MODEL-MODEL KONSELING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL-MODEL KONSELING"

Transkripsi

1 MODEL-MODEL KONSELING EKSISTENSIAL HUMANISTIK Oleh: KELOMPOK 1 Nama Kelompok: 1. Ni Made Ayu Dwi Safitri ( ) 2. Pande Kadek Ayu Sugianitri ( ) 3. I. D. A. Asti Metayani ( ) 4. Ni Luh Gd. Mudiyathi M. S. ( ) 5. I Nengah Budhi Saputra ( ) JURUSAN BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2013

2 KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-nya dan juga usaha dari kami akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah sederhana yang berjudul Model Konseling Eksistensial Humanistik. Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Gede Sedanayasa, M.Pd selaku dosen pengajar mata kuliah Modelmodel Konseling yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahannya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa, serta pihak lain yang turut membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi dan penyusunannya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kami dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling. Om Santih, Santih, Santih, Om Singaraja, Februari 2013 Penyusun i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pandangan tentang sifat manusia Tema-tema dan Dalil-dalil utama Eksistensial dan Penerapan pada praktek terapinya Tujuan Eksistensial Humanistik Teknik teknik dan prosedur-prosedur terapi Eksistensial-Humanistik Langkah-langkah konseling Eksistensial Humanistik Peran Konselor dan Konseli serta Hubungan Konselor dan Konseli BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psikologi Humanistik berkenaan dengan keunikan, individualitas, humanitas dari tiap pribadi. Di dalam banyak terminologi manusia, Humanisme didasarkan pada pengamatan yang mendasar, walaupun kita mungkin menyerupai satu sama lain dalam banyak hal, tapi masing-masing dari kita agak berbeda dari yang lain. Keunikan kita adalah diri kita. Dan diri adalah konsep paling utama di dalam Psikologi Humanistik. Psikologi Humanistik: salah satu cabang dari psikologi yang memberi perhatian utama terhadap pengembangan diri dan keunikan individu. Kadang-kadang dikenal sebagai psikologi kekuatan ketiga; selain dua kekuatan lain yaitu Behaviorisme dan Teori Freud. Psikologi Humanistik mempunyai basis di dalam filsafat - khususnya dalam filsafat eksistensial dari para penulis seperti Jean- Paul Sartre. ( Lihat Contat, 1974; Martin Buber, 1958, 1965; dan Karl Jaspers, 1962, 1963.) Para ahli filsafat ini ingin tahu tentang tujuan dan sifat serta eksistensi manusia (eksistensialisme). Mereka sangat memperhatikan apa artinya menjadi manusia dan bagaimana manusia tumbuh dan mengekspresikan dirinya pada setiap individu. Eksistensialisme: Salah satu Perubahan filosofis yang dicirikan oleh suatu kesenangan akan eksistensi. Para ahli filsafat eksistensial sering menguraikan kondisi manusia yang berkenaan dengan penundaan, kesunyian, keputus-asaan, dan pengasingan. Perasaan-perasaan ini diasumsikan untuk bangkit dari ketiadaan pengetahuan tertentu kita tentang asal-asul dan hari akhir kita. Karenanya bernama eksistensialisme, merupakan kenyataan yang dapat dikenal yakni eksistensi. psikologi Eksistensial- Humanistik. Objek kajian psikologi adalah manusia, oleh sebab itu hal yang mendasar dan pertama kali dibicarakan oleh didiplin ilmu ini adalah tentang hakikat manusia. Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Konseling eksistensial berpijak 1

5 pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasikonseling. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuh yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanya dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualka dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfoku pada fakta-fakta utama keberadaan manusia kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep tentang manusia menurut teori eksistensial humanistik? 2. Apa saja tema dan dalil konseling Eksistensial Humanistik? 3. Apa tujuan dari model konseling eksistensial humanistik? 4. Apa saja tehnik atau prosedur dalam model konseling eksistensial humanistik? 5. Apa saja langkah-langkah dalam model konseling eksistensial humanistik? 6. Apa peran konselor dan konseli serta hubungan antara konselor dan konseli dalam model konseling eksistensial humanistik? 1.3 Tujuan Tujuan umum : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami model konseling eksistensial humanistik. 2

6 Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep tentang manusia menurut teori eksistensial humanistik. 2. Mahasiswa mengetahui tema dan dalil utama konseling Eksistensial Humanistik 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tujuan dari model konseling eksistensial humanistik. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan tehnik atau prosedur dalam model konseling eksistensial humanistik. 5. Mahasiswa dapat menjelaskan langkah-langkah model konseling eksistensial humanistik. 6. Mahasiswa dapat menjelaskan peran konselor dan konseli serta hubungan antara konselor dan konseli dalam model konseling eksistensial humanistik. 1.4 Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah makalah ini nantinya dapat dijadikan sumber atau bahan bacaan bagi mahasiswa. Karena sebagai seorang calon konselor kita harus dapat mengetahui model konseling humanistik agar dapat membantu konseli. 3

7 BAB II PEMBAHASAN Model Konseling Eksistensial Humanistik oleh Rolo May Konsep tentang manusia - Kesadaran diri - Kebebasan, Tanggung jawab dan Kecemasan - Penciptaan makna Tujuan Konseling Eksistensial Humanistik - Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang - Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang - Memikul tanggung jawab untuk memilih Teknik atau Prosedur Konseling Eksistensial Humanistik - Menggunakan konseling Gestalt - Menggunakan konseling Analisis Langkah-Langkah Konseling Eksistensial Humanistik - Konselor meningkatkan kesadaran konseli - Membantu konseli mencari cara menghidari kebebasan diri dan belajar menanggung resiko - Membantu konseli untuk membangkitkan keberaniannya, mengakui ketakutannya - Menciptakan suatu sistem yang berlandaskan cara hidup yang konsisten - Membantu konseli untuk menemukan makna hidupnya - Membantu konseli mentoleransi segala bentuk ketakutan dan kecemasan - Konselor mendorong atau memotivasi konseli untuk mewujudkan aktualisasi diri Peran Konselor dan Konseli serta Hubungan Konselor Dengan Konseli Peran konselor: - Menghargai konseli apa adanya - Membuka pengalaman terhadap konsep diri konseli - Menghilangkan kepura-puraan dan bersifat otentik - Membuka tanggung jawab konseli - Menerima dan memahami diri konseli Peran konseli: - Konseli dapat menemukan alternatif tentang pandangan yang riil - Konseli bersifat aktif - Berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab penuh Hubungan konselor dengan konseli: - Hubungan dengan konseli adalah hubungan kemanusiaan. - Konseli sebagai subjek bukan obyek yang dianalisis dan didiagnosis. - Konselor harus terbuka baik kepribadiannya dan tidak pura pura. 4

8 2.1 Pandangan tentang sifat manusia Pendekatan Eksistensial Humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan konseling eksistensial humanistik bukan merupakan konseling tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup konseling-konseling yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Sasaran dari teori konseling Eksistensial Humanistik adalah orang-orang yang kurang mengeksistensikan diri dalam hidupnya dan tidak merasa eksis dalam hidupnya. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu: a. Kesadaran Diri Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar kebebasan yang ada pada orang itu. Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan umtuk memiliki kemampuan yang berbeda-beda dengan makhluk yang lainnya, dan manusia juga memiliki kesanggupan yang jelas berbeda dari makhluk lainnya, misalnya kesanggupan untuk berpikir. Dan dari berpikir itulah manusia juga akhirnya memiliki kemampuan untuk memutuskan suatu pilihan dari berbagai pilihan yang ada. Semua kemampuan yang ditunjukkan oleh manusia ini akan mencapai sasaran yang positif, jika manusia memiliki kesadaran yang positif juga akan dirinya. Jika manusia sadar bahwa ia adalah mahluk yang berkompeten untuk berpikir, maka sedikit tidaknya manusia juga akan menyadari bahwa ia sanggup untuk mengambil putusan atas pilihan-pilihan yang membuatnya bingung. Maka konselor hendaknya mampu membangkitkan kesadaran diri dari para konseli, utamanya para konseli yang merasa tidak eksis dalam hidupnya, sehingga konseli mampu mengambil keputusan yang tepat yang akan dipilihnya nanti. b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan Ketiga komponen tersebut baik kebebasan, tanggungjawab, dan kecemasan memang memiliki hubungan yang erat. Kebebasan muncul 5

9 karena kesadaran pada diri manusia. Jika manusia memiliki kesadaran yang besar maka manusia akan memiliki kebebasan yang besar pula. Dengan adanya kebebasan manusia berhak memilih keputusan yang dianggap menjadi pilihan yang terbaik bagi dirinya, dan seharusnya dilakukan dengan penuh tanggungjawab. Manusia memiliki kebebasan dan tanggungjawab, jika manusia tidak bisa mewujudkan tanggungjawab karena terbatasnya kemampuan dan atau yang dimiliki, maka bisa menimbulkan kecemasan. Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. c. Penciptaan Makna Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia adaah makhluk rasional. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Manusia adalah pihak yang paling dominan dalam menentukan hidupnya. Jika manusia gagal dalam menciptakan hubungan yang bermakna dalam hidupnya maka bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi, depersonalisasi, keterasingan, dan kesepian. Dalam teori ini manusia berperan sebagai arsitek bagi dirinya sendiri 2.2 Tema-tema dan Dalil-dalil utama Eksistensial dan Penerapan pada praktek konselingnya a. Dalil 1 : Kesadaran diri, Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri, yang menjadikan dirinya mampu melampui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitasaktivitas berpikir yang khas manusia. Kesadaran diri inilah yang membedakan dari mahlik-mahluk lainnya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka semakin utuhlah diri seseorang itu. Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnyauntuk memilih. Pada inti keberadaan manusia kesadaran menunjukan kepada kita bahwa : 1. Kita memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil tindakan. 6

10 2. Kita pada dasarnya sendirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Meskipun kita sadar terpisah tetapi juga terkait dengan orang lain. 3. Makna adalah sesuatu yang tidak diperoleh begiti saja, tetapi merupakan hasil dari pencarian dan penciptaan tujuan. 4. Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian masa depan. 5. Kita bisa mengalami kondisi kesepian, ketidakbermaknaan, kekosongan, rasa berdosa, dan isolasi. Dari yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran adalah kesanggupan yang mendorong kita untuk mengenal situasi-situasi tersebut. b. Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab, Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam artian bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih diantara pilihan-pilihan yang ada. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaab manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka ia tidak akan hadir lagi sebagai manusia. Sebab kesanggupan-kesanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya. Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami. Barangkali soal utama dalam konseling dan psikokonseling adalah kebebasan dan tanggung jawab. Tema eksistensial inti adalah bahwa kita menciptakan diri dengan mengambil pilihanpilihan, kita menjadi arsitek masa kini dan masa depan kita sendiri. Tugas konselings dalam hal ini adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara mencapai kebebasannya dan mendorong klien itu untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasanya. c. Dalil 3 : Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain, Setiap individu memiliki kebutuhan untuk menjaga keunikan dan keterpusatannya, akan tetapi pada saat yang sama ia mimiliki kebutuhan untuk 7

11 keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain dan alam menyebabkan manusia mengalami kesepian, keterasingan,dan depersonalisasi. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis, ia membutuhkan keberanian. Keberanian untuk ada. Usaha untuk menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari keberadaan kita. Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan untuk menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jika hidup dalam keadaan tidak memiliki hubungan yang bermakna dan nyata dengan orang lain, maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan. Salah satu fungsi konseling adalah membantu klien untuk membedakan kebergantungan yang neorotik kepada orang lain dan hubungan konselings dimana hubungan kedua belah pihak ditingkatkan. Kita adalah makhluk relasional, dalam artian bahwa kita bergantung pada hubungan dengan orang lain dengan kemanusian kita. Kita memiliki kebutuhan untuk menjadi orang yang berarti dalam dunia orang lain, dan kita butuh akan perasaan bahwa kehadiran orang lain penting dalam dunia kita. Apabila kita bisa menerima orang lain dalam kehidupan kita maka kita mengalami hubungan yang bermakna. d. Dalil 4 : Pencarian makna, Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangan untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian maknadan identitas pribadi. Konseling eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan oleh konselings kepada kliennya adalah : Apakah anda menyukai arah hidup anda?, Apakah anda puas atas apa anda sekarang dan akan menjadi apa anda?, Apakah anda aktif melakukan sesuatu yang akan mendekatkan anda pada ideal diri anda?, Apakah anda mengetahui apa yang anda inginkan?, Jika anda bingung mengenai siapa diri anda mengenai siapa anda dan apa yang anda inginkan, apa yang kan anda 8

12 lakukan untuk memperoleh kejelasan?. Belajar untuk menemukan makna dalam hidup. Logokonseling, yang dikembangkan oleh Viktor Frankl, dirancang untuk membantu individu dalam menemukan makna dalam hidupnya. Menurutnya, pencarian makna dalam hidup adalah salah satu cirri manusia. Keinginan kepada pencarian makna adalah perjuangan utama manusia. Hidup tidak memiliki makna dengan sendirinya, dan manusialah yang harus menciptakan dan menemukan makna hidup ini. e. Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup, Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan suatu patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kecemasan sebagai sumber pertumbuhan dan bisa menjadi perangsang pertumbuhan, dalam arti bahwa kita mengalami kecemasan dengan meningkatnya kesadaran kita atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita itu. Sebenarnya, apabila kita membuat suatu putusan yang melibatkan rekontruksi hidup kita, kecemasan yang menyertai pembutan putusan itu bisa menjadi tanda bahwa kita memang telah siap untuk mengalami perubahan pribadi. f. Dalil 6 : Kesadaran atas kematian dan non-ada, Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang memberikan makna kepada hidup. Ketakutan terhadap kematian dan ketakutan terhadap kehidupan memiliki korelasi. Ketakutan terhadap kematian membanyangi mereka yang takut mengulurkan tangan dan benar-benar merangkul kehidupan. Jika kita mengukuhkan hidup dan berusaha hidup pada waktu kini sepenuh-penuhnya, kita tidak akan dihantui oleh berakhirnya kehidupan. Jika kita takut mati, maka kita juga takut hidup, seakan-akan kita mengatakan kita takut mati karena kita belum pernah benar-benar hidup. g. Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri, Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan, bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungan kea rah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan 9

13 perjuangan demi aktualisasi potensi-potensi secara penuh. Jika seseorangg mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai pribadi maka dia kan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat. 2.3 Tujuan Eksistensial Humanistik Eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Bugental (1965) menyebut keontetikan sebagai urusan utama psikokonseling dan nilai eksistensial pokok. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik yaitu, 1) Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang, 2) Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan 3) Memikul tanggung jawab untuk memilih.. Meluaskan kesadaran diri konseli, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan kekuatan deterministic di luar dirinya. Selain itu juga tujuan konseling eksistensial humanistic adalah, menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan, menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri, membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri. Tujuan Konseling menurut Akhmad Sudrajat yaitu : 1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya. 2. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin. 3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya. 10

14 4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya 2.4 Teknik teknik dan prosedur-prosedur konseling Eksistensial- Humanistik Pendekatan konseling eksistensial humanistik mempunyai perbedaan dari kebanyakan pendekatan konseling lainnya. Pendekatan konseling eksistensial humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedurprosedur konseling eksistensial humanistik bisa diambil dari beberapa pendekatan konseling lainnya. Misalnya saja sering diambil dari konseling Gestalt dan Analisis Transaksional. Pada pembahasan materi ini kami gunakan tehnik Gestalt yang merupakan konseling yang lebih dari sekedar sekumpulan tehnik atau permainan-permainan. Apabila interaksi pribadi antara konselings dank lien merupakan inti merupakan inti dari konseling ini, maka teknik teknik bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh dan mampu menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tidak terselesaikan. Teknik teknik pada konseling gestalt ini dilakukan sesuai dengan gaya yang dimiliki oleh konselingsnya sendiri. Salah satu contohnya permainan dialog (top dog and under dog ) dan beberapa contoh lainnya. Dan juga sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan kedalam pendekatan eksistensial humanistik. Seperti yang tertulis pada buku The Search for Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial-humanistik yang berlandaskan model psikoanalitik. Dalam buku ini juga ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menjelaskan fase kerja konseling eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neorosis eksistensial. Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah : seberapa besar saya menyadari siapa saya ini?, Bisa menjadi apa saya ini?, Bagaimana saya bisa menciptakan kembali identitas diri saya yang sekarang?, Seberapa besar kesanggupan saya untuk menerima kebebasan memilih jalan hidup saya sendiri?, Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran atas 11

15 pilihan-pilihan?, Sejauh mana saya hidup dari dalam pusat diri saya sendiri?, Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini?, Apa saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya?, Apa yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yang saya inginkan?. 2.5 Langkah-langkah konseling Eksistensial Humanistik a. Proses Konseling Eksistensial yaitu : 1. Tahap pendahuluan, Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup. 2. Pada tahap tengah dari konseling eksistensial, Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka. 3. Tahap terakhir dari Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran Konseling adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. 12

16 Tahap Konseling Eksistensial Terdapat beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh Konselor dalam Konseling eksistensial antara lain : 1. Konselor menunjukkan kepada Konseli untuk meningkatkan kesadaran diri atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, dan tujuan-tujuan pribadi. Serta menunjukkan bahwa harus ada pengorbanan untuk mewujudkan hal itu. 2. Konselor membantu Konseli dalam menemukan cara-cara Konseli menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong Konseli belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya. 3. Konselor membantu Konseli untuk membangkitkan keberaniannya mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutannya, dan kemudian mengajak Konseli untuk tidak bergantung dengan orang lain secara neurotik. 4. Konselor membantu Konseli dalam menciptakan suatu sistem berlandaskan cara hidup yang konsisten. 5. Konselor membantu Konseli untuk menemukan makna hidupnya. 6. Konselor membantu Konseli untuk mentoleransi segala bentuk ketakutan dan kecemasan sebagai bentuk pembelajaran yang penting dalam hidup. 7. Konselor mendorong atau memotivasi Konselinya untuk mewujudkan aktualisasi diri. 2.6 Peran Konselor dan Konseli serta Hubungan Konselor dan Konseli a. Peran Konselor pada Pendekatan Eksistensial 1. Konselor hendaknya selalu menghargai dan menghormati konseli apa adanya. 2. Konselor mampu untuk menjadikan dirinya sebagai alat perubah pribadi konseli dengan jalan membuka pengalaman terhadap konsep diri konseli. 3. Menghilangkan kepura puraan, dan bersifat otentik. 13

17 4. Konselor memegang kunci bahwa pendekatan konseling berpusat pada pribadi yang difokuskan secara bertanggung jawab. 5. Konselor menekankan pada sikap konseli untuk menerima dan memahami dirinya. b. Peran Konseli pada Pendekatan Eksistensial 1. Konseli mulai sadar dan dapat menemukan alternative tentang pandangan yang riil. 2. Konseli aktif untuk mengetahui penyebab dari kecemasan dan ketakutan. 3. Konseli berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab penuh. Model Peran Konselor Model peran konseling sebagai berikut : 1. Memahami dunia konseli dan membantu konseli untuk berfikir dan mengambil keputusan atas pilihannya yang sesuai dengan keadaan sekarang. 2. Mengembangkan kesadaran, keinsafan tentang keberadaannya sekarang agar konseli memahami dirinya bahwa manusia memiliki keputusan diri sendiri. 3. Konselor sebagai fasilitator memberi dorongan dan motivasi agar konseli mampu memahami dirinya dan bertanggung jawab menghadapi reality. 4. Membentuk kesempatan seluas luasnya kepada konseli, bahwa putusan akhir pilihannya terletak ditangan konseli. Dalam buku Gerald Corey, May ( 1961 ) memandang tugas konselor diantaranya adalah membantu konseli agar menyadari keberadaanya dalam dunia : Ini adalah saat ketika konseli melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subyek yang memiliki dunia. Frankl ( 1959 ) menjabarkan peran konselor sebagai spesialis mata ketimbang pelukis, yang bertugas memperluas dan memperlebar lapangan visual konseli sehingga secara keseluruhan dari makna dan nilai nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh konseli. Untuk contoh mengenal bagaimana seorang konselor yang berorintasi eksistensial bekerja dalam pertemuan konseling, maka konselor akan bertindak sebagai berikut : 14

18 1. Memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh konseli 2. Terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip dengan yang dialami oleh konseli 3. Meminta kepada konseli untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti 4. Menantang konseli untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan putusan-putusan dan memberikan penilaian terhadap penghindaraan itu 5. Mendorong konseli untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai konseling dengan bertanya Jika anda bisa secara ajaib kembali kepada cara anda ingat kepada diri anda sendiri sebelum konseling, maukah anda melakukannya sekarang? 6. Beritahukan kepada konseli bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa dia harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atau ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa dia akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang sering tampak tak bermakna. c. Hubungan antara Konselor dan Konseli (Peran Konselor) Hubungan konseling sangat erat bagi konselor eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antarmanusia dan perjalanan bersama alih-alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi konseli. Isi pertemuan konseling adalah pengalaman konseli sekarang bukan masalah konseli. Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada di sini dan sekarang. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung. Pola hubungan : 1. Hubungan konseli adalah hubungan kemanusiaan. Konselor berstatus sebagai partner konseli, setara dengan konseli sehingga hubungannnya berada dalam situasi bebas tanpa tekanan. 15

19 2. Konseli sebagai subjek bukan obyek yang dianalisis dan didiagnosis. 3. Konselor harus terbuka baik kepribadiannya dan tidak pura pura. Dalam menulis tentang hubungan konseling, Sidney Jourard (1971) mengimbau agar konselor, melalui tingkah lakunya yang otentik dan terbuka, mengajak kepada keotentikan, Jourard meminta agar konselor membangun hubungan Aku-Kamu, di mana pembukaan diri konselor yang spontan menunjang pertumbuhan dan keotentikan konseli. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Jourard (1971, hlm ), Manipulasi melahirkan kontramanipulasi. Pembukaan diri melahirkan pembukaan diri pula. Ia juga menekankan bahwa hubungan konseling bisa mengubah konselor sebagaimana ia mengubah konseli. Hal itu berarti bahwa siapa yang menginginkan apa dan pertumbuhannya tidak berubah, tidak perlu menjadi konselor. Jourard adalah salah satu contoh yang baik tentang seorang konselor yang mengembangkan gaya diri yang berorientasi humanistik. Ia menunjukkan bahwa menjadi unik, otentik, dan menggunakan teknik-teknik yang beragam dalam kerangka humanistik adalah suatu hal yang mungkin. Jourard tetap berpendapat bahwa jika konselor menyembunyikan diri dalam pertemuan konseling, maka dia terlibat dalam tingkah laku tidak otentik yang sama dengan yang menimbulkan gejala-gejala pada diri konseli. Menurut Jourard, cara untuk membantu konseli agar menemukan dirinya yang sejati, serta agar tidak menjadi asing dengan dirinya sendiri adalah, konselor secara spontan membukakan pengalaman otentiknya kepada konseli pada saat yang tepat dalam pertemuan konseling. Sidney Jourad (1971) mendesak konselor untuk mengajak konseli mereka benar-benar menunjukkan keotentikan dirinya melalui perilaku yang otentik dan pengungkapan diri. Oleh karena itu konselor mengajak konseli untuk tumbuh dengan mencontoh perilaku otentik. Mereka bisa menjadi transparan apabila dianggap cocok untuk diterapkan dalam hubungan itu, dan sifat kemanusiaannya bisa menjadi stimulus untuk diambil potensi riilnya oleh konseli. 16

20 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Konseling eksistensial-humanistik berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita 17

21 lakukan. Yang paling diutamakan dalam konseling eksistensial-humanistik adalah hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi konseling merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Ada tiga tahap dalam proses konseling eksistensial-humanistik. Dan tidak ada teknik khusus yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik. Kecocokannya untuk diterapkan di Indonesia terletak pada pendapat kalangan eksistensial tentang kebebasan dan control dapat bermanfaat untuk menolong klien menangani nilainilai budaya mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Jadi dapat dikatakan di sini bahwa konselor berperan sebagai cermin pemantul, di mana klien dapat melihat dirinya sendiri dalam proses konseling yang mengakibatkan klien sadar akan kekurangannya, yang selanjutnya klien akan mampu mengidentifikasi 3.2 Saran Sebagai calon konselor, kita harus sangat memahami model-model dalam konseling secara menyeluruh dan utuh, sehingga dapat membantu klien kita secara tepat, efektif dan pula efisien. 18

22 DAFTAR PUSTAKA Buku Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi Gerald Corey Amira Diniati (2009), teori-teori konseling, Pekanbaru : Daulat Riau Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT rafika aditama Gerald, Corey Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung : PT ERESCO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, psikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang amat penting dipelajari. Namun sebagian besar teori psikologi berasal dari Barat, jadi besar

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT BAB I PENDAHULUAN Konseling atau Terapi Gestalt dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin ilmu yang sangat berbeda, yaitu Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih, Fenomenologi Eksistensialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

KONSEP DASAR. Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan.

KONSEP DASAR. Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. KONSEP DASAR Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagianbagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya,

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah perilaku komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri,

Lebih terperinci

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek

MODEL TERAPI KONSELING. Teori dan Praktek MODEL TERAPI KONSELING Teori dan Praktek Ragam model terapi konseling Terapi Psikoanalitik / Freud, Jung, Adler Terapi Eksistensial humanistik / May, Maslow, Frank Jourard Terapi Client-Centered / Carl

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas yang diberikan dengan segenap kemampuannya terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas yang diberikan dengan segenap kemampuannya terutama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Menurut Lickona (2013:64) Tanggung jawab berarti menjalankan suatu pekerjaan atau tugas (dalam keluarga, di sekolah, di tempat kerja) dengan segenap kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,

Lebih terperinci

Presented by : Ayu Puspita Sari Psychology 2k11 UIN SA SBY

Presented by : Ayu Puspita Sari Psychology 2k11 UIN SA SBY Presented by : Ayu Puspita Sari Psychology 2k11 UIN SA SBY INTRODUCTION Sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya ketrbatasan mendasar dari psikoanalisis, Carl R. Rogers lalu mengembangkan terapi client-centered.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* TERAPI RASIONAL EMOTIF Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Ide Dasar Terapi Rasional Emotif merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam psikoterapi. Terapi Rasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian didasarkan kepada pendekatan penelitian kualitatif didasari pertimbangan sebagai berikut : a. Penelitian secara spesifik fokus pada proses praktikum

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Melalui pendidikan, individu memperoleh informasi dan pengetahuan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI PADA ANAK (STUDI KASUS ANAK YANG SELALU BERGANTUNG PADA ORANG LAIN)) A. Analisis Proses Pelaksanaan

Lebih terperinci

STRATEGI MENGATASI TRAUMA PADA KORBAN BULLYING MELALUI KONSELING EKSISTENSIAL. Kata kunci: bullying; konseling eksistensial; trauma

STRATEGI MENGATASI TRAUMA PADA KORBAN BULLYING MELALUI KONSELING EKSISTENSIAL. Kata kunci: bullying; konseling eksistensial; trauma STRATEGI MENGATASI TRAUMA PADA KORBAN BULLYING MELALUI KONSELING EKSISTENSIAL Masnurrima Heriansyah Universitas Mulawarman Email: herijonk@yahoo.com ABSTRAK Kasus bullying dalam beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 116 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Teknik Permainan Dialog untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa MI Ma arif NU Pucang Sidoarjo Dalam bahasan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

I. KAJIAN PUSTAKA. dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus

I. KAJIAN PUSTAKA. dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus 1 I. KAJIAN PUSTAKA 1.1 Teori Teori Belajar 2.1.1 Teori Belajar Behaviorisme Behaviorisme atau aliran perilaku (juga disebut perspektif belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

THEORY AND PRACTICE OF COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY (TEORI DAN PRAKTEK DARI KONSELING DAN PSIKOTERAPI) TERAPI ADLER

THEORY AND PRACTICE OF COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY (TEORI DAN PRAKTEK DARI KONSELING DAN PSIKOTERAPI) TERAPI ADLER THEORY AND PRACTICE OF COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY (TEORI DAN PRAKTEK DARI KONSELING DAN PSIKOTERAPI) GERALD COREY TERAPI ADLER ALFRED ADLER ( 1870-1912 ) Pengembang psikodinamika pada terapi (8-10) thn.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai BAB III METODE PENELITIAN Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai pengalaman subjek yang menderita HIV positif. Teori Viktor E. Frankl dalam penelitian ini dinyatakan bukan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang 1 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan di bahas secara berturut-turut mengenai: (1) latar belakang masalah, (2) pembatasan masalah, (3) perumusan masalah, (4) tujuan masalah, (5)manfaat masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi dasar

I. PENDAHULUAN. belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi dasar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang mutlak harus dipenuhi manusia sebagai makhluk individu maupun kelompok. Pendidikan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara legalitas keberadaan bimbingan dan konseling di Indonesia tercantum dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang diekspresikan dalam wujud media tulis. Untuk itu, karya sastra dihasilkan melalui imajinasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konseling merupakan bagian dari bimbingan baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik. Konseling merupakan inti dari bagian bimbingan secara keseluruhan dan lebih

Lebih terperinci

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era globalisasi ini kompetisi antar bank menjadi sangat ketat. Perkembangan bisnis yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu kerap mengalami masalah tanpa terkecuali baik dalam tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai suatu pernyataan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi yang disajikan pada awal bab yang telah dipaparkan oleh

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi yang disajikan pada awal bab yang telah dipaparkan oleh BAB IV ANALISIS DATA Setelah data diperoleh dari lapangan yang berupa wawancara, observasi dan dokumentasi yang disajikan pada awal bab yang telah dipaparkan oleh peneliti maka peneliti menganalisa dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL BEHAVIORISTIK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 2 LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO Oleh : Melisa R. Hasanati Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri

Lebih terperinci

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI SISWA

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI SISWA ARTIKEL ILMIAH TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI SISWA DI SMP NEGERI 24 KOTA JAMBI OLEH : IIN ERA 1D010090 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2014 0 TINGKAT

Lebih terperinci

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan Teori dan Teknik Konseling Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Konselor memiliki daya terapeutik Diri konselor adalah sebagai instrumen Memiliki pengetahuan mengenai: - teori kepribadian dan psikoterapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nurgiyantoro (2012:70) dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada hakekatnya pengarang

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB IV EKSPLORASI NILAI KONSELING DAN ANALISA PRIBADI KONSELOR DALAM QOWAIDUL FIQHIYAH. salah maka kesalahannya tidak membahayakan.

BAB IV EKSPLORASI NILAI KONSELING DAN ANALISA PRIBADI KONSELOR DALAM QOWAIDUL FIQHIYAH. salah maka kesalahannya tidak membahayakan. BAB IV EKSPLORASI NILAI KONSELING DAN ANALISA PRIBADI KONSELOR DALAM QOWAIDUL FIQHIYAH A. Qowaidul Fiqhiyah Pertama 1. Kaidah pertama ا ال م ؤر ب م ق ا ص د ه ا "Sesungguhnya amalan yang tidak disyariatkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Terapi Eksistensial Humanistik 1. Pengertian Eksistensial Humanistik Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran. Menerapkan keterampilan dasar mengajar dalam kegiatan pembelajaran. Sudarmantep.com

Capaian Pembelajaran. Menerapkan keterampilan dasar mengajar dalam kegiatan pembelajaran. Sudarmantep.com Komunikasi EFEKTIF KETERAMPILAN DASAR h t t: p ws w w. /d a r e m a n t e p. S u d a r m a n t e p. 0 h t t: p ws w w. /u s /d e ra r e m a n t e p Capaian Pembelajaran Menerapkan keterampilan dasar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan. untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologinya. Ideologi yang bersumberkan pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEAKTIFAN BERTANYA SISWA MELALUI PENERAPAN STRATEGI MOTIVASI DALAM MODEL PEMBELAJARAN AKTIF TIPE CARD SORT

PENINGKATAN KEAKTIFAN BERTANYA SISWA MELALUI PENERAPAN STRATEGI MOTIVASI DALAM MODEL PEMBELAJARAN AKTIF TIPE CARD SORT PENINGKATAN KEAKTIFAN BERTANYA SISWA MELALUI PENERAPAN STRATEGI MOTIVASI DALAM MODEL PEMBELAJARAN AKTIF TIPE CARD SORT DI KELAS RSBI XI IPA 1 SMA N 1 SURAKARTA SKRIPSI OLEH: KARTIKA WIDIASTUTI K4305016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Permasalahan Jean Paul Sartre seorang filsuf eksistensialis dari Perancis mengatakan bahwa manusia dilahirkan begitu saja ke dalam dunia ini, dan ia harus segera menanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya karena manusia akan selalu tergantung pada orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto 1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan datang sangat tergantung pada kualitas manusia yang dikembangkan pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan datang sangat tergantung pada kualitas manusia yang dikembangkan pada masa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya alam manusia merupakan inti dan titik berat dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Keberhasilan pencapaian pembangunan dimasa

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

RESPONS - DESEMBER 2009

RESPONS - DESEMBER 2009 Judul : Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme Penulis : Kasdin Sihotang Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, 2009 Tebal : 166 halaman Harga : Rp 35.000 Tiada makhluk yang lebih paradoksal selain

Lebih terperinci

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI Kematian Shely Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar manusia terdiri atas dua aspek, yaitu jasmani dan rohani. Kedua aspek ini terbagi lagi atas sejumlah sub aspek dengan ciri- ciri tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa adalah manusia berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan pikirannya secara ilmiah dalam komunikasi ilmiah. Sarana yang digunakan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data 94 BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

KEBERHASILAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI MENGATASI PERMASALAHAN

KEBERHASILAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI MENGATASI PERMASALAHAN KEBERHASILAN KONSELING SINGKAT BERFOKUS SOLUSI MENGATASI PERMASALAHAN Slameto, FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga slameto_uksw@yahoo.com ABSTRAK Perkembangan teori dan teknologi dalam bidang

Lebih terperinci

PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME

PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

Client Centered Therapy

Client Centered Therapy Client Centered Therapy 1. Latar Belakang Sejarah Carl Ransom Rogers (1902-1987) pada awal tahun 1940 (Corey 1986:100; Corey 1995: 291-294) pada awal tahun 1940 mengembangkan teori yang disebut non-directive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan salah satu unsur yang dominan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi diri yang dimiliki seseorang, pada dasarnya merupakan sesuatu yang unik. Artinya,

Lebih terperinci

BAB IV MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KENAKALAN REMAJA DI SMA NEGERI 8 SEMARANG

BAB IV MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KENAKALAN REMAJA DI SMA NEGERI 8 SEMARANG BAB IV MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KENAKALAN REMAJA DI SMA NEGERI 8 SEMARANG A. Model Bimbingan dan Konseling Kenakalan Remaja di SMA Negeri 8 Semarang Bimbingan dan konseling merupakan upaya pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN

KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN Oleh : Dra. Nelly Nurmelly, MM (Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Palembang) ABSTRACT : Bimbingan dan Konseling merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

Lebih terperinci

CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY)

CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY) Biografi CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY) 1. Carl Rogers dilahirkan di Illionis 8 Januari 1902 USA. 2. Ia menaruh perhatian atas ilmu pengetahuan alam dan biologi. Pengaruh filsafat J. Deway mendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia agar mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan

Lebih terperinci