PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR"

Transkripsi

1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) Jalan Polisi Militer Nomor 2, Telp , Kupang KAJIAN KAWASAN STRATEGIS RELIGI LARANTUKA R I N G K A S A N CV. Z E M Y Jl. Hati Mulia IV Oebobo - Kota Kupang

2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Larantuka sebagai ibu kota Kabupaten Flores Timur sudah terkenal sejak lama dengan obyek wisata religinya. Khususnya pada perayaan Paskah. Perayaan Paskah, banyak dikunjungi wisatawan baik domestik maupun manca negara karena memiliki keunikan yang tidak dimiliki pada perayaan paskah di tempat lain. Keunikan dan kekhasan menjadi daya tarik untuk datang dan mengikuti perayaan dimaksud sekaligus wisata rohani. Potensi wisata religi, Larantuka juga memiliki keunggulan yang strategis yakni; berbatasan laut dengan pulau Adonara dan pulau Lembata, dimana pada kedua pulau ini memilki kebudayaan yang meiliki nilai jual seperti; Alam Kemang Beleng I dan Alam Kemang Beleng II pada Adonara sedangkan di Lembata adalah budaya masyarakat memburu ikan paus yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah dari kajian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran kawasan strategis Larantuka; 2. Sejauhmana dampak ekonomi dari kawasan strategis religi Larantuka bagi daerah dan masyarakat; 3. Bagaimana model pengembangan kawasan strategis religi larantuka. 1.3 Tujuan Dan Sasaran Adapun tujuan dari penyusunan kajian ini adalah : 1. Mengidentifikasi potensi wisata religi Larantuka; 2. Menganalisa dampak posisi strategis wisata religi Larantuka terhadap PAD dan Pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Flores Timur; 3. Merumuskan model pengembangan pariwisata di provinsi NTT. Sasaran kajian : 1. Tersedianya data kawasan strategis wisata religi Larantuka; 2. Tersedianya informasi tentang dampak posisi strategis religi Larantuka terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Flores Timur; 3. Tersusunnya model pengembangan model kawasan strategis religi Larantuka. HALAMAN I - 1

3 1.4 Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan di Kupang dan Larantuka Kabupaten Flores Timur. 1.5 Keluaran Keluaran (output) kajian ini adalah tersedianya sebuah dokumen kajian kawasan strategis religi Larantuka Kabupaten Flores Timur. 1.6 Ruang Lingkup Lingkup kajian adalah : 1. Kajian potensi dan permasalahan Kawasan Strategis Religi Larantuka; 2. Kajian kebijakan umum, program dan kegiatan prioritas pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Flores Timur; 3. Kajian model dan prospek Kawasan Strategis. II. KEBIJAKAN MAKRO KAWASAN STRATEGIS RELIGIUS LARANTUKA 2.1. Kebijakan Umum Perencanaan Tata Ruang Wilayah Fungsi dan peran wilayah di Kabupaten Flores Timur terbagi menjadi dua kawasan, yaitu kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi Kawasan Perkotaan A. Fungsi dan Peran Wilayah Dalam strategi pengembangan wilayah di Kabupaten Flores Timur ditetapkan beberapa fungsi dan peran wilayah, terutama untuk kawasan perkotaan (ibukota kecamatan) yang memiliki fungsi sebagai pusat pertumbuhan dalam skala pelayanan (pusat SSWP), yaitu : a. Fungsi dan Peran Pusat SSWP Sebagai pusat pertumbuhan wilayah sekitarnya. HALAMAN I - 2

4 Pada setiap pusat SSWP (Larantuka, Wulanggitang, Adonara Timur, Witihama dan Solor Timur) untuk menunjang fungsinya harus tersedia dan dilengkapi dengan pusat perdagangan untuk menampung barang dari wilayah yang dilayani, pusat koleksi dan distribusi barang jenis perdagangan sekunder dan tersier, pusat pengembangan industri kecil (pengelolaan/manajemen, pengolahan, koleksi dan distribusi pemasarannya), serta adanya fasilitas yang dapat melayani kecamatan sekitarnya. Sebagai pusat pelayanan umum Pada perkotaan yang mempunyai fungsi sebagai pusat SSWP, maka seharusnya juga merupakan pusat pelayanan umum yang melayani wilayah sekitarnya, mengingat sesuai dengan fungsinya sebagai pusat SSWP perkotaan ini tentunya mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Oleh karenanya pengembangan fasilitas umum yang dilakukan adalah fasilitas umum yang mempunyai skala pelayanan sub regional dan dapat melayani penduduk dalam lingkup sosial seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. b. Fungsi dan Peran Ibukota Kecamatan Bagi perkotaan kecamatan yang tidak memiliki fungsi sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya, maka perkotaan kecamatan tersebut tetap merupakan wilayah inti bagi desa-desa sekitarnya pada tingkat kecamatan. Wilayah perkotaan kecamatan ini juga harus memberikan pelayanan sosial-ekonomi minimal sampai tingkat wilayah administrasi kecamatan itu sendiri seperti halnya wilayah yang berfungsi sebagi pusat SSWP. Jenis pelayanan sosial ekonomi yang seharusnya ada pada perkotaan kecamatan ini diantaranya yaitu pendidikan (tingkat SLTA), kesehatan (puskesmas) dan sebagainya. B. Kebijaksanaan Keseimbangan Ekologi Pemanfaatan ruang wilayah untuk berbagai kegiatan baik kegiatan yang produktif maupun kegiatan yang tidak produktif harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dalam arti menjaga keseimbangan ekologi. Untuk itu maka dalam pemanfaatan ruang wilayah harus terbagi dalam beberapa kawasan yang mepunyai fungsi masing-masing, sehingga perlu pengalokasian tanah yang ditetapkan sebagai kawasan yang dapat dibudidayakan dan kawasan yang tidak dapat dibudidayakan. Kawasan yang termasuk dalam kawasan bukan budidaya adalah hutan lindung, hutan suaka alam, hutan raya, taman nasional (di darat, dan di laut), hutan wisata dan cagar budaya yang telah ada dan akan dikembangkan harus ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peratuan / Perundangan yang berlaku. Penggunaan tanah untuk kegiatan permukiman pada suatu kawasan non budidaya sepanjang masih menjamin kelestarian alam dan perlindungan maka keberadaannya masih dapat dipertahankan, tetapi tidak diijinkan untuk diperluas atau dikembangkan lebih lanjut. Penggunaan tanah yang dipakai untuk kegiatan budidaya (sawah, permukiman, tegalan, dan sebagainya) yang terletak pada kawasan HALAMAN I - 3

5 lindung dimana kegiatan tersebut tidak bisa menjamin fungsi hidrologis secara bertahap diubah menjadi hutan lindung sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan pemerintah. Pada kawasan dimana terdapat berbagai satwa yang dilindungi, maka berbagai kegiatan yang diperkirakan dapat mengganggu keberadaan satwa tersebut tidak boleh dilakukan. Peralihan penggunaan tanah dalam kawasan perlindungan ini yang tidak menjamin terpeliharanya fungsi hidrologis dilarang, kecuali suatu jenis penggunaan tanah yang karena sifatnya tidak dapat dialihkan ke tempat lain (jaringan listrik, saluran air bersih, dan sebagainya) dengan tetap melakukan teknik konservasi. Walaupun demikian pemanfaatan tanah untuk kegiatan pertanian dan perkebunan dengan memanfaatkan peningkatan teknologi pengolahan sangat diperlukan baik sistem pengolahan tanah maupun sistem pola tanamnya. Selain itu pada daerah-daerah sekitar waduk, mata air dan pantai juga harus tetap dijaga kelestariannya khususnya untuk peralihan penggunaan. Oleh karena itu pada kawasan waduk lebih kurang 100 meter dari permukaan air tertinggi tidak ada kegiatan penggunaan tanah lainnya yang dapat menimbulkan dampak lingkungan, pada kawasan pantai dan sekitar mata air masing-masing pada radius 500 meter dari surut terendah 200 meter dari permukaan air tertinggi harus merupakan kawasan yang dilindungi. Pada kawasan perkotaan pada dasarnya tanah yang ada dapat dialih fungsikan untuk kegiatan perkotaan yang berorientasi pada bidang non pertanian. Walaupun demikian pada kawasan perkotaan ini memerlukan ruang terbuka untuk menjaga keseimbangan ekologisnya. Hal ini sangat diperlukan terutama untuk menyediakan udara yang bersih di kota. Untuk menyediakan ruang terbuka yang cukup bagi pembangunan perkotaan yang disesuaikan dengan kodisi perkotaan di Kabupaten Flores Timur, maka ditetapkan pengembangan ruang terbuka hijau kota sebagai berikut : 1. Kawasan perkotaan yang tidak berfungsi sebagai pusat SSWP maka dalam pengaturannya perlu disediakan ruang terbuka hijau (yang dapat juga berfungsi sebagai tanah cadangan pengembangan kota), dengan luas minimum 40% dari luas wilayah perkotaan yang telah ditetapkan, sedangkan jika mempunyai fungsi lindung diperlukan luasan tanah minimum 50%. Kebutuhan tanah tersebut diluar penghitungan untuk kebutuhan ruang terbuka pelengkap permukiman perkotaan. 2. Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat SSWP maka dalam pengaturannya perlu disediakan ruang terbuka hijau (dapat juga berfungsi sebagi tanah cadangan pengembangan kota), dengan luas minimum 30% dari luas wilayah perkotaan yang telah ditetapkan, sedangkan jika mempunyai fungsi lindung diperlukan luasan tanah minimum 40%. HALAMAN I - 4

6 3. Pengaturan antar bangunan perlu pengendalian Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan sesuai dengan fungsi tiap-tiap zone. Kawasan yang temasuk kawasan konservasi harus tetap dijaga dan dilestarikan keseimbangan lingkungannya misalnya pada kawasan sekitar sungai yang merupakan kawasan yang perlu dikonservasi. Sedangkan pada bagian kota yang penggunaannya untuk permukiman dengan kondisi yang padat maka harus disediakan kawasan hijau tersendiri misalnya dengan menggunakan pot-pot bunga, jalur hijau dan sebagainya sehingga kondisi lingkungan yang padat tesebut memberikan kesan yang asri dan rapi. 4. Pada kawasan yang merupakan daerah yang akan dan atau tercemar misalnya kawasan industri harus disediakan kawasan penyangga (buffer zone) dan harus dilengkapi dengan studi AMDAL supaya kualitas lingkungan dan keseimbangan ekologi tetap terjaga. 5. Pada daerah perkotaaan yang memiliki potensi tanah sebagai hutan kota, maka keberadaannya harus tetap dilestarikan dan diupayakan pengembangan kehidupan fauna yang mendukung keseimbangan ekosistem. C. Kebijaksanaan Optimasi Pemanfaatan Ruang Sesuai dengan karakteristik kawasan perkotaan yang ada di Kabupaten Flores Timur, yakni sebagai kota kecamatan maka kegiatan perkotaan yang cenderung lebih intensif dibandingkan dengan kawasan sekitarnya, maka perlu pengendalian pemanfaatan ruang kota. Untuk itu optimasi pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut : 1. Kawasan pusat kota ditetapkan intensitas kegiatannya memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya. Sesuai dengan fungsinya maka pada kegiatan pusat kota ini sebaiknya digunakan untuk kegiatan yang mempunyai skala pelayanan yang luas, dengan dominasi kegiatan perdagangan - jasa, perkantoran dan fasilitas umum lainnya. 2. Sekitar kawasan pusat kota sebaiknya dilengkapi dengan ruang terbuka hijau, misalnya taman kota, ruang terbuka untuk umum. Kawasan pusat kota ini dapat juga terdapat kawasan permukiman dengan fasilitas pelengkapnya, dengan kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan permukiman pada kawasan permukiman yang lainnya. 3. Untuk efesiensi pergerakan dan pelayanan kepada masyarakat, maka setiap kawasan perkotaan dibagi dalam beberapa bagian wilayah kota (BWK) dan setiap BWK memiliki pusat pelayanan skala BWK; selanjutnya setiap BWK dibagi dalam beberupa unit lingkungan (UL), dan setiap unit lingkungan memiliki pusat pelayanan skala unit lingkungan. 4. Untuk perkotaan yang memiliki fungsi khusus seperti perkotaan Tiwatobi terdapat Bandar Udara Gewayantana maka pemanfaatan HALAMAN I - 5

7 ruang di sekitarnya perlu dibatasi dengan jarak tertentu agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat di sekitarnya atau sebaliknya. 5. Pada kawasan perkotaan yang memiliki tanah yang subur, maka prioritas pengembangannya diupayakan agar diarahkan pada tanah yang kurang subur dengan catatan struktur tata ruang yang ideal juga tetap harus diperhatikan. 6. Untuk menjaga kualitas lingkungan dan estetika pembangunan perkotan, maka harus dikendalikan besaran koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB) yang proporsional dengan karakteristik kegiatan yang akan berkembang. 7. Sesuai dengan prinsip keseimbangan ekologi kawasan perkotaan, maka setiap kota harus meyediakan ruang terbuka yang cukup, sesuai dengan standard kebutuhan ruangnya minimal 30 %. 8. Bagi kawasan perkotaan yang sekitar pusat kotanya sudah padat, atau jalan utamanya hanya satu, maka perlu memperkirakan untuk merencanakan jalan alternatif sebagai antisipasi perkembangan kota pada masa yang akan datang Kawasan Perdesaan a. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Kawasan yang tidak terbangun pada umumnya berupa pertanian sawah, tegal, tanah perkebunan dan hutan dan tanah-tanah lain yang sifatnya tidak digunakan untuk tanah terbangun. Untuk tanah-tanah tersebut perlu adanya pengaturan dan pengembangannya, yang antara lain : Tanah-tanah pertanian, terutama pertanian yang beririgasi teknis akan tetap dipertahankan sesuai dengan fungsinya. Pergeseran atau perubahan dari tanah tak terbangun/sawah ke tanah terbangun, hendaknya memanfaatkan tanah sawah yang kurang subur. Tanah untuk hutan perlu dipertahankan sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan lindung, konservasi air dan tata hijau Tanah-tanah perkebunan yang berpotensial sebagai penopang perekonomian penduduk seperti kopi, cengkeh, kakao, lada, mente dan kapuk tetap dipertahankan sesuai dengan fungsinya dan apabila ada penggunaan untuk tanah terbangun pada kawasan tersebut hendaknya penggunaannya berkaitan dengan fungsi perkebunan dan perlu dibatasi perkembangannya. Sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan produktivitas sosialekonomi masyarakat maka dibentuk desa sebagai Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) di seluruh Kabupaten Flores Timur. Pada Desa Pusat Pertumbuhan ditempatkan fasilitas yang mampu menjadi pusat orientasi dalam memenuhi kebutuhan dan sentra pemasaran hasil produksi. HALAMAN I - 6

8 Orientasi pemanfaatan ruang masih dipertahankan pada dominasi ruang terbuka, dengan peningkatan dan optimasi tanah pertanian, perkebunan, peternakan serta perikanan. Dalam rangka pemanfaatan ruang untuk budidaya maka diutamakan intensifikasi di semua bidang budidaya. Fungsi tanah yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung beserta kawasan lindung turunannya tetap dipertahankan, dengan meningkatkan peran serta masyarakat setempat dalam pengelolaannya. Peningkatan jaringan utilitas dalam hal ini peningkatan kualitas jaringan jalan, listrik, telepon dan air bersih agar kualitas hidup masyarakat dapat terus meningkat. b. Kebijaksanaan Pengembangan Kegiatan Sosio-Ekonomi Untuk peningkatan kegiatan sosio-ekonomi wilayah, maka bidang strategis dan mempunyai daya dorong yang kuat terhadap pemacuan pertumbuhan kegiatan sangat diperlukan. Bidang-bidang yang diperkirakan mampu untuk memacu pertumbuhan wilayah ini diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih tinggi. Untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi maka kebijaksanaan pengembangannya antara lain : Peningkatan keterkaitan antara bidang pertanian dan industri, misalnya membuat agro-industri, agropolitan dan kawasan strategis. Meningkatkan nilai guna komoditi yang ada, misalnya dengan membuat industri rumah tangga atau sentra industri kecil. Memberikan ketrampilan pada berbagai bidang. Membuka/meningkatkan perhubungan, komunikasi dan transportasi pada wilayah yang memiliki potensi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara optimum. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi potensi bidang strategis pada setiap desa yang ada Kawasan Tertentu / Khusus a. Kawasan Industri Kawasan industri, sesuai dengan arahan yang ada maka untuk ruang terbuka hijaunya minimum harus disediakan 30% dan pemanfatan tanah itu sendiri besaran KDB maksimum 40%. Bagi industri besar dan menengah akan dialokasikan dalam suatu industrian park (kawasan industri) di Waibalun di Kecamatan Larantuka serta berjauhan dengan kawasan permukiman, sedangkan industri kecil yang non polutif dapat membaur dengan permukiman penduduk. Dalam rangka menjaga kualitas lingkungan hidup, sejak dini diterapkaan pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan yang terpadu dan kontinyu. HALAMAN I - 7

9 b. Kawasan Lapangan Udara Pengembangan kawasan di sekitar bandar udara Kecamatan Ile Mandiri, ditempuh melalui optimasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan penetapan kawasan bebas seluas 3 km dari runway dan radius di sekitar bandar udara sejauh 2 km agar bebas dari kawasan terbangun dan permukiman. Pembatasan jenis kegiatan tidak menggangu aktivitas bandara. c. Kawasan Militer Untuk kawasan meliter di bedakan menjadi dua, yaitu komplek militer dan areal latihan. Di sekitar komplek militer harus dilakukan pelarangan penggunaan tanah yang memiliki intensitas kegiatan tinggi. Sedangkan pada areal latihan militer di Kelurahan Lokea di Kecamatan Larantuka apabila sudah tidak dapat memenuhi tingkat keamanan masyarakat yang berada di sekitarnya perlu dialokasi di kawasan yang baru. Kawasan militer harus jauh dari permukiman penduduk. d. Kawasan Pariwisata Dalam pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Flores Timur agar pengembangannya tetap berwawasan lingkungan dan mengutamakan kelestarian, maka langkah-langkah kebijaksanaan yang harus ditempuh adalah : Kegiatan pengembangan obyek pariwisata harus tidak meninggalkan keasliannya Dalam pengembangan pariwisata harus ada keterkaitan antar obyek melalui paket wisata untuk lebih menghidupkan kepariwisataan di Kabupaten Flores Timur. Pelestarian wisata budaya untuk menunjang atraksi wisata Peningkatan aksesibilitas (jalan dan transportasi), sarana/prasarana pariwisata sangat berperan penting bagi pengembangan pariwisata sehingga harus dikedepankan Kegiatan promosi melalui leaflet, kalender wisata dan pekan wisata juga penting perannya bagi pengembangan pariwisata Kebijakan Optimasi Pemanfaatan Air Air merupakan salah satu sumber daya alam yang vital, karena selain sangat dibutuhkan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya sumber daya ini jumlahnya tetap untuk itu perlu dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu langkah - langkah optimasi dalam rangka pemanfaatannya dapat ditempuh melalui : Pemenuhan kebutuhan air dapat dipenuhi dengan memanfaatkan sumber-sumber air baru yang belum dimanfaatkan secara optimal Pemanfaatan aliran air agar tidak langsung bermuara di laut dengan pembangunan embung atau bendungan. HALAMAN I - 8

10 Untuk menjaga kontinuitas air permukaan (mata air) dilakukan penetapan pengamanan kawasan dengan pembuatan buffer 200 m di sekelilingnya. Pemanfaatan air yang digunakan sebagai konsumsi air minum oleh penduduk lebih dioptimalkan dengan memperbanyak sambungan jaringan air oleh PDAM, dan kran umum. Pemanfaatan air yang digunakan sebagai irigasi pertanian dioptimalkan dengan melakukan pola penggiliran tanam antara padi dan palawija yang terencana. Pemanfaatan air yang digunakan untuk industri dioptimalkan dengan memberikan ketentuan dalam pembuatan intake (saluran masuk) air ke suatu industri, dan penentuan tarif tertentu yang harus dibayar oleh suatu pabrik apabila memanfaatkan air sungai untuk kegiatan produksinya. Untuk menjaga kontinuitas air tanah dangkal dan dalam, maka kawasan-kawasan yang berfungsi sebagai kawasan mampu menangkap air hujan dalam jumlah besar (kawasan lindung) akan tetap dipertahankan. Dalam menjaga kondisi air sungai maka dilakukan optimasi dengan penetapan garis sempadan sungai sejauh 100 meter untuk sungai besar, 50 meter untuk anak sungai di luar kawasan permukiman, serta 15 meter di kawasan permukiman untuk sungai dan anak sungai Kebijakan Optimasi Pemanfaatan Ruang Udara Sejauh ini pemanfaatan ruang saluran udara akan terkait dengan aktifitas di bawahnya (tanah). Penggunaan ruang udara yang digunakan sebagai ruang untuk penempatan jaringan listrik tegangan tinggi dan ekstra tinggi, ruang pengaman di sekitar bandar udara, dan ruang perlindungan di atas hutan lindung harus mendapat pengawasan agar tidak di campuri oleh kegiatan lain yang dapat menimbulkan konflik dan saling membahayakan. Mengingat optimasi ruang udara terkait dengan aktifitas dibawahnya (tanah) maka, kebijaksanaan optimasinya berupa : Penetapan ruang bebas bangunan dan aktifitas manusia di bawah jaringan listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). Ruang konservasi adalah 20 meter di kanan dan kiri jaringan. Semakin tinggi jarak jaringan ke tanah maka semakin kecil ruang yang dikonservasi Penetapan ruang bebas bangunan dan aktifitas manusia di sekitar kawasan bandara udara Gewayantana. Untuk kawasan di sekitar bandar udara, optimasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan penetapan kawasan bebas seluas 3 km dari runway dan radius di sekitar badar udara sejauh 2 km agar bebas dari kawasan terbangun dan permukiman. HALAMAN I - 9

11 2.2. Kebijakan Operasional Umum Dalam upaya pembangunan di Kabupaten Flores Timur perlu dilakukan pemerataan pembangunan antar kecamatan dalam rangka memperkecil perbedaan tingkat perkembangan dan kesenjangan antar kecamatan (kecamatan yang maju dengan kecamatan yang masih terbelakang). Sebagai konsekwensinya adalah penajaman dan pengalokasian prioritas pembangunan harus betul-betul terarah, sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan aspirasi rakyat. Mengingat kemampuan sumberdaya yang terdapat di Kabupaten Flores Timur terbatas, maka usaha-usaha pembangunan perlu didasarkan pada konsepsi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), sehingga dapat menjamin keseimbangan antar pertumbuhan penduduk dengan kegiatannya, sesuai dengan kemampuan sumber daya alam sehingga keseimbangan lingkungan dapat tetap terpelihara Jalur-Jalur Upaya Pengembangan Wilayah Kabupaten Flores Timur Berdasarkan rangkaian kebijaksanaan yang ada baik dalam lingkup Propinsi Nusa Tengara Timur, strategi pengembangan tata ruang dalam pembangunan di wilayah Kabupaten Flores Timur menggunakan 7 jalur upaya, yaitu : 1. Jalur Upaya Pemanfaatan Fungsi Lindung Jalur upaya ini dikaitkan dengan tujuan untuk mewujudkan pola pembagunan yang berkelanjutan, mencakup upaya penentuan kawasan budidaya dan lindung. 2. Jalur optimasi Penggunaan Sumber Daya Jalur upaya ini dikaitkan dengan tujuan untuk mencapai pemanfaatan yang optimal atas sumber daya alam yang tersedia, baik dilihat dari segi pembangunan sumber dayanya sendiri, maupun pengaruhpengaruhnya terhadap pengembangan wilayah. Optimasi pemanfaatan sumber daya menyangkut : Pemanfaatan tanah untuk tanaman pangan dan pemukiman Pemanfaatan air untuk mendukung budidaya pangan dan pemukiman Pemanfaatan sumber daya laut 3. Jalur Upaya Penyeimbangan Wilayah Jalur ini dikaitkan dengan tujuan mencapai tingkat pemerataan yang seluas-luasnya, dengan mengupayakan tingkat keseimbangan yang mampu menumbuhkan daya tarik dan membuka kesempatan tumbuh untuk wilayah-wilayah terbelakang. 4. Jalur Upaya Pemanfaatan Sistem Aksesibilitas Jalur ini dikaitkan dengan pencapaian tujuan pertumbuhan dan pemerataan, melalui sistem pengembangan transportasi terutama jaringan jalan regional yang terkait dengan hierarki dan fungsi kota / pusat pengembangan yang menjamin kelangsungan interaksi antar HALAMAN I - 10

12 daerah dan pusat-pusat secara mudah dan mendukung angkutan sendiri. 5. Jalur Upaya Pemanfaatan Fungsi kota dan Pemukiman Jalur upaya ini dikaitkan dengan tujuan dalam rangka mencapai keseimbangan perkembangan ruang kota dan wilayah belakangnya melalui penetapan hierarki kota yang menjamin pelaksanaan fungsi utama kota secara efesien. 6. Jalur Upaya Optimasi Penggunaan Ruang Jalur upaya ini dikaitkan dengan tujuan penyelenggaraan fungsifungsi kota secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan intensitas penggunaan tanah dan tingkat kebutuhan dasar pemukiman kota. 7. Jalur Upaya Peningkatan Efesiensi Produksi dan Pemanfaatan Produksi Jalur upaya ini dikaitkan dengan tujuan pencapaian keseimbangan perkembangan wilayah dan mengoptimumkan sumber daya dalam menjamin fungsi produksi yang berkelanjutan, dengan mempertimbangkan keterkaitan ruang hunian dan ruang usaha, serta pola keterkaitan tanah yang dapat mendukung perkembangan keluarga. Pada akhirnya semua jalur upaya dan arah penekanan kebijaksanaankebijaksanaan akan dapat dioperasionalkan bila diwujudkan dalam bentuk perencanaan, yang bersifat memberi arahan-arahan operasional baik fisik maupun non fisik Penetapan Bidang-Bidang Prioritas Pembangunan Dalam perkembangan suatu wilayah, tidak akan terlepas dari keberadaan bidang-bidang yang dapat dijadikan prioritas untuk dikembangkan. Bidang yang diprioritaskan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) bidang prioritas dilihat dari sisi ekonomi, (2) bidang prioritas dilihat dari sisi kebijaksanaan yang berlaku, (3) bidang prioritas dilihat dari sisi tingkat kesejahteraan masyarakat Kegiatan Prioritas Bidang dengan prioritas tertinggi merupakan bidang yang nantinya diharapkan mampu menjadi lokomotif dalam menggerakkan roda perekonomian wilayah setempat atau dalam hal ini tiap SSWP di Kabupaten Flores Timur. Penentuan bidang-bidang prioritas pembangunan harus berdasarkan pada tuntutan kebutuhan atau aspirasi masyarakat dan target oriented. Meskipun demikian penentuan bidang-bidang prioritas pembangunan tersebut juga harus berdasarkan pada potensi sumber daya alam dan bidang-bidang unggulan pada masing-masing kecamatan yang telah teridentifikasi sebelumnya. Sedangkan lokasi pembangunan bidangbidang prioritas dapat dialokasikan pada pusat SSWP atau kecamatankecamatan hinterlandnya sesuai dengan tingkat kepentingan, tujuan dan target. Beberapa kegiatan pengembangan bidang-bidang unggulan dan HALAMAN I - 11

13 sumber daya alam yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan wilayah adalah : 1. Pengembangan pusat/kawasan industri kecil dan kerajinan rakyat di Kecamatan Solor Timur dan kecamatan lain yang memiliki potensi 2. Mengalokasikan kawasan industri di Larantuka dan Tanjung Bunga, serta LIK (Lokasi Industri Kecil) di SSWP II (Wulanggitang, Titehena dan Ile Bura) 3. Pengembangan pusat/kawasan peternakan skala besar (Breeding Center) di wilayah-wilayah yang memiliki bidang unggulan peternakan 4. Menjadikan Waibalun dan Postoh sebagai kota nelayan dan sebagai lokasi pelabuhan nasional untuk menunjang tingginya aktivitas nelayan di wilayah tersebut. 5. Pengembangan pusat pendaratan ikan di pelabuhan Postoh Kecamatan Larantuka lengkap dengan adanya TPI (Tempat Pendaratan Ikan) 6. Mengembangkan kegiatan pengolahan bidang-bidang unggulan di seluruh wilayah Kabupaten Flores Timur 7. Mengembangkan jalur-jalur wisata berupa zona wisata dan pengembangan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Flores Timur 8. Mengembangkan obyek-obyek wisata yang masih belum dikembangkan khususnya wisata pantai 9. Meningkatkan penelitian bidang pertambangan untuk mengetahui potensi bahan tambang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di Kabupaten Flores Timur yang masuk wilayah SSWP I, SSWP II, SSWP III, SSWP IV dan SSWP V 10. Meningkatkan aksesibilitas dan kondisi jaringan jalan untuk mempermudah koleksi dan distribusi hasil pertanian, barang dan jasa serta menunjang pariwisata Kegiatan-kegiatan prioritas diatas harus dijadikan panduan bagi penentuan arahan pengembangan. Arahan pengembangan esensinya berupa arahan yang sifatnya masih global tetapi sudah disesuaikan dengan sub bidang yang hendak dikembangkan dan untuk tindak lanjutnya harus ada rencana tata ruang yang membahas dan mengarahkan secara lebih detail (seperti rencana bidang dan sejenisnya). Disamping hal-hal yang telah disebutkan diatas tadi, keluaran lain dari hasil penetapan bidang-bidang prioritas ini adalah keberadaan sentrasentra atau pusat dimana bidang prioritas tadi berada. Keberadaan sentra ini akan dapat dijadikan sebagai lokasi percontohan dalam pengembangan lebih lanjutnya Bidang Prioritas Kebijakan Dasar Dilihat dari kebijaksanaan yang telah ditetapkan, Kabupaten Flores Timur telah menetapkan prioritas kebijaksanaan pembangunan sebagai berikut : 1. Pembangunan di bidang pertanian perlu ditingkatkan dan dikembangkan dengan usaha membuka tanah-tanah persawahan HALAMAN I - 12

14 baru, diversifikasi maupun dengan pengelolaan yang lebih baik untuk tanah kering. 2. Pengembangan produk unggulan pada wilayah 3. Pengembangan sistem pengelolaan pada tiap-tiap produk pertanian unggulan. 4. Pengembangan tingkat pelayanan akan prasarana yang dibutuhkan. 5. Pengembangan sistem kelembagaan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas produksi. 6. Sistem informasi pada pertanian dalam rangka meningkatkan sumber daya manusianya. 7. Dalam rangka ikut serta mempercepat terciptanya perubahan struktur yang seimbang antara bidang pertanian dengan bidang industri, maka pembangunan bidang-bidang industri akan terus ditingkatkan dengan masih menitik beratkan pada penyediaan kesempatan kerja dalam perluasan lapangan kerja. 8. Peningkatan dan pengembangan sentra-sentra industri kecil dan kerajinan tangan termasuk industri kecil serta industri menengah dan besar di Kabupaten Flores Timur untuk dapat meluaskan kesempatan kerja dan perluasan lapangan kerja sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat Peningkatan Kesejahteraan Sesuai dengan perkembangan wilayah, maka perlu dibuat suatu arahan prioritas pembangunan, yang sedikit banyak harus mampu mengakomodasikan kebutuhan nyata di masyarakat. Berdasarkan Kebijakan Pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnnya bahwa pembangunan yang terkait dengan program kemasyarakatan diarahkan : 1. Peningkatan pemerataan kesejahteraan masyarakat, kemampuan, kesempatan memperoleh pekerjaan serta kesempatan turut serta dalam kegiatan pembangunan. 2. Peningkatan keterpaduan dalam bentuk bimbingan dan pemberian bantuan, santunan, dan rehabilitasi sosial, peningkatan taraf kesejahteraan sosial serta pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. 3. Peningkatan kemampuan profesional lembaga sosial, asuransi sosial, organisaasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya, serta panti sosial 4. Peningkatan kesadaran, kesetiakawanan masyarakat dan tanggung jawab sosial masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan bagi kesejahteraan masyarakat. 5. Pemberian penghargaan bagi jasa kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan terus dikembangkan. Sementara itu permasalahan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat terutama di Kabupaten Flores Timur harus segera ditangani. Oleh sebab itu dengan melihat kondisi sekarang dan perkiraan masa krisis, maka program prioritas pembangunan dilihat dari segi kesejahteraan masyarakat adalah : HALAMAN I - 13

15 Peningkatan program jaring pengaman sosial terutama pada daerahdaerah yang memiliki tingkat pengangguran cukup tinggi, dengan mengaplikasikan program padat karya. Program-program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan tetap diteruskan dengan meningkatkan pengawasan agar hasilnya lebih efektif. Peningkatan program-program yang berkaitan dengan pemberdayaan sumber daya manusia dipedesaan terutama dengan pelatihanpelatihan, dan penyuluhan. Peningkatan pembangunan terutama pada daerah-daerah tertinggal. Kelancaran penyediaan 9 kebutuhan pokok rakyat dengan harga yang terjangkau terutama bagi keluarga-keluarga prasejahtera serta memanfaatkan setiap pekarangan Kriteria Penetapan Kawasan Lindung Dan Kawasan Budidaya Pengertian dan Klasifikasi Kawasan Lindung 1. Kawasan perlindungan bawahannya, terdiri dari : Kawasan Hutan Lindung yaitu kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar walaupun bawahannya sebagai pengatur tata air pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Kawasan Bergambut yaitu kawasan yang unsur membentuk tanahnya yang sebagian besar berupa sisa sisa bahan organikyang bertimbun dalam waktu yang lama. Kawasan Resapan Air yaitu kawasan yang mempunyai kawasan tinggi untuk meresapkan air hujan sehinga merupakan tempat penggisian air bumi ( akifer ) yang berguna sebagai sumber air. 2. Kawasan perlindungan Setempat Sempadan pantai yaitu kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Sempadan sungai yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termaksut sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk memperhatikan kelestarian fungsi sungai. Kawasan sekitar danau/waduk yaitu kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk. Kawasan sekitar mata air yaitu kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. 3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya : a. Kawasan suaka alam yaitu kawasan yang memiliki ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberi perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam. HALAMAN I - 14

16 b. Pantai Berhutan Bakau yaitu kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada prikehidupan pantai dan laut. c. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya yaitu daerah berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem. d. Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam yaitu : Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Taman Hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau hutan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan kebudayaan, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. e. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan yaitu kawasan di mana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas berada. 4. Kawasan Rawan Bencana : Kawasan Rawan Bencana yaitu kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Tabel 2.1 Kriteria Penetapan Kawasan Lindung Jenis kawasan Definisi Tujuan Perlindungan Kriteria I. Kawasan Yang Memberikan Per-Lindungan Kawasan Bawahannya Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar walaupun bawahanya sebagai pengatur tata air pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologik tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah. Air tanah dan air permukaan. 1. Kawasan hutan dengan fakor faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilaiskor 175 menurut SK Menteri pertanian No: 837/ KPTS/ um/11/1980 dan atau 2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih ( Inmendagri 8/1985 ). Dan atau 3. Kawasan hutan yang mempunyai HALAMAN I - 15

17 Jenis kawasan Definisi Tujuan Perlindungan Kriteria ketinggian diatas permukaan laut 2000 meter atau lebih. Kawasan Bergambut Kawasan bergambut adalah Mengendalikan Tanah bergambut kawasan yang unsur hidrologi wilayah, yaitu dengan ketebalan 3 membentuk tanahnya yang sebagai penembat air meter atau lebih yang sebagian besar berupa sisa dan pencegah banjir terdapat di bagian hulu sisa bahan organikyang serta melindunggi sungai. bertimbun dalam waktu yang lama. ekosistem yang khas di kawasan bergambut. Kawasan Air Resapan II. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan resapan air adalah kawasaan yang mempunyai kawasan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat penggisian air bumi ( akifer ) yang berguna sebagai sumber air. Sempadan Pantai Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kerestarian fungsi pantai. Sempadan Sungai Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk memperhatikan kerestarian fungsi sungai Memberikan ruang yang cukup bagiperesapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan, penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun kawasan yang bersangkutan Melindunggi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang meresapkan air dan bentuk geo morfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar besaran. Dataran sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah barat. Sekurang kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri dan di kanan anak sungai yang berada diluar permukiman (SK mentan No : 837/ KPTS/um/ 11/1980 dan No: 887/KPTS/um/1980 ). Kawasan Sekitar Danau/Waduk Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling danau/ waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan disekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Melindunggi danau / waduk dari kegiatan budi daya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau / waduk. Melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Daratan sekeliling tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik danau / waduk (antara meter Dari titik pasang tertinggi ke arah darat). Sekurang kurangnya dengan jari jari 200 meter di sekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum (SK Mentan No : 837/KPTS/Um/11/1990 ) HALAMAN I - 16

18 Jenis kawasan Definisi Tujuan Perlindungan Kriteria III. Kawasan Suaka Alam Dan Cagar Alam Kawasan Suaka Kawasan suaka alam adalah Melindunggi Kawasan suaka alam Alam kawasan yang memiliki keanekaragamaan terdiri dari cagar alam, ekosistem khas yang biota, tipe ekosistem, suaka margasatwa, merupakan habitat alami yang gejala dan keunukan hutan wisata, daerah memberi perlindungan bagi alam bagi kepentingan perlindungan satwa dan perkembangan flora dan fauna plasma nuftah, ilmu daerah penggungsian yang kahas dan beraneka pengetahuan dan satwa ragam. pembangunan pada Kriteri untuk masing umumnya. masing kawasan Suaka Alam seperti tersebut dalam SK Menteri Pertanian No : 681/KPTS/UM/8/81 Pantai Berhutan Pantai perhutanan bakau Melestarikan Minimal 130 kali nilai Bakau adalah kawasan pesisir laut keberadaan hutan rata-rata perbedaan air yang merupakan habitat alami mangrove sebagai pasang tertinggi dan hutan bakau alami hutan pembentuk ekosistem terendah tahunan bakau (mangrove) yang hutan bakau dan diukur dari garis air berfungsi memberikan tempat surut terendah ke arah perlindungan kepada berkembangnya darat. prikehidupan pantai dan laut. berbagai biota laut, di samping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidya dibelakangnya Kawasan Suaka Melindungi Alam Laut Dan keanekaragaman biota, Perairan lainnya tipe ekosisitem, gejala Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang, dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang di kelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Taman Hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau hutan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan kebudayaan, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam didarat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran. Melindungi kekayaan budaya bangsa berupa Kawasan berupa pesisir laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem. Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki flora dan fauna yang beraneka ragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata. Lokasi Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wista Alam ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah. Tempat serta ruang di sekitar bangunan HALAMAN I - 17

19 Jenis kawasan Definisi Tujuan Perlindungan Kriteria Pengetahuan kawasan dimana lokasi peninggalan bernilai budaya tinggi, bangunan hasil budaya peninggalan sejarah, situs purbakala dan manusia yang bernilai tinggi bangunan arkeologi kawasan dengan maupun bentukan geologi dan monumen bentukan geologi alami yang khas berada. nasional, dan tertentu yang keragaman bentukan mempunyai manfaat geologi, yang berguna tinggi untuk untuk pengembangan ilmu mengembangkan Ilmu pengetahuan, kriteria pengetahuan bahkan Cagar Budaya oleh kegiatan alam didasarkan atas maupun manusia Monumental Ordonantis Staste Biad 1931 Nomor 238. IV. Kawasan Rawan Bencana Kawasan Bencana Rawan Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam Melindungi manusia dari kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. Sumber: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah (Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun 1989) Daerah yang diindentifikasikan sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana dalam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi longsor dan lainlain Pengertian dan Klasifikasi Kawasan Budidaya Kawasan budidaya pada dasarnya merupakan kawasan di luar lindung yang kondisi fisik dan potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan baik bagi kepentingan produksi maupun pemenuhan kebutuhan ruang untuk permukiman. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang diharapkan untuk dapat menampung semua kegiatan masyarakat, pemerintah dan swasta dengan tetap meempertahankan azas penatagunaan tanah, yaitu lestari, optimal dan seimbang/serasi (LOS). Tabel 2.2. Kriteria Penetapan Kawasan Budidaya Jenis Kawasan Definisi Kriteria I. Kawasan Hutan Produksi 1. Kawasan Hutan Kawasan yang diperuntukan Produksi Terbatas bagi hutan produksi terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat dengan tebang pilih dan tanam Kawasan hutan dengan faktorfaktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor HALAMAN I - 18

20 Jenis Kawasan Definisi Kriteria , di luar hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan konversi lainnya. (SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/KPTS/Um/11/ Kawasan Hutan Produksi Tetap Kawasan yang diperntukan Kawasan hutan dengan faktor-faktor bagi hutan produksi tetap lereng lapangan, jenis tanah, curah dimana eksploitasinya dapat hujan yang mempunyai nilai skor dengan te bang pilih atau 174, di luar hutan suaka alam, hutan tebang habis tanam wisaata dan hutan konversi lainnya. (SK Mentan No. 683/kpts/Um/8/1981 & 837/kpts/Um/11/1980) 3. Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan yang bilamana Kawasan hutan dengan faktor-faktor di perlukan dapat lereng lapangan, jenis tanah, curah dialihgunakan II. Kawasan Pertanian 1. Kawasan Tanaman Kawasan yang diperuntukan Pangan Lahan bagi tanaman pangan lahan Basah basah dimana pengairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis 2. Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering 3. Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebun an 4.Kawasan Peternakan hujan yang mempunyai nilai skor , di luar hutan suaka alam, hutan wisaata dan hutan konversi lainnya. (SK Mentan No. 683/KPS/Um/8/1981 & 837/kpts/Um/11/1980) Kawasan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan basah adalah yang mempunyai sistem dan atau potensi pengembangan perairan yang Memiliki : a. Ketinggian < 1000 m b. Kelerengan < 40 % c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm Kawasan yang diperuntukan Kawasan yang tidak mempunyai sistem bagi tanaman pangan lahan atau potensi pengembangan perairan kering untuk tanaman palawija, yang Memiliki : hortikultura atau tanaman a. Ketinggian < 1000 m pangan b. Kelerengan < 40 % c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm Kawasan yang diperuntukan bagi tanaman tahunan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku industri Kawasan yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebunan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : a. Ketinggian < 2000 m b. Kelerengan < 40 % c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas >30 cm Kawasan yang sesuai untuk Kawasan yang diperuntukan bagi peternakan he wan besar peternakan/penggembala an hewan dan padang penggembalaan besar ditentukan dengan ternak mempertimbangkan faktor-faktor : a. Ketinggian < 2000 m b. Kelerengan < 15 % c. Jenis tanah dan iklim yang sesuai HALAMAN I - 19

21 Jenis Kawasan Definisi Kriteria 5. Kawasan Perikanan III. Kawasan Pertambangan IV. Kawasan Perindustrian Kawasan yang diperuntukan bagi perikanan baik berupa pertambakan/kolam dan perairan darat lainnya Kawasan yang diperuntukan bagi pertambangan baik wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan kegiatan pertambangan Kawasan yang diperuntukan bagi industri berupa tempat pemusatan kegiatan industri V. Kawasan Pariwisata Kawasan yang diperuntukan bagi pariwisata VI. Kawasan Permukiman Kawasan yang diperuntukan bagi Permukiman untuk padang rumput alamiah Kawasan yang sesuai untuk perikanan ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : a. Kelerengan < 8 % b. Persediaan air cukup Kriteria lokasi sesuai dengan yang ditetapkan Departemen Pertambangan untuk daerah masing-masing, yang mempunyai potensi bahan tambang bernilai tinggi a. Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri b. Tersedia sumber air baku yang cukup c. Adanya sistem pembuangan limbah d. Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat e. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi untuk pengembangan irigasi Kawasan yang mempunyai : a. Masyarakat dengan kebudayaan bernilai tinggi dan diminati oleh pariwisata b. Bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai nilai sejarah yang tinggi a. Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada b. Ketersediaan air terjun c. Lokasi yang terkait dengan kawasan hunian yang telah ada/berkembang d. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah Sumber: Pedoman Penyusunan Tata Ruang di Daerah ( Tim Tata Ruang Kepres No. 57 tahun Rencana Pengelolaan Ruang Penatagunaan Ruang Untuk Tanah Penatagunaan yang terkait dengan tanah di Kabupaten Flores Timur seperti telah ditetapkan dalam kebijaksanaan dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu : tanah yang digunakan sebagai kawasan lindung dan budidaya. Kedua fungsi tanah di atas dalam konstelasi tata ruang wilayah memiliki interaksi yang saling mempengaruhi, sehingga apabila salah satu fungsi tanah mengalami gangguan maka fungsi tanah yang lain akan ikut terpengaruhi. HALAMAN I - 20

22 Kebijakan Rencana Kawasan Lindung Kawasan lindung di Kabupaten Flores Timur pada dasarnya merupakan penetapan fungsi kawasan agar wilayah yang harus dilindungi dan memiliki fungsi perlindungan dapat dipertahankan guna menghindari adanya infesiensi program pembangunan jangka panjang. Kawasan yang termasuk dalam kawasan lindung ini adalah kawasan perlindungan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar alam dan kawasan rawan bencana. 1. Kawasan Perlindungan Bawahannya a. Kawasan hutan lindung mempunyai tujuan perlindungan mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologik tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah. Air tanah dan air permukaan dengan kriteria : Kawasan hutan dengan fakor faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175 menurut SK Menteri pertanian No: 837/KPTS/ UM/11/1980 dan atau Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih ( Inmendagri 8/1985 ). Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 meter atau lebih. b. Kawasan Bergambut mempunyai tujuan perlindungan mengendalikan hidrologi wilayah, yaitu sebagai penembat air dan pencegah banjir serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut. Kriteria tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai. c. Kawasan Resapan Air bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan, penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun kawasan yang bersangkutan. Kriteria curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang meresapkan air dan bentuk geo morfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar besaran. 2. Kawasan perlindungan Setempat a. Sempadan Pantai bertujuan melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Kriteria dataran sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah barat. b. Sempadan Sungai bertujuan melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Kriteria sekurang kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri dan di kanan anak sungai yang berada diluar permukiman (SK mentan No : 837/KPTS/UM/11/1980 dan No: 887/KPTS/UM/1980 ). HALAMAN I - 21

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa ruang selain

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai konservasi

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR - 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 8 TAHUN 2005

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 8 TAHUN 2005 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DAN KOMPENSASI PEMANFAATAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mantap dan tertibnya tata cara penetapan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesiadengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Menimbang : a. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11 Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana Adipandang Y 11 Multiple Criteria Evaluation (MCE) According to Smith (1980), multiple criteria evaluation (MCE) is defined as: "The weighting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: D NOMOR: 02

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: D NOMOR: 02 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: D NOMOR: 02 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) Pengertian AMDAL Kriteria wajib AMDAL Proses AMDAL Jenis AMDAL Contoh kasus AMDAL AMDAL Lahan Basah Fungsi AMDAL Pengertiang AMDAL Adalah kajian mengenai dampak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

LAMPIRAN. I. Surat Survey

LAMPIRAN. I. Surat Survey LAMPIRAN. I. Surat Survey L- 1 L- 2 LAMPIRAN. II. Foto Studi Hasil Ground check. 01 (Sophie&martin).jpg 02. Pd Putra Chan (Daur ulang beling).jpg 03 CV. SGI (sarung tangan).jpg 04.PT Bintang Kanggoro (Produksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG -1- PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DALAM WILAYAH KABUPATEN ACEH TAMIANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : TAHUN : SERI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 1 TAHUN 1996 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci