IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian terhadap persiapan kelayakan persyaratan dasar (GMP) dan penyusunan rencana HACCP (hazard analysis critical control point) untuk produksi mi kering ini dilakukan pada sebuah perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan yang berlokasi di Jl. Depan Terminal Kav Citeureup, Bogor. Penelitian atau pengkajian terhadap persiapan kelayakan persyaratan dasar dan penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering di PT Kuala Pangan, Citeureup-Bogor dilakukan selama 6 (enam) bulan dari awal bulan Oktober tahun 2007 sampai dengan akhir bulan Maret tahun B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : bahan baku utama tepung terigu dan air, bahan pembantu utama garam dan tepung telur, serta bahan tambahan pangan (BTP) yang berupa garam alkali (senyawa natrium dan kalium karbonat) dan bahan pewarna tartrazin C Semua bahan-bahan tersebut diperoleh dan berasal dari perusahaan PT Kuala Pangan dan digunakan untuk tujuan : percobaan proses produksi, sebagai sampel pengujian di laboratorium yang sudah terakreditasi, identifikasi dan analisis bahaya, serta verifikasi dan validasi sistem HACCP. Selain bahan-bahan tersebut, dalam penelitian ini digunakan pula bahanbahan lain yang terdiri dari : (1) Check-list Form A untuk penilaian cara produksi pangan yang baik (CPPB) yang dikeluarkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta; untuk mengidentifikasi pola pengendalian keamanan pangan yang sudah ada di perusahaan dan mengetahui program persyaratan kelayakan dasar sistem HACCP (prerequisite programs) perusahaan; (2) Lembar kertas kerja untuk penentuan deskripsi produk; (3) Lembar kertas kerja untuk pembuatan diagram alir proses produksi; (4) Lembar kertas kerja untuk analisis dan evaluasi bahaya; (5) Lembar kertas kerja untuk penentuan titik kendali kritis atau CCP (critical control point); dan (6) Lembar kertas kerja untuk pengendalian dan pemantauan sistem HACCP atau HACCP Plan. 63

2 Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan percobaan ini terdiri dari alat-alat yang digunakan untuk proses produksi mi kering dan peralatan laboratorium yang digunakan untuk pengujian produk mi kering yang dihasilkan. Peralatan produksi yang digunakan untuk penelitian dan percobaan terdiri atas : alat pencampur adonan (mixer), alat pengumpan bahan (feeder), alat pengepres adonan untuk menjadi bentuk lembaran adonan (roll presser), alat pengukus dalam terowongan (tunnel steamer), alat pemotong cetakan mi (cutter), alat pengering mi (dryer), alat konveyor untuk membantu proses produksi mi, alat pendingin dalam bentuk kipas (blower), alat pengemas produk mi dan satu set alat pembangkit uap panas (boiler). Kesemua alat tersebut disediakan oleh perusahaan PT Kuala Pangan. Sedangkan alat-alat laboratorium yang digunakan untuk proses pengujian meliputi alat-alat untuk uji fisik, kimia dan mikrobiologis sebagian disediakan oleh perusahaan PT Kuala Pangan dan sebagian alat lain menggunakan fasilitas alat yang tersedia di laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor. C. METODE PENELITIAN Penelitian persiapan kelayakan persyaratan dasar atau GMP dan penyusunan rencana HACCP untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan Evaluasi Kondisi Kelayakan Persyaratan Dasar (GMP) di Perusahaan Evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar atau GMP di perusahaan dilakukan dengan cara membandingkan pemenuhan persyaratan kelayakan dasar atau good manufacturing practice (GMP) di perusahaan PT Kuala Pangan dengan persyaratan standar kelayakan dasar yang ditetapkan oleh pemerintah (Badan POM). Pemenuhan persyaratan kelayakan dasar (GMP) ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menerapkan sistem HACCP di perusahaan. Evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar dilakukan dengan cara mengamati kondisi GMP perusahaan berdasarkan observasi di lapang, wawancara, pengamatan keadaaan nyata perusahaan, dan pencatatan data yang 64

3 ada di perusahaan menggunakan check-list penilaian GMP yang berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai sarana untuk pemeriksaan kondisi GMP pada industri pangan di Indonesia. Evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar ini dilakukan pula untuk membandingkan pemenuhan persyaratan kelayakan dasar atau GMP di perusahaan terhadap kelengkapan standar prosedur operasi untuk sanitasi atau Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) yang harus dibuat dan dipenuhi oleh perusahaan sebelum menerapkan HACCP, yang mencakup: (a) SSOP untuk menjaga keamanan air yang digunakan, (b) SSOP untuk menjaga kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, (c) SSOP untuk pencegahan kontaminasi silang, (d) SSOP untuk menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet, serta peralatan yang digunakan, (e) SSOP untuk proteksi dari bahan-bahan kontaminan, (f) SSOP untuk pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya (toksin) yang benar, (g) SSOP untuk pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi, dan (h) SSOP untuk mencegah/menghilangkan hama dan penyakit dari unit pengolahan. Hasil evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar dan penilaian terhadap program pemenuhan persyaratan kelayakan dasar (GMP) yang diperoleh ini dapat menjadi bahan rujukan dan bahan masukan untuk perbaikan terhadap GMP dan fasilitas perusahaan yang akan menerapkan sistem HACCP. Selain evaluasi terhadap kondisi kelayakan persyaratan dasar itu, dilakukan pula identifikasi dan analisis terhadap kendala-kendala yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP di perusahaan. 2. Menyusun Rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi Mi Kering Penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan dilakukan sesuai dengan SNI dan Pedoman BSN dengan tahapan sebagai berikut : a. Melakukan pelatihan sistem HACCP Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah memberi pelatihan kepada para calon penanggung jawab dan pelaksana sistem HACCP pada perusahaan. Peserta yang dilatih berjumlah 25 65

4 orang yang berasal dari bagian produksi, pengendalian mutu, teknik dan maintenance, gudang, pembelian, dan bagian pengemasan. Model pelatihan yang diterapkan adalah presentasi mengajar di kelas dengan cara tatap muka, tanya jawab, diskusi dan workshop dengan materi terdiri dari : (a) Cara produksi pangan yang baik atau GMP sebagai persyaratan kelayakan dasar dalam penerapan HACCP, (b) Keamanan pangan dan sumber kontaminasi (fisik, kimia dan biologis/mikrobiologis), (c) Sanitasi dan sistem pengendalian hama, (d) Prinsip HACCP dalam industri pangan, (e) Implementasi HACCP dalam industri pangan, (f) Dokumentasi GMP dan sistem HACCP serta Workshop penyusunan rencana HACCP atau HACCP Plan. Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan efektivitas pelatihan sistem HACCP dilakukan evaluasi penilaian dengan cara memberi beberapa pertanyaan dalam bentuk pilihan berganda dan essai pada saat sebelum dan sesudah pelatihan dilakukan sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman dan pengetahuan peserta. Contoh soal dan pertanyaan untuk evaluasi terhadap peserta pelatihan dan efektifitasnya dapat dilihat pada Lampiran 3. b. Menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan Yang Berhubungan Dengan HACCP Plan Pemimpin puncak (top management) PT Kuala Pangan harus menetapkan kebijakan mutu dan keamanan pangan perusahaan. Kebijakan mutu dan keamanan pangan merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh pimpinan puncak/tertinggi dari suatu organisasi PT Kuala Pangan yang berupa janji atau komitmen untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara standar mutu yang tinggi. Kebijakan mutu dan keamanan pangan ini harus mencakup tujuan, sumber daya yang digunakan, dan alasan manajemen jaminan mutu yang digunakan. Contoh lembar kertas kerja pernyataan kebijakan mutu dapat dilihat pada Lampiran 4. c. Pembentukan Organisasi Tim HACCP Pembentukan organisasi tim HACCP sesuai dengan persyaratan SNI perlu melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman, termasuk dari bagian produksi, pengendalian mutu (QC/QA), pembelian, gudang, dan teknik dan pemeliharan 66

5 (maintenance). Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam; dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/rekayasa proses, teknolog pangan, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan analisis bahaya dan menetapkan tindakan pengendalian bahaya yang tepat dalam mengambil keputusan. Pembentukan organisasi tim HACCP meliputi : identitas dan kualifikasi personil yang dibentuk, uraian tugas, tanggung jawab dan wewenang tim HACCP, serta prosedur yang terkait yang menunjukkan personil yang bertanggung jawab terhadap pengembangan, penerapan dan berjalannya Rencana HACCP atau HACCP Plan perusahaan. Contoh lembar kertas kerja pembentukan organisasi tim HACCP dapat dilihat pada Lampiran 5. d. Menentukan Ruang Lingkup Penerapan Sistem HACCP Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menentukan ruang lingkup penerapan sistem HACCP. Penentuan ruang lingkup penerapan sistem HACCP di PT Kuala Pangan ditetapkan berdasarkan kegiatan badan usaha tersebut, yaitu mencakup lokasi, jenis jasa yang diberikan dan bidang kegiatan utama perusahaan. Cakupannya dapat mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga penanganan produk oleh konsumen. e. Mendeskripsikan Produk dan Metode Distribusinya Tim HACCP yang telah dibentuk selanjutnya menyusun deskripsi atau uraian yang lengkap dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP-nya. Tahapan ini berisi tentang gambaran/kumpulan informasi lengkap mengenai produk. Deskripsi produk yang dilakukan berupa informasi yang mencakup nama produk, komposisi produk, formulasi, proses pengolahan atau proses produksi, metode pengawetan, umur/daya simpan produk, standar mutu produk menurut SNI, bahan pengemas dan cara pengemasan yang dipakai, kondisi penyimpanan, metode distribusi serta keterangan lain yang berhubungan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan oleh Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif. Pendeskripsian produk dan metode distribusinya 67

6 ditetapkan dengan menggunakan lembar kertas deskripsi produk seperti yang terlihat pada Lampiran 6. f. Mendeskripsikan Tujuan Penggunaan produk Pada tahapan ini, tim HACCP setelah menyusun deskripsi produk dan metode distribusinya, perlu menuliskan siapa yang menjadi target sasaran kelompok pengguna produk atau sasaran konsumennya dan bagaimana konsumen yang menjadi target menggunakan produk mi kering tersebut. Deskripsi tujuan penggunaan produk juga ditetapkan dengan menggunakan lembar kertas kerja seperti pada Lampiran 6. g. Menyusun Persyaratan Kelayakan Dasar (Prerequisite) Pada tahapan ini, tim HACCP perlu menyusun dan melengkapi cara baku yang menjelaskan bagaimana program sanitasi yang berjalan di perusahaan dapat dipantau dan dilaksanakan. Cara baku ini dituangkan dalam bentuk matriks model generik ringkasan sanitation standard operating procedure (SSOP) yang mencakup : SSOP untuk pengolahan air dan cara mendapatkan air yang aman dikonsumsi; SSOP untuk menjaga kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; SSOP untuk pencegahan kontaminasi silang; SSOP untuk menjaga fasilitas sanitasi dan peralatan yang digunakan; SSOP untuk mencegah/melindungi bahan pangan dari kontaminan; SSOP dan untuk pelabelan, penyimpanan dan penggunaan senyawa toksik dengan benar; SSOP dan untuk pengawasan kondisi kesehatan karyawan; dan SSOP untuk pengendalian hama dan penyakit dalam unit pengolahan. h. Menyusun Diagram Alir Proses Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menyusun diagram alir proses produksi pembuatan produk secara sistematis dengan cara mencatat seluruh tahapan proses, sejak bahan baku diterima hingga produk siap disimpan/ dikarantina dan didistribusikan sesuai dengan Pedoman BSN 1004 : Dalam penyusunan diagram alir ini, perlu mencantumkan pula bahan-bahan yang digunakan selama pengolahan (bahan baku utama, air, bahan tambahan pangan, 68

7 pengemas dan sebagainya) dan bahan-bahan yang dihasilkan sebagai produk sampingan (limbah, dan sebagainya) maupun produk akhir. Diagram alir disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Disamping itu, selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti/memahami proses dan verifikasinya. Contoh lembar kertas kerja untuk pembuatan diagram alir proses dapat dilihat pada Lampiran 7. i. Verifikasi Diagram Alir Proses Di Lapangan Setelah menyusun diagram alir proses, tim HACCP selanjutnya melakukan verifikasi diagram alir proses dengan cara melakukan peninjauan dan pengamatan ketepatan proses pengolahan yang telah dibuat di lapangan, yaitu dengan mengamati aliran proses, wawancara, pengambilan contoh, dan percobaan namun bukan untuk produksi. Bila diagram alir proses yang dibuat ternyata tidak tepat atau kurang sempurna, maka tim HACCP dapat melakukan modifikasi dan perubahan terhadap diagram alir tersebut. Selanjutnya diagram alir proses yang telah diverifikasi harus didokumentasikan dan dapat dipakai sebagai bahan persiapan untuk analisis bahaya pada tahap berikutnya. j. Analisis Bahaya Serta Penentuan Tindakan Pencegahannya Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya melakukan analisis bahaya yang mencakup identifikasi dan evaluasi bahaya beserta cara-cara tindakan pencegahan untuk mengendalikannya, dengan menggunakan Pedoman BSN 1004 : Analisis bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi (ingredients), setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen. Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap, yaitu : identifikasi potensi bahaya, penentuan kategori risiko (peluang kejadian dan tingkat keparahan/keakutannya) dan signifikansi bahaya, serta penetapan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk 69

8 pencegahannya (preventive measure). Penentuan kategori risiko atau signifikansi bahaya ditetapkan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Boevee (matriks risiko Boevee atau matriks penentuan signifikansi bahaya) yang dikutip oleh Thaheer (2005) seperti yang disajikan pada Tabel 16. Sedangkan penentuan tingkat keseriusan mikroorganisme patogen ditetapkan dengan melihat dampaknya terhadap kesehatan konsumen dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 16. Matriks Risiko Boevee (Matriks Penentuan Signifikasi Bahaya) (*) Skema Ranking Risiko Berdasarkan Tingkat keparahan bahaya yang dapat ditimbulkan (Severity of hazard) dan Peluang kemungkinan terjadinya bahaya (Probability of hazard) Tingkat keparahan/ Peluang Kemungkinan Terjadinya Bahaya keseriusan bahaya yang Rendah (l) Sedang (m) Tinggi (h) dapat ditimbulkan Tinggi (H) (Hl) Tidak Signifikan (Hm) Signifikan (**) (Hh) Sangat Signifikan (**) Sedang (M) (Ml) Tidak Signifikan (Mm) Tidak Signifikan (Mh) Signifikan (**) Rendah (L) (Ll) Tidak Signifikan (Lm)Tidak signifikan (Lh) Tidak Signifikan (*) Sumber : Thaheer (2005). (**) Umumnya bila signifikan, akan diteruskan/dipertimbangkan dalam penetapan CCP. Tabel 17. Tingkat Keseriusan Mikroorganisme Patogen (*) Bahaya Tinggi Bahaya Sedang Bahaya Rendah. Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F. Shigella dysenteriae. Salmonella typhi. Salmonella paratyphi A, B. Trichinella spiralis. Brucella militensis, B. Suis. Vibrio cholerae O1. Vibrio vulnificus. Taenia solium. Listeria monocytogenes. Salmonella sp., Shigella sp.. Campylobacter jejuni. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC). Streptococcus pyrogenes. Rotavirus, Norwalk virus grup. Yersinia enterocolitica. Entamoeba histolytica. Diphyllobothrium latum. Ascaris lumricoides. Hepatitis A dan E, Aeromonas sp.. Brucella abortus, Giardia lamblia. Plasiomonas shigelloides. Vibrio parahaemolyticus. Bacillus cereus. Taenia saginata. Clostridium perfringens. Staphylococcus aureus (*) Sumber : Syamsir et al (2007). 70

9 Oleh karena itu, dalam analisis bahaya ini, tim HACCP perlu mempersiapkan daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, cara penyimpanan, serta persyaratan regulasi yang mendukung keamanan pangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah; misalnya standar nasional Indonesia (SNI) untuk tepung terigu, SNI untuk garam dan SNI untuk produk mi kering yang telah ditetapkan oleh BSN; standar mutu tepung telur dari FDA-USA; PerMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 tentang persyaratan kualitas air minum, PerMenKes No. 722/MenKes/Per./IX/1988 tentang bahan tambahan pangan (BTP) yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta spesifikasi persyaratan bahan-bahan yang digunakan perusahaan yang berasal dari pemasok/supplier. Analisis bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka hanya bahaya yang signifikan atau memiliki risiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan titik kendali kritis (CCP). Lembar kertas kerja untuk penentuan tabel analisis bahaya, penentuan risiko (peluang dan keparahan) dan tindakan pencegahannya dapat dilihat pada Lampiran 8. k. Penentuan Titik Kendali Kritis atau Critical Control Point (CCP) Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menentukan titik kendali kritis atau CCP. Titik kendali kritis atau CCP didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision tree atau diagram pohon penentuan CCP yang direkomendasikan oleh Codex Alimentarius Commission dan telah diadopsi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI (Gambar 3) 71

10 untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi. Lembar kertas kerja untuk penentuan CCP dapat dilihat pada Lampiran 9. l. Menetapkan Batas Kritis pada Titik Kendali Kritis Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menetapkan batas kritis pada titik kendali kritisnya. Setiap tahap yang menjadi titik kendali kritis (CCP) harus ditentukan batas kritisnya. Batas kritis atau Critical Limit adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara produk yang diterima dan yang ditolak, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ini ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis harus memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut diimplementasikan dan harus dapat divalidasi, artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penetapan batas kritis dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : Pertama, mengacu pada regulasi internasional dan nasional di bidang mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh lembaga pemerintah ataupun lembaga internasional, misalnya Codex Alimentarius Commission (CAC), International Commission on Microbiological Safety of Foods (ICMSF), World Health Organization (WHO), United States Food and Drug Administration (US FDA), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Departemen Kesehatan, literatur pengetahuan/ilmiah; Kedua, mengacu pada pendapat dari para ahli/pakar yang diakui kepakarannya, misalnya ahli mikrobiologi, pakar di bidang kimia, pakar di bidang proses thermal ; dan Ketiga, pengujian terhadap bahan yang digunakan atau produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dalam standar SNI atau standar lainnya serta data experiment. 72

11 P 1 Apakah ada tindakan pengendalian terhadap bahaya yang diidentifikasi? Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk Ya Tidak Apakah pengendalian pd langkah ini perlu untuk pengamanan? Ya Tidak Bukan CCP Berhenti *) P 2 Apakah langkah tsb dirancang khusus/ spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yg mungkin terjadi sampai ke tingkat yg dapat diterima? (**) Ya Tidak P 3 Dapatkah kontaminasi dgn bahaya yg teridentifikasi terjadi melebihi batas yg dpt diterima atau dapatkah ini meningkat/ berkembang sampai tingkatan yg tdk dapat diterima? Ya Tidak Bukan CCP Berhenti *) Apakah langkah/tahapan berikutnya dpt Ya P 4 menghilangkan bahaya yg teridentifikasi Bukan atau mengurangi tingkatan kemungkinan CCP terjadinya bahaya sampai ke tingkat yg dpt Berhenti * diterima? **) Tidak Titik Kendali Kritis (CCP) * ) Identifikasi bahaya dalam menggambarkan proses ** ) Tingkatan yang dapat diterima & tidak dapat diterima yang diperlukan didefinisikan dalam semua tujuan mengidentifikasi CCP dalam rencana HACCP Gambar 3. Diagram alir pohon penentuan titik kendali kritis atau CCP untuk pengembangan HACCP Plan di PT Kuala Pangan. 73

12 Untuk menetapkan batas kritis, maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah parameter kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki beberapa parameter yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk pangan. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (ph, kadar garam, kadar toksin, kadar logam berat). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut. m. Menyusun Prosedur Pemantauan (Monitoring) Untuk Setiap CCP Batas kritis yang sudah ditentukan terhadap titik kendali kritis (CCP) haruslah dimonitor keberadaannya. Hal ini untuk memastikan apakah prosedur pengolahan atau penanganan pada CCP di bawah kendali. Oleh karena itu, pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menyusun prosedur pemantauan untuk setiap CCP-nya. Prosedur pemantauan ini dapat dilakukan oleh personil yang terampil dengan cara pengamatan (observasi) secara visual yang direkam dalam suatu daftar periksa (checklist) atau pun dengan cara pengujian yang merupakan pengukuran (kimia, fisik) yang direkam ke dalam suatu data sheet. Dalam prosedur pemantauan ini harus mencakup : apa yang akan dipantau (what), dimana akan dilakukan pemantauan (where), siapa yang bertanggung jawab akan melakukan monitoring (who), bagaimana cara memantaunya (how) dan kapan akan dilakukan pemantauan/ monitoringnya (when). Data yang diperoleh dari kegiatan monitoring harus dievaluasi oleh petugas yang ditunjuk sesuai dengan pengetahuan dan kewenangannya untuk melaksanakan tindakan perbaikan bila terjadi indikasi penyimpangan atau bias. Contoh lembar kerja pemantauan/ monitoring untuk CCP dapat dilihat pada Lampiran 10. n. Menetapkan Prosedur Tindakan Koreksi Pada tahapan ini, tim HACCP di perusahaan selanjutnya menetapkan prosedur tindakan koreksi. Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus 74

13 dilakukan jika hasil pemantauan atau monitoring pada suatu titik kendali kritis (CCP) menunjukkan proses tidak terkendali (loss of control) atau terjadi penyimpangan. Tujuan untuk menetapkan tindakan koreksi adalah untuk menjamin eliminasi potensi bahaya; memiliki rencana yang pasti untuk mencegah penyimpangan yang terjadi pada setiap CCP, dan tindakan koreksi diperlukan untuk mengendalikan proses produksi. Ada dua level atau tingkatan tindakan koreksi yang dapat dilakukan, yaitu : Pertama, tindakan koreksi berupa tindakan pencegahan, yakni tindakan koreksi dari hasil pemantauan yang memiliki kecenderungan untuk keluar atau mendekati batas kritis; dan Kedua, tindakan koreksi segera, yakni tindakan koreksi untuk pemantauan, dimana hasil CCP yang dipantau telah melampaui batas kritis. Tindakan segera dapat berupa penghentian proses produksi sebelum penyimpangan dikoreksi, penahanan produk dan tidak boleh dipasarkan, pengujian keamanan produk. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk, memisahkan produk yang cacat dan mengulangi proses pengolahan. Tindakan pencegahan dapat berupa memverifikasi setiap perubahan yang telah diterapkan dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif, misalnya pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi. Pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi merupakan tanggung jawab petugas dengan jabatan tertentu di dalam perusahaan, misalnya supervisor produksi atau kepala bagian produksi. Pencatatan/rekaman tindakan koreksi dilakukan dengan pengisian formulir khusus tindakan koreksi, yang berisi identifikasi produk (kode produksi, tanggal kadaluwarsa, jumlah produk yang ditahan), deskripsi penyimpangan (alasan penahanan produk dan penyebab penyimpangan), tindakan koreksi yang dilakukan, tindakan lanjutan untuk mengkaji efektivitas tindakan koreksi, individu yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan koreksi dan evaluasi hasil pelaksanaan tindakan koreksi serta tanda tangan penanggung jawab. o. Menetapkan Prosedur Verifikasi Pada tahapan ini, selanjutnya tim HACCP menetapkan prosedur verifikasi. Verifikasi adalah metode, prosedur dan pengujian yang digunakan untuk 75

14 menentukan bahwa pelaksanaan sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektivitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Verifikasi ini bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tiap karyawan perusahaan akan sistem HACCP, menyediakan dokumentasi pelaksanaan HACCP, membuang dokumen yang sudah tidak relevan dan menetapkan langkah pengembangan sistem HACCP. Verifikasi terhadap rencana HACCP atau HACCP Plan yang disusun pada perusahaan PT Kuala Pangan dilakukan dalam 3 fase, yaitu : validasi, verifikasi berjalan dan audit pihak lain. Fase pertama adalah Validasi yang dilakukan dengan cara verifikasi ilmiah dan teknis dari penetapan batas kritis. Proses validasi ini cukup kompleks dan membutuhkan keterlibatan intensif dari pihak profesional dengan kemampuan tinggi dari berbagai disiplin ilmu. Validasi ini dilakukan untuk mencari pembuktian terhadap beberapa hal sebagai berikut : penetapan daftar bahaya potensial benar-benar didasarkan pada data ilmiah; daftar pertanyaan yang dipakai untuk memeriksa signifikansi bahaya menggunakan pengetahuan teknis dan ilmiah; ukuran kendali dan tindakan pengendalian, baik umum maupun khusus yang disediakan untuk pengendalian bahaya, bisa dibuktikan pada batas yang dapat diterima, tolok ukur dan metode yang digunakan pada ukuran pengendalian cukup memadai, dan tindakan koreksi cukup memadai dan mencegah pelepasan produk yang tidak aman serta dapat menyediakan bukti bahwa keadaan dapat dikoreksi. Fase Kedua adalah verifikasi berjalan yang dilakukan untuk menguji kelengkapan sistem HACCP yang akan diterapkan, yang mencakup : peninjauan kelengkapan rencana HACCP; pemastian ulang akurasi diagram aliran proses; kaji ulang sistem HACCP dan kecukupan fasilitas; melakukan kalibrasi peralatan; melakukan pengambilan contoh secara acak dan pengujian terhadap bahan baku utama tepung terigu, garam, tepung telur, air yang digunakan, dan produk yang dihasilkan; audit internal dan tinjauan manajemen (management review). Verifikasi pada fase ini juga dilakukan, jika ada informasi baru yang menyangkut dengan masalah keamanan pangan. Fase ketiga adalah audit oleh pihak lain atau audit eksternal yang direncanakan akan dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang sudah terakreditasi. 76

15 p. Menetapkan Prosedur Dokumentasi Dan Pencatatan Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menetapkan prosedur dokumentasi dan pencatatan (rekaman) dalam sistem HACCP yang dirancang. Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, batas kritis, rekaman hasil pemantauan batas kritis, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Penetapan prosedur pencatatan dan dokumentasi bertujuan untuk menjaga dan mempermudah pengendalian/pembaruan catatan dari HACCP Plan. Dokumen menjadi bukti pelaksanaan HACCP dan pengendalian atas tiap bahaya yang timbul selama proses pengolahan. Catatan/rekaman juga menunjukkan bahwa batas kritis telah dipenuhi dan telah dilakukan tindakan koreksi yang sesuai atas penyimpangan batas kritis. Contoh pencatatan dan rakaman : kegiatan pemantauan titik kendali kritis, penyimpangan dan tindakan perbaikan yang terkait, dan perubahan pada sistem HACCP. Oleh karena itu, dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator. q. Menetapkan Prosedur Pengaduan Konsumen dan Prosedur Recall Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menetapkan prosedur pengaduan konsumen dan prosedur recall. Prosedur pengaduan konsumen adalah suatu prosedur untuk menangani, mengalamatkan dan mencatat keluhan-keluhan konsumen/pelanggan kepada perusahaan industri pangan yang bersangkutan. Sedangkan prosedur recall adalah suatu cara/metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik kembali produk bila terjadi kasus keracunan atau produk telah mengalami kerusakan sehingga tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh konsumen. 77

16 3. Memberikan Rekomendasi Untuk Pengembangan Sistem HACCP di Perusahaan Rekomendasi model generik untuk pengembangan sistem HACCP pada industri pangan di PT Kuala Pangan dilakukan berdasarkan hasil verifikasi dan validasi sistem HACCP yang dibuat serta berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya sehingga diberikan rekomendasi langkahlangkah yang harus dilakukan perusahaan dalam pengembangan sistem HACCP di perusahaan. 78

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN DI CITEUREUP, BOGOR AGUS SUDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden keracunan pangan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG SKEMA SERTIFIKASI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PENGENDALI HAMA PENYAKIT DAN MUTU IKAN

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Standar Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998 Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Badan Standardisasi i Nasional - BSN Standar ini merupakan adopsi secara

Lebih terperinci

Training Modules on Food Safety Practices for Aquaculture. Penerapan Keamanan Pangan pada Perikanan Budidaya

Training Modules on Food Safety Practices for Aquaculture. Penerapan Keamanan Pangan pada Perikanan Budidaya Training Modules on Food Safety Practices for Aquaculture Penerapan Keamanan Pangan pada Perikanan Budidaya Pengantar Modul ini adalah bagian dari program pelatihan penerapan keamanan pangan untuk Industri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang

Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id Materi Sosialisasi GMP dan Keamanan Pangan 11/17/2011 1 HACCP

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SAUS CABE

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SAUS CABE MODEL RENCANA HA (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SAUS CABE Produksi : ebookpangan.com 2006 1 I. PENDAHULUAN Hazard Analysis Critical Control Point (HA) adalah suatu sistem kontrol dalam

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI CHICKEN NUGGET

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI CHICKEN NUGGET MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI CHICKEN NUGGET Produksi : ebookpangan.com 2006 1 I. PENDAHULUAN Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem

Lebih terperinci

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SARI BUAH

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SARI BUAH MODEL RENCANA HA (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI SARI BUAH Produksi : ebookpangan.com 2006 1 I. PENDAHULUAN Hazard Analysis Critical Control Point (HA) adalah suatu sistem kontrol dalam

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi

III. METODA KAJIAN. Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi III. METODA KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi yang menjadi obyek kajian tugas akhir ini adalah PT. Libe Bumi Abadi dengan lokasi Jl. Langgar Raya No. 7 RT. 12, Rw. 05 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan

Lebih terperinci

HACCP DAN PENERAPANNYA PADA PRODUK BAKERI

HACCP DAN PENERAPANNYA PADA PRODUK BAKERI HACCP DAN PENERAPANNYA PADA PRODUK BAKERI Disusun Oleh : Ir. Sutrisno Koswara, MSi Produksi : ebookpangan.com 2009 1 HACCP DAN PENERAPANNYA PADA PRODUK BAKERI Ir. Sutrisno Koswara, MSi Pengertian HACCP

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

MATERI KULIAH MINGGU IV PRINCIP HACCP 2 : PENENTUAN CCP

MATERI KULIAH MINGGU IV PRINCIP HACCP 2 : PENENTUAN CCP MATERI KULIAH MINGGU IV PRINCIP HACCP 2 : PENENTUAN CCP Definisi CCP : Any points or procedure in a specific food system where loss of control may result in an unacceptable health risk. Sebuah tahap atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Standar Nasional Indonesia Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Food safety management system Requirements for any organization in the food chain (ISO 22000:2005,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CV Cita Nasional merupakan salah satu industri yang bergerak pada olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat mudah terkontaminasi karena kandungan

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PANDUAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) BAGI INDUSTRI PANGAN

PANDUAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) BAGI INDUSTRI PANGAN PANDUAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) BAGI INDUSTRI PANGAN Our HACCP Team Produksi : ebookpangan.com 2006 1 I. PENDAHULUAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Lebih terperinci

HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN

HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN MAKALAH Disusun guna memenuhi penugasan individu mata kuliah Hygiene, Sanitasi dan Keselamatan Kerja Disusun oleh : Nama : Aris Handoyo NIM : 5401413073 Jurusan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan

Lebih terperinci

HYGIENE DAN SANITASI KERJA. HACCP & Work Safety and Health on Food Industry

HYGIENE DAN SANITASI KERJA. HACCP & Work Safety and Health on Food Industry HYGIENE DAN SANITASI KERJA HACCP & Work Safety and Health on Food Industry Disusun oleh : Titis Budi Rahayu 5401413057 PKK S1 Tata Boga Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN PT KUALA PANGAN

II. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN PT KUALA PANGAN II. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN PT KUALA PANGAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT Kuala Pangan didirikan pada tanggal 1 Juni 1974. Pada awalnya perusahaan ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI KECAP

MODEL RENCANA HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI KECAP MODEL RENCANA HA (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) INDUSTRI KECAP Produksi : ebookpangan.com 2006 1 I. PENDAHULUAN Hazard Analysis Critical Control Point (HA) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 WAHYUNI AMELIA WULANDARI 2, WIWIT ESTUTI 3 dan GUNAWAN 2 2 BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 3

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PENGENDALIAN KUALITAS KEAMANAN PANGAN UKM MELALUI PENERAPAN PRINSIP HAZARD ANALYSIS & CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP)

UPAYA MENINGKATKAN PENGENDALIAN KUALITAS KEAMANAN PANGAN UKM MELALUI PENERAPAN PRINSIP HAZARD ANALYSIS & CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UPAYA MENINGKATKAN PENGENDALIAN KUALITAS KEAMANAN PANGAN UKM MELALUI PENERAPAN PRINSIP HAZARD ANALYSIS & CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN HIGIENE SUSU DAN TELUR TEAM TEACHING LAB. KESMAVET FKH UB 2016

PENDAHULUAN HIGIENE SUSU DAN TELUR TEAM TEACHING LAB. KESMAVET FKH UB 2016 PENDAHULUAN HIGIENE SUSU DAN TELUR TEAM TEACHING LAB. KESMAVET FKH UB 2016 Deskripsi Mata Kuliah : Membahas mengenai standar kualitas susu, telur menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) serta berbagai

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan 67 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP Penelitian ini dimulai dengan observasi pada suatu proses produksi di katering A di Semarang, Jawa Tengah dengan acuan checklist SSOP dan GMP.

Lebih terperinci

PAPER PERUNDANG-UNDANG

PAPER PERUNDANG-UNDANG PAPER PERUNDANG-UNDANG HACCP PENGOLAHAN BAKSO SAPI HENNY SUCIYANTI E1C011004 JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

Penerapan skema sertifikasi produk Garam Komsumsi Beryodium(13.10)

Penerapan skema sertifikasi produk Garam Komsumsi Beryodium(13.10) Penerapan skema sertifikasi produk Garam Komsumsi Beryodium(13.10) Daftar isi 1 Ruang lingkup 2 Acuan Normatif 3 Sistem sertifikasi 4 Definisi 5 Proses sertifikasi 6 Persyaratan umum sertifikasi 7 Sertifikat

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan Standar Nasional Indonesia Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan (CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, IDT) ICS 67.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMAHAMAN & PENERAPAN

PEMAHAMAN & PENERAPAN PEMAHAMAN & PENERAPAN In harmony with ISO 9001 ISO 22000 Effective and efficient Food Safety Management System HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERSYARATAN TAMBAHAN LABORATORIUM LINGKUNGAN

PERSYARATAN TAMBAHAN LABORATORIUM LINGKUNGAN PERSYARATAN TAMBAHAN LABORATORIUM LINGKUNGAN Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2009 Tanggal : 6 April 2009 PERSYARATAN TAMBAHAN LABORATORIUM LINGKUNGAN Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HACCP PENYUSUNAN HACCP PLAN PADA PROSES PENGALENGAN IKAN SARDEN DALAM KALENG

TUGAS MATA KULIAH HACCP PENYUSUNAN HACCP PLAN PADA PROSES PENGALENGAN IKAN SARDEN DALAM KALENG TUGAS MATA KULIAH HACCP PENYUSUNAN HACCP PLAN PADA PROSES PENGALENGAN IKAN SARDEN DALAM KALENG Disusun Oleh: Hanifah Albana Nur Adhini ( 13031026 ) Aris Arpian ( 13031032 ) Achmad Irfan Fauzi ( 13031036

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT SKRIPSI PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK CROISSANT DI PT. CIPTAYASA PANGAN MANDIRI PULOGADUNG JAKARTA Oleh ABDUROHMAN F02400012 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

11/22/ Menentukan CCP. 1. Menyusun TIM HACCP. 8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP Prinsip Mendeskripsikan produk

11/22/ Menentukan CCP. 1. Menyusun TIM HACCP. 8. Menetapkan Batas Kritis untuk Setiap CCP Prinsip Mendeskripsikan produk !"#"$$% &!'#(!"#"$ ('"$" 12 LANGKAH APLIKASI HACCP (CODEX) 1. Menyusun TIM HACCP 2. Mendeskripsikan produk 3. Identifikasi Penggunaan Produk 4. Menyusun Diagram Alir 5. Melakukan Verifikasi Diagram Alir

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata I (S1) Disusun Oleh :

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata I (S1) Disusun Oleh : PENGUKURAN PERFORMANSI MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN UNTUK MENENTUKAN CORRECTIVE & PREVENTIVE ACTION BERDASARKAN IMPLEMENTASI ISO 22000 : 2005 DENGAN MENGGUNAKAN METODE PDCA (Studi Kasus di PT. Mayora Indah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Katering merupakan suatu industri jasa boga dalam melayani pemesanan makanan pada jumlah yang banyak. Pola hidup yang semakin berkembang dan serba cepat mengakibatkan

Lebih terperinci

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Makanan yang dikonsumsi dapat berasal dari kafe, restoran, kantin, dan industri katering yang sudah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PERATURAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SELAKU OTORITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA INDUSTRI PANGAN JASA BOGA Definisi dan Karakteristik

II. TINJAUAN PUSTAKA INDUSTRI PANGAN JASA BOGA Definisi dan Karakteristik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INDUSTRI PANGAN JASA BOGA 2.1.1. Definisi dan Karakteristik Saat ini usaha jasa penyediaan makanan dan minuman atau jasa boga atau katering adalah usaha yang memberikan prospek

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci