ERUPSI G. SOPUTAN 2007

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ERUPSI G. SOPUTAN 2007"

Transkripsi

1 ERUPSI G. SOPUTAN 2007 AGUS SOLIHIN 1 dan AHMAD BASUKI 2 1 ) Penyelidik Bumi Muda di Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi 2 ) Penganalisis Seismik di Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Sari Gunungapi Soputan merupakan gunungapi tipe strato yang terletak di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Tubuh G. Soputan terbentuk dari hasil letusan dengan bagian lereng tertutup oleh bahan lepas hasil letusan. Puncak G. Soputan terbentuk dari pertumbuhan kubah lava yang terjadi sejak tahun G. Soputan termasuk gunungapi aktif dengan interval letusan terpendek sekitar 2 bulan dan terpanjang sekitar 45 tahun. Aktivitas letusan yang terjadi berupa letusan ekplosif dan letusan efusif. Letusan pertama yang tercatat dalam sejarah terjadi pada tahun 1785 dan letusan yang terakhir terjadi pada tahun Lontaran material dan awan panas bisa terjadi pada saat G. Soputan mengalami erupsi. Pada tahun 2007, G. Soputan mengalami dua kali masa erupsi yaitu bulan Agustus dan Oktober. Pada letusan bulan Agustus terjadi letusan ekplosif yang disertai awan panas dan guguran lava pijar yang mengarah ke bagian barat. Sedangkan periode letusan bulan Oktober ditandai dengan letusan ekplosif dengan kolom asap mencapai ketinggian 1500 m dan diikuti oleh guguran lava pijar yang mengarah ke bagian barat laut - barat daya. Letusan tahun 2007 telah mengubah bentuk puncak G. Soputan. Letusan Oktober 2007 menyebabkan terbentuknya lubang kawah di bagian barat puncak. Pendahuluan Gunungapi Soputan merupakan salah satu gunungapi aktif yang kegiatannya ditandai dengan terjadinya guguran-guguran pada kubah lavanya. Gunungapi tipe strato ini terletak di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara dengan posisi koordinat pada 01 o LU dan 124 o 43 BT. Bentuk tubuh G. Soputan berubahubah selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 1990, G. Soputan berbentuk kerucut terpancung dengan lereng licin tertutup bahan lepas hasil letusan. Mulai tahun 1991 hingga tahun 2006, terjadi pertumbuhan kubah lava yang mengakibatkan tertutupnya kawah lama oleh material lava dan puncaknya semakin tinggi. Gambar 1. Peta Lokasi G. Soputan di Sulawesi Utara Hal-15 -

2 Aktivitas letusan G. Soputan terjadi dengan Grafik Jumlah Gempa Guguran Harian G. Soputan 2007 jangka waktu terpendek sekitar 2 bulan dan terpanjang sekitar 45 tahun. Karakteristik letusan G. Soputan pada umumnya berupa letusan eksplosif dan letusan efusif. Lontaran material seperti abu, pasir, lapili dan bom, serta Juml. Gempa /1/07 1/15/07 1/29/07 2/12/07 2/26/07 3/12/07 3/26/07 4/9/07 4/23/07 5/7/07 5/21/07 6/4/07 6/18/07 Tanggal 7/2/07 7/16/ /30/07 8/13/07 8/27/07 9/10/07 9/24/07 10/8/07 10/22/07 guguran lava pijar bisa terjadi pada saat G. Soputan mengalami masa erupsi. Selama tahun 2007, G. Soputan meletus dua kali, masing-masing tanggal 14 Agustus dan 25 Oktober Kedua letusan tersebut bersifat eksplosif dan efusif. Letusan yang terjadi pada 14 Agustus 2007, intensitasnya lebih besar dibandingkan dengan letusan pada 25 Oktober Semburan awan panasnya mencapai jarak lebih 4 km dari puncak, menghanguskan areal hutan yang berada di bagian barat. Aktivitas Gunungapi Soputan Tahun 2007 Pada umumnya kegempaan G. Soputan didominasi oleh Gempa Guguran dan Gempa Tektonik Jauh. Gempa guguran ini terjadi ratarata 1-7 kali tiap harinya, namun pada saat terjadi letusan, gempa guguran bisa mencapai 632 kali dalam satu hari. Arah guguran umumnya melalui lereng barat laut-barat daya. Asap dari kawah juga sering terlihat putih tipis dengan ketinggian sekitar m. Grafik 1. Grafik harian Gempa Guguran G. Soputan Januari Oktober 2007 Jumlah Gempa Gempa Guguran G. Soputan 2007 jan peb mar apr mei jun jul aug sep okt Bulan Grafik 2. Grafik bulanan Gempa Guguran G.Soputan Januari Oktober 2007 Gejala awal aktivitas G. Soputan umumnya ditandai dengan munculnya Gempa Tremor pada seismogram yang diikuti oleh kenaikan suhu pada sensor tiltmeter, serta peningkatan gempa vulkanik dangkal secara signifikan. Pada saat terjadi letusan umumnya mengeluarkan letusan abu yang mencapai ketinggian hingga 1000 m, disertai suara gemuruh yang terdengar hingga Pos PGA Soputan (10 km arah barat laut G. Soputan). Guguran lava pijar terjadi dengan jarak luncur sekitar m, umumnya ke lereng barat dan luncuran awan panas mencapai radius sekitar 1000 m dari puncak. Pada periode letusan ini sinar api selalu terlihat pada permukaan kubah lava. Semburan lava pijar juga teramati hingga ketinggian m. Hal

3 Pada letusan tanggal 25 Oktober 2007, terlihat asap kelabu tebal dengan ketinggian mencapai 1500 m, disertai suara gemuruh terus menerus yang terdengar hingga radius 10 km. Sekitar pukul WITA tampak guguran lava pijar dengan jarak luncur mencapai 600 m ke arah barat laut puncak G. Soputan. Letusan kedua pada tanggal 27 Oktober 2007, terjadi pukul WITA. Kolom asap dengan ketinggian sekitar 250 m yang diikuti guguran-guguran lava pijar yang terjadi terus menerus dan mengarah ke barat-barat laut dengan jarak luncur maksimum 600 m. Letusan ini diikuti oleh semburan lava pijar pada pukul WITA dengan ketinggian semburan mencapai 50 m. Guguran-guguran lava pijar yang terjadi terlihat hingga pukul WITA. Setelah letusan kedua, tampak dari Kawah G. Soputan hembusan asap putih sedang dengan ketinggian m. Apabila di sekitar puncak terjadi hujan, maka tampak asap putih tebal (Foto 1) dengan ketinggian mencapai 1000 m. Hal ini diperkirakan asap berasal dari air hujan yang menguap akibat panas dari lava pijar yang tersebar di sekitar puncak dan lereng gunung. Guguran lava pijar dan sinar api masih terlihat hingga tanggal 31 Oktober Jarak luncur maksimal masih sekitar 600 m mengarah ke barat laut barat daya, terutama ke arah barat laut. Kondisi puncak G. Soputan setelah terjadi letusan, terlihat dari Pos PGA Soputan membentuk lubang kawah dengan hembusan asap masih keluar dari pusat kawah tersebut. Hal ini berbeda dengan kondisi puncak pada saat sebelum terjadi letusan (Foto 3). Foto 1. Hembusan asap putih tebal G. Soputan (Ahmad Basuki, ) Pada Kondisi ini diperkirakan telah terjadi pembongkaran kubah lava yang diikuti guguran-guguran material kubah. Namun bibir kawah baru yang terbentuk masih berada jauh di atas bibir kawah 1991 sehingga tumpukan lava yang tersisa di puncak G. Soputan masih cukup besar. Dengan demikian guguranguguran lava masih akan terjadi. Kondisi cuaca pada musim hujan juga dapat memicu terjadinya guguran-guguran lava tersebut. Hal-17 -

4 Foto 2.Perbandingan kondisi kubah lava G. Soputan sebelum letusan (Kushendratno, 08 Juli 2007) dan setelah letusan 25 Oktober 2007, perhatikan kondisi puncaknya. (Ahmad Basuki, 30 Oktober 2007) Foto 4. Kerusakan areal hutan pinus di sebelah barat G. Soputan (A. Solihin, 30 Oktober 2007) Foto 3. Letusan asap yang terjadi pada 29 Oktober 2007 (kiri) dan close up kondisi lubang Kawah G. Soputan, tampak tidak terlihat adanya kubah lava (kanan) (Solihin, 30 Oktober 2007) Gempa Vulkanik Pada tanggal 28 hingga 30 September 2007, diperkirakan terjadi suplai magma ke permukaan. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya inflasi dan kenaikan pengukuran ungkitan atau suhu (Tiltmeter) dari 38 o C menjadi 50 o C. Kemudian Tremor Vulkanik terjadi akibat munculnya gempa-gempa frekuensi tinggi dengan durasi yang pendek dan Gempa Guguran, namun jumlahnya masih dalam batas normal. Letusan pada 14 Agustus 2007, mengakibatkan kerusakan pada areal hutan pinus yang berada di kaki sebelah barat G. Soputan. Daerah tersebut terlanda aliran awan panas dan lontaran material letusan serta guguran lava pijar. Hal ini terlihat dari endapan material letusan serta banyaknya batang-batang pohon tumbang dengan arah sejajar. Daerah yang mengalami kerusakan tersebut mencapai jarak sekitar 4 km dari puncak G. Soputan dengan lebar lebih kurang 1 km. Gambar 2. Rekaman seismograf digital tanggal 28 September 2007 Hal

5 Pada 14 Oktober 2007 terjadi tremor yang sama, diikuti oleh gempa frekuensi tinggi dengan amplituda yang lebih besar. Foto 6. Tremor Letusan tanggal 25 Oktober 2007 Gambar 3. Rekaman seismograf digital tanggal 14 Oktober 2007 Pada 23 Oktober 2007, tremor terjadi dengan amplituda yang lebih kecil dibanding tanggal 28 September 2007, namun diikuti oleh swarm gempa vulkanik dan guguran dengan jumlah lebih dari kondisi normal. Foto 5. Rekaman seismograf analog tanggal 24 Oktober 2007, berupa gempa VA dan gempa guguran. Foto 7. Gempa Tremor yang diikuti gempa-gempa guguran tanggal 26 Oktober 2007 Swarm Gempa Vulkanik dan Gempa Guguran ini diikuti dengan meningkatnya kembali tremor vulkanik, kemudian letusan eksplosif pada tanggal 25 Oktober Pada saat terjadi letusan, kegempaan G. Soputan didominasi oleh Tremor Letusan dengan amplitudo maksimum berkisar mm (overscale). Tremor ini berlangsung dari pukul WITA hingga pukul WITA (foto 7). Setelah periode tremor letusan, amplituda tremor berangsur mengecil hingga kisaran 1 5mm. Kegempaan setelah letusan didominasi oleh gempa-gempa guguran yang terjadi hampir sepanjang hari. Hal ini disebabkan terjadinya pembongkaran kubah lava yang menyebabkan ketidakstabilan materal penyusun kubah lava, Hal-19 -

6 sehingga setelah terjadi letusan ekplosif tersebut terekam Gempa-gempa Guguran. Pada Tanggal 27 Oktober 2007 pukul WITA terjadi letusan eksplosif kedua yang kemudian diikuti guguran lava pijar. Hal ini terlihat hingga pukul WITA. Letusan ini lebih lemah dibanding dengan letusan pertama tanggal 25 Oktober Pada rekaman digital, gempa letusan tersebut terekam dengan frekuensi dominan sekitar 1.6 Hz seperti yang terlihat dari hasil FFT (Fast Fourier Transform) pada grafik di bawah ini. Pada pukul 03:27 WITA terjadi letusan strombolian, dimana pada seismogram terlihat berupa getaran low frekuensi dengan amplituda sekitar 40 mm dan pada rekaman digital terekam dengan frekuensi dominan sekitar 1.1Hz. Foto 9. Rekaman Letusan Stromboli Tanggal 27 Oktober 2007 pukul WITA Amplitude Hz Frequency (Hz) Foto 8. Rekaman Gempa Letusan Tanggal 27 Oktober 2007 pukul WITA Amplitude Hz Frequency (Hz) SOP Pukul 03:11 WITA Detik Gambar 4. Hasil analisis spektral gempa letusan 27 Oktober 2007 pukul WITA Amplitude SOP Pukul 03:27 WITA Detik Gambar 5. Hasil analisis spectral letusan Stromboli tanggal 27 Oktober 2007 pukul WITA Kegempaan Soputan setelah terjadinya letusan didominasi oleh gempa guguran dengan amplituda maksimum 24 mm dan lama gempa terlama terjadi 115 detik (Gambar 7). Jumlah Gempa Guguran pada tanggal 27 Oktober 2007 Hal

7 merupakan jumlah terbanyak pada masa erupsi kali ini, yaitu 144 kali (Grafik 3). Gambar 6. Swarm Gempa Guguran 27 Oktober 2007 hasil rekaman digital Jumlah Gempa /23/ /24/2007 Gempa Guguran G. Soputan 23 oktober - 3 Nopember /25/ /26/ /27/ /28/ /29/2007 Tanggal Grafik 3. Grafik Gempa Guguran selama Masa Erupsi Oktober /30/ /31/ /1/ /2/ /3/2007 Diketahui dari hasil analisis spektral, Gempa Guguran G. Soputan memiliki frekuensi dominan sekitar 5 6 Hz. Gempa Guguran menurun setelah 27 Oktober Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dikeluarkan sudah mulai menurun, namun tidak berarti suplai magma ke permukaan berkurang. Bukti ini didasarkan atas rekaman Gempa Vulkanik-Dalam (VA) pada tanggal 30 Oktober 2007, pukul WITA dengan frekuesi dominan sekitar 2.4 Hz, yang menunjukkan masih adanya pergerakan magma yang menyebabkan terjadinya retakan-retakan pada batuan di bawah kawah G. Soputan. Secara kegempaan terdapat kemiripan aktivitas antara masa erupsi Agustus 2007 dengan masa erupsi Oktober Gejala awal sebelum letusan umumnya terjadi beberapa kali gempa tremor beberapa hari menjelang letusan. Pada tahap mendekati letusan, gempa tremor akan menghilang dan diganti dengan swarm gempa vulkanik dan gempa guguran. Pada letusan 14 Agustus 2007, swarm gempa guguran dan gempa vulkanik terjadi tanggal 11 Agustus Sedangkan pada letusan 25 Oktober 2007, swarm gempa guguran dan gempa vulkanik terjadi tanggal 24 Oktober Gambar 7. Salah satu Gempa Guguran G. Soputan Tanggal 29 Oktober 2007 dengan frekuensi dominan Hz Hal-21 -

8 Grafik Kesetaraan Energi Gempa Guguran dengan interval waktu Per-jam Wakt u Gambar 8. Gempa Vulkanik-Dalam (VA) G. Soputan tanggal 30 Oktober 2007 pukul WITA Untuk mengetahui energi Gempa Guguran yang terjadi pada erupsi ini, dilakukan perhitungan kesetaraan energi Gempa Guguran yang merupakan perkalian antara amplitudo maksimum kuadrat dengan lama gempa. Kesetaraan ini dengan mengasumsikan bahwa energi tekanan dari dalam berbanding lurus dengan volume lava yang dikeluarkan dan jangkauannya jarak luncur guguran lava. Semakin besar energi tekanan dari dalam, semakin besar pula volume yang dikeluarkan, serta semakin besar pula jarak luncur gugurannya. E = A 2 x Lg E = Kesetaraan Energi A = Amplituda maksimum Lg = Lama gempa Gambar 9, memperlihatkan fluktuasi kesetaraan energi serta trend kumulatif dari gempa guguran paska letusan 25 Oktober 2007 (26 Oktober 1 November 2007) dengan interval waktu satu jam. Gambar 9. Grafik kesetaraan energi Gempa Guguran dengan interval waktu per-jam selama periode paska letusan 25 Oktober Pengukuran Deformasi (Tiltmeter) Berdasarkan data tiltmeter G. Soputan, diketahui telah terjadi deflasi dan penurunan suhu setelah letusan 14 Agustus Hal ini menunjukan terjadi penurunan aktivitas G.Soputan setelah masa letusan tersebut. Namun pada 7 September 2007, diperkirakan terjadi pergerakan magma ke permukaan yang ditandai dengan kecenderungan suhu yang mulai naik serta kembali terjadinya inflasi. Hal ini diperkuat pula dengan data gempa vulkanik, dimana pada saat terjadi tremor yang berlangsung dari 7-8 September Kecenderungan peningkatan kegiatan ini terus berlangsung hingga 1 Oktober 2007 dimana suhu tiltmeter mencapai 50 o C dan tingkat inflasi pada sumbu radial mencapai nilai paling tinggi. Setelah tanggal tersebut suhu Tiltmeter cenderung menurun dan sumbu radial juga mengalami deflasi. Hal

9 Grafik 4. Data tiltmeter G. Soputan Agustus Oktober 2007 Menjelang letusan 25 Oktober 2007, data tiltmeter menunjukkan terjadinya inflasi sejak 23 Oktober 2007 dengan suhu mencapai 40 o C dan kegempaan kembali merekam gempa tremor. Inflasi pada data tiltmeter menunjukkan adanya peningkatan tekanan pada permukaan Hal-23 -

10 tanah dimana alat tersebut terpasang, sehingga terjadinya ungkitan pada sensor tiltmeter. Peningkatan suhu juga menunjukkan adanya masa dengan suhu tinggi yang mendekati permukaan dan mengakibatkan suhu permukaan tanah di lokasi tiltmeter tersebut mengalami perubahan yang signifikan pada semua komponen. Suhu tiltmeter meningkat tajam dari 38,37 o C pada 27 September 2007 menjadi 50,77 o C pada 1 Oktober Sesudahnya tiltmeter menunjukkan kecenderungan deflasi dan penurunan suhu. Namun menjelang letusan, data tiltmeter menunjukkan terjadinya inflasi, dan kenaikan suhu kembali. G. Soputan meletus tiga minggu setelah suhu tiltmeter mencapai angka tertinggi dan pada saat trend-nya menurun. Hal ini dimungkinkan, karena lokasi sensor tiltmeter berada pada posisi yang berbeda, yaitu di G. Aesoput, dimana semakin mendekati puncak G. Soputan, sumber panasnya semakin jauh dari sensor tiltmeter, sehingga suhunya semakin menurun. Setelah terjadi letusan, suhu tiltmeter terus menunjukkan penurunan dan sumbu radial menunjukkan deflasi. Pada 1 Nopember 2007 suhu tiltmeter turun hingga berada pada kisaran 31 o C. Hal ini menunjukkan penurunan aktivitas letusan G. Soputan. Diskusi Secara garis besar peningkatan aktivitas vulkanik yang dimanifestasikan oleh terjadinya letusan merupakan indikasi terjadinya pergerakan magma ke permukaan dan peningkatan tekanan pada tubuh G. Soputan. Dari hasil pengamatan visual terlihat bahwa pada puncak G. Soputan bagian barat telah terbentuk lubang kawah sebagai akibat terjadinya erupsi pada bulan Oktober Dengan demikian diperkirakan tekanan yang berasal dari bawah permukaan baik berupa gas maupun magma akan lebih mudah keluar sehingga tidak terjadi penumpukan tekanan di sekitar puncak. Dengan melihat kondisi puncak pada saat ini diperkirakan guguran-guguran masih akan terjadi setelah periode letusan ini, baik yang disebabkan ketidakstabilan struktur di puncak (pengaruh gravitasi) ataupun curah hujan yang tinggi. Jika terjadi pergerakan magma ke permukaan pada masa mendatang, diperkirakan akan terjadi penumpukan kembali kubah lava di puncak G. Soputan dan guguranguguran lava pijar. Dengan melihat daerah yang terlanda material vulkanik secara langsung, dan mengingat adanya kecenderungan semakin bertambahnya areal perkebunan ke arah lereng G. Soputan sebelah barat, maka potensi bencana G. Soputan masih tetap tinggi di masa mendatang, khususnya di perkebunan penduduk sekitar Silian. Dari data kegempaan diketahui terdapat kemiripan aktivitas kegempaan sebelum letusan antara letusan 14 Agustus 2007 dengan letusan 25 Oktober Hal ini menunjukkan Hal

11 karakteristik letusan G. Soputan yang selalu didahului oleh gempa-gempa tremor yang kemudian diikuti oleh swarm gempa guguran dan gempa vulkanik. Terjadinya Gempa Tremor menunjukkan bahwa magma berada pada tahap pergerakan menuju permukaan. Terjadinya Gempa Tremor yang berulang-ulang mencerminkan terjadinya beberapa kali suplai magma ke permukaan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya akumulasi tekanan di permukaan. Hilangnya Gempa Tremor menjelang letusan yang kemudian diganti dengan swarm Gempa Guguran dan Gempa Vulkanik menunjukkan bahwa tekanan di bawah permukaan kubah telah benar-benar jenuh, sehingga pergerakan magma terbatas. Namun karena tekanan yang begitu tinggi menyebabkan kondisi kubah mulai tidak stabil dan memicu terjadinya peningkatan Gempa Guguran. Ketika kondisi kubah mulai melemah, tekanan yang tinggi mampu mendobrak kubah lava sehingga terjadi letusan ekplosif tanggal 25 Oktober Perubahan tekanan yang pada tubuh G. Soputan dimanifestasikan pada data tiltmeter berupa terjadinya ungkitan sesuai dengan arah dari tekanan terhadap lokasi tiltmeter. Sedangkan terjadinya pergerakan magma ke permukaan selain dimanifestasikan oleh ungkitan tersebut juga dapat diketahui dengan terjadinya peningkatan suhu tiltmeter. Letusan G. Soputan pada bulan Oktober 2007 terjadi pada saat suhu mengalami kecenderungan penurunan setelah mencapai suhu tertinggi pada angka 50oC. Jangka waktu antara terjadinya suhu tertinggi dengan terjadinya letusan adalah sekitar 26 hari. Hal ini menunjukkan bahwa untuk terjadinya suatu letusan eksplosif memerlukan akumulasi tekanan yang cukup tinggi dan memerlukan suplai magma berkalikali, yang dibuktikan dengan terjadinya perulangan pergerakan magma dan kenaikan suhu. Pada perubahan deformasi sebelum letusan terdapat kemiripan karakteristik antara letusan 14 Agustus 2007 dengan letusan 25 Oktober Sehingga gejala awal sebelum letusan G. Soputan dapat ditentukan dengan melihat data kegempaan dan deformasi. Selain dari aktivitas magma, letusan G. Soputan juga dipengaruhi kondisi cuaca pada saat itu. Gunung Soputan sampai saat ini sangat rentan terhadap letusan yang dipicu oleh letusan sekunder pada tubuh kubah lava. Ketika hujan mengguyur kawasan tersebut, bagian dalam lava yang masih cair dan panas mudah membentuk uap air kemudian retak, dan terjadi letusan sekunder. Akhir dari rangkaian peristiwa tersebut adalah fluida magma akan terdorong keluar dan tercipta letusan dan sebagian material lava meluncur membentuk awan panas guguran. Ancaman bahaya bagi penduduk relatif kecil karena keberadaan lokasi pemukiman berjarak antara 8-11 km dari pusat letusan. Jangkauan awan panas pada letusan Agustus 2007, mencapai jarak luncuran lebih dari 4 km. Hal-25 -

12 Kesimpulan Letusan 25 Oktober 2007 menyebabkan terbentuknya lubang kawah di bagian barat puncak G. Soputan. Guguran lava pada letusan 25 Oktober 2007 mengarah ke lereng baratlautbaratdaya. Guguran lava diperkirakan masih akan terjadi mengingat tumpukan lava di puncak G. Soputan berjumlah sangat besar. Kegempaan Gunung Soputan serta deformasi yang terjadi sebelum letusan Oktober 2007 dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan aktivitas letusan di masa mendatang. Ancaman langsung letusan G. Soputan masih berkisar pada areal 6 km dari puncak G. Soputan. Sedangkan ancaman tidak langsung lebih dominan berada pada aliran sungai yang berhulu di G. Soputan. Sejak 23 November 2007, status kegiatan G. Soputan diturunkan dari Siaga (Level III) menjadi Waspada (Level II) Daftar Pustaka Solihin, A., dkk, 2000, Laporan Pengamatan Kegiatan Letusan G. Soputan, Sulawesi Utara, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Solihin, A., dkk, 2001, Evaluasi Kegiatan Letusan G. Soputan, Sulawesi Utara Bulan Mei 2001, Arsip Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung. Rochendi, Dedi., dkk, 1999, Laporan Pengamatan Seismik dan Visual G. Soputan, Juni 1999, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Tambegi Denny F., 1992, Laporan Pemeriksaan Kawah G. Soputan, November 1992, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Katili J.A dan Suparto S.S., 1994, Pemantauan Gunungapi di Filipina dan Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). M.N. Kartadinata, Rochanan dan Zaennudin., 1995, Laporan Evaluasi Kegiatan G. Mahawu, G. Lokon dan G. Soputan, Sulawesi Utara, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Rochanan dan Sobana, 1996, Pengukuran Pertumbuhan Kubah Lava G. Soputan, Sulawesi Utara, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Suparto S.S., 1981, Seismologi Gunungapi, analisa Gempa dan Hubungannya dengan Kegiatan Gunungapi, Arsip Direktorat Vulkanologi, Bandung. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Gunungapi Soputan Geomorfologi Gunungapi Soputan dan sekitarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga satuan morfologi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi,

Lebih terperinci

AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007

AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007 AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 27 UMAR ROSADI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Pada bulan Oktober akhir hingga November 27 terjadi perubahan aktivitas vulkanik G. Semeru. Jumlah

Lebih terperinci

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008 EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 28 KRISTIANTO, AGUS BUDIANTO Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Letusan G. Egon

Lebih terperinci

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 4122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 1295 Telepon: 22-7212834, 5228424, 21-5228371

Lebih terperinci

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008 BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008 ESTU KRISWATI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Selama Januari - Maret 2008 terdapat 2 gunungapi berstatus Siaga (level 3) dan 11

Lebih terperinci

Telepon: , , Faksimili: ,

Telepon: , , Faksimili: , KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur 4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain Tipe Gunungapi : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi : Strato dengan kubah lava Lokasi

Lebih terperinci

BERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008

BERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008 BERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008 ESTU KRISWATI Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Pada periode April Juni 2008, tiga gunungapi yang sebelumnya

Lebih terperinci

BERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009

BERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009 BERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009 Kushendratno Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Selama periode Mei Agustus 2009 terdapat 4 gunungapi berstatus

Lebih terperinci

7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara

7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara 7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara G. Ibu dilihat dari Kampung Duono, 2008 KETERANGAN UMUM Lokasi a. Geografi b. Adminstrasi : : 1 29' LS dan 127 38' BT Kecamatan Ibu, Kabupaten Halmahera Barat, Prop.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009 KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 009 Estu KRISWATI dan Oktory PRAMBADA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara 7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,

Lebih terperinci

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM 1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM KETERANGAN UMUM Nama Lain : Puet Sague, Puet Sagu atau Ampat Sagi Lokasi a. Geografi Puncak b. Administrasi : : 4 55,5 Lintang Utara dan 96 20 Bujur Timur Kabupaten

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008

PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008 PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008 KRISTIANTO, HANIK HUMAIDA, KUSHENDRATNO, SAPARI DWIYONO Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung, 40122 Sari

Lebih terperinci

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur 4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur G. Iya KETERANGAN UMUM Nama : G. Iya Nama Lain : Endeh Api Nama Kawah : Kawah 1 dan Kawah 2 Tipe Gunungapi : Strato Lokasi Geografis : 8 03.5' LS dan 121 38'BT Lokasi

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Objek Penelitian Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan

Lebih terperinci

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 1 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 9 JAKARTA 195 Telepon: -713, 5,1-5371 Faksimile: -71, 1-537 E-mail:

Lebih terperinci

ERUPSI G. KARANGETANG 2007 DAN PERKIRAAN KEDALAMAN SUMBER TEKANAN BERDASARKAN DATA ELECTRONIC DISTANCE MEASUREMENT (EDM)

ERUPSI G. KARANGETANG 2007 DAN PERKIRAAN KEDALAMAN SUMBER TEKANAN BERDASARKAN DATA ELECTRONIC DISTANCE MEASUREMENT (EDM) ERUPSI G. KARANGETANG 7 DAN PERKIRAAN KEDALAMAN SUMBER TEKANAN BERDASARKAN DATA ELECTRONIC DISTANCE MEASUREMENT (EDM) CECEP SULAEMAN, IYAN MULYANA, OKTORY PRIAMBADA, AGUS BUDIANTO Pusat Vulkanologi dan

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur

4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur 4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur Puncak G. Rokatenda dilihat dari laut arah selatan P. Palue (Agustus 2008) KETERANGAN UMUM Nama : G. Rokatenda Nama Kawah : Ada dua buah kawah dan tiga buah kubah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan. akibat pertumbukan lempeng-lempeng tersebut (Gambar 2).

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan. akibat pertumbukan lempeng-lempeng tersebut (Gambar 2). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan peta jalur lempeng dunia, wilayah Indonesia terletak pada pertemuan lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas vulkanisme dapat mengakibatkan bentuk bencana alam yang menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara (Hariyanto, 1999:14) mengemukakan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI KARANGETANG, KABUPATEN SITARO, SULAWESI UTARA

MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI KARANGETANG, KABUPATEN SITARO, SULAWESI UTARA MITIGASI BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI KARANGETANG, KABUPATEN SITARO, SULAWESI UTARA Nia HAERANI, dkk. Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Erupsi

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN 44 BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Pembacaan Rekaman Gelombang gempa Metode geofisika yang digunakan adalah metode pembacaan rekaman gelombang gempa. Metode ini merupakaan pembacaan dari alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan akan bencana, diantaranya bencana letusan gunungapi, tsunami, gempa bumi dan sebagainya. Bencana tidak

Lebih terperinci

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku 5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku G. Lawarkawra di P. Nila, dilihat dari arah utara, 1976 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Kokon atau Lina Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif : : 6 o 44' Lintang

Lebih terperinci

G. TALANG, SUMATERA BARAT

G. TALANG, SUMATERA BARAT G. TALANG, SUMATERA BARAT KETERANGAN UMUM Nama Lain Nama Kawah : Talang, Salasi, Sulasih : Danau Talang dan Danau Kecil Lokasi a. Geografi Puncak b. Administrasi : : 58'42" LS dan 1 4'46"BT Kecamatan Kota

Lebih terperinci

BERITA GUNUNGAPI JANUARI APRIL 2009

BERITA GUNUNGAPI JANUARI APRIL 2009 BERITA GUNUNGAPI JANUARI APRIL 2009 Novianti INDRASTUTI Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Selama periode Januari April 2009 terdapat 4 gunungapi

Lebih terperinci

Analisis Energi Gempa Letusan Gunung Semeru 09 Oktober 2009

Analisis Energi Gempa Letusan Gunung Semeru 09 Oktober 2009 Analisis Energi Gempa Letusan Gunung Semeru 9 Oktober 29 Arif Rahman Hakim 1, Hairunisa 2 1,2 Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima 1 arifrahmanhakim5@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Peta sebaran gunungapi aktif di Indonesia (dokumen USGS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Peta sebaran gunungapi aktif di Indonesia (dokumen USGS). xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki gunungapi terbanyak di dunia yaitu berkisar 129 gunungapi aktif (Gambar 1.1) atau sekitar 15 % dari seluruh gunungapi yang ada di bumi. Meskipun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya

Lebih terperinci

4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur

4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur 4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif :

Lebih terperinci

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara 6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Tonkoko Nama Kawah : - Lokasi Ketinggian Kota Terdekat Tipe Gunungapi Pos Pengamatan Gunungapi : Administratif: termasuk Desa Makewide, Kecamatan

Lebih terperinci

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009 PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009 Ahmad BASUKI., dkk. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Terjadinya suatu

Lebih terperinci

6.3. G. SOPUTAN, Sulawesi Utara

6.3. G. SOPUTAN, Sulawesi Utara 6.3. G. SOPUTAN, Sulawesi Utara Gunungapi Soputan, Sulawesi Utara KETERANGAN UMUM Nama Kawah : Soputan, K1 dan K2 Lokasi : a.koordinat b. Geografi : : 01 o 06 30 LU dan 124 o 43 BT Kec. Tombatu, Minahasa,

Lebih terperinci

BADAN GEOLOGI - ESDM

BADAN GEOLOGI - ESDM Studi Kasus Merapi 2006 : Peranan Pengukuran Deformasi dalam Prediksi Erupsi A. Ratdomopurbo Kepala BPPTK-PVMBG Sosialisasi Bidang Geologi -----------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

4.13. G. EGON, Nusa Tenggara Timur

4.13. G. EGON, Nusa Tenggara Timur 4.13. G. EGON, Nusa Tenggara Timur G. Egon, NTT KETERANGAN UMUM Nama Lain : Namang Kawah : Kawah di bagian puncaknya, berukuran 525 m x 425 m, dengan kedalaman antara 47,5 m - 195 m, tebing yang tinggi

Lebih terperinci

4.7 G. INIELIKA, Nusa Tenggara Timur

4.7 G. INIELIKA, Nusa Tenggara Timur 4.7 G. INIELIKA, Nusa Tenggara Timur Komplek G. Inie Lika dengan latar depan Kota Bajawa (sumber PVMBG) KETERANGAN UMUM Nama Lain Tipe Gunungapi Nama Kawah : Inielika, Koek Peak : Strato : Wolo Inielika;

Lebih terperinci

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara 7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Gamkunora, Gammacanore Nama Kawah : Kawah A, B, C, dan D. Lokasi a. Geografi b. Administrasi : : 1º 22 30" LU dan 127º 3' 00" Kab.

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PERGERAKAN MAGMA GUNUNG API SOPUTAN BERDASARKAN STUDI SEBARAN HIPOSENTER GEMPA VULKANIK PERIODE MEI 2013 MEI 2014

PENENTUAN LOKASI PERGERAKAN MAGMA GUNUNG API SOPUTAN BERDASARKAN STUDI SEBARAN HIPOSENTER GEMPA VULKANIK PERIODE MEI 2013 MEI 2014 PENENTUAN LOKASI PERGERAKAN MAGMA GUNUNG API SOPUTAN BERDASARKAN STUDI SEBARAN HIPOSENTER GEMPA VULKANIK PERIODE MEI 2013 MEI 2014 Sepry Dawid 1), Ferdy 1), Guntur Pasau 1) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

4.20. G. BATUTARA, Nusa Tenggara Timur

4.20. G. BATUTARA, Nusa Tenggara Timur 4.20. G. BATUTARA, Nusa Tenggara Timur KETERANGAN UMUM Nama Lain : Pulu Komba, Pulu Kambing II, Pulu Betah Nama Kawah Tipe Gunungapi Lokasi Geografis Lokasi Administrasi : Batutara terletak di pulau berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI ARINI ROSA SINENSIS SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) NURUL HUDA 2017 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah dengan kondisi geologi yang menarik, karena gugusan kepulauannya diapit oleh tiga lempeng tektonik besar (Triple Junction) yaitu lempeng

Lebih terperinci

6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA

6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA 6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA G. Ambang (Kunrat, S. L. /PVMBG/2007) KETERANGAN UMUM Nama : G. Ambang Nama Lain : - Nama Kawah : Kawah Muayat, Kawah Moyayat Lokasi : a. Geografi : 0 o 44' 30" LU dan 124

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

6.5. GUNUNGAPI MAHAWU, Sulawesi Utara

6.5. GUNUNGAPI MAHAWU, Sulawesi Utara 6.5. GUNUNGAPI MAHAWU, Sulawesi Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain Nama Kawah Lokasi Ketinggian Tipe Gunungapi Pos Pengamatan Gunungapi : Mahawoe, Roemengas : Mahawu, Wagio, Mawuas : Kota Tomohon, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daerah Penelitian Secara administratif Gunung Lokon terletak di Kota Tomohon, Minahasa, Sulawesi Utara (Gambar 4), lebih kurang 25 Km sebelah Selatan Manado. Secara geografis

Lebih terperinci

6.1. G. COLO (P. Una-una), Sulawesi Tengah

6.1. G. COLO (P. Una-una), Sulawesi Tengah 6.1. G. COLO (P. Una-una), Sulawesi Tengah (a) (b) Erupsi G. Colo 1983 (a), Lapangan fumarola, di selatan danau kawah G. Colo (b) KETERANGAN UMUM Nama : G. Colo Nama Lain : - Lokasi Geografi Administratif

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI. kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan.

STANDAR KOMPETENSI. kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan. STANDAR KOMPETENSI Memahami Lingkungan kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan. INDIKATOR : I. Mendeskripsikan proses alam endogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEBARAN EPISENTER DAN HIPOSENTER GEMPA VULKANIK GUNUNG API KELUT, JAWA TIMUR, BULAN JANUARI MEI 2013

IDENTIFIKASI SEBARAN EPISENTER DAN HIPOSENTER GEMPA VULKANIK GUNUNG API KELUT, JAWA TIMUR, BULAN JANUARI MEI 2013 IDENTIFIKASI SEBARAN EPISENTER DAN HIPOSENTER GEMPA VULKANIK GUNUNG API KELUT, JAWA TIMUR, BULAN JANUARI MEI 2013 Winda Dwi ayu Sari 1, Daeng Achmad Suaidi 2, Nasikhudin 3 1 Mahasiswa Fisika Universitas

Lebih terperinci

.4. G. LOKON, Sulawesi Utara

.4. G. LOKON, Sulawesi Utara .4. G. LOKON, Sulawesi Utara Komplek G. Lokon (G. Lokon, Kawah Tompaluan dan G.Empung), dilihat dari puncak G.Mahawu) (PVMBG, 2009) KETERANGAN UMUM Nama Kawah Lokasi Ketinggian Kota Terdekat Tipe Gunungapi

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

Efek Gempa Vulkanik Gunung Api Gamalama Ternate Terhadap Kondisi Sosial

Efek Gempa Vulkanik Gunung Api Gamalama Ternate Terhadap Kondisi Sosial Efek Gempa Vulkanik Gunung Api Gamalama Ternate Terhadap Kondisi Sosial Alwi La Masinu Program Studi Pendidikan Geografi STKIP Kie Raha Ternate ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis gempa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia

Lebih terperinci

TUGAS MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNG API. Virgian Rahmanda

TUGAS MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNG API. Virgian Rahmanda TUGAS MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNG API Virgian Rahmanda 1215051054 A. Pengertian Letusan Gunung Api Letusan gunung merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong

Lebih terperinci

Beda antara lava dan lahar

Beda antara lava dan lahar lahar panas arti : endapan bahan lepas (pasir, kerikil, bongkah batu, dsb) di sekitar lubang kepundan gunung api yg bercampur air panas dr dl kawah (yg keluar ketika gunung meletus); LAHAR kata ini berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyaknya parameter dan banyaknya jenis mekanisme sumber yang belum diketahui secara pasti, dimana parameter tersebut ikut mempengaruhi pola erupsi dan waktu erupsi

Lebih terperinci

7.1. G. DUKONO, Halmahera, Maluku Utara

7.1. G. DUKONO, Halmahera, Maluku Utara 7.1. G. DUKONO, Halmahera, Maluku Utara G. Dukono dilihat dari sekitar Sungai Muya KETERANGAN UMUM Nama Lain Nama Kawah Lokasi a. Geografi b. Administrasi : Doekono, Dukoko, Dodoekko, Dukoma, Tala, Tolo

Lebih terperinci

ANALISIS SINYAL SEISMIK TREMOR HARMONIK DAN TREMOR SPASMODIK GUNUNGAPI SEMERU, JAWA TIMUR INDONESIA

ANALISIS SINYAL SEISMIK TREMOR HARMONIK DAN TREMOR SPASMODIK GUNUNGAPI SEMERU, JAWA TIMUR INDONESIA ANALISIS SINYAL SEISMIK TREMOR HARMONIK DAN TREMOR SPASMODIK GUNUNGAPI SEMERU, JAWA TIMUR INDONESIA Arin Wildani 1, Sukir Maryanto 2, Adi Susilo 3 1 Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan da

2015, No Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.620, 2015 BAPETEN. Instalasi Nuklir. Aspek Kegunungapian. Evaluasi. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. dan mampu dicatat oleh seismograf (Hendrajaya dan Bijaksana, 1990).

III. TEORI DASAR. dan mampu dicatat oleh seismograf (Hendrajaya dan Bijaksana, 1990). 17 III. TEORI DASAR 3.1. Gelombang Seismik Gelombang adalah perambatan suatu energi, yang mampu memindahkan partikel ke tempat lain sesuai dengan arah perambatannya (Tjia, 1993). Gerak gelombang adalah

Lebih terperinci

DANAU SEGARA ANAK. Gambar 1. Lokasi Danau Segara Anak di Pulau Lombok. Gambar 2. Panorama Danau Segara Anak Rinjani dengan kerucut Gunung Barujari.

DANAU SEGARA ANAK. Gambar 1. Lokasi Danau Segara Anak di Pulau Lombok. Gambar 2. Panorama Danau Segara Anak Rinjani dengan kerucut Gunung Barujari. DANAU SEGARA ANAK Danau Segara Anak adalah danau kawah (crater lake) Gunung Rinjani yang berada di Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.3. linier. effusif. sentral. areal. eksplosif

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.3. linier. effusif. sentral. areal. eksplosif SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.3 1. Erupsi gunung api berupa ledakan yang mengeluarkan benda-benda padat seperti batu, kerikil dan debu vulkanik merupakan erupsi....

Lebih terperinci

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia a. Banjir dan Kekeringan Bencana yang sering melanda negara kita adalah banjir dan tanah longsor pada musim hujan serta kekeringan pada musim kemarau. Banjir merupakan

Lebih terperinci

Definisi Vulkanisme. Vulkanisme

Definisi Vulkanisme. Vulkanisme VULKANISME Definisi Vulkanisme Vulkanisme Semua gejala di dalam bumi sebagai akibat adanya aktivitas magma disebut vulkanisme. Gerakan magma itu terjadi karena magma mengandung gas yang merupakan sumber

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dari data deformasi dengan survei GPS dan data seismik. Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenampakan alam di permukaan bumi meliputi wilayah perairan dan daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai. Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar Gambar Beberapa Gunungapi di Pulau Jawa

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar Gambar Beberapa Gunungapi di Pulau Jawa BAB III METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan merupakan data rekaman sinyal seismik Gunungapi Semeru yang diperoleh dari pos pengamatan gunungapi Semeru. Data

Lebih terperinci

Nomor : 432l45lBGL.Yl2014 Sifat I. PENDAHULUAN

Nomor : 432l45lBGL.Yl2014 Sifat I. PENDAHULUAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUIMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5 22A424, O21 s228371

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGUNUNGAPIAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGUNUNGAPIAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGUNUNGAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gunung api tidak dijumpai di semua tempat. Indonesia terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Gunung api tidak dijumpai di semua tempat. Indonesia terletak pada pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung api adalah gunung yang terbentuk akibat material hasil erupsi menumpuk di sekitar pusat erupsi atau gunung yang terbentuk dari erupsi magma. Gunung api tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

4.21. G. SIRUNG, Nusa Tenggara Timur

4.21. G. SIRUNG, Nusa Tenggara Timur 4.21. G. SIRUNG, Nusa Tenggara Timur (a) Gunungapi Sirung (a) dan kawah (b) (b) KETERANGAN UMUM Nama Lain : - Nama Kawah Tipe Gunungapi Lokasi Geografis : Kawah A, Kawah B, dan Kawah D : Strato dengan

Lebih terperinci

4.19. G. ILI WERUNG, Nusa Tenggara Timur

4.19. G. ILI WERUNG, Nusa Tenggara Timur 4.19. G. ILI WERUNG, Nusa Tenggara Timur G. Ili Werung ( PVMBG, 2006) KETERANGAN UMUM Nama Lain : - Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif : : 08 32'24" LS dan 123 35'24" BT Kec. Atadei, Kab. Lembata,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci