelah itu, sampel di sentrifus pada g selama 1 menit pada temperatur

14 4 ruangan. Supernatan diambil dan dipindahkan 600 µl ke tube eppendorf yang baru kemudian ditambahkan 400 µl purification solution dan dicampur, ditambahkan 600 µl kloroform dan dikocok menggunakan vortex selama 15 menit setelah itu di sentrifus pada kecepatan g selama 15 menit. Lapisan air sebanyak 800 µl dipindahkan ke eppendorf baru, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati agar lapisan tengah larutan tidak terbawa. Sampel kemudian ditambahkan 800 µl precipitation solution kemudian dicampur dan di sentrifus pada kecepatan g selama 15 menit pada suhu 4 C. Supernatan dibuang dan pelet ditambah 1 ml wash solution dikocok beberapa kali kemudian di sentrifus dengan kecepatan g selama 10 menit pada suhu 4 C. Buang supernatan dan pelet ditambah 1 ml etanol 70% dan dikocok beberapa kali, supernatan dibuang, pelet dikeringkan dan dilarutkan dalam buffer TE (ph 8,0) 100 µl. Pengukuran konsentrasi DNA dilakuakn menggunakan mesin Nanodrop ND 1000 thermo. Elektroforesis Gel Agarose (Octaviana 2010) Pembuatan Gel Agarosa 1,5%. Sebanyak 0,45 gram agarosa Takara ditambah dengan 30 ml TAE 1X, lalu dipanaskan hingga larut. Setelah larut dengan sempurna, larutan tersebut dituang ke dalam cetakan yang dilengkapi dengan sisir. Campuran tersebut didiamkan selama kira-kira 30 menit sampai gel tersebut benar-benar beku. Gel tersebut kemudian dimasukkan dalam alat elektroforesis dan direndam dengan bufer TAE 1X. Elektroforesis Gel Agarosa. Sebanyak 1 sampai 2 μl sampel DNA dicampurkan dengan 1 μl loading buffer di atas parafilm dengan menggunakan mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam sumur elektroforesis. Setelah elektroforesis selesai, gel dikeluarkan dari alat elektroforesis kemudian direndam di dalam larutan EtBr selama 30 menit. Setelah direndam, gel dilihat dengan bantuan alat Gel Doc. Profil DNA yang terlihat kemudian disimpan dalam perangkat dokumentasi gel (gel-documentation). Perangkat dokumentasi gel adalah alat yang terdiri atas kotak berbahan metal tempat penyinaran sinar UV yang dihubungkan dengan kamera digital. Kamera digital tersebut terpasang pada komputer atau laptop yang sudah terdapat software yang dapat menyimpan fotografi dari hasil elektroforeis. Dokumentasi gel berfungsi untuk mengambil foto gel hasil elektroforesis kemudian menyimpannya dalam bentuk data fotografi yang dapat dicetak. Pita yang terlihat dibandingkan dengan marker untuk menentukan ukuran basa DNA. Amplifikasi DNA Primer 16S Ribosomal RNA (Henckel et al. 2000) Sebanyak 1 sampai 3 μl DNA yang telah diisolasi dilarutkan dalam campuran Taq polymerase sebanyak 12,5 μl, 9 μl nuclease free water, dan 0,5 μl DMSO kemudian ditambahkan masing-masing 0,5 μl primer 9F dan primer 1541 R. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR Takara diawali dengan dengan pradenaturasi pada suhu 95 o C selama 1 menit. Kemudian dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 95 o C selama 30 detik, penempelan primer pada 50 o C selama 30 detik, dan suhu pemanjangan 72 o C selama 1 menit 30 detik. Program ini dilakukan sebanyak 30 siklus. Proses PCR diakhiri dengan pemanjangan akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit. Hasil amplifikasi diverifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 1,5% dengan tegangan 90 volt selama ± 30

15 menit. Pita DNA yang terbentuk dibandingkan dengan marker untuk menentukan ukuran basanya. Ukuran DNA target yang diharapkan adalah 1500 bp. Amplifikasi DNA gen pmoa (Asakawa et al ; Bourne 2001) Proses amplifikasi gen pmoa menggunakan dua macam primer yaitu 189f 682R dan 189f 650R. Sebanyak 1 sampai 3 μl DNA yang telah di isolasi dilarutkan dalam campuran Taq polymerase sebanyak 12,5 μl, 9 μl nuclease free water, dan 0,5 μl DMSO kemudian ditambahkan masing-masing 0,5 μl primer forward dan primer reverse. Primer 189f 682R menggunakan mesin Aztec diawali dengan pradenaturasi pada suhu 96 o C selama 2 menit. Kemudian dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 96 o C selama 30 detik, penempelan primer pada 56 o C selama 1 menit, dan suhu pemanjangan 72 o C selama 2 menit. Program ini dilakukan sebanyak 35 siklus. Ukuran DNA yang diharapkan dari proses ini adalah 500 bp. Proses PCR diakhiri dengan pemanjangan akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit. Sementara itu, primer 189f 650R, siklus diawali dengan pradenaturasi pada suhu 96 o C selama 5 menit, dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 96 o C selama 1 menit, penempelan primer pada 56 o C selama 1 menit, dan suhu pemanjangan 72 o C selama 1 menit. Siklus diulang sebanyak 45 kali dan diakhiri dengan pemanjangan akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit. Ukuran DNA yang diharapkan dari proses ini adalah 500 bp Hasil amplifikasi diverifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 1,5% dengan tegangan 90 volt selama ± 30 menit. Pita DNA yang terbentuk dibandingkan dengan marker untuk menentukan ukuran basanya. Amplifikasi DNA gen mxaf (Henckel et al. 2000) Sebanyak 1 sampai 3 μl DNA yang telah diisolasi dilarutkan dalam campuran Taq polymerase sebanyak 12,5 μl, 9 μl nuclease free water, dan 0,5 μl DMSO kemudian ditambahkan masing-masing 0,5 μl primer 1001F (5 GCGGCACCAACTGGGGCTGGTCGCCCGCCGCGCCCCGCGCCCGTCC CGCCGCCCCCGCCCG-3 ) dan primer 1557R (5 GGGCAGCATGAAG GGCTCCC-3 ) menggunakan mesin Aztec diawali dengan pradenaturasi pada suhu 96 o C selama 5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 96 o C selama 30 detik, penempelan primer pada 55 o C selama 40 detik, dan suhu pemanjangan 72 o C selama 50 detik. Program ini dilakukan sebanyak 38 siklus. Proses PCR diakhiri dengan pemanjangan akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit. Hasil amplifikasi diverifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 1% dengan tegangan 90 volt selama ± 30 menit. Pita DNA yang terbentuk dibandingkan dengan marker untuk menentukan ukuran basanya. Ukuran DNA yang diharapkan adalah 550 bp. Perunutan DNA dan Analisis Bioinformatika (Nei &Kumar 2000; Swofford & Sullivan 2009) Hasil amplifikasi 16S ribosomal RNA yang telah di verifikasi melalui proses elektroforesis kemudian di proses untuk perunutan nukleotida. Perunutan nukleotida pada DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan menggunakan jasa perusahan analisis molekular yang berada di Korea. Setelah didapatkan hasil sekuensing dari primer reverse dan forward, dilakukan proses contig menggunakan software BioEdit untuk menggabungkan sekuens reverse dan 5

16 6 forward. Hasil penggabungan sekuens lalu dibandingkan dengan data sekuen yang terdapat pada GenBank menggunakan program BLAST-N (Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotida) dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information) untuk mengetahui tingkat kemiripan dengan database. Analisis selanjutnya adalah pembuatan pohon filogeni Pembuatan pohon filogeni dimulai dengan mencari data fasta gen 16S rrna seluruh tipe isolat bakteri metanotrofik di gene bank selanjutnya seluruh hasil fasta tersebut di gabung dengan data sekuen hasil sekuensing gen 16S rrna isolat uji dan dilakukan alignment dengan program MEGA 5. Selanjutnya, di cari model rekonstruksi pohon filogeni dibuat dengan memakai algoritma Neighbor-Joining HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi Bakteri Metanotrof Tujuh isolat yang telah diseleksi kemudian dimurnikan sebanyak tiga kali di media NMS cair. Kemurnian isolat diindikasikan dengan kemampuan absorbsi maksimal 15 ml gas metan selama 3 minggu. Isolat murni didapatkan setelah pengulangan proses pemurnian di NMS cair sebanyak tiga kali. Kultur murni dari media NMS cair ditumbuhkan pada media NMS padat kemudian diletakkan di dalam anaerobic jar dan diisi gas metan murni (Gambar 1). Bakteri metanotrof termasuk ke dalam kriteria slow growing bacteria karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh, yaitu sekitar 3 minggu inkubasi. Kadar gas metan murni di dalam anaerobic jar habis pada minggu ketiga. a b AM1 c AM2 AM3 AM4 d e f AM5 AM6 AM7 g Gambar 1 Pertumbuhan bakteri pada media NMS padat. (a) koloni AM1 berwarna merah, masa sel banyak (b) koloni AM2 berwarna putih, masa sel banyak (c) koloni AM3 berwarna putih, masa sel sangat sedikit (d) koloni AM4 berwarna putih, masa sel sangat sedikit (e) koloni AM5 berwarna putih, masa sel sangat sedikit (f) koloni AM6 berwarna putih, masa sel banyak (g) koloni AM7 berwarna putih, masa sel sangat sedikit.

17 Setelah 3 minggu, bakteri metanotrof pada masing-masing sampel dapat tumbuh namun dengan masa bakteri dan karakteristik koloni yang berbeda-beda. Sampel AM1 memiliki masa koloni yang sangat banyak dan koloni berwarna kemerahan. Sampel AM2 tumbuh dengan masa koloni yang cukup banyak dan memiliki warna koloni putih Sampel AM6 memiliki masa koloni yang banyak, berwarna putih, berbentuk bulat kecil yang terpisah-pisah. Sementara itu, sampel AM3, AM4, AM5, dan AM7 juga tumbuh pada media padat namun dengan masa yang sangat sedikit, koloni yang terbentuk berwarna putih, terpisah-pisah dan berbentuk bulat. Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof Sampel AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7 dimurnikan ke media NMS dan ditambahkan gas metan murni sebanyak 20% v/v atau sekitar 15 ml dari volume botol. Proses pemurinan isolat dilakukan sebanyak tiga kali. Konfirmasi kemurnian isolat dilakukan melalui pengamatan kultur dan pengukuran gas metan secara rutin setiap minggu. Pertumbuhan bakteri metanotrof dapat dilihat dari kekeruhan media. Kadar gas metana pada sampel diukur setiap minggu menggunakan mesin kromatografi gas FID untuk mengetahui aktivitas oksidasi bakteri metanotrof. Waktu retensi untuk mendeteksi gas metan adalah 0,3 hingga 0,4 detik. Berdasarkan hasil penelitian, semua sampel menunjukkan penurunan gas metan setiap minggu dan kadar gas metan mendekati nol pada minggu ketiga inkubasi. Isolat yang paling cepat menggunakan gas metan adalah AM4, AM6, dan AM7 (Gambar 2). Berdasarkan hasil perhitungan, kadar gas metan rata-rata setiap isolat dapat menggunakan gas metan 0,7 ml dalam sehari dan konsumsi gas metan sebanyak 15 ml habis dalam waktu 3 minggu. Peningkatan konsumsi gas metan yang meningkat setiap minggu juga mengindikasikan pertumbuhan bakteri metanotrof yang meningkat setiap minggunya Kadar Gas Metan (%) Hari ke- Gambar 2 Uji aktivitas oksidasi bakteri metanotrof isolat murni. Kontrol AM1 (komposit sawah), AM2 (tanah sawah), AM3 (tanah gambut), AM4 (tanah gambut), AM5 (tanah gambut), AM6 (tanah sawah), AM7 (tanah gambut).

18 8 Pewarnaan Gram Bakteri Hasil pewarnaan gram bakteri yang diamati menggunakan mikroskop menunjukkan sampel memiliki sel berwarna merah mengindikasikan isolat merupakan bakteri Gram negatif (Gambar 3). Isolat bakteri AM1, AM2, AM3, AM6, dan AM7 memiliki bentuk sel batang, sedangkan untuk isolat AM 4 dan AM5 memiliki bentuk kokus. Hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 3. AM1 AM2 AM3 AM4 AM5 AM6 AM7 Gambar 3 Penampakan mikroskopis perbesaran 400x isolat metanotrof (Keterangan: AM1= sel batang, Gram negatif, AM2= sel batang, Gram negatif, AM 3= sel batang, Gram negatif, AM4= sel kokus, Gram negatif, AM5= sel kokus, Gram negatif, AM6= sel batang, Gram negatif, AM7= sel batang, Gram negatif).

19 Amplikon Gen 16S Ribosomal RNA Setelah pengukuran aktivitas oksidasi dan kultur media padat, dilakukan isolasi DNA semua isolat. Sampel DNA yang didapatkan diukur konsentrasinya menggunakan mesin Nanodrop. Hasil pengukuran (Lampiran 4) menunjukkan konsentrasi DNA tidak terlalu tinggi dengan kisaran antara 12 ng/µl - 21 ng/µl. Hasil isolasi DNA digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu amplifikasi gen. Amplifikasi gen 16S rrna dilakukan menggunakan primer 9F dan primer 1541 R dengan tujuan identifikasi bakteri secara umum kemudian dilakukan sekuensing. Ukuran DNA target adalah 1500 bp. Hasil amplifikasi gen 16S rrna yang dikonfirmasi dengan elektroforesis menunjukkan DNA memiliki ukuran sekitar 1500 bp (Gambar 4). 9 Marker (-) bp Gambar 4 Elektroforegram amplikon gen 16S rrna berukuran ~1500 bp (Keterangan: Marker: 100 bp, 1= AM1 (komposit tanah sawah), 2= AM2 (tanah sawah), 3= AM3 (tanah gambut), 4= AM4 (tanah gambut), 5= AM5 (tanah gambut), 6= AM6 (tanah sawah), 7= AM7 (tanah gambut)) Amplikon Gen pmoa primer 189f-682R Amplifikasi gen pmoa pada sampel bakteri metanotrof dilakukan untuk mengidentifikasi gen fungsional pmoa, yang berperan dalam metabolisme gas metan. Ukuran DNA yang diharapkan adalah ~500 bp. Amplifikasi gen pmoa dengan primer spesifik 189f - 682R menunjukkan hasil positif hanya pada sampel AM4 (500 bp), AM5 (1500 bp dan 500 bp), dan AM6 (500 bp dengan pita DNA yang tidak spesifik). Beberapa sampel teramplifikasi tidak pada ukuran yang ditargetkan, sampel AM1 (~1500 bp), AM2 (~1500 bp), AM3 ( ~1500 bp, ~800 bp), sedangkan sampel AM7 tidak teramplifikasi (Gambar 5). Hasil amplikon menunjukkan penurunan gas metan oleh sampel AM4, AM5, dan AM6 disebabkan adanya peran gen pmoa di dalam proses metabolismenya.

20 10 Marker (-) bp 500 bp 100 bp Gambar 5 Elektroforegram amplikon gen pmoa primer 189f - 682r (Keterangan: Marker: 100 bp, 1= AM1 (komposit tanah sawah), 2= AM2 (tanah sawah), 3= AM3 (tanah gambut), 4= AM4 (tanah gambut), 5= AM5 (tanah gambut), 6= AM6 (tanah sawah), 7= AM7 (tanah gambut)) Amplikon Gen pmoa primer 189f-650r Amplifikasi gen pmoa pada sampel bakteri metanotrof dilakukan untuk mengidentifikasi gen pmoa, yang berperan dalam metabolisme gas metan. Ukuran DNA yang diharapkan adalah ~500 bp. Hasil amplifikasi gen pmoa menggunakan primer 189f - 650r memberikan hasil positif pada sampel AM1, AM2, AM5, AM6. Sampel AM7 teramplifikasi namun tidak sesuai dengan ukuran yang ditargetkan (~400 bp). Pita DNA yang dihasilkan lebih baik daripada primer 189f - 682r dengan ukuran yang lebih spesifik, namun tidak dapat mendeteksi gen pmoa pada sampel AM3, dan AM4 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Marker bp Gambar 6 Elektroforegram amplikon gen pmoa primer 189f - 650r (Keterangan: Marker: 100 bp,, 1= AM1 (komposit tanah sawah), 2= AM2 (tanah sawah), 3= AM3 (tanah gambut), 4= AM4 (tanah gambut), 5= AM5 (tanah gambut), 6= AM6 (tanah sawah), 7= AM7 (tanah gambut))

21 11 Amplikon Gen mxaf Marker (-) bp Gambar 7 Elektroforegram amplikon gen mxaf (Keterangan: Marker: 100 bp, 1= AM1 (komposit tanah sawah), 2= AM2 (tanah sawah), 3= AM3 (tanah gambut), 4= AM4 (tanah gambut), 5= AM5 (tanah gambut), 6= AM6 (tanah sawah), 7= AM7 (tanah gambut)) Tahap selanjutnya adalah identifikasi gen fungsional mxaf menggunakan primer spesifik 1001f r. Ukuran yang diharapkan dengan menggunakan primer ini adalah 550 bp. Gen mxaf mengkode protein pembentuk enzim metanol dehidrogenase (MDH) dapat terdeteksi di semua sampel dengan ukuran ~500 bp - ~600 bp dan pada beberapa sampel terbentuk lebih dari satu pita. Sampel AM1 menghasilkan DNA dengan ukuran ~500 bp, AM2 berukuran ~600 bp, AM3 berukuran ~500 bp, AM4 membentuk pita DNA lebih dari satu pada ukuran ~500 bp, ~1000 bp, ~1500 bp, AM5 juga membentuk pita DNA lebih dari satu ukuran ~600 bp, ~900 bp, ~1500 bp, AM6 menghasilkan pita pada ukuran ~500 bp, dan sampel AM7 pada ukuran 500 bp dan ~900 bp (Gambar 7). Hasil PCR yang menunjukkan DNA masih belum murni atau masih adanya pengotor sehingga ukuran pita DNA yang terbentuk belum spesifik. Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika Hasil amplifikasi 16S rrna kemudian diproses dalam taham perunutan basa DNA. Hasil perunutan DNA dari primer reverse dan forward kemudian digabung menggunakan program BioEdit. Tahap selanjutnya adalah identifikasi spesies bakteri yang terdekat dengan ketujuh sampel bakteri data pada GeneBank menggunakan program blast-n dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information). Setelah didapatkan bakteri yang homolog, dicari beberapa spesies bakteri terdekat melalui situs Ribosomal Database Project (RDP). Setelah data didapatkan, pohon filogenetik dibuat menggunakan program Mega 5.0 untuk dilihat kedekatannya dengan sampel yang dianalisis dan kemungkinan ditemukannya spesies baru. Berdasarkan hasil blast seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, didapatkan bahwa enam isolat (AM1, AM2, AM3, AM4, AM6, dan AM7) homolog dengan spesies Methylocystis sp sedangkan AM5 homolog dengan spesies Mesorhizobium.

22 12 Nilai % identitas berkisar antara 77% hingga 94%, menunjukkan isolat sudah cukup homolog dengan database yang ada. Analisis selanjutnya adalah analisis pohon filogenetik untuk mengetahui kekerabatan dengan beberapa bakteri dengan genus Methylocystis dan Mesorhizobium (Gambar 8). Isolat AM1, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7 berada pada satu kelompok dan memiliki kekerabatan yang dekat satu sama lain. Isolat AM6 memiliki kekerabatan yang dekat dengan Methylobacter luteus, sedangkan isolat AM2 berbeda kelompok dengan keenam isolat lainnya dan berada di kelompok Methylocystis. Skala 0.1 menunjukkan jarak evolusi pada panjang cabang, sedangkan angka pada cabang menunjukkan nilai bootstrap. Tabel 1 Analisis sekuens DNA sampel bakteri metanotrof dengan menggunakan program blast N Sekuens bakteri yang Isolat homolog AM1 Methylocystis sp. partial 16S rrna gene, strain KS8a AM2 Methylocystis sp. LW5 16S ribosomal RNA gene, partial sequence AM3 Methylocystis sp. 5FB1 partial 16S rrna gene, strain 5FB1 AM4 Methylocystis sp. IMET partial 16S rrna gene, strain AM5 Mesorhizobium amorphae strain JN37 ribosomal RNA gene AM6 Uncultured Methylocystis sp. Slobe Pad-11 16S ribosomal RNA gene AM7 Methylocistis sp. R partial 16S rrna gene Spesies bakteri terdekat % identitas No. Akses Methylocystis sp. 77% AJ Methylocystis sp. 80% AF Methylocystis sp. 93 % AJ Methylocystis sp. 92% AJ Mesorhizobium sp. 94% KF Methylocystisis sp. 93% JX Methylocystis sp. 93% HF

23 Gambar 8 Pohon filogeni sekuen 16S RNA ribosomal 13

24 14 Pembahasan Isolasi Bakteri pada Media NMS Isolasi bakteri metanotrof menggunakan metode pengayaan yang sebelumnya telah dilakukan dalam penelitian Asakawa et al. (2012). Isolat dari tanah sawah dan tanah gambut diseleksi dengan metode sub-kultur sebanyak tiga kali. Parameter kemurnian isolat adalah kekeruhan yang homogen dan absorbsi gas metan yang tinggi dan stabil. Isolat air yang telah murni akan digunakan untuk isolasi pada media NMS padat dan isolasi DNA bakteri. Menurut Rodriquez dan Fraga (2000), medium yang biasa digunakan untuk menumbuhkan bakteri metanotrofik pada umumnya adalah medium mineral garam nitrat (NMS). Medium NMS tidak mengandung sumber karbon dan selain gas metan yang diinjeksikan selama inkubasi. Bakteri metanotrof menggunakan metana sebagai substrat utama untuk metabolismenya. Sampel diinokulasikan di medium NMS padat dan diinkubasi dalam anaerobic jar yang diisi dengan gas metana murni. Setelah masa inkubasi selama 3 minggu, gas metana di dalam anaerobic jar berkurang. Berdasarkan hasil penelitian, semua sampel memiliki kemampuan tumbuh di media NMS padat namun dengan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Pertumbuhan di media padat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan di media cair karena penyerapan gas metan pada media cair lebih efektif dibanding penyerapan gas metan pada media padat di dalam anaerobic jar. Hasil inokulasi di media padat menunjukkan bahwa isolat bakteri metanotrof cukup murni karena koloni yang terbentuk pada setiap cawan cenderung seragam dan tidak terpisah-pisah. Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof Karakterisik utama metabolisme bakteri metanotrofik adalah mampu mengoksidasi metana menjadi karbondioksida dan melepaskannya ke atmosfer. Bakteri metanotrofik mengoksidasi metana, sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi untuk pertumbuhan yang tergantung pada kondisi lingkungan. Proses oksidasi metana oleh bakteri metanotrof dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik (Christoserdova et al. 2005). Metabolisme metanotrof secara umum ditunjukkan oleh Gambar 9. Metan dioksidasi oleh bakteri metanotrof menjadi metanol dengan bantuan enzim metan monooksigenase (MMO). Hanson dan Hanson (1996) menyatakan bahwa enzim MMO terdiri dari metan monooksigenase partikel (pmmo) dan metan monooksigenase terlarut (smmo). Enzim pmmo terdapat dalam membran intrasitoplasmik, sedangkan smmo terdapat dalam sitoplasma. Enzim pmmo memiliki spesifikasi substrat yang lebih kecil jika dibandingkan dengan smmo dan enzim oksigenase lainnya. Enzim monooksigenase mampu mereduksi ikatan O=O menjadi dioksigen. Satu atom oksigen tereduksi menjadi H2O dan yang lain berikatan dengan metana membentuk methanol (Lipscomb 1994). Proses selanjutnya adalah konversi metanol menjadi formaldehid, yang merupakan senyawa antara utama sebelum memasuki jalur metabolisme berikutnya. Enzim yang berperan dalam proses ini adalah metanol dehidrogenase (MDH) (Knief et al. 2003). Proses konversi oleh MDH merupakan proses kunci

25 15 Gambar 9 Jalur metabolisme metanotrof (Hanson & Hanson 1996) dalam metabolisme bakteri pengguna karbon tunggal (C1) seperti metilotrof. Formaldehid dapat memasuki dua jalur metabolisme yaitu jalur metabolisme ribulosa monofosfat (RuMP) atau jalur serin seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Hasil asimilasi formaldehid berupa CO2 dan sintesis senyawa multikarbon (Madigan et al. 2009). Jalur RuMP digunakan oleh bakteri metanotrof tipe I. Oksidasi formaldehida melalui jalur ini tidak membutuhkan kekuatan reduksi sehingga seluruh sumber karbonnya digunakan sebagai bahan untuk membuat materi sel. Dua enzim unik pada jalur ini adalah heksulose-6-fosfat sintase dan heksulose fosfat isomerase (Hanson & Hanson 1996). Jalur RuMP membutuhkan satu molekul ATP untuk setiap pembentukan satu molekul gliseraldehida-3-fosfat. Bakteri metanotrof tipe I memiliki jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan dengan metanotrof tipe II karena perbedaan penggunaan energi (Madigan et al. 2006). Sedangkan menurut Hanson & Hanson (1996), jalur serin membutuhkan dua molekul NADH dan ATP sebagai sumber energi untuk pembentukan satu molekul asetil koa dan satu molekul CO2. Asetil koa kemudian digunakan untuk membentuk materi sel yang baru. Enzim spesifik yang teridentifikasi pada jalur serin adalah serin hidroksimetil transferase (STHM), hidroksipiruvat reduktase (HPR), dan malil koenzim A liase (MCI). A A B Gambar 10 Jalur metabolisme formaldehid; A) Jalur Serin dan B) Jalur RuMP (Hanson & Hanson 1996)

26 16 Sampel bakteri metanotrof diinokulasi di media NMS cair pada suhu 30 C. Media NMS tidak mengandung sumber karbon dan gas metana diinjeksikan selama inkubasi, sehingga hanya bakteri yang menggunakan metana sebagai substrat utama yang dapat tumbuh. Keberhasilan inokulasi bakteri metanotrofik dapat diukur melalui tingkat pengurangan gas metana yang dilakukan oleh bakteri tersebut (Vishwakarma et al. 2009). Pengukuran tingkat absorpsi gas metana dilakukan setiap minggu melalui analisis kromatografi gas FID. Pertumbuhan bakteri metanotrof ditandai dengan kekeruhan media NMS dan penurunan kadar gas metan setiap minggunya. Berdasarkan hasil pengukuran dengan kromatografi, semua sampel memiliki kemampuan aktivitas oksidasi yang baik. Kadar gas metan pada sampel terus menurun hingga minggu ke-3 (Lampiran 3). Gas metan yang diinjeksikan pada awal inkubasi sebanyak 20% v/v habis pada akhir minggu ke-3 inkubasi. Penurunan gas metan setiap minggu juga menunjukkan bahwa jumlah bakteri metanotrof yang ada di dalam media bertambah ditandai juga dengan kekeruhan media yang semakin meningkat. Sesuai dengan pernyataan Octaviana (2010), metana sebagai sumber karbon pada bakteri metanotrof akan digunakan membentuk biomassa bakteri melalui jalur ribulosa monofosfat ataupun serin. Bakteri metanotrof termasuk ke dalam slow growing bacterias karena membutuhkan waktu yang lama, selama 3 minggu, untuk tumbuh secara optimal. Pewarnaan Gram Bakteri Metanotrof Semua isolat memiliki sifat Gram negatif ditunjukkan dengan hasil pengamatan mikroskop dengan hasil pewarnaan sel berwarna merah. Hal ini sesuai dengan sifat bakteri metanotrofik yang dipaparkan dalam buku karakter bakteri metanotrofik Bergey's Manual of Systematic Bacteriology (Bowman cit. Brenner et al. 2005). Komponen pewarnaan Gram adalah kristal violet, lugol, alkohol dan safranin. Prinsip pewarnaan gram terletak pada perbedaan susunan dinding sel bakteri. Bakteri Gram negatif mengandung lipid yang lebih banyak pada dinding selnya. Kompleks yang terbentuk antara kristal violet dengan lugol terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme Gram positif sedangkan pada Gram negatif penucian dengan alkohol dapat menghilangkan zat lipid pada dinding sel. Mekanisme ini membuat zat warna safranin dapat masuk ke dalam dinding sel bakteri menyebabkan sel menjadi berwarna merah sedangkan pada Gram negatif dinding selnya terhidrasi oleh mekanisme pencucian alkohol (Entjang 2003). Amplikon Gen 16S rrna Sekuen 16S umumnya digunakan dalam penentuan hubungan kekerabatan strain bakteri melalui proses penyejajaran. Sekuen 16S digunakan karena bersifat spesifik untuk prokariot, sehingga kesalahan (galat) yang terjadi selama proses penyejajaran nukleotida dapat diminimalisir, yang membedakannya dengan eukariot. Sekuen 16S ribosomal DNA merupakan materi genetika yang terletak pada ribosom subunit kecil. Satuan S (Svedberg) menunjukan kemampuan DNA untuk mengalami sedimentasi pada waktu detik (Cole et al. 2013). Hasil amplifikasi menunjukkan semua isolat merupakan jenis bakteri ditunjukkan

27 dengan terbentuknya pita DNA dengan ukuran sesuai dengan target, yaitu 1500 bp. Amplikon 16S rrna kemudian digunakan untuk proses perunutan basa. Amplifikon Gen pmoa Keberadaan enzim metan monooksigenase pada bakteri dapat diketahui dengan mengidentifikasi gen-gen pembentuk MMO. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, enzim MMO akan mempercepat reaksi oksidasi metana menjadi methanol melalui reaksi berikut : CH4 + NADPH + H + + O2 H2O + NADP + + CH3OH Enzim MMO terdiri dari metan monooksigenase partikel (pmmo) dan metan monooksigenase terlarut (smmo). Enzim pmmo yang dikodekan oleh gen pmoa terdapat dalam membran intrasitoplasmik, sedangkan smmo yang dikodekan oleh gen mmob terdapat dalam sitoplasma (Hanson & Hanson 1996). Secara struktur, enzim MMO terdiri atas tiga komponen protein yaitu komponen B, reduktase dan hidoksilase (MMOH), merupakan sisi aktif yang mengandung situs hydro-bridged dinuclear yang menjadi sisi katalitik (Lipscomb 1994). Dalam penelitian ini, hanya gen pmoa yang akan diidentifikasi. Identifkasi gen pmoa menggunakan primer spesifik 189f 682r dan 189f - 650r. Susunan oligonukleotida primer 189f - 682r di rangkai untuk amplifikasi fragmen internal yang mengodekan gen untuk kompleks enzim pmmo dan AMO (amonia monooksigenase) (Holmes et al. 1999). Amplifikasi dengan primer ini dikonfirmasi menggunakan elektroforesis dan diamati dengan gel doc. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa AM4, AM5, AM6 memiliki gen pmoa karena DNA dapat teramplifikasi oleh primer spesifik, dengan ukuran pita yang terbentuk sesuai target yaitu ~500 bp namun hasil elektroforesis juga menunjukkan adanya pita dengan ukuran lain yang terbentuk. Sampel AM1, AM2, AM3 dan AM7 tidak menunjukkan hasil yang positif karena pita DNA terbentuk bukan pada ukuran yang ditargetkan (Gambar 5). Menurut Bourne (2001), primer 682r memiliki empat redundansi di dalam urutan sekuens sehingga diduga menyebabkan multiple-banding pada analisis elektroforesis. Selain itu, primer 682r dirangkai terbatas untuk isolat bakteri yang berasal dari lingkungan dengan jumlah populasi metanotrofnya tinggi (McDonald 1997). Selain beberapa faktor primer dan lingkungan asal isolat, suhu penempelan primer juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi hasil amplifikasi. Suhu penempelan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan primer tidak menempel pada DNA template dan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan penempelan lebih di satu situs (Yuwono 2008). Analisis gen pmoa juga dilakukan menggunakan primer 189f 650r. Hasil positif ditunjukkan oleh sampel AM1, AM2, AM5, dan AM6 dengan pita DNA cukup spesifik menghasilkan ukuran DNA berkisar 500bp, sesuai dengan yang di targetkan. Sampel AM7 juga menunjukkan adanya pita namun pada ukuran 400 bp (Gambar 6). Bourne (2001) menyatakan bahwa primer 650r memiliki spesifitas yang lebih baik dibanding dengan 682r karena dirangkai tanpa memiliki redundansi dan tidak dapat mengamplifikasi gen amoa (amonia monooksigenase). Hasil amplifikasi menggunakan kedua primer ini menunjukkan isolat AM1, AM2, AM4, AM5, dan AM6 memiliki gen pmoa yang berperan dalam proses oksidasi gas metan. 17

28 18 Amplikon Gen mxaf Metanol yang terbentuk sebagai awal dari proses metabolisme metanotrof akan dioksidasi oleh enzim metanol dehidrogenase menjadi format kemudian dioksidasi kembali oleh format dehidrogenase menjadi CO2. Enzim MDH merupakan protein pertama pada rantai transpor eletron terlarut Enzim MDH merupakan enzim dehidrogenase yang memiliki prostetik grup berupa pyrroloquinoline quinone (PQQ), yang merupakan komplek sitokrom. Secara struktur, MDH memiliki 4 sistein di subunit alfa, dua macam sistein di subunit beta, dan struktur ini mengindikasi jika semua senyawa sistein ini terlibat dalam pembentukan jembatan sulfida (Blake 1994). Berdasarkan hasil penelitian, tujuh isolat memiliki gen mxaf. Karena DNA sampel dapat teramplifikasi (menunjukkan hasil positif) menggunakan primer spesifik mxaf. Hasil elektroforegram menunjukkan sampel AM1 AM7 memiliki ukuran pita antara 500 bp 600 bp. Beberapa sampel menghasilkan pita DNA lebih dari satu. Hal ini dapat dipengaruhi oleh suhu penempelan yang tidak sesuai. Suhu penempelan primer adalah salah satu parameter penting yang perlu disesuaikan dalam reaksi amplifikasi. Primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA genom pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen pada primer (Yuwono 2006). Selain itu, pembentukan pita tambahan yang berukuran lebih kecil menunjukkan pembentukan dimer primer (miss priming) (Ulrich et al. 2008). Oleh karena itu, optimasi suhu penempelan primer perlu disesuaikan dengan tujuan untuk meningkatkan spesifitas reaksi amplifikasi agar primer menempel pada sekuen yang tepat. Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika Sekuensing DNA isolat dilakukan untuk mengetahui urutan basa dari DNA sampel selanjutnya digunakan untuk analisis kekerabatan sampel dengan spesies bakteri terdekat berdasarkan database yang ada. Hasil sekuen yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen DNA yang tersedia pada database di NCBI melalui proses penyejajaran (nucleotide blast). Hasil blast menunjukkan tingkat kehomologan semua sampel berkisar antara 77% - 94%, nilai kehomologan lebih dari 70% sudah cukup untuk mengidentifikasi suatu bakteri dalam suatu genus (Li & Graur 2000). Kekerabatan terdekat ditunjukkan oleh isolat AM5 dan spesies Mesorhizobium amorphae strain JN37 ribosomal RNA gene. Berdasarkan hasil ini juga maka diketahui bahwa spesies bakteri Mesorhizobium dapat menggunakan gas metan sebagai sumber karbonnya, serta memiliki gen pmoa dan mxaf. Selain isolat AM5, enam isolat lainnya teridentifikasi sebagai golongan Alphaproteobacteria spesies Methylocystis sp. Bakteri yang termasuk ke dalam genus Methylocystis merupakan bakteri metanotrof tipe II, di dalam selnya mengandung membran intrasitoplasmik yang disusun sebagai lapisan bertingkat sepanjang dinding selnya, serta menggunakan jalur metabolisme serin dalam proses asimilasi formaldehid. Karakteristik lainnya adalah bersifat aerobik, dapat tumbuh pada suhu C, ph 7,0, dan selnya berbentuk batang dengan ukuran kecil (Bowman cit Brenner et al. 2005). Karakteristik ini sesuai dengan hasi penelitian yang mendukung bahwa isolat merupakan genus Methylocystis.

29 Filogenetik adalah ilmu yang mempelajari mengenai hubungan antar organisme kaitannya dengan proses evolusi. Data yang digunakan untuk mempelajari filogeni berupa data morfologi dan data molekular. Filogeni yang dipelajari menggunakan data molekular disebut molekular filogenetik. Keuntungan menggunakan molekular filogenetik di antaranya adalah didasarkan pada pewarisan genetik yang jelas, bersifat tidak ambigu, pola evolusi yang digambarkan menggunakan aturan yang tetap, dan dapat dianalisis secara kuantitatif (Li & Graur 2000). Analisis pohon filogenetik dibuat untuk mengetahui kekerabatan semua isolat dengan beberapa spesies Methylocystis dan Methylobacter. Beberapa sekuens bakteri diambil dari Ribosomal Database Project (RDP), kemudian dilakukan proses penyejajaran dengan program MEGA 5.0 dan dibuat pohon filogenetiknya. Isolat AM1, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7 berada pada kelompok yang sama dan kekerabatannya dekat dengan spesies Methylocystis. Keenam isolat yang saling berdekatan ini berada pada kelompok yang berbeda dengan spesies lainnya. Isolat AM2 yang terpisah dari isolat lainnya memiliki kekerabatan yang dekat Methylocystis hirsuta. Angka bootstrap menunjukkan kehomologan antar satu spesies dengan yang lainnya, semakin besar angka yang ditunjukkan, maka kedua bakeri tersebut merupakan spesies yang berbeda. Angka bootstrap dapat mengindikasikan adanya novel spesies pada isolat yang telah diisolasi. Prinsip dari analisis bootstrap adalah dengan penghasilan dataset semu (pseudo-dataset) yang setara dengan dataset awal kita. Dataset yang dimaksud adalah total nukleotida hasil alignment yang menjadi dasar untuk rekonstruksi pohon. Tahapan awal dari bootstrap ini adalah penghasilan dataset sejumlah replikasi yang kita inginkan (umumnya antara 200 hingga 2000 replikasi). Pseudo-dataset yang dihasilkan dari proses bootstrap sama dalam hal jumlah nukleotida, namun berbeda dalam komposisi nukleotidanya. Jadi ada daerah/situs dalam alignment tersebut yang disampel lebih dari satu kali, namun juga ada daerah yang tidak disampel sama sekali dalam penghasilan replikasinya. Penggunaan bootstrap bertujuan untuk melihat konsistensi clade pada pohon filogeni hasil rekonstruksi (Swofford & Sullivan 2009). Angka bootstrap antara isolat AM6 dan isolat lainnya dalam satu kelompok adalah 100, hal ini mengindikasikan kemungkinan bahwa enam isolat merupakan spesies Methylocystis baru dan berbeda dengan isolat lainnya. 19 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tujuh isolat bakteri metanotrof dapat menghabiskan 15 ml gas metan selama 3 minggu dengan rata-rata konsumsi 0.7 ml per hari. Sampel AM1, AM2, AM4, AM5, dan AM6 memiliki gen pmoa (metana monooksigenase) yang merupakan enzim kunci dalam metabolisme metana. Semua sampel memiliki gen mxaf (metanol dehidrogenase) yang berperan penting dalam metabolisme gas metana. Enam isolat masuk ke dalam genus Methylocystis, termasuk ke dalam bakteri metanotrof tipe II. Selain Methylocystis, isolat AM5 yang diidentifikasi

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur Pemurnian isolat bakteri Karakteriasi isolat bakteri pengoksidasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

HASIL. Tekstur dan komposisi tanah Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa Analisa Reduksi Asetilen (ARA : Acetylene Reduction Assay). Sebanyak,5 ml inokulum bakteri pertama pertama dan,5 ml inokulum bakteri kedua diinokulasikan kedalam campuran 2 ml NMS cair bebas nitrogen yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah

TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah Pemanasan global berkaitan dengan peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer dan perubahan iklim. Metan (CH 4 ) dan dinitrogen oksida (N 2 O) merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode deskriptif (Nazir, 1983). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIOLOGI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER ISOLAT-ISOLAT BAKTERI METANOTROF ASAL SAWAH WILAYAH BOGOR DAN SUKABUMI DINA DWI ASTUTI

KARAKTERISASI FISIOLOGI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER ISOLAT-ISOLAT BAKTERI METANOTROF ASAL SAWAH WILAYAH BOGOR DAN SUKABUMI DINA DWI ASTUTI KARAKTERISASI FISIOLOGI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER ISOLAT-ISOLAT BAKTERI METANOTROF ASAL SAWAH WILAYAH BOGOR DAN SUKABUMI DINA DWI ASTUTI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diadakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Pengambilan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, cawan petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, beaker glass, object

Lebih terperinci

Pemanfaatan dan Pengembangan Bakteri Metanotrof sebagai Pereduksi Emisi Metan dan Pemfiksasi N 2

Pemanfaatan dan Pengembangan Bakteri Metanotrof sebagai Pereduksi Emisi Metan dan Pemfiksasi N 2 Pemanfaatan dan Pengembangan Bakteri Metanotrof sebagai Pereduksi Emisi Metan dan Pemfiksasi N 2 (Biofertilizer) di Lahan Sawah Dr. Ir. Iman Rusmana, MSi. Alina Akhdiya, MSi. DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME DAN INFORMASI GENETIK PERCOBAAN 2 UJI AKTIVITAS SUKSINAT DEHIDROGENASE Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Bunga (20513032) Tanggal Percobaan :

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gambaran yang sistematis dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Sampel rayap diambil dari Cagar Alam Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB- Dramaga, Bogor. Rayap diidentifikasi dan diuji perilaku agonistiknya di Laboratorium Biosistematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi karakteristik

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014 34 BAB III METODE A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni atau pure research yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah berlangsung sejak bulan Januari 2012 - Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi, Lab. Optik, Lab. Genetika dan Lab. Biologi Molekuler Jurusan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat. Cara Kerja

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat. Cara Kerja 17 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi pada Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif. B. Populasi dan sampel 1. Populasi yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Sampling bakteri kitinolitik dilakukan di beberapa lokasi sekitar Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan Cirebon.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik)

The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) The Genetic Fingerprint (Sidikjari Genetik) Penting: Jangan lupa selalu memberi label pada tabung Eppi dengan hati-hati. Untuk pipet: Pipet 1000 (biru): gunakan tips biru dan hanya untuk memipet 100-1000

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGIPENELITIAN

III. METODOLOGIPENELITIAN III. METODOLOGIPENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan antara Februari-Agustus 2007, di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci