BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS"

Transkripsi

1 BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS A. Kerangka Teori Pidana Denda dalam Hukum Pidana Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam hukum pidana Indonesia yang merupakan bentuk pidana tertua dan lebih tua dari pidana penjara dan setua pidana mati. Pidana denda terdapat pada setiap masyarakat, termasuk masyarakat primitif walaupun bentuknya bersifat primitif karena sejak zaman majapahit sampai beberapa masyarakat primitif dan tradisional mengenal pidana denda tersebut. 20 Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban bagi seorang yang telah melanggar larangan dalam rangka mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus kesalahan dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Pidana denda tersebut diancam sebagai alternatif dengan pidana kurungan terhadap hamper semua pelanggaran yang ditentukan dalam buku III KUHP dan Undang-undang diluar KUHP. Ranah pidana denda hanya dapat disejajarkan atau disamaratakan dengan ancaman pidana untuk kejahatan ringan, kejahatan karena kealpaan, pelanggaran, atau pidana penjara jangka pendek lainnya. Ukuran atau kesamarataan pidana denda sebagai alternatif atau sebagai pengganti penjara atau kurungan, dalam perkembangannya, masih fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pembentukan Undang-undang diluar KUHP Andi hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita, hal Suhariyono, Op.cit, hal.40.

2 Penjatuhan pidana denda sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek yang merupakan jenis pidana pokok yang paling jarang dijatuhkan oleh para Hakim, khususnya dalam praktek peradilan di Indonesia. 22 Pengadilan jarang menjatuhkan pidana denda terhadap suatu perkara kejahatan. Hal ini disebabkan oleh karena ancaman pidana denda tidak akan menjadi selaras lagi dengan nilai mata uang yang berlaku. Ancaman maksimum pidana denda adalah berkisar antara Rp.900,- sampai dengan Rp ,- kecuali ancaman pidana denda yang diatur dalam Undang-undang Hukum Pidana Khusus. Di samping itu sikap Hakim terhadap penilaian pada ancaman pidana denda cenderung digunakan hanya untuk tindak pidana yang ringan-ringan saja, sehingga pidana penjara tetap merupakan yang utama. 23 Hal yang sama dengan pendapat Sudarto bahwa pidana denda juga bisa dipandang sebagai alternatif dari pidana pencabutan kemerdekaan. Di Eropa Barat, pidana ini bahkan menjadi lebih penting daripada pidana pencabutan kemerdekaan dan dipandang sebagai tidak kalah efektifnya, khususnya bagi orang tertentu menurut keadaannya. 24 Pidana denda sebagai salah satu jenis sanksi hukum adalah bagian dari hukum penitensier, yakni hukum yang mengatur atau yang memberi aturan tentang stelsel sanksi Andi Hamzah, Op.cit, hal Ninik suparni,op.cit, hal Sudarto, Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan, Binacipta, Jakarta, 1980, hal Ibid, hal.103.

3 Hukum Penitensier merupakan sebagian dari hukum positif yaitu bagian yang menentukan jenis sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya sanksi itu dirasakan oleh pelanggar dan cara serta tempat sanksi itu dilaksanakan. 26 Pada zaman sekarang ini, pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Pidana denda merupakan satusatunya pidana yang dapat dipikul oleh orang lain selain terpidana. Maksudnya, walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana secara pribadi, tidak ada larangan sama sekali jika denda itu secara sukarela dibayar oleh orang lain atau pihak lain dan mengatasnamakan terpidana. 27 Melihat tujuan pemidanaan maka pidana denda lebih diutamakan dalam delik-delik terhadap harta benda sehingga harus dicari keserasian antara kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana dengan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh terpidana. Oleh karena itu harus dipertimbangkan dengan seksama, minimum maupun maksimum pidana denda yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana. 28 Pidana denda memiliki sifat perdata, karena mirip dengan pembayaran yang diharuskan dalam perkara perdata terhadap orang yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Perbedaannya hanyalah denda dalam perkara pidana dibayarkan kepada Negara atau masyarakat, sedangkan dalam perkara perdata kepada orang secara pribadi atau badan hukum. Pidana denda dalam perkara pidana dapat diganti dengan pidana kurungan jika tidak dibayar. Selain itu denda 26 Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal Andi Hamzah, op cit, hal Niniek suparni, Op.cit, hal.8.

4 tidaklah diperhitungkan sesuai dengan jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan sebagaimana dalam perkara perdata. Pidana denda tetap dijatuhkan walaupun terpidana telah membayar ganti rugi secara perdata kepada korban. Hal ini yang banyak membuat banyak orang awam keliru, terutama dalam pelanggaran lalu-lintas. Sering dipikir jika telah dibayar ganti kerugian kepada korban (kadang-kadang denga perantaraan polisi), tuntutan pidana telah terhapus, sedangkan sebenarnya tidak demikian halnya. Tuntutan pidana tetap dapat dilakukan oleh jaksa, paling-paling hanya akan meringankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim. Dalam praktek, dirasakan banyaknya perkara demikian yang mengendap, artinya selesai di tempat, tanpa diteruskan ke kejaksaan, karena kedua belah pihak telah berdamai. 29 Salah satu jenis pidana tentu saja pidana denda bukan dimaksudkan untuk sekedar tujuan-tujuan ekonomis misalnya sekedar untuk menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Pengaturan dan penerapan pidana denda baik dalam tahap legislatif (pembuat Undang-undang), tahap yudikatif (penerapannya oleh hakim), maupun pelaksanaannya oleh komponen peradilan pidana yang berwenang (eksekutif) harus dilakukan sedemikian rupa sehingga efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan. 30 Pidana denda juga kerap kali dijatuhkan dalam perkara administrasi dan fiscal, misalnya denda terhadap penyelundup atau penunggak pajak. Di Indonesia banyak instansi yang menjatuhkan denda administrasi secara sepihak, misalnya 29 Ibid, hal Diakses tanggal 9 Oktober 2012.

5 denda terhadap pelaku yang terlambat mengganti surat tanda nomor kendaraan (STNK), terlambat membayar iuran televisi, terlambat mengganti kartu penduduk, mendirikan bangunan sebelum izin dan lain-lain. Dalam menjatuhkan denda administrasi ini, pelanggar sama sekali tidak diberi kesempatan membela diri, berbeda dengan terdakwa yang mempunyai seperangkat hak-hak yang ditentukan dalam KUHAP. B. Pengaturan Pidana Denda Dalam KUHP Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya. Kedudukan dan pola pidana denda dalam hukum pidana positif indonesia bertolak dari ketentuan pasal 10 KUHP, yang menyatakan bahwa: 1. pidana pokok, terdiri dari: a. pidana mati b. pidana penjara c. pidana kurungan d. pidana denda e. pidana tutupan (yang di tambahkan berdasarkan Undang-Undang No ). 2. pidana tambahan, terdiri atas: a. pencabutan hak-hak tertentu b. perampasan barang-barang tertentu c. pengumuman keputusan hakim.

6 Berdasarkan urutan pidana pokok tersebut, terkesan bahwa pidana denda adalah pidana pokok yang paling ringan. Walaupun tidak ada ketentuan yang dengan tegas menyatakan demikian. Akan tetapi melihat urutan yang terdapat pada Pasal 10 KUHP pidana denda menjadi pidana paling ringan. Mulai Pasal 104 sampai Pasal 488 untuk kejahatan (buku II) perumusan pidananya adalah pidana penjara tunggal, pidana penjara dengan alternatif denda, pidana kurungan tunggal, pidana kurungan dengan alternatif denda, dan pidana denda yang diancamkan secara tunggal. Pidana denda yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam buku II dan buku III KUHP. Pidana penjara sering digunakan dalam penetapan dan penjatuhan pidana, hal ini dikaitkan dengan tujuan pemidanaan terutama pencapaian efek jera bagi pelaku, sehingga sanksi pidana penjara lebih banyak dikenakan dalam pemidanaan yang terdapat dalam pasalpasal KUHP. Kesuluruhan pasal dan ayat ancaman pidana yang dirumuskan dalam KUHP diperoleh perbedaan komposisi antara pidana penjara dan pidana denda yang dituangkan dalam tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 31 Perbandingan Jumlah Pidana Penjara ; Penjara atau Denda ; dan Pidana Denda (Buku II KUHP) Pidana Penjara Penjara atau Denda Pidana Denda (tunggal) (Alternatif) Jumlah = 296 Pasal Jumlah = 133 Pasal Jumlah = 2 Pasal Ancaman maksimum Ancaman maksimum 1) Denda Rp bervariasi, dari yang penjara atau denda 2) Denda Rp terendah: bervariasi dari yang 1) 4 bulan = mengasut terendah : untuk bunuh diri 1) 1 bulan 2 minggu = (345); Rp Suhariyono, Op.cit, hal.172.

7 2) 4 bulan 2 minggu = melarika diri dari pekerjaan (455) 3) 6 bulan = memnuat asal usul orang lain tidak tentu (277); 4) 9 bulan = membujuk tentara agar melarikan diri (236); perkelahian 1 lawan 1 (184); 5) 1 tahun 4 bulan = merusak surat (234); berita bohong terjadinya tidak pidana (220); nenghalango pemilu (148); 6) 1 tahun 6 bulan =merintangi pertemuan umum (175); 7) 2 tahun sampai 15 tahun (dianggap sedang dan berat); 8) Seumur hidup atau 20 tahun (sangat berat) 2) 2 bulan = Rp ) 3 bulan = Rp ) 3 bulan = Rp ) 4 bulan = Rp ) 4 bulan 2 minggu = Rp ) 6 bulan = Rp ) 9 bulan = Rp ) 9 bulan = Rp ) 9 bulan = Rp ) 1 tahun = Rp ) 1 tahun 4 bulan = Rp ) 1 tahun 4 bulan = Rp ) 2 tahun 8 bulan = Rp ) 2 tahun 8 bulan = Rp ) 4 tahun = Rp ) 5 tahun = Rp ) 10 tahun = Rp Pasal 176 dan pasal 407 Jika diperbandingkan dengan jumlah yang ditentukan dalam buku II dan buku III mengenai bobot jenis pidana penjara denda (juga kurungan) tampak secara signifikan bahwa pidana penjara diutamakan untuk menghukum pelaku tindak pidana kejahatan. Jumlah 465 pasal, yang dimulai dari Pasal 104 sampai Pasal 569 menunjukkan bahwa terdapat 296 pasal ancaman penjara tunggal, 6 pasal kurungan tunggal (pelanggaran), 2 pasal denda tunggal (untuk kejahatan), 40 pasal pidana denda tunggal (pelanggaran), 133 pasal alternatif pidana penjara atau denda, dan 34 alternatif pidana kurungan atau denda. Keseluruhan dari jumlah diatas dapat dilihat bahwa pidana penjara, termaksud pidana penjara yang

8 dialternatifkan dengan pidana denda, masih dominan, yakni berjumlah 296 penjara tunggal dan 133 alternatif penjara atau denda. 32 Pidana denda diatur dalam Pasal KUHP yang berisi: 33 Pasal 30. (1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen. (2) Bila pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan. (3) Lama pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling tinggi enam bulan. (4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan sebagai berikut; bila pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang, dihitung satu hari; bila lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen. (5) Bila ada pemberatan pidana denda yang disebabkan oleh gabungan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan. (6) Pidana kurungan pengganti sama sekali tidak boleh lebih dari delapan bulan. Pasal 31. (1) Terpidana dapat segera menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda. (2) Ia setiap waktu berhak membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti dengan membayar dendanya. (3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, sebelum atau sesudah mulai menjalani pidana kurungan pengganti, membebaskan terpidana dari sebagian pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang dibayarnya. Pidana denda dalam KUHP diancam terhadap seluruh tindak pidana pelanggaran (dalam buku III KUHP) dan juga terhadap tindak pidana kejahatan (dalam buku II KUHP), tetapi kejahatan-kejahatan ringan dan kejahatan yang dilakukan dengan tidak sengaja. Ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa pidana denda merupakan pidana alternatif dari pidana kurungan dan hakim menjatuhkan pada 32 Ibid, hal R.Soesilo Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor:Politeia

9 kejahatan-kejahatan yang sangat rendah. Oleh karena itu, dalam sistem KUHP yang sekarang berlaku, pidana denda dapat dipandang sebagai bentuk pidana pokok yang ringan. Alasan pertama, hal ini dapat dilihat dari kedudukan urutanurutan pidana pokok di dalam pasal 10 KUHP. Kedua, pada umumnya pidana denda dirumuskan sebagai pidana alternatif dari pidana penjara atau kurungan sedikit sekali tindak pidana yang hanya diancamkan dengan pidana denda untuk kejahatan dalam Buku II hanya terdapat satu delik, yaitu pasal 403, sedangkan untuk pelanggaran dalam Buku III hanya terdapat 40 pasal dari keseluruhan pasalpasal tentang pelanggaran. Ketiga, jumlah ancaman pidana denda dalam KUHP pada umumnya relatif rendah. 34 Berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (2) jika pidana denda tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan. Lamanya pidana kurungan pengganti denda ditentukan dalam kasus demi kasus dalam putusan hakim, pada umumnya minimal (1) satu hari atau maksimum 6 (enam) bulan dalam Pasal 30 ayat (3) KUHP. Maksimum ini dapat dinaikkan menjadi 8 (delapan) bulan dalam hal gabungan (concursus), residivis dan delik jabatan menurut Pasal 52 dan bis (Pasal 30 ayat 5 KUHP) Berdasarkan ketentuan Pasal 30 KUHP tersebut, pidana denda dalam KUHP adalah hanya berbentuk uang dan tidak boleh berbentuk barang. Denda yang tidak dibayar oleh terpidana baik kerena ketidakmampuan atau ketidakmauannya, maka pidana denda itu dapat diganti kedalam pidana kurungan yang disebut dengan hukuman subsider atau pengganti. 34 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung,1984, hal

10 Menurut Pasal 31 KUHP, bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana denda dapat menjalani pidana kurungan sebagai pengganti. Para pelaku tindak pidana jika merasa tidak mampu membayar denda dan seandainya dendanya dibayar dan sisanya tidak, maka kurungan sebagai pengganti dikurang secara seimbang. 35 Menjatuhkan hukuman denda hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan kekuatan ekonomi sipelanggar, jika sipelanggar ada tanda-tanda insyaf dalam kesalahanya atau atas dasar pertimbangan Hakim dalam hal-hal yang dapat meringankan. C. Pidana Denda Dalam Sistem Pemidanaan Pelanggaran Lalu Lintas L.H.C. Hullsman mengemukakan bahwa sistem pemidanaan (the sentencing system) adalah aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi dan pemidanaan (the statutory rules relating to penal sanction and punishment). 36 Aturan perundang-undangan (the statutory rules) dibatasi pada hukum pidana substantif yang terdapat dalam KUHP, dapatlah dikatakan bahwa keseluruhan ketentuan dalam KUHP, baik berupa aturan umum maupun aturan khusus tentang perumusan tindak pidana, pada hakekatnya merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan. Keseluruhan peraturan perundang-undangan (statutory rules) di bidang hukum pidana substantif tersebut terdiri dari aturan umum (general rules) dan aturan khusus (special rules). Aturan umum terdapat di dalam KUHP (Buku I),dan aturan khusus terdapat dalam KUHP Buku II dan 35 Andi Hamzah, Op.cit, hal L.H.C. Hullsman dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op. Cit. hal.23.

11 Buku III, maupun dalam Undang-Undang Khusus di luar KUHP. Aturan khusus tersebut pada umumnya memuat perumusan tindak pidana tertentu, namun dapat pula memuat aturan khusus yang menyimpang dari aturan umum. 37 Secara garis besar, sistem pemidanaaan di Indonesia mencakup 3 (tiga) permasalahan pokok, yaitu Jenis pidana (strafsoort), lamanya ancaman pidana (strafmaat), dan pelaksanaan pidana (strafmodus). 38 a. Jenis pidana (strafsoort) Jenis pidana dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang terdiri dari : 1) Pidana pokok berupa : a. Pidana mati ; b. Pidana penjara ; c. Pidana kurungan ; d. Pidana denda ; e. Pidana tutupan. 2) Pidana tambahan berupa : a. Pencabutan beberapa hak tertentu ; b. Perampasan barang-barang tertentu ; c. Pengumuman putusan hakim. Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 KUHP, Indonesia hanya mengenal pidana pokok dan pidana tambahan. 37 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal Ibid, hal

12 b. Lamanya Ancaman Pidana (strafmaat) Ada beberapa pidana pokok yang seringkali secara alternatif diancamkan pada perbuatan pidana yang sama. Hakim hanya dapat menjatuhkan satu diantara pidana yang diancamkan itu. Hal ini mempunyai arti, bahwa hakim bebas dalam memilih ancaman pidana. Sedangkan mengenai lamanya atau jumlah ancaman, yang ditentukan hanya maksimum dan minimum ancaman. Dalam batas-batas maksimum dan minimum inilah hakim bebas bergerak untuk menentukan pidana yang tepat untuk suatu perkara. Akan tetapi kebebasan hakim ini tidaklah dimaksudkan untuk membiarkan hakim bertindak sewenang-wenang dalam menentukan pidana dengan sifat yang subyektif. 39 Kemudian berkaitan dengan tujuan diadakannya batas maksimum dan minimum adalah untuk memberikan kemungkinan pada hakim dalam memperhitungkan bagaimana latar belakang dari kejadian, yaitu dengan berat ringannya delik dan cara delik itu dilakukan, pribadi si pelaku delik, umur, dan keadaan-keadaan serta suasana waktu delik itu dilakukan, disamping tingkat intelektual atau kecerdasannya. KUHP di Indonesia hanya mengenal maksimum umum dan maksimum khusus serta minimum umum. Ketentuan maksimum bagi penjara adalah 15 (lima belas) tahun berturut-turut, bagi pidana kurungan 1 (satu) tahun, dan maksimum khusus dicantumkan dalam tiap-tiap rumusan delik, sedangkan pidana denda tidak ada ketentuan maksimum umumnya tetapi yang ada hanya minimum umum dan maksimal khusus. Adapun pidana penjara dan pidana kurungan, ketentuan minimumnya adalah satu hari. Undang-undang juga diatur 39 Djoko Prakoso dan Nurwachid, Studi tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.20.

13 mengenai keadaan-keadaan yang dapat menambah dan mengurangi pidana. Keadan yang dapat mengurangi pidana adalah percobaan dan pembantuan, dan terhadap dua hal ini, pidana yang diancamkan adalah maksimum pidana atas perbuatan pidana pokoknya dikurangi sepertiga, seperti ketentuan dalam Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 57 KUHP. Pasal 53 ayat (2) KUHP berbunyi Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. Sedangkan Pasal 57 ayat (1) KUHP berbunyi Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga. Disamping ketentuan yang meringankan juga diatur tentang keadaan-keadaan yang dapat menambah atau memperberat pidana, yaitu perbarengan, recidive serta pegawai negeri. Dalam hal pidana penjara dapat ditambah menjadi maksimum 20 tahun, pidana kurungan menjadi maksimum 1 tahun 4 bulan dan pidana kurungan pengganti menjadi 8 bulan. 40 Mengenai pidana denda oleh pembuat undang-undang tidak ditentukan suatu batas maksimum yang umum. Tiap pasal dalam KUHP yang bersangkutan ditentukan batas maksimum (yang khusus) pidana denda yang dapat ditetapkan oleh Hakim. Jumlah pidana denda baik dalam KUHP maupun dalam ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945, tidak sesuai lagi dengan sifat tindak pidana yang dilakukan, berhubung ancaman pidana denda itu sekarang menjadi terlalu ringan jika dibandingkan dengan nilai mata uang pada waktu kini, sehingga jumlah itu perlu diperbesar/dipertinggi. Menurut 40 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung 1981, hal.14.

14 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960, yang dalam Pasal 1 ayat (1) nya menentukan bahwa : "Tiap jumlah pidana denda yang diancamkan, baik dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana, sebagaimana beberapa kali telah ditambah dan diubah dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 1), maupun dalam ketentuanketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945, sebagaimana telah diubah sebelum hari berlakunya Peraturan Pengganti Undang undang ini harus dibaca dengan mata uang rupiah dan dilipatgandakan menjadi lima belas kali". Perubahan menurut Undang-undang No. 18 Tahun 1960 dilipatgandakan menjadi 15 kali, sehingga menjadi Rp 3,75 (tiga rupiah tujuh puluh lima sen). Maksimum khususnya bermacam-macam yaitu sebagai berikut: 41 a. Untuk kejahatan - Maksimum berkisar anatara Rp 900,- (dulu 60 gulden) dan Rp ,- (dulu gulden); namun ancaman pidana denda yang sering diancamkan ialah sebesar Rp 4.500,- (dulu 500 gulden) b. Untuk pelanggaran - Denda maksimum berkisar antara Rp 225,- (dulu 15 gulden) dan Rp ,- (dulu gulden); namun yang terbanyak hanya diancam dengan denda sebesar Rp 375, (dulu 25 gulden) Rp 4.500,- (dulu 300 gulden). Pola diatas terlihat bahwa menurut pola KUHP ( WvS) maksimum khusus pidana denda yang paling tinggi untuk kejahatan ialah Rp ,- ( gulden), dan untuk pelanggaran paling banyak Rp ,- (5.000 gulden). Jadi maksimum khusus pidana denda yang paling tinggi untuk kejahatan adalah dua kali lipat yang diancamkan untuk pelanggaran. 42 Di Indonesia dewasa ini sedang dilakukan proses pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru yang tentunya di 41 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal Ibid, hal.178.

15 dalamnya juga berkaitan dengan pembaharuan bentuk-bentuk pidananya serta konsep lamanya maksimum dan minimum pidana, khususnya untuk pidana denda. 43 Rancangan KUHP tahun 2008 mengenai minimum umum, minimum khusus dan maksimum khusus pidana denda. Minimum umumnya sebesar Rp ,-. Ancaman maksimum khusus dibagai kategori, yaitu: 44 a. Kategori I : Maksimum Rp ,00 b. Kategori II : Maksimum Rp ,00 c. Kategori III : Maksimum Rp ,00 d. Kategori IV : Maksimum Rp ,00 e. Kategori V : Maksimum Rp ,00 f. Kategori VI : Maksimum Rp ,00 Konsep tersebut masih hanya sebagai rancangan dan belum diberlakukan sehingga perlu diketahui bahwa ketentuan denda dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) saat ini sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan jaman. Nilai denda tersebut terakhir kali diubah melalui Perpu No. 18 Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan dalam Ketentuan-Ketentuan Pidana Lainnya yang Dikeluarkan Sebelum Tanggal 17 Agustus Belum disesuaikannya kembali nilai denda tersebut tentunya mengakibatkan tidak efektifnya pidana denda sebagai salah satu bentuk ancaman pidana yang diatur dalam KUHP itu sendiri. Hal ini mengakibatkan pilihan bentuk pemidanaan menjadi hanya seputar pemidanaan dalam bentuk pidana mati, 43 Diakses tanggal 5 Oktober Ibid

16 penjara atau kurungan, yang pada akhirnya berkontribusi pada semakin tingginya angka narapidana di lembaga-lembaga pemasyarakatan. Selain itu, telah diketahui pula dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana ada perbuatan-perbuatan yang merupakan tindak pidana ringan sebagaimana disebut dalam pasal 364 (pencurian ringan) pasal 373 (penggelapan ringan), pasal 379 (penipuan ringan), pasal 384 (penipuan ringan oleh penjual), pasal 407 ayat (1) (perusakan ringan) dan pasal 482 (pemudahan ringan) saat ini menjadi tidak efektif lagi mengingat ukuran nilai barang atau uang yang menjadi ukuran tindak pidana tersebut masih sebesar Rp. 250, sehingga diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang hanya memuat 5 pasal. 45 Perma ini memerintahkan bahwa kata-kata dua ratus lima puluh rupiah dalam Pasal 364,373,379,384,407 dan 482 KUHP dibaca menjadi Rp (dua juta lima ratus ribu rupiah). 46 Hal ini tentu disebabkan karena nilai Rp.250 tidak sesuai lagi dan hampir tidak ada barang yang nilainya dibawah Rp.250. Perma ini intinya adalah bahwa seluruh uang yang ada di KUHP, baik yang diatur dalam pasal-pasal pidana ringan (364, 373, 379 dst) maupun dalam pasal-pasal yang memuat hukuman denda nilainya dilipatgandakan menjadi kali dengan pengecualian terhadap Pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 303 bis ayat 1 dan ayat Penjelasan Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP 46 Pasal 1 Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP

17 Perhitungan kali lipat ini diperoleh dari penyesuaian harga emas dari tahun 1959 yang nilainya Rp 50,51 /gram dengan harga emas per 3 februari 2012 yang harganya telah mencapai Rp / gram. Jika dihitung maka telah terjadi penurunan nilai rupiah sebanyak kali. Untuk memudahkan penghitungan Mahkamah Agung kemudian membulatkan angka tersebut menjadi kali. 47 c. Pelaksanaan Pidana (strafmodus) KUHP yang berlaku di Indonesia pada saat ini belum mengenal hal yang dinamakan pedoman pemidanaan. Oleh karena itu, hakim dalam memutus suatu perkara diberi kebebasan memilih jenis pidana (strafsoort) yang dikehendaki, sehubungan dengan sistem alternatif dalam pengancaman di dalam undangundang. Selanjutnya hakim juga dapat memilih berat ringannya pidana (strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab yang ditentukan oleh undang-undang hanya maksimum dan minimum pidana. 48 Pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaraan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang lalu lintas terbaru tersebut menerapkan sanksi pidana yang lebih berat bagi si pelanggar. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei Penjelasan Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP 48 diakses tanggal 8 September 2012.

18 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni Undangundang ini adalah kelanjuta dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, terlihat bahwa kelanjutannya adalah merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 bab dan 74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal. Perbandingannya dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2 Perbandingan Isi UU Nomor 14 Tahun 1992 dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 UU Nomor 14 Tahun 1992 UU Nomor 22 Tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Bab I Ketentuan Umum Bab II Asas dan Tujuan Bab II Asas dan Tujuan Bab III Pembinaan Bab III Ruang Lingkup Keberlakuan Undang-Undang Bab IV Prasarana Bab IV Pembinaan Bab V Kendaraan Bab V Penyelenggaraan Bab VI Pengemudi Bab VI Jaringan Lalu Lintas dan Bab VII Lalu Lintas Bab VIII Angkutan Bab IX Lalu Lintas dan Angkutan Bab X Dampak Lingkungan Bab XI Penyerahan Urusan Bab XII Penyidikan Bab XIII Ketentuan Pidana Bab XIV Ketentuan Lain-Lain Bab XV Ketentuan Peralihan Angkutan Jalan Bab VII Kendaraan Bab VIII Pengemudi Bab IX Lalu Lintas bagi Penderita Cacat Bab X Angkutan Bab XI Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bab XII Dampak Lingkungan Bab XIII Pengembangan Industri dan Teknologi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bab XIV Kecelakaan Lalu Lintas Bab XV Perlakuan Khusus bagi Penyandang Cacat, Manusia Usia Lanjut, Anak-Anak, Wanita Hamil, dan Orang Sakit 49 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

19 Bab XVI Ketentuan Penutup Bab XVI Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bab XVII Sumber Daya Manusia Bab XVIII Peran Serta Masyarakat Bab XIX Penyidikan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bab XX Ketentuan Pidana Bab XXI Ketentuan Peralihan Bab XXII Ketentuan Penutup Berikut beberapa sanksi pidana denda dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: 1. Mengemudikan Kendaraan Sambil Menelepon Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 melarang pengendara kendaraan bermotor berkendara sambil melakukan aktivitas sampingan yang bisa merusak konsentrasi. Aturannya terdapat dalam Pasal 106 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pengendara wajib berkendara dengan penuh konsentrasi dan secara wajar. Saksinya terdapat dalam Pasal 283 UU No. 22 Tahun 2009 yang berbunyi Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). 2. Kendaraan Berbelok Tidak Menyalakan Lampu Sein

20 Di Indonesia disiplin berlalulintas masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari jumlah kendaraan yang sering berbelok tanpa menghidupkan lampu sein terlebih dahulu. Tentu saja tindakan memotong jalur atau berbelok tanpa memberi tanda sangat berbahaya dan sangat mungkin menyebabkan kecelakaan. Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan Nomor 22 Tahun 2009 pasal 294 dengan tegas mengatur bahwa setiap orang yang akan berbelok atau berbalik arah wajib menyalakan lampu sein, sanksinya dikenai sanksi kurungan 1 (satu) bulan atau denda sebesar Rp (dua ratus lima puluh ribu rupiah). 3. Mengemudikan Kendaraan Melawan Arah Tindakan mengemudi lawan arah melanggar UU No. 22 Tahun 2009 pasal 106 ayat 4, disana dijelaskan bahwa saja ada ganjaran bagi pelanggar tersebut, yakni kurungan paling lama dua bulan dan denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah) sesuai pasal 287 ayat Menabrak Kendaraan Yang Tidak Menyalakan Lampu Di Malam Hari Kejadian ini sering ditemui, bukan hanya dikota kecil melainkan juga di kotakota besar. Para pengendara itu beranggapan bahwa selama dirinya bisa melihat di malam hari, menyalakan lampu menjadi tidak penting. Padahal selain untuk menerangi jalan bagi diri si pengendara lain sehingga terhindar dari tabrakan. Menurut pasal 48 ayat satu (1) dan ayat tiga (3) juncto pasal 107 ayat satu (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap kendaraan yang beroperasi di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan kelayakan jalan khususnya

21 memiliki lampu utama yang wajib dinyalakan pada saat berkendaraan malam hari. Seandainya ada kendaraan yang tidak dilengkapi lampu depan maka kendaraan tersebut bisa dikategorikan sebagai kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kelayakan jalan. Pasal 285 ayat (1) dan ayat dua (2) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kendaraan yang tidak layak jalan, tapi dipaksakan beroperasi akan dikenakan hukuman penjara selama satu bulan atau denda sebanyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah). Hukumannya semakin berat jika kendaraan itu terlibat kecelakaan dan menimbulkan kerusakan kendaraan lain. Pemilik kendaraan yang tidak layak tersebut dikenakan ketentuan pasal 310 ayat satu (1) dengan ancaman pidana kurungan maksimal enam (6) bulan atau denda sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah). Seandainya ada korban yang luka ringan, hukumannya menjadi pidana penjara selama satu tahun atau denda sebesar Rp ,00 (dua juta rupiah), sesuai pasal 310 ayat dua (2) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jika menimbulkan luka berat atau menyebabkan meninggal dunia. Hukumannya adalah penjara selama lima tahun dan enam tahun serta dikenakan denda sebesar Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan Rp ,00 (dua belas juta rupiah), menurut ketentuan pasal 310 ayat tiga (3) dan ayat empat (4). 5. Kendaraan Tidak Memiliki STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) Salah satu dokumen yang harus dimiliki seorang pemilik kendaraan adalah STNK. STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) merupakan salah satu surat

22 penting yang menunjukkan kepemilikan kendaraan secara sah. Meskipun demikian, pada kenyataannya banyak kendaraan yang tidak memiliki STNK, fakta ini diketahui dari razia pihak kepolisian terhadap pengendara kendaraan bermotor. Tanpa STNK akan terancam hukuman kurungan hingga dua bulan atau denda hingga Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah) sesuai pasal 288 ayat 1. Bahkan, bukan tidak mungkin kita dituduh sebagai pencuri kendaraan bermotor. 6. Kewajiban Menyalakan Lampu pada Siang Hari Kewajiban ini diberlakukan untuk kendaraan roda dua dimana para pengendara sepeda motor wajib menyalakan lampu utama di siang hari yang diatur dalam pasal 107 ayat 2, namun sering kali para pengendara sepeda motor tersebut melanggar ketentuan tersebut. Pengendara sepeda motor ini yang melanggar ketentuan ini dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp ,- sesuai dengan ketentuan pidana dalam pasal 293 ayat Tidak dapat menunjukkan SIM (Surat Izin Mengemudi) yang sah. Bagi pengendara bermotor yang tidak memiliki SIM, akan dipidana dengan pidana kurungan empat bulan atau denda paling banyak Rp (Pasal 281), sedangkan dalam Pasal 288 Ayat (2) mengatur, bagi setiap orang yang mengemudi kendaraan bermotor yang tidak dapat menunjukkan SIM yang sah, akan dikenai pidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan dan/atau denda paling banyak Rp

23 Pada setiap daerah mempunyai ukuran sendiri mengenai jumlah maksimum dan minimum denda yang akan diterapkan. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1993 yang menyebutkan: Dalam hal menentukan maksimum uang titipan untuk pelanggaran yang bersifat ringan, sedang, dan berat, Ketua Pengadilan Negeri agar memperharikan secara teliti keadan sosial dan ekonomi di wilayah hukumnya masing-masing. Sesuai dengan Surat Edaran diatas, dapat dipahami bahwa penjatuhan atau pemberian pidana denda bagi pelanggar digantungkan pada keadaaan dan kemampuan pada masyarakat setempat. Surat edaran tersebut tidak mengikat, namun ketentuan yang ada didalamnya secara umum dipatuhi oleh Pengadilan Negeri, dengan alasan untuk mengurangi keanekaragaman (disparitas) pemidanaan denda Suhariyono, Op.cit, hal.215.

EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2

EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2 EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan pidana denda di Indonesia dan bagaimanakah eksistensi

Lebih terperinci

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK

PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK Pidana denda merupakan salah satu pidana pokok dalam stelsel pemidanaan di Indonesia yang

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) JURNAL ILMIAH OLEH:

PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) JURNAL ILMIAH OLEH: PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) JURNAL ILMIAH Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pidana Denda dalam Pemidanaan Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan terakhir atau keempat,sesudah pidana mati,pidana penjara dan pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima

UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan : Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna pada tanggal 26 Mei 2009 dan disahkan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Bab II : Pidana Pasal 10 Pidana terdiri atas: a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Black's Law Dictionary, tanggung jawab (liability) mempunyai tiga arti, antara lain : 102 a. Merupakan satu kewajiban terikat dalam hukum atau keadilanuntuk

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ABD. WAHID / D 101 10 633 ABSTRAK Perkembangan ilmu dan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN A. Pidana dan Pemidanaan 1. Pengertian Pidana Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang kepada orang

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR :02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, HASIL Rapat PANJA 25 Juli 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK 44 BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan

Lebih terperinci

BAB III PENYETARAAN DENDA DALAM PERMA NO. 2 TAHUN 2012 DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB III PENYETARAAN DENDA DALAM PERMA NO. 2 TAHUN 2012 DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN BAB III PENYETARAAN DENDA DALAM PERMA NO. 2 TAHUN 2012 DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Denda Sebagai Sanksi Dalam Tindak Pidana Pencurian Menurut Hukum Pidana Positif Penetapan pidana denda dalam KUHP

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan pidana denda

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa rangka melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN INCEST. lain yaitu adanya sanksi yang berupa sanksi pidana.

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN INCEST. lain yaitu adanya sanksi yang berupa sanksi pidana. BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN INCEST A. Pengertian dan Jenis Sanksi Pidana 1. Pengertian Sanksi Pidana Ciri khas hukum pidana yang membedakan dengan hukum yang lain

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU. pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara. Pidana pencabutan

BAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU. pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara. Pidana pencabutan 24 BAB II PIDANA PENJARA MENURUT KUHP DAN KONSEP KUHP BARU A. Defenisi Pidana Penjara Jenis pidana yang paling sering dijatuhkan pada saat ini adalah pidana pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan lalu lintas akibat kelalaian berkendaraan yang tidak jarang menyebabkan kematian.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang selalu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP

PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP Oleh: Nandang Kusnadi, S.H., M.H. 1 ABSTRAK Di dalam KUHP, jenis-jenis pidana diatur di dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D 101 07 509 ABSTRAK Lalu-lintas dan angkutan jalan mempunyai peran yang cukup penting dalam rangka pembangunan pada umumnya

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta suatu keamanan dan suatu kerukunan, yang mana tiap-tiap individu di dalam suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP

PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP PERBANDINGAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM KUHP DAN PENGATURAN SANKSI DENDA DALAM RUU KUHP Oleh: Nandang Kusnadi, S.H., M.H. 1 ABSTRAK Di dalam KUHP, jenis-jenis pidana diatur di dalam Pasal 10 Kitab Undang-

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang lazim ditemui di dunia hukum. Demikian halnya dengan proses penegakan suatu perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana 1. Jenis-jenis Tindak Pidana Kekerasan di dalam KUHP Kekerasan adalah

Lebih terperinci

UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO

UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO. 22 TAHUN 2009 BAGI WARGA DESA TAMPINGAN KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL Anis Widyawati Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN)

LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB II EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA. Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana

BAB II EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA. Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana BAB II EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA A. Pidana Denda di Dalam KUHP Indonesia Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan trakhir atau keempat,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Hand Out Mata Kuliah Hukum Pidana Dosen Pengampu: Ahmmad Bahiej, S.H., M.Hum. PIDANA, ALASAN PENGHAPUS PIDANA DAN PERKEMBANGANNYA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Pidana dalam KUHP Pidana merupakan

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Bagus Surya Darma Marwanto Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Criminal fines are one

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci