BAB II PANDANGAN FIQH ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM MENGENAI HIBAH HARTA YANG SUDAH DIWASIATKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PANDANGAN FIQH ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM MENGENAI HIBAH HARTA YANG SUDAH DIWASIATKAN"

Transkripsi

1 22 BAB II PANDANGAN FIQH ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM MENGENAI HIBAH HARTA YANG SUDAH DIWASIATKAN A. Pandangan Fiqh Islam dan Kompilasi Hukum Islam Mengenai Wasiat 1. Pengertian dan Dasar Hukum Wasiat Kata wasiat berasal dari kata Arab yaitu al-washiyah yang secara harfiah antara lain berarti pesan, perintah atau janji seseorang kepada orang lain untuk melakukan suatu perbuatan baik ketika orang yang berwasiat masih hidup maupun setelah wafat. 28 Menurut Al Jaziri dikalangan mazhab Syafi i, Hambali dan Maliki memberikan defenisi wasiat secara rinci, wasiat adalah suatu transaksi yang mengharuskan orang yang menerima wasiat berhak memiliki sepertiga harta peninggalan orang yang menyatakan wasiat setelah ia meninggal dunia. 29 Sayyid Sabiq mengemukakan pengertian ini sejalan dengan defenisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam dikalangan mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa wasiat adalah tindakan seseorang yang memberikan haknya kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik merupakan kebendaan maupun 28 Rachmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam dalam Dimensi Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal M.Fahmi Al Amruzi, Rekonstruksi Wasiat Wajibah dalam Kompilasi Hukum Islam,(Jakarta: Aswaja Pressindo, 2012), hal

2 23 manfaat secara sukarela tanpa imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai terjadi kematian orang yang menyatakan wasiat tersebut. Mazhab Malikiyah mendefenisikan wasiat adalah suatu perikatan yang mengharuskan penerima wasiat menghaki sepertiga harta peninggalan si pewaris sepeninggalnya atau mengharuskan penggantian hak sepertiga harta peninggalan si pewasiat kepada si penerima wasiat sepeninggalnya pewasiat. 30 Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf f menyebut wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Dengan demikian dalam wasiat penyerahan dan peralihan harta benda yang diwasiatkan hanya akan berlaku bila orang yang mewasiatkan sudah meninggal dunia. Objek wasiat ini dapat berupa materi atau harta benda maupun manfaat dari materi itu sendiri. Jika seseorang menyatakan menerima wasiat sebelum meninggalnya orang yang berwasiat maka penerimaannya tersebut tidak sah misalnya seseorang mewasiatkan rumahnya kepada orang lain lalu orang tersebut menyatakan menerima rumah itu sejak ia mengetahui wasiat ini. Dalam hal ini penerimaan orang yang diberi wasiat tersebut tidak sah dan kepemilikan rumah tersebut tidak berpindah kepadanya 31 sebab wasiat tidak dapat dilaksanakan kecuali setelah meninggalnya orang yang berwasiat tersebut. Selama orang yang berwasiat masih hidup maka baik 30 M. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam Studi Kasus Perbandingan Ajaran Syafi i, Hazairin Dan Praktek Di Pengadilan, (Jakarta, IND-HILL.CO, 1987), hal Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah Dan Wasiat Menurut Al quran dan As Sunnah, (Jakarta : Pustaka Imam Asy Syafi i, 2008 ), hal. 236

3 24 orang yang diberi wasiat menerima atau menolaknya hukumnya sama saja, sebab penerimaan orang yang diberi wasiat baru dianggap sah setelah meninggalnya orang yang memberi wasiat meskipun baru sesaat saja. Apabila seseorang menerima wasiat akan tetapi ia menangguhkan penerimaan wasiat tersebut, maka hal ini diperbolehkan, sebab yang menjadi ukuran penerimaan adalah ketika meninggalnya yang memberi wasiat, meskipun dalam tenggang waktu yang lama dan tidak disyaratkan adanya penerimaan wasiat oleh orang yang diberi wasiat, karena pada dasarnya wasiat sebelum meninggalnya orang yang berwasiat adalah akad yang diperbolehkan. 32 Beberapa dasar hukum wasiat dalam hukum Islam dijumpai dalam Surat al Baqarah ayat 180 dan 181 yang artinya : Diwajibkan atas kamu apabila seseorang diantara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabat secara makruf inilah kewajiban atas orangorang yang bertaqwa. Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu setelah ia mendengarnya maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Menurut penjelasan Quraish Shihab dalam tafsir al Misbah, ayat ini mewajibkan kepada orang-orang yang menyadari kedatangan tanda-tanda kematian agar memberi wasiat kepada yang ditinggalkan berkaitan dengan hartanya apabila hartanya banyak. 34 Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu dengan menambah, mengurangi atau menyembunyikan wasiat atau kandungannya setelah ia 32 Ibid, hal Rachmadi Usman, Op.Cit, hal Thamrin, Op.Cit, hal. 60

4 25 mendengarnya dan setelah jelas baginya maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. 35 Oleh karena itu melaksanakan wasiat orang yang meninggal wajib dilaksanakan dengan jujur. 2. Surat al Maidah ayat 106 yang artinya : Hai orang-orang yang beriman apabila salah seorang kamu menghadapi kematian sedang ia akan berwasiat maka hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang yang adil diantara kamu atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. 3. An Nisa ayat 11 yang artinya : Jika yang meninggal itu mempunyai saudara saudara maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian - pembagian tersebut sesudah dipenuhinya wasiat yang ia buat atau dan setelah dibayar hutangnya. 36 An Nisa ayat 12 yang artinya : Maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau dan sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat kepada ahli warisnya. 37 Ayat ini merupakan dalil dianjurkan kaum muslimin untuk berwasiat serta anjuran untuk melaksanakannya walaupun dalam pelaksanaannya hutang dahulu diselesaikan baru pelaksanaan wasiat. Penyebutan wasiat didahulukan atas 35 Quran Surat Al Baqarah ayat Helmi Karim, Fiqh Muamalah, ( Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993 ), hal Ibid, hal. 86

5 26 penyebutan hutang bukan menunjukkan pelaksanaan wasiat didahulukan atas pembayaran hutang, tetapi hanya menunjukkan pentingnya berwasiat dan untuk mengingatkan para ahli waris agar memperhatikannya karena tidak mustahil mereka mengabaikan wasiat atau menyembunyikannya. Adanya perulangan penyebutan mendahulukan wasiat atas hutang supaya ketika membagikan harta waris, kepunyaan orang lain tidak terlupakan dan jangan sampai wasiat yang dibuat merugikan ahli waris yang benar-benar berhak. 4. Hadist Rasul SAW 38 : diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya : Tiada hak (pantas) seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang wajar diwasiatkannya, lalu ia permalamkan dua malam melainkan wasiat itu telah tertulis disampingnya. 5. Hadist riwayat Turmuzi dan Abu Daud yang artinya : Sesungguhnya Rasul SAW bersabda seorang laki-laki beramal dan seorang wanita senantiasa taat kepada Allah selama 60 tahun, kemudia datanglah kepada mereka saat kematian keduanya merugikan ahli waris dalam soal wasiat, maka keduanya pasti wajib di dalam neraka. Kemudian Abu Hurairah membacakan ayat Al quran yakni surat An Nisa ayat 12, sesungguhnya penyelesaian wasiat terhadapnya atau penyelesaian hutang tanpa menimbulkan kerugian dalam wasiat. Hadist ini merupakan dasar hukum dalam penetapan hukum wasiat karena didalamnya ada ancaman terhadap wasiat yang merugikan ahli waris. 6. Riwayat Ibnu Majah Rasul bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia 38 Thamrin, Op.Cit, hal.63-65

6 27 ia telah berwasiat maka matinya berada dalam jalan Allah, meninggal pada jalan taqwa dan persaksian dan juga meninggal dalam keadaan diampuni (dosa-dosanya ). 39 Hadist ini mengandung makna kebaikan orang yang berwasiat dalam pandangan Allah sehingga disejajarkan dengan sabilillah dan matinya dinilai mati orang yang taqwa. 7. Ijma Seluruh pakar hukum Islam (fuqaha) telah sepakat atau ijma tentang dianjurkan berwasiat, dan dalam pelaksanaannya telah disepakati pula bahwa wasiat tidak dilaksanakan kecuali setelah dilunasi hutang dan bila masih ada kelebihan baru wasiat dilaksanakan. Telah pula disepakati bahwa wasiat mulai dilaksanakan setelah kematian orang yang berwasiat dan penerimaan orang yang mendapat wasiat. 40 Kaum muslimin sepakat bahwa tindakan wasiat merupakan syariat Allah dan RasulNya. Ijma yang demikian didasarkan pada ayat-ayat al Quran dan Sunah Hukum Melakukan Wasiat Para ulama sepakat bahwa lafaz kutiba dalam surat al Baqarah ayat 180 pada dasarnya menyatakan wajib. Namun arti tersebut tidak dijadikan dasar karena ada beberapa faktor yaitu : Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997 ), hal Thamrin, Op.Cit, hal Ahmad Rofiq, Op.Cit, hal Andi Syamsu Alam dan M.Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Islam, (Jakarta:Kencana Prenada Media Grup, 2008 ), hal. 63

7 28 a. Ayat-ayat tentang kewarisan yang telah memberikan hak (saham) tertentu kepada orang tua dan anggota kerabat. b. Adanya hadist yang melarang berwasiat kepada ahli waris. c. Kenyataan dalam sejarah bahwa Rasul SAW tidak memberikan wasiat kepada kaum kerabatnya. Oleh karenanya hukum asal melakukan wasiat menurut ijma ulama adalah sunat muakkad. Namun jika dilihat dari sisi harta yang ada pada pemilik harta dan orang yang akan berwasiat, ulama menetapkan hukum yang berbeda bagi para individu yang akan berwasiat sesuai dengan objek wasiat tersebut. Hukum melakukan wasiat bermacam-macam sesuai dengan kondisi dan illat hukumnya. Untuk itu hukum melakukan wasiat terdiri atas : Wasiat yang dihukumkan wajib, yakni seseorang diwajibkan melakukan wasiat sebelum ia meninggal dunia. Wasiat jenis ini bertujuan untuk membayar hutang dan menunaikan kewajiban. Contohnya ialah wajib berwasiat untuk mengembalikan pinjaman atau untuk membayar hutang. Wasiat juga wajib dilakukan oleh orang yang masih terkait oleh suatu tanggung jawab, seperti wasiat mengeluarkan zakat harta yang ditinggalkannya, supaya hajinya ditunaikan atau supaya diyat atau kifarat yang belum dibayar agar dilunasi. Hal yang seperti ini disepakati oleh para ulama. 43 Helmi Karim, Op.Cit, hal

8 29 Golongan Syafi iyyah mengatakan adalah disunahkan membuat wasiat untuk membayar hak-hak yang berupa hutang, mengembalikan barang titipan, pinjaman dan sejenisnya, pelaksanaan wasiat-wasiat lain jika ada memperhatikan urusan-urusan anak dan orang yang baligh namun dalam keadaan idiot, dan wasiat yang berkenaan dengan hak adami adalah wajib seperti barang titipan Wasiat yang hukumnya dianjurkan atau mustahabbah supaya dilakukan oleh seseorang sebelum ia meninggal dunia. Contohnya ia berwasiat untuk karib kerabat yang bukan termasuk ahli waris yang berhak menerima harta pusaka, sehingga kaum kerabat tersebut ikut terbantu oleh wasiat tersebut. Wasiat juga dianjurkan untuk tujuan kebaikan guna membantu orang-orang yang memerlukan bantuan. Wasiat juga amat baik dilakukan untuk menolong fakir miskin yang sangat memerlukan bantuan. 3. Wasiat yang sifat dan hukumnya boleh dilakukan oleh seseorang sebelum ia wafat, seperti berwasiat untuk orang kaya baik ia termasuk kaum keluarganya yang tidak menerima harta warisan ataupun orang asing. 4. Wasiat yang karahah tahrim sebagaimana yang dikemukakan oleh ulama mazhab Hanafi. Contohnya adalah berwasiat untuk ahl al fusuq dan ahli maksiat. Para ulama sependapat bahwa berwasiat untuk ahli waris hukumnya adalah makruh kecuali kalau ahli waris yang diberi wasiat itu seorang miskin sedangkan ahli waris yang lain bersamanya tidak tergolong miskin. Kalau berwasiat kepada ahli waris yang miskin sedangkan ahli 44 Wahbah Az Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 10, ( Jakarta,Gema Insani Darul Fikir, 2011 ), hal.159

9 30 waris lainnya tergolong kaya maka wasiat jenis ini hukumnya adalah mubah. 5. Wasiat yang hukumnya haram yakni wasiat yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim, seperti berwasiat untuk maksiat. Contohnya adalah berwasiat supaya uangnya dipergunakan untuk pekerjaan yang menyesatkan. Berwasiat itu juga hukumnya haram bila wasiat itu akan menyebabkan mudorat kepada pihak lain, seperti merugikan ahli waris. Wasiat yang menimbulkan kemudoratan termasuk dalam kategori dosa besar. Ibnu Abbas berkata : Wasiat yang menimbulkan kemudoratan merupakan dosa besar. Menurut Hazairi mengenai hukum mubah, bila wasiat ditujukan kepada kerabat atau ahli waris adalah boleh berwasiat kepada ahli waris dengan alasan yang mendesak karena perlu biaya pengobatan yang besar, pendidikan anak-anak yang masih kecil atau biaya pengobatan sedangkan ahli waris yang lain sudah cukup mampu. 45 Hadist Rasul SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang artinya : Tidak ada hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang pantas untuk diwasiatkan sampai dua malam melainkan hendaklah wasiatnya tertulis disisi kepalanya. 46 Riwayat lain mengemukakan bahwa Rasul SAW memandang perbuatan wasiat sebagai tindakan yang berfaedah yang akan menjamin masuk surga yang dalam 45 M. Idris Ramulyo, Op.Cit, hal Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, ( Jakarta : Sinar Grafika, ), hal.108

10 31 hadistnya Barang siapa mati dengan meninggalkan wasiat berarti ia mati di jalan Allah dan sunah Nabi dan ia mati bertakwa, bersaksi akan keesaannya dan ia mati terampuni dosa-dosanya. ( Ibnu Majah, Sunah,2:901(No.2701 ). 47 Rasul juga menunjukkan bahwa nilai perwujudan baik atau buruknya perilaku seseorang seperti yang tercermin dalam wasiatnya, lebih penting daripada semua perbuatan sepanjang hidupnya. Sebagai mana sabda rasul Orang yang mungkin berbuat baik selama tujuh puluh tahun, tetapi ia berbuat tidak adil ketika membuat wasiat, maka kejahatan dari perbuatannya ini akan ditutupkan diatasnya dan ia akan masuk neraka. Jika di lain pihak orang yang berbuat jahat selama tujuh puluh tahun tetapi ia berlaku adil dalam wasiatnya, maka kebajikan dari perbuatannya ini akan ditutupkan diatasnya dan ia akan masuk surga. (Ibnu Hanbal (Musnad), Ibnu Majah, Ibnu Daud (Sunan) ) Rukun Dan Syarat Wasiat Menurut Fiqh Dan Kompilasi Hukum Islam Secara garis besar syarat-syarat wasiat adalah mengikuti rukun-rukunnya. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan uraian tentang rukun dan syarat wasiat. Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa rukun wasiat itu hanya menyerahkan dari orang yang berwasiat saja, selebihnya tidak perlu 49. Sedangkan Ibnu Rusyd dan Al Juzairy mengemukakan pendapat ulama secara muqaranah (komparitif) bahwa ada empat rukun wasiat yaitu : David S.Powers, Op.Cit, hal Ibid, hal Ahmad Rofiq, Op.Cit, hal Ibid, hal. 361

11 32 1. Al Mushii (orang yang berwasiat) Para ulama sepakat bahwa orang yang berwasiat adalah mushii yang dapat bertindak sebagai pelaku utama dan setiap orang yang memiliki barang manfaat secara sah dan tidak ada paksaan. Mazhab Hanafi mensyaratkan orang yang berwasiat harus orang yang cakap hukum untuk bertindak dalam pemilikan dan pengalihan hak untuk itu harus memenuhi syarat dewasa, berakal sehat, tidak mempunyai hutang, merdeka, atas kemauan sendiri, dan orang yang berwasiat itu tidak terkekang mulutnya sebab kalau ia tidak bisa berkata-kata maka tidak sah wasiatnya kecuali ia bisu dan terpaksa bicara secara isyarat maka sah wasiatnya. 51 Menurut Muhammad Jawaz Mughniyah bahwa semua ahli hukum Islam sepakat bahwa wasiat orang gila yang dibuat dalam kondisi sedang gila dan wasiat anak kecil yang belum mumayyiz adalah tidak sah. Mereka berselisih pendapat tentang wasiat anak kecil tetapi sudah mumayyiz. Para ahli hukum dikalangan mazhab Malik, Hambali dan Syafi i membolehkan asalkan anak tersebut sudah berumur 10 tahun penuh, sebab Khalifah Umar memperbolehkan wasiat jika anak berumur 10 tahun penuh. Pakar hukum di kalangan mazhab Hanafi menyatakan bahwa wasiat yang demikian itu tidak boleh, kecuali jika wasiat itu menyangkut persiapan kematian dan penguburannya, padahal seperti diketahui kedua hal ini tidak menemukan wasiat. Dikalangan mazhab Imamiyah menganut prinsip bahwa wasiat anak kecil yang belum mumayyiz diperbolehkan ( jaiz ) dalam masalah kebaktian (al birr ) dan perbuatan baik (ihsan) dan tidak diperkenankan dalam masalah lainnya. Hal ini didasarkan pada pendapat Imam Ash Shadiq yang memperbolehkannya Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:Kencana 2006) hal Rachmadi Usman, Op.Cit, hal

12 33 Menguatkan pendapat diatas Imam Abu Hanifah dan Daud Zahiri menyatakan tidak sah jika orang yang berwasiat anak kecil, orang gila, orang safih ( orang yang mempunyai IQ sangat rendah ) adalah tidak sah. 53 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dalam hal ini mirip dengan pendapat mazhab Hanafi dan Syafi i dalam satu pendapatnya yang dinyatakan dalam Pasal 194 bahwa orang yang berwasiat itu adalah orang yang telah berumur sekurangkurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan mewasiatkan sebagian hartanya kepada orang lain atau suatu lembaga. 54 Harta benda yang diwasiatkan itu harus merupakan hak si pewasiat dan pelaksanaan wasiat setelah pewasiat meninggal dunia. Dikemukakan pula bahwa batas minimal orang yang boleh berwasiat adalah orang yang benar-benar telah dewasa secara undang-undang, berbeda dengan batasan baliqh dalam kitab-kitab fiqh tradisional Al Mushaa Lahu (orang yang menerima wasiat) Para ulama sepakat bahwa wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris kecuali jika disetujui oleh para ahli waris lainnya. Larangan memberikan wasiat kepada ahli waris didasarkan pada hadist Rasul SAW yang disampaikan pada kutbah di tahun haji wada yang artinya : Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan hak 53 Thamrin, Op.Cit, hal Abdul Manan, Op.Cit, hal Ibid, hal. 158

13 34 kepada orang yang memiliki hartanya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris (hadist Turmuzi dan Abu Daud). 56 Pihak yang dapat bertindak sebagai penerima wasiat adalah subjek hukum baik orang maupun badan hukum dan secara hukum dapat dipandang cakap untuk memiliki sesuatu hak atau benda yang harus memenuhi persyaratan sebagai penerima wasiat yaitu : Pihak penerima wasiat telah ada pada waktu pewasiatan terjadi. 2. Penerima wasiat adalah orang atau badan hukum. 3. Penerima wasiat bukan pembunuh pewasiat atau melakukan percobaan pembunuhan ketika pemberi wasiat masih hidup. 4. Penerima wasiat bukan sesuatu badan yang mengelola kemaksiatan. 5. Penerima wasiat bukan ahli waris dari penerima wasiat. 3. Al Mushaa Bihi (barang yang diwasiatkan) Pada dasarnya benda yang menjadi objek wasiat adalah benda-benda atau manfaat yang dapat digunakan bagi kepentingan manusia. Sesuatu yang diwasiatkan itu harus memenuhi persyaratan yaitu: 58 a. Dapat berlaku sebagai harta warisan baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak atau dapat menjadi objek perjanjian. 56 Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqh 3 (Jakarta:Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hal Rachmadi Usman, Op.Cit, hal Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Op.Cit, hal

14 35 b. Benda itu sudah ada wujud pada waktu diwasiatkan dan dapat pula dialihkan kepemilikannya kepada penerima wasiat. c. Hak milik itu benar-benar kepunyaan pewasiat, bukan harta yang didalamnya belum dipisahkan hak orang lain. d. Harta yang diwasiatkan tidak boleh melebihi sepertiga dari harta peninggalan/warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. 59 Menurut mazhab Hanafi, Ishak, Syarik, dan Ahmad dalam satu riwayat yaitu ucapan Ali dan Ibnu Mas ud memperbolehkan kepadanya untuk berwasiat lebih dari sepertiga bila tidak mempunyai ahli waris dan karena wasiat yang ada di dalam ayat adalah wasiat mutlak sehingga dibatasi oleh sunnah dengan mempunyai ahli waris. 60 Dengan demikian wasiat mutlak itu boleh bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris. Mengenai wasiat yang berupa manfaat suatu benda sementara bendanya sendiri tetap menjadi pemilikya atau keluarganya maka para fuqaha berbeda pendapat. Fuqaha kalangan Amshar mengemukakan bahwa pewasiatan manfaat itu boleh saja dilakukan, sedangkan Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah dan Ahli Zhahiri berpendapat bahwa pewasiatan manfaat itu adalah batal karena manfaat adalah tidak sama dengan harta. Sementara para ahli hukum yang lain beralasan bahwa manfaat itu akan berpindah kepada hak milik ahli waris karena orang yang meninggal dunia tidak mempunyai sesuatu yang terdapat pada milik orang lain. 59 Pasal 195 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam 60 Mardani, Op.Cit hal.114

15 36 Sayyid Sabiq menegaskan bahwa wasiat segala benda atau manfaat seperti buah dari pohon atau anak dari hewan adalah sah, yang penting benda atau manfaat itu ada wujudnya dan dapat diserahkan kepada orang yang menerima wasiat pada saat orang yang berwasiat meninggal dunia. Pendapat terakhir ini sejalan dengan pendapat mayoritas ahli hukum Islam yang menyatakan bahwa manfaat dapat dikategorikan sebagai benda oleh karena itu mewariskan manfaat saja hukumnya boleh. 61 Demikian pula menurut Sayyid Sabiq bahwa sah pula mewasiatkan piutang dan manfaat seperti tempat tinggal serta kesenangan dan tidak sah mewasiatkan yang bukan harta, seperti bangkai dan yang tidak bernilai bagi orang yang mengadakan akad wasiat, seperti khamar bagi kaum muslimin. 62 Dalam Pasal 198 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu. Pembatasan dimaksud untuk memudahkan tertib administrasi karena substansi wasiat sesungguhnya adalah untuk jangka waktu selama-lamanya, karena ia termasuk jenis sedekah jariyah. Selanjutnya Pasal 200 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan harta wasiat yang berupa barang tidak bergerak bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa. Wasiat dapat dilaksanakan dilaksanakan maksimal sepertiga dari seluruh harta si pewasiat. 61 Abdul Manan, Op.Cit, hal Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 148

16 37 4. Sighat (redaksi wasiat) Mengenai sighat ini sebagian ulama terutama dari kalangan mazhab Hanafi ada yang keberatan untuk menetapkan sighat wasiat sebagai salah satu unsur atau rukun wasiat. Menurut mereka dalam wasiat hanya diperlukan pernyataan pemberian wasiat dari pemilik harta karena wasiat adalah akad yang hanya mengikat pihak yang berwasiat, sedangkan bagi pihak yang menerima wasiat akad itu tidak mengikat. Mereka menyamakan antara hak yang akan diterima melalui warisan dan yang diterima melalui wasiat yaitu hanya berlaku setelah pemilik harta meninggal dunia. 63 Imam Asy Syafi i juga cenderung pada tidak perlu adanya qabul dalam wasiat, beliau mengqiyaskan wasiat dengan waris. Bahkan beliau menyatakan bahwa qabul dari pihak penerima wasiat bukan merupakan syarat sahnya wasiat. 64 Pada dasarnya sighat wasiat disyaratkan berupa suatu perkataan atau pernyataan yang jelas menunjukkan pada pengertian pemberian wasiat untuk seseorang atau lebih baik secara lisan maupun tulisan. Sighat wasiat terdiri dari ijab dan qabul. Ijab adalah kata-kata atau pernyataan yang diucapkan atau dinyatakan oleh orang yang berwasiat, sedangkan qabul adalah kata-kata atau pernyataan yang diucapkan atau dinyatakan oleh orang yang menerima wasiat,. 65 Wahbah al Zuhaili menegaskan bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa wasiat baru sah bila menggunakan ijab dan qabul dan boleh juga dengan menggunakan 63 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal Ibid, hal Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqh 3 (Jakarta:Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), hal. 189

17 38 bahasa isyarat dan tulisan. Ada beberapa ketentuan yang mesti dipenuhi dalam sighat wasiat diantaranya : 66 a. Ulama fiqh menetapkan bahwa sighat ijab dan qabul yang digunakan dalam wasiat harus jelas dan sejalan. b. Ucapan qabul dari orang yang diberi wasiat ketika orang yang berwasiat masih hidup tidak berlaku akan tetapi menurut ulama mazhab Hanafi qabul boleh diucapkan sebelum atau sesudah orang yang berwasiat wafat. Ulama juga sepakat bahwa apabila seseorang berwasiat kepada fulan lalu orang tersebut wafat setelah al musi (orang yang berwasiat) wafat tetapi belum menyatakan qabulnya maka ucapan qabul digantikan oleh ahli waris si fulan. c. Qabul harus diungkapkan oleh orang yang telah baligh dan berakal. Apabila penerima wasiat itu anak kecil atau orang gila maka qabul mesti diwakili oleh walinya. d. Ulama fiqh sepakat tidak mensyaratkan qabul apabila wasiat ditujukan untuk kepentingan umum seperti masjid dan anak-anak yatim yang identitasnya tidak dijelaskan dalam wasiat maka hukum wasiat bersifat mengikat sekalipun tanpa qabul setelah orang yang berwasiat wafat. e. Wasiat diperbolehkan melalui isyarat yang dipahami akan tetapi menurut ulama mazhab Hanafi dan Hambali ketentuan ini hanya bisa diterima apabila orang yang berwasiat bisu dan tidak bisa baca tulis. Apabila yang berwasiat mampu baca tulis maka wasiat melalui isyarat tidak sah. Sebaliknya ulama mazhab Maliki dan mazhab Syafi i berpendapat bahwa wasiat tetap sah melalui isyarat yang dapat dipahami sekalipun orang yang berwasiat mampu untuk berbicara dan baca tulis. f. Qabul menurut jumur ulama harus diungkapkan melalui lisan atau tindakan hukum yang menunjukkan kerelaan penerima wasiat tersebut seperti bertindak hukum pada barang yang diwasiatkan. Menurut mereka qabul tidak cukup hanya dengan sikap tidak menolak wasiat tetapi harus jelas. Ulama mazhab Hanafi mengatakan qabul bisa dengan ungkapan yang jelas atau tindakan yang menunjukkan kerelaan menerima wasiat bahkan boleh juga dengan sikap tidak menolak sama sekali wasiat (diam saja). 66 Andi Syamsu Alam dan M.Fauzan, Op.Cit, hal

18 39 B. Pandangan Fiqh Islam dan Kompilasi Hukum Islam Mengenai Hibah 1. Pengertian Dan Dasar Hukum Hibah Hibah secara bahasa berasal dari kata wahaba, secara terminologi syariat Islam hibah adalah : akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan dilakukan secara sukarela. 67 Menurut ulama Hanabilah hibah artinya : memberikan kepemilikan atas barang yang dapat di tasharuf kan berupa harta yang jelas atau tidak jelas karena adanya uzur untuk mengetahuinya berujud dapat diserahkan tanpa adanya kewajiban ketika masih hidup tanpa adanya pengganti yang dapat dikategorikan sebagai hibah menurut adat dengan lafazh hibah atau tamlik (menjadikan milik). 68 Sayyid Sabiq mendefenisikan hibah sebagai akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu dia tanpa adanya imbalan. Sulaiman Rasyid mendefenisikan hibah adalah memberikan zat dengan tidak ada tukarnya dan tidak ada karenanya. 69 Menurut Kompilasi Hukum Islam, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. 70 Berdasarkan defenisi diatas maka kriteria hibah adalah : Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), hal Ibid, hal Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, ( Jakarta:Sinar Grafika,1994), hal Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam 71 Mardani, Op cit, hal.125

19 40 1. Suatu pemberian. 2. Tanpa mengharapkan kontraprestasi atau secara cuma-cuma. 3. Dilakukan ketika pemberi hibah masih hidup. 4. Tidak dapat ditarik kembali. 5. Hibah merupakan perjanjian bersegi satu ( bukan timbal balik ) karena hanya terdapat satu pihak yang berprestasi. Hibah lebih luas cakupannya yaitu meliputi sedekah dan hadiah. Sedangkan makna hibah secara umum meliputi hal-hal seperti yang dibawah ini : 1. Ibraa yang artinya menghibahkan hutang kepada orang lain yang berhutang. 2. Sedekah artinya menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di akhirat. Motivasinya hanya ingin mencari pahala dan keridhaan Allah 72 itulah letak perbedaan mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi sedekah itu kepada wajib dan sedekah sunat. 3. Hadiah ialah memberikan sesuatu zat dengan tidak ada tukarannya tetapi dengan maksud memuliakan orang yang diberi dengan mengantarkannya ketempat orang yang menerimanya. 73 Hadiah itu lebih lebih dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang. Jadi hibah yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa imbalan (penggantian), sedekah yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain karena mengharapkan pahala di akhirat, sedangkan hadiah yaitu memberikan sesuatu kepada 72 Rachmadi Usman, Op cit, hal T. Jafizham, Sari Kuliah Hukum Islam I, ( Medan : FH.USU, 1999 ), hal157

20 41 orang lain untuk memuliakan atau menghormati orang lain yang menerimanya. Oleh karena itu setiap sedekah dan hadiah itu adalah hibah dan tidak sebaliknya. 74 Beberapa dasar hukum hibah dapat dikaji dari Al Quran 75 : 1. Surat Asy-Syu ara ayat 21 yang artinya : Kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang diantara Rasul. 2. Surat Al Baqarah ayat 177 yang artinya : Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang-orang miskin musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang memintaminta dan memerdekakan hamba sahaya. 3. Surat Al Maidah ayat 2 yang artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksanya. 4. Surat An Nisa ayat 4 yang artinya : Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah atau ambillah pemberian itu sebagai hadiah yang sedap lagi baik akibatnya. 5. Hadist Rasul SAW riwayat Abu Hurairah : saling memberi hadiahlah kamu karena hadiah itu menghilangkan kebencian hati dan janganlah seorang 74 Mardani, Op cit, hal M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Jakarta:Sinar Grafika, 1994), hal

21 42 tetangga perempuan meremehkan hadiah dari tetangganya sekalipun hadiah itu sepotong kaki kambing Hadist Rasul riwayat Abu Hurairah : Seandainya saya diundang untuk jamuan kaki kambing, pasti saya akan datang dan jika saya diberi hadiah kaki kambing atau lengan tangan kambing pastilah saya akan menerimanya. 77 Hibah hukumnya mandub (dianjurkan) dalam hibah ada makna silaturahim, sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda: Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai. 78 Adapun yang disunahkan agar orang tua tidak membeda-bedakan sebagian anak dengan sebagian anak lainnya. 2. Rukun dan Syarat Hibah Suatu hibah dikatakan sah bila memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan menurut syara : Adanya orang yang menghibahkan atau pemberi hibah (al wahib) Disyaratkan bagi penghibah syarat-syarat sebagai berikut : a. Penghibah memiliki apa yang dihibahkan b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan c. Penghibah orang yang dewasa 76 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis, Op cit, hal Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh Islam, (Jakarta, Amzah, 2010), hal Ibid, hal Rachmadi Usman, Op cit, hal

22 43 d. Penghibah tidak dipaksa sebab hibah itu akad yang mensyaratkan kerelaan dalam keabsahannya. Apabila seseorang menghibahkan hartanya, sedangkan dirinya menderita sakit yang menyebabkan kematian maka hukum hibahnya itu sama seperti wasiatnya. 80 Apabila ada orang lain atau salah satu ahli waris mengakui bahwa ia telah menerima hibah, maka hibahnya dipandang tidak sah sebab dikhawatirkan pemberi hibah sewaktu menghibahkan hartanya itu tidak didasarkan atas sukarela atau setidaknya pemberi hibah tidak lagi dapat membedakan pada saat itu mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi sebaliknya bila ahli waris mengakui kebenaran dari hibah itu maka hibah tersebut dipandang sah Adanya orang yang menerima hibah (al mauhublah). Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksud dengan benar-benar ada ialah penerima hibah sudah lahir dan tidak dipersoalkan apakah ia anak-anak, kurang akal dan dewasa setiap orang dapat menerima hibah Adanya objek hibah, sesuatu yang dihibahkan (al hibah). Berkaitan dengan benda yang dihibahkan disyaratkan sebagai berikut: a. Benda-benda tersebut benar-benar ada. b. Benda tersebut harta yang bernilai. 80 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis, Op cit, hal Ibid, hal Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis, Op cit, hal. 116

23 44 c. Benda tersebut dapat dimiliki zatnya yakni yang dihibahkan itu apa yang biasanya dimilikinya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat berpindah tangan karenanya tidak sah menghibahkan sesuatu di sungai, ikan di laut, burung di udara, mesjid-mesjid atau pesantren-pesantren. d. Benda yang dihibahkan itu tidak berhubungan dengan tempat milik penghibah seperti menghibahkan tanaman, pohon atau bangunan tanpa tanahnya. Akan tetapi yang dihibahkan itu wajib dipisahkan dan diserahkan kepada yang diberi hibah sehingga menjadi milik baginya. e. Benda yang dihibahkan itu dikhususkan yakni yang dihibahkan itu bukan untuk umum sebab pemegangan dengan tangan itu tidak sah, kecuali ditentukan atau dikhususkan seperti halnya jaminan. Imam Malik, Asy Syafi i, Ahmad dan Abu Tsaur berpendapat tidak disyaratkan syarat ini, mereka berpendapat bahwa hibah untuk umum yang tidak dibagi-bagi itu sah. Bagi golongan Maliki boleh menghibahkan apa yang tidak sah dijual seperti unta liar dan buah sebelum nampak hasilnya. 4. Adanya ijab qabul (shighat hibah) Pada prinsipnya ijab qabul dilakukan berdasarkan atas kesepakatan bebas diantara para pihak dan tanpa ada unsur paksaan, kekhilafan, maupun penipuan. Pernyataan ijab qabul pelaksanaan hibah dimaksud dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan bahkan hendaknya disaksikan oleh dua orang saksi untuk itu. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa hibah itu sah melalui ijab qabul, bagaimanapun bentuk ijab qabul yang ditunjukkan oleh pemberian harta tanpa imbalan. Orang-orang Imam

24 45 Hanafi berpendapat bahwa ijab itu saja sudah cukup dan itulah yang paling shahih. Sementara orang-orang Imam Hambali berpendapat bahwa hibah itu sah dengan pemberian yang menunjukkan kepadanya karena Rasul SAW memberikan hadiah. Adapun orang yang bisu cukup dengan isyarat yang bisa dipahami saja. Hibah dengan ucapan kiasan perlu kepada niat dari pemberi hibah dan yang termasuk hibah dengan ucapan kiasan seperti seseorang berkata kepada orang lain saya pakaikan kamu baju ini sebab ia bisa berarti pinjaman dan hibah jika ia berkata saya tidak berniat hibah maka ia benar ucapannya sebab ungkapan itu bukan termasuk yang jelas untuk hibah oleh sebab itu kembali kepada niatnya. Dalam pelaksanaan hibah yang terpenting harus dilakukan ketika penghibah masih hidup adanya pernyataan terutama dari pemberi hibah serta untuk kepentingan pembuktian jika di kemudian hari terjadi sengketa maka dibutuhkan adanya saksi-saksi dan bahkan sebaiknya dibuat secara tertulis dalam sebuah akta. C. Menghibahkan Harta Yang Telah Diwasiatkan Menurut Fiqh Islam Dan Kompilasi Hukum Islam Pada dasarnya setiap orang dapat menghibahkan harta miliknya kepada siapa saja yang dikehendakinya ketika pemberi hibah dalam keadaan sehat walafiat. Hibah dilakukan oleh penghibah tanpa mengharapkan imbalan dan jasa yang dilakukan secara suka rela demi kepentingan seseorang atau demi kemaslahatan umat. Menghibahkan tidak sama artinya dengan menjual atau menyewakan jika dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum maka hibah termasuk salah satu bentuk pemindahan hak milik, dengan terjadinya akad hibah maka pihak penerima hibah dipandang telah

25 46 mempunyai hak penuh atas harta itu sebagai hak miliknya sendiri. Jadi transaksi hibah bersifat tunai dan langsung serta tidak boleh dilakukan atau disyaratkan bahwa perpindahan itu berlaku setelah pemberi hibah meninggal dunia, sebagaimana halnya di dalam wasiat. Sayyid Sabiq dan Chairuman Pasaribu menjelaskan bahwa apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan orang yang memberi hibah itu dalam keadaan sakit yang menyebabkan kematiannya, maka hukum hibah itu sama dengan wasiat. Oleh karena itu apabila ada orang lain yang atau salah satu ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya itu dipandang tidak sah, sebab dikhawatirkan si pemberi hibah sewaktu menghibahkan hartanya itu tidak didasarkan pada sukarela atau setidaknya ia tidak lagi dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Tetapi sebaliknya apabila ahli waris mengakui kebenaran dari hibah itu maka hibah itu dipandang sah. Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang sakit dibenarkan menghibahkan sepertiga hartanya karena hibah disini disamakan dengan wasiat. Ketentuan terakhir ini dianut oleh Kompilasi Hukum Islam. 83 Dikaitkan dengan perbuatan hukum maka wasiat termasuk bentuk hibah dan pada dasarnya juga bermakna transaksi pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu dapat berupa penghibahan harta ataupun pemberian manfaat dari milik pemberi wasiat kepada yang menerima wasiat. Para ulama memberikan rumusan tentang wasiat dengan redaksi yang bervariasi, akan tetapi intinya adalah wasiat merupakan pesan dari seseorang berupa pernyataan baik lisan maupun tulisan yang berisi tentang sesuatu apakah berupa pemberian barang atau hak kepada orang lain atau sesuatu badan yang berlaku setelah yang memberi pesan atau orang yang membuat pernyataan itu meninggal dunia dan ia bersifat tidak membatalkan wasiatnya itu Abdul Manan, Op.Cit, hal Thamrin, Op.Cit, hal. 59

26 47 Pada dasarnya memberi wasiat merupakan tindakan iktiyariyah yakni suatu tindakan yang dilakukan atas kemauan sendiri dan dalam keadaan bagaimanapun. Wasiat itu bukan merupakan suatu keharusan yang harus dibuat dan dilaksanakan seseorang untuk memberi wasiat kepada orang lain ataupun menerima wasiat, oleh karena itu orang yang memberi wasiat boleh saja menarik kembali wasiat yang telah dinyatakannya, baik itu wasiat yang berkenaan dengan harta, manfaat ataupun hal yang berkenaan dengan kekuasaan atau wilayah. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf (f) mengandung pengertian bahwa wasiat berlaku setelah pemberi wasiat meninggal dunia dan wasiat itu merupakan pemberian yang dapat diberikan kepada penerima wasiat walaupun tidak diketahui oleh penerima wasiat. Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur secara khusus mengenai siapa penerima wasiat. Berdasarkan pasal 171 huruf (f) dapat diketahui bahwa penerima wasiat adalah orang dan lembaga dan Pasal 196 juga menegaskan bahwa dalam wasiat baik secara tertulis maupun secara lisan harus disebutkan dengan tegas siapa-siapa dan lembaga apa yang ditunjuk untuk menerima harta benda yang diwasiatkan. Wasiat tidak boleh dilakukan dengan menghibahkan atau menyerahkan seluruh harta oleh pihak yang berwasiat sebagaimana ketentuan dalam hibah. Jika seseorang menghibahkan dengan cara mewasiatkan seluruh hartanya maka wasiat itu berlaku hanya sepertiga bagian dari seluruh harta peninggalan. Sebagaimana ketentuan hibah dan wasiat dalam ketentuan hukum Islam, apabila seseorang telah mewasiatkan harta miliknya kepada seseorang kemudian ia hendak menghibahkan kembali harta

27 48 miliknya itu kepada orang yang lainnya, maka ia harus membatalkan wasiat yang telah diperbuat tersebut sehingga tidak terjadi silang sengketa diantara penerima wasiat dan penerima hibah. Berlainan dengan hibah, mayoritas ulama fiqh menyatakan bahwa apabila wasiat telah memenuhi rukun dan syaratnya maka wasiat dianggap sah dan harus dilaksanakan terhitung sejak wafatnya al mushii, namun mereka sepakat bahwa akad wasiat bersifat tidak mengikat, al mushii boleh membatalkan wasiatnya selagi ia masih hidup, kapan saja ia mau baik dibatalkan seluruh wasiat maupun sebagiannya dan pembatalan itu dapat dilakukan dalam keadaan sehat ataupun sakit 85 yang berarti bahwa wasiat yang diucapkan seseorang bisa batal dan dibatalkan oleh pemberi wasiat secara sepihak. Hal ini juga berdasarkan kepada ucapan Umar bin Khathab yang mengatakan seseorang boleh membatalkan atau mengubah wasiatnya. Diperbolehkannya membatalkan wasiat karena wasiat hanya sekedar pemberian atau hadiah yang baru bisa dilaksanakan setelah orang yang berwasiat meninggal dunia. Oleh sebab itu al mushii boleh saja membatalkan pemberiannya sebelum ia meninggal dunia. 86 Penerima wasiat tidak dianggap berhak atas sesuatu yang diwasiatkan untuknya kecuali setelah wafatnya si pemberi wasiat dan setelah pelunasan semua hutangnya dan seandainya hutang-hutang itu menghabiskan seluruh harta peninggalannya maka 85 Andi Syamsu Alam dan M.Fauzan, Op.Cit, hal Ibid hal

28 49 si penerima wasiat tidak berhak lagi atas apapun. 87 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran surah An Nisa ayat 12 yang artinya sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat kepada ahli waris. Para ulama sepakat bahwa wasiat bisa batal apabila : Wasiat itu dicabut atau dibatalkan sendiri oleh orang yang memberi wasiat tanpa memerlukan persetujuan pihak yang akan menerima wasiat. Pembatalan itu bisa berbentuk dijualnya harta yang menjadi objek wasiat itu oleh yang berwasiat atau mengalihkan wasiat yang sudah disampaikan itu kepada pihak lain atau ia berwasiat menambah, mengurangi atau menukar materi yang sudah diwasiatkannya itu. 2. Wasiat itu bisa batal bila pihak yang berwasiat terkena penyakit gila dan sampai meninggal dunia. 3. Wasiat bisa batal bila pihak yang akan menerima wasiat lebih dahulu wafat dari orang yang berwasiat. 4. Wasiat juga bisa batal bila harta yang diwasiatkan itu musnah, hilang atau habis sebelum pihak yang berwasiat meninggal. 5. Wasiat batal bila pihak yang akan menerima wasiat membunuh pihak yang berwasiat secara tidak hak atau berencana untuk membunuh pihak yang berwasiat namun rencana itu tidak terlaksana akibat sesuatu hal diluar kemampuan pihak yang menerima wasiat. Pembatalan wasiat menurut kesepakatan ulama fiqh boleh dilakukan dengan ucapan yang jelas atau dengan tindakan. Contoh ucapan yang jelas dari al mushii adalah, saya batalkan wasiat yang telah saya akadkan untuk si fulan atau al mushii mengatakan harta ini untuk ahli warisku dengan menunjuk harta yang sebelumnya diwasiatkan kepada si fulan atau al mushii menyembelih hewan yang telah diwasiatkan atau menjual dan menghibahkannya kepada orang lain. Hanya saja ulama 87 Muhammad Bagir, Fiqih Praktis II, Menurut Al Quran, As Sunah Dan Pendapat Para Ulama, ( Bandung : Karisma, 2008 ), hal Helmi Karim, Op.Cit, hal 97

29 50 mazhab Maliki berpendirian bahwa melakukan tindakan hukum terhadap harta yang telah diwasiatkan harus bersifat menyeluruh seperti menjual harta itu keseluruhannya atau menghibahkannya kepada orang lain. 89 Termasuk sebagai pembatalan wasiat menurut ulama mazhab Hanafi adalah sikap mengingkari wasiat yang telah diakadkan misalnya al mushii mengingkari wasiatnya kepada si fulan, padahal sebelumnya ia telah mengakadkan wasiat untuk si fulan tersebut. Akan tetapi menurut ulama lainnya termasuk Muhammad bin Hasan asy Syaibani (sahabat Imam Abu Hanifah) sikap seperti itu tidak termasuk pembatalan wasiat, artinya sekalipun al mushii mengingkari wasiat yang telah ia ikrarkan maka wasiat tetap sah. 90 Setelah dilakukan pembatalan ataupun pencabutan wasiat tersebut, seseorang dapat menghibahkan kembali hartanya kepada orang lain. Pemberian hibah ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan ucapan dan perbuatan, ucapan meliputi ijab dan qabul sedangkan perbuatan dengan memberikan sesuatu yang menunjukkan makna hibah. Kompilasi Hukum Islam tidak terlalu banyak memberikan pengaturan mengenai hibah yakni Pasal 210 sampai dengan Pasal 214 dan dalam Pasal sebelumnya yaitu Pasal 171 butir g dan mengenai wasiat diatur dalam Pasal 194 sampai dengan Pasal 209 mengenai orang yang berhak untuk wasiat atau subjek wasiat, bentuk wasiat, jenis-jenis wasiat, pembatalan dan pencabutan wasiat dan hal lain lain yang berkenaan dengan wasiat. 89 Andi Syamsu Alam dan M.Fauzan, Op.Cit, hal Ibid, hal. 77

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP SEWA JASA PENGEBORAN SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Mekanisme Sewa Jasa Pengeboran Sumur

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA 54 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA A. Analisis terhadap mekanisme transaksi pembayaran dengan cek lebih Akad merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

MENGHIBAHKAN HARTA YANG TELAH DIWASIATKAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 443 K/AG/2010) WINA DEVIANTI RAMBE ABSTRACT

MENGHIBAHKAN HARTA YANG TELAH DIWASIATKAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 443 K/AG/2010) WINA DEVIANTI RAMBE ABSTRACT WINA DEVIANTI RAMBE 1 MENGHIBAHKAN HARTA YANG TELAH DIWASIATKAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 443 K/AG/2010) WINA DEVIANTI RAMBE ABSTRACT A will is a message from someone in the form of statement

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG 68 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Analisis terhadap pelaksanaan hibah seluruh harta kepada anak angkat

Lebih terperinci

buatwasiat.com WASIAT DAN PELAKSANAANNYA KE ATAS SAUDARA BARU SEMINAR PERANCANGAN HARTA SECARA SYARIAH

buatwasiat.com WASIAT DAN PELAKSANAANNYA KE ATAS SAUDARA BARU SEMINAR PERANCANGAN HARTA SECARA SYARIAH WASIAT DAN PELAKSANAANNYA KE ATAS SAUDARA BARU Oleh PROF MADYA MOHD RIDZUAN AWANG JABATAN SYARIAH UNIVERSITI KEBANGSAAN MALAYSIA SEMINAR PERANCANGAN HARTA SECARA SYARIAH TARIKH: 29 MAC 2009 GRAND PACIFIC

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid BAB IV ANALISIS A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid Mazhab Syafi i dan mazhab Hanbali berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM. Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM. Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Hibah Hibah secara etimologi adalah bentuk masdar (hubungan antara manusia dengan Tuhan) dari kata wahaba, yang berarti pemberian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB II WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF 20 BAB II WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM a. Pengertian wasiat Wasiat adalah menyerahkan pemilikan sesuatu kepada seseorang sesudah meninggal dunia, diperbolehkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK A. Pelaksanaan Pemberian Hadiah/ Uang yang Diberikan oleh Calon anggota DPRD

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG A. Analisis Praktek Jual Beli Emas di Toko Emas Arjuna Semarang Aktivitas jual beli bagi umat Islam sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani, BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Ba i Al-wafa di Desa Sungai Langka Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan salah satu diantaranya adalah wasiat, yaitu pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG DALAM TRADISI DEKEKAN DI DESA DURUNGBEDUG KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Hutang Piutang Dan Hibah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY Ya Allah, cukupkanlah diriku dengan rizki-mu yang halal dari rizki-mu yang haram dan cukupkanlah diriku dengan keutamaan-mu dari selain-mu. (HR. At-Tirmidzi dalam Kitabud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN Kehidupan manusia selalu mengalami perputaran, terkadang penuh dengan

Lebih terperinci

E٤٢ J٣٣ W F : :

E٤٢ J٣٣ W F : : [ ] E٤٢ J٣٣ W F : : Masyarakat yang bersih, yang tidak dipenuhi berbagai berita adalah masyarakat yang selamat serta terjaga, dan yang melakukan maksiat tetap tertutup dengan tutupan Allah atasnya hingga

Lebih terperinci

REVIEW. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK. Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI

REVIEW. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK. Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi AKUNTANSI REVIEW Modul ke: Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK Fakultas EKONOMI Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Akhlak Sosial Islami Manusia sejak

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Tabungan Berhadiah Di TPA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo, 2007

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo, 2007 113 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo, 2007 Alam, Andi Syamsu dan M.Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Islam, Jakarta:Kencana Prenada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)

Lebih terperinci

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan: Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan Dari: Dani, Sulawesi Selatan (disidangkan pada hari Jum at, 23 Jumadilakhir 1432 H / 27 Mei 2011 M) As-salaamu alaikum wr. wb. Divisi

Lebih terperinci

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYUURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR A. Analisis Terhadap Tradisi Penitipan Beras Di Toko

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang 59 BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang Berdasarkan Landasan teori dan Penelitian yang peneliti peroleh di Kelurahan Ujung Gunung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN A. Analisis terhadap Praktik Utang Piutang dalam Bentuk Uang dan Pupuk di

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul. RINGKASAN Manusia sebagai hamba Allah yang statusnya makhluk sosial, dalam rangka melaksanakan kewajiban untuk memenuhi haknya diperlukan adanya suatu tatanan hukum yang mampu mengatur dan mengayomi hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat melangsungkan hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain tugasnya hanya ibadah kepadanya. Dalam ekosistemnya, Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pesanan Makanan Dengan Sistem

Lebih terperinci

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI 63 BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI A. Analisis Mekanisme Pengupahan Pemolong Cabe Di Desa Bengkak Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk BAB III Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) A. Pengertian Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) Koperasi adalah suatu kerja sama dalam lapangan perekonomian. Kerjasama ini karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup.

Lebih terperinci

Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA.

Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA. Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Hibah di Bawah Tangan tanpa Sepengetahuan Pemilik Harta Hibah Ditinjau Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Nomor: 1000/Pdt.G/2011/PA.Mlg) Riffnasetia Andriany

Lebih terperinci

*** Tunaikanlah Amanah

*** Tunaikanlah Amanah Tunaikanlah Amanah Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Modul ke: Pendidikan Agama Islam Kesalehan Sosial Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN KESALEHAN SOSIAL Kesalehan sosial adalah suatu perilaku

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Bursa Efek Indonesia Surabaya Ada dua jenis perdagangan di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Modul ke: 06Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akhlak Sosial Islam Dr. Achmad Jamil, M.Si Program Studi S1 Manajemen Akhlak Sosial Islami Terkait dengan hidup sosial bersama orang lain,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Jual Beli Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kandang di PT. Juang Jaya Abdi Alam Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulunya, bahwa jual beli yang terjadi di PT. Juang Jaya

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al 48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO A. Produk Kepemilikan Logam Mulia (KLM) di PT. BRI Syari ah KCP Sidoarjo Memiliki logam mulia (LM)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN BARANG JAMINAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA PENYENGAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA KEPULAUAN RIAU A. Analisis Terhadap Akad Pemanfaatan Barang Jaminan

Lebih terperinci

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI BAB IV ANALISIS TERHADAP PANDANGAN IMAM SYAFI I DAN SYI> AH IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI PEWARIS NON MUSLIM A. Persamaan Pandangan Imam Syafi i dan Syi> ah Ima>miyah tentang Hukum

Lebih terperinci

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JI A>LAH DAN PANDANGAN PENDUDUK DI DESA NGRANDULOR KECAMATAN PETERONGAN KABUPATEN JOMBANG A. Analisis Pelaksanaan Ji a>lah dan pandangan penduduk di Desa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG WAKAF

BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG WAKAF BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG WAKAF A. Pengertian Wakaf Kata wakaf atau wacf berasal dari bahasa arab Wakafa. Asal kata Wakafa berarti menahan atau mencegah. Dalam peristilahan syara wakaf adalah sejenis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening

Lebih terperinci

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : [ ] E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : MENGHORMATI ORANG LAIN "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda dari kami." Orang yang paling pantas dihormati dan dihargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama islam adalah agama yang penuh kemudahan dan menyeluruh meliputi segenap aspek kehidupan, selalu memperhatikan berbagai maslahat dan keadaan, mengangkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Pembayaran Hutang dengan Batu Bata yang Terjadi di Kampung Bangunrejo Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah Berdasarkan pemaparan terkait Pembayaran Hutang dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA 51 BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA A. Aplikasi Pemberian Upah Tanpa Kontrak Di UD. Samudera Pratama Surabaya. Perjanjian (kontrak) adalah suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : 3. Membiasakan perilaku terpuji.

Standar Kompetensi : 3. Membiasakan perilaku terpuji. Standar Kompetensi : 3. Membiasakan perilaku terpuji. Kompetensi Dasar: 3.1. Menjelaskan pengertian adil, perintah berbuat adil, dan pentingnya berbuat adil 3.2. Menjelaskan pengertian ridha, perintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT MENURUT FIQH SYAFI IYYAH DAN KHI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT MENURUT FIQH SYAFI IYYAH DAN KHI 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT MENURUT FIQH SYAFI IYYAH DAN KHI A. Wasiat Menurut Fiqh Syafi iyyah 1. Pengertian Wasiat Kata wasiat dalam Al-Qur an disebutkan sebanyak 9 kali, dan kata lain yang

Lebih terperinci

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI MINDRINGAN DI DESA BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP Dalam kehidupan masyarakat, jual beli yang sering digunakan adalah jual beli yang sifatnya

Lebih terperinci

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed TAWASSUL Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed Setelah kita mengetahui bahaya kesyirikan yang sangat besar di dunia dan akhirat, kita perlu mengetahui secara rinci bentuk-bentuk kesyirikan yang banyak terjadi

Lebih terperinci

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Secara bahasa Rahn berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari. Secara teknis menahan salah

Lebih terperinci

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya.

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya. Aqiqah Kelahiran seorang anak bagi sebuah keluarga akan menambah kebahagiaan dan kerukunan rumah tangga. Mengikut sunnah Rasulullah SAW mengadakan aqiqah dan memberikan dagingnya sebagai sedekah kepada

Lebih terperinci

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,

Lebih terperinci

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni 15 BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH A. PENGERTIAN SYIRKAH Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Terhadap Proses Jual Beli Mesin Rusak Dengan Sistem Borongan Penulis telah menjelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 1 BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Gadai Pohon Cengkeh di Desa Sumberjaya Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari data lapangan yaitu hasil dari wawancara dan dokumentasi, beserta data kepustakaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan disajikan pada bab III,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TENTANG SEWA MENYEWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II KAJIAN TENTANG SEWA MENYEWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM 23 BAB II KAJIAN TENTANG SEWA MENYEWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Sewa Menyewa (Ija>rah) Sebelum dijelaskan pengertian sewa-menyewa dan upah atau ija>rah, terlebih dahulu akan dikemukakan

Lebih terperinci

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH BAB II RAHN, IJA@RAH DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A. Rahn (Gadai Islam) 1. Pengertian Rahn (Gadai Islam) Secara etimologi rahn berarti ash@ubu@tu wad dawa@mu yang mempunyai arti tetap dan

Lebih terperinci

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Di antaranya pemahaman tersebut adalah: MENYOAL PEMAHAMAN ATAS KONSEP RAHMATAN LI AL- ÂLAMÎN Kata Rahmatan li al- Âlamîn memang ada dalam al-quran. Namun permasalahan akan muncul ketika orang-orang menafsirkan makna Rahmatan li al- Âlamîn secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal.

BAB I PENDAHULUAN. Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku. dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fitrah manusia bahwa mereka diciptakan oleh Allah dengan bersukusuku dan berbangsa-bangsa sehingga satu sama lain saling mengenal. Sebagaimana Firman Allah SWT

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pauh adalah sebuah Desa di Kecamatan Limpasu di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan Indonesia. Persentase luas Desa Pauh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak Dalam Jual Beli

Lebih terperinci

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189)

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189) Kitab Hudud 1. Hudud pencurian dan nisabnya Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189) Hadis

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH 68 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH A. Analisis sengketa ahli waris dalam penggunaan tanah oleh yayasan al- Hikmah di Desa Pettong Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya Berikut ini adalah beberapa kekhususan-kekhususan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak dimiliki oleh umatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang riwayat yang sampai kepada kita bahwa qiyas itu diberikan kepada Nabi saw, dan disamping itu ada pula beberapa riwayat yang sampai kepada kita, bahwa qiyas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seabagai penganut agama islam orang muslim mempunyai tendensi da landasan dalam menjalani kehidupan sehari - hari, baik yang berkaitan dengan ubudiyah munakahah, jinayah,

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab 1 B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti : Menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksuil

Lebih terperinci

RISALAH AQIQAH. Hukum Melaksanakan Aqiqah

RISALAH AQIQAH. Hukum Melaksanakan Aqiqah RISALAH AQIQAH Hukum Melaksanakan Aqiqah Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat syarat tertentu. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA Lembaga-lembaga keuangan muncul karena tuntutan obyek yang berlandaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME JUAL BELI IKAN LAUT DALAM TENDAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME JUAL BELI IKAN LAUT DALAM TENDAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME JUAL BELI IKAN LAUT DALAM TENDAK A. Dari Segi Penawaran Ikan dalam Tendak Jual beli yang terjadi di Desa Blimbing dalam prakteknya mempergunakan perhitungan

Lebih terperinci

Bayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG

Bayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG Bayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG Pertanyaan Dari: Hj. Maryam, Midai, Kepri, pertanyaan disampaikan lewat telpon, tanggal 4 Ramadan 1431 H (disidangkan [ada hari Jum'at, 17 Ramadan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH WASIAT KEPADA ANAK ANGKAT (ADOPSI) BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH WASIAT KEPADA ANAK ANGKAT (ADOPSI) BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM BAB II TINJAUAN UMUM HIBAH WASIAT KEPADA ANAK ANGKAT (ADOPSI) BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM A. Tinjauan Umum Hibah 1. Pengertian Hibah Hibah berasal dari Bahasa Arab yang secara etimologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIBAH. Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIBAH. Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIBAH A. Pengertian hibah Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba, yang berarti pemberian. Secara terminologis, hibah adalah pemilikan suatu benda

Lebih terperinci

HUKUM JUAL BELI DENGAN BARANG-BARANG TERLARANG. Djamila Usup ABSTRAK

HUKUM JUAL BELI DENGAN BARANG-BARANG TERLARANG. Djamila Usup ABSTRAK HUKUM JUAL BELI DENGAN BARANG-BARANG TERLARANG Djamila Usup ABSTRAK Kegiatan ekonomi yang sering dilakukan kebanyakan masyaraka adalah jual beli, karena jual beli adalah suatu usaha untuk mencari keuntungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Rekondisi 1. Proses Jual Beli Praktik jual beli barang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Suku Cadang Motor Honda

Lebih terperinci

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab RASCAL321RASCAL321 BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Seperti yang kita ketahui jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli. Jual berasal dari terjemahan

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pembiayaan Multijasa Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa

Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain Oleh: Muhsin Hariyanto AL-BAIHAQI, dalam kitab Syu ab al-îmân, mengutip hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn al- Ash: Ridha Allah bergantung

Lebih terperinci