KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN BERDASARKAN MOTIVASI PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN BERDASARKAN MOTIVASI PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA"

Transkripsi

1 KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN BERDASARKAN MOTIVASI PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA RAHMA TIKA DEWI NPM : F A K U L T A S K E D O K T E R A N G I G I U N I V E R S I T A S M A H A S A R A S W A T I D E N P A S A R i

2 KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN BERDASARKAN MOTIVASI PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Nama : Rahma Tika Dewi NPM : Menyetujui, Dosen Pembimbing PEMBIMBING I PEMBIMBING II drg. Surwandi Walianto, M.Kes., Sert.Ort., FISID NPK : drg. Norman Hidajah, M.Biomed NPK : ii

3 Tim penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan skripsi dengan judul : KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN BERDASARKAN MOTIVASI PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA, yang telah dipertanggung jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 27 Maret Atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan. Denpasar, Maret 2014 Tim Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Ketua, drg. Surwandi Walianto, M.Kes., Sert.Ort., FISID NPK : Anggota : Tanda Tangan 1. drg. Norman Hidajah, M.Biomed NPK : drg. Yudha Rahina, M.Kes., Sert.KGI NPK : Mengesahkan, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar drg. Putu Ayu Mahendri Kusumawati, M.Kes., FISID NIP iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang berlimpah kepada penulis sehingga bisa merampungkan kewajiban akademik ini dengan segenap perjuangan dan berbagai pengalaman luar biasa yang penulis dapatkan sehingga skripsi dengan judul: KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN BERDASARKAN MOTIVASI PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA, akhirnya dapat diselesaikan. Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Bali. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan sebuah karya ilmiah dalam bentuk dan materi sebaik-baiknya, namun penulis menyadari akan keterbatasan sebagai seorang manusia yang baru belajar sehingga tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Pada kesempatan ini tak lupa penulis juga menghanturkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada : 1. Seluruh responden atas ketersediaannya meluangkan waktu untuk melakukan wawancara bersama penulis. 2. drg. Wiwekowati, M.Kes selaku Kepala Bagian Laboratorium Ortodonsia yang telah memberikan ijin untuk penulis melakukan penelitian di klinik Ortodonsia serta arahan dan petunjuknya dalam penulisan skripsi ini. 3. drg. Surwandi Walianto, M.Kes., Sert.Ort., FISID selaku pembimbing pertama dan motivator yang telah membagikan waktu dan pemikirannya iv

5 untuk memberikan bimbingan dan petunjuk yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. 4. drg. Norman Hidajah, M.Biomed selaku pembimbing kedua dan motivator yang telah membagikan ilmu dan pengetahuan serta dukungan mental yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. 5. drg. Yudha Rahina, M.Kes., Sert.KGI selaku dosen penguji juga inspirator yang turut memberikan bimbingan, petunjuk, masukan juga dukungan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. 6. Kepada seluruh dosen pengajar yang telah mendidik dan mengasuh juga yang telah mengantarkan penulis kepada tahap terakhir yaitu penulisan ini. 7. Teristimewa untuk keluarga besar, terutama ibu dan bapak tersayang yang tiada hentinya memberikan dukungan luar biasanya untuk segala hal, luar dan dalam. 8. Sahabatku dan saudaraku yang terlibat terimakasih untuk segalanya, bantuannya, kekuatan, kebersamaan, doa, teguran dan kebahagiaan dalam masa perjuangan ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan baik moral maupun spiritual selama proses penyelesaian skripsi ini. Semoga segala amal kebaikan dan kerelaannya serta keikhlasan membantu dalam proses pembelajaran dan penulisan skripsi ini akan mendapatkan balasan baik yang manis dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Segala kritik dan saran dari pembaca dan masyarakat yang sifatnya membangun, diterima v

6 dengan senang hati, demi kesempurnaan dan kemajuan bersama. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi. Denpasar, Februari 2014 Penulis vi

7 KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN BERDASARKAN MOTIVASI PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA Abstrak Pasien yang dirawat di klinik Ortodonsia oleh mahasiswa koas kedokteran gigi umumnya memiliki perbedaan motivasi atau kebutuhan untuk melakukan perawatan. Motivasi pasien yang melakukan perawatan tersebut akan berhubungan dengan perilaku pasien dalam melakukan perawatan ortodontik lepasan. Perilaku yang baik dan kooperatif dari pasien merupakan salah satu hal yang akan mempengaruhi keberhasilan dari suatu perawatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi serta perilaku pasien dalam melakukan perawatan ortodontik lepasan serta keberhasilan perawatannya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang diberikan dalam bentuk kuesioner terbuka kepada 30 orang yang merupakan pasien yang terdaftar di klinik Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati yang sudah menggunakan alat ortodontik lepasan lebih dari 5 bulan dan kemudian dilakukan analisis dokumen pasien untuk mengetahui keberhasilannya. Keberhasilan perawatan akan dinilai berdasarkan kemajuan perawatan yang terjadi selama 5 bulan atau lebih yang dibagi menjadi berhasil dan tidak berhasil. Pasien di klinik Ortodonsia memiliki berbagai latar belakang, dikategorikan menjadi orang yang menjadi pasien karena keinginan sendiri, ditawarkan oleh mahasiswa koas, dan menjadi pasien karena jasa pencarian pasien. Hasil yang diperoleh adalah di klinik Ortodonsia kebanyakan pasien yang melakukan perawatan merupakan pasien yang ditawarkan oleh mahasiswa koas untuk menjadi pasiennya yang umumnya pasien tidak memiliki motivasi kuat dari dalam dirinya untuk melakukan perawatan. Berdasarkan prosentase, pasien dari jasa pencarian pasien memiliki keberhasilan perawatan mencapai 100% dibandingkan dengan kategori pasien keinginan sendiri dan ditawarkan menjadi pasien oleh mahasiswa koas. Kata Kunci: Motivasi, Perilaku, dan Keberhasilan Perawatan vii

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Hal i ii iii iv vii viii x xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Domain Perilaku Teori Perubahan Perilaku Proses Perubahan Perilaku B. Motivasi Macam Motivasi Fungsi Motivasi Bentuk dan Cara Menumbuhkan Motivasi C. Ortodonsia Tujuan Perawatan Ortodontik Piranti Ortodontik Lepasan D. Kerangka Konsep viii

9 BAB III HIPOTESIS BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Identifikasi Variabel C. Definisi Operasional D. Subyek Penelitian E. Instrumen Penelitian F. Waktu dan Lokasi Penelitian G. Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden B. Analisis Variabel 1. Motivasi Pasien Datang ke Klinik Ortodonsia Perilaku Pasien dalam Melakukan Perawatan Keberhasilan Perawatan Hubungan Motivasi Pasien dan Keberhasilan Perawatan BAB VI PEMBAHASAN BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN xii ix

10 DAFTAR TABEL Hal Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan Tabel 5.2 Distribusi mengenai relasi responden dengan mahasiswa koas diluar perawatan Tabel 5.3 Distribusi mengenai alasan pasien dirawat mahasiswa koas Tabel 5.4 Distribusi mengenai hubungan responden dan mahasiswa koas terhadap motivasi dalam melakukan perawatan Tabel 5.5 Distribusi mengenai prosentase perilaku pasien dalam melakukan kunjungan/kontrol di klinik Ortodonsia Tabel 5.6 Distribusi mengenai prosentase perilaku pasien dalam menggunakan alat dirumah Tabel 5.7 Distribusi mengenai jumlah responden yang berhasil dirawat Tabel 5.8 Distribusi mengenai alasan, motivasi, dan perilaku terhadap keberhasil perawatan x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka konsep Gambar 2 Rumus perhitungan prosentase karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin dan pekerjaan Gambar 3 Rumus perhitungan prosentase distribusi mengenai alasan, motivasi dan perilaku terhadap keberhasilan perawatan Gambar 4 Wawancara Responden Gambar 5 Telaah kartu status dan kartu kontrol xi

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, tuntutan kebutuhan akan perawatan ortodontik semakin meningkat. Kepopuleran ortodontik di tengah masyarakat membuat perawatan ortodontik tidak lagi hanya sebagai solusi dalam memperbaiki posisi susunan gigi geligi namun juga sebagai salah satu upaya seseorang untuk terlihat menarik. Sebaliknya, pada beberapa orang yang sebenarnya membutuhkan perawatan tetapi tidak tertarik untuk dirawat karena merasa perawatan ortodontik bukan merupakan kebutuhannya, disisi lain ada orang mau dirawat tetapi tidak mempunyai cukup biaya untuk melakukan perawatan ortodontik (Maulani 2009). Berbeda dengan mahasiswa koas kedokteran yang tidak perlu direpotkan dengan mencari pasien karena pada umumnya setiap hari Rumah Sakit memiliki banyak pasien yang ingin berobat, mahasiswa koas kedokteran gigi dalam masa pendidikannya harus mencari pasien yang sesuai dengan target untuk dilakukan perawatan. Menurut survei sederhana yang dilakukan pada beberapa orang di lingkungan Universitas Mahasaswati, mereka tidak bersedia menjadi pasien disebabkan karena ketakutan terjadinya malpraktek mengingat yang melakukan tindakan perawatan adalah mahasiswa yang masih belajar. Pasien yang bersedia melakukan perawatan ortodontik lepasan memiliki motivasi yang berbeda. Hasil perawatan yang baik didapatkan dari proses yang baik. Konsepnya, seseorang akan terdorong untuk melakukan hal yang di 1

13 2 harapkan apabila orang tersebut merasa ada suatu kebutuhan dan ingin memenuhi kebutuhannya. Mahasiswa koas kedokteran gigi yang ingin berhasil dalam melakukan perawatan ortodontik harus mampu mengatasi perilaku pasien yang datang dengan motivasinya masing-masing. Dalam proses mengatasi perilaku pasien maka harus mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan dari pasien, setelah itu baru kemudian mempersiapkan hal yang dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). Perlu diperhatikan adalah mengenai motivasi pasien dalam melakukan perawatan. Pasien yang berada di klinik Ortodonsia terdiri dari berbagai latar belakang, ada yang merupakan teman atau kerabat mahasiswa koas, teman atau kerabat dari temannya mahasiswa koas, atau bahkan orang lain yang didapatkan dari jasa pencarian pasien. Orang yang di dapatkan dari jasa pencarian pasien umumnya menjadi pasien karena adanya dasar kebutuhan ekonomi, mereka bersedia menjadi pasien dengan syarat imbalan tertentu. Motivasi berbeda ditemui pada pasien yang dirawat karena kemauan sendiri, mereka cenderung termotivasi karena sadar akan kebutuhan perawatan ortodontik itu penting untuk dirinya, sedangkan kerabat atau teman dari mahasiswa koas kedokteran gigi bersedia menjadi pasien karena faktor kekeluargaan yang diperkuat oleh kesadaran akan kebutuhan perawatan ortodontik. Pasien yang memiliki motivasi yang berbedabeda dalam menggunakan piranti ortodontik lepasan akan mempengaruhi perilaku pasien dalam pelaksanaan perawatan ortodontik yang juga akan berefek pada perkembangan dari perawatan ortodontik lepasan tersebut. Berbagai tantangan yang di hadapi mahasiswa koas kedokteran gigi untuk memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan harapan pasien dalam

14 3 melakukan perawatan ortodontik lepasan tersebut memiliki tingkat kesulitan yang berbeda berdasarkan latar belakang keinginan pasien tersebut. Uraian di atas mengawali terlaksananya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari berbagai motivasi pasien terhadap perilaku dalam melakukan perawatan ortodontik lepasan dan potensinya dalam mempengaruhi keberhasilan perawatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka suatu masalah yang timbul adalah Apa motivasi dan perilaku pasien serta bagaimana keberhasilan perawatan ortodontik lepasan yang ada di klinik Ortodonsia? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi dan perilaku perilaku serta keberhasilan paerawatan dalam menjalani perawatan di klinik Ortodonsia. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan berupa : 1. Bagi Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Ortodonsia a. Masukkan mengenai manajemen pasien berdasarkan motivasi pasien dalam melakukan perawatan ortodontik lepasan di klinik Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati. b. Masukkan tentang bagaimana meningkatkan mutu pelayanan dalam melakukan perawatan ortodontik sehingga di harapkan mampu untuk menyelesaikan target kasus dengan hasil yang baik.

15 4 2. Bagi Peneliti a. Meningkatkan kemampuan akademik dalam melakukan penelitian kesehatan dan menuangkannya dalam sebuah karya tulis ilmiah. b. Mempersiapkan diri sebagai mahasiswa koas kedokteran gigi dalam memanajemen pasien di klinik Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Masaraswati Denpasar. c. Menambah kepustakaan dalam bidang manajemen kedokteran gigi dan menjadi acuan untuk diteliti lebih lanjut.

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya. Wujudnya bisa berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku manusia cenderung bersifat menyeluruh dan pada dasarnya terdiri atas sudut pandang psikologi, fisiologi, dan sosial. Kenyataannya, ketiga sudut pandang ini sulit dibedakan pengaruh dan peranannya terhadap pembentukan perilaku manusia (Notoatmodjo dkk cit. Budiharto 2008). Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku manusia mencakup dua komponen, yaitu sikap atau mental dan tingkah laku. Sikap atau mental merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia. Mental diartikan sebagai reaksi manusia terhadap sesuatu keadaan atau peristiwa, sedangkan tingkah laku merupakan perbuatan tertentu dari manusia sebagai reaksi terhadap keadaan atau situasi yang dihadapi. Perbuatan tertentu ini dapat bersifat positif dapat pula negatif. Menggambaran sikap pasien yang ada di klinik, perlu pula ditekankan bahwa sikap seseorang dalam merespon atau menanggapi suatu perawatan yang akan dilakukan, selain dipengaruhi oleh masalah gigi geligi yang dimilikinya, juga dipengaruhi lingkungan ataupun kebutuhan umum lainnya (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). Perilaku seseorang dipengaruhi atau dibentuk dari faktor-faktor yang ada dalam diri manusia atau unsur kejiwaan. Perlu diingat bahwa faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan serta dalam mengembangkan 5

17 6 perilaku. Lingkungan sosial atau budaya mempunyai pengaruh dominan terhadap pembentukkan perilaku. Termasuk dalam lingkungan sosial atau budaya adalah sosial ekonomi, sarana dan prasarana sosial, pendidikan, tradisi, kepercayaan, dan agama (Budiharto 2008). Perubahan perilaku yang terjadi dalam diri seseorang akan dimulai dengan terbentuknya persepsi yang artinya pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera, seseorang yang bersedia menjadi pasien mahasiswa koas mempunyai persepsi yang berbeda walaupun akan melakukan perawatan yang sama. Terbentuknya sebuah persepsi positif akan memberikan sebuah motivasi untuk bertindak mencapai suatu tujuan yang salah satunya dapat terwujud dalam bentuk perilaku baik. Selanjutnya, akan terbentuklah sebuah aspek psikologi yang mempengaruhi emosi seseorang dan berhubungan erat dengan keadaan jasmani yang pada hakikatnya emosi dari seseorang merupakan faktor bawaan (Notoatmodjo 2007). 1. Domain Perilaku Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus dari luar, namun dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor lain dari orang yang bersangkutan. Artinya, meski diberikan stimulus yang sama setiap orang akan memberikan respon yang berbeda. Faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan jenis kelamin. Sedangkan, faktor eksternal

18 7 berhubungan dengan lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Perilaku pasien dalam melakukan perawatan ortodontik adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Perilaku seseorang sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) membagi perilaku manusia dan kemudian dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan. Menurut Bloom, seorang individu akan memulai sesuatu dari sebuah bentuk hasil dari tahu yang disebut dengan pengetahuan, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan. Proses pertama yang dirasakan adalah seseorang sadar akan adanya stimulus, dan akan muncul rasa tertarik pada stimulus. Ketertarikan akan stimulus yang ada akan memancing orang tersebut untuk mempertimbangkan baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Selanjutnya, responden akan

19 8 mencoba perilaku yang baru, dan kemudian subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan yang didapat, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Kemudian, seseorang yang sudah mulai memiliki pengetahuan akan suatu hal akan memberikan suatu sikap terhadap hal tersebut. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam bersikap terhadap suatu perawatan ortodontik yang umumnya merupakan hal yang baru bagi orang biasa yang bersedia dirawat oleh mahasiswa koas, seseorang akan mengalami berbagai tingkatan. Dimulai dari sikap menerima stimulus yang diartikan bahwa seseorang akan mulai bersedia dan memperhatikan penawaran perawatan ortodontik yang ditawarkan. Diterimanya stimulus yang diberikan maka membuat seseorang akan mulai memberikan respon, memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan apa yang sudah diberikan adalah suatu indikasi dari seseorang telah merespon baik perawatan yang akan dilakukan. Tingkatan selanjutnya orang akan mulai menghargai dan merasa nyaman mendiskusikan masalah gigi geliginya secara terbuka dengan mahasiswa koas merupakan suatu indikasi sikap ketiga. Kemudian orang tersebut akan mulai bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko yang dihadapi merupakan sikap yang paling tinggi yang paling diharapkan oleh mahasiswa koas kedokteran gigi dalam menangani pasien yang sedang dirawatnya. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga

20 9 diperlukan faktor dukungan dari pihak lain. Praktik dalam pilihan melakukan perawatan ortodontik lepasan dimulai dengan terbentuknya persepsi mengenal segala hal yang berhubungan dengan tindakan ortodontik yang akan dilakukan dan akan menentukan pilihannya untuk melakukan perawatan ortodontik. Kemudian akan terjadi sebuah respon yang membuat orang tersebut akan melakukan instruksi yang telah diberikan oleh mahasiswa koas dalam pemakaian alat ortodontik lepasan sesuai dengan ketentuan yang benar dan sesuai dengan contoh yang telah diberikan. Seseorang yang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka orang tersebut sudah masuk kedalam sebuah mekanisme perawatan yang tepat dan akan memperbesar keberhasilan perawatan ortodontik. Terakhir, orang tersebut akan mengadaptasi suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut. 2. Teori Perubahan Perilaku Hal terpenting dalam sebuah perilaku adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku yang merupakan suatu tujuan dalam pencapaian suatu target yang telah ditentukan. Menurut Notoatmodjo (2007) banyak teori tentang perubahan perilaku, antara lain: a. Teori Stimulus Organisme Teori ini didasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas stimulus yang berkomunikasi dengan organisme. Mahasiswa koas yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik untuk meyakinkan pasien melakukan perawatan akan

21 10 menjadikan mahasiswa koas terlihat berkualitas dan dapat dipercaya di mata pasien. Kualitas dari sumber komunikasi yang dihasilkan oleh mahasiswa koas kepada pasien akan berperan penting dalam menentukan keberhasilan perubahan perilaku pasien yang ditanganinya dengan memberikan informasi yang lengkap tentang cara penggunaan alat ortodontik lepasan. Menurut Hosland dkk. (1953) perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada seorang individu yang dimulai dengan diterima atau ditolaknya stimulus yang diberikan kepada seseorang. Stimulus akan ditolak apabila stimulus tersebut tidak efektif mempengaruhi pasien. Stimulus akan diterima oleh individu apabila ada perhatian dari individu tersebut dan itu berarti stimulus yang diberikan efektif. Stimulus yang telah mendapatkan perhatian dari individu akan diolah sehingga individu tersebut menjadi pasien mahasiswa koas demi mencapai stimulus yang telah diterimanya. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut berefek pada perubahan perilaku. Teori Stimulus Organisme mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus sebelumnya. Stimulus yang dapat melebihi stimulus sebelumnya ini berarti harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme faktor reinforcement memegang peranan penting. Reinforcement adalah peristiwa khusus bagi perilaku yang diikuti dengan konsekuensi yang akan memperkuat perilaku tersebut.

22 11 b. Dissonance Theory Teori dissonance (cognitive dissonance theory) diajukan oleh Festinger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Keadaan cognitive dissonance merupakan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila sudah terjadi keseimbangan di dalam diri individu, maka berarti sudah terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan). Ketidakseimbangan terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Elemen kognisi meliputi pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Seseorang yang menghadapi suatu stimulus berupa tawaran untuk dilakukan perawatan ortodontik yang hampir sama dengan yang dilakukan dokter gigi, namun stimulus yang diberikan bertentangan dengan keyakinan orang tersebut mengenai perawatan yang dilakukan oleh mahasiswa koas yang bukan merupakan tenaga professional, maka terjadilah ketidakseimbangan di dalam dirinya. Pertentangan yang ada di dalam diri akan menimbulkan konflik pada individu itu sendiri. Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara kognitif. Penyesuaian diri ini maka menjadikan persepsi individu seimbang kembali. Keberhasilan yang ditunjukkan dengan tercapainya keseimbangan kembali menunjukkan adanya perubahan sikap orang tersebut seperti mulai menerima perawatan, dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku seperti menjadi kooperatif dan aktif.

23 12 c. Teori Fungsi Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung pada kebutuhan dari individu tersebut. Stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat di mengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Tawaran untuk melakukan perawatan ortodontik kepada seseorang yang sebelumnya tidak tertarik melakukan perawatan ortodontik, apabila diberikan suatu stimulus sederhana yang mampu di terima oleh orang tersebut maka akan membuatnya merasa membutuhkan perawatan ortodontik. Teori fungsi berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar dari individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan berdasarkan kebutuhannya. Dalam kehidupan manusia perilaku itu tampak terus-menerus berubah secara relatif. d. Teori Kurt Lewin Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang, yaitu apabila kekuatan pendorong meningkat, ini terjadi karena adanya stimulus yang mendorong terjadinya perubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Apabila, Kekuatan penahan menurun, ini terjadi karena adanya suatu stimulus yang membuat lemah kekuatan penahan tersebut. Dan yang terakhir apabila, kekuatan pendorong

24 13 meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini akan terjadi perubahan perilaku. 3. Proses Perubahan Perilaku Mengubah perilaku seseorang sangat diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus karena untuk mengubah tingkah laku selalu melibatkan proses perubahan mental. Berdasarkan paham yang dicetuskan oleh Roger yang dikutip dari Azwar (1983), seseorang akan menganut perilaku yang baru, harus melalui beberapa tingkatan yaitu tingkat kesadaran, tingkat perhatian, tingkat evaluasi, tingkat percobaan, dan tingkat adopsi. Tingkat kesadaran, untuk mencapai tahap ini seseorang perlu mengetahui terlebih dahulu tentang sesuatu hal sebelum berbuat sesuatu untuk hal tersebut. Pada tingkat ini seseorang baru menyadari akan adanya suatu gagasan yang baru. Tingkat perhatian akan mulai terjadi setelah seseorang sadar akan keinginan untuk mengetahui gagasan itu, bagaimana gagasan tersebut untuk kebutuhannya, dan adakah keuntungan bila gagasan tersebut diterima untuk dirinya secara pribadi maupun untuk keluarganya Dalam tingkat ini diperlukan data dan informasi yang lebih lengkap sehingga orang tersebut akan mencari informasi lebih lanjut tentang gagasan lebih lanjut. Kemudian seseorang akan ada dalam tingkat evaluasi apabila ia merasakan bahwa gagasan itu baik, orang tersebut akan mempertimbangkan dengan baik keuntungan dan kerugian dipandang dari beberapa hal, serta bagaimana kesan atau pandangan orang terhadap tindakan tersebut. Seseorang memerlukan dukungan moril dari orang lain yang lebih berpengalaman serta perlu contoh nyata untuk mencapai tingkat selanjutnya. Setelah melalui tingkat evaluasi

25 14 seseorang akan mencoba gagasan baru tersebut, tingkat ini disebut tingkat percobaan. Dalam tingkat percobaan diperlukan informasi berupa pengalaman positif dan adanya komunikasi yang baik antar personal. Pengalaman yang cukup menyenangkan pada tingkat percobaan, akan membuat seseorang menerima gagasan tersebut, diterimanya gagasan oleh seseorang disebut sebagai tingkat adopsi. Pemberian motivasi yang teratur diperlukan agar seseorang dapat memperkuat keyakinan.untuk menerima gagasan yang diberikan (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002) Dalam proses perubahan perilaku, setiap individu di dalam masyarakat mempunyai perbedaan kecepatan untuk mencapai tingkat yang satu dengan tingkat yang di atasnya, sampai tingkat adopsi, tetapi ada yang tidak pernah mencapai tingkat adopsi atau dengan kata lain gagasan yang pernah di terima ditolak karena tidak sesuai dengan dirinya. Faktor lingkungan merupakan penunjang keberhasilan dari gagasan tersebut (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). B. Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan. Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu direspon (Notoatmodjo 2007). Motivasi berarti dorongan atau daya penggerak yang ada dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan atau aktifitas. Didalam konsep manajemen atau konsep perilaku kata motivasi didefinisikan sebagai suatu upaya untuk memunculkan dari dalam semangat orang lain agar

26 15 mau bekerja keras guna mencapai tujuan organisasi melalui pemberian atau penyediaan pemuasan (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). 1. Macam Motivasi a. Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah sebuah motivasi yang timbul dari dalam diri seorang individu, yaitu semacam dorongan yang bersumber di dalam diri tanpa harus menunggu adanya rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik merupakan suatu stimulus yang bersifat konstan dan tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungan luar. Para ahli berpendapat bahwa motivasi intrinsik akan sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Sebagian orang berpendapat bahwa motivasi intrinsik identik dengan panggilan jiwa. Panggilan jiwa adalah dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang dan akan menjadi bagian dari dirinya. Motivasi intrinsik dapat dibangun dari motivasi ekstrinsik, artinya menumbuhkan motivasi di dalam diri seseorang dengan cara memberikan informasi atau usaha yang berulang-ulang, dirangsang, diawasi dan diarahkan. b. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh adanya stimulus dari luar. Rangsangan tersebut bisa dimanisfestasikan bermacammacam sesuai dengan karakter, pendidikan, latar belakang orang yang bersangkutan. Kelemahan dari motivasi ini adalah harus senantiasa didukung oleh lingkungan, fasilitas, orang yang mengawasi, sebab kesadaran dari dalam diri individu belum tumbuh (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002).

27 16 2. Fungsi Motivasi Dalam melakukan sesuatu hal seseorang harus memikirkan cara untuk menciptakan kondisi agar yang diinginkan tercapai. Untuk dapat melakukan hal tersebut dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik, memberikan motivasi kepada seseorang berarti menggerakkannya agar ingin melakukan sesuatu yang di kehendaki. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila dirasakan ada suatu kebutuhan dan ingin memenuhi kebutuhannya. Seseorang yang ingin berhasil mengubah perilaku target, maka harus dicari terlebih dahulu apa kebutuhannya, baru kemudian mempersiapkan materi apa yang dapat diberikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan itu timbul karena adanya keadaan yang tidak seimbang atau tidak serasi yang menuntut suatu kepuasan, apabila kebutuhannya sudah terpenuhi biasanya aktivitas akan berkurang. Sesuai dengan dinamika kehidupan manusia, maka akan timbul kebutuhan lain lagi (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). Motivasi akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pencapaian suatu target. Menurut Herijulianti dkk. (2002) fungsi motivasi dalam pencapaian suatu target adalah untuk mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu, sehingga menyebabkan seseorang tergerak di setiap kegiatan yang akan di kerjakan. Kemudian motivasi untuk menentukan arah perbuatan kearah tujuan yang hendak dicapai, sehingga seseorang akan menyeleksi perbuatannya, yakni menentukan perbuatan apa yang harus di kerjakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan perbuatan apa yang dapat menghambatnya untuk mencapai tujuan tersebut.

28 17 3. Bentuk dan Cara untuk Menumbuhkan Motivasi Menumbuhkan motivasi secara ekstrinsik harus meminimalisir kesalahan karena akan merugikan bagi orang lain. Herijulianti, Indriani dan Artini (2002) memberikan berbagai contoh cara untuk menumbuhkan motivasi, yang pertama dengan pemberian hadiah yang dapat menumbuhkan keinginan seseorang untuk mempertahankan sikap kooperatifnya. Kedua, meningkatkan kualitas dalam melakukan perawatan terhadap pasien. Ketiga, Ego involvement, menumbuhkan kesadaran bagi pasien agar melaksanakan pentingnya bertanggungjawab dan membuatnya menerima tanggungjawab tersebut sebagai tantangan untuk bekerjasama untuk hasil yang lebih baik. Keempat, memberikan pujian, merupakan reinforcement positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Kelima, memberikan teguran untuk pasien, merupakan reinforcement negatif tetapi jika dilakukan secara cepat dan bijaksana, merupakan motivasi yang baik. Keenam, meningkatkan keinginan pasien untuk mau bekerjasama, berarti mahasiswa koas menciptakan secara sengaja sebuah unsure agar pasien mau diajak belajar bersama, hal ini akan lebih baik. Dan yang terakhir dengan meningkatkan minat pasien, merupakan alat komunikasi yang tepat. Motivasi dari seseorang akan didasari oleh kebutuhan yang ada pada setiap individu. Dikutip oleh Notoatmodjo (2007) sebuah teori motivasi Eltom Mayo ( ) yang dikembangkan oleh Maslow (1943) seorang ahli psikologi membedakan kebutuhan manusia berdasarkan kebutuhan materil (biologis) dan kebutuhan non-materil (psikologis). Maslow mengembangkan teorinya setelah ia mempelajari kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat.

29 18 Dalam teori Maslow menyatakan bahwa manusia adalah suatu makhluk sosial yang memiliki keinginan, dan keinginan ini menimbulkan kebutuhan yang perlu dipenuhi. Kebutuhan ini bersifat terus-menerus, dan selalu meningkat. Kebutuhan yang telah terpenuhi, mempunyai pengaruh untuk menimbulkan keinginan lain dan yang lebih meningkat. Kebutuhan yang meningkat itu menunjukkan urutan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam suatu waktu tertentu. Satu motif yang lebih tinggi tidak akan dapat mempengaruhi tindakan seseorang, sebelum kebutuhan dasar terpenuhi. Dengan kata lain, motif yang bersifat psikologis tidak akan mempengaruhi perbuatan seseorang, sebelum kebutuhan biologisnya terpenuhi. Kebutuhan satu dan kebutuhan yang lain saling berkaitan, namun keterkaitan tersebut terkadang tidak terlalu dominan. Tantangan nyata yang dihadapi oleh mahasiswa koas adalah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pasien dengan motif perawatan ortodontik yang berbedabeda sehingga dapat membuat pasien merasa nyaman dalam melakukan perawatan gigi-geliginya dan dapat menjadikan pasien tersebut kooperatif, yang pada akhirnya akan memberikan efek pada kemajuan dari perawatan yang dilakukan. Kepercayaan, royalitas, dan pemahaman mendalam tentang setiap kebutuhan antara pasien dan mahasiswa koas merupakan kunci awal keberhasilan pencapaian target kedua belah pihak. C. Ortodonsia Ortodonsia adalah istilah yang sudah di Indonesiakan untuk kata Orthodontics. Ortho berasal dari bahasa Yunani yang artinya lurus atau benar, sedangkan donsi artinya gigi (Maulani 2009). Menurut The British Society of Orthodontics (1922 cit. Sulandjari 2008) ortodonsia adalah ilmu yang

30 19 mempelajari pertumbuhan dan perkembangan rahang, muka dan tubuh pada umumnya yang dapat mempengaruhi kedudukan gigi. Ortodontik juga mempelajari adanya aksi dan reaksi dari pengaruh luar maupun pengaruh dalam terhadap perkembangan, serta pencegahan dan perawatan terhadap perkembangan yang mengalami gangguan atau hambatan dan pengaruh jelek. Pertumbuhkembangan adalah proses kimia fisik yang berhubungan dengan bertumbuh besarnya suatu organisme. Dalam suatu proses pertumbuhkembangan menunjukkan suatu perubahan berupa peningkatan ukuran yang terdiri dari histologi, morfologi, fungsional, dan maturasi dari perubahan tersebut. Dalam perkembangan oklusi sejak lahir sampai dewasa terjadi perubahan yang bermakna. Para klinisi perlu mengenal dan mengerti perubahan yang terjadi perubahan oklusi yang terjadi pada lingkup normal ataupun kelainan yang terjadi. Karena itu, pertumbuhkembangan gigi dan mulut perlu dipelajari karena maloklusi bukan merupakan suatu penyakit tetapi suatu penyimpangan pertumbuhkembangan (Salzmann 1974). Menurut Salzman (1974) maloklusi berhubungan dengan susunan gigi geligi dalam lengkung gigi, hubungan antar lengkung dengan dasar kranium yang mengalami penyimpangan dari konsep dasar oklusi normal manusia. Oklusi normal adalah suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang sama dan rahang yang berlawanan, apabila gigi geligi dikontakkan dan kondilus berada dalam fosaglenoidea. Diagnosis terjadinya maloklusi harus memperhatikan hubungan antara kronologi, fisiologi, usia gigi, jenis kelamin, etnik, serta keadaan umum dari individu tersebut. Berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan

31 20 suatu diagnosis dan rencana perawatan ortodontik yang harus mendasar dan terperinci. Pertama, kenali berbagai karakter maloklusi dan deformitas dentofasial. Kedua, tentukan sifat dari permasalahan yang terjadi termasuk etiologinya. Dan yang ketiga, desain strategi perawatan berdasarkan kebutuhan dari setiap individu (Salzmann 1974, Graber dan Swain cit Proffit dan Ackerman 1985). Salah satu faktor yang mempengaruhi lama perawatan ortodontik adalah tipe maloklusi. Tipe maloklusi tersebut dapat diukur dengan beberapa Indeks Maloklusi yang ada, diantaranya yang paling populer karena keadaan maloklusi dapat dilihat secara langsung adalah menggunakan klasifikasi Angle. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan hubungan anteroposterior lengkung gigi geligi rahang atas dan rahang bawah (hubungan gigi molar pertama). Fungsi dari klasifikasi maloklusi ini adalah untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan (Salzmann 1974, Graber dan Swain 1985). 1. Tujuan Perawatan Ortodontik Menurut Sulandjari (2008) tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mencegah terjadinya keadaan abnormal dari bentuk muka yang disebabkan oleh kelainan rahang dan gigi. Perawatan ortodontik juga memiliki berbagai alasan lain, seperti mempertinggi fungsi pengunyahan yang baik dan benar. Dapat juga untuk meningkatkan daya tahan gigi terhadap terjadinya karies karena akan mengkoreksi gigi berdesakan yang rentan terjadinya impaksi makanan. Menghindarkan terjadinya kerusakan gigi terhadap penyakit periodontal. Memperbaiki cara bicara yang tidak benar. Perawatan ortodontik yang dilakukan sejak dini berguna untuk mencegah adanya perawatan ortodontik yang kompleks pada usia lebih lanjut. Memperbaiki persendian

32 21 temporomandibuler yang abnormal yang berhubungan dengan fungsi kunyah. Memperbaiki cara pernafasan yang abnormal dari segi perkembangan gigi. Serta dapat menimbulkan rasa percaya diri yang besar pada seseorang yang melakukan perawatan. 2. Piranti Ortodontik Lepasan Piranti ortodontik lepasan merupakan suatu alat yang didesain agar dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh penderita sehingga mudah dibersihkan. Sarana ini membawa keuntungan tertentu tetapi juga ada kekurangannya. Tipe piranti ini mempunyai kegunaan yang terbatas, yang perlu dipertimbangkan dengan cermat sewaktu merencanakan perawatan (Foster 1997). a. Keuntungan dan Kekurangan Piranti Lepasan Keuntungan utama dari piranti ortodontik bila dibandingkan dengan sistem piranti cekat, yaitu piranti ini bisa dilepas oleh pasien sehingga memudahkan pasien untuk menjaga kebersihan alatnya. Gigi geligi dan struktur rongga mulut juga bisa dipertahankan kebersihannya dan kesehatannya selama terapi. Adapun keuntungan lain yang bisa didapatkan dari piranti ortodontik lepasan, pertama, konstruksi pesawat lepasan sebagian besar dilakukan di laboratorium, dan hanya membutuhkan sedikit waktu di klinik. Kedua, maloklusi yang memerlukan pergerakan tipping hasilnya akan cukup baik. Ketiga, dapat menggerakkan beberapa gigi terutama pergerakan tipping dan mengurangi tumpang gigit. Keempat, pengontrolan lebih mudah. Kelima, piranti ortodontik lepasan relatif lebih murah dibandingkan dengan piranti cekat. Enam, pasien lebih

33 22 mudah mengatur kebersihan mulutnya. Apabila terjadi kerusakan pada saat pemakaian alat, pasien dapat melepaskan alat sendiri dan membawanya ke dokter gigi yang melakukan perawatan ortodontik (Foster 1997, Syahrul dkk. 2012). Seperti piranti ortodontik lainnya, piranti lepasan juga memiliki kekurangan. Piranti lepasan hanya bisa memberikan tipe pergerakan gigi yang terbatas. Gerak utama yang bisa diperoleh dengan tipe piranti ini adalah gerakan tipping. Gerak bodily atau gerak torquing apikal sulit diperoleh, atau bahkan tidak mungkin diperoleh dengan menggunakan piranti ini. Selanjutnya, penjangkaran dalam pergerakan gigi kadang sulit dilakukan, karena gigi penjangkaran dengan menggunakan piranti ini tidak bisa dicegah untuk tidak bergeser miring. Gigi penjangkar yang digunakan pada piranti lepasan biasanya diberikan tegangan yang lebih kecil daripada piranti cekat. Retensi dari piranti lepasan juga lebih sulit dibanding dengan piranti cekat. Dibutuhkan derajat kerja sama yang tinggi dan keterampilan yang dituntut dari pihak pasien untuk dapat memasang dan melepas serta membersihkan alat dengan jeda yang teratur sesuai dengan instruksi yang telah diberikan oleh operator (Foster 1997). b. Komponen Piranti Ortodontik Lepasan Menurut Foster (1999) piranti lepasan terdiri dari komponen aktif, komponen retensi dan komponen penjangkaran. Komponen tersebut dihubungkan oleh rangka penghubung yang biasanya terbuat dari bahan resin akrilik.

34 23 1) Komponen Aktif Komponen aktif merupakan alat untuk meneruskan tekanan pada piranti ortodontik lepasan untuk memperoleh pergerakan gigi yang diharapkan. Tekanan yang timbul pada komponen aktif diperoleh dari pegas, elastik band, atau dengan aksi welding terkontrol dari sekrup (Adams 1991). Menurut Adams (1991) pegas biasanya terbuat dari kawat tahan karat. Kawat logam yang memiliki derajat elasitas tinggi dan kombinasi panjang dan ketebalan yang tepat akan mendapatkan derajat tekanan dan aksi dari pegas yang optimal. Bass dan Stevens (1970 cit. Foster 1993) telah meneliti beberapa sifat pegas. Pertama, Arah koil tidak banyak menimbulkan perbedaan dalam keefektifan pegas. Kedua, penambahan panjang kawat melalui pembuatan koil akan menambah kelenturan pegas. Ketiga, koil ganda memberikan penambahan panjang yang lebih besar dari kelenturan pada pegas. Elastik biasanya berupa latek, rubber band dan plastic spring, yang diregangkan dan digunakan sebagai penghasil tekanan pada piranti ortodontik lepasan. Elastik lebih jarang digunakan pada piranti lepasan daripada pegas karena cendurung naik ke atas gigi dan merusak jaringan gingiva, namun elastik dapat memberikan komponen tekanan pada situasi tertentu. Kerjasama dari pihak pasien berperan penting, karena elastik perlu diganti lebih sering dan harus dipasang dengan benar untuk menghindari trauma gingiva (Adams 1991, Foster 1993).

35 24 Sekrup dari berbagai tipe dapat digunakan untuk menghasilkan tekanan berkesinambungan pada piranti ortodontik lepasan. Sekrup mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dikendalikan oleh pasien daripada pegas. Sekrup dapat diputar oleh pasien maupun orang lain dengan jeda tertentu. Kelebihan lain dari sekrup adalah karena menghasilkan piranti lepasan yang lebih stabil untuk menggerakkan beberapa gigi berdekatan ke arah yang sama (Foster 1993). 2) Komponen Retensi Peranti lepasan membutuhkan retensi atau stabilitas yang baik dengan menggunakan cengkeram. Retensi yang kurang baik menyebabkan peranti mudah lepas, pasien sukar memasang peranti sehingga peranti jarang dipakai. Pada gigi premolar dan insisif dapat menggunakan cengkeram Adam yang dimodisikasi sehingga diperoleh retensi yang cukup (Sulandjari 2008, Rahardjo 2009, Foster 1993). 3) Komponen Penjangkaran Pada piranti ortodontik lepasan, penjangkaran diperoleh dari daerah yang melawan tekanan yang dihasilkan komponen aktif. Sumber utama penjangkaran intraoral adalah gigi geligi yang tidak digerakkan dibantu oleh komponen retensi, yaitu cangkolan Adam. Penjangkar yang baik harus memperhatikan faktor ukuran dan jumlah gigi penjangkar yang berkaitan dengan tekanan penggerak, serta memperhitungkan jumlah ruang yang tersedia untuk pergerakan gigi (Adams 1991, Foster 1997).

36 25 4) Plat Dasar/Akrilik Plat dasar pada piranti ortodontik lepasan biasanya terbuat dari resin akrilik. Fungsi utamanya adalah untuk basis dari komponen lain dari piranti, dan berguna untuk membantu menambah retensi dan penjangkaran. Plat dasar ini ditahan pada lengkung gigi oleh cengkeram dan berfungsi untuk mendukung komponen membentuk tekanan yang bekerja pada gigi-gigi bila gigi digerakkan. Plat dasar juga berfungsi untuk meneruskan reaksi dari komponen aktif ke gigi-gigi dan jaringan ditahan oleh plat dasar (Foster 1993, Adams 1991).

37 26 D. Kerangka Konsep Pasien di klinik Ortodonsia 1. Keinginan sendiri 2. Ditawarkan untuk menjadi pasien oleh mahasiswa koas 3. Ditawarkan menjadi pasien melalui jasa pencari pasien Motivasi 1. Estetik 2. Membantu mahasiwa koas 3. Adanya imbalan Perilaku 1. Kooperatif 2. Kurang Kooperatif Waktu Keberhasilan Perawatan Gambar 1. Kerangka Konsep

38 BAB III HIPOTESIS Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya. Wujudnya bisa berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku manusia cenderung bersifat menyeluruh, dan pada dasarnya terdiri atas sudut pandang psikologi, fisiologi, dan sosial. Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku manusia mencakup dua komponen, yaitu sikap atau mental dan tingkah laku. Perilaku ini dapat bersifat positif dapat pula negatif tergantung dari situasi yang dihadapi serta lingkungan maupun kondisi saat itu (Notoatmodjo dkk cit. Budiharto 2008, Herijulianti dkk. 2002). Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku tersebut dibagi menjadi Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan jenis kelamin. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Mengubah perilaku individu sangat diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus karena untuk mengubah tingkah laku individu selalu melibatkan proses perubahan mental. Dalam proses perubahan tersebut diatas, 27

39 28 setiap individu di dalam masyarakat mempunyai perbedaan kecepatan untuk mencapai tingkat yang satu dengan tingkat yang di atasnya, tetapi ada juga individu yang tidak pernah menerima suatu gagasan karena tidak sesuai dengan dirinya. Faktor lingkungan merupakan penunjang keberhasilan dari gagasan tersebut (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). Perilaku setiap individu diperngaruhi oleh motivasinya untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi tersebut merupakan sebuah dorongan atau daya penggerak yang ada dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan atau aktifitas tertentu. Motivasi ini diagi menjadi motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seorang individu, yaitu semacam dorongan yang bersumber di dalam diri tanpa harus menunggu rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik merupakan suatu stimulus yang bersifat konstan dan tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungan luar. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh adanya stimulus dari luar. Rangsangan tersebut bisa dimanisfestasikan bermacam-macam sesuai dengan karakter, pendidikan, latar belakang orang yang bersangkutan (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). Motivasi awal pasien yang datang ke klinik Ortodonsia berbeda-beda. Berbagai motivasi tersebut akan mempengaruhi perilaku pasien dalam melakukan perawatan ortodontik. Dalam pelaksanaan perawatan ortodontik, seorang mahasiswa koas kedokteran gigi harus memikirkan cara untuk menciptakan kondisi agar target pasien yang diharapkan dapat tercapai. Melakukan hal tersebut dengan baik dan benar diperlukan proses dan pembentukan motivasi yang baik kepada pasien untuk menggerakkannya agar ingin melakukan sesuatu yang

40 29 dikehendaki. Pasien akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila dirasakan ada suatu kebutuhan dan ingin memenuhi kebutuhannya (Herijulianti, Indriani dan Artini 2002). Seseorang yang bersedia datang ke klinik Ortodonsia sebagai pasien mahasiswa koas memiliki berbagai alasan. Alasan setiap pasien akan mempengaruhi motivasi pasien untuk mau melakukan perawatan Ortodontik. Motivasi yang berbeda akan mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan perawatan tersebut. Salah satu hal yang menjadi masalah adalah keinginan pasien untuk tetap kooperatif dalam melakukan perawatan sampai perawatan dinyatakan selesai, sementara dalam melakukan perawatan ortodontik lepasan akan ditemui berbagai macam kendala seperti tidak nyamannya alat, terganggunya fungsi bicara, alat yang sakit bila dilepas, dan berbagai kendala lain yang mungkin dirasakan pasien baik yang berasal dari alat tersebut maupun yang berasal dari gangguan lain seperti malas untuk menggunakan, sering lupa, dan bahkan berkurangnya motivasi untuk melakukan perawatan. Berdasarkan telaah teori yang telah dikemukakan maka hipotesis yang dapat diajukan adalah perawatan ortodonsia lepasan akan menunjukkan sebuah keberhasilan karena adanya motivasi yang berasal dari keinginan pasien sendiri.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti merupakan suatu disiplin bidang kedokteran gigi yang dapat meningkatkan fungsi serta penampilan mulut dan wajah. Tujuan utama perawatan ortodonti adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang tidak beraturan, irregular, dan protrusi merupakan masalah bagi beberapa individu sejak zaman dahulu dan usaha untuk memperbaiki kelainan ini sudah dimulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. insisal sehingga mendapatkan hubungan oklusi yang baik (Siti-Bahirrah, 2004).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. insisal sehingga mendapatkan hubungan oklusi yang baik (Siti-Bahirrah, 2004). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti adalah salah satu jenis perawatan di bidang kedokteran gigi dengan menghilangkan susunan gigi berjejal, koreksi apikal dan hubungan antar insisal sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan ortodontik akhir- akhir ini semakin meningkat karena semakin banyak pasien yang sadar akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan estetik wajah yang kurang baik (Wong, dkk., 2008). Prevalensi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan estetik wajah yang kurang baik (Wong, dkk., 2008). Prevalensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maloklusi adalah hubungan yang tidak benar antara lengkung di setiap bidang spatial atau posisi gigi yang abnormal (Sumawinata, 2004). Maloklusi dapat mengakibatkan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin

A. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin A. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, perawatan ortodontik semakin dikenal masyarakat, bukan hanya sebagai kebutuhan kesehatan tetapi juga keperluan estetik. Perawatan ortodontik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik. Penampilan fisik terutama dapat dilihat dari penampilan wajah, tidak terlepas dari penampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Ortodontik a. Pengertian Ortodontik Ortodontik berasal dari bahasa Greek yaitu orthos yang berarti baik atau betul dan dontos yang berarti gigi. Jadi ortodonsia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, proses penuaan tidak dapat dihindari. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maloklusi atau kelainan oklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) mengenalkan klasifikasi maloklusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian masyarakat akan estetik khususnya pada gigi di era modern saat ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan nilai estetik

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan oklusi yang baik tanpa rotasi gigi dan diastema (Alawiyah dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan oklusi yang baik tanpa rotasi gigi dan diastema (Alawiyah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan ortodontik merupakan prosedur jangka panjang yang bertujuan mendapatkan oklusi yang baik tanpa rotasi gigi dan diastema (Alawiyah dan Sianita, 2012).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Pertemuan ke 13

BAHAN AJAR Pertemuan ke 13 UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI Jl. Denta No.1 Sekip Utara Yogyakarta BAHAN AJAR Pertemuan ke 13 ASUHAN KEPERAWATAN ORTODONSIA I Semester V/ 1 SKS (1-0) /KKG 5313 Oleh: drg. Christnawati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial. Orang yang berpenampilan menarik mempunyai banyak keuntungan sosial karena penampilan fisiknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. adalah seluruh mahasiswa S1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. adalah seluruh mahasiswa S1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial emosional. Masa remaja dimulai dari kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial emosional. Masa remaja dimulai dari kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik merupakan salah satu hal yang paling penting bagi semua orang, terutama remaja. 1 Masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti karies dan penyakit periodontal, trauma, penyakit yang menyerang pulpa, periradikular, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

(Di Klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember) KARYA TULIS ILMIAH ( SKRIPSI )

(Di Klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember) KARYA TULIS ILMIAH ( SKRIPSI ) ANALISIS DESKRIPTIF TINGKAT KEPUASAN PENDERITA PEMAKAI GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN DENGAN BERBAGAI KONSTRUKSI KLASIFIKASI KENNEDY DITINJAU DARI ASPEK FUNGSI KUNYAH (Di Klinik Prostodonsia Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan gigi dan mulut masih banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

PREVALENSI PREMATURE LOSS GIGI MOLAR DESIDUI PADA PASIEN ORTODONSIA DI RSGMP FKG USU TAHUN

PREVALENSI PREMATURE LOSS GIGI MOLAR DESIDUI PADA PASIEN ORTODONSIA DI RSGMP FKG USU TAHUN PREVALENSI PREMATURE LOSS GIGI MOLAR DESIDUI PADA PASIEN ORTODONSIA DI RSGMP FKG USU TAHUN 2010-2014 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI PIRANTI CEKAT PADA TAHUN DENGAN MENGGUNAKAN PEER ASSESMENT RATING INDEX

EVALUASI KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI PIRANTI CEKAT PADA TAHUN DENGAN MENGGUNAKAN PEER ASSESMENT RATING INDEX EVALUASI KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI PIRANTI CEKAT PADA TAHUN 2006 2011 DENGAN MENGGUNAKAN PEER ASSESMENT RATING INDEX SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLA MAKAN ANTARA REMAJA YANG MENJALANI PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN DAN PERAWATAN ORTODONTIK CEKAT SKRIPSI ILKHANA WINDAH J

PERBEDAAN POLA MAKAN ANTARA REMAJA YANG MENJALANI PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN DAN PERAWATAN ORTODONTIK CEKAT SKRIPSI ILKHANA WINDAH J PERBEDAAN POLA MAKAN ANTARA REMAJA YANG MENJALANI PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN DAN PERAWATAN ORTODONTIK CEKAT SKRIPSI ILKHANA WINDAH J 111 11 288 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI MAKASSAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan seseorang berbuat sesuatu (Purwanto, 1998). Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan seseorang berbuat sesuatu (Purwanto, 1998). Motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang berarti semua penggerak, alasan-alasan, dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti

Lebih terperinci

PERUBAHAN KADAR ph SALIVA SEBELUM DAN SETELAH PEMAKAIAN FIXED ORTHODONTIC SELAMA 24 JAM DAN 7 HARI SKRIPSI

PERUBAHAN KADAR ph SALIVA SEBELUM DAN SETELAH PEMAKAIAN FIXED ORTHODONTIC SELAMA 24 JAM DAN 7 HARI SKRIPSI PERUBAHAN KADAR ph SALIVA SEBELUM DAN SETELAH PEMAKAIAN FIXED ORTHODONTIC SELAMA 24 JAM DAN 7 HARI SKRIPSI Oleh : DINA LISTYOWATI NIM 021610101094 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2006 PERUBAHAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap individu. Individu yang mengalami masalah

Lebih terperinci

PERUBAHAN JARAK INTERMOLAR SELAMA PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONSI CEKAT DENGAN SISTEM PERLEKATAN LANGSUNG (Kajian Analisis Model studi) SKRIPSI

PERUBAHAN JARAK INTERMOLAR SELAMA PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONSI CEKAT DENGAN SISTEM PERLEKATAN LANGSUNG (Kajian Analisis Model studi) SKRIPSI PERUBAHAN JARAK INTERMOLAR SELAMA PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONSI CEKAT DENGAN SISTEM PERLEKATAN LANGSUNG (Kajian Analisis Model studi) SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONTI CEKAT PADA SISWA SMP DAN SMA BODHICITTA DAN HUSNI THAMRIN MEDAN

KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONTI CEKAT PADA SISWA SMP DAN SMA BODHICITTA DAN HUSNI THAMRIN MEDAN KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONTI CEKAT PADA SISWA SMP DAN SMA BODHICITTA DAN HUSNI THAMRIN MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN SKRIPSI Ditujukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi yang terjadi dapat dirawat dengan melakukan perawatan prostodontik. 1 Tujuan dari perawatan prostodontik adalah memperbaiki dan memelihara kesehatan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Pertemuan ke 12

BAHAN AJAR Pertemuan ke 12 UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI Jl. Denta No.1 Sekip Utara Yogyakarta BAHAN AJAR Pertemuan ke 12 ASUHAN KEPERAWATAN ORTODONSIA I Semester V/ 1 SKS (1-0) /KKG 5313 Oleh: drg. Christnawati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah satu aspek penting terhadap kepercayaan diri seseorang. Gigi-geligi teratur dan senyum indah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pohon Arak (salvadora persica) (Almas,2002). dan minyak atsiri untuk meningkatkan air liur (Zaenab dkk,2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pohon Arak (salvadora persica) (Almas,2002). dan minyak atsiri untuk meningkatkan air liur (Zaenab dkk,2004) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Siwak Kusumasari (2012) menyatakan bahwa penggunaan siwak sudah bergeser dari tradisional menjadi modern, siwak juga merupakan alat pembersih mulut terbaik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Sub disiplin Psikologi Bidang terapan Psikologi

PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Sub disiplin Psikologi Bidang terapan Psikologi PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Pendekatan Biologi-saraf Pendekatan Perilaku Pendekatan Kognitif Pendekatan Psikoanalitik Pendekatan Phenomenologi Sub disiplin Psikologi

Lebih terperinci

Green menganalisis perilaku manusia dari kesehatan. Kesehatan seseorang atau

Green menganalisis perilaku manusia dari kesehatan. Kesehatan seseorang atau 2 Teori Determinan Perilaku 1. Teori Lawrence Green Green menganalisis perilaku manusia dari kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gigi semakin meningkat seiring dengan perkembangan jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gigi semakin meningkat seiring dengan perkembangan jaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perhatian masyarakat terhadap masalah estetik dan fungsional yang berkaitan dengan gigi semakin meningkat seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sendi temporomandibula merupakan salah satu persendian yang paling rumit pada tubuh manusia. Sendi ini dapat melakukan 2 gerakan, yaitu gerakan memutar (rotasi)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri seseorang. Kepercayaan diri seseorang dapat timbul salah satunya bila memiliki senyum dengan susunan gigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, otot kunyah, dan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang diekspresikan dalam wujud media tulis. Untuk itu, karya sastra dihasilkan melalui imajinasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI BELAJAR 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berawal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. motif dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

No. Responden : Universitas Sumatera Utara

No. Responden : Universitas Sumatera Utara 88 KUSIONER PENELITIAN PENGARUH MOTIVASI DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) DJASAMEN SARAGIH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2016 No. Responden : IDENTITAS RESPONDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyangga gigi dan karies gigi (Anonim, 2004). Salah satu penyebab terjadinya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyangga gigi dan karies gigi (Anonim, 2004). Salah satu penyebab terjadinya penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit gigi dan mulut penduduk Indonesia masih tinggi. Penyakit gigi dan mulut yang sering diderita masyarakat Indonesia adalah penyakit jaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi maka semakin tinggi permintaan terhadap perawatan gigi, terutama perawatan ortodonsia dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyakit gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat

Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Pergerakan Gigi Dalam Bidang Ortodonsia Dengan Alat Cekat Siti Bahirrah Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Dalam menggerakkan gigi dari keadaan malposisi ke posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. data atau informasi indikator-indikator perilaku dapat melalui beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. data atau informasi indikator-indikator perilaku dapat melalui beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Perilaku merupakan respon dari makhluk hidup terhadap suatu rangsangan yang bisa diamati secara langsung atau tidak langsung, (Notoatmodjo, 2007).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan, termasuk fungsi bicara, pengunyahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEKOOPERATIFAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DALAM KUNJUNGAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI RSGM UMY

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEKOOPERATIFAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DALAM KUNJUNGAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI RSGM UMY KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEKOOPERATIFAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DALAM KUNJUNGAN PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI RSGM UMY Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Pertemuan ke 9

BAHAN AJAR Pertemuan ke 9 UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI Jl. Denta No.1 Sekip Utara Yogyakarta BAHAN AJAR Pertemuan ke 9 ASUHAN KEPERAWATAN ORTODONSIA I Semester V/ 1 SKS (1-0) /KKG 5313 Oleh: drg. Christnawati,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang masih merasakan tantangan berat di dalam pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SOSIAL ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Kajian Psikologi Kejahatan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Sragen)

KONSTRUKSI SOSIAL ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Kajian Psikologi Kejahatan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Sragen) KONSTRUKSI SOSIAL ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Kajian Psikologi Kejahatan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Sragen) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

KUISIONER SELF-EFFICACY

KUISIONER SELF-EFFICACY LAMPIRAN I DATA PENUNJANG DAN KUESIONER SELF-EFFICACY KUISIONER SELF-EFFICACY Nama : Usia : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Lama Bekerja : Pada kuisioner ini terdapat 48 item yang berupa kalimat

Lebih terperinci

PSIKOLOGI BELAJAR DAPAT MEMBANTU PARA GURU MEMBANGUN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA Oleh Drs. Rusli, M.Si. Abstrak

PSIKOLOGI BELAJAR DAPAT MEMBANTU PARA GURU MEMBANGUN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA Oleh Drs. Rusli, M.Si. Abstrak PSIKOLOGI BELAJAR DAPAT MEMBANTU PARA GURU MEMBANGUN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA Oleh Drs. Rusli, M.Si Abstrak Tulisan ini menjelaskan tentang peran sekaligus posisi psikologi belajar dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal dapat diartikan sebagai kelainan pada jaringan periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit periodontal, dikenal

Lebih terperinci