BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan hukum tertinggi di suatu negara. Konstitusi berfungsi sebagai pegangan atau pedoman untuk menjalankan tata pemerintahan di suatu bangsa. Adapun bentuk konstitusi ada yang tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis di Indonesia disebut dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945). Sedangkan konstitusi tidak tertulis seperti konvensi kenegaraan. Indonesia dalam perkembangan konstitusinya sudah terjadi perubahan selama 4 (empat) periode, yakni semenjak digunakannya Undang - Undang Dasar tahun 1945 (UUD NRI 1945), lalu Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949, Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 dan berlaku kembalinya UUD NRI 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli Sistem pemerintahan merupakan salah satu hal yang diatur dalam Konstitusi. Usep Ranawijaya mendefinisikan sistem pemerintahan merupakan sistem antara hubungan eksekutif dan legislatif. 2 Pendapat serupa juga dikemukakan Jimly Asshiddiqie, sistem pemerintahan terkait dengan pengertian regeringsdaad. yaitu penyelenggaraan pemerintahahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan legislatif. Adapun bentuk sistem pemerintahan dikemukakan Sri Soemantri dengan tiga bentuk varian sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan Parlementer, sistem pemerintahan Presidensial, dan sistem pemerintahan Campuran. 3 Sistem pemerintahan parlementer didasarkan landasan parlemen adalah pemegang kekuasaan tertinggi. sistem pemerintahan Presidensial artinya Presiden tidak hanya sebagai kepala pemerintahan, tapi juga kepala Negara serta memiliki kekuasaan dibidang legislatif dan yudikatif serta sistem 1 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer, 2007, hlm Usep Ranawijaya dalam Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi : Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2010, hlm Sri Soemantri dalam Saldi Isra, Ibid, hlm

2 campuran yang berarti sistem yang berusaha mencari titik temu antara sistem pemerintahan Presidensial dan sistem pemerintahan Parlementer. Sejarah ketatanegaraan Indoenesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 kemerdekaan, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sampai dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia mengalami beberapa perubahan sistem pemerintahan. Indonesia terus mencari suatu bentuk yang ideal. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistim pemerintahan quasi Presidensial. Alasannya karena dilihat dari sudut pertanggungjawaban Presiden kepada MPR, sebagiman dikatakan lebih lanjut: 4 Jadi berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahannya adalah Presidensil, karena Presiden adalah eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu Presiden. Dilihat dari sudut pertanggungan jawab Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka berarti bahwa eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga negara lain kepada siapa Presiden bertanggung jawab maka sistem pemerintahan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 dapat disebut quasi Presidensil Kekuasaan Presiden di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan yang dikatakan menganut sistim pemerintahan quasi Presidensial memiliki tiga kekuasaan sebagai yakni, sebagai kepala negara, sebagai kepala pemerintahan dan sebagai mendataris MPR. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 merubah sistem pemerintahan Indonesia. Dengan perubahan ini Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensil. Jika pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan memiliki kelemahan yakni cenderung sangat executive hevy maka setelah perubahan hal ini tidak terwujud lagi, perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menganut sistem pemeritahan Presidensil yang dapat menjamin stabilitas pemerintah. 5 Dalam sistem pemerintahan Presidensil yang diadosi oleh Undang-Undang Dasar 1945 menurut Jimly Asshiddiqie memiliki lima perinsip penting, yaitu:(1) Presiden dan 4 Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Pusat Studi HTN U, 1983), hlm. 180; sebagaimana dikutip pula dalam A. Hamid S Attamimi, Op. Cit., hlm ; 5 Jimly Asshiddiqie, Sruktur Ketatanegaraan, Op. Cit., hlm. 5 9

3 Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan esekutif negara yang tertinggi dibawah Undang-Undang Dasar. (2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilih. (3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi. (4) Para menteri adalah pembantu Presiden. (5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem Presidensil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah, ditentukan pula masa jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Kelima ciri tersebut merupakan ciri sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan. Indonesia dalam sejarah konstitusinya pernah menganut sistem pemerintahan berupa sistem parlementer, sistem Presidensial dan sistem campuran. Namun setelah perubahan UUD NRI 1945 Indonesia melakukan purifikasi sistem pemerintahan Presidensial. Adapun bentuknya : (1) mengubah proses pemilihan Presiden/ Wakil Presiden dari pemilihan dengan sistem perwakilan (mekanisme pemilihan di MPR) menjadi pemilihan secara langsung ; (2) membatasi periodisasi masa jabatan Presiden/Wakil Presiden; (3) memperjelas mekanisme pemakzulan (impeachment) Presiden/ Wakil Presiden; (4) larangan bagi Presiden untuk membubarkan DPR; (5) memperbarui atau menata ulang eksistensi MPR; dan (6) melembagakan mekanisme pengujian undang-undang (Judicial Review). 6 Salah satu hal yang menarik tentang purifikasi sistem Presidensial di Indonesia diatas yaitu pemilihan Presiden/Wakil Presiden secara langsung. Adapun hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak menjadi Pasal 6 A UUD NRI 1945 yang menyatakan : 6 Ibid, hlm.63 10

4 (1). Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. (2). Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu (3). Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden (4). Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. (5). Tata cara pelaksanaan Pilpres lebih lanjut diatur dalam undang-undang. Bila dicermati pengaturan Pilpres di atas semakin menguatkan pilihan Indonesia ke dalam sistem politik Demokrasi dalam Sila Ke-4 Pancasila yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan serta dikuatkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. Hal ini semakin menguatkan konsep demokrasi yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Adapun perwujudan prinsip kedaulatan rakyat dalam Negara Demokrasi dilaksanakan dengan adanya Pemiihan Umum (Pemilu). Pemilu ini menjadi wadah kedaulatan rakyat untuk berpartisipasi memilih dan memberikan haknya kepada orang lain untuk menyelenggarakan sebuah pemerintahan Negara. Di Indonesia, salah satu perubahan yang signifikan sebagai akibat perubahan UUD NRI 1945 adalah bahwa cara pengisian jabatan dan lembaga Legislatif dan Eksekutif baik di tataran nasional, maupun lokal, harus dilakukan dengan cara pemilihan. tidak boleh dengan penunjukan, pengangkatan, atau pewarisan, tentunya dengan asumsi akan lebih demokratis sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat. Selain itu pemilu merupakan pranata terpenting dalam pemenuhan tiga prinsip pokok demokrasi dalam pemerintahan berbentuk republik, yaitu 11

5 kedaulatan rakyat. keabsahan pemerintah, dan pergantian pemerintahan secara teratur. 7 Indonesia adalah negara hukum dengan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itulah rakyat memiliki kekuasaan tertinggi. Dimana Partai politik memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Pasal 22E ayat (3) UUD NRI 1945 memberikan peran konstitusional kepada partai politik sebagai peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan, serta Pasal 6A ayat (2) menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu langsung dilaksanakan pertama kali pada tahun 2004 kemudian tahun 2009 dan 2014 sesuai dengan amanat Pasal 22E UUD NRI 1945 untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan wakil Presiden, dan DPRD secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali. Adapun UUD NRI 1945 telah meletakkan dasar mengenai pemerintahan demokratis dengan mengamanatkan Pemilu berkala. Hal ini diatur dalam UUD NRI 1945 BAB VIIB Pasal 22 E dengan judul PEMILU. Adapun bunyi Pasal 22 E, yaitu ; (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah adalah partai politik. (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. (5) Pemilihan umumdiselenggarakan oleh suatu komisi pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 2006, hlm A. Mukti Fadjar, Hukum Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi, Konpress, Jakarta, 12

6 (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang. Didalam pelaksanaannya, ketentuan Pemilu di UUD NRI 1945 didelegasikan lebih lanjut didalam Undang-Undang. Contohnya, persyaratan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia diatur dalam Pasal 6 UUD NRI 1945 diatur lebih lanjut dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). UU No. 42 Tahun 2008 ini jugalah yang menjadi aturan yang lebih khusus mengatur Pilpres tahun 2009 dan 2014 yang baru dilaksanakan. UU No. 42 Tahun 2008 yang menjadi ketentuan Penyelenggaraan Pilpres di Indonesia, hingga kini masih memiliki permasalahan sehingga dibutuhkan Revisi UU Pilpres antara DPR, Akademisi, maupun Masyarakat. Adapun diantaranya mengenai ketentuan yang mengatur tentang syarat Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden pada Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 mengenai ketentuan ambang batas calon Presiden atau diistilahkan Presidental Threshold (PT). Adapun pengertian PT adalah pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi (seat), yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu agar dapat mencalonkan Presiden dari partai politik tersebut atau dengan gabungan partai politik. 8 PT merupakan ketentuan tambahan mengenai Pengaturan tentang syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (2) yang menyatakan bahwa : Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. Secara tekstual, Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 tersebut memberikan ruang kepada partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan Presiden dan Wakil 8 Sigit Pamungkas, Perihal PemiluYogyakarta,, Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, 2009,hlm

7 Presiden. Namun, dengan syarat bahwa partai politik tersebut merupakan peserta pemilu. Hal ini dikarenakan Partai politik sebagai pilar demokrasi dan penghubung antara pemerintahan Negara (The state) dengan Warga Negaranya (The citizens). Bila dikaji lebih dalam sebenarnya kebijakan PT terkait dengan kebijakan ambang batas parlemen atau Parlementary Threshold yang menggantikan Electoral Threshold. 9 PT ini menjadi salah satu cara Penguatan sistem Presidensial melalui penyederhanaan partai politik. 10 Tujuannya menciptakan pemerintahan yang stabil dan tidak menyebabkan pemerintahan yang berjalan mengalami kesulitan didalam mengambil kebijakan dengan lembaga legislatif. Namun, didalam perjalanannya Pasal 9 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang menjadi payung hukum ketentuan PT yang berbunyi : Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi DPR atau memperoleh 25 % (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR. sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 11 menjadi sebuah permasalahan, hal ini ditanggapi diantara pakar hukum di Indonesia. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Prof. Dr. Saldi Isra berpendapat bahwa aturan PT sebesar 20% kursi di parlemen atau 25% suara sah Pemilu sebagai syarat bagi partai politik untuk mengajukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam Pemilu Presiden (Pilpres) adalah Inkonstitusional. 12 Pendapat lain juga dikemukakan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra 9 Janedri M. Ghaffar, Politik Hukum Pemilu, Jakarta, Konstitusi Pres, 2012 hlm Nazaruddin, Kebijakan Multipartai Sederhana Dalam Undang-Undang Pemilu, Jakarta, 2009, Jurnal Konstitusi Volume 1 Nomor 1, juni Pasal 9 Undang- Undang No. 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres. 12 Setkab MPR, Prof Saldi Isra : Presidential Thresold Inskonstitusionalhttp:// diakses tanggal 3 Januari 2014 Pukul WIB 14

8 Presidential Threshold yang terdapat dalam Pasal 9 UU Pilpres Keliru dan bertentangan dengan Pasal 6 A Undang-Undang Dasar PT sebesar 20 persen dalam UU Pilpres hanya akan membatasi hak politik warga negara untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan mempersempit ruang bagi rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas serta bertentangan dengan sistem Presidensial dan cenderung bersifat sistem parlementer. 13 Namun didalam perjalanannya Pasal 9 UU No. 42 tahun 2008 yang menjadi dasar aturan PT tersebut terus dilakukan permohonan pengujian (Judicial Review) dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) merupakan salah satu lembaga yang dapat mencapai dan mewujudkan keadilan subtantif seperti yang diharapkan oleh sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di suatu negara hukum. Melalui Putusannya, salah satunya, Mahkamah Konstitusi mewujudkan tujuan hukum yang diharapkan masyarakat seperti keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang bersifat final, dalam artian tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan juga putusan tersebut berlaku mengikat dan memiliki kekuatan hukum tetap setelah dibacakannya putusannya tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi, khusunya dalam perkara pengujian undangundang, berlaku secara umum dan mengikat semua pihak baik itu perorangan dan/atau lembaga negara. Hal ini dikarenakan Putusan MK sesungguhnya lebih mewakili kepentingan umum dari pada kepentingan individual, walaupun untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang disyaratkan adanya kerugian konstitusional yang diderita Koran Jakarta, Yusril Gugat UU Pilpre,shttp:// diakses tanggal 20 Februari Pusat Kajian Konstitusi FH-Universitas Brawijaya, sub judul Implikasi Putusan MK No. 102/PUU-VII/2009 terhadap Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Studi di Kabupaten Malang dan Kota Pasuruhan, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 1, Februari 2011, hlm

9 MK sebagai kekuasaan kehakiman yang melakukan penafsiran konstitusi di Indonesia sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 mempunyai 4 (empat) kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (1). Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (2). Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (3). Memutus pembubaran partai politik (4). Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Berdasarkan kewenangannya pada Pasal 24 C ayat (2) inilah yang menjadi kewenangan MK untuk melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Adapun hingga kini Mahkamah Konstitusi telah mengadakan sebanyak 3 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pengujian terhadap Pasal 9 Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang pemilu Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang dianggap bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD NRI 1945) diantaranya Putusan MK Nomor /PUU-VI/2008, Putusan MK Nomor 14/PUU/XI/2013 dan Putusan MK Nomor 108/PUU-IX/2013. Didalam putusan-putusan tersebut MK tidak mengabulkan permohonan pemohon berdasarkan dalil bahwa ketentuan Pasal 9 UU Pilpres merupakan Kebijakan Hukum (Legal Policy) pembuat undang-undang dan Konstitusional. Namun setelah Putusan MK Nomor 14/PUU/XI/2013 yang mengabulkan permohonan pemilu serentak antara pemilu legislatif dan eksekutif di tahun 2019 membawa aneka penafsiran terhadap eksistensi ketentuan PT pasca putusan tersebut. Terakhir, Yusril Ihza Mahendra melakukan pengajuan uji materi penghapusan ketentuan PT dan berpendapat dengan dikabulkannya Pemilu Serentak oleh MK pada Putusan MK Nomor 14/PUU/XI/2013 maka PT juga otomatis tak bisa lagi dijadikan dasar untuk Pilpres dan inkonstitusional diakses pada tanggal 23 maret 2014, Pukul WIB. 16

10 Permasalahan perbedaan pandangan serta Putusan - putusan MK mengenai Ambang Batas Presiden (PT) dikaitkan dengan dikabulkannya permohonan Pemilu Serentak diataslah yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk mengkaji hal ini lebih dalam. Adapun judul yang dipilih yaitu EKSISTENSI PRESIDENTIAL THRESHOLD PASKA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 B. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah 1. Bagaimana pengaturan Presidential Threshold (PT) menurut UUD NRI 1945 dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden? 2. Bagaimana Eksistensi Presidential Threshold (PT) paska putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut a. Mengetahui pengaturan Presidential Threshold (PT) menurut UUD dan UU No.42 Tahun 2008 tentang Pilpres b. Menjelaskan Eksistensi Presidential Threshold (PT) paska putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/ Manfaat Penulisan a. Secara Teoritis Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran mengenai PT pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. b. Secara Praktis Hasil penulisan ini semoga bermanfaat bagi semua orang, terutama untuk peminat pada perkuliahan di Fakultas Hukum dan untuk sumbangan pemikiran ilmiah hukum Indonesia. Penulisan ini juga diharapkan mampu mengggambarkan eksistensi PT berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. 17

11 D. Keaslian Penulisan Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 dan dari informasi yang diperoleh dari perpustakaan. judul ini belum pernah ditulis sebagai Skripsi. Kemudian, permasalahan yang dimunculkan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Dalam skripsi ini, penulis mencoba untuk mengarahkan keberadaan PT sebagai syarat calon Presiden dan Wakil Presiden Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013. Oleh karena itu, keaslian dari tulisan ini dapat dijamin oleh penulis. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Dalam Ilmu Negara umum (algemeine staatlehre) yang dimaksud dengan sistem pemerintahan ialah sistem hukum ketatanegaraan. baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan antar pemerintah dan badan yang mewakili rakyat. 16 Sedangkan menurut Mahfud, sistem pemerintahan dipahami sebagai suatu sistem hubungan tata kerja antarlembaga-lembaga Negara. 17 Sejalan dengan pandangan diatas Jimly Asshiddiqie mengemukakan. sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringdaad, yaitu penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif 18 Pemerintahan berasal dari kata perintah. 19 dimana kata perintah tersebut mempunyai empat unsur yaitu ada dua pihak yang terkandung, yang kedua pihak tersebut saling terkait atau memiliki hubungan, pihak yang memerintah memiliki wewenang dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan. 16 Harun Alrasyid, Kajian Sistem Pemerintahan Dan Ruang Lingkupnya, Majalah Mahasiswa Universitas Pasunda, Bandung, 2002,Vol.3, No. III, hlm.1 17 Moh. Mahfud MD, Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, UIIPress, Yogyakarta, 1993, hlm Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Buana Ilmu Popular, 2007, hlm S. Pamuji, 1988, Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta, hlm

12 Apabila dalam suatu negara kekuasaan pemerintahan, dibagi atau dipisahkan maka terdapat perbedaan antara pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan dalam arti sempit hanya meliputi lembaga yang mengurusi pelaksanaan roda pemerintahan (disebut eksekutif). Sedangkan, pemerintahan dalam arti yang luas selain eksekutif, termasuk lembaga yang membuat peraturan perundang-undangan (disebut legislatif), dan yang melaksanakan peradilan (disebut yudikatif) 20 Menurut C.F. Strong sebagaimana dalam Inu Kencana Syafiie dalam buku Pengantar Ilmu Pemerintahan mengatakan: 21 Government in the broader sense, is changed with the maintenance of the peace and security of state with in and with out. It must therefore, have first military power or the control of armed forces, secondly legislative power or the means of making law, thirdly financial power of the ability to extract sufficient money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing the law it makes on the state behalf. Maksudnya pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan Negara, ke dalam dan keluar. Oleh karena itu, pertama harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang. yang kedua, harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang-undang. yang ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai biaya keberadaan negara dalam menyelenggarakan peraturan. hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara. Adapun pemerintahan dalam arti luas menurut Carl J. Frederich adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negaranya sendiri. Lebih lanjut lagi, ia menjelaskan bahwa pemerintahan semata-mata tidak hanya sekedar menjalankan tugas 20 Inu Kencana Syafiie Pengantar Ilmu Pemerintahan, Cetakan Ketiga, Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm Ibid, hlm

13 eksekutif saja, melainkan juga tugas-tugas lainnya termasuk legislatif dan yudikatif 22 Berdasarkan uraian diatas dapatlah dirumuskan bahwa pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan Legislatif, Eksekutif, Yudikatif dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional). Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahn negara 23 Didalam buku Saldi Isra terdapat perbedaan varian sistem pemerintahan. misalnya C.F Strong dalam buku Modern Political Constitution membagi sistem pemerintahan kedalam kategori : Parlementary Executive dan Non Parliamentary Executive atau The Fixed Executive. Lebih bervariasi dibanding Strong. Giovani Sartori membagi sistem pemerintahan menjadi tiga kategori : Presidentialism, Parliamentary System, dan Semi Presidensialism. Sejalan dengan ahli luar negeri tersebut. para ahli didalam negeri juga sependapat misalnya, Sri Soemantri mengemukakan tiga variasi sistem pemerintahan. yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan Presidensial, dan sistem pemerintahan campuran. 24 a. Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem pemerintahan parlementer dari semua varian sistem pemerintahan yang ada. merupakan sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan di seluruh dunia. Adapun Negara kelahirannya sistem pemerintahan parlementer ini yaitu Inggris. Menurut Djokosoetono, sistem parlementer merupakan sistem yang ministeriele verantwoordelijk-heid (menteri bertanggungjawab kepada parlemen) ditambah dengan overwich (kekuasaan lebih) kepada parlemen. selain itu sistem parlementer didasarkan landasan bahwa parlemen adalah pemegang kekuasaan tertinggi (parlement is sovereign). Adapun karakter sistem pemerintahan 22 Titik Triwulan Tutik Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta,, 2005, hlm S. Pamuji,, Op.Cit,hlm Sri Soemantri dalam Saldi Isra Pergeseran Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi parlementer dalam sistem Presidensial Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.25 20

14 parlementer secara lengkap dijelaskan Verney dalam 11 karakter sistem pemerintahan parlementer. yaitu : The assembly becomes a parliament 2. The executive is devided into two parts 3. The head of state appoints the head of government 4. The head of government appoints the ministry 5. The ministry is a collective body 6. Ministers are usually member of parliament 7. The government is politically responsible to the assembly 8. The head of government may advise the head of state to dissolve parliament 9. Parliament as a whole is supreme over its constituent parts. government and assembly. neither or which may dominate other. 10. The government as a whole is only indiriectly responsible to the electorate. 11. Parliament is the focus of power in the political system Dari pendapat ahli diatas, jelaslah karakter sistem parlemen yaitu pemisahan antara jabatan kepala Negara dan pemerintahan. sistem pemerintahan parlementer tingginya ketergantungan eksekutif kepada dukungan parlemen, serta eksekutif tidak dipilih oleh pemilih sebagaimana pemilihan anggota legislatif. Oleh karena itulah parlemen menjadi pusat kekuasaan dalam pemerintahan parlementer b. Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam literature, Amerika Serikat merupakan tanah kelahiran dan contoh ideal sistem pemerintahan Presidensial. Berbeda dengan sistem Parlementer, sistem Presidensial tidak dibangun melalui proses evolusi yang lambat dan panjang. Kelahiran sistem pemerintahan Presidensial tidak dapat dilepaskan dari Perjuangan Amerika Serikat menentang dan melepaskan diri dari kolonial Inggris serta sejarah pembentukan konstitusi Amerika Serikat. Sistem ini juga menjadi penolakan terhadap Inggris, dimana Amerika melalui pembentuk konstitusinya membentuk sistem pemerintahan yang berbeda dengan sistem pemerintahan yang dipraktikkan di Inggris. Menurut Strong, the conception of independence of the executive from legislative merupakan salah satu konsep yang disepakati para pendiri Negara Amerika Serikat. Pemisahan itu diatur dalam Article I dan Article II Konstitusi 25 Saldi Isra, Op,cit, hlm

15 Amerika Serikat. Tidak hanya pemisahan antara legislatif dan eksekutif, jabatan Presiden sebagai kepala Negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Menurut Harun Alrasyid, jabatan Presiden dalam Negara berbentuk Republik merupakan hasil Konvensi Federal 1787 : the executive power shall be vested in a President of the united states of America. Dalam sistem ini melakukan pemilihan Presiden oleh rakyat dan menolak Raja. Untuk diputuskan Presiden harus memiliki kekuatan yang memadai untuk menyelesaikan rumitnya masalah bangsa. Oleh karena itu dirancanglah konstitusi yang memberikan kekuasaan yang besar kepada Presiden namun tetap menutup hadirnya pemimpin sejenis raja yang tiran. Jimly Asshiddiqie menyebutkan didalam sistem pemerintahan Presidensil ada 9 karakternya, yaitu Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. 2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. 3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau kepala negara adalah sekaligus kepala pemerintahan 4. Presiden mengangkat menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya 5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya 6. Presiden tidak adapat membubarkan atau memaksa parlemen 7. Jika dalam sistem parlemen berlaku prinsip supremasi parlemen. maka dalam sistem Presidensial berlaku supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggungjawab kepada konstitusi 8. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat 9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen. c. Sistem Pemerintahan Campuran Sistem pemerintahan campuran tidak lepas dari perkembangan ketatanegaraan Prancis. Adapun karakter umum sistem pemerintahan campuran dikemukakan Sartori yaitu Saldi Isra, Op, cit, hlm Ibid, hlm

16 1. The head of state is elected by popular vote-either directly or indirectlyfor a fixed of office 2. The head of state shares the executive power with a prime minister.,thus entering a dual authorit structure whose three defining criteria are: 3. The Presiden is independent from parliament, but is not entitled to govern alone or directly and thefore his will must be conveyed and processed via his government 4. Conversely, the prime minister and his cabinet are President-indipendent in that they are parliament- dependent : they are subject to either parliamentary confidence or no confidence. and either case need the support of parliamentary majority 5. The dual authority structure of semi Presidentialism allows for different balances and also for shifting prevalances of power within the executive, under the strict condition that the autonomy potential of each component unit of the executive does subsist. Dari karakter diatas, sistem pemerintahan campuran adalah sistem pemerintahan yang berupaya untuk mencarikan titik-temu (meeting point) antara sistem pemerintahan presidensial adan sistem pemerintahan Parlementer. Karakter kuncinya yaitu terletak pada fungsi ganda Presiden yang dalam fungsi eksekutif Presiden berbagi kekuasaan dengan perdana menteri yang juga memegang kekuasaan eksekutif. 2. Pengertian Demokrasi Istilah demokrasi menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government or rule by the people. Dimana dalam kata yunani demos berarti rakyat, kratos / kratein berarti kekuasaan. 28 Menurut R. J. Gettel, suatu bentuk pemerintahan disebut demokrasi apabila memenuhi syarat-syarat demokrasi, antara lain: 29 a. Harus didukung oleh persetujuan umum (general consten); b. Hukum yang berlaku dibuat oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui referendum yang luas atau melalui pemilu; 28 Miriam Budiarjo, Dasar- Dasar ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.2007, hlm Titik Triwulan Tutik, 2011, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm

17 c. Kepala Negara dipilih langsung atau tidak langsung melalui pemilu. dan bertanggungjawab kepada dewan legislatif; d. Hak pilih aktif diberikan kepada sejumlah besar rakyat atas dasar kesederajatan; e. Jabatan-jabatan pemerintah harus dapat dipangku oleh segenap lapisan rakyat. Macam-macam bentuk pemerintahan demokrasi meliputi: Pertama. demokrasi langsung, yaitu negara demokrasi dimana semua warga negara secara langsung memilih serta ikut memikirkan jalannya pemerintahan. bahkan semua orang ikut memerintah. Contoh Negara Yunani Kuno, New England, dan negaranegara bagian Swiss (appenzell, gelarus, uri, dan unterwalden). Kedua, demokrasi perwakilan, yaitu suatu negara dimana tidak semua warga negara ikut serta secara langsung dalam pemerintahan, tetapi mereka itu memilih wakil-wakil diantara mereka yang duduk dalam badan perwakilan (parlemen). Contoh negara demokrasi perwakilan dengan parlemen, Indonesia dengan DPR. Suatu Negara memilih sistem pemerintahan atau sistem politik demokrasi didasarkan atas pertimbangan : 30 a. Demokrasi mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrasi yang kejam dan licik: b. Demokrasi menjamin sejumlah hak asasi bagi warga Negara yang tidak diberikan oleh sistem sistem yang tidak demokratis; c. Demokrasi lebih menjamin kebebasan pribadi lebih luas: d. Demokrasi membantu orang untuk melindungi kepentingan pokok mereka; e. Demokrasi memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi warga Negara untuk menentukan nasibnya sendiri hidup dibawah hukum pilihannya: f. Demokrasi memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung jawab moral, termasuk akuntabilitas penguasa kepada rakyat; g. Demokrasi membantu perkembangan manusia secara lebih total; h. Demokrasi membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relative tinggi: i. Demokrasi modern tidak membawa peperangan Negara penganutnya; dan j. Demokrasi cenderung lebih membawa kemakmuran bagi Negara penganutnya daripada pemerintahan yang tidak menganut demokrasi. 30 Ramlan Surbakti dkk, Perekayasas Sistem Pemilu, Jakarta, Kemitraan, 2008, hlm

18 Salah satu pendekatan untuk memahami demokrasi dan relevansinya dengan Pemilu adalah melihat demokrasi dari segi lingkup dan intensitas partisipasi warga Negara dalam pembuatan dan pelaksanaan putusan-putusan politik, sehingga membedakan demokrasi dalam empat tingkatan 31. yaitu : a. Demokrasi Prosedural (Joseph Schumpeter dan Huntington), yang mengandalkan persaingan yang adil dan partisipasi Warga Negara untuk menentukan wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan melalui Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan akuntabel. Demokrasi jenis ini juga disebut demokrasi minimalis. b. Demokrasi Agregatif (Robert Dahl), demokrasi tidak hanya berupa keikutsertaan dalam Pemilu yang Luber, Jurdil, dan akuntabel. Namun terutama cita-cita, pendapat, prefensi, dan penilaian Warga Negara yang menentukan isi undang-undang, kebijakan, dan tindakan publik lainnya, karena menyakini prinsip self-government yang mendasari pengambilan keputusan mengenai undang-undang dan kebijakan publik oleh sebagian besar Warga Negara. c. Demokrasi Deliberatif (Dennis Thompson, Amy Gutmann), berpandangan bahwa undang-undang dan kebijakan publik haruslah dirumuskan berdasarkan alasan dan pertimbangan yang dapat diterima oleh semua warga Negara secara rasional, karena menekankan pentingnya otonomi, persamaan, dan kesetaraan individu. Sehingga disebut juga reasoned rule. d. Demokrasi Partisipatoris (Benyamin Barber), menyetujui penting nilainilai demokrasi seperti self-government, persamaan/kesetaraan politik, dan reasoned rule, namun juga menekankan pada partisipasi seluruh warga Negara yang berhak memilih terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan. 3. Pemilu Umum Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu media perwujudan demokrasi yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib, melaksanakan kedaulatan rakyat, serta dalam rangka melaksanakan Hak-hak Asasi Warga Negara 32 Adapun yang menjadi asas-asas umum pelaksanaan dan penyelenggaraan pemilu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 2012 adalah sebagai berikut : 31 A. Mukti Fajar, Pemilu Perselisihan Hasil Pemilu Dan Demokrasi, 2013, Setara Press, Malang, hlm Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2004, hlm

19 1. Langsung; adalah rakyat sebagai Pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. 2. Umum; mengandung makna adanya jaminan kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. 3. Bebas; setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani. 4. Rahasia; dalam memberikan suaranya, Pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain. 5. Adil; peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, Pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap Pemilih dan Peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun. Pemilu adalah wujud nyata demokrasi prosedural, meskipun demokrasi tidak sama dengan pemilu. Namun Pemilu merupakan salah satu aspek demokrasi yang sangat penting yang juga harus diselenggarakan secara demokratis. Oleh karena itu, lazimnya di Negara-negara yang menamakan diri sebagai negaa demokrasi mentradisikan Pemilu untuk memilih pejabat-pejabat publik dibidang Legilatif dan Eksekutif baik dipusat maupun daerah. Demokrasi dan Pemilu yang demokratis saling terkait merupakan qonditio sine qua non, the one can not exist without the others. Demokrasi dan proses demokratisasi secara kualitatif substansial tidak hanya cukup dengan dipenuhinya atribut-atribut formal demokrasi, seperti adanya lembaga perwakilan, adanya lebih dari satu partai politik yang bersaing dalam pemilu, dan adanya pemilu yang periodik. 33 Demokrasi dan proses demoratisasi harus didasarkan pada standar-standar hak asasi manusia (HAM) agar lebih bermakna partisipatoris dan emansipatoris, sebab kalau tidak demokrasi akan mudah dikooptasi dan diselewengkan A. Mukthie Fadjar,Hukum dan Penataan Kehidupan Politik di IndonesiaPenerbit Universitas Muhammadiyah,, Malang, 1997, hlm.73 26

20 teratur. 35 Semua demokrasi modern melaksanakan pemilihan, tetapi tidak semua Di Indonesia. salah satu perubahan yang signifikan sebagai akibat Perubahan UUD NRI 1945 ( ) adalah bahwa cara pengisisan jabatan dalam lembaga legislatif dan eksekutif, baik di tataran nasional, maupun lokal harus dilakukan dengan cara pemilihan, tidak boleh dengan cara penunjukan, pengangkatan, atau pewarisan, tentunya dengan asumsi akan lebih demokratis. sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yaitu bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Selain itu, Indonesia telah menganut bentuk pemerintahan republik sesuai Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pemilu (Pemilu) yang merupakan pranata terpenting bagi pemenuhan tiga prinsip pokok demokrasi dalam pemerintahan yang berbentuk Republik, yaitu kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara pemilihan adalah demokratis, karena pemilihan yang demokratis bukan sekedar lambang, tetapi pemilihan yang demokratis harus kompetitif, berkala, inklusif (luas) dan definitif yakni menentukan kepemimpinan pemerintahan. 36 Ukuran bahwa suatu Pemilu demokratis atau tidak harus memenuhi tiga syarat 37 yaitu a) ada tidaknya pengakuan, perlindungan, dan pemupukan HAM; b) terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu yang menghasilkan pemerintahan yang legitimasi, dan c) terdapat persaingan yang adil dari para peserta Pemilu. Melalui Perubahan UUD NRI 1945, Indonesia sebenarnya telah meletakkan dasar - dasar pemerintahan yang demokratis lewat Konstitusi yang mengamanatkan Pemilu berkala yang demokratis pula, yakni menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil [Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945] dan diselenggarakan oleh suatu komisi pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri [Pasal 22E ayat (5) UUD NRI 1945]. Pemilu yang sebelumnya hanya 2006, hlm A. Mukti Fadjar, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Konpres, Jakarta, 27

21 dikenal sebagai instrumen untuk memilih sebagian anggota DPR dan DPRD (karena yang sebagian lagi diangkat, misalnya Pemilu pada era Orde Baru dan Pemilu 1999), melalui pengkaidahan dalam Pasal 22E UUD NRI 1945 menjadi instrumen untuk memilih seluruh anggota DPR, DPD dan DPRD, dan bahkan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ketentuan-ketentuan dalam UUD NRI 1945 sebagai berikut: a. Pasal 6A ayat (1): Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat ; b. Pasal 18 ayat (3) : Pemerintahan daerah Provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui Pemilu ; c. Pasal 19 ayat (1) : Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui Pemilu ; d. Pasal 22C ayat (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui Pemilu ; e. Pasal 22E ayat (2): Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 4. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Dalam suatu Negara yang menganut sistem pemerintahan Presidensial, pimpinan Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) lazimnya dipilih oleh the electorate yang perwujudannya ada tiga kemungkinan. yaitu a) dipilih oleh rakyat atau warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu secara langsung; b) dipilih oleh Electoral college (Dewan Pemilih) ; atau c) dipilih oleh suatu badan /lembaga perwakilan rakyat. 38 Perkembangan Konstitusi Indonesia menunjukkan adanya perbedaan dalam Prosedural demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Perubahan UUD NRI 1945 ( ) salah satunya menyangkut perubahan mengenai mekanisme Pilpres dalam sistem Presidensial yang kita anut, dari yang semula dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi dipilih secara langsung. Pilpres secara langsung untuk pertama kali diadakan pada tanggal 6 juli 2004 sesudah selesainya pemilu anggota DPR,DPD, DPRD (Pemilu 38 Sri Soemantri Dan Bintan Saragih, Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,1993, hlm.42 28

22 Legislatif) Tahun 2004, untuk kedua kalinya dilaksanakan pada tanggal 8 juli 2009 dan Ketiga kalinya dilaksanakan pada tanggal 8 juli Adapun Persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden secara konstitusional melalui pemilihan secara langsung tercantum dalam Pasal 6 UUD NRI 1945 : (1). Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati Negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. (2). Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Undang - undang organik yang mengatur persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah UU No.23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu Presiden Langsung Tahun 2004 dan UU No.42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden langsung tahun 2009 dan Pasal 5 UU No. 42 tahun 2008 menentukan persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. Warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri; c. Tidak pernah mengkhianati negara. serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat Lainnya; d. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden; e. Bertempat tinggal di wilayah negara kesatuan republik Indonesia; f. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara; g. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; h. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; i. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela; j. Terdaftar sebagai pemilih; k. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi; 29

23 l. Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; m. Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, dan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945; n. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; o. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun; p. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat; q. Bukan bekas anggota organisasi terlarang partai komunis Indonesia. termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan r. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara republik Indonesia. Adapun mekanisme Pencalonan dan Pilpres diatur dalam Pasal 6A UUD NRI yaitu : 1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. 2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. 3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. 4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pasangan yang memperoleh, suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. 5) Tata cara pelaksanaan Pilpres lebih lanjut diatur dalam undang-undang. Penjabaran lebih lanjut mengenai mekanisme pencalonan dan Pilpres yang tercantum dalam Pasal 6A UUD NRI 1945 tersebut dituangkan dalam UU 23/2003 untuk Pemilu Presiden tahun 2004 dan dalam UU 42/2008 untuk Pemilu Presiden tahun 2009, sbb; a. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan oleh KPU [Pasal 9 ayat (1) UU 23/2003; Pasal 4 ayat (1) UU 42/2008]; b. Yang berhak mengajukan Pasangan Calon adalah Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD 30

24 dengan ketentuan memenuhi ketentuan Presidential Thresold tertentu. yaitu 15% kursi DPR atau 20% perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR [Pasal 5 ayat (4) UU 23/2003] untuk pemilu Presiden sedangkan Pemilu Presiden 2009 PT adalah 20% kursi DPR atau 25% perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR (Pasal 9 UU 42/2008); 5. Partai Politik Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil. 39 Adapun fungsi partai politik yaitu partai sebagai sarana komunikasi politik, partai sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik sebagai sarana rekruitment politik, partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Partai politik pertama-tama lahir di Indonesia pada zaman Kolonial. Partai politik merupakan manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Diantara partai - partai tersebut memiliki tujuan seperti tujuan sosial (Budi Utomo dan Muhammadiyah) asas politik/ agama ( Sarikat Islam dan Partai Katolik) atau asas sekuler (PNI dan PKI). Setelah reformasi jumlah partai di Indonesia menjadi 48 partai dan saat ini ada 11 partai diindonesia yang mengikuti pemilu Presiden dan legislatif F. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian Normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputus oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process) Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, hlm Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

Amiruddin dan Zainal Asikin Pengantar Metode Penelitian Hukum. Kencana. Jakarta.

Amiruddin dan Zainal Asikin Pengantar Metode Penelitian Hukum. Kencana. Jakarta. DAFTAR PUSTAKA i. BUKU Amiruddin dan Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Kencana. Jakarta. Amiruddin dan Zainal Asikin. 2008.Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. RajaGrafindo Persada/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah] RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah] I. PEMOHON Prof. Dr. drg. I Gede Winasa (Bupati Jembrana,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian sistem, berikut ini akan ditemukan beberapa pendapat tentang defenisi dari sistem tersebut. Sistem adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 114/PUU-XII/2014 Syarat Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. Song Sip, S.H., S.Pd., M.H., sebagai Pemohon I; 2. Sukarwanto, S.H., M.H., sebagai Pemohon II; 3. Mega Chandra Sera,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal era reformasi, terjadi beberapa perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hal ini dilatarbelakangi oleh kehendak segenap bangsa untuk meruntuhkan tirani

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia Demokrasi Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Berikut ini adalah contoh soal tematik Lomba cerdas cermat 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayoo siapa yang nanti bakalan ikut LCC 4 Pilar

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji:

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-VI/2008 tanggal 1 Juli 2008 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat beberapa hal yang mutlak keberadaannya, yakni mengharuskan adanya pemilihan umum, adanya rotasi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu

negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu SISTEM PEMILU INDONESIA BERBASIS DEMOKRASI PANCASILA MENUJU PEMILU SERENTAK TAHUN 2019 Oleh: Ade Parlaungan Nasution Dosen Tetap Universitas Riau Kepulauan Batam A. PENDAHULUAN Pelaksanaan pemilihan umum

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN SISTEM PEMERINTAHAN Sistem Pemerintahan di seluruh dunia terbagi dalam empat kelompok besar: Sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 Persentase Presidential Threshold Pada Pemilihan Umum I. PEMOHON Habiburokhman, SH., MH. Kuasa Hukum: Kris Ibnu T Wahyudi, SH., Hisar Tambunan, SH., MH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, Gubernur, Bupati, dan

Lebih terperinci

UJI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG PENCALONAN PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

UJI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG PENCALONAN PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN UJI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG PENCALONAN PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 Partai Politik/Gabungan Partai Politik yang Dapat Mengusulkan Paslon Partai Politik dan/atau Gabungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN 1945 1 Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum PENDAHULUAN Sebagai negara hukum Indonesia memiliki konstitusi yang disebut Undang- Undang Dasar (UUD

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016 REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016 Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi bermula dari kasus

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-77 - - 78 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci