BAB I PENDAHULUAN. perwakilan yang digariskan oleh Undang-Undang Dasar. Kekuasaan yang lahir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. perwakilan yang digariskan oleh Undang-Undang Dasar. Kekuasaan yang lahir"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai sebuah proses seleksi terhadap lahirnya pemimpin dalam rangka perwujudan demokrasi diharapkan menjadi representasi dari rakyat, karena pemilu merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan masyarakat, yang kemudian dirumuskan dalam berbagai bentuk kebijaksanaan (policy). Dengan perkataan lain, pemilu adalah sarana demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan yang digariskan oleh Undang-Undang Dasar. Kekuasaan yang lahir melalui pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat dan dipergunakan sesuai dengan keinginan rakyat. Pemilihan umum mengimplikasikan terselenggaranya mekanisme pemerintahan secara tertib, teratur dan damai serta lahirnya masyarakat yang dapat menghormati opini orang lain. Disamping itu lebih lanjut akan lahir suatu masyarakat yang mempunyai tingkat kritisme yang tinggi, dalam arti bersifat selektif atau biasa memilih yang terbaik menurut keyakinannya. Memperhatikan hal tersebut berarti pemilihan umum adalah merupakan conditio sine quanon bagi suatu negara demokrasi modern, artinya rakyat memilih seseorang untuk mewakilinya dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam

2 penyelenggaraan pemerintahan negara, sekaligus merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan atau aspirasi masyarakat. Dalam konteks manusia sebagai individu warga negara, maka pemilihan umum berarti proses penyerahan sementara hak politiknya. Hak tersebut adalah hak berdaulat untuk turut serta menjalankan penyelenggaraan negara. 1 Pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan umum karena pemilihan umum merupakan konsekuensi logis dianutnya prinsip kedaulatan rakyat (demokrasi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip dasar kehidupan kenegaraan yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik. 2 Lebih lanjut Maurice Duverger dalam bukunya yang berjudul I Es Regimes Des Politiques menyatakan sebagai berikut: Cara pengisian jabatan demokratis dibagi menjadi dua, yakni demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Yang dimaksud demokrasi langsung merupakan cara pengisian jabatan dengan rakyat secara langsung memilih seseorang untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam pemerintahan, sedangkan demokrasi perwakilan merupakan cara pengisian jabatan dengan rakyat memilih seseorang atau partai politik untuk memilih seseorang menduduki jabatan tertentu guna menyelenggarakan tugastugas (kelembagaan) negara seperti kekuasaan legislatif, eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. 3 Di Indonesia, pemilihan umum merupakan penafsiran normatif dari UUD 1945 agar pencapaian masyarakat demokratik mungkin tercipta. Masyarakat 1 Miriam Budiarjo, Hak Asasi Manusia Dalam Dimensi Global, (Jakarta: Jurnal Ilmu Politik, No. 10, 1990), hlm Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, (Yogyakarta: Liberty, 1993), hlm Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Naskah Akademik Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Usulan Komisi Konstitusi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2004), hlm. 92.

3 demokratik ini merupakan penafsiran dari pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dalam hal ini kedaulatan rakyat hanya mungkin berjalan secara optimal apabila masyarakatnya mempunyai kecenderungan kuat ke arah budaya politik partisipan, maupun keharusan-keharusan lain seperti kesadaran hukum dan keseyogiaan dalam berperilaku untuk senantiasa dapat menakar dengan tepat berbagai hal memerlukan keseimbangan. Harmoni tersebut antara lain berwujud sebagai keserasian antara kepentingan individu dengan masyarakat, antara asfek kehidupan kerohanian dan kebendaan, antara kepentingan pusat dan daerah dan sebagainya. 4 Secara yuridis konstitusional, berkenaan dengan pemilihan umum di Indonesia dewasa ini diatur secara eksplisit dalam Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan: 1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali. 2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. 4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. 5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang. Selanjutnya pemilihan kepala daerah tidak terlepas dari hakikat otonomi daerah dalam mewujudkan desentralisasi atau proses pendemokrasian 4 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 9.

4 pemerintahan dengan keterlibatan langsung masyarakat melalui pendekatan dalam pemilihan kepala daerah, guna mengatur dan mengurus urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah secara bebas dan mandiri. Atas dasar hal tersebut, Bagir Manan mengemukakan paling tidak ada 3 (tiga) faktor yang menunjukkan keterkaitan antara susunan pemerintahan daerah dengan pendemokrasian pemerintahan: 1. Sebagai upaya untuk mewujudkan prinsip kebebasan (liberty). 2. Sebagai upaya untuk menumbuhkan suatu kebiasaan (habit) agar rakyat memutus sendiri berbagai macam kepentingan (umum) yang bersangkutan langsung dengan mereka. Membiasakan rakyat mengatur dan mengurus sendiri urusan-urusan pemerintahan yang bersifat lokal, bukan hanya sekedar sebagai wahana latihan yang baik, tetapi menyangkut segi yang sangat esensial dalam suatu masyarakat demokratik. 3. Sebagai upaya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang mempunyai berbagai tuntutan yang berbeda. 5 Dalam hubungan ini, pengakuan negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain: 1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan 5 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, (Jakarta: Sinar harapan, 1994), hlm. 34.

5 pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. 2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional. 3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut. 4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada. 5. Implementasi formal penegakan syari at Islam dengan asas personalitas ke-islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh. Pengakuan sifat istimewa dan khusus oleh Negara kepada Aceh sebenarnya telah melalui perjalanan waktu yang panjang. Tercatat setidaknya ada tiga peraturan penting yang pernah diberlakukan bagi keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh, UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan dikeluarkannya UU Pemerintahan Aceh, diharapkan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh. Di era reformasi ini dimana telah terbuka kesempatan berdemokrasi dalam menyampaikan aspirasi mulai dari tingkat akar bawah sampai pada tingkat atas.

6 Otonomi khusus telah memberikan konstribusi yang besar terhadap perkembangan perpolitikan dan demokrasi di tingkat daerah. Pemilihan kepala daerah merupakan pesta demokrasi di tingkat daerah yang dilaksanakan secara demokratis. Pemilihan kepala daerah dilaksanakan untuk memilih kepala daerah baik itu Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5(lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia, serta dilaksanakan secara jujur dan adil. Pemilihan Kepala Daerah di Propinsi Aceh memang berbeda dengan daerah yang lain, dimana memiliki keistimewaan dan fenomena yang lain. Pesta Demokrasi ditingkat lokal khususnya di Propinsi Aceh merupakan pemilihan kepala daerah yang terbesar di Indonesia, dimana dilaksanakan di 19 Kabupaten/kota. Pemilihan Kepala Daerahyang pertama dilakukan secaralangsung oleh rakyat Aceh. Ini artinya, masyarakatlah yang menentukan masa depan daerah dan pemimpinya. Dalam kurun sejarah Aceh merupakan daerah modal bagi Indonesia. Tetapi keistimewaan dan kekhususan yang diberikan ternyata belum bisa menyentuh hati rakyat. Dari segi aturan ada dua hal khusus yang membedakan pemilihan kepala daerah Aceh yaitu: 1. Penyelenggaraan pemilihan kepala Daerah dilaksanakan oleh Komisi Independen Pemilihan disingkat KIP adalah KIP propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang selanjutnya disebut KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota merupakan bagian dari komisi pemilihan Umum (KPU) KIP hanya

7 berada di Aceh, berbeda dengan di daerah lain dimana pemilihan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Keberadaan KIP diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh, sedangkan teknis pelaksanaannya dirinci dalam Qanun Nomor 2, 3, dan 7 Tahun KIP beranggotakan 5 orang, dibentuk oleh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh, diseleksi oleh tim independen yang bersifat ad hoc dan menjabat selama lima tahun. Anggota KIP telah dilantik oleh Pejabat Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 3 Maret Kedua; dibukanya ruang bagi calon independen untuk maju dalam pemilihan kepala daerah. Calon independen pertama kali dikenal dalam sistem hukum Indonesia melalui pemilihan kepala daerah Aceh yang lalu. Bukan saja itu pilkada kali ini dilaksanakan setelah konflik lebih dari 30 tahun dan bencana yang menewaskan ratusan ribu jiwa manusia. 2. Dibukanya ruang bagi calon independen untuk maju dalam pemilihan Kepala daerah. Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pemerintah memberikan kewenangan pada Komisi Independen Pemilihan (KIP) sebagai penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah secara langsung untuk Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota melalui sistem pemilihan langsung di Nanggroe Aceh Darussalam yang baru saja lepas dari konflik yang berkepanjangan. Pemilihan kepala daerah diidealkan memiliki tingkat kredibilitas yang benar-benar legitimasi untuk diterima umum, selanjutnya akan melahirkan proses serta mekanisme demokrasi berdasarkan aspirasi rakyat era reformasi. Eksistensi lembaga Komisi Independen (KIP) walaupun sifatnya independen, namun tetap dihadapkan oleh kasus-kasus yang krusial yang memiliki kepentingan banyak pihak. Terseretnya pakar politik saat itu menjabat sebagai ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP). Menyadari hal itu, tuntutan

8 penyelenggaraan pemilihan yang harus sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan dan desakan arus bawah reformasi kekuasaan, berbagai masalah teknis, yang harus dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP). Di sisi lain, kesuksesan penyelenggaraan pemilu seolah-olah terlepas dari kesuksesan sebuah pekerjaan besar. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, sebagaimana halnya pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Aceh Tenggara dimana Pihak Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mengambil alih proses Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Aceh Tenggara, menyusul gagalnya Komisi Independen (KIP) setempat untuk menetapkan hasil penghitungan suara pada pesta demokrasi yang berlangsung 11 Desember 2006, yang pada akhirnya menyisakan tanda tanya besar tentang keabsahan prosedural pengambilalihan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dengan mengingat akan arti pentingnya peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah, maka penulis tertarik memilih dan menetapkan judul tentang Peran Komisi Independen Pemilihan (KIP) Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Lingkungan Wilayah Propinsi Aceh (Studi Kasus Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tenggara Periode ) untuk diteliti.

9 B. Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan diatas, maka penulis membuat perumusan masalah yang berkenaan dengan peranan KIP dalam penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah dalam lingkungan wilayah propinsi aceh, sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan? 2. Bagaimana Mekanisme peneyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)? 3. Apa yang menjadi penyebab konflik pada pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Aceh Tenggara Periode ? C. Tujuan Penelitian Sedangkan yang menjadi tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui peranan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam penyelenggaraan pemilihan kepala Daerah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. b. Untuk mengetahui Mekanisme peneyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

10 c. Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik pada pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Aceh Tenggara periode D. Manfaat Penelitian Kegunaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang penulis lakukan ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis. Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam lingkungan wilayah Propinsi Aceh. 2. Secara praktis. a. Sebagai pedoman dan masukan bagi Lembaga Hukum, Institusi Pemerintah dan Penegak Hukum dikalangan masyarakat luas. b. Sebagai bahan informasi bagi semua kalangan yang berkaitan dengan penegakan dan pengembangan ilmu hukum. c. Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khsususnya yang berkaitan dengan peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam lingkungan wilayah Propinsi Aceh.

11 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan serta penelusuran kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang mengangkat judul tentang Peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Lingkungan Wilayah Propinsi Aceh (Studi Kasus Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tenggara Periode ) ini belum pernah dilakukan baik dalam judul maupun permasalahan yang sama. Sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat saya pertanggungjawabkan, karena dilakukan dengan nuansa keilmuan, kejujuran, rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis. Adapun beberapa judul penelitian yang mendekati yang pernah dilakukan sebelumnya adalah: Tesis Saudara Marudut Hasugian, dengan judul: Pelaksanaan Pemilihan Presiden Berdasarkan Paradigma Demokrasi Konstitusional (Studi Mengenai Sidang Umum MPR 1999). F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori a. Teori Kedaulatan Rakyat.

12 Dalam teori ini terdapat 2 (dua) istilah yang terlebih dahulu harus dipahami maknanya, yakni: kedaulatan dan rakyat. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang berlaku bagi seluruh wilayah dan rakyat negara tertentu. Sedangkan rakyat suatu negara adalah semua orang yang berada didalam wilayah negara dan tunduk kepada kekuasan negara. 6 Teori kedaulatan rakyat muncul pada zaman Renaissance yang mendasarkan hukum pada akal dan rasio. Dasar ini pada abad ke-18 Jeans Jacque Rousseau memperkenalkan teorinya, bahwa dasar terjadinya suatu negara adalah perjanjian masyarakat (contract social) yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan suatu negara. Adapun teori Jeans Jacque Rousseau tersebut dikemukakannya dalam bukum karangannya yang berjudul Le Contract Social. Teori ini menjadi dasar faham kedaulatan rakyat yang mengajarkan bahwa negara berstandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-peraturan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut. 7 Demokrasi sebagai asas yang dipergunakan dalam kehidupan ketatanegaraan dewasa ini banyak dianut oleh negara-negara didunia, yakni suatu negara dengan sistem pemerintahan yang bersumber pada kedaulatan rakyat. 6 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm Ibid, hlm. 110.

13 Menurut paham kedaulatan rakyat, rakyat memerintah dan mengatur diri mereka sendiri (demokrasi). Hanya rakyat yang berhak mengatur dan menentukan pembatasan-pembatasan terhadap diri mereka sendiri. Oleh sebab itu dalam penyelenggaraan negara modern, keikutsertaan rakyat mengatur dilakukan melalui badan perwakilan yang menjalankan fungsi membuat undang-undang. 8 Hubungan antara rakyat dan kekuasaan negara sehari-hari lazimnya berkembang atas dasar dua teori, yaitu teori demokrasi langsung (direct democracy) dimana kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung dalam arti rakyat sendirilah yang melaksanakan kekuasaan tertinggi yang dimilikinya, serta teori demokrasi tidak langsung (representative democracy). Dizaman modern sekarang ini dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, maka ajaran demokrasi perwakilan menjadi lebih populer. Biasanya pelaksanaan kedaulatan ini disebut sebagai lembaga perwakilan. 9 Oleh sebab itu menurut Sjahran Basah, kalaupun demokrasi langsung dimungkinkan terjadi pada masa yunani purba, hal itu disebabkan oleh karena: 1. Karena pengertian negara idntik dengan pengertian kota, dan yang dimaksud dengan kota pada waktu itu ialah hanya tempat sekitar itu saja, maka wilayah daerahnya terbatas sekali. 2. Dari segi jumlah penduduknya sebagai warga sebuah kota sudah tentu jumlahnya masih sedikit Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, (Jakarta: Hill. Co, 1992), hlm Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya Di Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hlm Sjahran Basah, Ilmu Negara, Pengantar, Metode dan Sejarah Perkembangan, (Bandung: Alumni, 1989), hlm. 83.

14 Sejalan dengan realitas tersebut, maka ada beberapa sebab demokrasi langsung tidak dapat diterapkan, antara lain: 1. Pada umumnya wilayah suatu negara luas, dan kemungkinan tidak terdiri dari suatu daratan, melainkan terdiri atas banyak pulau-pulau. 2. Pada umumnya rakyat suatu negara sudah berjumlah besar. 3. Masalah negara yang bersifat politis, jumlahnya semakin meningkat dan kompleks serta rumit, sehingga rakyat awam (biasa) akan mendapatkan kesulitan apabila dimintai pendapatnya secara langsung (ditempat), untuk menilai dan menelaahnya, guna dipakai sebagai dasar untuk mengambil suatu keputusan, terutama bagi negara-negara yang tingkat pendidikan rakyatnya belum begitu maju. 11 Realitas tersebut menunjukkan bahwa ciri khas dari paham demokrasi (kedaulatan rakyat) adalah adanya pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya, karena kekuasaan itu cenderung disalahgunakan disebabkan karena pada manusia itu terdapat banyak kelemahan dan jika hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staats idee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongan dalam lapangan apapun. Seiring dengan itu, negara Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat. Pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam negara Indonesia adalah rakyat. Kekuasaan itu harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem konstitusional berdasarkan 11 S. Toto Pandoyo, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan UUD 1945, Proklamasi dan Kekuasaa MPR, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hlm. 66.

15 Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi (constitutional democracy). Demokrasi tidak boleh hanya dijadikan hiasan bibir dan bahan retorika belaka. Demokrasi juga bukan hanya menyangkut pelembagaan gagasan-gagasan luhur tentang kehidupan bernegara yang ideal, melainkan juga merupakan persoalan tradisi dan budaya politik dan egaliter dalam realitas pergaulan hidup yang berkeragaman atau plural, dengan saling menghargai perbedaan satu sama lain. Oleh karena itu, perwujudan demokrasi haruslah diatur berdasar atas hukum. Perwujudan gagasan demokrasi memerlukan instrumen hukum, efektifitas dan keteladanan kepemimpinan, dukungan sistem pendidikan masyarakat, serta basis kesejahteraan sosial ekonomi yang berkembang makin merata dan berkeadilan. 12 Karena itu, prinsip kedaulatan rakyat (democracy) dan kedaulatan hukum (nomocracy) hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itulah, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia hendaklah menganut pengertian bahwa Negara Republik Indonesia itu adalah negara hukum yang demokratis dan sekaligus negara demokratis yang berdasar atas hukum yang tidak terpisahkan satu 12 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm. 56.

16 sama lain. Keduanya juga merupakan perwujudan nyata dari keyakinan segenap bangsa Indonesia akan prinsip ke Maha-Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa. 13 Implementasinya dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Undang- Undang Dasar 1945 telah menegaskan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia, yang pada hakekatnya menunjukkan mekanisme penyelenggaraan Negara Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan umum, yakni: 1. Indonesia adalah negara berdasar atas hukum. 2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme. 3. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. 4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara. 5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Menteri negara adalah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Sendi demokrasi tersebut tidak hanya terdapat pada pemerintah pusat, tetapi juga harus direalisir dalam susunan pemerintahan daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, yang menganut prinsip bahwa satuan pemerintahan tingkat daerah penyelenggaraannya dilakukan dengan memandang dan mengingat dasar dalam sistem pemerintahan negara. Prinsip ini menghendaki perwujudan keikutsertaan 13 Ibid, hlm. 57.

17 masyarakat baik dalam ikut merumuskan kebijakan maupun mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. 14 B. Teori dan Sistem Pemilihan Umum. Pemilihan umum adalah merupakan institusi pokok pemerintahan perwakilan yang demokratis, karena dalam suatu negara demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan dari mereka yang diperintah. Mekanisme utama untuk mengimplementasikan persetujuan tersebut menjadi wewenang pemerintah adalah melalui pelaksanaan pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil, khususnya untuk memilih presiden / kepala daerah. Bahkan dinegara yang tidak menjunjung tinggi demokrasi sekalipun, pemilihan umum diadakan untuk memberi corak legitimasi kekuasaan (otoritas). 15 Oleh karena itu, pemilihan umum yang dituntut demokrasi bukanlah sembarang pemilihan umum, akan tetapi pemilihan umum dengan syaratsyarat tertentu. Pemilihan umum yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut hanyalah merupakan simbol belaka yang tidak banyak artinya bagi perkembangan demokrasi. Meskipun ketentuan perundang-undangan yang ada memang sudah memberikan syarat-syarat tersebut, sebagaimana misalnya istilah langsung, umum, bebas, rahasia yang bila dilaksanakan 14 Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, Perumusan dan Undang-Undang Pelaksanaannya, (Karawang: UNSIKA, 1993), hlm Marzuki, Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat Pada DPRD-DPRD Di Provinsi Sumatera Utara, Studi Konstitusional Peran DPRD Pada Era Reformasi Pasca Pemilu 1999, Disertasi, (Program Pasca Sarjana USU: Medan, 2007), hlm. 143.

18 sesuai arti yang terkandung didalamnya sudah menjamin terselenggaranya pemilihan umum yang demokratis, akan tetapi yang diperlukan adalah meningkatkan kualitas pemilihan umum dari pemilihan umum ke pemilihan umum, sehingga pemilihan umum yang diadakan semakin lama semakin baik. Dengan demikian, pemilihan umum yang demokratis haruslah diselenggarakan dalam suasana keterbukaan, adanya kebebasan berpendapat dan berserikat, atau dengan perkataan lain pemilihan umum yang demokratis harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Sebagai aktualiasi dari prinsip keterwakilan politik. 2. Aturan permainan yang fair. 3. Dihargainya nilai-nilai kebebasan. 4. Diselenggarakan oleh lembaga yang netral atau mencerminkan berbagai kekuatan politik secara proporsional. 5. Tiadanya intimidasi. 6. Adanya kesadaran rakyat tentang hak politiknya dalam pemilihan umum. 7. Mekanisme pelaporan hasilnya dapat dipertanggungkawabkan secara moral dan hukum. 16 Dalam hubungan yang demikian, maka pemilihan umum sangat erat kaitannya dengan sistem pemilihan umum (electoral system). Akan tetapi, berkaitan dengan electoral system tersebut harus dibedakan antara electoral laws dengan electoral process. Didalam ilmu kepemiluan yang disebut dengan electoral laws adalah proses pembentukan pemerintahan melalui pilihan sistem pemilihan umum yang diartikulasikan kedalam suara, dan 16 Rusli M. Karim, Pemilu Demokratis Kompetitif, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), hlm. 37.

19 kemudian suara tersebut diterjemahkan kedalam pembagian kewenangan pemerintahan diantara partai politik yang bersaing. 17 Berdasarkan pandangan yang demikian, electoral laws berkenaan dengan sistem pemilihan dan aturan yang menata jalannya pemilihan umum serta distribusi hasil pemilihan umum. Dalam kaitan ini sistem pemilihan umum adalah rangkaian aturan yang menurutnya pemilih mengekspresikan prefensi politik mereka, dan suara pemilih diterjemahkan menjadi kursi. Defenisi ini mengisyaratkan bahwa sistem pemilihan umum mengandung elemen-elemen struktur kertas suara dan cara pemberian suara, besar distrik serta penerjemahan suara menjadi kursi. Dengan demikian hal-hal seperti administrasi pemilihan umum dan hak pilih, walaupun penting berada diluar lingkup pembahasan sistem pemilihan umum. 18 Sedangkan electoral process adalah menyangkut mekanisme yang dijalankan didalam mengelola pemilihan umum, mulai dari pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye (baik yang menyangkut isi, tema, prosedur, dan teknik) pemberian suara, serta penghitungan suara. 19 Berkenaan dengan pemilihan umum, Soeharto dalam buku Otobiografi Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, mengemukakan: 17 Dahlan Thaib dan Ni matul Huda, Pemilu dan Lembaga Perwakilan Dalam Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1992), hlm Ibid, hlm Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000), hlm. 72.

20 Pemilu bukan merupakan tujuan, melainkan sebagai alat untuk menyehatkan kehidupan demokrasi kita. Saya menyadari untuk menyehatkan kehidupan demokrasi itu, pemilu memang bukan merupakan satu-satunya alat. Meskipun demikian, pemilu adalah alat yang paling penting, yang sesuai dengan keinginan hati nurani kita semua. Justeru melalui pemilu inilah rakyat sendiri dapat secara langsung aktif memilih wakilnya yang dipercaya. 20 Didalam sistem pemiliha umum, paling tidak terdapat 3 (tiga) elemen sebagai berikut: 21 Pertama, besar distrik, yang dimaksud dengan distrik adalah wilayah geografis suatu negara yang batas-batasnya dihasilkan melalui suatu pembagian untuk tujuan pemilihan umum. Dengan demikian luas sebuah distrik dapat sama besar dengan wilayah administrasi pemerintahan, dapat pula berbeda. Oleh karena itu besar distrik adalah banyaknya anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam suatu distrik pemilihan. Besar distrik bukan berarti jumlah pemilih yang ada dalam distrik tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dibedakan menjadi distrik beranggota tunggal (single member distric) dan distrik beranggota jamak (nulty member distric). Kedua, struktur kertas suara, yaitu cara penyajian pilihan diatas kertas suara. Cara penyajian pilihan ini menentukan pemilih dalam memberikan suara. Jenis pilihan dapat dibedakan menjadi 2(dua), yaitu kategorikal, 20 G. Dwipanaya dan Ramadhan, K.H., Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (Otobiografi), (Jakarta: PT. Citra Lamtoro Gung Persada, 1989), hlm Benjuino Theodore, Sistem Pemilihan Umum: Sebuah Perkenalan, pemilu-index.html, hlm 3-7.

21 dimana pemilih hanya memilih satu partai atau calon, dan ordinal, dimana pemilih mempunyai kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang diinginkannya. Kemungkinan lain adalah gabungan dari keduanya. Ketiga, electoral formula, adalah bahagian dari sistem pemilihan umum yang berhubungan dengan penerjemahan suara menjadi kursi. Termasuk didalamnya rumus yang digunakan untuk menerjemahkan perolehan suara menjadi kursi, serta ambang batas pemilihan (electoral threshold). Pemilihan umum sebagai salah satu dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, tentunya dengan sendirinya akan membawa konsekuensi adanya berbagai sistem pemilihan umum yang berbeda satu sama lain berdasarkan sudut pandang terhadap rakyat, sehingga pemilihan umum dibedakan atas 2 (dua) macam: 1. Sistem Pemilihan Mekanis. Sistem pemilihan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih aktif dan memandang rakyat (korps) pemilih sebagai suatu massa individu-individu yang masing-masing mengeluarkan satu suara (suara dirinya sendiri) dalam setiap pemilihan. Menurut sistem pemilihan umum mekanis, partai-partai yang mengorganisir pemilih-pemilih dan memimpin

22 pemilih berdasarkan sistem be party, multy party, atau uny party, sehingga partai politik merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari sistem ini. 22 Sejalan dengan pandangan tersebut, Jean Blondel mengemukakan dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada 2 (dua) prinsip pokok, yaitu: Pertama, single member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik). Kedua, multy member contituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau sistem proporsional). 23 a. Sistem distrik (single member constituency). Sistem ini merupakan system pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang tercakup) mempunyai satu wakil dalam parlemen. Didalam sistem ini, satu wilayah kecil (yaitu distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal (single member constituency) atas dasar pluralitas. Kondisi pluralitas terjadi. Kondisi pluralitas dapat terjadi apabila sejumlah partai atau calon mampu memperoleh suara yang lebih banyak atau besar dibandingkan dengan saingannya yang terkuat, sekalipun tidak berarti bahwa partai atau calon 22 Moh. Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: CV. Sinar Bakti, 1983), hlm Miriam Budiarjo, Demokrasi Di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 244.

23 tersebut memperoleh suara paling banyak dibandingkan dengan kombinasi suara lawan-lawannya. 24 Secara umum, sistem distrik memiliki prosedur pemilihan yang dapat memaksimalkan perwujudan kedaulatan rakyat. Pemilihan anggota badan perwakilan lebih banyak ditentukan oleh pemilih, bukan partai yang menentukan calonnya, melainkan rakyat. Partai politik yang menjadi cantolan seorang calon anggota badan perwakilan lebih banyak berperan sebagai fasilitator daripada penentu kebijakan, sehingga asfek representasinya lebih kuat. 25 Secara teoritis sistem distrik (isingle member constituency) ini memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut: Anggota lembaga perwakilan rakyat yang terpilih akan benarbenar memperjuangkan kepentingan rakyat, terutama didaerah pemilihannya (distrik) karena wakil yang terpilih merupakan kehendak sepenuh rakyat. Pendapat ini diperkuat karena masyarakat tidak hanya memilih partai, tetapi memilih langsung nama calon anggota lembaga perwakilan rakyat. 2. Sistem ini akan lebih mendekatkan anggota lembaga perwakilan rakyat dengan masyarakat pemilihnya. Karena itu integritas dan kualitas personal akan menjadi prioritas. Posisi demikian lebih menguatkan anggota lembaga perwakilan rakyat lebih dekat dan lebih dikenal pemilih. 3. Dalam hubungannya antar lembaga perwakilan rakyat dengan partai politik tidak lagi dalam posisi dominan dalam menentukan calon. Karena pertimbangan pemilih akan lebih pada kualitas, integritas dan popularitas calon itu didaerah pemilihan (distrik). 4. Dalam hubungannya dengan sistem kepartaian, sistem pemilihan ini mendorong bersatunya partai-partai politik, karena calon yang terpilih hanya satu, maka berbagai partai politik dipaksa atau terpaksa bergabung untuk mencalonkan seseorang yang memiliki kualitas, integritas dan popularitas diantara calon-calon lain, sehingga akan mengakibatkan terjadinya penyederhanaan jumlah partai politik. 24 Dahlan Thaib dan Ni matul Huda, op. cit, hlm Abdul Bari Azed, op.cit, hlm Dahlan Thaib dan Ni matul Huda, op.cit, hlm

24 5. Dalam hubungannya dengan organisasi penyelenggaraan pemilihan umum, dengan sistem ini lebih sederhana, tidak perlu memakai banyak orang untuk duduk dalam panitia pemilihan, juga biaya lebih murah dan perhitungan suara lebih cepat, karena tidak perlu menghitung suara yang terbuang. Namun demikian, patut disadari pemilihan dengan sistem distrik juga mengandung berbagai kelemahan, diantaranya: Sistem ini mengakibatkan tidak terhindarkannya marginalisasi partai-partai kecil dan golongan minoritas.. Keterwakilan partai kecil dalam lembaga perwakilan akan tidak bersifat proporsional dibanding jumlah total suara yang diperoleh partai itu secara nasional. Demikian juga dengan golongan minoritas, apalagi terpencar dalam distrik yang berbeda. 2. Sistem distrik ini juga cenderung mengabaikan suara rakyat yang memilih calon yang kalah. Artinya jika seseorang memenangkan pemilihan disuatu distrik dengan angka 52 persen, maka suara 49 persen sisanya tidak diperhitungkan sama sekali. Akibatnya tanpa komitmen yang kuat pada demokrasi, kemenangan seorang calon dari suatu partai belum tentu mewakili aspirasi murni masyarakat pemilih didistriknya, yang pada gilirannya setelah terpilih, siwakil rakyat akan cenderung menempatkan para pemilih partai kalah pada posisi tak terwakili. 3. Sistem ini dapat menimbulkan kecenderungan bahwa wakil rakyat yang bersangkutan akan lebih memperhatikan kepentingan rakyat pemilih di distrik yang bersangkutan daripada kepentingan nasional yang lebih luas. 4. Dalam masyarakat yang heterogen atas dasar ras, suku, dan agama, sistem ini dianggap kurang efektif. Karena itu, ada anggapan bahwa sistem ini memerlukan prasyarat adanya suatu kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologi dan etnis. Namun sebaliknya, kekurangan yang terakhir ini, dapat pula disebut sebagai kelebihan atau keuntungan dari sistem distrik, yaitu dalam kondisi masyarakat yang sangat heterogen, penerapan sistem ini dalam 27 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1996), hlm

25 jangka panjang dapat membantu untuk mengintegrasikan berbagai potensi yang beraneka ragam itu. Pada tingkat nasional, wakil-wakil rakyat di parlemen akan benar-benar mencerminkan keberagaman etnis, suku, agama, geografis, dan bahkan tingkat sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini tentu sejalan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika yang menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia sejak dahulu. 28 b. Sistem proporsional (multy member constituency). Sistem ini pada dasarnya dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Sistem perwakilan proporsional ini adalah sistem dimana presentase kursi di badan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik disesuaikan dengan presentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu. Apabila sebuah partai besar memperoleh suara 40 persen, maka partai tersebut harus mendapatkan kursi 40 persen, demikian juga dengan sebuah partai kecil dengan 10 persen suara haru mendapat 10 persen kursi. 29 Oleh karena itu dalam sistem ini, masyarakat pemilih dibagi dalam beberapa unit besar wilayah dalam suatu negara. Suatu wilayah negara merupakan suatu daerah pemilihan, maka sisa suara disuatu daerah dapat ditambahkan dengan suara yang diperoleh dari daerah lain (stembus 28 Ibid. 29 Peter Harris dan Ben Reilly, Demokrasi dan Konflik Yang Mengakar : Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator, (Jakarta: International IDEA, 2000), hlm. 197.

26 accord), sehingga besar kemungkinan setiap organisasi peserta pemilihan umum memperoleh kursi atau wakil diparlemen. Sistem perwakilan berimbang ini dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, diantaranya dengan sistem daftar (list system). Sistem daftar banyak variasinya, tetapi pada umumnya dalam sistem daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar calon dan si pemilih memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang diperebutkan. 30 Oleh karena itu, dalam tataran teoritis, sistem ini mengandung beberapa kelebihan, diantaranya: Dalam hubungan antara anggota lembaga perwakilan rakyat yang terpilih dengan partai politik, sistem ini dianggap lebih representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilihan umum. 2. Dalam hubungannya dengan suara para pemilih, sistem ini dipandang lebih demokratis, dalam arti lebih egalitarian karena asas one man one vote dilaksanakan secara penuh, praktis tanpa ada suara yang hilang. Implikasinya, semua kelompaok dalam masyarakat, termasuk kelompok minoritas mempunyai peluang untuk terwakili dalam parlemen, sehingga dianggap memenuhi asas keadilan (sense of justice). 3. Sistem ini tidak ada distorsi, dalam arti tidak ada suara yang terbuang, melainkan dapat digabungkan dengan suara dari daerah pemilihan lainnya. 30 Saifullah Yusuf dan Fahruddin Salim, Pergulatan Indonesia Membangun Demokrasi, (Jakarta: Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, 2000), hlm Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm

27 Akan tetapi juga, sistem ini mengandung berbagai kelemahan atau kekurangan, diantaranya sebagai berikut: Sistem ini mempermudah fragmentasi partai politik, sehingga mengakibatkan timbulnya partai politik baru. Oleh karena itu, sistem ini tidak menjurus kepada integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, melainkan kecenderungan untuk mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk memanfaatkan persamaan-persamaan. 2. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatan dengan warga yang telah memilihnya, baik karena luasnya wilayah pemilihan sehingga sulit untuk dikenal banyak orang maupun karena dominannya peran partai dari pada kualitas, integritas dan popularitas seseorang, sehingga wakil yang terpilih lebih terikat kepada partai politik yang mencalonkan dan kurang loyalitas kepada masyarakat yang memilihnya. 3. Banyaknya partai politik mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil, lebih-lebih dalam sistem pemerintahan parlementer. Hal ini disebabkan karena pembentukan pemerintahan atau kabinet harus didasarkan atas kerjasama (koalisi) antar dua partai politik atau lebih. 2. Sistem Pemilihan Organis. G.Y. Wolhoff, mengemukakan: Dalam sistem organis rakyat dipandang sebagai sejumlah individuindividu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup seperti genealogi (rumah tangga), iteritorial (desa, kota, daerah), fungsional spesial (ekonomi, industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani, cendikiawan), dan lembaga-lembaga sosial (universitas). Masyarakat dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri atas organ-organ yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam totalite organisme itu. Berdasarkan pandangan ini persekutuan-persekutuan hidup itulah yang diutamakan sebagai pengendali hak pilih, atau dengan perkataan lain sebagai pengendali untuk mengutus wakil-wakil kepada perwakilan masyarakat Ibid. 33 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), hlm. 171.

28 Dalam sistem pemilihan organis ini partai-partai tidak perlu dikembangkan, karena pemlihan diselenggarakan dan dipimpin oleh setiap persekutuan hidup dalam lingkungan sendiri. Dengan demikian dalam sistem organis hak suara terletak pada kelompok. Badan perwakilan menurut sistem organisme ini didasarkan pada pengangkatan, sehingga bersifat badan perwakilan kepentingan-kepentingan khusus persekutuan hidup yang biasa disebut Dewan Korporatif. 34 Oleh karena itu, dalam sistem ini yang melalui persekutuan hidup, mungkin ada pemilih, mungkin juga tidak, tetapi itu tidak penting, karena yang terpenting adalah persekutuan-persekutuan hidup ini mengirimkan wakil-wakilnya ke lembaga perwakilan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan atau yang disepakati dalam undang-undang negara yang bersangkutan. 35 Berdasarkan pandangan yang demikian, kedudukan lembaga perwakilan ini agak lemah karena hanya didasarkan pada persekutuan hidup, sehingga pada umumnya apabila lembaga ini hendak menetapkan undang-undang yang menyangkut hak-hak rakyat, meskipun undang-undang tersebut telah disetujui lembaga perwakilan, akan tetapi baru berlaku setelah disetujui oleh rakyat melalui referendum Abdul Bari Azed, op.cit, hlm Bintan R. Saragih, op.cit, hlm Ibid.

29 Dinegara yang menganut susunan perwakilan rakyat bikameral, beberapa negara menggunakan gabungan sistem pemilihan organis dan sistem pemilihan mekanis, seperti halnya di Inggris perwakilan itu dinamakan parliement, yang terdiri atas house of lord dan house of commons. Anggotaanggota house of lord lebih berdasarkan kedudukan misalnya bangsawan, pemuka-pemuka agama, hakim-hakim tinggi. Sedangkan house of commons terdiri dari wakl-wakil yang dipilih langsung oleh rakyat. 37 Di Indonesia dalam rangka Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen ke empat, keanggotaan Majelis Permusyawaratan rakyat terdiri atas lembaga perwakilan rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum, terdapat juga Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang didasarkan pada pengangkatan. Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum pemilihan umum 2004, masih terdapat anggota yang diangkat yaitu dari Fraksi ABRI. 2. Kerangka konsepsi. Atas dasar kerangka teori yang dipaparkan diatas, maka dapat diartikan terhadap istikah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu: Komisi Independen Pemilihan (KIP) adalah adalah KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota yang merupakan bagian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk menyelenggarakan pemilihan Presiden/Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan 37 M. Solly Lubis, Asas-Asas Hukum Tata Negara, (Bandung: Alumni, 1980), hlm. 78.

30 Perwakilan Daerah, Anggota DPRA/DPRK, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota (Pasal 1 angka 16 Qanun Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil WalikotaDi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Pemilihan Kepala Daerah adalah Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota yang selanjutnya disebut pemilihan adalah semua kegiatan pemilihan yang meliputi tahapan persiapan pemilihan, pendaftaran pemilih, penetapan pemilih, pencalonan, kampanye, pelaksanaan pemilihan, penetapan pengesahan hasil pemilihan dan pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota (Pasal 1 angka 13 Qanun Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil WalikotaDi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Pemerintahan Aceh adalah Pemerintahan Daerah Provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing (Pasal 1 angka 2 Qanun Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pemilihan Gubernur/Wakil

31 Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil WalikotaDi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masingmasing (Pasal 1 angka 3 Qanun Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil WalikotaDi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). G Metode Penelitian Metode penelitian berisi uraian tentang metode atau cara yang penulis gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang penulis lakukan. Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan untuk menjawab tujuan penelitian, maka dalam metode penelitian ini langkah-langkah yang dipergunakan sebagai berikut: a. Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif menurut Ronald Dworkin disebut juga penelitian doctrinal

32 (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisi baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it by the judge through judicial process. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, 38 artinya bahwa penelitian ini menggambarkan bagaimana suatu ketentuan hukum dalam konteks teori-teori hukum yang dalam pemaparannya menggambarkan tentang berbagai persoalan yang berkaitan dengan peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam lingkungan wilayah Propinsi Aceh.. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan penelaahan terhadap bahanbahan hukum yang bersumber dari data primer dan data sekunder. b. Alat Pengumpul Data. Dalam melakukan pengumpulan data, dilakukan 2 (dua) cara yaitu : a. Penelitian kepustakaan (library research) dengan instrument penelitian dokumentasi kepustakaan, artinya bahwa Penulis dalam mengkaji persoalan yang berhubungan dengan permasalahan diatas bersumber pada literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan tersebut dengan sumber hukum primer yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Selain sumber hukum primer tersebut Penulis juga akan merujuk pada sumber hukum sekunder berupa tulisan-tulisan, baik dalam bentuk buku 38 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 12.

33 maupun artikel yang mengandung komentar maupun analisis tentang peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam lingkungan wilayah Propinsi Aceh dan disamping itu juga Penulis menggunakan sumber hukum tertier seperti ensiklopedi, kamus, dan lain-lain yang relevan dengan pokok permasalahan sebagai pendukung terhadap 2 (dua) rujukan yang telah disebutkan sebelumnya. b. Penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer tentang peranan Komisi Independen Pemilihan (KIP) dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam lingkungan wilayah Propinsi Aceh. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan informan yang merupakan narasumber yang terkait dengan penelitian, seperti: 1. Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Tenggara.. 2. Bupati Kabupaten Aceh Tenggara. 3. Analisis Data. Untuk menganalisis data digunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menganalisis data secara mendalam dan holistic dan kemudian dilakukan penafsiran. Data dalam penelitian ini dikumpulkan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Secara umum

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000. DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku : Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000. Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Kajian

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

Implication, the Application, the system of general election, direct election. By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac

Implication, the Application, the system of general election, direct election. By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac 1 Implikasi Penerapan Sistem Pemilihan Umum Tertentu Terhadap Hasil Pemilihan Umum Di Indonesia By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac General Election is a mean of transferring power in a state. The system

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DUNIA

SEJARAH PEMILU DUNIA SEJARAH PEMILU DUNIA PENGERTIAN PAKAR Secara etimologis kata Demokrasi terdiri dari dua kata Yunani yaitu damos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti kedaulatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Maria Alfonsa Chintia Dea P. NIM : A12.2013.04844 Kelompok : A12.6701 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintahan Daerah atau di negara-negara barat dikenal dengan Local Government dalam penyelenggaraan pemerintahannya memiliki otonomi yang didasarkan pada asas, sistem,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

Sistem Pemilihan Umum

Sistem Pemilihan Umum Sistem Pemilihan Umum Sistem pemilihan mekanis Melihat bahwa rakyat terdiri atas individu-individu. Sistem ini dalam pelasanannya dilakukan dengan dua cara yaitu sistem perwakilan distrik/mayoritas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di

BAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atas dasar Undang-undang dasar 1945, Indonesia mempunyai sistem kekuasaan yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif bahkan menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo,

Lebih terperinci

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Budiyono Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : budiyono.1974@fh.unila.ac.id Abstrak Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang pemilihan Kepala Daerah menggunakan Undang-Undang No. 22 Tahun. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. sekarang pemilihan Kepala Daerah menggunakan Undang-Undang No. 22 Tahun. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Kepala Daerah disebagian daerah telah selesai dilaksanakan, ada banyak kerumitan dalam penyelenggaraan Pemilihan tersebut yang mana sekarang pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945. Guna mewujudkan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

SISTEM PEMILIHAN UMUM

SISTEM PEMILIHAN UMUM SISTEM PEMILIHAN UMUM Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam: pemilihan mekanis dan pemilihan organis Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir pemilihan-pemilihan dan partai

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah PEMILU Oleh : Nur Hidayah A. PENGERTIAN PEMILU Merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi perwakilan. Pemilu diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk hukum biasanya dilahirkan oleh suatu kebijakan politik atau penguasa, sehingga kepentingan elit politik atau penguasa lebih dominan dalam hukum tersebut.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan negara

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemilihan umum di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan negara yang demokrasi. Secara teoritis pemilihan umum di anggap merupakan tahap paling awal dari berbagai

Lebih terperinci

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH OMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH KEPUTUSAN KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH NOMOR 16/Kpts/KIP Aceh/TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN, VERIFIKASI, DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang dipilih oleh anggota Dewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang dipilih oleh anggota Dewan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah membawa dampak yang sangat luas terhadap berkembangnya Demokrasi di Indonesia serta membawa harapan besar untuk kesejahteraan rakyat dan kemakmuran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2013 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Pelanggaran. Kode Etik. Daerah. Pemeriksaaan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1985, 2014 PERATURAN BERSAMA. Pemilihan Umum. Penyelenggaraan. Tata Laksana. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

Otonomi Daerah sebagai prinsip berarti menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat dan sifat-sifat sendiri-sendiri, dalam kadar negara kesatu

Otonomi Daerah sebagai prinsip berarti menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat dan sifat-sifat sendiri-sendiri, dalam kadar negara kesatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMERIKSAAN PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BERACARA KODE ETIK PENYELENGGARA PEMIILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di berikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. negara di berikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era demokrasi pasca reformasi di Indonesia kini, setiap warga negara di berikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah sistem pemerintahan di daerah dengan penguatan sistem desentralisasi (Otonomi Daerah). Perubahan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.907, 2012 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Penyelenggara Pemilu. Pedoman. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci