PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG
|
|
- Johan Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG Skripsi Diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh NAMA : MUZNI ZEN NPM : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG
2 PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG MUZNI ZEN, , Fak. Hukum Univ. TAMANSISWA PADANG, 60 Halaman, 2015 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Pembuktian dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah mengunakan ilmu lain, salah satunya adalah Ilmu Kedokteran Kehakiman atau kedokteran forensik. Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai (1) Bagaimanakah pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, (2) Apakah kendala dan upaya dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri KlasI A Padang. Metode yang digunakan adalah Yuridis empiris yaitu pengumpulan data serta informasi melalui a) teknik wawancara secara semi terstruktur dengan hakim di Pengadilan Klas I A padang, observasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan pembuktian memiliki peran penting, karena disinilah proses yang akan membuat terang suatu perbuatan pidana sebagaimana dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum dan apakah benar perbuatan pidana yang didakwaan tersebut benar-benar dilakukan oleh terdakwa. Alat bukti yang digunakan adalah adanya hasil visum et repertum, saksi terutama saksi korban dan petunjuk. Kendala dalam pembuktian adalah kurangnya saksi dan bekas kekerasan yang sudah tidak dapat divisum. A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang disahkan tanggal 22 September 2004, saat ini sudah berumur 4 tahun dan mulai digunakan sebagai payung hukum penyelesaian kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. UU PKDRT dianggap sebagai salah satu peraturan yang melakukan terobosan hukum karena terdapat beberapa pembaharuan hukum pidana yang belum pernah diatur oleh Undang- Undang sebelumnya. Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi korban kekerasan dalam 1
3 rumah tangga. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman yang dikukan pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lain baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim di dalam Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Pengadilan, tidak terlepas dari ilmu pengetahuan lain dalam melaksanakan ketiga hal tersebut dibidangnya masing-masing. Salah satunya adalah Ilmu Kedokteran Kehakiman atau kedokteran forensik. Ilmu Kedokteran Kehakiman adalah penggunaan ilmu kedokteran untuk kepentingan pengadilan yang mana sangat berperan dalam membantu pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman untuk menyelesaikan segala persoalan yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu pengetahuan ini. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka Penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan mengadakan penelitian hukum dengan judul: PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I A PADANG. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut diatas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang? 2. Apakah kendala dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan upaya mengatasi kendala tersebut di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. C. TUJUAN PENELITIAN Sehubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulisan ini mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui tentang pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. 2. Untuk mengetahui kendala dan upaya dalam pembuktian tindak pidana 2
4 kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis ataupun secara praktis sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan menambah bahan pustaka, mengenai analisis terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. 2. Kegunaan Praktis Adapun manfaat praktis dari penulisan ini, yaitu : Sebagai sumbangan pemikiran bagi mahasiswa dan penegak hukum mengenai pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. E. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Masalah Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka Penelitian ini menggunakan metode Yuridis empiris. Metode ini digunakan untuk mendekati masalah yang dikaji menggunakan dasar-dasar perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta pendekatan yang dilakukan secara langsung ke Pengadilan Klas I A Padang bagaimana pelaksanaan perundang-undangan yang ada. 2. Jenis Dan Sumber Data Penelitian ini bersumber dari data yang diperoleh/dikumpulkan oleh peneliti dari bahan-bahan kepustakaan, arsip-arsip dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian yang meliputi : a. Bahan Hukum Primer, yaitu data-data yang diperoleh dilapangan/ Pengadilan Negeri Klas I A Padang. 3
5 b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga; 3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan Perempuan. 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban; 5. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan 6. Putusan Pidana Nomor : 617/PID.B/2012/PN.PDG c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah kamus besar bahasa Indonesia,kamus bahasa Inggris dan kamus hukum. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu : a. Wawancara (interview) Yaitu cara memperoleh data dan keterangan melalui wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, secara semi terstruktur yang berlandaskan pada tujuan penelitian dan penyusunan skripsi. b. Observasi Yaitu suatu pengamatan serta pencatatan yang sistematis yang ditujukan pada satu masalah dalam penelitian, dengan maksud mendapatkan data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. c. Studi dokumen Yaitu data yang di peroleh dari hasil penelitian di Pengadilan Negeri Klas I A Padang yang berkaitan dengan permasalahan dan juga litraturliteratur, buku-buku tentang pendapat, teori hukum serta hal-hal lain yang sifatnya mendukung dalam penulisan skripsi ini. 4
6 4. Pengolahan Data dan Analisis Data a. Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dengan cara editing. Editing yakni meneliti kembali data yang didapat. Klarifikasi ini dilakukan dengan cara menandai masing-masing data dengan kode tertentu. b. Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisa secara kualitatif yaitu bertujuan untuk memahami gejala yang diteliti untuk menarik asas-asas hukum (rechtsbeginselen) yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis, diuraikan dengan kalimat, menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan, tanpa memerlukan rumus maupun angka. TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Tinjauan Tentang Pembuktian Pengertian pembuktian secara umum adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undangundang dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan oleh hakim guna membuktikan kesalahan yang didakwakan. Secara teoritis, dikenal empat macam sistem pembuktian dalam perkara pidana, yaitu sebagai berikut : 1 1. Conviction in time, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada keyakinan hakim an sich dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 2. Conviction in Raisonee, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada keyakinan hakim dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak 1 Lilik Mulyadi, 2007, Hukum acara pidana normatif, PT Alumni Bandung, Hlm
7 terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Faktor keyakinan hakim dalam sistem pembuktian ini harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis (reasonable). 3. Positief wetelijk stelsel atau yang lebih dikenal dengan sistem pembuktian positif, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 4. Negatief wetelijk stelsel atau yang lebih dikenal dengan sistem pembuktian negatif, adalah sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang dan keyakinan hakim dalam memberikan putusan tentang terbukti atau tidak terbuktinya kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Adapun sistem Pembuktian yang diatur dalam KUHAP tercantum dalam Pasal 183 yang rumusannya adalah sebagai berikut Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benarbenar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya. Adapun yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. Selain kelima alat bukti tersebut, tidak dibenarkan untuk dipergunakan dalam pembuktian kesalahan terdakwa. Alat bukti yang dibenarkan dan mempunyai kekuatan pembuktian hanyalah kelima alat bukti tersebut. Pembuktian dengan alat bukti diluar kelima alat bukti diatas, tidak mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan yang mengikat. Dalam hal ini, baik Hakim, Penuntut Umum, terdakwa maupun Penasehat Hukum, semuanya terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. 6
8 B. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik. 2 Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 pada Pasal 1 disebutkan: Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga. C. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga yakni : Bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga sangat beragam, a. Kekerasan fisik b. Kekerasan psikis c. Kekerasan seksual d. Penelantaran Keluarga D. Sebab-sebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga Sebab terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, yaitu: adat istiadat yang lebih mengunggulkan kaum laki-laki, sehingga perempuan harus tunduk kepada laki-laki, karena ia (suami) dipandang sebagai pemilik kekuasaan. Suami adalah pencari nafkah dan pemenuh kebutuhan, sehingga merasa lebih berhak atas istri dan anaknya, namun pada dasarnya adalah kurangnya keimanan dan kesadaran akan kedamaian dan cinta kasih. 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cetakan ke- VII; Jakarta: Balai Pustaka), Hlm
9 E. Bentuk Perlindungan/Pelayanan Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Adapun bentuk perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap korban dan pelaku KDRT adalah sebagai berikut: 1. Kepolisian: 2. Tenaga Kesehatan : 3. Pekerja Sosial : 4. Pembimbing Rohani 5. Advokat 6. Pengadilan F. Pembuktian Pada Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa. 3 Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) ada 5 (lima) alat bukti yang sah. Menurut Pasal 184 KUHAP alat-alat bukti yang sah adalah : 1. Keterangan Saksi 2. Keterangan Ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan Terdakwa PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DIPENGADILAN KLAS I A PADANG A. Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Pengadilan Negeri Kas I A Padang. Hakim Pada Pembuktian tindak pidana kekerasan rumah tangga di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, Sesuai dengan keyakinannya berpedoman kepada alat bukti dan keterangan saksi korban yang disertai dan hasil visum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit sebagai alat bukti surat (Pasal No. 55 UU No. 23 Tahun 2004). 4 3 Andi Hamzah,1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia, Jakarta 4 Wawancara dengan Hakim Siswatmono Radiantoro, SH Tgl.21 November
10 Sebagai dasar pembuktian di persidangan Hakim tetap berpegang dengan pasal 184 KUHAP yang mengatur alat bukti yang sah. Kalau Hakim kurang yakin, hakim dapat menghadirkan dokter yang mengambil visum korban kepersidangan untuk mendukung keterangan saksi korban dan disertai dengan alat bukti pendukung lainya. 5 Berdasarkan perkara KDRT yang dilimpahkan oleh Jaksa ke Pengadilan Negeri Klas I A tersebut, Jaksa dalam hal ini mengenakan Pasal 44 ayat (1) dan (4) UU No. 23 Tahun 2004, Sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 ayat (1) dan (4) UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang berbunyi : Pasal 44 ayat (1) : Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima belas juta rupiah). Pasal 44 ayat (4) : Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (lima juta rupiah) Pembuktian dalam putusan perkara yang dibuktikan dipersidangan Pengadilan Negeri Klas I A Padang, dijelaskan beberapa unsur-unsur sebagai berikut : 6 1 Unsur Setiap Orang Yang dimaksud dengan barang siapa adalah orang sebagai subjek hukum berupa orang (person) sebagai pelaku tindak pidana yang kepadanya dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya dipersidangan identitas terdakwa dengan bebas memberikan keterangan, dengan demikian unsur 5 Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang 6 Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang 9
11 ini telah terbukti. 2 Unsur Melakukan Kekerasan Fisik Dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau mata pencarian atau kegiatan sehari- hari. 3 Unsur Dalam Lingkup Rumah Tangga Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dan keterangan saksisaksi serta pengakuan terdakwa, bahwa korban istri terdakwa dan anaknya sendiri, dengan demikian unsur ini telah terbukti. Berdasarkan Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Pembuktian di Pengadilan Negeri Klas I A Padang dalam pasal 184 KUHAP berkaitan dengan: 1. Keterangan Saksi Dimana keterangan yang disampaikan oleh saksi-saksi dibawah sumpah: 2. Surat a. Istri b. Anak c. Tetangga Hasil Visum et Revertum yang dikeluarkan oleh dokter Rumah Sakit atas Istri dan Anak Tersangka 3. Keterangan Terdakwa Keterangan dan pengakuan terdakwa dipersidangan. Visum et Repertum sangat penting sekali dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga karena dengan adanya visum tersebut maka perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dapat terbukti dan terdakwa dapat dihukum karena perbuatannya tersebut. Biasanya korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga akan terlihat lebam ataupun luka di tubuhnya. Luka tersebut kemudian akan diperiksa oleh pihak rumah sakit yang akan mengeluarkan visum nantinya. Pada pemeriksaan kasus perlukaan atau korban yang mengalami kekerasan fisik, maka dokter akan menentukan jenis luka yang ada pada tubuh korban, dan dari jenis luka tersebut maka dokter kemudian dapat 10
12 mengetahui jenis kekerasan yang menyebabkan luka atau alat apa yang digunakan oleh pelaku. 7 Hal ini mengacu pada Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu: 8 1. Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaanjabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari; 2. Mengakibatkan jatuh sakit atau luka berat; 3. Mengakibatkan kematian. Dalam kasus ini, mengingat pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 tahun 2004 dan pasal-pasal lain dari undang-undang yang bersangkutan, hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan Kekerasan fisik dalam lingkup Rumah Tangga. 9 Dalam perkara ini, majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa: 10 Hal-hal yang memberatkan: - Perbuatan terdakwa menimbulkan rasa sakit pada korban Hal-hal yang meringankan: - Terdakwa mengakui perbuatannya - Terdakwa menyesali atas perbuatannya - Terdakwa belum pernah dihukum - Terdakwa merupakan Kepala keluarga. Mengadili: - Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup Rumah tangga. - Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara masing-masing 3 (tiga) bulan dengan ketentuan pidana tidak perlu dijalankan kecuali kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan ini, bahwa terpidana sebelum percobaan selam 6 (enam) bulan berakhir, telah bersalah melakukan tindak pidana. - Merampas dan memusnahkan barang bukti - Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp ,- (seribu rupiah). 7 Abdul Munim Idries dan Agung Legowo Tjiptomartono, Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Sagung Seto, Jakarta, 2001, Hlm Ibid, Hlm Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang 10 Putusan Pidana No. 617/Pid.B/ 2012/PN.PDG. Di Pengadilan Klas I A Padang 11
13 B. Kendala Dan Upaya Dalam Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Pengadilan Negeri Klas I A Padang. Kendala-kendala yang dihadapi oleh hakim dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dipengadilan Klas I A Padang, diantaranya adalah : a. Saksi yang dihadirkan kurang. b. Orang-orang yang dihadirkan tidak bisa didengarkan/dikaitkan dengan perkara dan disumpah sebagai saksi, misalnya saksi yang masih dibawah umur. c. Menilai kebenaran dari penyampaian saksi saksi tidak sesuai dengan berkas pemeriksaan saksi yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum dan kekurangan saksi yang ada/dihadirkan dipersidangan. 11 Sedangkan upaya yang dilakukan hakim dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Klas I A Padang, adalah : 12 A. Kesimpulan a. Mencari bukti-bukti dan keterangan saksi sebanyak mungkin di persidangan, menhadirkan saksi lain,tetangga dekat,pembantu rumah tangga. b. Mengetahui latar belakang Terdakwa, apakah pernah melakukan tindak pidana atau pembohong untuk menarik kesimpulan. c. Anggota Hakim saling melengkapi dalam pertanyaan / pandangan sehingga ada berkesinambungan. PENUTUP Bertitik tolak dari permasalahan dan hasil penelitian, akhirnya penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu : 1. Para pihak terkait antara lain jaksa penuntut umum, saksi (korban) serta hakim dengan didukung alat bukti yang ada, cenderung fokus pada pembuktian atas tuduhan jaksa penuntut umum terhadap tersangka/terdakwa sehingga proses peradilan lebih berkutat pada perbuatan tersangka/terdakwa memenuhi rumusan pasal hukum pidana yang dilanggar atau tidak. 2. Kendala yang ditemui dalam pembuktian tindak pidana KDRT adalah keterbatasan saksi dan alat bukti lainnya. Sering juga terjadi korban dan saksi menarik kembali keterangannya sebagai saksi dan rasa kekeluargaan. 11 Wawancara dengan Hakim Siswatmono Radiantoro, SH Tgl.21 November Wawancara dengan Hakim Siswatmono Radiantoro, SHTgl.21 November
14 B. Saran saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa saran yang dapat dikemukakan, yaitu sebagai berikut : 1. Aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) harus benar-benar mengetahui dan memahami dari Undang-undang No. 23 Tahun tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. 2. Perlu ditingkatkan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat secaramenyeluruh, mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 13
15 A. BUKU DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual : Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan, (Cetakan ke- I: PT Rafika Aditama Bandung). Achi Sudiarti Luhulima, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, Yayasan Obor Indonesia Andi Hamzah, 1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia, Jakarta. Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika Jakarta Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Djambatan Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cetakan ke- VII, Balai Pustaka Jakarta) Eli N. Nasbianto, Kekerasan dalam Rumah Tangga; Sebuah Kejahatan yang Tersembunyi, dalam Syafik Hasyim, Menakar Harga Perempuan (Cetakan ke- I ; Bandung : Mizan) Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Cetatakan ke- XII, Gramedia Jakarta). Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, PT. Alumni, Bandung. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika Jakarta. M. Thalib, Tanggung Jawab Suami terhadap Istri (Cetakan ke- I;I rsyad Baitus Salam Bandung. Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi (Cetakan ke- I; PT. Eresco Bandung). B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang- Undang Nomor. 1 Tahun.1846 Tentang Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP). Undang- Undang Nomor. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 14
16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak dan Perempuan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. C. SUMBER LAINNYA diakses tanggal 18 Maret
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA
1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciWajib Lapor Tindak KDRT 1
Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :
61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis menyimpulkan bahwa : 1. Dalam memperoleh suatu keyakinan oleh hakim, ia harus mendasarkan keyakinannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Masalah kekerasan dalam rumah tangga pertama kali dibahas dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bentuk kekerasan yang ada justru dekat dan berada di
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. bersifat yuridis adalah pertimbangan yang didasarkan pada fakta - fakta yang
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Pertimbangan Putusan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Penjara terhadap Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang dalam perkawinannya menginginkan agar dapat membangun keluarga yang harmonis, damai dan bahagia karena saling mencintai. Sebuah keluarga yang harmonis menjadi
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut:
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai berikut: 1. Peranan dari advokat dalam memberikan perlindungan hukum selama proses penyidikan di Kepolisian sampai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciPROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU SATU KALI PENGADUAN ATAS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
SATU KALI PENGADUAN ATAS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Monang Siahaan Universitas Pamulang Monang62@yahoo.co.id. Abstrak Pengaduan hanya dapat dilakukan satu kali yaitu suatu perkara yang diadukan kepada
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum
i JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017 i HALAMAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciPERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI
PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui
BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat.
Lebih terperinci- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan
Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk sebuah keluarga harmonis yang dapat membentuk suasana bahagia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
Lebih terperinciTindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK
Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke- Empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciDaftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari
Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Penyusun: Justice for the Poor Project Desain Cover: Rachman SAGA Foto: Luthfi Ashari Jakarta Juli 2005 Pengantar - 1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan penanganan yang luar biasa. Perkembangannya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan
Lebih terperinciPERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN.
BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Setelah proses pemeriksaan dipersidangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.
BAB I PENDAHUUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan pengetahuan, seringkali menyebabkan seseorang tidak dapat menyelesaikan permasalahanya sendiri. Seseorang itu mau tidak mau harus memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan hal sangat penting dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Pembuktian dipandang sangat penting dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Lembaga Perlindungan Anak Pada Perkara Anak Korban Tindak Kekerasan
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sebagaimana tertulis didalam rumusan masalah mengenai Peran Lembaga Perlindungan Anak Pada Perkara Anak Korban Tindak Kekerasan Dalam Keluarga, maka berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciKata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2
AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran
Lebih terperinci