MODAL SOSIAL 1 : MASYARAKAT HIGH TRUST DAN LOW TRUST SERTA TRUST DAN MOTIVASI EKONOMI Oleh: Dance J. Flassy 2, Sasli Rais 3, Agus Supriono 4, ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODAL SOSIAL 1 : MASYARAKAT HIGH TRUST DAN LOW TRUST SERTA TRUST DAN MOTIVASI EKONOMI Oleh: Dance J. Flassy 2, Sasli Rais 3, Agus Supriono 4, ABSTRAK"

Transkripsi

1 MODAL SOSIAL 1 : MASYARAKAT HIGH TRUST DAN LOW TRUST SERTA TRUST DAN MOTIVASI EKONOMI Oleh: Dance J. Flassy 2, Sasli Rais 3, Agus Supriono 4, ABSTRAK Unsur utama dan terpenting dari modal sosial adalah trust. Pada masyarakat (atau bangsa) yang memiliki kapabilitas trust yang tinggi (high trust), atau memiliki spectrum of trust yang lebar (panjang), maka akan memiliki potensi modal sosial yang kuat. Keberadaan potensi modal sosial di tengah-tengah masyarakat yang demikian ini adalah merupakan energi kolektif masyarakat (atau bangsa) guna mengatasi problem bersama dan merupakan sumber motivasi guna mencapai kemajuan ekonomi dan perciptaan tatanan ekonomi yang unggul. Hal demikian ini sebagimana yang terjadi di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Masyarakat di ketiga negara ini adalah masyarakat high trust dan keberadaan potensi terbukti mampu menguatkan motivasi ekonomi negara yang lebih unggul dibandingkan dengan di negara-negara lainnya. PENDAHULUAN Dewasa ini tidak bisa memisahkan antara kehidupan ekonomi dengan kehidupan budaya. Adam Smith sebagaimana dikutip Muller (1992) menegaskan, adalah suatu kemustahilan memahami ekonomi terpisah dari persoalan masyarakat dan nilai-nilai budaya. Adapun Fukuyama (1995) di dalam bukunya Trust The Social Virtues and The Creation of Prosperity meyakinkan, kesejahteraan sebuah negara, seperti kemampuannya untuk bersaing, ditentukan oleh karakteristik budaya pervasiv yang melekat inheren dalam masyarakat. Karakteritik budaya pervasif yang melekat inheren dalam masyarakat ini adalah trust. Adapun trust, disepadankan dengan istilah kepercayaan atau rasa percaya (mempercayai), melekat di dalam kebudayaan sebuah komunitas (atau bangsa). 1 Artikel Bagian-3 (dimuat di pada 24 Juni 2009) 2 Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Papua Barat, Mahasiswa S3 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia. 3 Staf Pengajar STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen - Jakarta, Tim Teknis Project Management Unit Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Daerah Tertinggal dan Khusus Bappenas Jakarta. 4 Staf Pengajar Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember. 1

2 Trust pada tingkatan individual merupakan kekayaan batin, norma, dan nilai individual yang merupakan variabel personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Merujuk Nahapiet dan Ghosal (1998), pada tingkatan individual trust bersumber dari nilai-nilai, diantaranya dari: (a) agama atau kepercayaan yang dianut, (b) kompetensi seseorang, dan (c) keterbukaan, yang telah menjadi norma di masyarakat dan diyakini oleh seseorang. Trust di dalam tingkatan relasi sosial, merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok yang didasari oleh semangat altruism, social resiprocity, dan homo ets homo homini. Dinyatakan oleh Coleman (1988), pada tingkatan relasi sosial sumber trust berasal dari norma sosial yang memang telah melekat pada stuktur sosial komunitas (masyarakat/bangsa) yang diikat dengan nilainilai budaya. Hal ini terutama berkaitan dengan kepatuhan anggota komunitas terhadap berbagai kewajiban bersama yang telah menjadi kesepakatan tidak tertulis pada komintas tersebut. Trust pada tingkatan sistem sosial, merupakan nilai publik komunitas, atau masyarakat, atau bangsa, yang perkembangnya difasilitasi oleh sistem sosial yang ada, dimana sistem sosial tersebut didasari pada nilai-nilai budaya unggul. Sebagaimana diungkapkan oleh Hasbullah (2006) dengan memijam pendapat Putman (1993), di tingkat sistem sosial trust bersumber dari karakteristik sistem sosial tersebut yang memberi nilai tinggi pada tanggung jawab sosial setiap anggota komunitas (masyarakat/bangsa). Ditegaskan oleh Putman (993), bahwa trust memiliki kekuatan mempengaruhi prinsip-prinsip yang melandasi kemakmuran sosial dan kemajuan ekonomi yang dicapai oleh suatu komunitas (bangsa). Fukuyama (1995) bahkan sangat meyakini, bahwa trust sebagai sesuatu yang amat besar dan sangat bermanfaat bagi penciptaan tatatan ekonomi unggul. Digambarkannya trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perililaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-normayang dianut bersama-sama. Artikel ini disusun dengan tujuan untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya potensi trust di tengah-tengah suatu masyarakat (atau bangsa) dan bagaimana kaitan antara trust dengan motovasi ekonomi. Harapan penulis semoga altikel ini dapat 2

3 bermanfaat sebagai bahan masukan pada diskusi-diskusi dan kajian-kajian ilmiah lebih lanjut terkait dengan keberadaan potensi trust di tengah-tengah suatu masyarakat sebagai pembentuk utama modal sosial guna membangun perekonomian yang unggul. PEMBAHASAN Unsur utama dan terpenting dari modal sosial adalah kepercayaan (trust). Atau dapat dikatakan bahwa trust dapat dipandang sebagai syarat keharusan (necessary condition) dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat (atau lemah) dari suatu masyarakat. Trust memiliki kekuatan mempengaruhi prinsip-prinsip yang melandasi kemakmuran sosial dan kemajuan ekonomi yang dicapai oleh suatu komunitas atau bangsa (Putman, 1999). Oleh karena itu Fukuyama (1995) menyatakan, trust sebagai sesuatu yang amat besar dan sangat bermanfaat bagi penciptaan tatatan ekonomi unggul. Digambarkannya trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perililaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama-sama oleh anggota masyarakat. Norma-norma tersebut dapat berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada niai-nilai luhur, seperti hakekat Tuhan atau keadilan, ataupun norma-norma sekuler seperti standar profesional dan kode etik perilaku. Pada masyarakat memiliki kapabilitas trust yang tinggi (high trust), atau memiliki spectrum of trust yang lebar (panjang), maka akan memiliki potensi modal sosial yang kuat. Sebaliknya pada masyarakat yang memiliki kapabilitas trust yang rendah (low trust), atau memiliki spectrum of trust yang sempit (pendek), maka akan memiliki potensi modal sosial yang lemah. Masyarakat High Trust dan Low Trust: Di dalam bukunya Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity, Fukuyama (1995) membagi serangkaian kebudayaan negara-negara di dunia secara dikotomis, yaitu: (a) high trust society (masyarakat dengan tingkat trust yang tinggi), dan (b) low trust society (masyarakat dengan tingkat trust yang rendah). Masyarakat 3

4 yang tergolong high trust adalah masyarakat dengan radius of trust yang panjang (lebar). Masyarakat yang tergolong low trust adalah masyarakat dengan radius of trust yang pendek (sempit). Mengikuti Knack dan Keefer (1997), secara umum masyarakat high trust adalah masyarakat yang memiliki solidaritas komunal yang sangat tinggi. Solidaritas komunal yang tinggi ini pada gilirannya mengakibatkan anggota-anggota masyarakat mereka mau bekerja mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Sementara itu masyarakat low trust adalah masyarakat yang lebih inferior dalam perilaku kolektifnya. Masyarakat high trust dicirikan dengan mereka dapat mengorganisasikan kerjanya dengan basis yang lebih fleksibel dan berorientasi kelompok, dengan pertanggung-jawaban yang lebih banyak didelegasikan pada tingkat-tingkat organisasi yang lebih rendah (Woolcok, 1998). Sebaliknya masyarakat yang low trust harus mengekang dan mengisolasikan diri mereka dengan aturan-aturan adat, sosial, dan bahkan birokrasi. Secara lebih tegas Gambetta (2000) menyatakan, masyarakat low trust adalah masyarakat familistik. Pada masyarakat yang demikian, wahana utama (dan sering menjadi satu-satunya) untuk sosiabilitas adalah keluarga dan bentuk-bentuk kekerabatan yang lebih luas, seperti klan atau suku. Masyarakat yang demikian ini, sering kali memiliki asosiasi-asosiasi sukarela yang lemah. Hal ini terjadi karena hubungan dengan orang-orang yang tidak terkait dengan keluarga mereka tidak memiliki basis untuk saling percaya satu sama lain. Gambetta (2000) yang merilis pendapat Fukuyama (1995) mencontohkan, masyarakat yang tergolong familistik ini adalah masyarakat China (meliputi Taiwan, Hong Kong, dan Republik Rakyat China). Orientasi familistik pada masyarakat China ini terbentuk dari hakekat ajaran Konfusianisme yang dianut oleh mereka. Hakekat ajaran Konfusianisme adalah peningkatan ikatan-ikatan keluarga di atas seluruh kesetiaan sosial lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan Fukuyama (1995), para pendeta Budha di lingkungan masyarakat China seringkali dicacimaki karena membujuk anak-anak atau generasi muda untuk menjauhi (memisahkan diri) dari ikatan keluarga mereka. 4

5 Menurut Fukuyama (1995), masyarakat Perancis dan daerah-daerah Italia juga memiliki karakteristik low trust, meskipun ikatan familisme yang terbentuk di masyarakatnya tidak sejelas yang terjadi di masyarakat China. Akan tetapi di masyarakat Perancis dan daerah-daerah Italia dijumpai ada defisit kepercayaan (kemiskinan trust) di antara orang-orang yang tidak terkait dengan satu sama lain. Oleh karena hal ini maka komunitas sukarela yang tumbuh di lingkungan masyarakatnya keberadaannya menjadi lemah. Masyarakat di negara-negara Amerika Latin, juga dikatagorikan oleh Fukuyama (1995) termasuk dalam kataori low-trust. Berada dalam katagori low-trust, karena kepercayaan yang tumbuh terbatas di dalam keluarga, sesama keluarga besar mereka, atau dalam lingkaran kecil pertemanan yang bersifat sangat personal. Kepercayaan yang terbangun cenderung ke arah group solidarity atau ethnic solidarity dan cenderung kuat menganut budaya klan dan feodal. Orang di luar keluarganya, di luar kelompoknya, atau di luar sukunya, dianggap orang asing yang memiliki cara hidup kurang dibandingkan dengan cara hidup keluarga, kelompok, atau sukunya. Mereka cenderung memberikan bobot yang rendah terhadap orang lain, kelompok lain, atau suku lain. Berbalikan dengan familistik adalah masyarakat dengan tingkat kepercayaan sosial umum yang tinggi, sehingga mereka memiliki kecenderungan yang kuat terhadap sosiabilitas spontan. Masyarakat yang demikian ini adalah masyarakat dengan katagori high trust. Fukuyama (1995) menyatakan, masyarakat Jepang dan Jerman dinyatakan berada dalam katagori high trust ini. Kearifan konvesional telah mencetak masyarakat Jepang dan Jerman menjadi masyarakat yang berorietasi kelompok. Masyarakat Jepang dan Jerman kaya akan asosiasi-asosiasi sukarela kuat. Solidaritas komunal yang mereka miliki sebagai sebuah nilai luhur, menyebabkan anggota-anggota masyarakat mereka mau bekerja mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Masyarakat Amerika Serikat juga dikatagorikan termasuk masyarakat high trust. Masyarakat Amerika Serikat, sebagaimana diyakini oleh banyak orang, bahkan juga diyakini oleh sebagian besar masyarakatnya sendiri, adalah sebagai masyarakat individualistik. Akan tetapi menurut Fukuyama (1995), hal ini ini tidak benar adanya. Pada kenyataanna sejak awal pendirian negara ini, masyarakatnya tidak pernah menjadi masyarakat individualistik. Masyarakat Amerika Serikat selalu kaya dengan potensi 5

6 jaringan asosiasi sukarela serta memiliki struktur komunitas dimana individu-individu rela men-subordinatkan kepentingan - kepentingan mereka yang sempit. Di Amerika Serikat asosiasi-asosiasi sukarela dapat lebih kuat untuk dipergunakan menarik orang keluar dari keluarga mereka. Misalnya, koversi agama seringkali mendorong orang untuk meninggalkan keluarga mereka guna mengikuti panggiran dari sekte agama baru, atau setidaknya membebankan kewajiban-kewajiban baru kepada mereka yang bersaing dengan kewajiban terhadap keluarga mereka. Barangkali anggapan yang benar adalah, bahwa orang-orang Amerika Serikat secara tradisional jauh lebih anti-statis apabila dibandingkan dengan orang-orang Jerman atau Jepang. Sesungguhnya memang ada masyarakat-masyarakat yang benar-benar individualistik dengan kemampuan berasosiasi yang sangat lemah. Di dalam masyarakat seperti ini, baik keluarga maupun asosiasi-asosiasi sukarela sangat lemah. Pada masyarakat yang seperti ini justru (malahan) seringkali yang terjadi bahwa organisasiorganisasi yang paling kuat adalah geng-geng. Masyarakat demikian ini dicontohkan oleh Fukuyama (1995), adalah masyarakat Rusia dan masyarakat di bekas negaranegara komunis tertentu (bekas Unisovyet). Atau juga contoh spesifik di lingkungan masyarakat yang ada di pusat-pusat kota di Amerika Serikat. Trust dan Motivasi Ekonomi Trust, adalah merupakan energi kolektif masyarakat atau bangsa untuk mengatasi problem bersama dan merupakan sumber motivasi guna mencapai kemajuan ekonomi bagi masyarakat atau bangsa (Hasbullah, 2006). Energi kolektif masyarakat atau bangsa, disebut oleh Durkheim (1973) sebagai solidaritas organik (organic solidarity), atau banyak juga disebutkan oleh para penganut aliran ekonomi baru sebagai solidaritas spontan. Trust merupakan energi kolektif masyarakat atau bangsa untuk mengatasi problem bersama dan merupakan sumber motivasi guna mencapai kemajuan ekonomi bagi masyarakat atau bangsa. Hal demikian ini menurut Fukuyama (1995), terbangun karena sikap saling mempercayai (trust) di masyarakat atau bangsa memungkinkan masyarakat atau bangsa tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada paningkatakan kemajuan ekonomi. 6

7 Fukuyama (2000) lebih jauh menegaskan bahwa, rasa percaya dan saling mempercayai (trust) menentukan kemampuan suatu bangsa untuk membangun masyarakat dan institusi-institusi di dalamnya guna mencapai kemajuan. Rasa saling mempercayai juga akan mempengaruhi semangat dan kemampuan berkompetisi secara sehat di tengah masyarakat. Rasa saling percaya ini tumbuh dan berakar dari nilai-nilai yang melekat pada budaya kelompok. Sejalan dengan hal ini Gambetta (2000) menyatakan, berbagai tidakan kolektif yang didasari atas rasa saling mempercayai yang tinggi (high trust) akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi, terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama dan terutama kemajuan dalam bidang ekonomi. Para penganut aliran ekonomi baru yang dewasa ini berada di balik konsep modal sosial (social capital) mensepakati akan peranan penting trust sebagai energi pembangunan masyarakat, terutama guna meraih kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi. Pandangan para penganut aliran ekonomi baru ini mendasarkan pada pendapat Adam Smith di dalam bukunya Theory of Moral Sentiments sebagaimana dikutip Muller (1992) yang menggambarkan bahwa, motivasi ekonomi sebagai sesuatu yang sangat kompleks dan tertancap dalam kebiasaan-kebiasaan dan aturan-aturan sosial yang lebih luas. Sebagai salah satu penganut aliran ekonomi baru, Coleman (1999) yakin benar bahwa tatanan ekonomi yang terbentuk dari rasa saling percaya (trust) merupakan basis dari kewajiban-kewajiban harapan masa depan akan kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi. Demikian pula Putnam (1993) meyakini, bahwa trust merupakan sumber kekuatan bangsa atau masyarakat (energi kolektif bangsa atau masyarakat) yang dapat mempertahankan kelangsungan perekonomian yang dinamis dan kinerja perekonomian yang efektif. Suatu bangsa atau masyarakat yang kurang memiliki rasa saling mempercayai (low trust) atau telah kehilangan rasa saling mempercayai (zero trust), akan menjadi lemah dan sulit keluar dari berbagai krisis ekonomi yang melanda dan dihadapinya. Dinamika kehidupan ekonomi di dalam masyarakat atau bangsa menjadi tumpul. Kegiatan-kegiatan di dalam lembaga-lembaga ekonomi masyarakat, ataupun asosiasi- 7

8 asosiasi yang berbasis kepentingan ekonomi di tengah masyarakat akan kehilangan orientasi dan jati diri. Woolcock (1998) menyatakan, asosiasi spontan yang terbentuk dari keberadaan trust di dalam masyarakat atau bangsa, dapat dengan subur memupuk kemampuannya untuk membentuk korporasi-korporasi bisnis besar, profesional dan modern. Oleh karena itu bukanlah suatu kebetulan, jika di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, dimana masyarakatnya memiliki nilai high trust, tumbuh dan berkembang dengan baik perusahaan-perusahaan bersekala besar dan dikelola secara profesional. Ketiga negara tersebut adalah yang memprakarsai (terdepan) pembangunan perusahaan-perusahaan besar dan dikelola secara profesional. Seiring dengan pendapat Fukuyama (1995), pada masyarakat yang high trust seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, dengan kemampuannya mampu menciptakan organisasi-organisasi bisnis swasta yang besar. Masyarakat Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, bisa membangun organisasi-organisasi bisnis besar tanpa perlu dukungan (campur tangan) negara. Ketiga masyarakat ini adalah yang pertama, baik dalam skala waktu absolut maupun relatif terhadap perkembangan sejarah mereka, mengembangkan perusahaan-perusahaan besar, modern, dan secara profesional diatur secara hierarkis. Sebaiknya pada masyarakat low trust seperti Perancis, Italia, dan negara-negara China non-komunis seperti Taiwan dan Hong Kong, sebagaimana diungkapkan Woolcock dan Narayan (2000), relatif terlambat dalam bergerak melampaui bisnisbisnis besar menuju korporasi-korporasi modern. Dikatakan oleh Fukuyama (1995), di masyarakat Taiwan, Hong Kong, Perancis, dan Italia, secara tradional telah dipadati oleh bisnis keluarga. Di negara-negara Taiwan, Hong Kong, Perancis, dan Italia ini keengganan nonkerabat untuk mempercayai satu sama lain sudah melampaui batas dan dalam beberapa kasus mencegah munculnya perusahaan-perusahaan modern yang dimanajemeni secara profesional. Jika sebuah masyarakat low trust dan familistik ingin memiliki bisnis bersekala besar, maka negara harus ikut campur untuk membantu menciptakannya melalui subsidi, bimbingan, atau bahkan sekaligus kepemilikan. Hasilnya adalah distribusi perusahaan yang berbentuk pelana (saddle-shaped), dengan sejumlah besar 8

9 perusahaan keluarga yang relatif kecil pada salah satu ujung sekala itu, sejumlah kecil perusahaan-perusahaan perusahaan milik negara di ujung yang lain, serta relatif kecil diantara keduanya. Sebagaimana di Perancis yang menurut Fukuyama (1995) tergolong masyarakat (bangsa) yang low trust, dukungan negara telah membuat negara ini mampu mengembangkan sektor-sektor industri bersekala besar dan intensif modal. Akan tetapi bagaimanapun perusahaan-perusahaan milik negara secara tidak terhindarkan lebih tidak efektif dan kurang dimanajemeni dengan baik dibandingkan para pesaing sektor swasta mereka. Para ekonom aliran baru sekarang mulai yakin bahwa kemampuan perusahaanperusahaan untuk bergerak dari hierarki-hierarki besar ke jaringan fleksibel perusahaanperusahaan kecil, akan sangat tergantung pada tingkat kepercayaan (trust) yang hadir dalam masyarakat luas. Masyarakat berkepercayaan tinggi (high trust) seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat berhasil menciptakan berbagai jaringan dengan baik sebelum revolusi informasi memasuki kecepatan yang lebih tinggi. Masyarakat berkepercayaan rendah (low trust) mungkin tidak pernah mampu meningkatkan efisiensi yang ditawarkan teknologi informasi. Bagaimanapun masyarakat bergantung pada kepercayaan (trust), kepercayaan ditentukan secara kultural (culture), maka komunitas spontan akan muncul dalam berbagai tingkatan yang berbeda dalam budaya yang berbeda pula. Hal ini bertentangan dengan kebayakan ekonom aliran lama, dimana secara tipikal berpendapat bahwa formasi kelompok-kelompok sosial bisa dijelaskan sebagai hasil kontak sengaja diantara individu-individu yang telah melakukan kalkulasi rasional, bahwa kerjasama itu sesuai dengan swa-kepentingan (self interest) jangka panjang mereka. Dengan pertimbangan ini, maka kepercayaan (trust) menjadi sesuatu yang tidak penting bagi sebuah kerjasama swa-kepentingan bersama dengan mekanisme hukum kontrak. Swa-kepentingan dengan mekanisme hukum kontrak diyakini bisa menjadi pengganti atas mangkirnya kepercayaan dan memungkinkan orang-orang asing bekerjasama menciptakan sebuah organisasi yang akan bekerja demi tujuan bersama. Menurut mereka, kelompok-kelompok dapat dibentuk setiap saat berdasarkan swa- 9

10 kepentingan dan formasi kelompok tidak selalu tergantung pada kebudayaan (culture dependent). Oleh karena itu Fukuyama (1995) benar-benar yakin, bahwa trust bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi unggul, karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya (cost). Di dalam bisnis, trust bisa mereduksi atau bahkan mengeliminasi kekakuan-kekakuan yang mungkin terjadi dalam sebuah perumusan kontrak perjanjian, mengurangi (menghidari) situasi yang tidak terduga, mencegah pertikaian dan sengketa, dan mengeliminasi keharusan akan proses hukum seandainya terjadi pertikaian. Oleh karena itu trust bisa diandalkan untuk mengurangi biaya dan waktu. Melalui trust orang-orang dapat bekerja sama secara lebih efektif. Hal ini dimungkinkan karena ada kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu. Sebagaimana masyarakat Jepang, Jerman dan Amerika Serikat sangat teguh dalam memegang komitmen, perjanjian-perjanjian yang dibuat dan kesepakatan-kesepakatan lainnya. Masyarakat di ketiga negara ini senang akan kepastian. Perjanjian untuk bertemu dan bernegosiasi antar individu dan antar kelompok senantiasa dipatuhi dengan tepat waktu. Trust yang terbentuk tidak hanya berkembang di dalam pergaulan antar individu atau antar kelompok, akan tetepi juga pada perusahaan-perusahaan industri di dalam negeri. Pola hubungan antara buruh dengan pemilik modal, antara buruh dengan pemimpin perusahaan berkembang dengan semangat kejujuran yang sangat tinggi. Mengikuti Fukuyama (1995), pada khususnya di Jepang perusahaan-perusahaan sangat memperhatikan kesulitan dan berbagai persoalan yang dihadapi para pekerjanya, mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan, perumahan dan kebutuhan hidup lainnya. Cara-cara demikian menyebabkan terus berkembangnya rasa saling mempercayai antara sesama karyawan, karyawan dengan manajemen, dan karyawan dengan pemilik modal. Pola interelasi yang demikian telah mendorong efisiensi produksi dan produktivitas yang tinggi dari perusahaan-perusahaan industri yang ada di negeri tersebut dan berkontribusi besar pada kemajuan bangsa Jepang secara keseluruhan. 10

11 KESIMPULAN Berdasarkarkan paparan sebelumnya dapat diambil beberapa poin simpulan antara lain: (1) Masyarakat yang tergolong high trust adalah masyarakat dengan radius of trust yang panjang (lebar), sedangkan masyarakat yang tergolong low trust adalah masyarakat dengan radius of trust yang pendek (sempit). (2) Masyarakat high trust, seperti halnya masyarakat Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, adalah masyarakat yang memiliki solidaritas komunal yang sangat tinggi, sehingga pada gilirannya mendorong anggota-anggotanya mau bekerja mengikuti aturan, memperkuat rasa kebersamaan, serta dapat mengorganisasikan kerjanya dengan basis yang lebih fleksibel dan berorientasi kelompok dengan pertanggungjawaban yang lebih banyak didelegasikan pada tingkat-tingkat organisasi yang lebih rendah. Oleh karena itu masyarakat Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, bisa membangun organisasi-organisasi bisnis besar, modern, dan secara profesional diatur secara hierarkis, tanpa perlu dukungan (campur tangan) negara. (3) Masyarakat low trust, seperti halnya masyarakat Amerika Latin, China, ataupun Perancis, adalah masyarakat yang lebih inferior dalam perilaku kolektifnya, sehingga harus mengekang dan mengisolasikan diri mereka dengan aturan-aturan familistik, adat, sosial, dan bahkan birokrasi, serta wahana utama (dan sering menjadi satu-satunya) untuk sosiabilitas adalah keluarga dan bentuk-bentuk kekerabatan yang lebih luas, seperti klan atau suku. Oleh karena itu relatif terlambat dalam bergerak membangun bisnis-bisnis besar menuju korporasikorporasi modern (dimanana secara umum organisasi bisnis didominasi oleh bisnis-bisnis keluarga). DAFTAR PUSTAKA Coleman, J., Social Capital in the Creation of Human Capital. Cambridge Mass: Harvard University Press. Durkheim, E Moral Education: Study in the Theory and Application of the Sociology of Education. New York: Free Press. 11

12 Fukuyama, F Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity. New York: Free Press Social Capital and The Global Economy. Foreign Affairs, 74(5), In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited Social Capital and Civil Society. International Monetary Fund Working Paper, WP/00/74, 1-8. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited. Gambetta, D Trust: Making and Breaking Cooperative Relations. Electronic Edition. Chapter 13. Oxford: Department Sociology, University of Oxford, In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited Can We Trust Trust?. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited. Hasbullah, J., Sosial Kapital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta: MR-United Press. Knack, S. and Philip Keefer Does Social Capital Have an Economic Payoff? A Cross-Country Investigation. Quarterly Journal of Economics, 112(4), November, In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited. Nahapiet.J., Ghosal S Social Capital, Intellectual Capital, and The Organization Advantage. The Academy of Management Review, 23(2): Muller Adam Smith and His Time and Ours, Fukuyama Trust Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran Terjemahan Ruslani. Yogjakarta: CV. Qalam.. Partha D., Ismail S Social Capital A Multifaceted Perspective. Washington DC: The World Bank. Putnam, R.D The Prosperous Community: Social Capital and Public Life. American Prospect, 13, Spring, In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited Making Democracy Work: Civil Tradition in Modern Italy. Princeton: Princeton University Press. Woolcock, M Social Capital and Economic Development: Toward a Theoretical Synthesis and Policy Framework. Theory and Society, 27 (1), In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited , D. Narayan Social Capital: Implication for Development Theory, Research, and Policy. World Bank Research Observer, 15(2), August, In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

Oleh: Agus Supriono 2, Dance J. Flassy 3, Sasli Rais 4 ABSTRAK PENDAHULUAN

Oleh: Agus Supriono 2, Dance J. Flassy 3, Sasli Rais 4 ABSTRAK PENDAHULUAN MODAL SOSIAL 1 : DEFINISI, DEMENSI, DAN TIPOLOGI Oleh: Agus Supriono 2, Dance J. Flassy 3, Sasli Rais 4 ABSTRAK Semakin mengemukanya pencermatan terhadap keberadaan potensi dan peran penting modal sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

Publikasi Statistik Modal Sosial 2014, 2016

Publikasi Statistik Modal Sosial 2014, 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Publikasi Statistik Modal Sosial 2014, 2016 ABSTRAKSI Pembangunan merupakan proses transformasi jangka panjang untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan manusia. Selama ini, modal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktural Fungsional Suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan defenisi ini,

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

MODAL SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN. Oleh. Anyualatha Haridison 1

MODAL SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN. Oleh. Anyualatha Haridison 1 35 MODAL SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN Oleh. Anyualatha Haridison 1 ABSTRAK Tulisan ini ingin mengeksplorasi konsepsi modal sosial dalam pembangunan, baik itu sumber, bentuk dan implikasi modal sosial bagi

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi Simpan Pinjam Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian

Lebih terperinci

Konsep Kekayaan Intelektual dan Knowledge Based Economy 1. Konsep Kekayaan Intelektual

Konsep Kekayaan Intelektual dan Knowledge Based Economy 1. Konsep Kekayaan Intelektual Konsep Kekayaan Intelektual dan Knowledge Based Economy 1. Konsep Kekayaan Intelektual Hak atas kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari suatu karya yang dihasilkan dengan menggunakan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etos Kerja Etos Kerja merupakan perilaku sikap khas suatu komunitas atau organisasi mencakup sisi spiritual, motivasi, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital) PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Modal Sosial (Social Capital) Apa yang dimaksud dengan Modal Sosial dan apa relevansinya dengan Pembangunan? Modal yang dibutuhkan dalam proses pembangunan: Modal Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

RESUME JURNAL ABSTRAKSI PENDAHULUAN

RESUME JURNAL ABSTRAKSI PENDAHULUAN RESUME JURNAL Judul : Innovation, Entrepreneurship and Economic Growth Penulis : Miguel-Angel Galindo (Applied Economics, University of Castilla-La Mancha, Ciudad Real, Spain) Maria-Teresa Mendez-Picazo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Kemiskinan Di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Two Stage Least Square

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Kemiskinan Di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Two Stage Least Square Pengaruh Modal Sosial Terhadap Kemiskinan Di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Two Stage Least Square Eko Yulian 1, Yusep Suparman 2, Bertho Tantular 3 Departemen Statistika Universitas Padjajaran okeyulian@gmail.com

Lebih terperinci

PENGANTAR PERKOPERASIAN

PENGANTAR PERKOPERASIAN PENGANTAR PERKOPERASIAN BAB V : NILAI-NILAI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI OLEH ; LILIS SOLEHATI Y PENTINGNYA IDEOLOGI Ideologi adalah keyakinan atas kebenaran dan kemanfaatan sesuatu, jika sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI Hampir semua negara bekerja keras untuk melaksanakan pembangunan. Kemajuan ekonomi hanya menjadi salah satu komponen penting dalam pembangunan, namun perlu dipahami

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EKONOMI M. SETIO N 2008

KONSEP DASAR EKONOMI M. SETIO N 2008 KONSEP DASAR EKONOMI 1 M. SETIO N 2008 KONSEP DASAR EKONOMI PENDAHULUAN Dua buku Adam Smith yang ditulis (1759, The Theory of Moral Sentiments, dan 1776, Wealth of Nations) mengajarkan 2 (dua) sifat manusia

Lebih terperinci

dwijenagro Vol. 2 No. 1 ISSN : PERSPEKTIF MODAL SOSIAL DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS MELALUI LM3 DI PROVINSI BALI

dwijenagro Vol. 2 No. 1 ISSN : PERSPEKTIF MODAL SOSIAL DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS MELALUI LM3 DI PROVINSI BALI PERSPEKTIF MODAL SOSIAL DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS MELALUI LM3 DI PROVINSI BALI I Dewa Putu Oka Suardi Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana ABSTRAK LM3 dalam bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017

ISSN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 ANALISA PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIORS (OCB) DENGAN MEDIASI KEPERCAYAAN PADA MANAJEMEN BUMDESA Hasan Ubaididillah Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa

Lebih terperinci

KAJI ULANG KONSEP MODAL SOSIAL DALAM MASYARAKAT PLURALIS

KAJI ULANG KONSEP MODAL SOSIAL DALAM MASYARAKAT PLURALIS KAJI ULANG KONSEP MODAL SOSIAL DALAM MASYARAKAT PLURALIS Nina Zulida Situmorang Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Jakarta Email: ninasitumorang@yahoo.com Abstrak Indonesia memiliki lebih kurang

Lebih terperinci

Foto: Kahar. Buruh Menggugat

Foto: Kahar. Buruh Menggugat Bagian I UMUM 1 Buruh Menggugat Foto: Kahar Kita membutuhkan pertumbuhan ekonomi. Ini adalah sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Karena dengan pertumbuhan ekonomi itulah, kita memiliki banyak

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT

PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT INTERAKSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL PRINSIP DASAR MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL DI MASYARAKAT 1. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial 2. Manusia berada di dalam sistem

Lebih terperinci

Modal Sosial Dan Pendapatan Masyarakat

Modal Sosial Dan Pendapatan Masyarakat ISSN 1829-9288 Modal Sosial Dan Pendapatan Masyarakat Social Capital And Community Income Fadli 1) 1) Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh Kampus Cot Teungku Nie, Reuleut,

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

(MPPDAS) Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 1 Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada INTISARI

(MPPDAS) Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 1 Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada INTISARI PERANAN MODAL SOSIAL (SOCIAL CAPITAL) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DI KAWASAN KARST GUNUNGSEWU (Studi Kasus di Dusun Gemulung, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan

Lebih terperinci

PENGARUH MODAL SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PEMBANGUNAN DESA: STUDI PADA DESA PATUMBAK KAMPUNG, KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG

PENGARUH MODAL SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PEMBANGUNAN DESA: STUDI PADA DESA PATUMBAK KAMPUNG, KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG PENGARUH MODAL SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PENINGKATAN PEMBANGUNAN DESA: STUDI PADA DESA PATUMBAK KAMPUNG, KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG Vera A. Pasaribu Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Shendy Ariftia, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Shendy Ariftia, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa erat kaitannya dengan pembangunan dan kemajuan. Kemajuan tidak dapat dipisahkan dari kata pembangunan, karena untuk mencapai kemajuan

Lebih terperinci

Oleh: Hendry Wijaya, SE., M.Si.

Oleh: Hendry Wijaya, SE., M.Si. Teori Pembangunan Ekonomi Macam-Macam Teori Pembangunan Ekonomi Teori Pembangunan Ekonomi (Keynesian) Teori Pembangunan Ekonomi (Rostow) Tahapan - Tahapan Pembangunan Ekonomi Oleh: Hendry Wijaya, SE.,

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok kepentingan yang berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengertian Koperasi Menurut Sri Edi Swasono dalam Sudarsono dan Edilius (2005) secara harfiah kata Koperasi

Lebih terperinci

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik KOSKIP, KAJIAN RUTIN - Sejak lahir seorang manusia pasti berinteraksi dengan berbagai kegiatan pemerintahan hingga ia mati. Pemerintahan merupakan wujud

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. modern. Salah satu pasar tradisonal yang masih eksis di Yogyakarta yaitu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. modern. Salah satu pasar tradisonal yang masih eksis di Yogyakarta yaitu BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Modal sosial dapat dibangun dalam dunia perdagangan di pasar. Modal sosial juga memiliki peran dalam membantu pasar tradisonal untuk mempertahankan keberadaannya

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224)

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) KULIAH 12: TEORI MODAL SOSIAL Koordinator : Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah merupakan salah satu organisasi pelayanan publik yang sering dianggap belum produktif dan efisien dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara

Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN PERTAMA Outline

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah BAB VI KESIMPULAN Sampai pada saat penelitian lapangan untuk tesis ini dilaksanakan, Goenawan Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah Tempo dalam waktu yang relatif lama,

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi. Oleh Didi Tarsidi <a href="http://www.upi.edu">universitas Pendidikan Indonesia (UPI)</a>

Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi. Oleh Didi Tarsidi <a href=http://www.upi.edu>universitas Pendidikan Indonesia (UPI)</a> Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi Oleh Didi Tarsidi universitas Pendidikan Indonesia (UPI) 1. Definisi Istilah konseling rehabilitasi yang dipergunakan

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 14 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Good Governance : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

KULIAH KE-10. Dimensi Etika. Marlan Hutahaean

KULIAH KE-10. Dimensi Etika. Marlan Hutahaean KULIAH KE-10 Dimensi Etika 1 AGENDA I. Pendahuluan II. Batasan/Definisi III. Kompetisi Kepentingan IV. Moral/Etika dalam Pelayanan Publik V. Penerapan Etika dalam Pelayanan Publik VI. Upaya Memiliki Administrator

Lebih terperinci

Peran Strategis Aisyiyah Di Tengah Dinamika Kehidupan Kontemporer Untuk Memperkuat Masyarakat Sipil

Peran Strategis Aisyiyah Di Tengah Dinamika Kehidupan Kontemporer Untuk Memperkuat Masyarakat Sipil Peran Strategis Aisyiyah Di Tengah Dinamika Kehidupan Kontemporer Untuk Memperkuat Masyarakat Sipil Oleh Sunyoto Usman Jurusan Sosiologi, Fisipol UGM Masalah sosial, ekonomi, politik semakin kompleks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis yang berkepanjangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berhubungan dengan modal sosial antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo (2012) yang melihat tentang penguatan modal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UMUM DAN STRUKTUR KEGIATAN EKONOMI NEGARA BERKEMBANG

KARAKTERISTIK UMUM DAN STRUKTUR KEGIATAN EKONOMI NEGARA BERKEMBANG KARAKTERISTIK UMUM DAN STRUKTUR KEGIATAN EKONOMI NEGARA BERKEMBANG PENGELOMPOKAN NEGARA Negara maju (Developed Countries) : Eropa Barat dan Amerika Utara, Negara-negara Australia dan New Zealand. Negara

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI

BAB IV VISI DAN MISI BAB IV VISI DAN MISI A. DASAR FILOSOFIS Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah memerlukan satu filosofi pembangunan yang memiliki cakrawala yang luas dan mampu menjadi pedoman bagi daerah untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah untuk mengadakan

PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah untuk mengadakan BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi akibat reformasi menuntut organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah untuk mengadakan inovasiinovasi guna

Lebih terperinci

S I L A B U S. Jurusan/Program Studi : Ilmu Administrasi Negara : Perbandingan Administrasi Negara Kode : SAN 331 SKS : Teori: 3 Praktek: -

S I L A B U S. Jurusan/Program Studi : Ilmu Administrasi Negara : Perbandingan Administrasi Negara Kode : SAN 331 SKS : Teori: 3 Praktek: - S I L A B U S Fakultas : Ilmu Sosial Jurusan/Program Studi : Ilmu Mata Kuliah : Kode : SAN 331 SKS : Teori: 3 Praktek: - Semester : V Mata Kuliah Prasyarat : - Dosen : Utami Dewi, M.PP I. Deskripsi Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara tepat, modal sosial akan melahirkan serangkaian nilai-nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara tepat, modal sosial akan melahirkan serangkaian nilai-nilai atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal sosial merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dipandang sebagai faktor yang

Lebih terperinci

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan 2016 2019 PUSKAMUDA Isu Strategis dalam Kerangka Strategi Kebijakan 1. Penyadaran Pemuda Nasionalisme Bina Mental Spiritual Pelestarian Budaya Partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal Tahun 2016 telah berlaku ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran. Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan

Tujuan Pembelajaran. Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan NUR ENDAH JANUARTI Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami tinjauan kebijakan pariwisata Mahasiswa mengidentifikasi interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal Mari ingat kembali Unsur Pariwisata

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab ini terdapat empat kesimpulan berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan. Kesimpulan pertama berkaitan dengan kenyataan yang dialami keluarga,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

konsil lsm indonesia

konsil lsm indonesia Penulis: Lily Pulu, Lusi Herlina, Catherine Nielson Penerbit: konsil lsm indonesia Jl Kerinci XII No 11, Kebayoran Baru Jakarta 12120. Email : sekretariat@konsillsm.or.id http://konsillsm.or.id ISBN :

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Konteks CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-2 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN V YK 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu provinsi yang besar, Sumatera Utara dengan ibukota Medan sedang bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara tercermin dalam keseluruhan lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara tercermin dalam keseluruhan lembaga-lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang. Sebagian besar masyarakatnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk bisa menjadikan

Lebih terperinci

Disarikan dari Forest, J. J.F & Altbach, P.G (ed) International Handbook of Higher Education. Dordrecht: Springer.

Disarikan dari Forest, J. J.F & Altbach, P.G (ed) International Handbook of Higher Education. Dordrecht: Springer. Disarikan dari Forest, J. J.F & Altbach, P.G (ed). 2007. International Handbook of Higher Education. Dordrecht: Springer. Rahmania Utari Keuangan, penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, kompetisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap bangsa memiliki kebutuhan untuk berkembang, termasuk bangsa Indonesia. Perkembangan suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 13 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 13 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2007 BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 13 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK AUDITOR DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN DAERAH WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia. di Indonesia

Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia. di Indonesia Eko Prasojo Departemen Ilmu Adminstrasi FISIP Universitas Indonesia Format Reformasi Birokrasi di Indonesia Mampukah Kita Bernegara? Negara Kepentingan KORUPSI MENJADI PENYAKIT Tiga Sumber Penyakit Negara

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK Hendra Wijayanto PERTANYAAN Apa yang dimaksud government? Apa yang dimaksud governance? SEJARAH IDE GOVERNANCE Tahap 1 Transformasi government sepanjang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Landasan konstitusional konsepsi keadilan sosial dalam. pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Secara

BAB IV PENUTUP. Landasan konstitusional konsepsi keadilan sosial dalam. pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Secara BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsepsi keadilan mengenai penguasaan dan penggunaan kekayaan alam yang terkandung dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keadilan sosial. Landasan konstitusional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan,

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Konseptualisasi CSR Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-1 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR

BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR 4.1. Pendahuluan Studi kapital sosial ini bertitik tolak pada asumsi yang saling terkait, yaitu bahwa kapital sosial bukan suatu keberadaan yang berdiri

Lebih terperinci

Budaya perusahaan bisa membantu mengembangkan jati diri setiap karyawan nan bekerja di perusahaan tersebut.

Budaya perusahaan bisa membantu mengembangkan jati diri setiap karyawan nan bekerja di perusahaan tersebut. Contoh Budaya Organisasi Dalam Perusahaan Budaya Organisasi mempunyai contoh seperti yang terjadi di setiap perusahaan, yang muncul berdasarkan perjalanan hidup para pegawai. Tapi pada umumnya budaya organisasi

Lebih terperinci