KARAKTERISTIK DEBIT SUNGAI PADA DAS TALLO HULU (SUB DAS JENEPANGKALUNG DAN SUB DAS JENETALINGGOA)
|
|
- Sudirman Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KARAKTERISTIK DEBIT SUNGAI PADA DAS TALLO HULU (SUB DAS JENEPANGKALUNG DAN SUB DAS JENETALINGGOA) THE CHARACTERISTICS OF DISCHARGE OF UPPER AREA OF TALLO WATERSHED (THE SUB WATERSHED OF JENEPANGKALUNG AND JENETALINGGOA) Wahyuni, 1 Baharuddin Mappangaja, 1 Daud Malamassam 2 1 Konsentrasi Hidrologi dan Pengelolaan DAS, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, 2 Konsentrasi Perencanaan Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi : Wahyuni, S.Hut Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar, HP: uni_w@yahoo.co.id
2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) fluktuasi debit sungai pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa, (2) hubungan antara curah hujan dengan debit sungai pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa. Penelitian dilaksanakan di bagian hulu DAS Tallo yaitu pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran curah hujan dan debit sungai sebanyak 54 hari pengamatan sedangkan data sekunder diperoleh melalui data citra dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan analisis statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi debit yang terbentuk sangat bervariasi tergantung dari sebaran curah hujan dan kerapatan sungai. Nilai R 2 pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa sangat rendah menunjukkan perjalanan air dari hulu ke outlet masih banyak dipengaruhi oleh faktor lain yang belum dapat dijelaskan. Hubungan curah hujan dengan debit pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa sangat dipengaruhi oleh bentuk topografi dan kerapatan sungai. Kata kunci: debit sungai, curah hujan, DAS Tallo Hulu ABSTRACT The aim of study were to determine (1) the fluctuation of discharge in sub watershed Jenepangkalung and Jenetalinggoa, (2) the correlation between rainfall and river discharge in the sub watershed Jenepangkalung and Jenetalinggoa. The research was conducted in the upper stream of Tallo Watershed, exactly in sub watershed Jenepangkalung and Jenetalinggoa. The collected data consists of primary and secondary data. Primary data was collected by observing the rainfall and river discharge for 54 days, while the secondary data was obtained from image analysis and documentation studies. The data was analyzed with descriptive quantitative method and statistical analysis. The results of the research show that the fluctuation of discharges which were constructed by the rainfall and the density of rivers. The value of R 2 at sub watershed of Jenepangkalung and Jenetalinggoa are very low which are indicated that the flow of water from the upper area to the outlet (where the measurements were conducted) are still much influenced by some other factors that can not be known. The correlation between rainfalls and river discharges are much influenced by the topography and the density of rivers. Keyword: discharges, rainfall, upper area of Tallo Watershed
3 PENDAHULUAN Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit yang menerima, menampung, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya menuju sungai sampai ke laut atau danau. Suatu DAS terdiri dari komponen fisik berupa tanah, air, vegetasi dan komponen non fisik berupa manusia dan segala aktifitasnya. Air merupakan salah satu komponen utama Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat penting bagi kehidupan di muka bumi ini. Bukan hanya manusia yang membutuhkan air, tetapi juga tumbuhtumbuhan untuk berfotosintesis dan lain sebagainya. Berbagai sumber manuliskan pentingnya air yang hampir tidak terlepas dari proses kehidupan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada kehidupan di bumi jika tidak ada air. Dalam suatu sistem DAS, air berperan sebagai input dalam hal ini curah hujan dan sebagai output dalam bentuk debit. Sebelum mencapai permukaan tanah, ada sebagian air hujan yang tertahan oleh tajuk vegetasi dan ada pula yang langsung jatuh ke permukaan tanah. Air hujan yang mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk ke dalam tanah dan sebagian lagi mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai. Hasil dari infiltrasi pada akhirnya juga akan keluar dalam bentuk debit sungai jika kelembaban tanah telah cukup jenuh. Besarnya debit tergantung dari besarnya curah hujan yang melewati ekosistem DAS. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa curah hujan sangat mempengaruhi debit. Seperti pada Sungai Mamasa diperoleh R 2 dari hubungan antara curah hujan dengan debit sebesar 0,65 (Muchtar A. dan Abdullah N., 2007), sedangkan pada DAS Way Besai Sumberjaya diperoleh R 2 sebesar 0,46 (Farida dan Noordwijk, 2004). Besar kecilnya debit saat hujan tergantung dari karakteristik DAS itu sendiri. Karakteristik DAS meliputi morfologi DAS, morfometri DAS, hidro-orologi, geologi, tanah, dan penutupan lahan. Morfologi DAS antara lain bentuk DAS, topografi, dan pola aliran. Morfometri DAS antara lain kerapatan aliran, luas dan kelilling DAS, gradien sungai utama, panjang sungai utama, dan jaringan sungai. Sedangkan yang termasuk dalam hidro-orologi antara lain debit sungai, curah hujan, erosi, sedimen, dan evapotranspirasi. Setiap DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga menghasilkan karakteristik debit yang berbeda pula. DAS Tallo merupakan salah satu DAS perkotaan yang aliran sungainya mengalir dari Kab. Gowa dan Kab. Maros ke Kota Makassar. Sungai ini sangat bermanfaat karena salah satu penggunaannya adalah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ada di Makassar.
4 Untuk menjaga kelestarian fungsi dari DAS Tallo, maka perlu diperhatikan kondisi hulunya. Pada DAS Tallo Hulu terdapat dua Sub DAS terletak berdampingan dan memiliki karakteristik fisik yang berbeda sehingga memungkinkan karakteristik debit yang dihasilkan juga berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui fluktuasi debit pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa dan 2) mengetahui hubungan antara curah hujan dengan debit pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penilitian ini berlokasi di DAS Tallo Hulu tepatnya pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa yang secara administrasi masuk kedalam wilayah Kabupaten Gowa dan Maros. Waktu penelitian berlangsung selama 5 bulan mulai dari Bulan Desember 2011 sampai Mei 2012 yang meliputi beberapa tahapan yakni survei awal, pengumpulan data, pengolahan/analisis data, dan pembuatan laporan. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini antara lain: Global Positioning System (GPS), penakar curah hujan tipe observatorium, current meter Mappangaja, stopwatch, tali rafiah, meteran, tongkat ukur, kalkulator, alat tulis menulis, kamera, peta penutupan lahan skala 1:50.000, peta kelerengan skala 1:50.000, dan peta jaringan sungai (peta DAS) skala 1: Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Data primer pada penelitian ini terdiri dari data curah hujan dan data debit sungai. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang mendukung penelitian ini atau hasil pengutipan data yang telah ada di lapangan. Data sekunder ini meliputi data penutupan lahan (jenis dan luas masing-masing penutupan lahan) yang diperoleh dari data citra, kelas kemiringan lereng, dan data karakteristik DAS yang diperoleh dari analisis peta DAS.
5 Analisis Data Analisis yang digunakan untuk mengetahui karakteristik debit sungai terdiri atas 2 yaitu analisis pergerakan debit sungai dan analisis hubungan antara curah hujan dengan debit sungai. Pergerakan debit sungai dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil pengukuran debit selama pengamatan dibuat dalam bentuk grafik pergerakan debit yang memperlihatkan besarnya debit setiap pukul 08.00, 12.00, dan dari grafik tersebut akan terbentuk pergerakan debit yang berbeda setiap hari. Sedangkan hubungan antara curah hujan dengan debit sungai dianalisis dengan menggunakan grafik yang menggambarkan kurva perjalanan debit dan curah hujan secara simultan dan menggunakan model regresi linear sederhana (Draper and Smith, 1981 dalam Mappangaja, 1994) dengan debit selaku variabel dependent dan curah hujan selaku variabel independent. Persamaan statistic yang digunakan adalah: Y = a + bx + e dimana: Y = debit sungai yang diprediksi a = nilai intercept menunjukkan persediaan air dalam Ground Water Storage dan Soil Water b = koefisien regresi menunjukkan kepekaan DAS terhadap perubahan curah hujan X = nilai curah hujan e = faktor yang tidak masuk dalam model HASIL Fluktuasi Debit Sungai Pergerakan debit sungai pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa dianalisis dengan menggunakan grafik yang memperlihatkan pergerakan debit secara simultan antara debit pada pukul 08.00, 12.00, dan Secara sederhana, ada 5 pola pergerakan debit sungai yang terbentuk pada Sub DAS Jenepangkalung dan 4 pola yang terbentuk pada Sub DAS Jenetalinggoa. Grafik pergerakan debit sungai dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Sungai Hubungan antara curah hujan dengan debit sungai setiap periode tertentu (pukul 08.00, 12.00, 16.00, dan rata-rata debit/harian) memberikan gambaran mengenai kondisi biofisik suatu
6 DAS. Pada Tabel 1, R 2 pada pukul (0,428) lebih besar dari R 2 pada pukul (0,060) dan (0,336) menunjukkan pengaruh curah hujan pada pukul lebih besar daripada pukul dan Sedangkan pada Tabel 2, R 2 pada pukul (0,385) lebih besar daripada R 2 pada pukul (0,326) dan (0,004) menunjukkan pengaruh curah hujan lebih besar pada pukul daripada pukul dan Untuk debit rata-rata/harian, R 2 pada Sub DAS Jenepangkalung (0,317) lebih besar daripada Sub DAS Jenetalinggoa (0,273). PEMBAHASAN Fluktuasi Debit Sungai Grafik pergerakan debit sungai pada Gambar 1 dan 2 menunjukkan debit pada pukul 08.00, 12.00, dan sangat bervariasi. Pada hari-hari tertentu debit sungai pada pukul lebih besar dibandingkan pada pukul dan 16.00, dan pada beberapa hari lainnya menunjukkan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena sebaran curah hujan pada satu hari tertentu juga bervariasi. Kadang hujan pada malam hari, pagi, siang, atau sore hari. Penurunan debit dari waktu ke waktu disebabkan oleh adanya evapotranspirasi. Ada hari dimana terjadi hujan pada siang hari (hari ke-33), akan tetapi intensitasnya sangat kecil sehingga hampir semua hujan masuk kedalam tanah (terinfiltrasi) atau terintersepsi. Hasil penelitian Molchanov (1963) dalam Paembonan (1982), pada curah hujan yang kecil (tidak melebihi 0,5 mm), jumlah yang diintersepsi oleh tajuk pohon sebesar 91% dan hanya 9% yang sampai ke lantai hutan. Air hujan yang sampai ke tanah hampir semua terinfiltasi karena jumlahnya yang sangat kecil. Hal ini menyebabkan tidak terjadi penambahan debit sungai pada saat itu. Pergerakan debit sungai ada yang penurunannya banyak, ada yang sangat kecil seperti pada hari ke-10, penurunannya hanya sekitar 0,0324 m 3 /s dan 0,01 m 3 /s, sedangkan pada hari ke- 43 terjadi penurunan debit sebesar 0,8091 m 3 /s dan 0,4476 m 3 /s. Penurunan debit yang besar biasanya terjadi pada saat setelah hujan dan sebaliknya, karena evapotranspirasi akan besar apabila kondisi tanah dalam keadaan basah. Sebagaimana dituliskan dalam Asdak (2010), evapotranspirasi potensial berlangsung ketika kondisi kelembaban tanah berkisar antara titik wilting point dan field capacity. Kenaikan debit sungai terjadi pada hari-hari yang umumnya hujan pada siang hari. Besar kecilnya kenaikan debit tergantung pada intensitas curah hujan dan kondisi tanah pada saat itu. Jika kondisi tanah dalam keadaan basah atau jenuh air, kemudian hujan, maka kenaikan debit akan signifikan meskipun intensitas hujan tidak terlalu besar.
7 Selain faktor curah hujan, pergerakan debit sungai tersebut juga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya luas dan bentuk DAS, kerapatan aliran, topografi, tanah, dan penutupan lahan. Menurut Lee (1990), faktor-faktor penentu debit dikategorikan sebagai faktor-faktor atmosfer, parameter-parameter daerah tangkapan, dan pengaruh hutan. Pada hari ke-22, dengan sebaran curah hujan yang hampir sama antara Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa, tetapi memiliki pola pergerakan debit yang berbeda. Sub DAS Jenepangkalung memiliki pergerakan debit yang terus meningkat, sedangkan pada Sub DAS Jenetalinggoa mengalami penurunan pada pukul Pergerakan debit yang berbeda bisa disebabkan oleh jumlah anak-anak sungai yang lebih banyak pada Sub DAS Jenetalinggoa daripada Sub DAS Jenepangkalung sehingga time of concentration juga berbeda. Kerapatan aliran sungai Sub DAS Jenepangkalung sebesar 0,690 km/km 2, sedangkan kerapatan aliran Sub DAS Jenetalinggoa sebesar 1,144 km/km 2. Berdasarkan pengamatan di lapangan, time of concentration untuk Sub DAS Jenepangkalung sekitar 3 atau 4 jam, kemudian akan mengalami penurunan secara teratur. Sedangkan time of concentration Sub DAS Jenetalinggoa berbeda-beda untuk setiap anak-anak sungai. Hal ini menyebabkan kenaikan debit yang lebih cepat sekitar 2 jam setelah terjadi hujan dan meningkat lagi pada waktu tertentu setelah mengalami penurunan. Kejadian yang sama pada hari ke-9 terjadi peningkatan debit pada pukul pada Sub DAS Jenetalinggoa padahal tidak terjadi hujan pada siang hari, tetapi ada hujan sebelumnya. Perbedaan karakteristik termasuk besar dan pergerakan debit pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa lebih dipengaruhi oleh pola aliran karena berdasarkan luas, harusnya debit Sub DAS Jenetalinggoa lebih besar karena memiliki luas dan curah hujan yang lebih besar dari Sub DAS Jenepangkalung. Akan tetapi, kenyataannya justru sebaliknya. Berdasarkan hasil perhitungan Rc (faktor bentuk DAS), kedua Sub DAS tersebut dikategorikan dalam bentuk memanjang. Faktor penutupan lahan juga hampir sama, yang didominasi oleh penutupan hutan. Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Sungai Debit sungai sebagai output dari interaksi curah hujan dengan suatu sistem DAS dapat memberikan gambaran mengenai kondisi biofisik DAS. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara curah hujan dengan debit sungai. Melalui nilai penjelas yang disimbolkan oleh R 2 yang secara statistika dapat dikaitkan dengan kondisi dan karakteristik Sub DAS. Jika R 2 nya tinggi,
8 maka kondisi biofisik DAS sebagai faktor penghambat curah hujan kurang berperan sebagaimana mestinya. Dan sebaliknya jika R 2 nya rendah, maka kondisi biofisik DAS dianggap berperan dengan baik sebagai faktor penghambat. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh hubungan antara curah hujan dengan debit sungai pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa masing-masing pada pukul 08.00, 12.00, 16.00, dan rata-rata harian. Tabel 1 menunjukkan bahwa R 2 pada pukul (0,428) dengan r (0,654) lebih besar dibandingkan dengan R 2 pada pukul (0,060) dengan r (0,004) dan (0,336) dengan r (0,580). Nilai tersebut menjelaskan faktor curah hujan lebih besar pengaruhnya terhadap debit pada pukul daripada debit pada pukul dan Tabel 2 menunjukkan nilai R 2 pada pukul sebesar 0,326 (r = 0,571), pukul sebesar 0,004 (r = 0,059), dan pada pukul sebesar 0,385 (r = 0,621). Nilai R 2 dan r pada pukul lebih besar dibandingkan dengan R 2 dan r pada pukul dan yang berarti bahwa curah hujan pada Sub DAS Jenetalinggoa lebih berpengaruh terhadap debit sungai pada pukul Nilai R 2 dan r masing-masing waktu pengamatan yang telah ditentukan pada Sub DAS Jenetalinggoa berbanding terbalik dengan hasil yang diperoleh pada Sub DAS Jenepangkalung (R 2 dan r lebih besar pada pukul 08.00). Perbedaan nilai tersebut berdasarkan atas pergerakan debit sungai yang berbeda pula. Pada Sub DAS Jenepangkalung, pergerakan debit akan terus menurun sampai pukul jika tidak terjadi hujan, sedangkan debit pada Sub DAS Jenetalinggoa sering meningkat meskipun tidak hujan pada saat itu dan cepat mengalami kenaikan pada saat terjadi hujan. Secara umum, nilai R 2 pada kedua sub DAS sangat kecil yang berarti bahwa debit sungai yang terjadi sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lain selain curah hujan. Curah hujan yang masuk dalam sistem DAS mengalami proses hidrologi yang panjang baik faktor vegetasi penutup lahan, topografi, dan jenis tanah untuk kemudian keluar dalam bentuk debit sungai. Penutupan lahan yang didominasi oleh hutan akan mengakibatkan air hujan yang jatuh di atasnya mengalami intersepsi, infiltrasi, dan perkolasi yang besar sehingga debit tidak terlalu besar ketika hujan dan tetap mengalir ketika tidak terjadi hujan. Sebagaimana dituliskan dalam Manan (1977) bahwa tanah hutan menyimpan air tanah lebih banyak dan menyebabkan tingginya infiltrasi kedalam tanah. Begitu pula dalam Soerjono (1978) bahwa pohon yang beraneka ragam dalam hutan, ada yang bersifat menahan air, menguapkan air, menahan aliran dan lain sebagainya.
9 Jenis tanah dystropept juga mendukung peningkatan debit sungai yang kecil ketika terjadi hujan. Jenis tanah ini merupakan tanah-tanah berkembang yang mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi. Jenis tanah dystropept dengan penutupan hutan yang luas semakin menghambat aliran air untuk sampai ke sungai. Nilai r pada pada Tabel 1 dan 2 mengindikasikan hubungan positif yang cukup erat antara curah hujan dengan debit sungai. Meskipun sebagian besar penutupan lahannya berupa hutan, akan tetapi topografi di Sub DAS Jenepangkalung didominasi oleh topografi agak curam sampai curam. Topografi yang curam akan mempercepat aliran permukaan dan pada akhirnya akan memperbesar debit sungai ketika terjadi hujan. Hal inilah yang memperbesar hubungan antara curah hujan dengan debit sungai. Jika dibandingkan dengan Sub DAS Jenetalinggoa, hubungan curah hujan dengan debit pada Sub DAS Jenepangkalung lebih besar karena persentase curamnya lebih besar dan kerapatannya lebih rendah. Faktor (a) atau constant dalam persamaan regresi merupakan faktor yang mengungkap cadangan air dalam ground water storage dan air yang mengalir lambat dalam tanah yang berfungsi sebagai soil water system. Jika permukaan air dalam tanah lebih tinggi daripada permukaan sungai, maka air akan tetap mengalir kedalam sungai dengan bantuan gaya gravitasi meskipun tidak ada hujan. Arsyad (2010) menuliskan bahwa air infiltrasi akan muncul sebagai limpasan bawah dan aliran dalam dan terus ke dalam bergabung dengan air bumi dan seterusnya akan keluar dalam bentuk debit sungai. Walaupun Sub DAS Jenetalinggoa lebih luas dibandingkan Sub DAS Jenepangkalung, tetapi debit yang dihasilkan lebih kecil karena besarnya faktor penghambat. Curah hujan yang masuk ke Sub DAS Jenetalinggoa mengenai banyak anak-anak sungai. Dalam perjalanan menuju sungai utama, air hujan membutuhkan waktu yang lebih lama karena topografi yang relatif lebih datar/landai dan akan menyebabkan evapotranspirasi yang besar. Nilai koefisien regresi (b) menunjukkan kepekaan DAS/fluktuasi debit terhadap perubahan curah hujan. Nilai b pada Tabel 1 sebesar 0,018. Nilai ini sangat kecil, yang menjelaskan bahwa Sub DAS Jenepangkalung memiliki potensi fluktuasi debit yang kurang peka. Debit sungai akan meningkat 1 m 3 /s setelah penambahan curah hujan sebesar 55 sampai 56 mm/hari. Bila dibandingkan dengan Sub DAS Jenetalinggoa, Sub DAS Jenepangkalung memiliki potensi fluktuasi debit yang lebih besar.
10 Menurut Pujiharta (1980), kepekaan debit berkaitan juga dengan pola aliran DAS yaitu, dendritik, rektanglular, trellis, dan radial. Pola aliran yang sangat peka terhadap curah hujan adalah pola dendritik dan rektangular karena aliran dari anak-anak sungai (order 1) akan segera tiba pada sungai induk bila terjadi hujan. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa fluktuasi debit sungai yang terbentuk tergantung dari sebaran curah hujan dan kerapatan sungai. Nilai R 2 pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa sangat rendah menunjukkan bahwa perjalanan air dari hulu ke outlet (tempat pengukuran debit) masih banyak dipengaruhi oleh faktor lain yang belum dapat dijelaskan. Hubungan curah hujan dengan debit pada Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa sangat dipengaruhi oleh bentuk topografi dan kerapatan sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, disarankan kepada peneliti selanjutnya menambah waktu penelitiannya sampai musim kemarau agar mengetahui karakteristik debit pada musim kemarau dan waktu pengamatan dalam satu hari dibagi habis dalam interval yang sama. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Sitanala. (2010). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Asdak, Chay. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Farida dan Noordwijk. (2004). Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan dan Aplikasi Model Genriver pada DAS Way Besai Sumberjaya. Jurnal Agrivita, Vol. 26, No. 1. Lee, Richard. (1990). Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Manan, Syafii. (1977). Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mappangaja, Baharuddin. (1994). Beberapa Indikator Penilaian Kualitas Daerah Aliran Sungai di Sulawesi Selatan Berdasarkan Analisis Debit Sungai dan Muatan Sedimen. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. Muchtar, Asikin dan Abdullah, Nurdin. (2007). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat, Vol. 2, No. 1. Paembonan, Sampe. (1982). Analisis Sistem Biofisik Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Saddang di Sulawesi Selatan). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
11 Pudjiharta, Ag. (1980). Mengenal Karakteristik Daerah Aliran Sungai Melalui Geomorfologi Kuantitatif. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. Soerjono. (1978). Modus Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Lembaga Penelitian Hutan Bogor, Bogor. Grafik Pergerakan Debit Sungai pada Sub DAS Jenepangkalung Debit Sungai (m3/s) Pukul Pukul Pukul Hari Pengukuran Debit Sungai Gambar 1. Grafik Pergerakan Debit Sungai Setiap Pukul 08.00, 12.00, dan pada Sub DAS Jenepangkalung Debit Sungai (m3/s) Grafik Pergerakan Debit Sungai pada Sub DAS Jenetalinggoa Pukul Pukul Pukul Hari Pengukuran Debit Sungai
12 Gambar 2. Grafik Pergerakan Debit Sungai Setiap Pukul 08.00, 12.00, dan pada Sub DAS Jenetalinggoa Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Sungai pada Sub DAS Jenepangkalung No. Waktu Pengamatan Persamaan Regresi (R 2 ) (r) Sig. 1. Pukul Y = 1, ,026X 0,428 0,654 0, Pukul Y = 2,081 0,002X 0,060 0,004 0, Pukul Y = 1, ,031X 0,336 0,580 0, Harian/Rata-rata Y = 1, ,018X 0,317 0,563 0,000 Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Hubungan antara Curah Hujan dengan Debit Sungai pada Sub DAS Jenetalinggoa No. Waktu Pengamatan Persamaan Regresi (R 2 ) (r) Sig. 1. Pukul Y = 1, ,020X 0,326 0,571 0, Pukul Y = 1, ,002X 0,004 0,059 0, Pukul Y = 1, ,023X 0,385 0,621 0, Harian/Rata-rata Y = 1, ,015X 0,273 0,523 0,000
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh
Lebih terperincisumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan
Lebih terperinciMUATAN SEDIMEN PADA DAS TALLO HULU (SUB DAS JENEPANGKALUNG DAN SUB DAS JENETALINGGOA)
MUATAN SEDIMEN PADA DAS TALLO HULU (SUB DAS JENEPANGKALUNG DAN SUB DAS JENETALINGGOA) THE SEDIMENT LOADS IN UPPER BASIN OF TELLO WATERSHED I.E THE SUB WATERSHED OF JENEPANGKALUNG AND SUB WATERSHED OF JENETALINGGOA
Lebih terperinciPENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F
PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN
Lebih terperinciOleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)
Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT
PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......
Lebih terperinci2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 KAJIAN PENGARUH DEBIT SUNGAI TERHADAP SEBARAN TSS DI MUARA SUNGAI WONOKROMO DAN KEBUN AGUNG SURABAYA Onod Burhanuddin Aries Dwi Siswanto, dan Zainul
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air
BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29
Lebih terperinciPENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir
PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciDAERAH ALIRAN SUNGAI
DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Sebagian dari aliran permukaan akan terinfiltrasi ke dalam tanah dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek
Lebih terperinciKAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana
KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment
Lebih terperincidan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem
Lebih terperinciPENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)
PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) Oleh : AI MARLINA F14102084 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK
PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang
Lebih terperinciANALISIS KARAKTERISTIK DEBIT PADA DAS TUNUO, KECAMATAN TOBELO BARAT KABUPATEN HALMAHERA UTARA
JURNAL HUTAN PULAU-PULAU KECIL, VOLUME 1, NO. 1, SEPTEMBER 2016: 53-57 ANALISIS KARAKTERISTIK DEBIT PADA DAS TUNUO, KECAMATAN TOBELO BARAT KABUPATEN HALMAHERA UTARA Ronald Kondolembang Program Studi Kehutanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara
Lebih terperinciSungai dan Daerah Aliran Sungai
Sungai dan Daerah Aliran Sungai Sungai Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai Perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya
Lebih terperinciPerkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran
Jurnal Vokasi 2010, Vol.6. No. 3 304-310 Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran HARI WIBOWO Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jalan Ahmad Yani Pontianak
Lebih terperinciPENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS)
Taufiq, dkk., Pengaruh Tanaman Kelapa Sawit terhadap Keseimbangan Air Hutan 47 PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS) Mohammad Taufiq 1),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi
4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi (hydrological cycle) merupakan rangkaian proses perubahan fase dan pergerakan air dalam suatu sistem hidrologi (Hendrayanto 2009). Menurut
Lebih terperinciKEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON
KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability
Lebih terperinciPERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI
PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi
Lebih terperinciBAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI
BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil
Lebih terperinciARAHAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ANALISIS KARAKTERISTIK DEBIT PADA DAS WAE RUHU DI KOTA AMBON
ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ANALISIS KARAKTERISTIK DEBIT PADA DAS WAE RUHU DI KOTA AMBON THE GUIDELINES FOR THE LAND USE BASED ON THE ANALYSIS OF THE DISCHARGE CHARACTERISTICS IN WAE RUHU WATERSHED
Lebih terperinciPENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)
PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya
Lebih terperinciSIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.
SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.N Galuh Ajeng Septaria Indri Setyawanti Dyah Puspita Laksmi Tari
Lebih terperinciPEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL Febriana Yogyasari, Dedy Kurnia Sunaryo, ST.,MT., Ir. Leo Pantimena, MSc. Program Studi
Lebih terperinciPENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan
Lebih terperinciVALIDASI MODEL KESETIMBANGAN AIR BEKEN DAN BYLOOS UNTUK PREDIKSI VOLUMETRIK HASIL AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI
VALIDASI MODEL KESETIMBANGAN AIR BEKEN DAN BYLOOS UNTUK PREDIKSI VOLUMETRIK HASIL AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI Validation of Beken and Byloos s Water Balance Model to Predict Volumetric Water Yield in Watershed
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak sungai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggungpunggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 di Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Cikadu Kecamatan Arjasari Kabupaten
Lebih terperinciPENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani
ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400
Lebih terperinciGambar 1. Peta DAS penelitian
Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya
Lebih terperinciMODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG
MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi
Lebih terperinciMENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa
JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang
1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cibengang yang secara geografis terletak di ketinggian 1130 mdpl dengan koordinat 06º57 56,6 lintang selatan dan 107º53 23,2 bujur
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ
APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG
Lebih terperinciBAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :
37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan
Lebih terperinciStudi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan
Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Sumiharni 1) Amril M. Siregar 2) Karina H. Ananta 3) Abstract The location of the watershed that
Lebih terperinciANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR
ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (Analysis of Rainfall in Pine Forest in Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh
Lebih terperinciREKAYASA HIDROLOGI II
REKAYASA HIDROLOGI II PENDAHULUAN TIK Review Analisis Hidrologi Dasar 1 ILMU HIDROLOGI Ilmu Hidrologi di dunia sebenarnya telah ada sejak orang mulai mempertanyakan dari mana asal mula air yang berada
Lebih terperinciANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANSBY-WILLIAMS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BABURA PROVINSI SUMATERA UTARA
ANALISIS KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANSBY-WILLIAMS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BABURA PROVINSI SUMATERA UTARA Anik Juli Dwi Astuti 1, Eni Yuniastuti 1, Dwi Wahyuni Nurwihastuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air ini merupakan sumber daya yang sangat penting untuk pemenuhan kehidupan makhluk hidup (Indriatmoko
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari
Lebih terperinciMisal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det
DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.
Lebih terperinciSTUDI TINGKAT EROSIVITAS DAN ERODIBILITAS DAS AIR HAJI KECAMATAN SUNGAI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT. Oleh:
1 STUDI TINGKAT EROSIVITAS DAN ERODIBILITAS DAS AIR HAJI KECAMATAN SUNGAI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT Oleh: Zulhan Efendi ˡDr. Dedi Hermon, M.P. ²Azhari Syarief, S.Pd. M.Si.³ 2,3 Staf Pengajar Pendidikan
Lebih terperinciANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY
ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Daur Hidrologi. B. Daerah Aliran Sungai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daur Hidrologi Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dari penguapan air laut. Proses proses yang tercakup dalam peralihan uap
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut
TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian
Lebih terperincidasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas
BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air
Lebih terperinciPenggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu
Penggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu Puguh Dwi Raharjo puguh.draharjo@yahoo.co.id The analysis of water flow consentration in the river system is the important
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAS TERPADU
PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
37 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Gambar 8. Lokasi Penelitian 38 B. Bahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan data sekunder menggunakan hasil study screening dan laporan monitoring evaluasi BPDAS Brantas tahun 2009 2010. Analisis data dilakukan sejak bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk limpasan (runoff). Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Siklus Hidrologi. 2.2 Daerah Aliran Sungai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti, air tersebut
Lebih terperinci1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING
Lebih terperinciANALISIS DEBIT ANDALAN
ANALISIS DEBIT ANDALAN A. METODE FJ MOCK Dr. F.J. Mock dalam makalahnya Land Capability-Appraisal Indonesia Water Availability Appraisal, UNDP FAO, Bogor, memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai
Lebih terperinci