LOGIKA SAMAR (FUZZY LOGIC)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LOGIKA SAMAR (FUZZY LOGIC)"

Transkripsi

1 LOGIKA SAMAR (FUZZY LOGIC) 2. Himpunan Samar 2.. Himpunan Klasik dan Himpunan Samar Himpunan klasik merupakan himpunan dengan batasan yang tegas (crisp) (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Sebagai contoh : himpunan klasik A untuk bilangan nyata yang lebih besar dari 8 dapat diekspresikan dalam persamaan (2.). A = { x x > 8} (2.) Dalam persamaan (2.) jelas batasan bahwa jika x lebih besar dari 8 maka x merupakan bagian himpunan A, sementara untuk nilai x lainnya bukan merupakan bagian dari himpunan A. Berkebalikan dengan himpunan klasik, himpunan samar merupakan himpunan tanpa batas yang jelas (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Dalam himpunan samar, batas antara anggota himpunan dan bukan anggota himpunan adalah bertahap dan perubahan perlahan dibentuk dengan fungsi keanggotaan yang memberikan fleksibilitas dalam memodelkan ekspresi linguistic (bahasa) yang biasa digunakan, sebagai contoh airnya dingin atau suhu udara dingin (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Sebagai ilustrasi, secara matematika dapat diekspresikan bahwa himpunan orang yang tinggi adalah orang yang tingginya lebih dari 8 cm. Jika diwujudkan dalam persamaan seperti pada persamaan (2.), misal A= Orang yang Tinggi dan x = Tinggi, maka persamaan tersebut tidak cukup untuk mewujudkan konsep sesungguhnya dari orang yang tinggi. Himpunan orang tinggi dalam konsep himpunan klasik digambarkan seperti dalam gambar 2.. derajat keanggotaan Gambar 2.. Himpunan Klasik Orang Tinggi STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN

2 Jika digunakan persamaan tersebut maka orang dengan tinggi 8 cm dapat dikatakan orang yang tinggi sementara orang dengan tinggi 75 cm bahkan 79 cm tidak dapat dikatakan sama sekali sebagai orang yang tinggi. Terdapat batas yang jelas dan perubahan yang tajam antara menjadi anggota dan bukan anggota dalam himpunan..65 derajat keanggotaan Gambar 2.2. Himpunan Samar Orang Tinggi Dalam himpunan samar, batas antara anggota himpunan dan bukan anggota himpunan adalah bertahap dan dengan perubahan perlahan. Pada gambar 2.2, orang dengan tinggi lebih dari atau sama dengan 8 cm adalah anggota himpunan orang yang tinggi dengan derajat keanggotaan. Sementara orang dengan tinggi kurang dari 8 cm, dapat menjadi anggota himpunan orang yang tinggi dengan derajat keanggotaan yang berbeda-beda. Misal orang dengan tinggi 75 cm, menjadi anggota himpunan orang yang tinggi dengan derajat keanggotaan.65, sementara orang dengan tinggi 64 cm, memiliki derajat keanggotaan terhadap himpunan orang yang tinggi. Derajat keanggotaan menunjukkan seberapa dekat nilai terhadap batas derajat keanggotaan himpunan yang sempurna Konsep Himpunan Samar Himpunan klasik diwujudkan dengan mendefinisikan fungsi karakteristik untuk setiap elemen anggota himpunan klasik tersebut (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Misal untuk himpunan klasik A, (x,) atau (x,) menunjukkan x anggota himpunan A ( x A) atau x bukan anggota himpunan A ( x A). Tidak seperti himpunan klasik, himpunan samar menggunakan derajat untuk menilai keanggotaan suatu elemen dalam suatu himpunan (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Untuk itu fungsi karakteristik himpunan samar menggunakan nilai antara sampai, yang menunjukkan nilai derajat keanggotaan suatu elemen dalam himpunan samar. Jika X adalah kumpulan obyek dengan keanggotaan elemen x didalamnya yang disebut sebagai semesta pembicaraan, maka himpunan samar A dalam X didefinisikan sebagai himpunan dapat diekspresikan dengan persamaan (2.2). A = {( x, µ A( x)) x X} (2.2) STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 2

3 Yang mana µ A (x) disebut fungsi keanggotaan untuk himpunan samar A. Fungsi keanggotaan memetakan setiap elemen dari X dalam nilai keanggotaan antara hingga. Sehingga dapat diketahui bahwa himpunan samar merupakan perluasan sederhana dari himpunan klasik yang mana fungsi karakteristiknya dimungkinkan untuk bernilai antara dan. Jika nilai dari fungsi keanggotaan µ A (x) dibatasi untuk dan maka himpunan samar disederhanakan menjadi himpunan klasik. Berdasar persamaan (2.2), jika X adalah kumpulan dari obyek diskrit maka himpunan samar A dinyatakan dalam persamaan (2.3). = x X A( xi ) xi A µ / (2.3) i Sedangkan jika X adalah nilai kontinu, maka himpunan samar A dinyatakan dalam persamaan (2.4). A = µ ( x) / x (2.4) X A Tanda Σ dan merupakan tanda untuk union (gabungan) dari pasangan ( x, µ ( x)) bukan merupakan tanda penjumlahan atau integral. Tanda / juga hanya merupakan tanda antara pasangan elemen x dengan fungsi keanggotaannya µ A (x), bukan merupakan pembagian. Sebagai contoh himpunan samar dengan semesta pembicaraan diskrit, misal X = {,, 2, 3, 4, 5, 6} adalah himpunan dari jumlah anak yang mungkin diinginkan oleh pasangan suami istri. Maka himpunan samar A untuk jumlah anak yang diinginkan oleh pasangan suami istri adalah : A = {(,.), (,.3), (2,.7), (3,), (4,.7), (5,.3), (6.)} A Sedangkan contoh himpunan samar dengan semesta pembicaraan X kontinu, misal X = R + merupakan himpunan dari kemungkinan usia harapan hidup manusia indonesia. Maka himpunan samar A = berkisar usia 6 tahun, dapat dituliskan dalam persamaan (2.5). Dengan nilai didefinisikan persamaan (2.6). A = {{( x, µ A( x)) x X }} (2.5) µ A( x) = (2.6) 4 x 6 + STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 3

4 2..3 Fungsi Keanggotaan Himpunan Samar didefinisikan oleh fungsi keanggotaannya. Fungsi keanggotaan merupakan suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik data masukan ke dalam nilai keanggotaannya (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Terdapat beberapa kurva yang digunakan untuk mendefinisikan fungsi keanggotaan (Jang, Sun, dan Mizutani, 24), yaitu :. Fungsi keanggotaan segitiga (Triangular membership function) Fungsi keanggotaan segitiga ditentukan oleh 3 parameter yaitu {a, b, c} dengan mengikuti aturan dalam persamaan (2.7). x c c x b b x a a x b c x c a b a x c b a x segitiga =,,,, ),, ; ( (2.7) Atau dengan menggunakan min dan max, dapat didefinisikan dengan persamaan (2.8). =,, min max ),, ; ( b c x c a b a x c b a x segitiga (2.8) Parameter {a, b, c} dengan a < b < c menentukan koordinat x dari 3 sudut fungsi keanggotaan segitiga. Fungsi keanggotaan segitiga dapat digambarkan seperti dalam gambar 2.3. Gambar 2.3. Fungsi Keanggotaan Segitiga 2. Fungsi keanggotaan trapezium (Trapezoidal membership function) Fungsi keanggotaan trapesium ditentukan 4 parameter {a, b, c, d} yang mengikuti aturan dalam persamaan (2.9). x d d x c c x b b x a a x c d x d a b a x d c b a x trapesium =,,,,, ),,, ; ( (2.9) b a Derajat keanggotaan c STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 4

5 Dan sebagai alternatif dapat digunakan min dan max dalam persamaan (2.). x a d x trapesium ( x; a, b, c, d) = max min,,, (2.) b a d c Dalam persamaan (2.) parameter {a, b, c, d} dengan a < b < c < d menentukan koordinat x dari 3 sudut fungsi keanggotaan trapesium. Fungsi keanggotaan trapesium dapat digambarkan seperti pada gambar 2.4. Derajat keanggotaan a b c d Gambar 2.4. Fungsi Keanggotaan Trapesium 3. Fungsi keanggotaan gaussian (Gaussian membership function) Fungsi keanggotaan Gaussian ditentukan dengan 2 parameter {c, σ} dengan mengikuti persamaan (2.). 2 x c 2 σ gaussian ( x; c, σ ) = e (2.) Fungsi keanggotaan gaussian ditentukan oleh c dan σ. c merepresentasikan titik tengah (center) dan σ merepresentasikan lebar dari fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan Gaussian dapat diwujudkan seperti pada gambar 2.5. Derajat keanggotaan c σ Gambar 2.5. Fungsi Keanggotaan Gaussian 4. Fungsi keanggotaan lonceng (Bell membership function) Fungsi keanggotaan lonceng ditentukan oleh 3 parameter {a, b, c} dengan mengikuti persamaan (2.2). bell( x; a, b, c) = (2.2) 2b x c + a STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 5

6 c mendefinisikan titik tengah, a mendefinisikan lebar kurva dan b digunakan untuk mengendalikan nilai slope dan crossover. Parameter b biasanya bernilai positif. Fungsi keanggotaan lonceng dapat diilustrasikan seperti gambar 2.6. Derajat keanggotaan.5 Slope = -b/2a c-a c 2a c+a Gambar 2.6. Fungsi Keanggotaan Lonceng 5. Fungsi keanggotaan sigmoidal (Sigmoidal membership function) Fungsi keanggotaan sigmoidal didefinisikan dengan persamaan (2.3). sig( x; a, c) = (2.3) + exp [ a( x c) ] Nilai parameter a mengendalikan slope pada nilai crossover x = c. Fungsi keanggotaan sigmoidal dapat dilihat pada gambar 2.7. Derajat keanggotaan.5 c Gambar 2.7. Fungsi Keanggotaan Sigmoidal 2..4 Variabel Linguistik Variabel linguistik merupakan cara untuk mendefinisikan himpunan samar dengan variabel yang berupa kata atau kalimat (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Variabel linguistik didefinisikan dengan lima hal dituliskan dalam persamaan (2.4). (x, T(x), X, G, M) (2.4) STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 6

7 Dalam persamaan (2.4) x adalah nama dari variabel linguistik. T(x) adalah himpunan istilah dari nilai linguistik x. X adalah semesta pembicaraan dari x. G adalah aturan sintaksis yang menghasilkan istilah dalam T(x). Dan M adalah aturan semantik yang berhubungan dengan setiap nilai linguistik. Sebagai contoh jika didefinisikan variabel linguistik nilai ujian, maka himpunan istilah linguistik T(nilai ujian) adalah T(nilai ujian) = {jelek, sedang, bagus} yang mana setiap istilah dalam T(nilai ujian) didefinisikan dengan semesta pembicaraan X = [ ]. Aturan sintaksis berkaitan dengan cara nilai linguistik dalam himpunan istilah T(nilai ujian) dihasilkan. Aturan semantik mendefinisikan fungsi keanggotaan untuk setiap nilai linguistik x dalam T(x), yaitu M(jelek), M(sedang), dan M(bagus). derajat keanggotaan jelek sedang bagus Gambar 2.8. Himpunan Samar Nilai Ujian Pada gambar 2.8 dapat dilihat M(jelek) adalah himpunan samar untuk nilai ujian kurang dari sama dengan 5 dengan fungsi keanggotaan µ jelek diekspresikan dalam persamaan (2.5)., x 5 µ ( jelek) = (2.5) 6 x, 5 x 6 Sedangkan M(sedang) adalah himpunan samar untuk nilai ujian diantara 6 hingga 7.5 dengan fungsi keanggotan µ sedang diekspresikan dalam persamaan (2.6). x 5, 5 x 6 µ ( sedang) =, 6 x 7.5 (2.6) 8.5 x, 7.5 x 8.5 Dan M(bagus) adalah himpunan samar untuk nilai ujian diantara lebih dari sama dengan 8.5 dengan fungsi keanggotan µ bagus diekspresikan dalam persamaan (2.7). x 7.5, 7.5 x 8.5 µ ( bagus) = (2.7), x 8.5 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 7

8 2.2 Logika Samar 2.2. Proposisi Samar Perbedaan utama dari proposisi klasik dan proposisi samar terdapat pada rentang nilai kebenarannya (Klir, dan Yuan, 995). Jika proposisi klasik akan dinyatakan benar atau salah, maka proposisi samar dinyatakan dalam derajat kebenarannya. Proposisi samar dapat diklasifikasikan dalam 4 tipe (Klir, dan Yuan, 995) Proposisi Samar Tidak Bersyarat dan Tidak Terukur Proposisi samar tidak bersyarat dan tidak terukur diekspresikan dengan persamaan (2.24) (Klir, dan Yuan, 995). p : ν adalah F (2.24) Dengan υ adalah variabel yang memberikan nilai υ dari himpunan semesta V. Sedangkan F merupakan himpunan samar dalam V. Untuk setiap nilai υ dari υ memiliki derajat keanggotan F(υ) terhadap F yang juga merupakan derajat kebenaran dari proposisi p disimbolkan dalam persamaan (2.25). p : T(p) = F(υ) (2.25) Misal υ kecepatan kendaraan dengan fungsi keanggotaan untuk sifat tinggi seperti terlihat pada gambar 2.9. derajat keanggotaan tinggi Gambar 2.9. Fungsi Keanggotaan Kecepatan Kendaraan Tinggi Maka proposisi terbentuk adalah kecepatan kendaraan (υ) adalah tinggi (F), dengan derajat kebenaran T(p) = F(υ), sehingga jika kecepatan kendaraan υ = 85 maka derajat kebenaran proposisi T(p) = F(υ) = dan jika kecepatan kendaraan υ = 7 maka derajat kebenaran T(p) = F(υ) =,5. STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 8

9 Proposisi Samar Tidak Bersyarat dan Terukur Proposisi samar tidak bersyarat dan terukur diekspresikan dengan persamaan (2.26) (Klir, dan Yuan, 995). p : ν adalah F adalah S (2.26) Yang mana υ adalah variabel yang memberikan nilai υ dari himpunan semesta V. Sedangkan F merupakan himpunan samar dalam V dan S adalah ukuran kebenaran samar. Secara umum derajat kebenaran T(p) dari proposisi p untuk setiap nilai υ υ disimbolkan dalam persamaan (2.27). p : T(p) = S(F(υ)) (2.27) Misal υ umur dengan fungsi keanggotaan untuk sifat muda dan ukuran kebenaran samar dapat didefinisikan seperti dalam gambar 2.. Contoh proposisinya adalah Umur Jaka adalah Muda adalah Benar Sekali. Dan misal umur Jaka 32 tahun, akan merupakan anggota himpunan samar muda dengan derajat keanggotaan.6, dan proposisi tersebut memiliki derajat kebenaran dengan ukuran kebenaran samar Benar Sekali.36. Derajat Keanggotaan F(v) muda Umur (v) (a) Ukuran Kebenaran Agak Benar; T(p) = S(F(v)) = (F(v)) /2 Benar; T(p) = S(F(v)) = F(v) Benar Sekali; T(p) = S(F(v)) = (F(v)) 2 (b) Gambar 2. Fungsi Keanggotaan Umur dan Nilai Kebenarannya STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 9

10 Proposisi Samar Bersyarat dan Tidak Terukur 995). Proposisi samar bersyarat dan tidak terukur diekspresikan dengan persamaan (2.28) (Klir, dan Yuan, p : Jika x adalah A maka y adalah B (2.28) Yang mana x, y merupakan variabel yang nilainya berada dalam himpunan X,Y dan A, B adalah himpunan samar dalam himpunan X,Y. Contoh proposisinya adalah Jika Jaka Gemuk maka Ukuran Celananya adalah Besar Proposisi Samar Bersyarat dan Terukur Proposisi samar bersyarat dan terukur diekspresikan dengan persamaan (2.29) (Klir, dan Yuan, 995). p : Jika x adalah A maka y adalah B adalah S (2.29) Yang mana x, y merupakan variabel yang nilainya berada dalam himpunan X,Y dan A, B adalah himpunan samar dalam himpunan X,Y dan S merupakan ukuran kebenaran samar. Contoh proposisinya adalah Jika Jaka Gemuk maka Ukuran Celananya adalah Besar adalah Benar Sekali Fungsi Implikasi Untuk Proposisi Samar Fungsi implikasi berkaitan dengan bagaimana cara menginterpretasikan proposisi samar menjadi suatu relasi samar (Wang, 997) Fungsi Implikasi Minimum Fungsi implikasi minimum akan memotong keluaran dari himpunan samar (Kusumadewi, 23), seperti terlihat dalam gambar 2.. TINGGI SEDANG NORMAL Aplikasi Fungsi Implikasi IF Permintaan TINGGI AND Biaya Produksi SEDANG THEN Produksi NORMAL Gambar 2. Fungsi Implikasi MIN STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN

11 Fungsi Implikasi Product (Dot) Fungsi implikasi dot akan menskalakan keluaran dari himpunan samar (Kusumadewi, 23), seperti terlihat dalam gambar 2.2. TINGGI SEDANG NORMAL Aplikasi Fungsi Implikasi IF Permintaan TINGGI AND Biaya Produksi SEDANG THEN Produksi NORMAL Gambar 2.2 Fungsi Implikasi DOT STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN

12 2.2.3 Metode Penarikan Kesimpulan Metode Maksimum Metode maksimum merupakan metode penarikan kesimpulan yang mana solusi himpunan samar diperoleh dengan mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah samar, dan mengaplikasikannya ke keluaran dengan menggunakan operator OR (Kusumadewi, 23). RENDAH NAIK BERTAMBAH Aplikasi Fungsi Implikasi IF Biaya Produksi RENDAH AND Permintaan NAIK THEN Produksi BERTAMBAH STANDAR NORMAL Tidak ada Input IF Biaya Produksi STANDAR THEN Permintaan NORMAL TINGGI TURUN BERKURANG IF Biaya Produksi TINGGI AND Permintaan TURUN THEN Produksi BERKURANG Penarikan Kesimpulan Gambar 2.3 Penarikan Kesimpulan Metode Maksimum Secara umum dapat tuliskan dalam seperti pada persamaan (2.3). [ ] [ ], [ ] (2.3) Dengan [ ] merupakan nilai keanggotaan solusi samar sampai aturan ke-i, dan [ ] merupakan nilai keanggotaan konsekuen samar aturan ke-i. Proses penarikan kesimpulan dengan metode maksimum terlihat pada gambar 2.3. STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 2

13 Metode Additive (Penjumlahan) Metode penjumlahan merupakan metode penarikan kesimpulan yang mana solusi himpunan samar diperoleh dengan cara melakukan bounded-sum terhadap semua keluaran daerah samar (Kusumadewi, 23). Secara umum dapat diekspresikan dalam persamaan (2.3). [ ], [ ]+ [ ] (2.3) Dengan [ ] merupakan nilai keanggotaan solusi samar sampai aturan ke-i, dan [ ] merupakan nilai keanggotaan konsekuen samar aturan ke-i Metode Probabilistik OR Metode probabilistic OR merupakan metode penarikan kesimpulan yang mana solusi himpunan samar diperoleh dengan cara melakukan product terhadap semua keluaran daerah samar (Kusumadewi, 23). Secara umum dapat diekspresikan dalam persamaan (2.32). [ ] [ ]+ [ ] [ ] [ ] (2.32) Dengan [ ] merupakan nilai keanggotaan solusi samar sampai aturan ke-i, dan [ ] merupakan nilai keanggotaan konsekuen samar aturan ke-i Metode Penegasan (Defuzzifikasi) Defuzzifikasi atau penegasan merupakan metode untuk memetakan nilai dari himpunan samar ke dalam nilai crisp (Wang, 997). Masukan proses defuzzifikasi adalah himpunan samar. Terdapat beberapa metode defuzzifikasi (Kusumadewi, 23) antara lain :. Metode Centroid (Composite Moment) Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat (z*) daerah samar. Secara umum untuk semesta kontinu dirumuskan dalam persamaan (2.33), dan untuk semesta diskret dirumuskan dalam persamaan (2.34). = (2.33) = (2.34) STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 3

14 2. Metode Bisektor Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai pada domain samar yang memiliki nilai keanggotaan separo dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah samar. 3. Metode Mean of Maximum (MOM) Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata domain samar yang memiliki nilai maksimum. 4. Metode Largest of Maximum (LOM) Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar pada domain samar yang memiliki nilai maksimum. 5. Metode Smallest of Maximum (SOM) Pada metode ini, penyelesaian crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terkecil pada domain samar yang memiliki nilai maksimum. Secara keseluruhan metode defuzzifikasi dapat digambarkan seperti pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Metode Defuzzifikasi 2.3 Sistem Samar 2.3. Struktur Umum Sistem Inferensi Samar Sistem inferensi samar merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan samar, aturan samar JIKA-MAKA dan penalaran samar (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Struktur dasar dari sistem inferensi samar terdiri dari 3 konseptual komponen (Jang, Sun, dan Mizutani, 24), yaitu : Basis Aturan (Rule Base) yang mengandung aturan samar JIKA-MAKA Basis Data (Database) yang mendefinisikan fungsi keanggotaan untuk digunakan dalam aturan samar. STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 4

15 Mekanisme penalaran yang menjalankan proses pengambilan keputusan berdasar aturan dan fakta diberikan untuk memperoleh keluaran atau kesimpulan. Sistem inferensi samar dasar dapat menerima masukan berupa nilai samar maupun crisp, akan tetapi keluaran dihasilkan lebih sering berupa himpunan samar. Untuk mendapatkan keluaran crisp dapat dilakukan dengan metode defuzzifikasi. Crisp rule W x is A y is B (fuzzy) x Or rule 2 W x is A 2 y is B 2 (fuzzy) Aggregator (fuzzy) Defuzzifier (crisp) y x is A n rule n W y is B n (fuzzy) Gambar 2.5 Blok Diagram Sistem Inferensi Samar Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Input ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk If-Then. Fire strength akan dicari pada setiap aturan. Apabila jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Selanjutnya, hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp sebagai keluaran sistem. Terdapat beberapa model Sistem Inferensi Samar (Jang, Sun, dan Mizutani, 24), antara lain : Model Fuzzy Mamdani Model Fuzzy Sugeno (TSK) Model Fuzzy Tsukamoto Perbedaan antara ketiga sistem inferensi samar terdapat pada konsekuen dari aturan samar, aggregasi dan prosedur defuzzifikasi. STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 5

16 2.3.2 Model-model Sistem Samar Sistem Samar Model Mamdani Sistem samar model Mamdani disebut juga dengan metode max-min (Kusumadewi, 23). Untuk mendapatkan keluaran pada metode ini, diperlukan 4 tahapan yaitu :. Pembentukan himpunan samar Pada metode mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan samar. 2. Penggunaan Fungsi Implikasi Metode mamdani menggunakan fungsi implikasi min. 3. Penarikan Kesimpulan / Komposisii Aturan Komposisi aturan yang digunakan dalam metode mamdani adalah metode max. 4. Defuzzifikasi Defuzzifikasi pada metode mamdani dapat dilakukan dengan beberapa metode defuzzifikasi antara lain : Centroid, Bisektor, Mean of Maximum, Largest of Maximum atau Smallest of Maximum. Ilustrasi sistem samar model mamdani dapat dilihat pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Sistem Samar Model Mamdani STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 6

17 Sistem Samar Model Sugeno (TSK) Sistem samar model Sugeno juga dikenal dengan nama model TSK. Model Sugeno merupakan usaha untuk mengenbangkan pendekatan sistematis untuk membangun aturan samar dari himpunan data masukan dan keluaran (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Aturan samar pada model sugeno biasanya diwujudkan dalam susunan : JIKA x adalah A dan y adalah B maka z = f(x,y) yang mana A dan B adalah himpunan samar pada anteseden, dan z = f(x,y) merupakan fungsi crisp pada konsekuen. f(x,y) biasanya merupakan polinomial pada variabel masukan x dan y, tetapi dapat berupa fungsi. Jika f(x,y) merupakan polinomial orde maka hasil dari sistem inferensi samar disebut model samar sugeno orde. Ketika f merupakan konstantaa maka sistem inferensi samarnya disebut model samar sugeno orde. Ilustrasi sistem samar model sugeno dapat dilihat pada gambar 2.7. Gambar 2.7. Sistem Samar Model Sugeno Sistem Samar Model Tsukamoto Dalam sistem samar model tsukamoto, konsekuen pada setiap aturan samar JIKA-MAKA diwakili oleh himpunan samar dengan fungsi keanggotaan monoton. Nilai hasil pada konsekuenn setiap aturan samar berupa nilai crisp yang diperoleh berdasarkan fire strength pada antesedennya. Keluaran sistem dihasilkan dari konsep rata-rata terbobot dari keluaran setiap aturan samar (Jang, Sun, dan Mizutani, 24). Ilustrasi sistem samar metode tsukamoto dapat dilihat pada gambar 2.8. STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 7

18 Gambar 2.8 Sistem Samar Model Tsukamoto Misal terdapat 2 variabel masukan, yaitu x dan y serta sebuah variabel keluaran yaitu z. Variabel x terbagi atas 2 himpunan A dan A2, variabel y terbagi atas 2 himpunan B dan B2, dan variabel keluaran y terbagi atas 2 himpunan C dan C2. Jika terdapat 2 aturan samar : JIKA x adalah A dan y adalah B2 MAKA z adalah C JIKA x adalah A2 dan y adalah B2 MAKA z adalah C2 α-predikat untuk aturan pertama adalah w dan α-predikat untuk aturan kedua adalah w 2. Dengan penalaran monoton didapat keluaran aturan pertama adalah z dan z2 sebagai keluaran untuk aturan kedua. Dan untuk mendapatkan keluaran akhir digunakann konsep rata-rata terbobot dengan persamaan (2.35). z = wz + w2z w + w2 2 (2.35) STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 8

19 . SISTEM INFERENSI FUZZY a. METODE TSUKAMOTO b. METODE MAMDANI c. METODE SUGENO.. METODE TSUKAMOTO Setiap konsekuen pada aturan berbentuk IF-THEN direpresentasikan dengan suatu himpunan Fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasil, output tiap-tiap aturan diberikan secara tegas berdasar α-predikat (fire strenght). CONTOH KASUS : Sebuah perusahaan makanan kaleng akan memproduksi makanan jenis ABC. Dari data bulan terakhir, PERMINTAAN TERBESAR mencapai 5 kemasan/hari, dan PERMINTAAN TERKECIL kemasan/hari. PERSEDIAAN TERBANYAK digudang sampai 6 kemasan/hari, dan PERSEDIAAN TERKECIL mencapai kemasan/hari. Dengan segala keterbatasan kemampuan PRODUKSI TERBANYAK adalah 7 kemasan/hari, dan agar efisien PRODUKSI TERKECIL adalah 2 kemasan/hari. Dalam produksi perusahaan menggunakan aturan : R : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi BERKURANG R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERKURANG R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi BERTAMBAH R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERTAMBAH Berapa harus diproduki jika PERMINTAAN 4 kemasan dan PERSEDIAAN 3 kemasan. STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 9

20 SOLUSI : Terdapat 3 variabel fuzzy yaitu () permintaan, (2) persediaan, dan (3) produksi PERMINTAAN Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () TURUN, dan (2) NAIK Diketahui : Permintaan terendah adalah kemasan/hari Permintaan tertinggi adalah 5 kemasan/hari Permintaan permasalahan = 4 kemasan μ[x],75 TURUN NAIK 5 [], 5 4 5, [], PERMINTAAN PERSEDIAAN Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () SEDIKIT, dan (2) BANYAK Diketahui : Persediaan terendah adalah kemasan/hari Persediaan tertinggi adalah 6 kemasan/hari Persediaan permasalahan = 3 kemasan μ[y] SEDIKIT BANYAK 6 [], 6 5 6,6,4 [], PERSEDIAAN STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 2

21 PRODUKSI Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () BERKURANG, dan (2) BERTAMBAH Diketahui : Produksi terendah adalah 2 kemasan/hari Produksi tertinggi adalah 7 kemasan/hari Produksi permasalahan = ditanyakan?? kemasan μ[z] BERKURANG BERTAMBAH 2 7 [], [], PRODUKSI Cari Nilai Produksi Z, dengan fungsi implikasi MIN Permintaan x Fungsi keanggotaan TURUN : 5 [], Fungsi keanggotaan NAIK : [], Permintaan = 4 [] = Permintaan = 4 =,25 [] = 4 4 =,75 Persediaan y Fungsi keanggotaan SEDIKIT : 6 [], Fungsi keanggotaan BANYAK : [], Persediaan = 3 [] = Permintaan = 3 =,6 [] = =,4 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 2

22 Mencari Produksi z R : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi BERKURANG = = min [4] [3] = min,25;,4 =, [], =,25 z = 575 R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERKURANG = = min [4] [3] = min,25;,6 =, [], =,25 z2 = 575 R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi BERTAMBAH = = min [4] [3] = min,75;,4 =,4 2 2 [], =,4 z3 = 4 R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERTAMBAH = = min [4] [3] = min,75;,6 =,6 2 2 [], =,6 z3 = 5 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 22

23 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN μ[x],25 μ[x] TURUN 4 TURUN PERMINTAAN 5 μ[y],4 μ[y] SEDIKIT 3 PERSEDIAAN BANYAK 6 μ[z] α μ[z] BERKURANG 2 BERKURANG PRODUKSI z 7,75,25 α z2 7 PERMINTAAN PERSEDIAAN PRODUKSI 23

24 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN μ[x],75 μ[x],75 4 PERMINTAAN 5 NAIK NAIK μ[y] μ[y] SEDIKIT 3 PERSEDIAAN BANYAK 6 μ[z] α3 μ[z] 2 z3 PRODUKSI BERTAMBAH 7 BERTAMBAH α z4 7 PERMINTAAN PERSEDIAAN PRODUKSI Hitung z sebagai berikut : = =, , ,4 4+,6 5,25+,25+,4+,6 = 7475,5 =

25 .2. METODE MAMDANI Disebut juga metode MAX-MIN. Untuk mendapatkan output melalui 4 tahapan sebagai berikut :. Pembentukan himpunan fuzzy 2. Aplikasi Fungsi Implikasi (aturan) Mamdani menggunakan fungsi Implikasi Min 3. Komposisi Aturan Mamdani dapat menggunakan 3 komposisi aturan, yaitu : max, additive, or 4. Penegasan (defuzzy) Hasil dari himpunan komposisi, perlu diterjemahkan menjadi nilai crisp sebagai hasil akhir. Terdapat beberapa metode defuzzifikasi : a. Metode Centroid b. Metode Bisektor c. Metode Mean of Maximum d. Metode Largest of Maximum e. Metode Smallest of Maximum CONTOH KASUS : Sebuah perusahaan makanan kaleng akan memproduksi makanan jenis ABC. Dari data bulan terakhir, PERMINTAAN TERBESAR mencapai 5 kemasan/hari, dan PERMINTAAN TERKECIL kemasan/hari. PERSEDIAAN TERBANYAK digudang sampai 6 kemasan/hari, dan PERSEDIAAN TERKECIL mencapai kemasan/hari. Dengan segala keterbatasan kemampuan PRODUKSI TERBANYAK adalah 7 kemasan/hari, dan agar efisien PRODUKSI TERKECIL adalah 2 kemasan/hari. Dalam produksi perusahaan menggunakan aturan : R : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi BERKURANG R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERKURANG R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi BERTAMBAH R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi BERTAMBAH Berapa harus diproduki jika PERMINTAAN 4 kemasan dan PERSEDIAAN 3 kemasan. STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 25

26 SOLUSI : Terdapat 3 variabel fuzzy yaitu () permintaan, (2) persediaan, dan (3) produksi PERMINTAAN Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () TURUN, dan (2) NAIK Diketahui : Permintaan terendah adalah kemasan/hari Permintaan tertinggi adalah 5 kemasan/hari Permintaan permasalahan = 4 kemasan μ[x],75 TURUN NAIK 5 [], 5 4 5, [], PERMINTAAN PERSEDIAAN Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () SEDIKIT, dan (2) BANYAK Diketahui : Persediaan terendah adalah kemasan/hari Persediaan tertinggi adalah 6 kemasan/hari Persediaan permasalahan = 3 kemasan μ[y] SEDIKIT BANYAK 6 [], 6 5 6,6,4 [], PERSEDIAAN STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 26

27 PRODUKSI Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () BERKURANG, dan (2) BERTAMBAH Diketahui : Produksi terendah adalah 2 kemasan/hari Produksi tertinggi adalah 7 kemasan/hari Produksi permasalahan = ditanyakan?? kemasan μ[z] BERKURANG BERTAMBAH 2 7 [], [], PRODUKSI Cari Nilai Produksi Z, dengan fungsi implikasi MIN Permintaan x Fungsi keanggotaan TURUN : 5 [], Fungsi keanggotaan NAIK : [], Permintaan = 4 [] = Permintaan = 4 =,25 [] = 4 4 =,75 Persediaan y Fungsi keanggotaan SEDIKIT : 6 [], Fungsi keanggotaan BANYAK : [], Persediaan = 3 [] = Permintaan = 3 =,6 [] = =,4 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 27

28 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN μ[x],25 μ[x] TURUN 4 TURUN PERMINTAAN 5 μ[y],4 μ[y] SEDIKIT 3 PERSEDIAAN BANYAK 6 μ[z] α μ[z] BERKURANG 2 BERKURANG PRODUKSI 7,75,25 α PERMINTAAN PERSEDIAAN PRODUKSI 28

29 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN μ[x],75 μ[x],75 4 PERMINTAAN 5 NAIK NAIK μ[y] μ[y] SEDIKIT 3 PERSEDIAAN BANYAK 6 μ[z] α3 μ[z] 2 PRODUKSI BERTAMBAH 7 BERTAMBAH α PERMINTAAN PERSEDIAAN μ[z] PRODUKSI,6,25 2 a a2 7 Komposisi PRODUKSI dengan MAX 29

30 =,25 a = 325 =,6 a = 5 Didapat fungsi keanggotaan hasil komposisi sbb :, [], ,6 5 Defuzzifikasi Dengan Metode Centroid hitung momen tiap area =,25 =,25 = 3232,5 2= =,2,4 =,67,2 = 38755,625 3=,6 =,3 = 72 Hitung luas masing2 area =325 25=82,5 2=,25+, =7 5,6=2 Sehingga = 3232, , ,5+743,75+2 =4247,74 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 3

31 .3. METODE SUGENO Secara umum menyerupai metode MAMDANI, akan tetapi output/konsekuen berupa konstanta atau persamaan linear. a. Module Fuzzy Sugeno Orde-Nol = b. Model Fuzzy Sugeno Orde-Satu = CONTOH KASUS : Sebuah perusahaan makanan kaleng akan memproduksi makanan jenis ABC. Dari data bulan terakhir, PERMINTAAN TERBESAR mencapai 5 kemasan/hari, dan PERMINTAAN TERKECIL kemasan/hari. PERSEDIAAN TERBANYAK digudang sampai 6 kemasan/hari, dan PERSEDIAAN TERKECIL mencapai kemasan/hari. Dengan segala keterbatasan kemampuan PRODUKSI TERBANYAK adalah 7 kemasan/hari, dan agar efisien PRODUKSI TERKECIL adalah 2 kemasan/hari. Dalam produksi perusahaan menggunakan aturan : R : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi = permintaan - persediaan R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi = permintaan R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi permintaan R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi =,25 * Permintaan - Persediaan Berapa harus diproduki jika PERMINTAAN 4 kemasan dan PERSEDIAAN 3 kemasan. SOLUSI : Terdapat 3 variabel fuzzy yaitu () permintaan, (2) persediaan, dan (3) produksi PERMINTAAN Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () TURUN, dan (2) NAIK Diketahui : Permintaan terendah adalah kemasan/hari Permintaan tertinggi adalah 5 kemasan/hari Permintaan permasalahan = 4 kemasan μ[x],75 TURUN NAIK 5 [], 5 4 5, [], PERMINTAAN STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 3

32 PERSEDIAAN Terdiri dari 2 himpunan fuzzy, yaitu () SEDIKIT, dan (2) BANYAK Diketahui : Persediaan terendah adalah kemasan/hari Persediaan tertinggi adalah 6 kemasan/hari Persediaan permasalahan = 3 kemasan μ[y] SEDIKIT BANYAK 6 [], 6 5 6,6,4 [], PERSEDIAAN Cari Nilai Produksi Z Permintaan x Fungsi keanggotaan TURUN : 5 [], Fungsi keanggotaan NAIK : [], Permintaan = 4 [] = Permintaan = 4 =,25 [] = 4 4 =,75 Persediaan y Fungsi keanggotaan SEDIKIT : 6 [], Fungsi keanggotaan BANYAK : [], Persediaan = 3 [] = Permintaan = 3 =,6 [] = =,4 STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 32

33 Mencari Produksi z R : JIKA permintaan TURUN dan persediaan BANYAK maka produksi = Permintaan - Persediaan = = min [4] [3] = min,25;,4 =,25 =4 3=37 R2 : JIKA permintaan TURUN dan persediaan SEDIKIT maka produksi = Permintaan = = min [4] [3] = min,25;,6 =,25 2=4 R3 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan BANYAK maka produksi = Permintaan = = min [4] [3] = min,75;,4 =,4 3=4 R4 : JIKA permintaan NAIK dan persediaan SEDIKIT maka produksi =,24 * Permintaan - Persediaan = = min [4] [3] = min,75;,6 =,6 4=,25 4 3=47 Hitung z sebagai berikut : = =,25 37+,25 4+,4 4+,6 47,25+,25+,4+,6 = 6345,5 =423 DAFTAR PUSTAKA [] Kusumadewi, Artificial Intelligence, [2] Russel, S.J., dan Norvig, P., Artificial Intelligence a Modern Aproach [3] Winston, P.H., Artificial Intelligence STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 33

34 NEURAL NETWORK / JARINGAN SYARAF TIRUAN KOMPONEN Jaringan syaraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron-neuron akan mentranformasikan informasi yang diterima-nya kepada neuron lain. Dalam JST, neuron input akan menerima informasi dan menjumlahkan semua nilai-nilai semua bobot yang masuk. Nilai masukan tersebut kemudian akan dibandingakan dengan nilai ambang melalui fungsi aktivasi. Jika nilai masukan melewati nilai ambang maka neuron akan diaktifkan dan memberikan nilai keluaran kepada neron output. ARSITEKTUR JST a. SINGLE LAYER b. MULTI LAYER STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 34

35 X w X 2 w 2 Σ y_in F y w 3 X N Gambar Jaringan Syaraf Sederhana Persamaan : _ FUNGSI AKTIVASI a. Fungsi Aktivasi (Fungsi Undak Biner) b. Fungsi Aktivasi (Fungsi Undak Biner dgn Threshold) c. Fungsi Aktivasi (Bipolar) STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 35

36 Pembelajaran a. Terawasi (supervised Learning) Hebb Perceptron Bakcpropagation b. Tidak Terawasi (unsupervised learning) Hebb Merupakan model jaringan dengan pembelajaran paling sederhana Proses perbaikan bobot : dengan : algoritma wi(baru) = wi(lama) + xi*y wi = bobot data input ke i xi = input data ke i y = output data. Inisialisasi semua bobot wij = ; dengan i =,2,..., n dan j =,2,.., m. Untuk setiap pasangan input output (s-t) a. Set input dengan nilai sama dengan vektor input xi = si (i=,2,.., n) b. Set output dengan nilai sama dengan vektor output yj = ti (j=,2,..m) c. Perbaiki bobot wij(baru) = wij(lama) + xi*yj (i =,2,..., n dan j =,2,.., m) Catatan bias selalu = CONTOH KASUS : X w w 2 Σ y_in F y X 2 b STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 36

37 Jaringan syaraf untuk fungsi OR dengan fungsi aktivasi Bipolar: Input bias target X = T = Bobot awal = W = B = Perubahan bobot : Data ke - w = + = w2 = + = b = = - Data ke -2 w = - = w2 = + = 2 b = - + = Data ke -3 w = + = w2 = 2 - = b = + = Data ke -4 w = + = 2 w2 = + = 2 b = + = 2 Pada kondisi akhir didapatkan w = 2, w2 = 2, dan bias = 2 Pengujian dengan data input : () Untuk x = -, dan x2 = -, maka outputnya harus = - y_in = (2 )(-) + (2) (-) + 2 = -2 Dengan Fungsi aktivasi Bipolar y = F(-2) = - karena -2 < STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 37

38 (2) Untuk x = -, dan x2 =, maka outputnya harus = y_in = (2 )(-) + (2) () + 2 = 2 Dengan Fungsi aktivasi Bipolar y = F(2) = karena 2 > (3) Untuk x =, dan x2 = -, maka outputnya harus = y_in = (2 )() + (2) (-) + 2 = 2 Dengan Fungsi aktivasi Bipolar y = F(2) = karena 2 > (4) Untuk x =.5, dan x2 = -.2, maka dapat dihitung outputnya y_in = (2 )(.5) + (2) (-.2) + 2 = 2.6 Dengan Fungsi aktivasi Bipolar y = F(2.6) = karena 2.6 > Perceptron Perceptron biasa digunakan untuk mengklasifikasikan sesuatu. Fungsi aktivasi dibuat sedemikian rupa sehingga terdapat pembatasan daerah positif dan negatif daerah positif daerah negatif - Pembatasan linear perceptron Persamaan garis pemisah : +22+= Persamaan daerah positif : +22 Persamaan daerah negatif : +22< STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 38

39 Langkah pembelajaran jaringan perceptron. Inisialisasi a. Set semua bobot dan bias (misal = ) b. Set learning rate ( < α < ) c. Set maksimum epoh. Tetapkan epoh = 2. Selama belum false, ulangi langkah sbb : a. Untuk setiap sk tk, dengan k=,2,...,n i. Set input : x ki = s ki k =,2,..., m ii. Hitung respon untuk unit = + j=,2,.., c untuk output biner =, _, _ < untuk output bipolar =, _, _ < iii. Perbaiki bobot dan bias Jika y j t kj, maka b. Tes kondisi berhenti = + = + CONTOH KASUS : X w w 2 Σ y_in F y X 2 b Jaringan syaraf untuk fungsi OR dengan fungsi aktivasi undak biner : Input bias target STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 39

40 Langkah : Tetapkan MaxEpoh, misal = 5; Learning Rate (α), misal = ; Bobot awal, misal : w = dan w2= Bobot bias, b = Total Error, E = Jika y j t kj, maka = + + = + + Epoh : o Data =+ + = == ; = ; = h : = ;= Perbaiki bobot =+ = =+ = =+ = o Data 2 = + = = = ; = ; = h : = ;= Perbaiki bobot = += = += = += o Data 3 = + += = = ; = ; = h : = ;= Perbaiki bobot = += =+= =+= o Data 4 =+ += == = ; = ; = h Epoh 2 : o Data =+ + = == ; = ; = h : = ;= Perbaiki bobot =+ = =+ = =+ = o Data 2 = + += = = ; = ; = h : = ;= STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 4

41 Perbaiki bobot = += = += =+= o Data 3 = + += == = ; = ; = h o Data 4 = + += == = ; = ; = h Epoh 3 : o Data = + + = == ; = ; = h : = ;= Perbaiki bobot = + = =+ = =+ = o Data 2 = + += == ; = ; = h o Data 3 = + += = = = ; = ; = h : = ;= = += =+= =+= o Data 4 =+ += == = ; = ; = h Epoh 4 : o Data =+ + = == ; = ; = h : = ;= Perbaiki bobot =+ = =+ = =+ = o Data 2 =+ += == ; = ; = h o Data 3 =+ += == = ; = ; = h o Data 4 =+ += PROGRAM == STUDI TEKNIK INFORMATIKA STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 4

42 = ; = ; = h Epoh 5 : o Data =+ + = == ; = ; = h : = ;= Perbaiki bobot =+ = =+ = =+ = o Data 2 =+ += == ; = ; = h o Data 3 =+ += == = ; = ; = h o Data 4 =+ += == = ; = ; = h STMIK PELITA NUSANTARA MEDAN 42

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar yang artinya suatu nilai dapat bernilai benar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat keanggotan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permintaan, Persediaan dan Produksi 2.1.1 Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA

ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA Rima Liana Gema, Devia Kartika, Mutiana Pratiwi Universitas Putra Indonesia YPTK Padang email: rimalianagema@upiyptk.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Himpunan adalah kata benda yang berasal dari kata himpun. Kata kerjanya adalah menghimpun. Menghimpun adalah kegiatan yang berhubungan dengan berbagai objek apa saja.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Himpunan Himpunan adalah setiap daftar, kumpulan atau kelas objek-objek yang didefenisikan secara jelas, objek-objek dalam himpunan-himpunan yang dapat berupa apa saja: bilangan, orang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai landasan teori yang digunakan pada penelitian ini. Penjabaran ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada penulis

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Pendahuluan Alasan digunakannya Logika Fuzzy Aplikasi Himpunan Fuzzy Fungsi keanggotaan Operator Dasar Zadeh Penalaran Monoton Fungsi Impilkasi Sistem Inferensi Fuzzy Basis Data Fuzzy Referensi

Lebih terperinci

Sistem Inferensi Fuzzy

Sistem Inferensi Fuzzy Sistem Inferensi Fuzzy METODE SUGENO 27 Sistem Inferensi Fuzzy Metode Tsukamoto Metode Sugeno! Diperkenalkan oleh Takagi-Sugeno-Kang, tahun 1985.! Bagian output (konsekuen) sistem tidak berupa himpunan

Lebih terperinci

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Zulfikar Sembiring Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Medan Area zoelsembiring@gmail.com Abstrak Logika Fuzzy telah banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kompetensi Pedagogik Menurut Mahmudin (2008) Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Model keseimbangan air pada waduk (Sumber : Noor jannah,2004)

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Model keseimbangan air pada waduk (Sumber : Noor jannah,2004) BAB IV METODOLOGI 4.1 Sistem Pengoperasian Waduk. Tujuan di bangun suatu sistem waduk sangat mempengaruhi strategi pengoperasian sistem waduk yang bersangkutan. Dalam mengembangkan model optimasi pengoperasian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya BAB II LANDASAN TEORI A. Logika Fuzzy Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya berada di luar model matematis dan bersifat inexact. Konsep ketidakpastian inilah yang

Lebih terperinci

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom PENDAHULUAN Logika Fuzzy pertama kali dikenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh tahun 1965 Dasar Logika Fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Teori himpunan fuzzy adalah peranan

Lebih terperinci

Bab III TEORI DAN PENGONTOR BERBASIS LOGIKA FUZZI

Bab III TEORI DAN PENGONTOR BERBASIS LOGIKA FUZZI Bab III TEORI DAN PENGONTOR BERBASIS LOGIKA FUZZI III.1 Teori Logika fuzzi III.1.1 Logika fuzzi Secara Umum Logika fuzzi adalah teori yang memetakan ruangan input ke ruang output dengan menggunakan aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Game dan Video Game Menurut kamus Cambridge Advanced Learner Dictionary, game adalah sebuah aktivitas menghibur dan menyenangkan yang dimainkan oleh anak anak. Sedangkan video

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima Sistem Berbasis Pengetahuan LOGIKA FUZZY Kelompok Rhio Bagus P 1308010 Ishak Yusuf 1308011 Martinus N 1308012 Cendra Rossa 1308013 Rahmat Adhi 1308014 Chipty Zaimima 1308069 Sekolah Tinggi Manajemen Industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan BAB II LANDASAN TEORI 2.. Logika Fuzzy Fuzzy set pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi Zadeh, 965 orang Iran yang menjadi guru besar di University of California at Berkeley dalam papernya yang monumental

Lebih terperinci

KASUS PENERAPAN LOGIKA FUZZY. Fuzzy tsukamoto, mamdani, sugeno

KASUS PENERAPAN LOGIKA FUZZY. Fuzzy tsukamoto, mamdani, sugeno KASUS PENERAPAN LOGIKA FUZZY Fuzzy tsukamoto, mamdani, sugeno CARA KERJA LOGIKA FUZZY MELIPUTI BEBERAPA TAHAPAN BERIKUT : 1. Fuzzyfikasi 2. Pembentukan basis pengetahuan fuzzy (rule dalam bentuk if..then).

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan memberikan penjelasan awal mengenai konsep logika fuzzy beserta pengenalan sistem inferensi fuzzy secara umum. 2.1 LOGIKA FUZZY Konsep mengenai logika fuzzy diawali

Lebih terperinci

Himpunan Tegas (Crisp)

Himpunan Tegas (Crisp) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Suatu cara untuk merepresentasikan dan menangani masalah ketidakpastian (keraguan, ketidaktepatan, kekuranglengkapan informasi, dan kebenaran yang bersifat sebagian). Fuzzy System

Lebih terperinci

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ P.A Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus 3 UAD, Jl. Prof. Soepomo rochmahdyah@yahoo.com Abstrak Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan dalam situasi tertentu. Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan suatu metode pengambilan keputusan berbasis aturan yang digunakan untuk memecahkan keabu-abuan masalah pada sistem yang sulit dimodelkan

Lebih terperinci

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Himpunan Fuzzy Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Outline Himpunan CRISP Himpunan Fuzzy Himpunan CRISP Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan A, yang

Lebih terperinci

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN METODE SUGENO DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEPRIBADIAN SISWA BERDASARKAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MI MIFTAHUL ULUM GONDANGLEGI MALANG) Wildan Hakim, 2 Turmudi, 3 Wahyu H. Irawan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Zadeh (1965) memperkenalkan konsep fuzzy sebagai sarana untuk menggambarkan sistem yang kompleks tanpa persyaratan untuk presisi. Dalam jurnalnya Hoseeinzadeh et

Lebih terperinci

PENALARAN FUZZY SISTEM PAKAR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

PENALARAN FUZZY SISTEM PAKAR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PENALARAN FUZZY SISTEM PAKAR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PENALARAN FUZZY Digunakan untuk menghasilkan suatu keputusan tunggal / crisp saat defuzzifikasi Penggunaan akan bergantung

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR FUZZY

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR FUZZY FUZZY EXPERT SYSTEM FUZZY INFERENCE SYSTEM FUZZY REASONING Toto Haryanto MATA KULIAH SISTEM PAKAR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR FUZZY Domain Masalah Fuzzifikasi

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY 1. LOGIKA FUZZY Logika fuzzy adalah suatu cara tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Teknik ini menggunakan teori matematis himpunan fuzzy. Logika fuzzy berhubungan dengan

Lebih terperinci

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan Ria Rahmadita Surbakti 1), Marlina Setia Sinaga 2) Jurusan Matematika FMIPA UNIMED riarahmadita@gmail.com

Lebih terperinci

Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy.

Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy. LOGIKA FUZZY UTHIE Intro Pendahuluan Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy. Lotfi Asker Zadeh adalah seorang ilmuwan

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Aplikasi Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno dalam Memperkirakan Produksi Air Mineral dalam Kemasan Oleh Suwandi NRP 1209201724 Dosen Pembimbing 1. Prof. Dr M. Isa Irawan, MT 2. Dr Imam Mukhlash, MT Institut

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN FUNGSI KEANGGOTAAN (Membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai/derajat keanggotaannya yang memiliki interval

Lebih terperinci

Praktikum sistem Pakar Fuzzy Expert System

Praktikum sistem Pakar Fuzzy Expert System Praktikum sistem Pakar Fuzzy Expert System Ketentuan Praktikum 1. Lembar Kerja Praktikum ini dibuat sebagai panduan bagi mahasiswa untuk praktikum pertemuan ke - 8 2. Mahasiswa akan mendapatkan penjelasan

Lebih terperinci

ANALISIS & DESAIN SISTEM FUZZY. Menggunakan TOOLBOX MATLAB

ANALISIS & DESAIN SISTEM FUZZY. Menggunakan TOOLBOX MATLAB ANALISIS & DESAIN SISTEM FUZZY Menggunakan TOOLBOX MATLAB ANALISIS & DESAIN SISTEM FUZZY Menggunakan TOOLBOX MATLAB Sri Kusumadewi Analisis & Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox Matlab Oleh: Sri Kusumadewi

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY (Lanjutan)

LOGIKA FUZZY (Lanjutan) Metode Mamdani Metode mamdani sering dikenal sebagai metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Menurut metode ini, ada empat tahap yang harus dilalui untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komponen Mobil Mesin terdiri atas beberapa bagian yang memiliki fungsinya masingmaning. Bagian-bagian atau komponen-komponen tersebut bekerja bersama-sama untuk menghasilkan

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL FUZZY DALAM PREDIKSI PRODUKSI TELUR AYAM PETELUR DI KABUPATEN SLEMAN

APLIKASI MODEL FUZZY DALAM PREDIKSI PRODUKSI TELUR AYAM PETELUR DI KABUPATEN SLEMAN APLIKASI MODEL FUZZY DALAM PREDIKSI PRODUKSI TELUR AYAM PETELUR DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Jurnal Informatika SIMANTIK Vol. 2 No. 2 September 2017 ISSN:

Jurnal Informatika SIMANTIK Vol. 2 No. 2 September 2017 ISSN: PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MENENTUKAN MAHASISWA BERPRESTASI DI STMIK CIKARANG MENGGUNAKAN JAVA NETBEANS DAN MYSQL Ema Dili Giyanti 1), Ali Mulyanto 2) 1) Program Studi Teknik Informatika, STMIK Cikarang

Lebih terperinci

SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH

SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH KECERDASAN BUATAN SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH AMARILIS ARI SADELA (E1E1 10 086) SITI MUTHMAINNAH (E1E1 10 082) SAMSUL (E1E1 10 091) NUR IMRAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Himpunan adalah suatu kumpulan atau koleksi objek-objek yang mempunyai kesamaan sifat tertentu. Objek ini disebut elemen-elemen atau anggota-anggota dari himpunan (Frans

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara untuk memetakan suatu ruang masukan ke dalam suatu ruang keluaran. Logika fuzzy ditemukan oleh Prof.Lotfi A. Zadeh dari Universitas

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS

IMPLEMENTASI METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS IMPLEMENTASI METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS Alfa Saleh Teknik Informatika, Fak Ilmu Komputer Universitas Potensi Utama Jl KL Yos Sudarso KM 65 No3-A, Tanjung Mulia,

Lebih terperinci

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana Logika Fuzzy KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8 Entin Martiana 1 Kasus fuzzy dalam kehidupan sehari-hari Tinggi badan saya: Andi menilai bahwa tinggi badan saya termasuk tinggi Nina menilai

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN JURUSAN DI SMU DENGAN LOGIKA FUZZY

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN JURUSAN DI SMU DENGAN LOGIKA FUZZY SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN JURUSAN DI SMU DENGAN LOGIKA FUZZY Hafsah, Heru Cahya Rustamaji, Yulia Inayati Jurusan Teknik Informatika UPN "Veteran" Yogyakarta Jl. Babarsari No 2 Tambakbayan Yogyakarta

Lebih terperinci

Elin Haerani. Kata Kunci : Defuzzifikasi, COA (center of area), bisektor, MOM (mean of maximum) LOM

Elin Haerani. Kata Kunci : Defuzzifikasi, COA (center of area), bisektor, MOM (mean of maximum) LOM ANALISA KENDALI LOGIKA FUZZY DENGAN METODE DEFUZZIFIKASI COA (CENTER OF AREA), BISEKTOR, MOM (MEAN OF MAXIMUM), LOM (LARGEST OF MAXIMUM), DAN SOM (SMALLEST OF MAXIMUM) Elin Haerani Jurusan Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Penerapan Logika Fuzzy

Penerapan Logika Fuzzy 1 Penerapan Logika Fuzzy M. Faisal Baehaki - 13506108 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia 1 m_faisal_b@yahoo.com

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

( ) ( ;,, ) Π(,, ) ( ;, ) ( ;, ) ( ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata yang cukup menarik minat para wisatawan baik

Lebih terperinci

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic.

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic. Fuzzy Systems Fuzzy Logic Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic. Masalah: Pemberian beasiswa Misalkan

Lebih terperinci

Contoh Kasus. Bagus Ilhami HIdayat

Contoh Kasus. Bagus Ilhami HIdayat Contoh Kasus Suatu perusahaan tekstil akan memproduksi pakaian dengan jenis XYZ. Dari 1 bulan terakhir, permintaan terbesar mencapai 5000 potong per hari, dan permintaan terkecil mencapai 1000 potong per

Lebih terperinci

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana Logika Fuzzy KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8 Entin Martiana 1 Kasus fuzzy dalam kehidupan sehari-hari Tinggi badan saya: Andi menilai bahwa tinggi badan saya termasuk tinggi Nina menilai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Titik awal dari konsep modern mengenai ketidakpastian

Lebih terperinci

4-5-FUZZY INFERENCE SYSTEMS

4-5-FUZZY INFERENCE SYSTEMS 4-5-FUZZY INFERENCE SYSTEMS Shofwatul Uyun Mekanisme FIS Fuzzy Inference Systems (FIS) INPUT (CRISP) FUZZYFIKASI RULES AGREGASI DEFUZZY OUTPUT (CRISP) 2 Metode Inferensi Fuzzy Metode Tsukamoto Metode Mamdani

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN APLIKASI METODE FUZZY MAMDANI

PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN APLIKASI METODE FUZZY MAMDANI PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN APLIKASI METODE FUZZY MAMDANI Much. Djunaidi Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta email: joned72@yahoo.com

Lebih terperinci

Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar. Ketidakpastian dalam Sistem Pakar. Contoh forward chaining & backward chaining

Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar. Ketidakpastian dalam Sistem Pakar. Contoh forward chaining & backward chaining Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar Contoh forward chaining & backward chaining Ketidakpastian dalam Sistem Pakar Teori Peluang Teori Bayes Jaringan Bayes Faktor Kepastian Kecerdasan Buatan Pertemuan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI

PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI Hilda Lutfiah, Amar Sumarsa 2, dan Sri Setyaningsih 2. Program Studi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 7 terboboti dari daerah output fuzzy. Metode ini paling dikenal dan sangat luas dipergunakan. First of Maxima (FoM) dan Last of Maxima (LoM) Pada First of Maxima (FoM), defuzzifikasi B( y) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan sistem yang kompleks. Logika fuzzy memberikan rangka kerja yang kuat dalam memecahkan masalah

Lebih terperinci

Prediksi Jumlah Produksi Mebel Pada CV. Sinar Sukses Manado Menggunakan Fuzzy Inference System

Prediksi Jumlah Produksi Mebel Pada CV. Sinar Sukses Manado Menggunakan Fuzzy Inference System Jurnal Matematika dan Aplikasi decartesian ISSN:2302-4224 J o u r n a l h o m e p a g e: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/decartesian decartesian Prediksi Jumlah Produksi Mebel Pada CV. Sinar Sukses

Lebih terperinci

Penerapan Fuzzy Mamdani Pada Penilaian Kinerja Dosen (Studi Kasus STMIK Kaputama Binjai)

Penerapan Fuzzy Mamdani Pada Penilaian Kinerja Dosen (Studi Kasus STMIK Kaputama Binjai) Penerapan Fuzzy Mamdani Pada Penilaian Kinerja Dosen (Studi Kasus STMIK Kaputama Binjai) Magdalena Simanjuntak 1), Achmad Fauzi 2) Program Studi Teknik Informatika STMIK Kaputama 1) Program Studi Manajemen

Lebih terperinci

FUZZY MAMDANI DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN DOSEN MENGAJAR

FUZZY MAMDANI DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN DOSEN MENGAJAR Seminar Nasional Informatika 23 (semnasif 23) ISSN: 979-2328 UPN Veteran Yogyakarta, 8 Mei 23 FUZZY MAMDANI DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN DOSEN MENGAJAR Sundari Retno Andani ) ) AMIK Tunas Bangsa

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Definisi Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Pohon Kelapa Sawit terdiri dari

Lebih terperinci

SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI BERBASIS WEB

SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI BERBASIS WEB JURNAL MATRIX VOL. 3, NO. 1, MARET 2013 39 SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI BERBASIS WEB I Ketut Suwintana Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bali Kampus Bukit Jimbaran Bali Telp. +62 361 701981 Abstrak:.Logika

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM FUZZY DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

PEMODELAN SISTEM FUZZY DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB PEMODELAN SISTEM FUZZY DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB Afan Galih Salman Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Bina Nusantara University Jln. K.H. Syahdan No 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 asalman@binus.edu

Lebih terperinci

Penggunaan Mamdani Fuzzy Expert System untuk Mengevaluasi Kinerja Dosen

Penggunaan Mamdani Fuzzy Expert System untuk Mengevaluasi Kinerja Dosen Penggunaan Mamdani Fuzzy Expert System untuk Mengevaluasi Kinerja Dosen Dwi Rolliawati Fakultas Ilmu Komputer, Sistem Komputer, Universitas Narotama dwi.roliawati@narotama.ac.id Abstrak Dosen sebagai pendidik

Lebih terperinci

Matematika Diskrit Fuzzy Inference System Prodi T.Informatika

Matematika Diskrit Fuzzy Inference System Prodi T.Informatika Matematika Diskrit Fuzzy Inference System Prodi T.Informatika Mahasiswa dapat melakukan penalaran dengan hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot. Mekanisme Fuzzy Iinference Systems

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah cabang dari sistem kecerdasan buatan (Artificial Inteligent) yang mengemulasi kemampuan manusia dalam berfikir ke dalam bentuk algoritma yang

Lebih terperinci

DENIA FADILA RUSMAN

DENIA FADILA RUSMAN Sidang Tugas Akhir INVENTORY CONTROL SYSTEM UNTUK MENENTUKAN ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT BAHAN BAKU POKOK TRANSFORMER MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS : PT BAMBANG DJAJA SURABAYA) DENIA FADILA

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN

LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN Agung Saputra 1), Wisnu Broto 2), Ainil Syafitri 3) Prodi Elektro Fakultas Teknik Univ. Pancasila, Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta, 12640 Email: 1) agungsap2002@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE FUZZY MAMDANI

BAB III METODE FUZZY MAMDANI 29 BAB III METODE FUZZY MAMDANI Fuzzy Inference System merupakan sebuah kerangka kerja perhitungan berdasarkan konsep teori himpunan fuzzy dan pemikiran fuzzy yang digunakan dalam penarikan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjurusan di SMA Sepanjang perkembangan Pendidikan formal di Indonesia teramati bahwa penjurusan di SMA telah dilaksanakan sejak awal kemerdekaan yaitu tahun 1945 sampai sekarang,

Lebih terperinci

KOTAK HITAM. Pemetaan input-output pada masalah produksi Diberikan data persediaan barang, berapa jumlah barang yang harus diproduksi?

KOTAK HITAM. Pemetaan input-output pada masalah produksi Diberikan data persediaan barang, berapa jumlah barang yang harus diproduksi? LOGIKA FUZZY 7 7. PENDAHULUAN Orang yang belum pernah mengenal logika fuzzy pasti akan mengira bahwa logika fuzzy adalah sesuatu yang amat rumit dan tidak menyenangkan. Namun, sekali seseorang mulai mengenalnya,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) REPRESENTASI EMOSI MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY PADA PERMAINAN BONNY S TOOTH BOOTH

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) REPRESENTASI EMOSI MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY PADA PERMAINAN BONNY S TOOTH BOOTH 68 REPRESENTASI EMOSI MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY PADA PERMAINAN BONNY S TOOTH BOOTH Septiani Nur Hasanah 1, Nelly Indriani Widiastuti 2 Program Studi Teknik Informatika. Universitas Komputer Indonesia. Jl.

Lebih terperinci

STUDY TENTANG APLIKASI FUZZY LOGIC MAMDANI DALAM PENENTUAN PRESTASI BELAJAR SISWA (STUDY KASUS: SMP PEMBANGUNAN NASIONAL PAGAR MERBAU)

STUDY TENTANG APLIKASI FUZZY LOGIC MAMDANI DALAM PENENTUAN PRESTASI BELAJAR SISWA (STUDY KASUS: SMP PEMBANGUNAN NASIONAL PAGAR MERBAU) STUDY TENTANG APLIKASI FUZZY LOGIC MAMDANI DALAM PENENTUAN PRESTASI BELAJAR SISWA (STUDY KASUS: SMP PEMBANGUNAN NASIONAL PAGAR MERBAU) Desi Vinsensia Program Studi Teknik Informatika STMIK Pelita Nusantara

Lebih terperinci

Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar. Ketidakpastian dalam Sistem Pakar. Contoh forward chaining & backward chaining

Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar. Ketidakpastian dalam Sistem Pakar. Contoh forward chaining & backward chaining Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar Contoh forward chaining & backward chaining Ketidakpastian dalam Sistem Pakar Teori Peluang Teori Bayes Jaringan Bayes Faktor Kepastian Kecerdasan Buatan Pertemuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Permintaan 2.1.1 Pengertian Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

BAB 2 2. LANDASAN TEORI BAB 2 2. LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan mengenai logika fuzzy yang digunakan, himpunan fuzzy, penalaran fuzzy dengan metode Sugeno, dan stereo vision. 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam pelaksanaan pembelajaran selalu ditemui evaluasi-evaluasi untuk menguji tingkat pemahaman terhadap suatu bahan yang dipelajari. Evaluasi-evaluasi ini tidak boleh

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI TELEVISI MERK X MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI

PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI TELEVISI MERK X MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI TELEVISI MERK X MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI Ahmad Mufid Program Studi Sistem Komputer Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan Fatah No. 83 Demak Telpon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat penting dalam kelangsungan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan beras, setiap manusia mempunyai cara-cara

Lebih terperinci

manusia diantaranya penyakit mata konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma.

manusia diantaranya penyakit mata konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Tentang Mata Mata merupakan organ tubuh manusia yang paling sensitif apabila terkena benda asing misal asap dan debu. Debu akan membuat mata kita terasa perih atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertiaan Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk digunakan memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

NURAIDA, IRYANTO, DJAKARIA SEBAYANG

NURAIDA, IRYANTO, DJAKARIA SEBAYANG Saintia Matematika Vol. 1, No. 6 (2013), pp. 543 555. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN BERDASARKAN PELAYANAN, HARGA DAN KUALITAS MAKANAN MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI (Studi Kasus pada Restoran Cepat Saji

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

SIMULASI MENENTUKAN WAKTU MEMASAK BUAH KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI

SIMULASI MENENTUKAN WAKTU MEMASAK BUAH KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI SIMULASI MENENTUKAN WAKTU MEMASAK BUAH KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI Nofriadi * 1), Havid Syafwan 2) 1) Program Studi Sistem Informasi, STMIK Royal Kisaran Jl. Prof. M. Yamin 173 Kisaran, Sumatera

Lebih terperinci

MENENTUKAN HARGA MOBIL BEKAS TOYOTA AVANZA MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO

MENENTUKAN HARGA MOBIL BEKAS TOYOTA AVANZA MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO MENENTUKAN HARGA MOBIL BEKAS TOYOTA AVANZA MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO Ganjar Ramadhan Jurusan Teknik Informatika, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Email : ganjar.ramadhan05@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S-1, S-2, atau S-3) maupun nongelar (D-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S-1, S-2, atau S-3) maupun nongelar (D- BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kualifikasi Akademik Ditjendikti - kemendiknas, (2010) menyatakan bahwa kualifikasi akademik adalah ijazah pendidikan tinggi yang dimiliki oleh guru pada saat yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan suatu metode pengambilan keputusan berbasis aturan yang digunakan untuk memecahkan keabu-abuan masalah pada sistem yang sulit dimodelkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGGINYA PEMAKAIAN LISTRIK ( STUDI KASUS KELURAHAN ABC )

PENERAPAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGGINYA PEMAKAIAN LISTRIK ( STUDI KASUS KELURAHAN ABC ) PENERAPAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGGINYA PEMAKAIAN LISTRIK ( STUDI KASUS KELURAHAN ABC ) Edy Victor Haryanto1), Fina Nasari) Universitas Potensi Utama Jl. K. L. Yos Sudarso Km. 6,5 No.

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN BERDASARKAN TINGKAT PELAYANAN DAN HARGA KAMAR MENGGUNAKAN APLIKASI FUZZY DENGAN MATLAB 3.5.

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN BERDASARKAN TINGKAT PELAYANAN DAN HARGA KAMAR MENGGUNAKAN APLIKASI FUZZY DENGAN MATLAB 3.5. ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN BERDASARKAN TINGKAT PELAYANAN DAN HARGA KAMAR MENGGUNAKAN APLIKASI FUZZY DENGAN MATLAB 3.5. Indah Pratiwi Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN BEASISWA BIDIK MISI DI POLITEKNIK NEGERI JEMBER MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN BEASISWA BIDIK MISI DI POLITEKNIK NEGERI JEMBER MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN BEASISWA BIDIK MISI DI POLITEKNIK NEGERI JEMBER MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY oleh: 1 I Putu Dody Lesmana, 2 Arfian Siswo Bintoro 1,2 Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Masalah

1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu aplikasi sistem cerdas yang paling sukses dan masih berkembang saat ini yaitu peramalan beban listrik. Peramalan beban listrik adalah suatu ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab landasan teori bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai metode atau pun teori yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini, sehingga dapat membangun pemahaman yang sama antara

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN GURU TELADAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI ABSTRAK

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN GURU TELADAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI ABSTRAK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN GURU TELADAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI (STUDI KASUS PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA-S1 UDINUS) Wisnu Joyo Anggita Teknik Informatika Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian dengan judul Pemodelan Untuk Menentukan Kecukupan Angka Gizi Ibu Hamil. Penentuan status kecukupan angka gizi ibu hamil dilakukan

Lebih terperinci

Aplikasi Prediksi Harga Bekas Sepeda Motor Yamaha. Menggunakan Fuzzy Logic

Aplikasi Prediksi Harga Bekas Sepeda Motor Yamaha. Menggunakan Fuzzy Logic Aplikasi Prediksi Harga Bekas Sepeda Motor Yamaha Menggunakan Fuzzy Logic 1. Pendahuluan Jual beli motor merupakan suatu kegiatan transaksi yang mungkin sering kita temukan di kehidupan sehari-hari. Untuk

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS CABE MERAH VARIETAS HOT BEAUTY DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM TSUKAMOTO

PENENTUAN KUALITAS CABE MERAH VARIETAS HOT BEAUTY DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM TSUKAMOTO PENENTUAN KUALITAS CABE MERAH VARIETAS HOT BEAUTY DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM TSUKAMOTO oleh TAUFIQ HANIF TRI SUSELO M0107017 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci