RAHASIA PEMISAHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RAHASIA PEMISAHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 KODIKLAT TNI ANGKATAN DARAT PUSAT PENDIDIKAN AJUDAN JENDERAL RAHASIA Lampiran III Keputusan Danpusdikajen Nomor Kep/ / / 2010 Tanggal 2010 PEMISAHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. a. Pemisahan PNS merupakan kegiatan akhir dari proses pembinaan PNS. Pemisahan PNS dilaksanakan untuk menjaga keseimbangan komposisi personel baik ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitas dan memberikan kesempatan PNS yang dipisahkan untuk melanjutkan pengabdiannya dalam masyarakat. b. Pemberhentian PNS merupakan kelanjutan dari kegiatan pemisahan yang terjadi karena proses alamiah atau mencapai batas usia pensiun, pertimbangan kondisi jasmani atau rohani, kebutuhan organisasi, pencerminan perilaku yang bersangkutan selama dinas maupun sebab-sebab lain. c. Penyelesaian administrasi pemberhentian dan pensiun PNS perlu dilaksanakan secara cepat, tepat dan benar untuk mendukung terlaksananya tertib administrasi pemisahan PNS. 2. Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Naskah departemen ini disusun dengan maksud untuk dijadikan salah satu bahan ajaran pada pendidikan dasar kecabangan Ajen. b. Tujuan. Naskah departemen ini disusun dengan tujuan agar pasis pendidikan dasar kecabangan Ajen mengetahui tentang pemisahan PNS sebagai bekal dalam pelaksanaan tugas. 3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. a. Ruang Lingkup. Ruang lingkup naskah departemen ini dibatasi hanya membahas tentang ketentuan umum pelaksanaan, bebas tugas, pemberhentian, pensiun PNS dan pensiun janda/duda. b. Tata Urut. Naskah departemen ini disusun dengan tata urut sebagai berikut : 1) Pendahuluan. 2) Ketentuan umum pelaksanaan. 3) Bebas tugas. 4) Pemberhentian. 5) Pensiun PNS. 6) Pensiun Janda/Duda. 7) Evaluasi. 8) Penutup. RAHASIA

2 2 4. Pengertian-pengertian. a. Anak. Anak adalah anak kandung yang syah atau anak kandung/anak yang disyahkan menurut undang-undang dari pegawai negeri, penerima pensiun, atau penerima pensiun janda/duda. b. Batas Usia Pensiun. Batas Usia Pensiun adalah batas usia pensiun PNS AD harus diberhentikan sebagai PNS AD. c. Duda. Duda adalah suami syah menurut hukum dari PNS AD atau penerima pensiun pegawai wanita, yang meninggal dunia dan tidak mempunyai istri lain. d. Hilang. Hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang diluar kemauan dan kemampuannya tidak diketahui keberadaanya apakah dia masih hidup atau meninggal dunia. e. Janda. Janda adalah istri syah menurut hukum dari PNS AD atau penerima pensiun pegawai yang meninggal dunia. f. Masa kerja pensiun. Masa kerja pensiun adalah masa kerja yang digunakan untuk menetapkan hak dan besarnya pokok pensiun. g. Orang tua. Orang tua adalah ayah kandung dan atau ibu kandung PNS AD. h. Pemisahan PNS AD. Pemisahan PNS AD adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan komposisi PNS AD secara kuantitas maupun kualitas sebagai dampak susutnya PNS AD karena telah mencapai usia batas pensiun, meninggal dunia dan sebab-sebab lain. i. Pemberhentian sebagai PNS AD. Pemberhentian sebagai PNS AD adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan status sebagai PNS AD. j. Pemberhentian dari jabatan negeri. Pemberhentian dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada suatu satuan organisasi TNI. k. Pensiun. Pensiun adalah jaminan hari tua yang diberikan kepada PNS AD yang diberhentikan dengan hormat sebagai PNS sebagai penghargaan atas jasa-jasanya selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas pemerintah. l. Tewas adalah : 1) Meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya. 2) Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubunganya dengan dinasnya, sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan atau karena menjalankan tugas kewajibanya. 3) Meninggal dunia yang langsung diakibatkan karena luka-luka maupun cacat rohani dan jasmani yang didapat dalam hal-hal tersebut pada point 1) dan 2) di atas. 4) Meninggal dunia karena perbuatan anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab sebagai akibat dari tindakan terhadap anasir-anasir itu.

3 3 m. Uang tunggu. Uang tunggu adalah penghargaan yang diberikan kepada seorang PNS AD yang diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri menanti dicapainya persyaratan usia dan masa kerja untuk mendapatkan hak pensiun. n. Wafat. Wafat adalah meninggal dunia yang bukan diakibatkan oleh hal-hal sebagaimana dimaksud diatas. BAB II KETENTUAN UMUM PELAKSANAAN 5. Umum. Untuk memperoleh daya guna dan hasil guna yang optimal serta dapat menjamin kelancaran dalam pelaksanaan pemisahan PNS, maka kegiatan pelaksanaan administrasi dalam rangka pemisahan perlu diatur ketentuan-ketentuan tentang tata cara pelaksanaan administrasi dalam rangka penyelenggaraan pemisahan PNS. 6. Ketentuan Pelaksanaan. a. Pelaksanaan administrasi pemberhentian dan pensiun PNS berpedoman kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Ka BKN, Dephan, Mabes TNI maupun lingkungan Angkatan Darat. b. Pada pelaksanaan administrasi pemberhentian dan pensiun PNS, dituntut keseragaman dan tertib administrasi, maka dipandang perlu dipedomani ketentuan berupa sasaran, prinsip-prinsip dan ketentuan administrasi untuk dijadikan pedoman bagi pelaksana dalam penyelenggaraan administrasi pemberhentian dan pensiun PNS. 7. Tujuan. Pemisahan PNS bertujuan untuk menjamin tetap terpeliharanya keseimbangan komposisi baik kuantitas maupun kualitas. 8. Sasaran. Terlaksananya tertib administrasi dalam pelaksanaan pemberhentian dan pensiun PNS, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. 9. Prinsip-prinsip Pemberhentian dan Pensiun PNS. a. Tertib. Dilaksanakan sesuai prosedur dan bahan administrasi disiapkan secara benar, lengkap, absah dan mutakhir. b. Cepat. Selesai tepat waktu. c. Tepat. Tepat pada yang berhak. d. Keterbukaan. Dilaksanakan secara terbuka dan transparan.

4 4 10. Evaluasi. a. Jelaskan sasaran pelaksanaan pemberhentian PNS! b. Jelaskan dan jelaskan prinsip-prinsip pemberhentian PNS! c. Jelaskan ketentuan pelaksanaan pemberhentian PNS! BAB III BEBAS TUGAS 11. Umum. Kepada PNS yang akan menjalani pensiun maksimum usia 50 tahun atau lebih dalam rangka persiapan administrasi pensiun dan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat diberikan waktu untuk melaksanakan bebas tugas/mpp. 12. Pemberian Bebas Tugas (BT)/Masa Persiapan Pensiun (MPP). a. PNS yang akan menjalani pensiun, dalam rangka persiapan administrasi pensiun dan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat diberikan waktu bebas tugas/masa persiapan pensiun. b. BT/MPP tersebut mulai tanggal satu bulan berikutnya setelah PNS tersebut mencapai usia 55 lima tahun. Dasar yang dipakai untuk pemberian BT/MPP dan pensiunya adalah data tanggal lahir yang tercantum pada keputusan pengangkatan pertama sebagai CPNS. 13. Ketentuan-ketentuan. a. Pada usia 55 tahun mulai tanggal satu bulan berikutnya diberikan BT/MPP selama satu tahun. b. Selama menjalani BT/MPP diberikan penghasilan penuh kecuali tunjangan jabatan. c. Apabila pensiun kurang dari 55 tahun (UP Min) PNS yang bersangkutan tidak diberikan BT/MPP. d. Bagi PNS yang melebihi ketentuan umum usia pensiun 56 tahun karena jabatan tertentu disesuaikan dengan batas usia pemberian pensiun 58 tahun, 60 tahun, 63 tahun dan 65 tahun. e. Karena kepentingan organisasi, BT/MPP tidak dilaksanakan.

5 5 14. Prosedur dan Wewenang Pemberian Bebas Tugas. a. Prosedur. Prosedur pemberian bebas tugas untuk semua golongan. 1) PNS yang bersangkutan mengajukan kepada Dansatminkal. 2) Dansatminkal menerbitkan keputusan bebas tugas A.n.Kasad. b. Wewenang. Wewenang pemberian bebas tugas untuk semua golongan adalah Dansatminkal A.n. Kasad. 15. Evaluasi. a. Jelaskan ketentuan bagi PNS yang melaksanakan bebas tugas! b. Jelaskan hak-hak bagi PNS yang melaksanakan bebas tugas! c. Bebas tugas diberikan bagi PNS yang mengambil BUP 56 tahun (maksimum). Jelaskan tentang ketentuan lamanya pemberian bebas tugas! BAB IV PEMBERHENTIAN 16. Umum. a. Pemberhentian PNS merupakan bagian dari pemisahan yang dapat terjadi karena proses alamiah atau mencapai batas usia pensiun dan sebab lain. Penyelesaian administrasi pemisahan PNS perlu diupayakan secara cepat, tepat dan benar yang bertujuan untuk menjamin terpeliharanya keseimbangan komposisi baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemberhentian PNS meliputi pemberhentian atas permintaan sendiri, pemberhentian karena mencapai BUP, pemberhentian sementara, pemberian bebas tugas, pensiun dan pensiun janda/duda. b. Uang tunggu diberikan kepada PNS yang diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri karena penyederhanaan organisasi, sakit yang tidak dapat dipekerjakan kembali atau sebab lain dalam rangka dicapainya batas usia dan masa kerja yang dimilikinya belum mencapai syarat pensiun 17. Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri. Pemberhentian atas permintaan sendiri diatur dengan ketentuan sebagai berikut : a. Ketentuan 1) Pada prinsipnya PNS yang meminta berhenti, dapat diberhentikan dengan hormat. 2) Permintaan berhenti dapat ditunda paling lama 1 tahun, apabila ada kepentingan dinas yang mendesak.

6 6 3) Permintaan berhenti ditolak, apabila PNS yang bersangkutan terikat pada ikatan dinas, sedang menjalankan wajib militer dan lain-lain yang serupa dengan itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Hak Kepegawaian. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena atas permintaan sendiri : 1) Berhak atas pensiun apabila telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 20 tahun. 2) Tanpa berhak pensiun apabila usia belum mencapai 50 tahun dan atau masa kerja pensiun yang dimiliki kurang dari 20 tahun. 18. Pemberhentian karena mencapai Batas Usia Pensiun (BUP). a. Ketentuan : 1) Batas Usia Pensiun PNS adalah 56 tahun. 2) Batas usia pensiun bagi PNS yang menjabat jabatan tertentu dapat diperpanjang sebagai berikut : a) 65 tahun untuk PNS yang memangku jabatan : (1) Ahli peneliti dan peneliti yang ditugasi secara penuh di bidang penelitian. (2) Guru besar, Lektor Kepala, Lektor yang ditugasi secara penuh pada perguruan tinggi. (3) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Anggota Mahkamah Agung. (4) Widyaiswara utama dan Widyaiswara utama Madya. (5) Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden. b) Usia 63 tahun bagi PNS yang memangku jabatan Ketua, Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi. c) Usia 60 tahun bagi PNS yang memangku jabatan : (1) Eselon II dalam Jabatan Struktural. (2) Dokter yang ditugasi secara penuh pada Lembaga Kedokteran Negeri sesuai dengan profesinya. (3) Widyaiswara Utama Muda, Widyaiswara Utama Pratama, Widyaiswara Madya, Widyaiswara Muda dan Widyaiswara Pratama. (4) Jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.

7 7 b. Hak Kepegawaian. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena telah mencapai batas usia pensiun, berhak atas pensiun apabila memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun. 19. Pemberhentian karena penyederhanaan organisasi. Penyederhanaan organisasi dapat berakibat kelebihan PNS dan kelebihan tersebut dapat : a. Ketentuan. 1) Disalurkan ke instansi lain. 2) Apabila tidak mungkin untuk disalurkan ke instansi lain, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS atau dari jabatan negeri. b. Hak Kepegawaian. 1) Apabila PNS tersebut telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun. 2) Apabila PNS tersebut belum mencapai usia 50 tahun dan atau belum memiliki masa kerja 10 tahun, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri dengan mendapat hak uang tunggu, dengan ketentuan sebagai berikut : a) Uang tunggu tersebut diberikan paling lama 1 tahun, dan dapat diperpanjang tiap-tiap kali untuk paling lama 1 tahun dengan ketentuan bahwa pemberian uang tunggu itu tidak boleh lebih dari 5 tahun. Apabila PNS yang bersangkutan telah mencapai usia 50 tahun dan telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 10 tahun sebelum atau pada saat telah menerima uang tunggu, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun. b) Apabila PNS penerima uang tunggu tersebut telah mencapai usia 50 tahun dan telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 10 tahun sebelum atau pada saat habis masa menerima uang tunggu, maka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun. c) PNS yang dimaksud di atas pada saat berakhirnya masa menerima uang tunggu belum mencapai usia 50 tahun, akan tetapi memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun yang diberikan pada saat yang bersangkutan mencapai usia 50 tahun, dengan catatan sejak berakhirnya masa pemberian uang tunggu sampai saat yang bersangkutan berhak menerima pensiun yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Negara.

8 8 d) Apabila telah berakhirnya masa pemberian uang tunggu sampai saat mencapai usia 50 tahun yang bersangkutan meninggal dunia, kepada janda/dudanya tidak diberikan hak pensiun karena status yang bersangkutan telah diberhentikan sebagai PNS pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu. e) Apabila PNS yang dimaksud di atas saat masa berakhirnya menerima uang tunggu telah mencapai usia 50 tahun akan tetapi belum memiliki masa kerja 10 tahun maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS tanpa hak pensiun. 20. Pemberhentian Karena Melakukan Pelanggaran/Tindak Pidana Penyelewengan. a. Ketentuan. 1) PNS dapat diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS karena : a) Melanggar Sumpah/janji PNS, Sumpah/Janji Jabatan Negeri atau melakukan pelanggaran peraturan disiplin PNS yang berat atau ringan. b) Dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena sengaja melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara setinggitingginya 4 tahun, atau diancam pidana yang lebih berat. 2) Pemberhentian PNS sebagaimana dimaksud di atas, dapat dilakukan dengan hormat, satu dan lain hal tergantung pada pertimbangan pejabat yang berwenang atas berat atau ringannya perbuatan yang dilakukan dan besar kecilnya akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu, dengan berpedoman pada hal-hal sebagai berikut : a) Sumpah/Janji PNS, sumpah/janji jabatan negeri, dan peraturan disiplin PNS wajib ditaati oleh setiap PNS. PNS yang telah ternyata melanggar sumpah/janji atau melanggar peraturan disiplin PNS yang berat dan menurut pertimbangan atasan yang berwenang tidak dapat diperbaiki lagi, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat sebagai PNS, dengan mempertimbangkan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan. b) Pada dasarnya, tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau diancam dengan pidana yang lebih berat adalah merupakan tindak pidana kejahatan yang berat, meskipun maksimum ancaman pidana terhadap suatu tindak pidana telah ditetapkan, namun pidana yang dijatuhkan/diputuskan oleh hakim terhadap jenis tindak pidana itu dapat dibeda-bedakan sehubungan dengan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan dan atau besar kecilnya akibat yang ditimbulkannya. Berhubungan dengan itu, dalam mempertimbangkan apakah PNS yang telah melakukan tindak pidana kejahatan itu akan diberhentikan atau tidak, atau apakah akan diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat, haruslah dipertimbangkan faktor-faktor yang mendorong PNS yang bersangkutan melakukan tindak pidana kejahatan itu, serta harus pula dipertimbangkan berat ringannya putusan pengadilan yang dijatuhkan.

9 9 3) PNS diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena : a) Melakukan tindak pidana kejahatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan. Jabatan yang diberikan oleh seorang PNS adalah merupakan kepercayaan dari negara yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya apabila seorang PNS adalah merupakan kepercayaan dari negara yang harus dilaksanakan dengan sebaik baiknya. Apabila seorang PNS di pidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap karena melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubunganya jabatan atau pekerjaannya, maka PNS yang bersangkutan harus diberhentikan tidak dengan hormat karena telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Tindak pidana kejahatan jabatan yang dimaksud, adalah sebagaimana dimaksud dalam pasal 413 sampai dengan pasal 436 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. b) Melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 sampai dengan pasal 161 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tindak pidana kejahatan tersebut, adalah tindak pidana kejahatan yang berat, karena tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan yang melanggar martabat Presiden dan Wakil Presiden, kejahatan terhadap negara dan Kepala Negara dan Wakil Kepala Negara sahabat. Kejahatan mengenai perlakuan kewajiban negara, hak-hak negara, dan kejahatan terhadap ketertiban umum. Berhubungan dengan itu maka PNS yang melakukan tindak pidana kejahatan tersebut harus diberhentikan tidak dengan hormat. c) Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila, UUD 1945 atau terlibat dalam kegiatan atau gerakan yang menentang negara atau pemerintah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS. Perbuatan mana yang merupakan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 serta kegiatan atau gerakan yang menentang negara dan pemerintah, diputuskan oleh Presiden. b. Hak Kepegawaian. PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat, tidak mendapatkan hak kepegawaian. 21. Pemberhentian karena tidak cakap Jasmani atau Rohani. a. Ketentuan. 1) Menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya. 2) Setelah berakhirnya cuti sakit, belum mampu bekerja kembali.

10 10 b. Hak Kepegawaian. 1) Diberhentikan dengan hormat karena tidak cakap jasmani/rohani akibat mejalankan tugas kewajiban jabatannya (Dinas), berhak atas pensiun dengan tidak terikat masa kerja. 2) Diberhentikan dengan hormat karena tidak cakap jasmani/rohani bukan akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya, berhak atas pensiun apabila memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 4 tahun. 22. Pemberhentian karena Meninggalkan Tugas. a. Ketentuan. 1) PNS yang meninggalkan tugas secara tidak sah dalam waktu 2 bulan terus menerus, diberhentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga. 2) PNS yang meninggalkan tugas secara tidak sah lebih dari 2 bulan tetapi kurang dari 6 bulan melaporkan diri kepada pimpinan instansinya, dapat : b. Hak Kepegawaian a) Ditugaskan kembali apabila alasan meninggalkan tugas secara tidak syah itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang setelah dijatuhi hukuman disiplin, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b) Diberhentikan dengan hormat sebagai PNS terhitung mulai saat pemberhentian gaji apabila ketidak hadirannya itu adalah karena kelalaian PNS yang bersangkutan dan menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mengganggu suasana kerja, apabila yang bersangkutan ditugaskan kembali. c) PNS yang selama 6 bulan atau lebih terus menerus meninggalkan tugasnya secara tidak syah, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS. 1) Diberhentikan dengan hormat : a) Berhak atas pensiun apabila telah mencapai usia sekurangkurangnya 50 tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 20 tahun. b) Tanpa hak pensiun apabila belum mencapai usia 50 tahun dan atau memiliki masa kerja kurang dari 20 tahun. 2) Diberhentikan tidak dengan hormat. Tidak mendapatkan hak kepegawaian.

11 Pemberhentian karena Meninggal Dunia atau Hilang. a. Ketentuan. 1) PNS yang meninggal dunia (akibat menjalankan tugas kewajibannya atau bukan), diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. 2) PNS yang hilang (akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya atau bukan), dianggap telah meninggal dunia pada akhir bulan ke -12 sejak yang bersangkutan dinyatakan hilang. 3) PNS yang telah dinyatakan hilang sebelum melewati masa 12 bulan diketemukan kembali masih hidup dan sehat, dipekerjakan kembali sebagai PNS. 4) PNS yang telah dinayatakan hilang sebelum melewati masa 12 bulan diketemukan kembali, tetapi cacat diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak-hak kepegawaian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) PNS yang telah dinyatakan hilang, diketemukan kembali setelah melewati masa 12 bulan diperlakukan sebagai berikut : a) Apabila masih sehat, diangkat kembali. b) Apabila tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri berdasarkan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Hak Kepegawaian. 1) Diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia atau hilang (akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya atau bukan), berhak atas pensiun janda/duda dengan tidak melihat usia dan masa kerja). 2) Diberhentikan dengan hormat karena cacat (tidak cakap jasmani/rohani), karena akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya, berhak atas pensiun dengan tidak terikat masa kerja. 3) Diberhentikan dengan hormat karena cacat (tidak cakap jasmani/rohani) bukan akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya, berhak atas pensiun apabila menjalankan tugas kewajiban jabatannya, berhak atas pensiun apabila memiliki masa kerja sekurang-kurangnya empat tahun. Tetapi apabila memiliki masa kerja yang dimiliki kurang dari empat tahun, diberhentikan dengan hormat tanpa hak pensiun.

12 Pemberhentian karena Hal Lain. a. Setelah menjalankan cuti di luar tanggungan negara. 1) Ketentuan. a) PNS yang tidak melapor kepada Instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan negara diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. b) PNS yang melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah menjalankan cuti di luar tanggungan negara untuk bekerja kembali tetapi tidak ada lowongan, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS atau diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri. c) PNS yang terlambat melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah melaksanakan cuti di luar tanggungan negara diperlakukan sebagai berikut : (1) Apabila keterlambatan melaporkan diri itu kurang dari 6 bulan, maka PNS yang bersangkutan dapat dipekerjakan kembali apabila alasan-alasan tentang keterlambatan melaporkan diri itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang dan ada lowongan serta setelah ada persetujuan dari Ka BKN (sesuai Surat Edaran Ka BAKN Nomor 01/SE/1977 tanggal 25 Februari 1977), terhitung mulai tanggal 1 bulan berikutnya ia melaporkan diri. (2) Apabila keterlambatan melaporkan diri itu kurang dari 6 bulan, tetapi alasan-alasan tentang keterlambatan melaporkan diri itu tidak dapat diterima oleh pejabat yang berwenang, maka PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. (3) Apabila keterlambatan melaporkan diri itu lebih dari 6 maka PNS yang bersangkutan harus diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapatkan hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Hak Kepegawaian. a) Diberhentikan dengan hormat, berhak atas pensiun apabila telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 20 tahun. b) Diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri, berhak menerima uang tunggu. b. Menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. PNS yang menjadi anggota dan atau pengurus Parpol diberhentikan sebagai PNS (baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat).

13 Pemberhentian Sementara. a. Ketentuan : 1) Untuk kepentingan peradilan seorang PNS yang didakwa telah melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran jabatan dan sehubungan dengan itu oleh pihak yang berwajib dikenakan penahanan sementara, mulai penahanannya harus dikenakan pemberhentian sementara. 2) PNS yang oleh pihak berwajib dikenakan tahanan sementara karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atau hilangnya martabat serta wibawa pegawai tersebut. 3) Apabila hasil pemeriksaan yang berwajib ternyata tidak bersalah, maka PNS tersebut harus segera diangkat dan dipekerjakan kembali pada jabatan semula. 4) Apabila hasil pemeriksaan yang berwajib ternyata bersalah, harus diambil tindakan pemberhentian jika perlu diambil tindakan sesuai dengan pertimbangan/keputusan Hakim yang mengambil keputusan dalam perkara PNS tersebut. b. Hak Kepegawaian. Pemberhentian sementara karena telah melakukan kejahatan atau pelanggaran jabatan : 1) Jika terdapat petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran yang didakwakan oleh dirinya, mulai bulan berikutnya yang bersangkutan diberhentikan dan diberikan bagian gaji sebesar 50% dari gaji pokok terahir. 2) Jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas telah dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya, mulai bulan berikutnya yang bersangkutan diberhentikan dan diberikan bagian gaji sebesar 75 % dari gaji pokok terakhir. 26. Prosedur dan Wewenang Pemberhentian PNS. a. Prosedur. 1) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS telah mencapai BUP. a) PNS yang mencapai BUP minimum, yang bersangkutan mengajukan surat permohonan. b) Dansatminkal meneliti dan mengusulkan kepada Pangkotama/ Kabalakpus melalui Ajendam/Bagpers dengan mengisi blanko DPCP.

14 14 c) Pangkotama/Kabalakpus. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian/pensiun yang dikirim oleh Dansatminkal. (2) Mengajukan usul pemberhentian/pensiun ke Ka BKN Regional untuk Gol. ruang IV/b ke bawah. Dengan tembusan Dirajenad. (3) Mengajukan usul pemberhentian/pensiun kepada Dirajenad U.p. Kasubditbinmin PNS untuk Gol. ruang IV/c ke atas. d) Dirajenad. (1) Meneliti usul pemberhentian/pensiun untuk Gol. ruang IV/c ke atas. (2) Meneruskan Usul pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/c ke atas kepada Panglima TNI melalui Kasad. e) Panglima TNI : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/c ke atas yang telah dikirim oleh Kasad. (2) Meneruskan usul pemberhentian Gol. ruang IV/c ke atas kepada Presiden melalui Menhan. f) Presiden : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/c ke atas yang telah dikirim oleh Menhan. (2) Menandatangani Keputusan pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/c ke atas. 2) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS belum mencapai BUP, tidak mendapat hak pensiun/atas permohonan sendiri (Usia kurang dari 50) tahun, masa kerja kurang dari 20 tahun). a) PNS yang belum mencapai BUP, yang bersangkutan mengajukan surat permohonan. b) Dansatminkal meneliti dan mengusulkan kepada Pangkotama/ Kabalakpus melalui Ajendam/Bagpers. c) Pangkotama/Kabalakpus. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Dansatminkal.

15 15 (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian untuk Gol.I dan Gol. II. (3) Mengajukan usul pemberhentian dengan hormat tanpa hak pensiun kepada Dirajenad U.p. Kasubditbinmin PNS atas permohonan sendiri untuk Gol. III ke atas. d) Dirajenad. (1) Meneliti, berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Pangkotama /Kabalakpus. (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri tanpa hak pensiun untuk Gol. III. (3) Meneruskan Usul pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri kepada Panglima TNI melalui Kasad untuk Gol. ruang IV/a ke atas. e) Panglima TNI : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/a ke atas yang telah dikirim oleh Kasad. (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri tanpa hak pensiun Gol. ruang IV/a. (3) Meneruskan usul pemberhentian Gol. ruang IV/b kepada Menhan dan Gol. ruang IV/c ke atas kepada Presiden melalui Menhan. f) Menhan. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang telah dikirim oleh Panglima TNI. (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri tanpa hak pensiun untuk Gol. ruang IV/b. g) Presiden : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian Gol. ruang IV/c ke atas yang telah dikirim oleh Menhan. (2) Menandatangani keputusan pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri tanpa hak pensiun untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 3) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS belum mencapai BUP maksimal, mendapat hak pensiun/atas permohonan sendiri (Usia minimal 50 tahun, masa kerja minimal 20 tahun).

16 16 a) PNS yang belum mencapai BUP maksimal, yang bersangkutan mengajukan surat permohonan. b) Dansatminkal meneliti dan mengusulkan kepada Pangkotama/ Kabalakpus melalui Ajendam/Bagpers dengan mengisi blangko DPCP model II-B. c) Pangkotama/Kabalakpus. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Dansatminkal. (2) Mengajukan usul pemberhentian dengan hormat dengan hak pensiun kepada Dirajenad U.p. Kasubditbinmin PNS. d) Dirajenad. (1) Meneliti, berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Pangkotama /Kabalakpus. (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri dengan hak pensiun untuk Gol. ruang III/d ke bawah. (3) Meneruskan usul pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri kepada Panglima TNI melalui Kasad untuk Gol ruang IV/a ke atas. e) Panglima TNI : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/a ke atas yang telah dikirim oleh Kasad. (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri dengan hak pensiun. (3) Meneruskan usul pemberhentian Gol. ruang IV/b kepada Menhan dan Gol. ruang IV/c ke atas kepada Presiden melalui Menhan. f) Menhan. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang telah dikirim oleh Panglima TNI (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri dengan hak pensiun untuk Gol. ruang IV/b.

17 17 g) Presiden : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian Gol. ruang IV/c ke atas yang telah dikirim oleh Menhan. (2) Menandatangani Keputusan Pemberhentian dengan hormat atas permohonan sendiri dengan hak pensiun untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 4) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. a) Dansatminkal meneliti dan mengusulkan kepada Pangkotama/ Kabalakpus melalui Ajendam/Bagpers. b) Pangkotama/Kabalakpus. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Dansatminkal. (2) Mengajukan usul pemberhentian dengan hormat kepada Dirajenad U.p. Kasubditbinmin PNS. c) Dirajenad. (1) Meneliti, berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Pangkotama/Kabalakpus. (2) Meneruskan usul pemberhentian dengan hormat bukan atas permohonan sendiri kepada Panglima TNI melalui Kasad untuk semua Golongan. d) Panglima TNI : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/a ke atas yang telah dikirim oleh Kasad. (2) Meneruskan usul pemberhentian dengan hormat untuk Gol ruang IV/b ke bawah kepada Menhan dan Gol. ruang IV/c ke atas kepada Presiden melalui Menhan. e) Menhan. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang telah dikirim oleh Panglima TNI. (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat bukan atas permohonan sendiri untuk Gol. ruang IV/b ke bawah. (3) Hak pensiun diberikan apabila pada saat pemberhentian telah memenuhi syarat usia minimal 50 tahun dan masa kerja minimal 20 tahun.

18 18 f) Presiden : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian Gol. ruang IV/c ke atas yang telah dikirim oleh Menhan. (2) Menandatangani Keputusan Pemberhentian dengan hormat bukan atas permohonan sendiri untuk Gol. ruang IV/c ke atas. (3) Hak pensiun diberikan apabila pada saat pemberhentian telah memenuhi syarat usia minimal 50 tahun dan masa kerja minimal 20 tahun 5) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. a) Dansatminkal meneliti dan mengusulkan kepada Pangkotama/ Kabalakpus melalui Ajendam/Bagpers. b) Pangkotama/Kabalakpus. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Dansatminkal. (2) Mengajukan usul pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS kepada Dirajenad U.p. Kasubditbinmin PNS. c) Dirajenad. (1) Meneliti, berkas usul pemberhentian yang dikirim oleh Pangkotama /Kabalakpus. (2) Meneruskan usul pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS kepada Panglima TNI melalui Kasad. d) Panglima TNI. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian/pensiun Gol. ruang IV/a ke atas yang telah dikirim oleh Kasad. (2) Meneruskan usul pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS untuk Gol. ruang IV/b ke atas kepada Menhan dan Gol. ruang IV/c ke atas kepada Presiden melalui Menhan. e) Menhan. (1) Meneliti berkas usul pemberhentian yang telah dikirim oleh Panglima TNI. (2) Menerbitkan Keputusan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS untuk Gol. ruang IV/b ke bawah.

19 19 b. Wewenang. f) Presiden : (1) Meneliti berkas usul pemberhentian Gol. ruang IV/c ke atas yang telah dikirim oleh Menhan. (2) Menandatangani Keputusan Pemberhentian tidak dengan hormat bukan atas permohonan sendiri untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 1) Penetapan pemberhentian karena atas permintaan sendiri : a) Berhak atas Pensiun : (1) Dirajenad : (a) (b) Atas nama Kasad untuk Gol. I dan II. Atas nama Panglima TNI untuk Gol. III. (2) Kasum TNI atas nama Panglima TNI untuk Gol. ruang IV/a. (3) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. (4) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. b) Tanpa hak Pensiun. (1) Pangkotama/Kabalakpus/Dan Denmabesad A.n Kasad untuk Gol. I dan II. (2) Dirajenad atas nama Panglima TNI untuk Gol. III. (3) Kasum TNI atas nama Panglima TNI untuk Gol. ruang IV/a (4) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. (5) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 2) Penetapan pemberhentian karena telah mencapai batas usia pensiun sebagai berikut : a) Kakanreg BKN untuk Gol ruang IV/b ke bawah. b) Presiden untuk Gol ruang IV/c ke atas. 3) Penetapan pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi, baik diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun maupun diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri dengan hak uang tunggu sebagai berikut : a) Dirajenad : (1) Atas nama Kasad untuk Gol. I dan II. (2) Atas nama Panglima TNI untuk Gol. III. b) Kasum TNI A.n. Panglima TNI untuk Gol. ruang IV/a. c) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. d) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas.

20 20 4) Penetapan pemberhentian dengan hormat maupun tidak dengan hormat karena melakukan pelanggaran/tindak pidana/penyelewengan adalah sebagai berikut : a) Menhan untuk Gol. ruang IV/b ke bawah. b) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 5) Penetapan pemberhentian tidak dengan hormat adalah sebagai berikut : a) Menhan untuk Gol. ruang IV/b ke bawah. b) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 6) Penetapan pemberhentian karena tidak cakap jasmani/rohani adalah sebagai berikut : a) Tidak cakap jasmani/rohani akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya (dinas) : (1) Kakanreg BKN untuk Gol. ruang IV/b ke bawah. (2) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. b) Tidak cakap jasmani/rohani bukan akibat menjalankan tugas kewajibannya: (1) Dirajenad : (a) (b) Atas nama Kasad untuk Gol. I dan II. Atas nama Panglima TNI untuk Gol. III. (2) Kasum TNI atas nama Panglima TNI untuk Gol. ruang IV/a. (3) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. (4) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 7) Penetapan pemberhentian dengan hormat maupun tidak dengan hormat karena meninggalkan tugas adalah sebagai berikut : a) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. b) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 8) Pemberhentian dengan hormat karena meninggal dunia atau hilang (akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya atau bukan), cacat karena dinas adalah sebagai berikut : a) Kakanreg BKN untuk Gol. ruang IV/b ke bawah. b) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 9) Pemberhentian dengan hormat karena cacat (tidak cakap jasmani/rohani) bukan akibat menjalankan tugas kewajiban jabatannya adalah sebagai berikut :

21 21 a) Dirajenad : (1) Atas nama Kasad untuk Gol. I dan II. (2) Atas nama Panglima TNI untuk Gol. III. b) Kasum TNI A.n. Panglima TNI untuk Gol. ruang IV/a. c) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. d) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 10) Pemberhentian dengan hormat dengan hak pensiun dan pemberhentian dengan hormat dari jabatan negeri adalah sebagai berikut : a) Dirajenad : (1) Atas nama Kasad untuk Gol. I dan II. (2) Atas nama Panglima TNI untuk Gol. III. b) Kasum TNI A.n. Panglima TNI untuk Gol. ruang IV/a. c) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. d) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 11) Pemberhentian dengan hormat dari jabatan negeri dengan hak uang tunggu dan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun belum mencapai batas usia pensiun adalah sebagai berikut : a) Dirajenad : (1) Atas nama Kasad untuk Gol. ruang I dan II. (2) Atas nama Panglima TNI untuk Gol. ruang III. b) Kasum TNI A.n. Panglima TNI untuk Gol. ruang IV/a. c) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. d) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 12) Pemberhentian dengan hormat karena telah mencapai batas usia pensiun dan meninggal dunia adalah sebagai berikut : a) Kakanreg BKN untuk semua Gol. ruang IV/b ke bawah. b) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 13) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS adalah sebagai berikut : a) Menhan untuk Gol. ruang IV/b. b) Presiden untuk Gol. ruang IV/c ke atas. 14) Pemberhentian sementara untuk semua Gol. dilaksanakan oleh Pangkotama/Kabalakpus/Dan Denma Mabesad atas nama Kasad

22 Uang Tunggu. a. Yang berhak menerima uang tunggu : 1) Sebagai tenaga kelebihan yang diakibatkan oleh penyederhanaan satuan organisasi dan tidak dapat disalurkan kepada instansi lain serta belum memenuhi syarat-syarat pensiun. 2) Menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan atau lingkungan kerjanya serta belum memenuhi syarat-syarat pensiun. 3) Setelah berakhirnya cuti sakit belum dapat bekerja kembali dan belum memenuhi syarat-syarat pensiun. 4) Tidak dapat dipekerjakan kembali setelah selesai menjalankan cuti diluar tanggungan negara karena tidak ada lowongan dan belum memenuhi syaratsyarat pensiun. b. Hak Kepegawaian. 1) Uang tunggu diberikan paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang tiap-tiap kali paling lama satu tahun, dengan ketentuan tidak boleh lebih dari lima tahun. 2) Diberikan mulai bulan berikutnya dari bulan PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari jabatan negeri. 3) Besarnya uang tunggu. a) 80% dari Gaji Pokok terakhir untuk tahun pertama. b) 75% dari Gaji Pokok terkhir untuk tahun kedua sampai dengan kelima ditambah dengan tunjangan keluarga dan tunjangan lainnya. 4) PNS penerima uang tunggu, tetap berstatus PNS, oleh sebab itu kepada PNS penerima uang tunggu diberikan : a) Kenaikan gaji berkala b) Tunjangan keluarga. c) Tunjangan pangan dan tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali tunjangan jabatan. c. PNS penerima uang tunggu, diwajibkan : 1) Melaporkan diri kepada pejabat yang berwenang selambat-lambatnya sebulan sebelum berakhirnya pemberian uang tunggu. 2) Senantiasa bersedia diangkat kembali pada suatu jabatan negeri. 3) Meminta ijin terlebih dahulu kepada pimpinan instansinya apabila mau pindah di luar wilayah pembayaran.

23 23 d. PNS penerima uang tunggu dapat diangkat kembali dalam jabatan negeri apabila ada lowongan jabatan. e. PNS penerima uang tunggu yang menolak untuk diangkat kembali dalam jabatan negeri diberhentikan dengan hormat pada akhir bulan, yang bersangkutan menolak untuk diangkat kembali. f. PNS penerima uang tunggu penerima uang tunggu yang diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri, dicabut uang tunggunya terhitung sejak menerima penghasilan penuh kembali sebagai PNS. Pencabutan pemberian uang tunggu dicantumkan dalam salah satu Diktum surat keputusan pengangkatan kembali dalam jabatan negeri. g. PNS penerima uang tunggu selesai menjalani masa menerima uang tunggu tidak dapat diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri : 1) Apabila dalam masa uang tunggu atau pada saat berakhirnya masa menerima uang tunggu itu telah berusia sekurang-kurangnya 50 tahun dan telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun. 2) Apabila pada saat berakhirnya masa menerima uang tunggu yang bersangkutan telah memiliki masa kerja pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun, tetapi belum mencapai usia 50 tahun, maka diberhentikan dengan hormat sebagai PNS, tetapi pensiunnya baru diberikan terhitung mulai tanggal 1(satu) bulan berikutnya mencapai usia 50 tahun. 3) Apabila pada saat berakhirnya masa menerima uang tunggu belum mencapai Usia 50 tahun dan belum pula memiliki masa kerja pensiun 10 tahun diberhentikan dengan hormat sebagai PNS tanpa hak pensiun. 28. Prosedur dan wewenang Pemberian Uang Tunggu. a. Prosedur. 1) Dansatminkal mengajukan pemberhentian dengan hak uang tunggu kepada Pangkotama/Kabalakpus melalui Ajendam/Bagpers. 2) Pangkotama/Kabalakpus. a) Meneliti berkas usul pemberhentian dengan hak uang tunggu yang dikirim oleh Dansatminkal. b) Mengajukan usul pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu kepada Dirajenad U.p. Kasubditbinmin PNS. 3) Dirajenad. a) Meneliti, berkas usul pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu yang dikirim oleh Pangkotama/Kabalakpus.

24 24 b) Menerbitkan Keputusan pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu untuk Gol. ruang III/d ke bawah. c) Meneruskan usul pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu kepada Panglima TNI melalui Kasad untuk Gol. ruang IV/a, dan Gol. ruang IV/b kepada Menhan serta Gol. ruang IV/c kepada Presiden. 4) Panglima TNI : a) Meneliti berkas usul pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu Gol. ruang IV/a yang telah dikirim oleh Kasad. b) Menerbitkan keputusan pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu untuk Gol. ruang IV/a. 5) Menhan. a) Meneliti berkas usul pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu. b) Menerbitkan keputusan pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu untuk Gol. ruang IV/b. 6) Presiden. a) Meneliti berkas usul pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu Gol. ruang IV/b yang telah dikirim oleh Menhan b) Menerbitkan keputusan pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu untuk Gol. ruang IV/c ke atas. b. Wewenang. Wewenang pemberhentian dengan hormat sebagai PNS (dilingkungan TNI AD) dengan hak uang tunggu diatur sebagai berikut : 1) Gol. ruang IV/c ke atas oleh Presiden. 2) Gol. ruang IV/b oleh Menhan. 3) Gol. ruang IV/a oleh Panglima TNI. 4) Gol. III oleh Dirajenad A.n. Kasad. 29. Evaluasi. a. Jelaskan macam pemberhentian dengan hormat yang diberikan kepada PNS! b. Jelaskan ketentuan Pemberhentian tidak dengan hormat! c. Jelaskan ketentuan pemberian uang tunggu! d. Berapa besarnya uang tunggu yang diberikan kepada PNS, jelaskan! e. Jelaskan prosedur dan wewenang pemberhentian dengan hormat dengan hak uang tunggu!

25 25 BAB V PENSIUN PNS 30. Umum. a. Untuk memberikan kesejahteraan dan sebagai jaminan hari tua atas penghargaan dan jasa-jasanya selama berdinas dalam organisasi TNI AD, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan diberikan hak pensiun. b. Dalam pemberhentian pegawai negeri sipil, yang berhak menerima pensiun adalah pegawai negeri sipil, termasuk dalam hal ini janda/duda, anak dan orang tua dari pegawai negeri yang memenuhi syarat-syarat menurut perundang-undangan yang berlaku. 31. Ketentuan-ketentuan Pensiun PNS. a. Telah mencapai usia minimum 50 tahun dan mempunyai masa kerja pensiun minimum dua puluh tahun. b. Oleh Badan/Pejabat yang ditunjuk oleh Depkes berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan PNS, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau rohani yang disebabkan oleh karena menjalankan kewajiban jabatannya. c. Mempunyai masa kerja minimum 4 tahun dan oleh Badan/Pejabat yang ditunjuk oleh Depkes berdasarkan tentang pengujian kesehatan PNS, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani dan rohani yang tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatannya. d. PNS yang diberhentikan atau dibebaskan dari pekerjaannya karena penghapusan jabatan, perubahan dalam susunan pegawai, penertiban aparatur negara atau karena alasan-alasan dinas lainnya, kemudian tidak dipekerjakan kembali dan pada saat pemberhentianya telah berusia sekurang-kurangnya 50 tahun dan memiliki masa kerja minimum 10 tahun. e. PNS yang telah menjalankan tugas negara tidak dipekerjakan kembali sebagai PNS, dan telah mencapai usia minimum 50 tahun dan memiliki masa kerja untuk pensiun minimum 10 tahun. 32. Yang berhak menerima Pensiun. Yang berhak menerima pensiun adalah pegawai negeri sipil, janda/duda, anak dan orang tua dari pegawai negeri yang memenuhi syarat-syarat peraturan perundang-undangan yang berlaku. 33. Besarnya pensiun PNS. Besarnya pensiun sebulan adalah 2,5 % dari dasar pensiun untuk tiap tahun masa kerja dengan ketentuan bahwa :

26 26 a. Pensiun sebulan sebanyak-banyaknya 75 % dan sekurang-kurangnya 40 % dari dasar pensiun (Gaji pokok terakhir). b. Pensiun sebulan tidak boleh kurang dari gaji pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat yang berlaku pada PNS yang bersangkutan. 34. Cara menghitung Masa Kerja untuk PNS. a. Bila dicantumkan tahunnya saja. Contoh : Mulai tahun 1951 s.d maka perhitungannya menjadi 1 Desember 1951 s.d. 1 Pebruari b. Bila dicantumkan Bulan dan Tahun. Contoh : Mulai s.d maka perhitunganya menjadi s.d Masa kerja yang dapat diperhitungkan sebagai dasar penetapan besarnya pensiun PNS. a. Waktu bekerja sebagai tenaga kerja honorer. b. Masa kerja sebagai PNS. c. Masa kerja sebagai TNI. d. Masa kerja sebagai tenaga bulanan. e. Masa kerja sebagai pegawai pada sekolah partikelir bersubsidi. f. Waktu bekerja sebagai pegawai perusahaan swasta berbadan hukum. g. Waktu menjalankan suatu kewajiban di negara dalam kedudukan lain sebagai PNS. 36. Mulai dan Berakhirnya Pensiun. a. Diberikan mulai tanggal 1 satu bulan berikutnya PNS, yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. b. Hak pensiun berakhir pada akhir bulan penerima pensiun yang bersangkutan meninggal dunia. 37. Pembatalan dan Hapusnya Pensiun. a. Pembayaran pensiun PNS dihentikan apabila pensiunan PNS diangkat kembali menjadi Pegawai Negeri atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri. b. Jika pensiun PNS menurut keputusan pejabat yang berwenang dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan atau terlibat dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan terhadap negara dan haluan negara yang berdasarkan Pancasila.

27 27 c. Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan sebagai bahan untuk penetapan pemberian pensiun tidak benar dan bekas PNS yang bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberikan pensiun. 38. Bahan Administrasi Pensiun Maksimum dan Minimum. a. Surat usul Dansatminkal. b. Surat pemohonan dari yang bersangkutan. c. Fotokopi Skep/Kep pangkat terakhir. d. Fotokopi Skep/Kep pengangkatan pertama sebagai PNS. e. Fotokopi Karpeg. f. Fotokopi Sprin KGB. g. Fotokopi Surat nikah/karis/karsu. h. Fotokopi akte kelahiran anak. i. Surat keterangan rincian gaji terakhir. j. Daftar susunan keluarga. k. Surat keterangan alasan keterlambatan usul PNS (bagi yang terlambat). l. Surat keterangan menetap. m. Pas Photo berwarna atau hitam putih yang berangkutan dan istri/suami ukuran 4X6 Cm (8 lembar tanpa tutup kepala dan kaca mata) n. Mengisi blanko DPCP PNS yang mencapai BUP 56 (50 enam) tahun. o. Mengisi blanko DPCP model 2-b bagi PNS yang mengambil usia pensiun 50 tahun masa kerja dua puluh tahun. 39. Wewenang Pemberian Pensiun. a. Berhak pensiun minimum usia 50 tahun dan masa kerja 20 tahun. 1) Dirajenad A.n. Kasad untuk golongan I dan II. 2) Dirajenad A.n. Panglima TNI untuk golongan III. 3) Kasum TNI A.n Panglima TNI untuk golongan IV/a. 4) Menhan untuk golongan IV/b. 5) Presiden untuk golongan IV/c ke atas. b. Berhak pensiun maksimum usia 56 tahun dan masa kerja 10 tahun. 1) Kanreg BKN untuk golongan IV/b kebawah. 2) Presiden untuk golongan IV/c ke atas. c. Berhak pensiun karena penyederhanaan organisasi dengan usia pensiun 50 tahun dengan masa kerja 10 tahun. 1) Dirajenad A.n. Kasad untuk golongan I dan II. 2) Dirajenad A.n. Panglima TNI untuk golongan III. 3) Kasum TNI A.n Panglima TNI untuk golongan IV/a. 4) Menhan untuk golongan IV/b. 5) Presiden untuk golongan IV/c ke atas.

28 28 d. Berhak pensiun karena melakukan pelanggaran/tindak pidana/penyelewengan jabatan dengan usia pensiun 50 tahun dengan masa kerja 20 tahun. 1) Menhan kebawah untuk golongan IV/b. 2) Presiden untuk golongan IV/c ke atas. e. Berhak pensiun karena tidak cakap jasmani dan rohani. 1) Karena Dinas (a) (b) Kakanreg BKN untuk golongan ruang IV/b ke bawah. Presiden untuk golongan IV/c ke atas. 2) Bukan karena dinas. (a) (b) (c) (d) (e) Dirajenad A.n. Kasad untuk golongan I dan II. Dirajenad A.n. Panglima TNI untuk golongan III. Kasum TNI A.n Panglima TNI untuk golongan IV/a. Menhan untuk golongan IV/b. Presiden untuk golongan IV/c ke atas. f. Berhak pensiun karena meninggalkan tugas maka diberhentikan dengan hormat usia 50 tahun dan masa kerja 20 tahun. 1) Menhan untuk golongan IV/b ke bawah. 2) Presiden untuk golongan IV/c ke atas. g. Berhak pensiun karena meninggal dunia atau hilang karena dinas tidak dilihat usia dan masa kerja untuk hak pensiunnya, bukan karena dinas harus mempunyai masa kerja minimal 4 tahun. 1) Meninggal dunia atau hilang karena dinas. (a) (b) Kakanreg BKN untuk golongan IV/b ke bawah. Presiden untuk golongan IV/c ke atas. 2) Cacat bukan akibat menjalankan tugas kewajibannya. (a) (b) (c) (d) (e) Dirajenad A.n. Kasad untuk golongan I dan II. Dirajenad A.n. Panglima TNI untuk golongan III. Kasum TNI A.n Panglima TNI untuk golongan IV/a. Menhan untuk golongan IV/b. Presiden untuk golongan IV/c ke atas. h. Berhak pensiun karena hal-hal lain (Cuti diliuar tanggungan negara). Diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun usia minimum 50 tahun dan masa kerja 20 tahun. 1) Dirajenad A.n. Kasad untuk golongan I dan II. 2) Dirajenad A.n. Panglima TNI untuk golongan III. 3) Kasum TNI A.n Panglima TNI untuk golongan IV/a. 4) Menhan untuk golongan IV/b. 5) Presiden untuk golongan IV/c ke atas.

29 Evaluasi. a. Sebutkan dan jelaskan ketentuan-ketentuan pensiun PNS! b. Sebutkan besarnya pokok pensiun PNS! c. Sebutkan bahan administrasi untuk pengurusan pensiun PNS! BAB VI PENSIUN JANDA/DUDA 41. Umum. Selain PNS itu sendiri yang telah memenuhi persyaratan mendapatkan hak pensiun, maka kepda pra janda/duda dari PNS yang bersangkutan, yang telah dinayatakan syah dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku juga diberikan hak pensiun janda/duda. 42. Ketentuan Pensiun Janda/Duda. a. Yang berhak menerima pensiun janda/duda adalah istri (istri-istri) pegawai negeri laki-laki atau suami PNS wanita yang tewas atau meninggal dunia atau penerima pensiun pegawai yang meninggal dunia dan mereka sebelumnya sudah terdaftar. b. Apabila PNS atau penerima pensiun PNS yang beristri/suami meninggal dunia, sedangkan tidak ada istri/suami yang terdaftar sebagai yang berhak menerima pensiun janda/duda, maka dengan menyimpang dari ketentuan pada point a, pensiun janda/duda diberikan kepada istri/suami yang ada pada waktu yang bersangkutan meninggal dunia. c. Dalam hal PNS atau penerima pensiun pria termaksud di atas beristri lebih dari satu orang, maka pensiun janda diberikan kepada istri yang ada waktu itu paling lama dan tidak terputus-putus dinikahinya. 43. Hak-hak atas pensiun Janda/Duda. a. Pensiun/penerima pensiun pegawai meninggal dunia maka istri/suami yang bersangkutan telah terdaftar di BKN berhak menerima pensiun janda/duda. b. Pensiun atau penerima pensiun yang beristri atau bersuami meninggal dunia tetapi tidak ada istri/suami yang ada pada waktu itu ia meninggal dunia termasuk yang beristri lebih dari satu orang maka hak pensiun diberikan kepada istri yang sah dinikahinya. c. PNS/penerima pensiun pegawai meninggal dunia dan tidak mempunyai istri/suami lagi maka hak pensiun janda/dudanya diberikan :

PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB II PEMBERHENTIAN DAN PENSIUN PEGAWAI A. PEMBERHENTIAN PEGAWAI 1. Pengertian Pemberhentian Pegawai Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, Copyright 2000 BPHN PP 32/1979, PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL *28126 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 32 TAHUN 1979 (32/1979) Tanggal: 29 SEPTEMBER 1979 (JAKARTA)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, . PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN. Imam Gunawan

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN. Imam Gunawan PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN Imam Gunawan Pemensiunan pasti PHK PHK belum tentu Pensiun PHK P PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pemberhentian seorang pegawai yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa ketentuan-ketentuan mengenai pemberhentian Pegawai

Lebih terperinci

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan. 2. pemberhentian dari jabatan negeri.

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan. 2. pemberhentian dari jabatan negeri. Pemberhentian PNS Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. pemberhentian dari jabatan negeri. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Administrasi. PNS. Pemberhentian. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Administrasi. PNS. Pemberhentian. Pedoman. No.166, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Administrasi. PNS. Pemberhentian. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-26.KP.10.09

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PEMBERHENTIAN DENGAN HAK PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I

PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PEMBERHENTIAN DENGAN HAK PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PEMBERHENTIAN DENGAN HAK PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

Lebih terperinci

MODUL KEPEGAWAIAN. Jakarta, 18 Juli 2017

MODUL KEPEGAWAIAN. Jakarta, 18 Juli 2017 MODUL KEPEGAWAIAN Jakarta, 18 Juli 2017 PERATURAN DI BIDANG KEPEGAWAIAN MATERI 1. Konsep-konsep dan Istilah-istilah Kepegawaian, Kedudukan, Kewajiban dan Hak PNS 2. Pengadaan PNS 3. Pembinaan dan Kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENSIUN DOSEN TETAP DAN TENAGA KEPENDIDIKAN TETAP NON PEGAWAI NEGERI SIPIL UNIVERSITAS BRAWIJAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Sumber:

Sumber: TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBERHENTIAN DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN/ATAU TINDAK PIDANA LAINNYA Sumber: http://www.gemanusantara.org I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PEMBERHENTIAN TIDAK HORMAT PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA tukangteori.com I. PENDAHULUAN Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. pemberhentian dari jabatan negeri.

Pemberhentian PNS. Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. pemberhentian dari jabatan negeri. Pemberhentian PNS Pemberhentian terdiri atas : 1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. pemberhentian dari jabatan negeri. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2006 SERI : D NOMOR : 7 Menimbang : Mengingat PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG TENAGA HONORER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH BUKU SAKU PENGELOLAAN ADMINISTRASI PENSIUN 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pegawai Negeri Sipil 1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil A.W. Widjaja berpendapat bahwa, Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 21 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 21 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 21 SERI E KEPUTUSAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 153 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN DAN PROSEDUR PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PER. 02 Tahun 2009 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PER. 02 Tahun 2009 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PER. 02 Tahun 2009 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG DAN PEMBERIAN KUASA BIDANG KEPEGAWAIAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

GOLONGAN RUANG IV/b KE BAWAH

GOLONGAN RUANG IV/b KE BAWAH 5 2013, No.1303 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERHENTIAN DAN PEMBERIAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENCAPAI BATAS USIA PENSIUN YANG AKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 03 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 03 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 03 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA TETAP PELAKSANAAN PENGAJUAN KENAIKAN PANGKAT BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI,

Lebih terperinci

MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN PERTAHANAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil BAB III POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN 1990 1. Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 mengatur tentang perubahan atas PP No. 10 Tahun

Lebih terperinci

PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA / DUDA PEGAWAI

PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA / DUDA PEGAWAI SELAMAT BERJUMPA DALAM MATERI REGISTER PENSIUN PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA / DUDA PEGAWAI PENSIUN DAN PENSIUN PEGAWAI JANDA /DUDA Dasar : UU No. 11 Th. 1969 PP No. 7 Th. 1977 jo. PPP No. 66 Th. 2005

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2012, No A. Syarat Syarat Dan Kelengkapan Administrasi Kenaikan Pangkat Reguler dan Pilihan KELENGKAPAN BERKAS USULAN

2012, No A. Syarat Syarat Dan Kelengkapan Administrasi Kenaikan Pangkat Reguler dan Pilihan KELENGKAPAN BERKAS USULAN 2012, No.576 8 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN METEREOLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR KEP.03 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA TETAP PELAKSANAAN PENGAJUAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ATAU UNIT KERJA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2015, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Neger

2015, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Neger BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.998, 2015 KEMENDAGRI. Mutasi. Pegawai Negeri Sipil. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN MUTASI PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN MUTASI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah,

1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, Disiplin PNS Pembinaan Disiplin Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi aparatur

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGAN DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PADA JENIS PELAYANAN PEMBERHENTIAN PNS DENGAN HAK PENSIUN DI KABUPATEN BLORA

STANDAR PELAYANAN PADA JENIS PELAYANAN PEMBERHENTIAN PNS DENGAN HAK PENSIUN DI KABUPATEN BLORA LAMPIRAN IV : KEPUTUSAN KEPALA BKD KABUPATEN BLORA NOMOR : 800/30/2015 TANGGAL : 15 JUNI 2015 STANDAR PELAYANAN PADA JENIS PELAYANAN PEMBERHENTIAN PNS DENGAN HAK PENSIUN DI KABUPATEN BLORA Dasar Hukum

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG Kementerian Riset dan Teknologi sebagai instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi utama Merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang riset berusaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2002 TENTANG KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2002 TENTANG KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2002 TENTANG KENAIKAN JABATAN DAN PANGKAT HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 32 Undang-undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL. kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL. kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia senantiasa mempunyai kedudukan yang makin penting, meskipun negara

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1974 (8/1974) Tanggal: 6 NOPEMBER 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1974 (8/1974) Tanggal: 6 NOPEMBER 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1974 (8/1974) Tanggal: 6 NOPEMBER 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/55; TLN NO. 3041 Tentang: POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN Indeks: ADMINISTRASI.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.158, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kepegawaian. Kenaikan Pangkat. PNS. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG KENAIKAN PANGKAT BAGI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BIMA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN KEGIATAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMERINTAH KOTA BIMA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN KEGIATAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LAMPIRAN :... NOMOR :... TANGGAL :... PEMERINTAH KOTA BIMA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROSEDUR BAKU PELAKSANAAN KEGIATAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN USULAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SATUAN KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN YANG MENERAPKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 Tanggal 18 Pebruari 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 Tanggal 18 Pebruari 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976 Tanggal 18 Pebruari 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk mengisi formasi serta menjamin keseragaman dalam pelaksanaannya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata

Lebih terperinci

INDEKSPERATURANPERUNDANG-UNDANGAN BIDANGKEPEGAWAIAN

INDEKSPERATURANPERUNDANG-UNDANGAN BIDANGKEPEGAWAIAN INDEKSPERATURANPERUNDANG-UNDANGAN BIDANGKEPEGAWAIAN MAHKAMAH AGUNGRI November2015 INDEKS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KEPEGAWAIAN POKOK BAHASAN URAIAN DASAR HUKUM KETERANGAN 1 2 3 4 FORMASI 1.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT NOMOR 7 1990 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT NOMOR 17 TAHUN 1989 TENTANG BADAN PENGAWAS, DIREKSI DAN KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 63 Tahun 20':21

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 63 Tahun 20':21 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 63 Tahun 20':21 PENOELEGASIAN WEWENANG OAN PEMBERIAN KUASA BIOANG KEPEGAWAIAN 01 L1NGKUNGAN OEPARTEMEN PERHUBUNGAN bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan

Lebih terperinci

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 1 SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 Latar Belakang : Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 disusun dalam rangka menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1980 TENTANG PENGANGKATAN DALAM PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1980 TENTANG PENGANGKATAN DALAM PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1980 TENTANG PENGANGKATAN DALAM PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka usaha melaksanakan pembinaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. Widyaiswara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. Widyaiswara. No.31, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. Widyaiswara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

BEBERAPA PERATURAN YANG HARUS DIPERHATIKAN DOSEN DAN TINDIK (SUMBER:

BEBERAPA PERATURAN YANG HARUS DIPERHATIKAN DOSEN DAN TINDIK (SUMBER: BEBERAPA PERATURAN YANG HARUS DIPERHATIKAN DOSEN DAN TINDIK (SUMBER: http://simpeg.unsyiah.ac.id/simpeg-unsyiah/index.php/halamanutama/ketentuan) Batasan Waktu Pengusulan Pangkat Berdasarkan Surat Kepala

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure. Pemberhentian / Pensiun Pegawai Negeri Sipil

Standard Operating Procedure. Pemberhentian / Pensiun Pegawai Negeri Sipil Standard Operating Procedure Pemberhentian / Pensiun Pegawai Negeri Sipil Bagian Kepegawaian Biro Umum dan Kepegawaian Universitas Brawijaya Malang 2017 LEMBAR IDENTIFIKASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA Pemberhentian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA A. Pendahuluan Alasan/pertimbangan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tamba No.77, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Tunjangan Pengamanan Persandian. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN TUNJANGAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN

KEBIJAKAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN KEBIJAKAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN KEWAJIBAN PNS 1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, 2. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 A TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 A TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15 A TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN, PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. No.175, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 30 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 30 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 30 SERI E KEPUTUSAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 285 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPEGAWAIAN PERUSAHAAN DAERAH PERTAMBANGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

RAHASIA MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT PANITIA PUSAT SELEKSI CASIS DIKTUKPA/BA TNI AD TA 2015 UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015

RAHASIA MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT PANITIA PUSAT SELEKSI CASIS DIKTUKPA/BA TNI AD TA 2015 UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT PANITIA PUSAT SELEKSI CASIS DIKTUKPA/BA TNI AD TA 2015 UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CAJ WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014 PETUNJUK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MAKALAH Hukum Kepegawaian

MAKALAH Hukum Kepegawaian MAKALAH Hukum Kepegawaian Dosen Pengampu : Aryani Widhiastuti, S.H., M.H/Dr. Penyusun : Dhaniar Pitaloka Sasti Pradasari 15100168 Hukum 04 UNIVERSITAS SLAMET RIYADI Tahun 2017 / 2018 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

vii Tinjauan Mata Kuliah

vii Tinjauan Mata Kuliah vii P Tinjauan Mata Kuliah emberhentian dan pensiun pegawai adalah bagian akhir dari suatu siklus manajemen kepegawaian, sehingga ketika mahasiswa mempelajarinya akan lebih baik jika telah membaca dasar-dasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa sesuai dengan Pasal 25 Undang-undang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Lebih terperinci

Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Pegawai Negeri Sipil

Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Pegawai Negeri Sipil Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 536 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR TAHUN 0 TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN TETAP NON PNS UNIVERSITAS BRAWIJAYA REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA FINAL HARMONISASI RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN NASKAH DINAS KEPEGAWAIAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

b. Tujuan. Agar Pasis pendidikan dasar kecabangan Ajen mengerti tentang perawatan PNS sebagai bekal dalam pelaksanaan tugas di satuan.

b. Tujuan. Agar Pasis pendidikan dasar kecabangan Ajen mengerti tentang perawatan PNS sebagai bekal dalam pelaksanaan tugas di satuan. RAHASIA KODIKLAT TNI ANGKATAN DARAT PUSAT PENDIDIKAN AJUDAN JENDERAL Lampiran III Keputusan Danpusdikajen Nomor Kep/ / /2010 Tanggal 2010 PERAWATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. a. Pembinaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan

Lebih terperinci

PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM B. PENJELASAN 1. Maksud 2. Tujuan 1. Kewajiban,

PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM B. PENJELASAN 1. Maksud 2. Tujuan 1. Kewajiban, PEMBINAAN DISIPLIN A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri;

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL NO PP NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL 1 Menimbang : a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya

Lebih terperinci

B U P A T I B I M A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA,

B U P A T I B I M A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, B U P A T I B I M A PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN, PENGEMBANGAN KARIER, DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN

Lebih terperinci

Biro Umum Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nopember 2017

Biro Umum Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nopember 2017 Biro Umum Institut Teknologi Sepuluh Nopember Nopember 2017 Status ITS sebagai PTN Badan Hukum, ITS memiliki otonomi dalam pengelolaan sumber daya manusia. Pelaksanaan dari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

PEMBINAAN PNS DOSEN YANG DIPERBANTUKAN DI LUAR INSTANSI INDUK. KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL Biro Kepegawaian - Sekretariat Jenderal 2011

PEMBINAAN PNS DOSEN YANG DIPERBANTUKAN DI LUAR INSTANSI INDUK. KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL Biro Kepegawaian - Sekretariat Jenderal 2011 PEMBINAAN PNS DOSEN YANG DIPERBANTUKAN DI LUAR INSTANSI INDUK KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL Biro Kepegawaian - Sekretariat Jenderal 2011 DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 2. Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Tunjangan. Pengamanan Pesandian. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Tunjangan. Pengamanan Pesandian. Pencabutan. No.504, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Tunjangan. Pengamanan Pesandian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN KUASA. BAGI PNS GOL/RUANG a. Sekretaris Jenderal a. Menandatangani pengumuman penerimaan ASN

PEMBERIAN KUASA. BAGI PNS GOL/RUANG a. Sekretaris Jenderal a. Menandatangani pengumuman penerimaan ASN SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN KUASA DAN DELEGASI WEWENANG PELAKSANAAN KEGIATAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN KEPADA PEJABAT

Lebih terperinci