IV. KONDISI FISKAL PEMERINTAH DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. KONDISI FISKAL PEMERINTAH DAERAH"

Transkripsi

1 IV. KONDISI FISKAL PEMERINTAH DAERAH 4.1. Kondisi Penerimaan Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999, penerimaan pemerintah daerah terdiri atas: (1) pendapatan asli daerah, (2) dana perimbangan, (3) pinjaman daerah, dan (4) lain-lain penerimaan yang sah. Komponen terpenting dari penerimaan daerah berasal dari pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Pendapatan asli daerah menggambarkan kemampuan daerah untuk memperoleh pendapatan sendiri, sedangkan dana perimbangan merupakan dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah guna menambah kemampuan daerah untuk membiayai pengeluarannya. Tabel 9. Perkembangan Kontribusi Komponen Pembentuk Penerimaan Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun Komponen Dana Perimbangan Tahun Penerimaan PAD Dana Perimbangan (Juta Rp) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Rata-rata Tabel 9 dan Tabel 10 menjelaskan bahwa pendapatan asli daerah masih memberikan kontribusi yang sangat kecil terhadap penerimaan daerah baik

2 54 sebelum maupun sesudah desentralisasi fiskal yaitu sebesar 5.20 persen/tahun. Rendahnya kontribusi pendapatan asli daerah mengindikasikan rendahnya kemampuan daerah untuk memperoleh pendapatan sendiri. Kontribusi terbesar pendapatan asli daerah terhadap penerimaan daerah terjadi pada awal desentralisasi fiskal yaitu tahun 2001 sebesar persen. Kontribusi tahun berikutnya mengalami penurunan. Penurunan tersebut lebih dikarenakan menurunnya sumber-sumber penerimaan pendapatan asli daerah terutama yang berasal dari retribusi dan pendapatan asli daerah lainnya. Tabel 10. Perkembangan Pertumbuhan Komponen Pembentuk Penerimaan Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun Komponen Dana Perimbangan Tahun PAD Dana Perimbangan Nominal (Juta Rp) Tumbuh (%) Nominal (Juta Rp) Tumbuh (%) Berdasarkan pertumbuhannya, pendapatan asli daerah meningkat sangat tinggi yaitu sebesar persen pada awal desentralisasi fiskal. Pada tahun 2002 dan 2003 pertumbuhan pendapatan asli daerah mengalami penurunan yaitu masing-masing sebesar persen dan 2.33 persen, tetapi dengan nominal yang masih lebih besar dibanding dengan sebelum desentralisasi fiskal. Pada tahun

3 55 berikutnya, yaitu tahun 2004 dan 2005 pertumbuhan pendapatan asli daerah mulai mengalami peningkatan kembali masing-masing sebesar 1.13 persen dan persen. Peningkatan pendapatan asli daerah tahun 2004 dan 2005 tersebut akibat membaiknya penerimaan pajak daerah dan retribusi. Komponen penerimaan lain yang akan dibahas adalah dana perimbangan. Dana perimbangan merupakan komponen utama pembentuk penerimaan daerah, dengan rata-rata kontribusi persen/tahun. Besarnya kontribusi dana perimbangan ini mengindikasikan masih besarnya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pemerintah pusat. Berdasarkan pertumbuhannya, dana perimbangan mengalami peningkatan yang tinggi pada awal desentralisasi fiskal yaitu sebesar persen. Pada tahun 2002, pertumbuhan dana perimbangan mengalami penurunan sebesar 2.76 persen. Penurunan pertumbuhan dana perimbangan tersebut akibat dari berkurangnya penerimaan dari bagi hasil pajak dan dana alokasi umum, tetapi pada tahun berikutnya, dana perimbangan kembali mengalami pertumbuhan yang positif. Komponen pendapatan asli daerah terdiri dari: (1) pajak daerah, (2) retribusi daerah, (3) laba badan usaha milik daerah (BUMD), dan (4) pendapatan asli daerah lainnya. Perkembangan pendapatan asli daerah seperti digambarkan pada Tabel 11 dan Tabel 12 menunjukkan bahwa pada awal desentralisasi fiskal, hampir semua komponen pembentuk pendapatan asli daerah mengalami peningkatan, kecuali laba badan usaha milik daerah.

4 56 Tabel 11. Perkembangan Kontribusi Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun PAD Pajak Daerah Retribusi Laba BUMD PAD Lain (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) Rata-rata

5 57 Tabel 12. Perkembangan Pertumbuhan Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun Komponen Pembentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Pajak Daerah Retribusi Laba BUMD PAD Lain Nominal Tumbuh Nominal Tumbuh Nominal Tumbuh Nominal Tumbuh (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%)

6 58 Pajak daerah tumbuh sebesar persen pada tahun Pada tahun berikutnya pertumbuhan pajak daerah mengalami fluktuasi tetapi dengan nominal yang masih lebih besar dibandingkan sebelum desentralisasi fiskal. Apabila dilihat dari kontribusinya, pajak daerah mulai mengalami penurunan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah sejak menjelang desentralisasi fiskal, yaitu tahun Kemudian pada beberapa tahun berikutnya, pajak daerah selalu lebih kecil daripada sebelum tahun Pertumbuhan dan nominal dari laba badan usaha milik daerah mengalami fluktuasi baik sebelum maupun setelah desentralisasi fiskal. Laba badan usaha milik daerah memiliki kontribusi paling kecil dalam pembentukan pendapatan asli daerah, dengan rata-rata kontribusi sebesar 6.96 persen/tahun. Sama halnya dengan pajak daerah, laba badan usaha milik daerah mulai mengalami penurunan kontribusi menjelang desentralisasi fiskal dan terus berlanjut hingga beberapa tahun berikutnya. Retribusi dan pendapatan asli daerah lainnya merupakan komponen terakhir dalam pembentukan pendapatan asli daerah. Pada awal desentralisasi fiskal, retribusi dan pendapatan asli daerah lainnya merupakan komponen pendapatan asli daerah yang mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu masingmasing sebesar persen dan persen. Pada tahun berikutnya, pertumbuhan kedua komponen pendapatan asli daerah tersebut mengalami fluktuasi. Khusus untuk pendapatan asli daerah lainnya, walaupun setelah tahun 2001 mengalami penurunan pertumbuhan, tetapi kontribusinya tetap dominan terhadap pembentukan pendapatan asli daerah.

7 59 Pajak daerah dan retribusi sebelum desentralisasi fiskal, memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan pendapatan asli daerah. Setelah desentralisasi fiskal, kontribusi kedua sumber pendapatan asli daerah tersebut mengalami penurunan sehingga kontribusi pembentuk terbesar pendapatan asli daerah beralih ke pendapatan asli daerah lainnya. Pajak daerah dan retribusi dirancang pemerintah sebagai tumpuan pendapatan asli daerah. Walaupun setelah desentralisasi fiskal terjadi peningkatan terhadap kedua sumber pendapatan asli daerah tersebut, tetapi kontribusinya cenderung mengalami penurunan. Pemerintah daerah tidak dapat memperbesar kontribusi pajak dan retribusinya dengan cara memungut jenis pajak dan retribusi baru karena berdampak pada semakin tingginya beban biaya produksi yang harus ditanggung pengusaha. Menurut simanjuntak (2003), sebagian dari pajak dan retribusi baru tersebut tidak efisien dan cenderung menimbulkan distorsi bagi kegiatan ekonomi sehingga mengganggu para pengusaha dan investor dalam melakukan kegiatan di daerah. Selain itu, instrumen pemungutan pajak dan retribusi baru menurut Lewis (2003) ternyata tidak terbukti menjadi pemicu dalam meningkatkan kapasitas fiskal daerah karena kontribusinya yang masih sangat kecil. Usaha yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan kontribusi pajak daerah adalah dengan ekstensifikasi dan menertibkan para wajib pajak agar tidak mangkir dari kewajibannya. Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999, dana perimbangan terdiri dari: (1) bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, (2) bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, (3) dana alokasi umum, dan (4) dana alokasi khusus. Tabel 13 dan Tabel 14

8 60 menunjukkan bahwa kontribusi dana alokasi umum dominan dalam membentuk penerimaan daerah dengan kontribusi rata-rata sebesar persen/tahun. Setelah desentralisasi fiskal, kontribusi dana alokasi umum terhadap dana perimbangan mengalami kecenderungan meningkat dengan kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar persen. Berdasarkan pertumbuhannya, dana alokasi umum mengalami peningkatan yang signifikan pada awal dilaksanakannya desentralisasi fiskal, yaitu sebesar persen. Hal ini disebabkan karena formulasi dana alokasi umum yang baru, dirancang pemerintah agar dapat mengurangi ketimpangan horizontal dan membiayai kebutuhan fiskal daerah yang semakin besar. Tabel 13. Perkembangan Kontribusi Komponen Dana Perimbangan Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun Dana Komponen Dana Perimbangan Tahun Perimbangan BHP BHBP DAU (Juta Rp) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Rata-rata Komponen bagi hasil selanjutnya adalah bagi hasil pajak. Kontribusi bagi hasil pajak terhadap pembentukan bagi hasil sebesar rata-rata persen/tahun. Berbeda dengan dana aloksi umum yang mengalami peningkatan kontribusi

9 61 setelah desetralisasi fiskal, bagi hasil pajak cenderung mengalami penurunan kontribusi setelah desetralisasi fiskal. Walaupun mengalami penurunan kontribusi tetapi dilihat secara nominal tetap mengalami peningkatan. Berdasarkan pertumbuhannya, bagi hasil pajak mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada awal desentralisasi fiskal yaitu sebesar persen. Peningkatan pertumbuhan bagi hasil pajak tersebut dikarenakan setelah desentralisasi fiskal pemerintah daerah lebih serius dalam menggali sumber-sumber bagi hasil pajak, guna membiayai semakin besarnya pengeluaran yang harus dibiayai oleh pemerintah daerah. Tabel 14. Perkembangan Pertumbuhan Komponen Dana Perimbangan Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tahun Komponen Dana Perimbangan Tahun BHP BHBP DAU Nominal Tumbuh Nominal Tumbuh Nominal Tumbuh (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Komponen dana perimbangan yang terakhir adalah bagi hasil bukan pajak. Bagi hasil bukan pajak memberikan kontribusi paling kecil terhadap pembentukan dana perimbangan, dengan rata-rata kontribusi sebesar 6.10 persen/tahun. Sama halnya dengan bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak juga mengalami penurunan

10 62 kontribusi setelah desentralisasi fiskal. Penurunan kontribusi tersebut dikarenakan peningkatan bagi hasil bukan pajak tidak mampu mengimbangi peningkatan dana alokasi umum. Berdasarkan pertumbuhannya, bagi hasil bukan pajak mengalami penurunan sebesar persen setelah desentralisasi fiskal dilaksanakan. Penurunan tersebut disebabkan Kalimantan Tengah tidak memiliki sumber daya alam berupa minyak bumi dan gas alam. Tetapi di masa mendatang, sumbangan bagi hasil bukan pajak diharapkan akan meningkat karena Kalimantan Tengah memiliki banyak sumber daya alam lainnya seperti emas dan batu bara yang belum tereksploitasi Kondisi Pengeluaran Pemerintah Daerah Menilai kondisi pengeluaran daerah dapat dilakukan dengan mengevaluasi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan daerah. Berdasarkan Tabel 15 dan Tabel 16 diketahui bahwa alokasi untuk pengeluaran rutin terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata alokasi sebesar persen/tahun. Pengeluaran rutin sebagian besar dialokasikan untuk membiayai gaji pegawai daerah, oleh karena itu peningkatan yang signifikan dalam alokasi pengeluaran rutin tidak dapat dihindari karena setelah desentralisasi fiskal terjadi penyerahan pembiayaan pegawai dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Berdasarkan pertumbuhannya, pengeluaran rutin mengalami peningkatan yang cukup signifikan setelah desentralisasi fiskal yaitu sebesar persen. Komponen pengeluaran daerah berikutnya adalah pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai berbagai proyek pemerintah daerah di setiap sektor. Alokasi pengeluaran pembangunan cenderung menurun, dengan rata-rata alokasi sebesar

11 persen/tahun. Menurunnya alokasi pengeluaran pembangunan dikarenakan meningkatnya pengeluaran yang dialokasikan untuk pengeluaran rutin. Meskipun pengeluaran pembangunan mengalami penurunan kontribusi, tetapi pertumbuhannya mengalami peningkatan. Pada awal desentralisasi fiskal, pengeluaran pembangunan tumbuh sebesar persen. Pertumbuhan yang positif dalam pengeluaran pembangunan terus berlanjut sampai tahun Tabel 15. Perkembangan Alokasi Pengeluaran Rutin dan Pembangunan Kalimantan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1996, Tengah Tahun Tahun Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Rutin Pembangunan Total (Juta Rp.) (Juta Rp.) (%) (Juta Rp.) (%) Rata-rata Berdasarkan hasil evaluasi kondisi fiskal pemerintah daerah secara keseluruhan, diketahui bahwa telah terjadi peningkatan yang besar pada penerimaan daerah. Peningkatan tersebut terjadi karena desentralisasi fiskal menyebabkan kontribusi dana perimbangan meningkat, walaupun di sisi lain terjadi penurunan kontribusi pendapatan asli daerah. Peningkatan penerimaan direspon oleh pemerintah daerah dengan meningkatkan pengeluaran rutin dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. latar Belakang Masalah Dalam menunjang keberhasilan pembangunan daerah diperlukan penerimaan keuangan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp , BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Deskriptif Secara keseluruhan dari tahun 2010-2014 APBD di Kabupaten/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak negatif yang cukup dalam pada hampir seluruh sektor dan pelaku ekonomi. Krisis yang bermula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Sampul Depan Judul... Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... i iii iv vii vii ix xviii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak dimulainya era reformasi, berbagai perubahan telah dialami oleh bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan negara-negara lain (open economy),konsekuensinya adalah lemahnya posisi negara

I. PENDAHULUAN. dengan negara-negara lain (open economy),konsekuensinya adalah lemahnya posisi negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi global senantiasa berdampak terhadap negara-negara yang sedang berkembang, selain mendorong perkembangan ekonomi lokal dampak lain adalah terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Bentuk pelaksanaan desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir kali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan persaingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak bergulirnya era reformasi pasca runtuhnya tembok kekuasaan pemerintahan orde baru. Dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami

Lebih terperinci

MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH 1. Kebutuhan anggaran (fiscal need) dan kapasitas anggaran (fiscal capacity) tidak seimbang 2. Tanggapan negatif atas layanan publik. Rendahnya ketaatan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup segala bidang yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Rusyadi, 2005).

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk 31 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi merupakan tuntutan daerah yang sudah lama digemakan, sekaligus sebagai langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan penyelenggaran

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 tahun yang lalu. Pada tahun 1945 1960, ada dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur merupakan prasarana publik dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi/kabupaten/kota di seluruh Indonesia, akan tetapi pelaksanaannya

I. PENDAHULUAN. Provinsi/kabupaten/kota di seluruh Indonesia, akan tetapi pelaksanaannya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah sejak lama sistem pemerintahan di Indonesia diwacanakan untuk menganut sistem pemerintahan Otonomi Daerah, bahkan sejak tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: Kebijakan Fiskal dan APBN Suzan Bernadetha Stephani, S.E, M.M EKONOMI BISNIS Fakultas Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id kebijakan fiskal adalah kebijakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada

BAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah sendiri. Hal ini berarti bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Obyek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu kota Bandung. Perkembangan Sejarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22/1999 dan Undang-Undang Nomor 25/1999 telah membawa perubahan yang mendasar dalam pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

CAKUPAN MATERI 1. KONSEP DASAR KEBIJAKAN FISKAL 2. PERAN KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA 3. KONSEP APBN 4. GAMBARAN UMUM APBN 5. STUDI IMPLEMENTASI

CAKUPAN MATERI 1. KONSEP DASAR KEBIJAKAN FISKAL 2. PERAN KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA 3. KONSEP APBN 4. GAMBARAN UMUM APBN 5. STUDI IMPLEMENTASI CAKUPAN MATERI 1. KONSEP DASAR KEBIJAKAN FISKAL 2. PERAN KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA 3. KONSEP APBN 4. GAMBARAN UMUM APBN 5. STUDI IMPLEMENTASI www.mercubuana.ac.id Pengertian Kebijakan Fiskal kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

INUNG ISMI SETYOWATI B

INUNG ISMI SETYOWATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah harus diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan Negara yang terbesar yang memberikan peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang 54 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ini berbentuk studi pustaka dengan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang dipublikasikan instansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa Otonomi Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber terbesar penerimaan dalam negeri dan merupakan sumber pemasukan keuangan

I. PENDAHULUAN. sumber terbesar penerimaan dalam negeri dan merupakan sumber pemasukan keuangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu penerimaan Negara, yang beberapa tahun belakangan ini menjadi sumber terbesar penerimaan dalam negeri dan merupakan sumber pemasukan keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki hak dan kewajiban untuk menjalankan dan memenuhi kebutuhannya secara efektif dan efisien. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008 44 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Rasio keuangan yang digunakan dalam pembahasan pada bab IV ini adalah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Indek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi pada beberapa negara di dunia yang melaksanakan sistem pemerintahan desentralisasi. Transfer antar pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistim pemerintahan daerah hampir di seluruh wilayah Republik Indonesia di dalam pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

EVALUASI EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

EVALUASI EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN EVALUASI EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN (Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun Anggaran 2003-2007) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan tahunan yang

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pembagian struktur pemerintahan di Indonesia terbagi menjadi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana yang bertujuan agar masing-masing pemerintahan

Lebih terperinci