BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK A. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tanpa memberikan penjelasan mengenai yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedeelte van de werkelijkheid, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum yang sudah tentu tidak tepat. Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana 1. Dalam rumusan ini bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut. Moeljatno 2 tidak menggunakan istilah tindak pidana, tetapi menggunakan kata perbuatan pidana. Kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu pengertian yang menunjuk pada 2 (dua) kejadian yang konkret yaitu 1. adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang 2. adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu. Hazewinkel Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari strafbaar feit sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan 1 Suharto, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm Suharto, Op Cit, hlm

2 17 oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya 3. Menurut Pompe, perkataan srafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum atau sebagai de normovertreding (verstoring der rechtsorde), waaraan de overtreder schuld beeft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de bandhaving der rechts orde en de bebartiging van het algemen welzijn 4. Secara teoritis, strafbaar feit itu haruslah diartikan sebagai suatu pelanggaran norma atau normovertreding (gangguan terhadap tertib hukum), yang dapat dipersalahkan kepada pelanggaran, sehingga perlu adanya penghukuman demi terpeliharanya tertib hukum dan dijaminnya kepentingan umum. Yang dimaksudkan dengan normovertreding adalah suatu sikap atau perilaku atau gedraging, yang dilihat dari penampilannya dari luar adalah bertentangan dengan hukum, jadi ia bersifat onrechtmatig, wederrechtelijk atau melanggar hukum, dan antara sikap atau perilaku itu terdapat suatu hubungan yang demikian rupa dengan si pelanggar, sehingga ia dapat dipersalahkan karena pelanggaran hukum tersebut, atau dengan perkataan lain ia telah bersalah karenanya. Strafbaar feit merupakan suatu sikap atau perilaku yang mempunyai tiga macam sifat yang bersifat umum, yaitu bersifat melawan hukum, dapat dipersalahkan kepada si pelaku dan bersifat dapat dihukum 5. Dikatakan selanjutnya oleh POMPE, bahwa menurut hukum positif kita, suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum 6. 3 Lamintang, Op Cit hlm 8. 4 Lamintang, Ibid hlm Lamintang, Op Cit, hlm 6 6 Idem

3 18 Perbedaan antara teori dengan hukum positif itu sebenarnya hanya bersifat semu. Yang terpenting bagi teori itu adalah, bahwa tidak seorang pun dapat dihukum kecuali apabila tindakannya itu memang benar-benar bersifat melanggar hukum dan telah dilakukan berdasarkan sesuatu bentuk schuld, yakni dengan sengaja ataupun tidak sengaja, sedang hukum positif kita tidak mengenal adanya suatu schuld tanpa adanya suatu wederrechtelijkheid. Dengan demikian sesuailah apabila pendapat menurut teori dan pendapat menurut hukum positif disatukan di dalam suatu teori yang berbunyi geen straf zonder schuld atau tidak ada sesuatu hukuman dapat dijatuhkan terhadap seseorang tanpa adanya kesengajaan ataupun ketidaksengajaan, yang berlaku baik bagi teori maupun bagi hukum positif 7. Menurut hukum positif, suatu strafbaar feit itu adalah suatu feit, yang di dalam suatu ketentuan undang-undang telah dirumuskan sebagai dapat dihukum. Definisi ini nampaknya seperti suatu taulogi, yang sesungguhnya adalah tidak demikian. Bahwa rumusan tersebut haruslah terdapat di dalam undang-undang itu sendiri ataupun berdasarkan undang-undang (pasal 1 ayat (1) KUHP) 8. Kesimpulannya bahwa untuk menjatuhkan sesuatu hukuman itu adalah tidak cukup apabila di situ hanya terdapat suatu strafbaar feit melainkan harus juga ada suatu strafbaar persoon atau seseorang yang dapat dihukum, di mana orang tersebut tidak bersifat wederrechtelijk dan telah ia lakukan baik dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja. Simons, telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum 9. 7 Lamintang, Op Cit, hlm Lamintang, Loc Cit 9 Lamintang, Op Cit hlm. 176

4 19 Menurut Profesor Simons, sifat melawan hukum itu timbul dengan sendirinya dari kenyataan, bahwa tindakan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu peraturan dari undang-undang, hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain 10. Simons, misalnya memberi batasan, bahwa tindak pidana adalah suatu tindakan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang bertentangan dengan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (Wij kunnen het gezegde samenvatten strafbaar feit omschrijven als eene strafbaar gestelde onrechtmatige (wederrechtelijke) met schuld in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar persoon) 11. Van der Hoeven tidak setuju apabila perkataan srafbaar feit itu harus diterjemahkan dengan perkataan perbuatan yang dapat dihukum, oleh karena dari bunyinya pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dapat dihukum itu hanyalah manusia dan bukan perbuatan 12. Orang dapat dipidana selain karena melakukan tindak pidana masih diperlukan adanya kesalahan. Dirasakan sebagai hal yang bertentangan dengan rasa keadilan, jika orang yang tidak bersalah dijatuhi pidana. Dalam pembaharuan hukum pidana pengertian tindak pidana mengalami penambahan ketentuan hukum yang sudah ada, dapat dilihat dalam pasal 11 RUU KUHP tahun 2004, yang berbunyi : (1) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana 10 Idem 11 Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1989, hlm Lamintang, Op Cit hlm. 182.

5 20 (2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat (3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa antara kesalahan dan tindak pidana ada hubungan erat, kesalahan tidak dapat dimengerti tanpa adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dengan perkataan lain orang dapat melakukan tindak pidana tanpa mempunyai kesalahan jika tidak melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum. B. Pengertian Tindak Pidana Pajak. Mr. R. Hattink memberi arti luas kepada fiscal staftrecht. Fiskal dalam arti luas bertalian dengan keuangan negara. Dari itu segala sesuatu yamg bertalian dengan keuangan negara termasuk pengertian fiskal dan tindak pidana yang ada hubungannya dengan keuangan negara seperti yang bertalian dengan retribusi dengan persewaan negara, bertalian dengan penerimaan negara termasuk Tindak Pidana Fiskal dalam arti luas. 13 Sumber hukum tindak pidana fiskal (vindbronnen) terdapat dalam berbagai Undang- Undang, yaitu : a. Dalam Undang-Undang Pajak b. Dalam KUHP. Tidak semua perbuatan/tindak pidana yang dilakukan dalam bidang perpajakan diatur dalam Undang-Undang Pajak, tetapi ada juga tindak pidana yang dilakukan dalam perpajakan yang diancam dengan pidana dalam KUHP Rachmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Op Cit, hlm Rachmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Op Cit, hlm 44.

6 21 Tindak pidana di bidang pajak dapat dibedakan dalam : a. Pelanggaran b. Kejahatan Pelanggaran ialah tindak pidana yang terjadi tidak dengan sengaja atau terjadi karena kealpaan atau kekhilafan seperti karena kealpaan tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) akan tetapi karena kealpaan sehingga isinya tidak benar atau tidak lengkap. 15 Sanksi yang diancam terhadap pelanggaran di bidang pajak lebih ringan daripada kejahatan. Untuk pelanggaran seperti yang disebut diatas dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang. 16 Kejahatan ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Wajib pajak tahu bahwa perbuatannya itu tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Undang-Undang tetapi tetap dilakukan dengan maksud upaya membayar pajak lebih ringan atau untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya, yang merugikan negara. Perbuatan-perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan dalam hukum pajak adalah : 1. Dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP atau menggunakan NPWP tanpa hak untuk maksud-maksud tertentu; 2. Dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan, sedangkan ia tahu bahwa surat pemberitahuan harus dikembalikan kepada Kantor Inspeksi Pajak yang bersangkutan setelah diisi sebagaimana mestinya dan ditandatangani; 15 Bohari, Loc Cit. 16 Bohari, Loc Cit.

7 22 3. Dengan segaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan dengan mengisi secara tidak benar atau tidak lengkap dengan mendapatkan keuntungan dari itu; 4. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan dan dengan perbuatan itu mengetahui petugas pajak; 5. Dengan sengaja tidak memperlihatkan dan/atau tidak mau meminjamkan pembukuan, catatan dan dokumen yang diperlihatkan oleh petugas pajak untuk menentukan jumlah pajak yang terutang sebenarnya; 6. Dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut bagi orang atau badan yang ditunjuk bagi orang atau badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang Pajak, seperti ketentuan pasal 21, 22, 23 dan 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 17 Kejahatan tersebut di atas diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling tinggi empat kali jumlah pajak yang terutang. Kata dan/atau berarti bahwa Hakim mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi kumulatif, artinya di samping sanksi penjara atau kurungan masih dapat juga dijatuhi hukuman denda, dengan mengingat batas maksimum yang ditentukan dalam Undang-Undang. Denda pidana berbeda dengan denda administratif. Denda administratif dijatuhkan oleh administrasi pajak, sedangkan denda denda pidana adalah wewenang Hukum Pidana. Wajib pajak yang dikenakan denda pidana oleh Hakim Pidana, masih terbuka kemungkinan untuk dikenakan denda administrasi oleh administrasi pajak. Namun ini adalah wewenang Menteri Keuangan apakah masih perlu atau tidak, Menteri Keuangan yang wewenangnya dilimpahkan kepada Direktorat Jendral Pajak dapat menganggap lebih bijaksana untuk tidak mengenakan denda administrasi dengan alasan bahwa wajib pajak sudah dipidana Bohari, Loc Cit. 18 Bohari, Loc Cit.

8 23 Ancaman sanksi pidana untuk tindak pidana kejahatan yang dilakukan dalam bidang perpajakan dilipat dua kali (200%) apabila wajib pajak melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat waktu satu tahun terhitung sejak waktu pajak selesai menjalani pidana penjara. 19 Tindak pidana di bidang perpajakan mempunyai masa daluwarsa, jika telah lampau waktu sepuluh tahun dihitung sejak saat teerutangnya hutang pajak (pada akhir tahun). Berlainan dengan daluwarsa dari hak untuk menagih utang pajak seperti yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang daluwarsanya setelah lampau waktu lima tahun dihitung dari saat terutang pajak Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam UU Perpajakan a. Tindak Pidana dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan. Bab VIII. Ketentuan Pidana 1. Pasal 38. Barang siapa karena kealpaannya : - tidak menyampaikannya Surat Pemberitahuan - menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selamalamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar dua kali jumlah pajak yang terutang. 19 Bohari, Loc Cit. 20 Bohari, Loc Cit.

9 24 2. Pasal 39. (1). Barang siapa dengan sengaja : - tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa Hak Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2. - tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan. - menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. - memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar. - tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lainnya. - tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi-tingginya sebesar empat kali jumlah pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar. (2). Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tidak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan. 3. Pasal 40. Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. 4. Pasal 41.

10 25 (1). pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp ,00 (satu juta rupiah). (2). pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp ,00 (dua juta rupiah). (3) penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar. 5. Pasal 42. (1). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 41 (1) adalah pelanggaran. (2). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 (2) adalah kejahatan. 6. Pasal 43. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlaku juga bagi wakil, kuasa atau pegawai dari wajib pajak. b. Tindak Pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai. 1. Pasal 13. Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :

11 26 - barangsiapa meniru atau memalsukan materai stempel dan kertas materai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan materai (Pasal 253 KUHP). - Barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia materai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak (Pasal 257 KUHP). - Barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia materai yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah materai itu belum dipakai dan/atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak (Pasal 257 dan Pasal 260 KUHP). - Barangsiapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda materai(pasal 261 KUHP). 2. Pasal 14. (1). Barangsiapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun. (2). Tindak Pidana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan. c. Tindak pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 1. Pasal 24. Barangsiapa karena kealpaannya :

12 27 - tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. - Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar. Sehinnga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam bulan) atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terhutang. 2. Pasal 25. (1). Barangsiapa dengan sengaja : - tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. - menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar. - memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar. - tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya. - tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan. Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak yang terhutang. (2). Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dan huruf e, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp ,00(dua juta rupiah).

13 28 (3). Ancamam pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda. 3. Pasal 26. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. 4. Pasal 27. (1). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 ayat (2) adalah pelanggaran. (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) adalah kejahatan. 5. Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam KUHP Tindak pidana yang dilakukan di bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana umum yang perumusannya sudah diatur dalam KUHP tidak lagi dimasukkan dalam ketentuan khusus dalam Undang-Undang Pajak. a. Perbuatan penyuapan yang dilakukan oleh wajib pajak atau orang lain. Diancam dengan hukuman pidana dalam Pasal 209 KUHP paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, yaitu barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. b. Memberikan keterangan palsu di atas sumpah, Pasal 242 KUHP.

14 29 Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. c. Pemalsuan materai, Pasal 253 KUHP. Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barang siapa meniru atau memalsu materai yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia atau jika diperlukan tanda tangan untuk sahnya materai itu, barang siapa meniru atau memalsu tanda tangan, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai materai itu sebagai materai yang asli dan tidak dipalsu atau yang sah. Barang siapa dengan maksud yang sama membikin materai tersebut dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum. d. Pemalsuan surat, Pasal 263 KUHP. (1). Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu,diancam, jika pemakaian tersebut dapat meimbulkan kerugian karena pemalsuan surat degan pidana penjara paling lama enam tahun. (2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan, seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. e. Membuka Rahasia, Pasal 322 KUHP. (1). Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

15 30 (2). Jika kejahatan dilakukan terhadap orang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang lain. f. Pemerasan dan pengancaman, Pasal 368 KUHP. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. g. Penggelapan, Pasal 372 KUHP. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu rupiah. h. Kejahatan jabatan. h 1. Pasal 417 KUHP. Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barang-barang yang dipergunakan guna meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barang-barang itu atau menolong

16 31 sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. h 2. Pasal 418 KUHP. Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. h 3. Pasal 419 KUHP. Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, seorang pejabat : - yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. - orang yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. h 4. Pasal 421 KUHP. Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. h 5. Pasal 425 KUHP. Diancam karena melakukan pemerasan dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :

17 32 - seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau memotong pembayaran seolah-olah berhutang kepadanya, kepada pejabat lainnya atau kepada kas umum, padahal diketahuinya bahwa tidak demikian adanya. - Seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas seolah-olah sesuai dengan aturan-aturan yang bersangkutan, telah meggunakan tanah Negara yang di atasnya ada hak-hak pakai Indonesia denagn merugikan yang berhak, padahal diketahuinya bahwa itu bertentangan dengan peraturan tersebut. i. Pelanggaran Jabatan Pasal 552 KUHP. Seorang pejabat yang berwenang mengeluarkan salinan atau petikan putusan pengadilan, jika mengeluarkan salian atau petikan demikian itu, sebelum putusan ditandatangani sebagaimana mestinya, diaancam dengan pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah. (Majelis Pertimbangan Pajak, Hakim Administrasi untuk pajak-pajak tidak langsung). C. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Pejabat Pejabat pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat melakukan tindak pidana, baik dengan sengaja atau tidak sengaja.pejabat pajak dapat melakukan doleus delict (dengan sengaja) jika ia secara sadar menyalahgunakan wewenang publik yang ada padanya (detournement de pouvuir). Ada kalanya juga ia dengan sengaja salah menerapkan ketentuan Undang-Undang (abus de dtroit). Kedua perbuatan itu dapat merugikan wajib pajak dan dapat pula merugikan Negara dan menguntungkan diri senndiri atau orang lain atau golongan/kelompok lain. Jika perbuatan itu terjadi tidak dengan sengaja, hal ini tidak berarti bahwa ia akan terlepas dari hukuman, hanya saja hukumannya akan lebih ringan, karena perbuatannya digolongkan pada pelanggaran Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Op Cit hlm 19.

18 33 Pelanggaran atau kejahatan dapat berupa antara lain : a. pelangaran rahasia jabatan b. penyalahgunaan wewenang c. penerapan Undang-Undang secara sah d. pemalsuan(surat ketetapandan sebagainya) e. pemerasan f. penipuan g. penggelapan Perumusan perbuatan yang disebut di bawah huruf b, c, d, e, f, g tidak terdapat dalam Undang-Undang pajak melainkan merupakan tindak pidana umum, yang perumusannya maupun ancaman sanksinya terdapat dalam KUHP Perumusan dan sanksi tindak pidana pajak yang secara langsung ada hubungannya dengan soal perpajakan dan perbuatan yang perlu diberikan perumusan secara khusus terdapat dalam (UU No 16 Tahun 2000 atau dalam UU yang megatur tentang ketentuan pajak material). Ada kalanya tindak pidana yang dilakuakn oleh pejabat jika menurut pertimbangan Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak, merupakan tindak pidana yang dianggap ringan, tidak diteruskan kepada penyidik dan jaksa, melainkan dijatuhi sanksi administratif sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti UU Pokok Kepegawaian atau Peraturan tentang Disiplin Pegawai dan sanksinya dapat berkisar dari peringatan/teguran sampai dengan pemecatan tidak dengan hormat. 22 D. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Subjek Wajib Pajak. Wajib pajak untuk pelaksanaan ketentuan-ketentuan undang-undang pajak mempunyai beberapa kewajiban yang harus dipenuhi dengan ancaman berbagai sanksi jika tidak dilakukan. 22 Rocmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Op Cit hlm 20.

19 34 Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban yang oleh Undang-Undang diletakkan kepadanya maka ia dapat dipaksa dengan berbagai cara. Paksaan ada yang berupa paksaan administratif yang letaknya di bidang Hukum Administrasi Negara seperti denda administratif atau surat paksa, tetapi ada pula paksaan di bidang hukum pidana. Kewajiban yang dianggap sangat serius diancam dengan sanksi pidana. Sanksi ini mempunyai efek preventif maupun represif. Ancaman pidana yang berat mempunyai efek preventif yang dapat mencegah wajib pajak melakukan perbuatan itu. Hal ini letaknya di bidang psikologi. A. Kewajiban pertama wajib pajak ialah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Setiap orang/wajib pajak yang memperoleh atau mendapat penghasilan setahun sendiri maupun bersama dengan istrinya atau suaminya yang melebihi batas minimum kena pajak (Pendapat Tidak Kena Pajak PTKP) wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan melakukan pembukuan. Tidak melakukan hal itu diancam dengan sanksi pidana. B. Kalau wajib pajak menyampaikan SPT, tetapi yang isinya tidak benar, palsu atau dipalsukan dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya (Pasal 38 KUHP) diancam dengan sanksi pidana, tetapi tidak melakukan kewajiban itu maka kepada wajib pajak tersebut akan dikenakan sanksi pidana berupa denda atau pidana penjara. C. Juga kalau wajib pajak menolak atau tidak memberikan kesempatan kepada pejabat yang dengan surat tugas, ditugaskan untuk mengadakan pemeriksaan pada wajib pajak atau pada perusahaan wajib pajak, ia dapat dipaksa dengan bantuan polisi. Wewenang penyidikan pejabat pajak tidak diatur sanksinya dalam UU Pajak, jika wajib pajak menolak memberikan bantuannya atau

20 35 pemeriksa dapat membuat pernyataan penolakan yang ditandatangani oleh wajib pajak dan ini dijadikan dasar untuk mengeluarkan SKP secara jabatan ditambah dengan sanksi. D. Wajib pajak yang menolak memperlihatkan atau meminjamkan pembukuannya kepada pejabat untuk diperiksa lebih lanjut, telah melakukan tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana berupa hukuman penjara paling lama 3 tahun atau denda pidana paling tinggi 4 kali pajak yang kurang dibayar. E. Wajib pajak yang mengadakan pembukuan palsu atau memalsukan pembukuan diancam dengan hukuman pidana yang sama. F. Selanjutnya wajib pajak dapat melakukan bermacam-macam perbuatan dalam bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana yang perumusannya tidak terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan, melainkan terdapat dalam KUHP seperti perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai : 1. penyuapan 2. penipuan 3. paksaan atau kekerasan 4. penggelapan 5. pemalsuan dan sebagainya.

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Pasal 413 Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262] UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 38 Barang siapa karena kealpaannya : a. tidak menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PERPAJAKAN DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI PERPAJAKAN DI INDONESIA A. DASAR HUKUM PERPAJAKAN DI INDONESIA Sebelum berlakunya Undang-undang Pajak Nasional, sebagian besar dari Undang-undang (ordinasi) Pajak adalah

Lebih terperinci

Imbalan Bunga. Diberikan dalam hal:

Imbalan Bunga. Diberikan dalam hal: Imbalan Bunga Diberikan dalam hal: a. keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak b. keterlambatan penerbitan SKPLB [Pasal 17B (3) UUKUP] c. kelebihan pembayaran pajak [Pasal 17B (4) UUKUP] d.

Lebih terperinci

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Pasal 242 (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan tidak berdasarkan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat), maka kekuasaan negara harus diatur oleh hukum. Begitu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017 LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK 1 Oleh: Grace Yurico Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613] UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 50 Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 1, menjalankan usaha Pabrik,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 2001/134, TLN 4150] Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI

NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan segenap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

Ketentuan Pidana dan Penyidikan. Landasan Hukum: Pasal 38 s/ d Pasal 44B UU KUP

Ketentuan Pidana dan Penyidikan. Landasan Hukum: Pasal 38 s/ d Pasal 44B UU KUP Ketentuan Pidana dan Penyidikan Landasan Hukum: Pasal 38 s/ d Pasal 44B UU KUP 1 Lingkup Pidana Perpajakan Pengulangan Pidana Percobaan Pidana Pidana Akibat Kealpaan Pidana Akibat Kesengajaan 2 Pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang a. bahwa dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO 1 PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa bea

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a. bahwa Pajak Air

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang Mengingat : : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak

Lebih terperinci

BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

(PKPS-BBM) bidang pendidikan secara konsep adalah mencakup komponen untuk biaya

(PKPS-BBM) bidang pendidikan secara konsep adalah mencakup komponen untuk biaya A. Pengertian Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) BOS yang dimaksud dalam program konpensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak (PKPS-BBM) bidang pendidikan secara konsep adalah mencakup komponen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu ciri khas pajak adalah tidak adanya kontra prestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. Mungkin saja pelayanan negara kepada pembayar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai; UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 28. ) (28/1947) CUKAI, CUKAI TEMBAKAU II. Peraturan cukai atas tembakau yang belum dikenakan cukai menurut Stbl. 1932, No. 517 (Tabaksac cijnsordonnantie). PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BUTON RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON,

BUPATI BUTON RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON, SALINAN BUPATI BUTON RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 9 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 9 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS KAB. CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 9 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK A. Ruang Lingkup Hukum Pajak Pajak dilihat dari segi hukum, menurut Rochmat Soemitro, didefinisikan sebagai perikatan yang timbul karena undang-undang

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Copyright 2002 BPHN UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PAJAK Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) *8618 Lihat Juga : PANGKALAN DATA PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf e Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474] UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 48 Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011 PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH diperbanyak oleh : BAGIAN HUKUM DAN HAM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2011 NOMOR 5

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2011 NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang :

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI SERI A. 20 Desember 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI SERI A. 20 Desember 2010 20 Desember 2010 SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI SERI A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG NO 1/B PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 6 Tahun 2011 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN 22 HLM, LD No 15 ABSTRAK : - bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 02 TAHUN 2011 TLD : 01

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 02 TAHUN 2011 TLD : 01 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 02 TAHUN 2011 TLD : 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pajak merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pajak penerangan jalan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b

Lebih terperinci