STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)"

Transkripsi

1 Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan) Abstrak: Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan, yang keberadaannya disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Namun pada kenyataannya di Kota Medan keberadaan halte belum dimanfaatkan dengan semestinya oleh masyarakat. Berdasarkan pengamatan penyalahgunaan halte dapat terlihat pada 90% halte di kota Medan, para calon penumpang maupun pengemudi angkutan umum lebih senang menunggu atau menaikkan penumpang di tempat selain halte dan pedagang kaki lima memanfaatkan halte untuk menjajakan dagangannya. Ketidakefektifan ini ternyata membawa dampak yang cukup buruk, seperti kemacetan dan keruwetan lalu lintas, terutama pada persimpangan dan sarana publik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak efektifnya halte sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi. Kota Medan merupakan wilayah penelitian, di bagi menjadi lima koridor utama. Dimana halte yang berada pada koridor tersebut menjadi populasi pada penelitian ini. Sampel di ambil dengan menggunakan metode Proporsionate stratified random sampling (Sampel acak berlapis berimbang), sehingga terpilih 15 halte yang akan diteliti dengan menggunakan tabel acak. Untuk mengetahui efektifitas penggunaan halte di Kota Medan, dilakukan wawancara langsung kepada 30 pengguna halte dan 220 pengemudi angkutan umum. Dilakukan observasi langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi fisik halte. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa halte di Kota Medan sudah tidak efektif lagi penggunaannya. Hal ini dikarenakan 90% halte di Kota Medan telah berubah fungsi menjadi tempat berjualan. 60% responden pengguna dan pengemudi menilai kondisi halte di Kota Medan dalam keadaan tidak terawat dan diabaikan. Sehingga 83.3% pengguna, menggunakan halte hanya sesekali. Sedangkan 71.1% pengemudi tidak pernah menaikkan/menurunkan penumpang pada halte. Selain itu 46.6% pengemudi menilai kurangnya penyebaran halte di Kota Medan sehingga tidak dapat melayani kebutuhan masyarakat akan halte. Untuk mengatasinya 100% responden menyetujui apabila dilakukan peningkatan fungsi terhadap halte. Baik itu dengan cara sosialisasi terhadap masyarakat, maupun moderenisasi penampilan halte. 1. PENDAHULUAN Halte merupakan salah satu fasilitas transportasi yang disediakan pemerintah sebagai pendukung dalam mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien. Halte diperlukan keberadaannya disepanjang rute angkutan umum dan angkutan umum harus melalui tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang agar perpindahan penumpang lebih mudah dan gangguan terhadap lalu lintas dapat diminimalkan. Karena disepanjang rute inilah keberadaan calon penumpang memberi andil yang cukup besar terhadap gangguan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan sesuai dengan kegunaannya. Karena apabila keberadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama dari kemacetan lalu lintas pada jalur tempat halte berada. 2. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk dapat mengetahui faktor faktor yang menjadi penyebab tidak efektifnya halte sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi. Dan diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan efektifitas penggunaan halte sehingga manfaat dari keberadaan halte di Kota Medan dapat tercapai dengan optimal. 3. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian prilaku efektif menurut Catur (2002), keefektifan dalam konteks perilaku merupakan hubungan yang optimal antara hasil, kualitas, efisiensi, fleksibilitas dan kepuasan. Sehingga keefektifan ditentukan oleh tingkatan dari sesuatu yang direalisasikan sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), Tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum ini merupakan salah satu bentuk fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang dimaksudkan untuk: Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus. 73

2 Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 Adapun persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah: 1. Berada di sepanjang rute angkutan umum atau bus. 2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki. 3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman. 4. Dilengkapi dengan rambu petunjuk. 5. Tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas Koridor I : Koridor II : Koridor III : Koridor IV : Koridor V : Jalan Balai Kota, jalan Putri Hijau, Jalan K.L Yos Sudarso Jalan Guru Patimpus, jalan Jend.Gatot Subroto Jalan Mayjend S. Parman, jalan Let.Jend Jamin Ginting Jalan Jend A. Yani, jalan Pemuda, jalan Brigjend. Katamso, jalan Ir. Juanda, jalan Sisingamangaraja. Jalan Perintis Kemerdekaan, jalan HM Yamin SH, jalan Letda Sujono. 4.1 Penentuan sampel Sampel halte Pengambilan populasi halte dilakukan dengan cara menghitung seluruh halte yang berada di sepanjang jalan yang merupakan koridor utama. Dari hasil observasi ketahui jumlah halte di dalam wilayah penelitian adalah 45 buah. Sampel yang akan digunakan untuk penelitian sebanyak 15 sampel. Jumlah sampel yang diambil pada setiap koridor ditentukan secara berimbang. Yaitu dengan menggunakan rumus : Proporsi = Jumlah Halte Tiap Koridor 100% Total Jumlah Halte Jumlah sampel = Pr oporsi Total jumlah sampel Tabel 1. Jumlah Sampel Halte di Kotamadya Medan No Bagian 1 Koridor I 2 Koridor II 3 Koridor III 4 Koridor IV 5 Koridor V Total Jumlah Halte Proporsi (%) Jumlah Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Kemudian memberikan nomor pada semua populasi. Dengan menggunakan tabel angka acak, akan diperoleh nomor halte yang akan di teliti Sampel responden Untuk memperoleh gambaran yang lebih teliti tentang pengaruh keberadaan Halte di Kotamadya Medan secara menyeluruh, maka presentasi data yang disajikan dibagi dalam dua kelompok jenis responden yaitu pengemudi angkutan umum dan pengguna halte pada daerah studi. Sebagai pedoman umum, menurut Gay (1987) bahwa untuk studi yang bersifat diskriptif ukuran sampel minimum yang digunakan adalah sebesar 10% dari jumlah populasi. Sedangkan untuk studi korelasional dan studi kausal-komparatif disarankan menggunakan sampel minimum sebanyak 30 subjek atau responden. Sehingga jumlah sampel responden pengemudi angkutan umum diambil sebesar 10% dari jumlah populasi angkutan umum. Sedangkan untuk responden pengguna halte, masing-masing diambil 30 orang. Untuk tiap koridor terdiri dari 6 orang responden. Tabel 2. Jumlah Responden Pengemudi Angkutan Umum Bagian Jumlah Trayek Populasi Sampel Koridor I Koridor II Koridor III Koridor IV Koridor V Total Dari tabel 7 diatas, diperoleh jumlah responden pengemudi angkutan umum untuk koridor I sebanyak 31 orang, koridor II sebanyak 22 orang, 49 orang untuk koridor III dan 65 orang untuk koridor IV serta 53 orang untuk koridor V. Sehingga total dari responden pengemudi adalah 220 orang. 5 KOMPILASI DAN ANALISA DATA 5.1 Kondisi Fisik Halte Halte yang digunakan menjadi sampel pada penelitian ini sebanyak 15 halte, yang dipilih secara acak pada wilayah studi Jenis Halte Tempat perhentian kendaraaan yang ada di Kota Medan termasuk kedalam tempat henti dengan perlindungan (halte) dan tidak terdapat tempat henti tanpa perlindungan (shelter). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran kondisi halte di Kota Medan : 33.3% dalam kondisi fisik yang tidak terawat, hal ini terlihat karena warna cat yang memudar dan rusaknya tiang-tiang penyangga halte yang diakibatkan oleh korosi dan terdapatnya puingpuing yang merupakan bekas tempat duduk 74

3 Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) halte. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada halte yang di bangun oleh pemerintah dan belum pernah mengalami perbaikan sejak didirikan. 66.7% dalam kondisi fisik yang bersih dan terawat. Dengan bangunan halte yang masih baru dan lebih modern, biasanya di bangun pihak swasta. Pihak swasta tersebut biasanya bertujuan untuk mempromosikan suatu produk, dengan memberikan label produk tertentu pada halte. Hal ini menyebabkan bervariasinya bentuk, warna, dan dimensi halte di Kota Medan. Tentu saja melalui perijinan yang dikeluarkan oleh dinas perhubungan kota Medan. 10% halte yang tidak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima karena kondisi fisik halte yang sudah sangat rusak, atau halte tidak berada pada lokasi yang strategis untuk digunakan sebagai tempat berjualan. Sedangkan 90% halte dijadikan tempat berjualan oleh para pedagang kaki lima, Kios-kios ada yang sudah menjadi bangunan permanen pada halte sehingga halte berubah fungsi menjadi tempat berjualan yang membangkitkan orangorang untuk kegiatan jual beli pada halte. Penumpang tidak lagi menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum. Sedangkan kondisi kios-kios yang bukan bangunan permanen, kondisi halte menjadi semrawut. Dagangan yang dijajakan dan gerobak-gerobak jualan mempersempit ruang gerak pengguna pada halte. Seperti pada halte nomor 19 pada jalan Gatot Subroto, nomor 29 dan nomor 31 jalan Sisingamangaraja, halte nomor 8 pada jalan Balai Kota dan nomor 39 pada jalan Prop. HM Yamin,SH Fasilitas Halte Di Kota Medan halte tidak dilengkapi dengan fasilitas utama maupun tambahan seperti : Identitas halte, berupa nama atau nomor. Informasi tentang rute dan jadwal angkutan umum. Rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna. Tidak dilengkapi dengan teluk bus untuk melancarkan lalu lintas. Lampu penerangan, Sehingga pada malam hari pengguna halte tidak dapat menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum karena kondisinya yang menjadi sangat gelap. Pagar pengaman, agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan tempat. Hanya fasilitas tempat sampah dan telepon umum yang melengkapi beberapa halte di kota Medan. Di Kota Medan halte di bangun diatas trotoar, dan tidak menyisakan ruang untuk pejalan kaki, sehingga pejalan kaki yang melintasi halte tersebut harus menggunakan badan jalan untuk melewatinya. Tentu saja hal ini mengakibatkan pengguna jalan lainnya terganggu. Sedangkan sebanyak 66.7% halte di Kota Medan merupakan sarana untuk iklan Dimensi Halte Dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, seperti yang tertera pada tabel 11 di bawah ini. Hal ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah, karena pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte pada saat perbaikan dilakukan. Semua halte dilengkapi dengan tempat duduk yang lebarnya antara cm dan diletakkan disepanjang badan halte. Hal ini membuat halte dapat menampung 6 sampai 10 pengguna halte yang duduk, dan sekitar 20 orang pengguna halte yang berdiri. Pada semua halte, lindungan dibuat sama dengan luas halte. Dimensi halte diperlihatkan pada tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Dimensi Halte No Bagian Nomor Halte Dimensi 1 Koridor I m x 2.00 m m x 1.80 m m x 1.50 m 2 Koridor II m x 1.40 m m x 1.00 m m x 1.00 m m x 1.00 m 3 Koridor III m x 1.00 m m x 1.50 m 4 Koridor IV m x 1.40 m m x 1.60 m m x 1.60 m 5 Koridor V m x 1.00 m Sumber : Hasil Survey m x 1.60 m m x 1.90 m Tata Letak Halte Di kota Medan, 53.3% halte dibangun pada sarana publik dan 46.7% lainnya di bangun pada lokasi sekolah. Halte yang letaknya berdekatan dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki, seperti zebra cross atau jembatan penyeberangan, masih berada pada jarak yang di tetapkan yaitu maksimal 100 meter. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada halte nomor 8 yang berada 100 meter dari jembatan 75

4 Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 penyeberangan, sedangkan halte nomor 34 berada 70 meter dari jembatan penyeberangan. Halte yang letaknya sesudah persimpangan, seperti posisi halte nomor 37 berjarak 50 meter dari persimpangan, sedangkan yang terletak sebelum persimpangan, seperti halte nomor 34 berjarak 80 meter sebelum persimpangan. Halte yang di bangun pada lokasi sekolah, berjarak 20 meter dari zebracross. 5.2 Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini dibagi atas responden pengemudi angkutan umum sebanyak 220 orang dan responden pengguna halte sebanyak 30 orang Pengemudi Angkutan Umum Pada responden pengemudi angkutan umum, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pendidikan, lama bekerja sebagai pengemudi angkutan umum dan pengetahuan mengenai halte. 1. Identifikasi Responden Pengguna Halte Usia, dari hasil survey dapat disimpulkan usia rata-rata pengemudi angkutan umum di Kota Medan adalah antara tahun yaitu sebanyak 52.2%. Pendidikan, Tingkat pendidikan terakhir pengemudi terbanyak adalah SLTA/sederajat yaitu sebesar 53.6%, dengan kondisi demikian seharusnya pengemui dapat lebih memahami dan mentaati peraturan lalu lintas. Lama Bekerja pengemudi menunjukkan bahwa 49.3% responden pengemudi sudah menjalani profesi sebagai pengemudi angkutan umum selama 5 tahun. 2. Pengetahuan Tentang Halte Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan meneliti pengetahuan responden mengenai halte itu sendiri. Hasil survey menunjukkan 62.3% dari pengemudi angkutan umum mengetahui secara benar fungsi dari halte, yaitu tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Responden pengemudi lainnya memiliki pemikiran sendiri terhadap halte. Hal ini timbul akibat kondisi fisik halte itu sendiri. Adapun pengetahuan pengemudi tentang halte dapat diperlihatkan pada tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Pengetahuan Pengemudi Tentang Halte Pengetahuan Jumlah % Tempat menurunkan/menaikkan penumpang Tempat berteduh dari kondisi cuaca Tempat berjualan Tempat istirahat/duduk Total Ketaatan pengemudi mematuhi peraturan Ketidaktaatan para pengemudi terhadap peraturan lalu lintas, digambarkan dengan persentase pengemudi yang kadang-kadang menaikan/menurunkan penumpang pada halte sebanyak 71.1% pengemudi. Hal ini tentu saja sangat bertentangan mengingat 62.3% responden mengetahui dengan pasti fungsi dari halte. Sebanyak 73.8% pengemudi menurunkan/ menaikkan penumpang tidak pada halte disebabkan atas permintaan penumpang. 4. Penumpang yang menunggu angkutan umum pada halte Adapun alasan pengemudi tidak memanfaatkan halte, karena tidak banyaknya penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Menurut 60.9% pengemudi hanya kurang dari 5 calon penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Hal inilah yang menjadi pemicu para responden pengemudi sehingga tidak menggunakan halte untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, dan menaikkan/ menurunkan penumpang di tempat selain pada halte. Pada tabel 6 berikut diperlihatkan banyaknya penumpang pada halte ; Tabel 6. Penumpang yang menunggu angkutan umum pada halte Banyaknya Jumlah % Kurang dari 5 orang Antara 5-10 orang Antara orang Lebih dari 15 orang Total Kondisi halte di Kota Medan Dalam menanggapi kondisi halte di Kota Medan, 50.7% pengemudi angkutan umum memberi tanggapan bahwa kondisi halte di Kota Medan telah berubah fungsi. 37.7% responden menjawab halte di Kota Medan tidak mendapatkan perawatan dan cenderung diabaikan. 1.4% responden yang berpendapat bahwa halte digunakan sesuai dengan fungsinya sebagi tempat untuk menunggu angkutan umum. Tingkat kriminalitas yang dialami pengemudi angkutan umum pada halte, dapat dikatakan rendah. 6. Fungsi dan Kebutuhan akan halte Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden menilai halte di kota Medan keberadaannya sudah 76

5 Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) berubah berfungsi. Tetapi keberadaannya tetap dibutuhkan oleh 79.7% pengemudi. Dimana 40% memiliki alasan karena keberadaan halte di Kota Medan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan 31% menyatakan halte dapat mengurangi antrian angkutan umum pada persimpangan ataupun pada pusat-pusat kegiatan dan sarana publik. Sedangkan responden yang mempunyai anggapan bahwa keberadaan halte membuat kota jadi lebih indah dan alasan lain-lain, masing-masing sebanyak 14.5% responden. 7. Peningkatan fungsi halte di kota Medan Dalam usaha untuk menjadikan Kota Medan yang tertib, salah satu usaha yang harus dilakukan pemerintah kota terhadap keberadaan halte adalah dengan melakukan efisiensi dan peningkatkan fungsi halte itu sendiri. Untuk mewujudkan efisiensi serta peningkatan fungsi halte di Kota Medan, sebanyak 95.7% responden menyatakan setuju terhadap peningkatan fungsi halte di Kota Medan, dimana 56.1% responden tersebut mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman. Sedangkan sebanyak 34.8% responden mengharapkan kondisi halte dimana penumpang mau menunggu angkutan umum pada halte dan 7,6% responden pengemudi mengharapkan halte dilengkapi dengan fasilitas yang memadai sehingga dalam proses menaikkan/menurunkan penumpang dapat dilakukan dengan mudah. 8. Saran Kepada Pemerintah Pemerintah memegang peranan yang sangat penting untuk mewujudkan efektifitas penggunaan halte di Kota Medan. Untuk itu 68,1% responden mengharapkan pemerintah agar melakukan peningkatan ketertiban dalam hal penggunaan halte. Saran responden lainnya yaitu sebanyak 20.4% adalah agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan halte terhadap masyarakat Kota Medan, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan halte sebagai mana mestinya. Saran kepada pemerintah agar melakukan moderenisasi penampilan halte dipilih oleh sebanyak 7.2% responden. Hal tersebut diperlihakan pada tabel 7 berikut: Tabel 7. Saran pengemudi untuk pemerintah mengenai keberadaan halte Saran Jumlah % Peningkatan ketertiban penggunaan halte Moderenisasi penampilan halte Sosialisasi terhadap masyarakat Lain-lain Total Pengguna Halte 1. Identifikasi Responden Pengguna Halte Pada responden pengguna halte, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pekerjaan, tujuan pengguna halte ketika menunggu angkutan umum pada halte, dan pengetahuan pengguna mengenai halte. o Pekerjaan Pada halte 70% pelajar ataupun mahasiswa yang menunggu angkutan umum pada halte. Hal ini disebabkan 46.7% halte di Kota Medan didirikan pada pusat pendidikan. o Tujuan Penumpang Responden yang paling banyak menggunakan halte adalah mahasisiwa dan muri-murid sekolah dengan tujuan untuk pergi ke kampus atau sekolah, yaitu sebanyak 43.3%. Sebanyak 16.7% responden mempunyai tujuan pergi ke pusat perdagangan. 2. Pengetahuan Tentang Halte Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan mengetahui pengetahuan responden mengenai halte tersebut. Pada tabel 8 berikut ini, dapat dilihat bahwa 83.3% responden pengguna halte mengetahui secara benar fungsi dari halte. Yaitu sebagai tempat menunggu angkutan umum. Tetapi sebanyak 83.3% responden pengguna halte menyatakan menggunakan halte hanya kadang-kadang saja. Hal ini mencerminkan kurangnya kesadaran responden untuk menggunakan halte sebagai tempat tunggu, dalam rutinitasnya menunggu angkutan umum sehari-hari. 10% responden menggunakan halte 2 sampai 3 kali dalam sehari ketika menunggu angkutan umum. Hanya 6.7% responden yang menggunakan halte 1 kali dalam sehari ketika beraktifitas dengan menggunakan angkutan umum. Hal ini disebabkan 46.7% responden berpendapat bahwa lebih mudah memperoleh angkutan umum apabila menunggu pada halte, sedangkan 26.7% responden menunggu pada halte disebabkan kondisi cuaca pada hari itu. Frekuensi lamanya penumpang menunggu angkutan umum pada halte dapat menjelaskan salah satu yang menjadi alasan responden pengguna untuk tidak menunggu angkutan umum pada halte. 60% responden yang menunggu angkutan umum pada halte memakan waktu 5 sampai 10 menit, Sedangkan pada tempat selain halte, 56.7% responden menunggu dalam waktu 5 sampai 10 menit. Menuggu angkutan umum pada halte memakan waktu lebih lama bila dibandingkan jika penumpang menunggu angkutan umum di tempat selain halte. Hal ini dapat menjadi penyebab keberadaan halte tidak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebagaimana mestinya. 77

6 Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 Tabel 8. Pengetahuan Tentang Halte Pengetahuan Jumlah % Tempat menunggu angkutan umum Tempat berteduh dari panas Tempat berjualan - - Tempat istirahat/duduk Total Tempat menunggu angkutan umum selain pada halte Ketika menunggu angkutan umum, studi menunjukkan bahwa 100% responden pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte dan tidak ada responden yang tidak pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte. Adapun lokasi-lokasi yang biasa digunakan oleh responden untuk menunggu angkutan umum selain pada halte, ditemukan bahwa 63.3% responden memilih untuk menunggu di trotoar yang terdapat di sepanjang jalan raya. Masing-masing responden 10% dan 23.3% yang memilih persimpangan jalan dan tempat yang dekat dengan sarana publik. sementara itu 3.4% responden menjawab dengan alasan lainlain. Di Kota Medan masyarakat lebih memilih menunggu angkutan umum tidak pada halte. Alasan responden menunggu angkutan di tempat selain halte, adalah para responden tidak perlu berjalan jauh untuk mendapatkan angkutan umum, yaitu sebanyak 43.3% responden. Sedangkan sebanyak 43.3% responden lainnya menjawab karena pengemudi bersedia berhenti dimanapun penumpang menunggu, dan tidak ada responden yang beranggapan bahwa halte merupakan tempat yang tidak aman dan nyaman untuk menunggu angkutan umum. Tabel 9. Alasan menunggu angkutan umum tidak pada halte Alasan Jumlah % Mudah memperoleh angkutan umum Pengemudi mau berhenti di mana saja Tidak perlu berjalan jauh Tidak aman dan nyaman - - Total Kondisi keberadaan halte di Kota Medan Kondisi halte pada wilayah ditanggapi dengan beragam alasan oleh pengguna halte. Dapat dilihat dari persentasenya, 60% responden menilai kondisi fisik halte di Kota Medan tidak terawat dan diabaikan, baik oleh para pengguna halte maupun oleh pemerintah kota. Sebanyak 33.3% responden menilai kondisi halte di Kota Medan telah berubah fungsi, seperti menjadi tempat berjualan maupun tempat mangkal para pengamen. Tetapi keberadaan halte di masyarakat, menurut 70% responden bahwa di Kota Medan keberadaan halte masih dibutuhkan oleh masyarakat. Jika di tinjau dari jumlah penyebaran halte di Kota Medan, 46.7% responden menilai kurangnya jumlah penyebaran halte untuk melayani kebutuhan masyarakat. Hanya 6.7% responden yang menilai sesuai dengan kebutuhan. Ada juga responden yang menilai bahwa penyebaran halte berlebih di kota Medan, yaitu sebanyak 3.3% responden. Adapun alasan 70% responden yang menanggapi dibutuhkannya keberadaan halte di Kota Medan, 19% dari responden tersebut menanggapi dengan adanya halte pada wilayah studi dapat mengurangi kemacetan lalu lintas pada persimpangan, dapat juga mengurangi antrian yang disebabkan angkutan umum berhenti di manapun untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, dipilih sebanyak 28.6% responden, sedangkan 19% responden lainnya menanggapi halte hanya sebagai tempat berlindung dari kondisi cuaca. Menurut responden terbanyak, yaitu sebesar 33.3% beranggapan bahwa keberadaan halte di Kota Medan dapat membuat tatanan kota menjadi lebih indah. Tingkat kriminalitas pada halte yang pernah dialami pengguna halte dapat dikatakan cukup rendah. Hanya 13.3% yang pernah mengalami tindak kriminal dengan persentase terbesar pada frekuensi satu kali pengalaman tindakan kriminal, yaitu sebesar 100%. 5. Saran pengguna terhadap pemerintah Sebanyak 26.7% responden pengguna halte menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan dan manfaat halte terhadap masyarakat, saran terhadap peningkatan ketertiban penggunaan halte dipilih oleh 50.0% responden dan 23.3% responden lainnya lebih memilih moderenisasi penampilan halte, sehingga masyarakat dapat menggunakan halte dalam kegiatannya sehari-hari untuk menunggu angkutan umum. Adapun kondisi halte yang diharapkan oleh pengguna, dalam usaha pemerintah untuk mengefektifitaskan penggunaan halte, sebanyak 53.3% responden mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman sehingga penumpang angkutan umum mau memanfaatkan keberadaan halte tersebut. 30% pengguna halte lainnya mengharapkan kondisi dimana angkutan umum selalu berhenti pada halte dan tidak mengindahkan penumpang yang menunggu di tempat selain halte. Sedangkan kondisi halte dengan fasilitas yang memadai di pilih oleh 16.7% responden. 78

7 Studi Efektifitas Penggunaan Halte di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-koridor Utama Kota Medan) 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Keberadaan halte di Kota Medan tidak efektifit lagi penggunaannya bila ditinjau dari kondisi fisik halte, prilaku responden pengemudi halte maupun prilaku responden pengguna halte Ditinjau dari kondisi fisik halte, dapat tunjukkan bahwa penggunaan halte di Kota Medan tidak lagi efektif, hal ini disebabkan karena: o Bangunan fisik, halte yang di bangun oleh pemerintah belum pernah mengalami perbaikan. o Sebanyak 90% halte di kota Medan digunakan sebagai tempat berjualan. o Halte di Kota Medan tidak dilengkapi dengan fasilitas, baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Seperti identitas halte berupa nama atau nomor, informasi tentang rute dan jadwal keberangkatan, serta ramburambu untuk menjamin keamanan pengguna Ditinjau dari perilaku pengemudi angkutan umum : o Pengemudi angkutan umum pada wilayah studi tidak menggunakan halte, sarana untuk menurunkan/menaikkan penumpang. Pada prinsipnya pengemudi angkutan umum menyadari sepenuhnya manfaat daripada halte, tetapi sebagai individu pengemudi angkutan umum merasakan harus adanya dorongan yang keras dari pemerintah untuk melaksanakannya o Untuk itu, pengemudi merasa perlunya penegasan peraturan bagi pengguna jalan, untuk memanfaatkan halte sesuai dengan fungsinya. Yaitu dengan menaikkan/menurunkan penumpang pada halte. o Di kota Medan, 90% angkutan umum berupa mobil penumpang umum dan bukan bus. Hal ini yang memicu pengemudi untuk menurunkan/menaikkan penumpang di sembarangan tempat, sehingga halte tidak lagi berfungsi sebagai mana mestinya Responden pengguna halte o Pengguna halte mengharapkan kondisi yang aman, nyaman dan bersih pada halte ketika menunggu angkutan umum. Tetapi hal tersebut tidak terwujud pada halte di Kota Medan. o Pengemudi angkutan umum bersedia menurunkan atau menaikkan penumpang di mana saja. Sehingga memicu penumpang enggan untuk berjalan menuju halte. o Penumpang angkutan umum memakan waktu lebih lama, 5 sampai 10 menit untuk memperoleh angkutan umum ketika menunggu di halte. Hal ini tidak terjadi bila calon penumpang menunggu angkutan di tempat selain halte. 6.2 Saran Seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan halte di Kota Medan, apabila tidak mengalami perawatan, perbaikan dan perhatian khusus akan menjadi penyebab kemacetan di Kota Medan. Dengan berkembangnya waktu, armada angkutan umum juga akan bertambah banyak sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Mengingat kondisi masyarakat yang terbiasa tidak mengindahkan peraturan, angkutan umum yang berhenti di sembarangan tempat, sehingga di masa yang akan datang, Kota Medan akan dihadapkan dengan masalah transportasi yang sangat kompleks. Untuk itu hendaknya dari dini, sebelum masalah transportasi menjadi lebih kompleks, dilakukan penertiban lalu lintas. Seperti menegaskan peraturan kepada pengemudi angkutan umum dan pengguna halte untuk menggunakan halte dalam kegiatannya. Dalam mendukung pelaksanaannya hendaknya kondisi halte juga dalam keadaan bersih, aman dan nyaman. Serta memudahkan penumpang untuk memperoleh angkutan umum. Sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan halte. Angkutan umum hendaknya juga menggunakan halte dalam kegiatannya menaikkan/menurunkan penumpang. Sementara itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasiltas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan ramburambu untuk keamanan pengguna halte. Untuk mencapai hal tersebut hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami fungsi dari halte tersebut. Menegakkan disiplin bagi pengemudi angkutan umum agar pengemudi menggunakan halte untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Hal ini dpat dengan mudah dilaksanakan mengingat 100% pengguna halte mendukung apabila pemerintah melakukan peningkatan terhadap fungsi dan keberadaan halte 79

8 Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 DAFTAR PUSTAKA Iskandar, A., Menuju Lalulintas dan Angkutan Jalan Yang Tertib, Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Jakarta. Jalil, A., dkk., Metode Penelitian buku 2 modul 3-5, Universitas terbuka. Catur, F.R, Faktor faktor yang mengakomodasikan Ketidakefektifan Penggunaan Halte, Makalah. Semarang. Direktorat Jendral Perhubungan Darat Pedoman teknis Perekayasaan Tempat perhentian Kendaraan Penumpang Umum, Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat ( nomor : 271/HK.105/DRJD/96 ). Morlok, E. K., Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga Jakarta. Pemerintah Kota Medan, Lomba Tertib Lalu Lintas Dan Angkutan Kota Medan. Dinas Perhubungan Kota Medan. Medan. Peraturan Pemerintah RI No.41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan. Sudianto, B.U.,2003. Perancangan Tempat Henti Bus Dalam Rangka Pembangunan Kota Semarang, Artikel. Semarang. Vuchic,V.R, Urban Public Transportation System and Technology, Prentice- all, Inc., New Jersey, Warpani S., (1990). Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB, Bandung. 80

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan seperti pada umumnya mempunyai pertumbuhan penduduk relatif tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak terhadap kebutuhan

Lebih terperinci

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa evaluasi fungsi halte sebagai angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung adalah sebagai berikut : V.1.1 Data Sekunder

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS Terminal Bus adalah tempat sekumpulan bus mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang

Lebih terperinci

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK EVALUASI FUNGSI HALTE SEBAGAI TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM YANG MAKSIMAL (Studi Kasus Rute Depok Sudirman) Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka Email: nurhasanahd17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang, dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Halte/ Shelter Penelitian yang telah dilakukan oleh Bambang Triratma (1998), pakar arsitektur dari Universitas Sebelas Maret, berkaitan dengan optimalisasi fungsi halte di kota

Lebih terperinci

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta J.D.ANSUSANTO 1* dan G.L.GESONG 2 1,2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Babarsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di kota Semarang sebagai pusat kota Jawa Tengah semakin memacu perkembangan pusat pusat perekonomian baru baik

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3527 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PELAYANAN TRANSIT ANTAR KORIDOR BUS RAPID TRANSIT TRANS SEMARANG

EVALUASI SISTEM PELAYANAN TRANSIT ANTAR KORIDOR BUS RAPID TRANSIT TRANS SEMARANG JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 505 511 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 505 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 29 PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA Imam Basuki 1 dan Siti Malkhamah 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman Oleh : Nadra Arsyad, ST, MT 1) ABSTRAK Angkutan kota merupakan fasilitas yang diharapkan mampu meyediakan aksesibilitas yang baik bagi penggunanya, hal

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DI JALAN AHMAD YANI BANDUNG ABSTRAK

STUDI EFEKTIVITAS TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DI JALAN AHMAD YANI BANDUNG ABSTRAK STUDI EFEKTIVITAS TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DI JALAN AHMAD YANI BANDUNG Disusun Oleh: SANDI NUGROHO NRP: 0721019 Pembimbing: SILVIA SUKIRMAN, Ir. ABSTRAK Tempat perhentian kendaraan penumpang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi penilaian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah 2.2 Angkutan Undang undang Nomer 22 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat

Lebih terperinci

EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA

EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA 165 EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA An Nuurrika Asmara Dina, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kota Semarang disamping sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah, telah berkembang menjadi kota metropolitan. Dengan pertumbuhan penduduk rata-rata di Semarang pada tahun

Lebih terperinci

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut 5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut Ruang urban Depok terutama jalan Margonda Raya sangat ramai dan berbahaya. Pada pagi hari pukul

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5. 1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada jam-jam puncak kondisi eksisting di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 249 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari uraian uraian sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menarik kesimpulan serta memberikan rekomendasi terhadap hasil studi. Adapun kesimpulan dan rekomendasi

Lebih terperinci

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

perbaikan hidup berkeadilan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang di kawasan Asia Tenggara, bangsa Indonesia termasuk bangsa yang dikategoikan Negara dunia ketiga. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah suatu usaha pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi adalah suatu usaha pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Transportasi adalah suatu usaha pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diambil adalah dengan pengamatan pada analisis data yang diperoleh dari hasil survey dan wawancara serta dengan membandingkannya dengan parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan rasa aman kepada pengguna jasa angkutan umum di dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan rasa aman kepada pengguna jasa angkutan umum di dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Terminal angkutan umum penumpang merupakan penyedia jasa angkutan umum yang berfungsi untuk dapat memberikan pelayanan kemudahan, kenyamanan dan rasa aman kepada pengguna jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Tranportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat dan pengembangan wilayah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalu Lintas Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas, prasarana lalu lintas, kendaraan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pedestrian merupakan permukaan perkerasan jalan yang dibuat untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Di mana orang-orang dapat tetap berpindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kabupaten Cianjur mempunyai letak yang strategis karena dilalui oleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan atau mesin. Transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam perkembangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. dan atau mesin. Transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam perkembangan suatu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu usaha pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pemberhentian Kendaraan Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), Tempat pemberhentian kendaraan (bus shelter) penumpang umum ini merupakan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT PEDOMN TEKNIS PEREKYSNN TEMPT PERHENTIN KENDRN PENUMPNG UMUM DEPRTEMEN PERHUBUNGN DIREKTUR JENDERL PERHUBUNGN DRT KEPUTUSN DIREKTUR JENDERL PERHUBUNGN DRT NOMOR : 271/HK.105/DRJD/96 TENTNG PEDOMN TEKNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai aktivitas perkotaan terutama di kota-kota besar dimana mobilitas. lintas dan pergerakan manusia didaerah tersebut.

I. PENDAHULUAN. Berbagai aktivitas perkotaan terutama di kota-kota besar dimana mobilitas. lintas dan pergerakan manusia didaerah tersebut. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan akan jasa transportasi semakin lama semakin meningkat sejalan dengan semakin tinggi arus lalu lintas di suatu perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang semakin meninggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat kita lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain guna mendapatkan

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003 Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Menurut Drs. Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. 2.2 Kinerja Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)

I. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplementer terhadap angkutan pribadi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa kewenangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA

BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA Pada bab ini akan dilakukan analisis yaitu mulai pengolahan data yang diperoleh di lapangan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/evaluasi).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/evaluasi). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pedestrian / Pejalan Kaki Dirjen Perhubungan Darat (1999) menyatakan bahwa pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah perkotaan. Pejalan kaki merupakan

Lebih terperinci

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) (STUDI KASUS PADA FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI JL. SOEKARNO HATTA BANDUNG) Edy Supriady Koswara 1, Roestaman, 2 Eko Walujodjati

Lebih terperinci

KAJIAN MANAJEMEN SIRKULASI TERMINAL BUS ( Studi Kasus : Terminal Bus Tirtonadi Surakarta )

KAJIAN MANAJEMEN SIRKULASI TERMINAL BUS ( Studi Kasus : Terminal Bus Tirtonadi Surakarta ) KAJIAN MANAJEMEN SIRKULASI TERMINAL BUS ( Studi Kasus : Terminal Bus Tirtonadi Surakarta ) Gatot Nursetyo Abstrak Terminal merupakan bagian dari jaringan pelayanan transportasi sebagai simpul dari suatu

Lebih terperinci

BAB ~1. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai

BAB ~1. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai BAB ~1 3.1. Lokasi Kajian. Lokasi kajian ditentukan secara sengaja di terminal AKAP Mayang Terurai kota Pekanbaru. Alasan pemilihan lokasi kajian pada terminal AKAP Mayang Terurai adalah : a Terminal AKAP

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI Helga Yermadona Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat ABSTRAK Penelitian mengenai evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Terminal Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu lintas (kendaraan, barang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan Teknologi Informasi yang selalu berkembang menuntut perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada teknologi komputerisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi yang merupakan salah satu sektor industri yang bersentuhan langsung dengan lalu lintas dinyatakan sebagai salah satu industri dengan tingkat cedera dan

Lebih terperinci

atribut MSS MIS Wsi total CSI

atribut MSS MIS Wsi total CSI Pengguna Jalan atribut MSS MIS WF Wsi 1 3.100 3.467 0.179 0.554 2 3.033 3.333 0.172 0.521 3 2.967 2.967 0.153 0.454 4 3.133 3.233 0.167 0.522 5 3.167 3.200 0.165 0.522 6 3.100 3.200 0.165 0.511 total 19.400

Lebih terperinci

c. Pada tahun 2014 (5 tahun setelah Paragon City beroperasi), baik saat akhir pekan maupun hari kerja, terutama pada saat jam-jam puncak, simpang

c. Pada tahun 2014 (5 tahun setelah Paragon City beroperasi), baik saat akhir pekan maupun hari kerja, terutama pada saat jam-jam puncak, simpang BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada Simpang Bersinyal telapak kaki a. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pemilihan Moda Menurut Tamin (2003), pemilihan moda sangat sulit dimodelkan, walaupun hanya dua buah moda yang akan digunakan (pribadi atau umum). Hal tersebut disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.133,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. SPM. Angkutan Massal. Berbasis Jalan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 10 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-47 Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen Rendy Prasetya Rachman dan Wahju Herijanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota kota di Indonesia berkembang dengan pesat dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Kota kota di Indonesia berkembang dengan pesat dalam pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota kota di Indonesia berkembang dengan pesat dalam pengertian intensitas aktivitas sosio ekonomi juga luas wilayah perkotaannya, seiring kemajuan ekonomi pola aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 272/HK.105/DJRD/96 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir menyebutkan parkir adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat yang lain, di mana

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO FERI ANDRI SELFIAN Mahasiswa Program DIII Manajemen Transportasi Program Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

Scaffolding 4 (1) (2015) Scaffolding.

Scaffolding 4 (1) (2015) Scaffolding. Scaffolding 4 (1) (2015) Scaffolding http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/scaffolding KAJIAN KARAKTERISTIK PERILAKU ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA LALU LINTAS Septian Adhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN BERLALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA W A L I K O T A S A M A R I N D A Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990 TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Proses analisis data dari pembahasan dilakukan setelah selesai melaksanakan inventarisasi atau pengumpulan data, baikyang berupa data primer maupun data sekunder.

Lebih terperinci

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ii INTISARI... iii ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum yang sudah memenuhi kinerja yang baik apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk mengetahui

Lebih terperinci