BAB III TATA KELOLA KOPERASI (COOPERATIVE GOVERNANCE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TATA KELOLA KOPERASI (COOPERATIVE GOVERNANCE)"

Transkripsi

1 BAB III TATA KELOLA KOPERASI (COOPERATIVE GOVERNANCE) A. Sistem Tata Kelola Koperasi Tata Kelola adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola dalam bahasa Inggris adalah governance. Kata governance sering digunakan/ dipasangkan dengan istilah corporate governance. Tata kelola perusahaan adalah suatu hal yang memiliki banyak aspek. Corporate governance sering kali dipergunakan sebagai terma sebagaimana aslinya dalam bahasa Inggris, tanpa menterjemahkannya dalam kosa kata Indonesia. Berbagai alasannya belum diketemukan padanan kata yang tepat 1. Tri Budiyono dalam bukunya Hukum Perusahaan mengungkapkan Tata kelola merupakan terma yang tepat untuk mengindonesiakan governance. Dalam terma tata kelola terkandung makna pengendalian (control) dan mengatur (regulate) sehingga mampu menjelaskan proses yang terjadi di dalamnya. 2 Dalam Wikipedia Encyclopedia, tatakelola perseroan diartikan Corporate governance is the set of processes, 1 Mas Achmad daniri dalam bukunya Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia (PT Ray Indonesia, Jakarta Tri Budiyono, Hukum Perusahaan 2011, Salatiga: Griya Media, hal.128

2 customs, politicies, laws, and institutions affecting the way a corporation (or company) is directed, administered or controlled. Corporategovernance also includes the relation ships among the many stakeholders involved and the goals for which the corporation is governed. 3 Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola yang baik (Good Corporate Governance) yaitu Prinsip Transparansi (Tranparency), Akuntabilitas, Prinsip Responbilitas (Responsibility), Prinsip Interpendensi (Interpebdency), Prinsip Kewajaran dan Kesetaraan (fairness). 4 Transparancy (keterawangan) diartikan sebagai keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material yang relevan pengenai koperasi. Accountability (akuntabilitas) adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban organ koperasi sehingga pengelolaan Koperasi terlaksana secara efektif. Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian (kepatuhan) dalam pengelolaan terhadap prinsip koporasi yang sehat serta peraturan perundangundangan yang berlaku. Interpendency (kemandirian) adalah suatu keadaan di mana yang dikelola profesional tanpa benturan kepentingan (conflict of interest) dan pengaruh/tekanan dari fihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Fairness (kesetaraan dan Mas Ahmad Danidiri, Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, PT Ray Indonesia, 2006, hal.8

3 kewajaran)merupakan perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5 Tata Kelola Perseroan (Corporate Governance) berkaitan dengan pengambilan keputusan efektif yang bersumber pada etika bisnis, budaya Perseroan/Koperasi. Etika, nilai sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung: perkembangan Perseroan; pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien serta efektif pertanggungjawaban Perseroan terhadap pemegang saham dan stakeholders lainnya. 6 Di dalam Koperasi pihak-pihak utama dalam tata kelola Koperasi adalah Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas Koperasi. Pemangku kepentingan lainnya adalah pihak-pihak yang berhubungan dengan koperasi yaitu: regulator, lingkungan serta masyarakat luas. B. Pemegang Tata Kelola Koperasi (Organ Koperasi Pada sub bab ini hendak dibicarakan sumber tata kelola dan struktur organisasi dari koperasi. 1. Sumber Tata Kelola Koperasi Entitas koperasi telah ditentukan memiliki suatu tata kelola agar dalam menjalankan koperasi dapat dilaksanakan secara baik dan transparan. Untuk itu 5 Tri Budiyono (Op.Cit. Hal. 130) 6 Kemal Aziz Stamboel, Good Corporate Governance: Menyeimbangkan Antara Kinerja Perusahaan dengan ketaatan, Makalah, Jakarta: The Indonesian Institute for Corporate Governance,2000

4 pedoman / sumber tata kelola dalam menjalankan koperasi terdapat dalam: a. Peraturan perundangan yang terdiri dari i. UU Koperasi ii. Peraturan Pemerintah iii. Permen / Kepmen b. Anggaran Dasar c. Best Practise Jika dibuat bagan maka akan seperti di bawah ini: Nilai Etik, moralitas dan code of conduct Anggaran Dasar Peraturan perundang - undangan d. Struktur Organisasi

5 Agar koperasi dapat menjalankan kegiatannya dengan baik, Koperasi harus dilengkapi dengan alat perlengkapan organisasi. Sebagaimana ditegaskan dalam Bab VI UU 17 tahun Alat perlengkapan Koperasi terdiri dari Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus. Struktur organisasi ini mencerminkan alat perlengkapan koperasi sebagaimana nampak dalam bagan di bawah ini. 7 RAPAT ANGGOTA PENGURUS PENGAWAS MANAGER UNIT USAHA UNIT UNIT USAHA ANGGOTA Keterangan : Bagan Struktur Organisasi Koperasi ini tidak bersifat baku dan masih dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan/kecukupan/cirri khas organisasinya. Perangkat organisasinya pasti harus tercantum sebagaimana UU No. 17 Tahun 2012, adalah Rapat Anggota, Pengurus 7 Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Struktur Organisasi Koperasi, 2010

6 dan Pengawas, yang selanjutnya dapat dilengkapi adanya pengelola (manager dan karyawan). C. Organ Koperasi 1. Rapat Anggota a. Pengertian Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. 8 Mengenai rapat anggota ini diatur dalam pasal UU No. 17 Tahun Rapat anggota sebagai perangkat koperasi terdiri dari seluruh anggota koperasi yang terdaftar sebagai anggota koperasi. Rapat anggota diselenggarakan oleh pengurus dengan mengundang anggota koperasi yang terdiri dari anggota, pengawas dan pengurus. b. Tugas dan Wewenang Rapat Anggota Tugas dan Wewenang Rapat Anggota adalah: 9 1) menetapkan kebijakan umum Koperasi; 2) mengubah Anggaran Dasar; 3) memilih, mengangkat, dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus; 4) menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi; 8 Pasal ayat 1 UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian 9 Pasal 33 UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian

7 5) menetapkan batas maksimum Pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi; 6) meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing; 7) menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha; 8) memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan 9) menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini. c. Pertanggungjawaban Rapat Anggota Berbicara soal sistem pertanggungjawaban Rapat Anggota adalah soal realisasi dari tugas dan wewenangnya yang menjadi tanggung jawabnya. Suatu pertanggungjawaban muncul bila atas pelaksanaan tugas dan wewenang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena rapat anggota merupakan perwujudan kehendak seluruh anggota untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dan pelaksanaan kegiatan koperasi dan memiliki segala kewenangan yang tidak dimiliki oleh pengurus dan pengawas maka sebenarnya tanggungjawabnya tidaklah kecil yang meliputi:

8 1) membuat keputusan secara musyawarah. Apabila musyawarah tidak tercapai, maka keputusan diperoleh berdasarkan suara terbanyak; 2) menermati pertanggung jawaban pengurus yang diajukan dalam rapat anggota 3) memberikan persetujuan atas pertanggung jawaban pengurus 4) memberikan persetujuan bila pengurus hendak mengalihkan aset kekayaan koperasi Dari uraian perihal pertanggungjawaban rapat anggota maka hal tersebut dilakukan secara bersamasama. Berdasarkan doktrin vicarious liability Rapat Anggota bertanggungjawab terhadap perbuatan pengurus dalam hal ini Koperasi, undang-undang mengatur dan menetapkan orang yang dipandang bertanggung jawab sebagai pembuat. Rapat Anggota tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban karena Rapat Anggota bukan merupakan subyek hukum. Yang dapat dimintakan pertanggungjawaban adalah koperasi, karena koperasi merupakan subyek hukum. 2. Pengurus a. Pengertian Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan

9 Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar Koperasi. Pengurus ini dipilih dari orang perseorangan dari anggota maupun non anggota. Pengurus dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas. Untuk dapat menjadi pengurus haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1) mampu melaksanakan perbuatan hukum 2) memiliki kemampuan mengelola usaha koperasi 3) tidak pernah menjadi pengawas atau pengurus suatu koperasi atau komisaris atau direksi dari suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit 4) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan koperasi, keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan 5) memenuhi persyaratan lain yang ditentukan dalam anggaran dasar koperasi. b. Tugas dan wewenang Pengurus Sebagai pengurus maka akan memiliki tugas dan kewajiban. Tugas dan kewajiban ini bisa dipilahkan dalam dua kategori, yaitu tugas dan kewajiban intern dalam koperasi yang dipimpinnya dan tugas ekstern di

10 mana pengurus mewakili koperasi di keluar tugastugas intern. Tugas dan kewajiban pengurus secara intern adalah sebagai mana di atur dalam pasal 58 UU no 17 tahun 2012 yang dapatlah dideskripsikan sebagai berikut: i. Mengelola Koperasi bersasarkan anggaran dasar ii. mendorong dan memajukan usaha anggota iii. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota iv. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada rapat anggota v. menyusun rencana pendidikan, pelatihan dan komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota vi. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib vii. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien viii. memelihara buku daftar anggota, buku pengawas, buku daftar pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi dan risalah rapat anggota

11 ix. melakukan upaya lain bagi kepentingan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota Tugas pengurus dalam kategori ekstern meliputi tugas dan kewenangan mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar Pengadilan, selama tidak terjadi perkara di depan Pengadilan antara Koperasi dan pengurus yang bersangkutan atau Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Koperasi. c. Sistem Pertanggungjawaban Pengurus Koperasi Sistem pertanggungjawaban Pengurus koperasi adalah: i. menjalankan tugas dengan baik untuk kepentingan koperasi ii. atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan koperasi. iii. Pengurus koperasi dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam melakukan suatu perbuatan hukum. iv. Pengurus baik bersama-sama maupun sendirisendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. Artinya, pengurus harus bertanggung jawab jika perbuatannya merugikan koperasi. Ratio legisnya,

12 pengurus sebagai pihak yang diberi kekuasaan untuk mengelola koperasi harus berpegang pada asas kehatihatian dalam menjalankan kewenangannya. Dalam konteks mengelola KSP, menurut Pasal 14 PP Nomor 9 Tahun 1995, pengurus wajib memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak terkait. Aspek permodalan adalah sebagai berikut : 10 i. Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah : a) modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan; b) setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri; c) antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang. ii. Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : a) penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek; b) ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun. iii. Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 10 Pasal 14 PP Nomor 9 Tahun1995 tentang Usaha Kecil

13 a) penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan membayar kembali; b) ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang. c) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: d) rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan; e) ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar. iv. Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya. v. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Menurut penulis perihal pertanggung jawaban dapat terjadi jika koperasi menderita kerugian maka dalam hal ini ada dua kategori kesalahan yang bisa terjadi atas pengelolaan oleh pengurus.

14 Pertama, bila kerugian atas kesengajaan atau kelalaian pengurus sehingga menimbulkan kerugian koperasi maka dalam hal demikian bisa digunakan doktrin / teori ultra vires. Definisi Ultra vires menurut Black s Law Dictionary 11 adalah: an act performed without any authority to act on subject. Ultra Vires didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan tanpa otoritas untuk bertindak sebagai subjek. Dalam Bahasa Latin, ultra vires berarti di luar atau melebihi kekuasaan (outside the power) yaitu kekuasaan yang diberikan hukum terhadap suatu badan hukum (dalam hal ini badan hukum Perseroan diwakili oleh Organ Perseroan dalam melakukan tindakan hukumnya). Istilah lain yang seringkali digunakan untuk mendefinisikan Ultra vires adalah pelampauan wewenang 12. Ultra vires diterapkan dalam arti luas yakni tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh Anggaran Dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang, tetapi melampaui kewenangan yang diberikan Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co., St. Paul, 1990, hal Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, 2010, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal Loc. cit., Untuk lebih memahami definisi ultra vires, bandingkan antara tindakan ultra vires dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), Pasal 1365 KUH Per. Ultra vires dan PMH sama-sama merupakan tindakan yang menimbulkan kerugian. Perbedaannya yaitu tindakan ultra vires merupakan tindakan di luar kewenangan, kewenangan mana telah diatur dalam peraturan perundangundangan maupun Anggaran Dasar, sedangkan PMH merupakan perbuatan yang

15 Tindakan ultra vires : pelampauan wewenang Tindakan ultra vires Batas kewenangan Doktrin / Teori ini menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan tanpa otoritas untuk bertindak sebagai subjek di luar atau melebihi kekuasaan (outside the power) atau melampaui kewenangan yang diberikan hukum terhadap/oleh suatu badan hukum (dalam hal ini badan hukum Perseroan diwakili oleh Organ Perseroan dalam melakukan tindakan hukumnya), maka dalam hal demikian pihak yang melakukan perbuatan tersebut dan berakibat kerugian koperasi tidak bisa dibebankan kepada harta kekayaan koperasi melainkan harus ditanggung oleh pelaku dalam hal ini pengurus koperasi sendiri atas harta pribadinya. Pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila dalam menjalankan tugasnya menimbulkan menimbulkan kerugian, perbuatan mana tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

16 kerugian kepada Koperasi. Kesalahan yang dimaksud adalah Pengurus melakukan tindakan di luar Anggaran Dasar dan ketentuan lain yang berlaku di Koperasi. 14 Kedua apabila kerugian koperasi itu bukan akibat kesalahan pengurus dan hal ini sudah dicermati sedemikian rupa dan betul-betul di luar kesalahan pengurus maka kerugian yang timbul akan ditanggung oleh atau dengan harta kekayaan koperasi. Dalam hal demikian bila tetap saja tidak mencukupi selayaknya-lah semua organ koperasi turut bertanggungjawab atas kerugian koperasi. Wujud konkritnya adalah setiap organ akan bertanggungjawab dengan menggunakan harta pribadinya bila harta kekayaan koperasi sudah tidak lagi mencukupi. Inilah doktrin vicarious liability atau respondeat superior. Doktrin/teori ini berangkat dari konsep mempertanggungjawabkan perbuatan orang lain dalam hukum. Dalam hal ini pengurus telah mendapat delegasi dalam mengelola koperasi. Ketika terjadi kerugian dalam pengelolaan koperasi dan sudah terlaporkan kepada pengawas dan Rapat Anggota maka organ yang lain akan turut bertanggungjawab. Namun sebenarnya memang harus benar-benar dihitung lebih menguntungkan cara demikian atau memohon pailit atas keadaan koperasi jika memang pengurus tidak mampu lagi melakukan pengelolaan karena keadaan 14 Penjelasan pasal 60 ayat 3 UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian

17 koperasi secara riil. Memohon pailit hemat penulis akan menghindarkan beban secara pribadi oleh organ sehingga memang harus benar-benar dihitung jika akan dimohonkan pailit. Menurut beberapa doktrin modern, ada beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menuntut tanggung jawab pribadi pemegang saham atau pengelola perusahaan, dan salah satunya doktrin fiduciary duty. Doktrin fiduciary duty adalah doktrin yang menyatakan bahwa tugas yang timbul dari hubungan fiduciary antara direksi atau pengurus dengan perusahaan yang dipimpinnya, yang menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Oleh sebab itu seorang direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill) itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya. Tugas mempedulikan yang diharapkan dari direksi adalah sebagaimana yang dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian (negligence) yang merugikan pihak lain. 15 Doktrin Fiduciary duty bila diterapkan dalan pertanggungjawaban Pengurus maka, posisi Pengurus sebagai sebuah trustee dalam koperasi, mengharuskan 15 Fuady, Munir Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung. Citra Aditya Bakti hal. 49

18 seorang pengurus untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care) dan serta itikad baik, loyalitas serta kejujuran terhadap perushaan dengan derajad yang tinggi atau tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyality). Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya dengan Fiduciary Duty dapat menyebabkan Pengurus dapat dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya. Dokrtin fiduciary duty bagi pengurus secara tegas diatur dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, yang terjabarkan dalam Pasal 55 sampai pasal 64. Ditegaskan juga dalam pasal 58 ayat (1) a yang berbunyi : Pengurus bertugas mengelola koperasi. Pasal 60 ayat (1) Setiap Pengurus wajib menjalankan tugas dengan ikitad baik dan penuh tanggung jawab. Hal ini dapat dianalisa bahwa Pengurus diberi kepercayaan oleh Rapat anggota untuk menjakankan usaha kopeasi dengan penuh tanggung jawab. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Pengurus dapat bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.

19 3. Pengawas a. Pengertian Pengawas koperasi adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasehat kepada Pengurus. 16 Dibutuhkan itikad yang baik dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. b. Tugas Pengawas Koperasi Perihal pengawas ini diatur dalam pasal 50 UU Nomor 17 tahun 2012 Pengawas bertugas mengusulkan calon Pengurus, memberikan nasehat dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus dan melaporkannya kepada Rapat Anggota. Pengawas juga berwenang untuk menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan Anggaran Dasar. Artinya anggota koperasi baik mengenai jumlah dan kualitasnya juga ditentukan oleh kebijaksanaan Pengawas Koperasi. Pengawas dapat meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan Pengurus dan pihak lain yang terkait. Maksudnya adalah dalam menjalankan tugasnya Pengawas dapat meminta 16 Pasal 1 ayat (6) UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian

20 keterangan/pertanggungjawaban dari Pengurus dan pihak lain yang terkait mengenai koperasi. Pengawas juga berwenang mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari Pengurus. Artinya adalah pengurus wajib memberikan laporan Koperasi baik aktifitasnya maupun perkembangannya. Pengawas dapat memberikan persetujuan dan bantuan kepada Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pengawas juga dapat memberhentikan pengurus sementara waktu dengan menyebutkan alasannya. c. Pertanggungjawaban Pengawas UU Koperasi menetapkan bahwa pengawas bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota. Apabila Rapat Anggota tidak menerima laporan pengawas, maka rapat anggota akan menghentikan pengawas. Dengan demikian, nampak bahwa pertanggungjawaban pengawas koperasi sebatas pada pertanggungjawaban kepada rapat anggota. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan pertanggungjawaban pengurus. Seperti diketahui bahwa pengurus bertanggungjawab secara pribadi apabila dinyatakan tidak menjalankan tugas dengan itikad baik dan tanggung jawab.

21 UU Koperasi memberikan kewenangan kepada pengawas untuk menghentikan pengurus sementara waktu (kewenangan pengehentian tetap berada pada rapat anggota). Hal ini memberikan kekuasaan yang cukup besar kepada pengawas atas diri pengurus, karena pengawas dapat memberhentikan pengurus apabila pengurus menurut pengawas tidak melaksanakan tugasnya dengan beritikad baik dan bertanggung jawab untuk kepentingan koperasi. Terkait dengan kewenangan pengawas tersebut, maka menarik untuk melihat apakah ada atau dasar hukum atau doktrin hukum dalam perseroan 17 yang dapat dipinjam sebagai landasan pertanggungjawaban pengawas. Tanggung jawab pengawas dapat dimintakan atas dua scenario, yang pertama apabila pengurus dinyatakan tidak melakukan pengurusan dengan beritikad baik dan bertanggungjawab, pengurus harus bertanggung jawab secara pribadi. Atas peristiwa ini tidak berlaku hal yang sama bagi pengawas, artinya pengawas tidak harus bertanggung jawab secara pribadi atas akibat dari perbuatan tersebut. Padahal disisi lain, pengawas berkewenangan memberikan persetujuan kepada pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Dengan kalimat yang 17 Menjadi keterbatasan adalah tidak adanya argumentasi mengenai relevansi penerapan doktrin yang dikenal dalam korporasi ke dalam koperasi.

22 berbeda, diketahui bahwa tindakan pengurus dilakukan atas pengetahuan dari pengawas. Oleh karenanya apabila dikemudian hari tindakan tersebut merugikan dan mengharuskan pengurus untuk bertanggungjawab secara pribadi, maka sudah sepantasnya apabila pengawas juga dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Skenario yang kedua adalah atas kerugian koperasi dalam hal tindakan pengurus sudah sesuai dengan itikad baik dan dilakukan untuk kepentingan koperasi. Tindakan yang dilakukan pengurus tersebut telah disetujui pengawas, oleh karenanya secara logis pengawas juga seharusnya diminta untuk bertanggung jawab. Adapun beberapa dasar pertanggungjawaban yaitu Pertama. Pasal 1367 KUHPer yang mengatakan bahwa seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian akibat dari perbuatannya, namun juga perbuatan orang-orang yang berada dalam tanggungjawabnya atau dalam pengawasannya (respondeat superior). UU Koperasi mengatur bahwa pengurus koperasi merupakan pihak yang berada dalam pengawasan pengawas koperasi. Namun demikian perlu ditelaah lebih lanjut mengenai apakah yang dimaksudkan dengan frasa dalam pengawasan. Apabila pasal ini dapat diterapkan, maka pengawas koperasi bertanggung jawab atas tindakan yang

23 dilakukan oleh pengurus koperasi. Hal ini juga dapat diterapkan apabila terbukti bahwa pengurus telah melakukan tindakan kepengurusan dengan bertanggung jawab. Pengawas dalam menjalankan tugasnya haruslah beritikad baik dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan koperasi. Pengawas mempertanggungjawabkan tugas yang diembannya kepada Rapat Anggota. Apabila dalam melakukan tugas sebagai pengawas tidak sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Rapat Anggota, maka Pengawas dapat diberhentikan. Dalam hal ini Pengawas diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberi alasan-alasan yang tepat dan diterima oleh Rapat Anggota. Atas tugas dan kewenangan pengawas sebagaimana tercantum dalam pasal UU no. 17 Tahun 2012 maka nampak bahwa pengawas memiliki porsi tugas dan kewenangan lebih besar dari pengawas di era UU no. 25 tahun Karena pengawas dapat memberhentikan pengurus bila dirasa telah menyeleweng dari tugas dan tanggungjawabnya. Dengan kewenangan yang penting ini maka pengawas semestinya turut bertanggung jawab apabila koperasi mengalami kerugian.

24 D. Sistem Pertanggungjawaban Koperasi Kepada Pihak Ketiga Melihat Koperasi disini sebagai badan hukum maka, penulis akan menganalis dengan teori organ. Koperasi sebagai organ dapat dimintai pertanggungjawabannya, apabila Koperasi merugikan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam Koperasi Simpan Pinjam adalah: Penyimpan/ penabung 2. Koperasi Simpan Pinjam sekunder Koperasi bertanggungjawab kepada penyimpan dapat diwujudkan dalam hal sebagai berikut : a. Koperasi hanya menerima penyimpan dana bagi anggotanya b. Koperasi menjamin simpanan anggotanya Pertanggungjawaban pada koperasi didasarkan pada bentuk kerugian yang diderita oleh koperasi dan penyebab timbulnya kerugian tersebut. Pertanggungjawaban badan hukum itu ada, jika organ itu bertindak sedemikian rupa dalam batas-batas suasana formil dari wewenangnya, serta organ dalam menyelenggarakan tugasnya yang mengikat badan hukum. Organ tersebut melakukan kesalahan-kesalahan pribadi yang merugikan badan hukum yang mewajibkan mereka untuk menggantu kerugian secara pribadi pula. 18 Pasal 89 ayat (1) UU no 17 tahun 2012 UU Koperasi

25 disamping Adanya pertanggungjawaban organ secara pribadi pertanggungjawaban badan hukum itu, selain pada perbuatan melanggar hukum, dapat pula diakibatkan oleh kelalaian atau kurang berhati-hatinya organ yang mengakibatkan kerugian bagi badan hukum. 19 Dalam konsep koperasi sebagai badan hukum, manusia yang duduk sebagai organ koperasi memang dapat bertanggungjawab secara pribadi. Namun apabila timbul masalah mengenai siapakah pihak yang harus bertanggung jawabanatara koperasi dan organ koperasi tidak boleh merugikan pihak ketiga. Badan Hukum yang terikat dengan pihak lain harus bertanggungjawab dalam hubungan ekstern nya, jika telah membayar ganti rugi, kemudian badan hukum dalam hubungan interennya menuntut kembali kepada organ secara pribadi. 20 Jadi apabila terdapat suatu permasalahan diantara koperasi dengan pihak lain dan koperasi dengan organnya mengenai masalah yang sama, maka koperasi harus meyelesaikan permasalahan antara koperasi dengan pihak lain terlebih dahulu sebelum menyelesaikan antara koperasi dengan organnya. Dalam penjelasan pasal 5 UU No 17 tahun 2012 yang mengatakan : Yang dimaksud dengan kemandirian adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang 19 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni, 2001, hal Ibid hal.30

26 dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggungjawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri Mengandung arti bahwa Koperasi bertanggung jawab kepada pihak ketiga. Koperasi harus mempunyai kemampuan bertanggungjawab terhadap perbuatan dan usaha yang dilakukan oleh Koperasi. Hal tersebut sesuai dengan doktrin vicarious liability.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS Abstrak : Oleh: Putu Ratih Purwantari Made Mahartayasa Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana Direksi adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN Dalam rangka menerapkan asas asas Tata Kelola Perseroan yang Baik ( Good Corporate Governance ), yakni: transparansi ( transparency ), akuntabilitas ( accountability

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris 1 BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Dewan Komisaris PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA A.Pengertian dan Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara Keberadaan BUMN di Indonesia, berkaitan erat dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014 tgl 8

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT SUPREME CABLE MANUFACTURING & COMMERCE Tbk (PT SUCACO Tbk) ( Perseroan ) A. UMUM Bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas Direksi dan pengelolaan perusahaan yang baik,

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA I. UMUM Perkembangan industri modal ventura yang sangat pesat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No.

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No. KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) No. COM/001/01/1215 Tanggal Efektif 1 Desember 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT SUPREME CABLE MANUFACTURING & COMMERCE Tbk (PT SUCACO Tbk) ( Perseroan ) A. UMUM Bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dan pengelolaan perusahaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2/POJK.05/2014 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO . PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS I. Pengantar Pedoman ini membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Direksi dan Dewan Komisaris di Perseroan, seperti : tugas, wewenang, pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau

BAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan diatas mengenai permasalahan pertanggungjawaban korporasi, juga pertanggungjawaban direksi sebagai representasi korporasi dan kendala-kendala yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS 1. LATAR BELAKANG Dewan Komisaris PT. Sat Nusapersada Tbk ( Perseroan ) diangkat oleh Pemegang Saham untuk melakukan pengawasan serta memberikan nasihat kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PT LIPPO CIKARANG Tbk. Piagam Dewan Komisaris

PT LIPPO CIKARANG Tbk. Piagam Dewan Komisaris PT LIPPO CIKARANG Tbk Piagam Dewan Komisaris BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ dari Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20... -1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK..../20... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN NOMOR IX.I.6 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN I. UMUM Perkembangan industri Perusahaan Modal Ventura yang sangat

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI A. Landasan Hukum Penyusunan Pedoman Dan Kode Etik merupakan amanat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi Dan Dewan Komisaris Emiten Atau

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI I. LATAR BELAKANG Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance, berpedoman kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4/Pojk.03/2015 Tentang Penerapan Tata Kelola

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS I. LATAR BELAKANG Dewan Komisaris diangkat oleh Pemegang Saham untuk melakukan pengawasan serta

Lebih terperinci

PT AKBAR INDO MAKMUR STIMEC TBK. PIAGAM DIREKSI

PT AKBAR INDO MAKMUR STIMEC TBK. PIAGAM DIREKSI PT AKBAR INDO MAKMUR STIMEC TBK. PIAGAM DIREKSI Piagam Direksi 1 I. Dasar Pembentukan 1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SALATIGA, Menimbang

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI. PT Mandom Indonesia

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI. PT Mandom Indonesia PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Mandom Indonesia Tbk 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014 tgl 8

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) 1. Landasan Hukum a. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan menumbuh

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum.

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. ABSTRAK Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan maju mundurnya suatu perusahaan.

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Batang Tubuh Penjelasan Tanggapan TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

Batang Tubuh Penjelasan Tanggapan TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Batang

Lebih terperinci

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM 1. Pengertian Kejahatan yang dilakukan oleh Korporasi Yang bertanggung jawab adalah Korporasi Korporasi = badan hukum => Perseroan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

2012, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2012 BUMN. PERUSAHAAN UMUM. Percetakan Negara. Pencabutan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Visi dan Misi 2 BAB II PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN MASA JABATAN 3 A. Dasar Hukum 3 B. Tujuan dan Kedudukan dalam Organisasi

Lebih terperinci

Pedoman Kerja Dewan Komisaris

Pedoman Kerja Dewan Komisaris Pedoman Kerja Dewan Komisaris PT Erajaya Swasembada Tbk & Entitas Anak Berlaku Sejak Tahun 2015 Dewan Komisaris mempunyai peran yang sangat penting dalam mengawasi jalannya usaha Perusahaan, sehingga diperlukan

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B. TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Frankiano B. Randang* A. PENDAHULUAN Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas (PT) memiliki

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) Daftar Isi 1. Landasan Hukum 2. Fungsi Direksi 3. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang 4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PEDOMAN & TATA TERTIB KERJA KOMITE KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

PEDOMAN & TATA TERTIB KERJA KOMITE KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN 2016 PEDOMAN & TATA TERTIB KERJA KOMITE KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN ( PIAGAM KOMITE KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN ) PT. ASURANSI JIWA BRINGIN JIWA SEJAHTERA PT. ASURANSI JIWA BRINGIN JIWA SEJAHTERA

Lebih terperinci

Pedoman Kerja. Dewan Komisaris. & Direksi. PT Prodia Widyahusada Tbk. Revisi: 00

Pedoman Kerja. Dewan Komisaris. & Direksi. PT Prodia Widyahusada Tbk. Revisi: 00 Pedoman Kerja Dewan Komisaris & Direksi PT Prodia Widyahusada Tbk Revisi: 00 November 2017 1 DAFTAR ISI Halaman BAB I Pendahuluan A. Latar belakang dan Tujuan Penyusunan Board Manual 3 B. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT INDOSAT Tbk.

PIAGAM DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT INDOSAT Tbk. PIAGAM DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT INDOSAT Tbk. I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang PT Indosat Tbk. ( Indosat atau Perseroan ) adalah suatu penyedia jasa telekomunikasi dan jaringan serta suatu penyedia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci