PENDAHULUAN MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Keanekaragaman burung merupakan sumber daya alam yang eksotik dan merupakan indikator utama untuk mengetahui tingkat kualitas dan mutu habitat. Bahkan keberadaan burung berfungsi sebagai bioindikator perubahan lingkungan. Perubahan ekstrim habitat burung menentukan tingkat kerusakan lingkungan dan bahaya pencemaran lingkungan tertentu. Salah satu bentuk indikatornya adalah perpindahan burung-burung, perubahan keanekaragaman jenis burung di suatu tempat, dan bahkan tingkat mortalitas dan natalitas suatu spesies burung. Sebagai salah satu komponen ekosistem, burung mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Atas dasar peran dan manfaat ini maka kehadiran burung dalam suatu ekosistem perlu dipertahankan (Arumasari, 1989 dalam Rusmendro, 2009). Dari hasil wawancara terhadap Kepala Resort Ranu Pani dijelaskan bahwa di kawasan sekitar Ranu Regulo pada setiap bulan Juli - Desember terdapat beberapa jenis burung migrasi. Pada bulan Juli - Desember 2013 terdapat 2 jenis burung migrasi yaitu burung trinil pantai (Tringa hypoleucos) penyebaran berkembang biak di Afrika dan Erasia dan burung kareo padi (Amaurornis phoenicurus) penyebaran: India, Cina Selatan, Asia Tenggara, Filipina, Sulawesi, Sunda Besar, dan Nusa Tenggara. Ranu Regulo merupakan salah satu dari enam danau (Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo, Ranu Darungan, Ranu Pakis dan Ranu Tompe) yang terdapat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), yang merupakan zona inklaf dan zona pemanfaatan tradisional yang umumnya dikawasan tersebut banyak aktifitas pengunjung dan aktifitas masyarakat sekitar hutan. Dari aktifitas tersebut ada beberapa dampak negatif yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan dikawasan tersebut. Untuk menilai keadaan lingkungan di Ranu Regulo salah satunya dengan cara mengetahui keanekaragaman jenis burung di kawasan Ranu Regulo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung dan habitatnya di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Diduga keanekaragaman jenis burung di kawasan Ranu Regulo dipengaruhi oleh kondisi vegetasi dan kualitas lingkungan. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei - Oktober Lokasi penelitian di Resort Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Zona Inklaf dan Zona Pemanfaatan danau Ranu Regulo Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Alat dan Obyek Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah binocular, kamera DSLR, counter count, papan dada, jam tangan, alat tulis menulis, thermohygrometer, buku panduan identifikasi jenis burung (karangan John MicKinnon dkk, 2010) dan tabel pengamatan (tally shet) untuk di lapang.

2 Sedangkan obyek pengamatan ialah jenis burung di Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Rancangan Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperolah dari hasil wawancara dengan petugas dan pengamatan langsung di lapang, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan studi pustaka. Untuk mengetahui jenis burung dan keanekaragaman burung dengan luasan kawasan kurang lebih 100 ha, maka metode yang di gunakan di lapang ialah menggunakan metode Transek. Metode transek dapat digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivor. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang petugas/pengamat berjalan sedangkan garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat (Alikodra, 1990). Pengamatan dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pada waktu pagi hari dan sore hari. Pagi hari dimulai pukul WIB dan sore hari pada pukul WIB selama 7 hari atau 1 minggu. Pengamatan dilaksanakan pada waktu pagi dan sore hari, hal ini karena pada pagi dan sore hari aktifitas burung sangat tinggi. Puncak aktivitas burung terjadi pada pagi hari dan menjelang malam hari (Bibby, Jones, dan Marsden, 2000). Teknik pengamatan/ pencacatan jenis burung menggunakan teknik sensus satwa secara langsung. artinya pengamat melihat langsung terhadap objek yang diamati. Pada dasarnya burung mendiami semua strata pada hutan, oleh karena itu diperlukan kejelian untuk menemukan burung pada berbagai strata. Untuk mengetahui jenis-jenis burung dilakukan pengambilan gambar menggunakan kamera DSLR dengan lensa panjang dan mencocokkan hasil gambar pada buku panduan karanga John MacKinnon dkk 2010 dan wawancara dengan petugas Resort Ranu Pani. untuk vegetasi menggunakan metode survei (sebagai penunjang untuk mengetahui jenis tumbuhan yang disukai oleh burung sebagai tempat bermain, mencari makan atau aktifitas lainnya). Pelaksanaan 1. Survei lokasi Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survei terlebih dahulu untuk mengetahui keadaan kawasan yang akan diteliti. 2. Membuat jalur pengamatan 1. Menentukan jalur pengamatan Pembuatan jalur transek di lapang sebanyak 11 jalur di 9 titik pengamatan sebagaimana tertera pada Tabel 3.

3 Tabel 3. Penyebaran jalur transek No Lokasi Jumlah jalur 1 Batas tepi wilayah Ranu Regulo (utara 2 transek dan barat 3 1 transek) 2 Areal Persemaian 1 3 Areal uji coba edelewis 1 4 Areal sekitar pondok peneliti 1 5 Areal Sekat bakar 1 6 Areal Track Ranu Pani Ranu Regulo 1 7 Gunung pusung bingung 1 8 Gunung gendeng 1 9 Areal sekeliling danau 1 Jumlah Menentukan titik awal dan titik akhir 3. Melakukan pengamatan jenis burung, jumlah individu masingmasing jenis, jarak ke pusat transek Dalam pelaksanaan sensus dibagi menjadi 11 jalur transek, pada setiap jalur berjarak 1 kilometer dan garis transek dihindarkan memotong batas tepi wilayah pengamatan. Gambar untuk pengamatan burung di Ranu Regulo sebagai berikut : r Q L Gambar 1. Teknik metode transek (Colin dkk, 2000) Keterangan : L = Jalur pengamatan Q = Pengamat r = Obyek n = Jarak pengamat dengan obyek n Pengamatan Pengamatan yang dilakukan antara lain : 1. Keadaan umum lokasi 2. Jumlah dan jenis-jenis burung yang ada di masing-masing jalur 3. Jenis vegetasi yang ada di kawasan Ranu Regulo Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks Simpson, untuk mendapatkan tingkat keanekaragaman jenis yaitu : Rumus Indeks Keanekaragaman Jenis Simpson (Ds) dalam sugianto, 1994 a. Rumus Indeks keanekaragaman jenis (Ds) Simpson : ni ni 1 N N 1 Ds 1 Keterangan : = indeks dominasi ni = jumlah individu ke-i N = jumlah total individu

4 Kriteria Keanekaragaman jenis Mendekati 0 berarti keanekaragaman rendah Mendekati 1 berarti keanekaragaman tinggi b. Untuk mengetahui spesies yang mendominasi, digunakan rumus indeks Kelimpahan Jorgensen (Di) dalam sugianto, 1994 yaitu : ni Di X 100% N Criteria indeks kelimpahan Jorgensen yaitu : jika Di > 5 % berarti dominan jika Di diantara 2 sampai 5 % berarti sub dominan jika Di < 2% berarti tidak dominan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan salah satu diantara beberapa Taman Nasional yang ada di Propinsi Jawa Timur yang berperan sangat penting untuk menjaga fungsi keseimbangan ekosistem kawasan yang ada di daerah sekitar Jawa Timur. Fungsi penting TNBTS bagi masyarakat Jawa Timur pada umumnya adalah dimilikinya fungsi hidrologi sebagai daerah tangkapan air di DAS Brantas, keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, memproduksi oksigen dengan potensi vegetasi hutan hujan tropis yang rapat pada zona inti dan zona rimba, serta fungsi ekonomi bagi masyarakat sekitar. Secara geografis Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) berada antara 7 54` ` lintang selatan dan ` ` bujur timur. Kawasan taman nasional ini merupakan dataran tinggi yang terdiri dari komplek Pegunungan Tengger di utara dan komplek Gunung Jambangan disebelah selatan. Secara administratif lokasi TNBTS berada dalam wilayah 4 Kabupaten yang ada di Jawa Timur. Sebelah barat dan selatan berada dalam kawasan kabupaten Malang, sebelah timur dan selatan berada dalam Kabupaten Lumajang. Sebelah utara berada dalam kawasan dua kabupaten yaitu Probolinggo dan Pasuruan. Total luas kawasan konservasi dalam 4 kabupaten ini mencapai ,2 hektar. Ranu Regulo berada sekitar 250 m dari Ranu Pani, kondisi Ranu Regulo relatif lebih baik karena tidak berbatasan langsung dengan areal pertanian dan pemukiman. Pada tahun 2004 danau ini masih sering dikunjungi belibis gunung (Anas superciliosa), namun pada saat penelitian tidak dijumpai, dimungkinkan akibat aktifitas manusia yang semakin tinggi. Suhu udara harian berkisar antara 5 C pada dini hari hingga 22 C pada siang hari. Suhu udara terendah terjadi pada puncak musim kemarau (Juli Agustus) antara 3 C hingga 5 C, bahkan di beberapa tempat seperti Ranu Kumbolo (2.400 m dpl) dan Kalimati (3.000 m dpl) bisa mencapai -2 C. Suhu rata-rata pada saat penelitian antara 8 13 o C dengan kelembapan rata-rata antara %. Jumlah dan Jenis Burung Ranu Regulo ialah kawasan danau yang di sekitarnya ditumbuhi oleh beberapa jenis vegetasi yang bisa dijadikan sebagai tempat tinggal, sumber pakan, tempat bersarang bagi berbagai jenis burung. Selain keberadaan aneka jenis vegetasi, Ranu Regulo merupakan danau yang

5 menyediakan sumber air untuk kebutuhan minum bagi para pendaki dan aneka jenis burung. Kondisi iklim yang ada di kawasan Ranu Regulo memiliki hawa yang sejuk dengan kisaran suhu 8 13 O C yang disukai oleh beberapa spesies burung. Berdasarkan hasil pengamatan di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditemukan 20 jenis burung yang termasuk dalam 15 suku. Jenisjenis yang ditemukan antara lain sepah gunung, tekukur biasa, bentet kelabu, ceret gunung, cica kopi melayu, srigunting kelabu, walet linchi, gelatik batu kelabu, dan lainnya. Untuk mengetahui suku dan jenis burung yang ada di Ranu Regulo dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Data jenis burung di kawasan Ranu Regulo TNBTS No Nama Indonesia Nama Ilmiah Suku Jumlah 1 Sepah gunung Pericrocotus miniatus Campephagidea Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae 58 3 Bentet kelabu Lanius schach Laniidae 43 4 Ceret gunung Cettia vulcania Silviidae 33 5 Cica kopi melayu Pomatorhinus montanus Timaliidae 14 6 Srigunting kelabu Dicrurus leucophaeus Dicruridae 14 7 Walet linchi Collocalia esculenta linchi Apodidae 13 8 Glatik batu kelabu Parus major Paridae 12 9 Kepudang sungu gunung Coracina larvata Campephagidea Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 8 11 Cikrak daun Phylloscopus trivirgatus Silviidae 7 12 Kacamata gunung Zosterops montanus Zosteropidae 5 13 Opior jawa Lophozosterops javanicus Zosteropidae 3 14 Uncal kouran Macropygia ruficeps Columbidae 3 15 Decu belang Saxicola coprata Turdidae 3 16 Cekakak jawa Halcyon cyanoventris Alcedinidae 1 17 Elang hitam Ictinaetus malayensis Accipitridae 1 18 Elang perut karat Hieraaetus kienerii Accipitridae 1 19 Kepudang kuduk hitam Oriolus chinensis Oriolidae 1 20 Ayam hutan hijau Gallus varius Phasianidae 1 Jumlah Total 15 suku 338 Sumber: Data terolah 2014 Dari tabel 4 terlihat bahwa di kawasan Ranu Regulo TNBTS terdapat dua jenis burung yang memiliki suku sama yaitu suku Campephagidea (sepah gunung dan kepudang sungu gunung) yang merupakan kelompok burung bentetkendasi, Columbidae (tekukur biasa dan uncol kouran) yaitu kelompok burung merpati, Silviidae (ceret gunung dan cikrak daun), Accipitridae kelompok elang (elang hitam dan elang perut karat), dan Zosteropidae (kacamata gunung dan opiur jawa) kelompok burung kacamata. Untuk suku Laniidae (bentet), Alcedinidae (raja udang), Timaliidae (burung pengoceh), Pycnonotidae (cucakcucakan), Turdidae (burung cacing), Paridae (gelatik batu), Oriolidae (kepudang), Dicruridae (srigunting), Apodidae (walet), dan Phasianidae (puyuh, sempidan, kuau dan merak)

6 masing-masing terdapat 1 jenis burung. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kawasan Ranu Regulo TNBTS merupakan salah satu Daerah Penting Bagi Burung (DPB) karena hutan tersebut mampu menyediakan pakan dan tempat tinggal sehingga kawasan tersebut dapat menjadi habitat bagi burung. Sepah gunung (Pericrocotus miniatus) merupakan burung dengan jumlah yang tertinggi diantara burung yang lain, hal ini disebabkan burung tersebut endemik di Jawa dan Sumatera dan hidup dalam kelompok besar sampai berjumlah 30 ekor dalam 1 kelompok (MacKinnon, 2010). Burung tersebut sering mengunjungi puncak-puncak pohon dan ketika disuatu pohon biasanya burung ini mencari makan secara berkelompok besar, berjemur di waktu pagi hari untuk mengeringkan bulunya yang basah seperti pada Gambar 2. Gambar 2. (A, B) Sepah gunung (Pericrocotus miniatus) di Ranu Regulo, (C) Sepah gunung (Pericrocotus miniatus) Jantan dan Betina Sumber : (A, B) Dokumen Pribadi Penulis (2014), (C) MacKinnon (2010) Burung sepah gunung (Pericrorotus miniatus) ialah burung berukuran besar (19 cm), berwana merah dan hitam dengan ekor panjang. Ciri-ciri betina ialah kombinasi kepala hitam, ekor sangat panjang, dan tidak ada warna merah pada bulu sekunder. Betina cukup unik dengan warna bulu hitam dan merah seperti jantan, warna merah meliputi tenggorokan, dagu, dahi, serta mantel yang kemerahan. Jenis burung yang jumlahnya paling sedikit seperti elang perut karat (Hieraaetus kienerii) disebabkan karena jenis elang ini menurut MacKinnon 2010 merupakan penghuni yang tidak umum pada kawasan huntan (sampai ketinggian m dpl) di Sunda Besar. Burung elang perut karat yang ditemukan di vegetasi sekitar Ranu Regulo pada saat memakan mangsanya bisa dilihat pada gambar berikut: Gambar 3. Elang perut karat (Hieraaetus kienerii) Anakan Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2014)

7 Beberapa faktor yang memengaruhi identifikasi burung ialah: a. Cuaca lokasi pengamatan Cuaca sangat memengaruhi pengamatan untuk identifikasi, contoh hal ini ialah kabut. Ketika kabut datang jarak pandang pengamat terbatas sehingga mempersulit dalam meneliti burung. Kabut juga mempengaruhi alat pengamatan seperti binukuler dan kamera yang dikacanya sering ngembun. b. Ukuran tubuh burung Ukuran tubuh burung yang kecil juga mempersulit identifikasi jenis, contoh burung glatik batu kelabu (Parus major) yang besarnya hanya 13 cm. Ketika burung ini hinggap atau bertennger di pohon yang berdaun lebar maka sulit untuk ditemukan, untuk itu diperlukan kesabaran dan kejelian dalam mengamati burung seperti ini. c. Kebiasan burung Kesulitan identifikasi jenis burung melihat dari kebiasaan burung contoh burung ceret gunung (Cettia vulcania) yang kebiasaannya mencari makan berjalan ditanah didalam semak-semak dan sangat aktif (jarang berdiam diri). d. Warna bulu Warna bulu burung yang mencolok lebih mudah diidentifikasi dibandingkan dengan jenis burung yang berbulu gelap/samar yang hampir mirip dengan seresah ataupun tanah. Keanekaragaman Jenis Burung Di Ranu Regulo Dari hasil penelitian di lapang dan hasil perhitungan, diperoleh keanekaragaman burung di Ranu Regulo sebesar 0,84 (Lampiran 3) yang menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis burung tinggi, karena Ranu Regulo mampu menyediakan sumber pakan seperti pohon akasia, kemlandingan gunung, triwulan, cemara gunung, edelweis, rumput teki, teh-tehan, senduro, alang-alang, lavender, mentigi. Pohon-pohon tersebut juga sebagai tempat tinggal (sarang), tempat bermain, berjamur bagi burung-burung yang berada di Ranu Regulo. Untuk ketersediaan air di kawasan Ranu Regulo sangat mencukupi bagi habitat dan aneka jenis burung. Sedangkan cover dari berbagai jenis vegetasi yang ada di Ranu Regulo sangat cocok dijadikan tempat tinggal sepah gunung karena lokasi Ranu Regulo relatif lebih baik dari pada Ranu Pani karena Ranu Regulo tidak berbatasan langsung dengan pemukian penduduk atau masyarakat sekitar hutan. Komposisi Dominan Jenis Burung Di Ranu Regulo Hasil pengamatan di lapang dan hasil perhitungan diketahui bahwa dominansi burung tertinggi ialah burung sepah gunung (Pericrocotus miniatus) dengan nilai kelimpahan 31,65 % disusul oleh jenis tekukur biasa (Streptopelia chinensis) 17,15 %, bentet kelabu (Lanius schach) 12,72 %, dan ceret gunung (Cettia vulcania) 9,76 %. Sedangkan untuk jenis yang menepati sub-dominansi dengan nilai kerapatan/dominansi 2-5 % ditempati jenis burung cica kopi melayu (Pomatorhinus montanus) dengan nilai kelimpahan 4,14 %, srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus) 4,14 %, walet linchi (Collocalia esculenta linchi) 3.55 %, glatik batu kelabu (Parus major) 3.55

8 %, kepudang sungu gunung (Coracina larvata) 2,95 %, cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) 2,36 %, dan cikrak daun (Phylloscopus trivirgatus) 2,07 %. Jenis burung yang tidak dominan dengan nilai kerapatan/dominansi < 2 % ada 9 jenis burung, yaitu kacamata gunung (Zosterops montanus) dengan nilai kelimpahan 1,47 %, opior jawa (Lophozosterops javanicus), uncal kouran (Macropygia ruficeps), decu belang (Saxicola coprata) dengan niali kelimpahan 0,88 %, cekakak jawa (Halcyon cyanoventris), elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang perut karat (Hieraaetus kienerii), kepudang kuduk hitan (Oriolus chinensis), dan ayam hutan hijau (Gallus varius) masing-masing mempunyai nilai kelimpahan 0,29 %. Semakin tinggi nilai dominansi suatu jenis burung menunjukkan burung tersebut semakin dominan (Helvoort 1921 dalam Fachrul 2007), yaitu: 1. Jenis dominan yang mempunyai dominansi lebih besar dari 5% 2. Jenis dominan sedang atau subdominansi dengan nilai kerapatan dominansi 2-5% 3. Jenis tidak dominan dengan nilai kerapatan/dominansi <2% Berdasarkan pada hasil pengamatan di lapang terlihat keanekaragaman tinggi hal itu dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan spesies yang mendominasi. Untuk mengetahui tingkat dominansi burung di Ranu Regulo tersaji pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Dominansi burung di kawasan Ranu Regulo TNBTS No Jenis Burung ni/n x 100% (ni) Individu (Di) 1 Sepah gunung ,65 % 2 Tekukur biasa ,15 % 3 Bentet kelabu ,72 % 4 Ceret gunung ,76 % 5 Cica kopi melayu ,14 % 6 Srigunting kelabu ,14 % 7 Walet linchi ,85 % 8 Glatik batu kelabu % 9 Kepudang sungu gunung ,95 % 10 Cucak kutilang ,36 % 11 Cikrak daun ,07 % 12 Kacamata gunung ,47 % 13 Opior jawa ,88 % 14 Uncal kouran ,88 % 15 Decu belang ,88 % 16 Cekakak jawa ,29 % 17 Elang hitam ,29 % 18 Elang perut karat ,29 % 19 Kepudang kuduk hitam ,29 % 20 Ayam hutan hijau ,29 % Jumlah total keseluruhan 338 Keterangan : Di = indeks kelimpahan Sumber: Data terolah 2014

9 Dari hasil pengamatan di lapang jenis sepah gunung (Pericrocotus miniatus) yang mendominasi disebabkan jenis burung ini hidup berkelompok dan mencari makan dalam jumlah besar. Selain itu, Ranu Regulo mampu menyediakan pakan bagi burung-burung yang ada dikawasan tersebut serta Ranu Regulo juga mampu menyediakan ruang bagi burung untuk tempat tinggal dan berlindung dari ancaman predator sehingga burung mampu bertahan dan berkembangbiak di dalam kawasan tersebut. Menurut peneliti, sepah gunung (Pericrocotus miniatus) mendominasi dikarenakan dari segi komponen habitat di kawasan Ranu Regulo sangat mendukung. Untuk jenis pakan kawasan Ranu Regulo sangat melimpah contohnya seperti pohon akasia (Accacia decurrens), pohon ini ialah jenis pohon yang disukai atau sumber pakan bagi burung sepah gunung (Pericrocotus miniatus) karena sepah gunung sangat menyukai biji-bijian. Dari segi persediaan air di kawasan Ranu Regulo sangat melimpah sedangkan dari segi tempat tinggal (cover) Ranu Regulo sangat cocok di jadikan tempat tinggal sepah gunung karena lokasi Ranu Regulo relatif lebih baik dari pada Ranu Pani yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk atau masyarakat sekitar Vegetasi Berdasrkan hasil pengamatan vegetasi di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru diperoleh jenis-jenis vegetasi seperti yang tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Vegetasi yang banyak disukai burung di kawasan Ranu Regulo No Nama Indonesia Nama Latin 1 Cemara gunung Casuarina junghuhniana 2 Triwulan Euphatorium odoratum 3 Akasia Accacia decurrens 4 Edelwis Anaphalis sp. 5 Kemlandingan gunung Albizia lophanta 6 Rumput teki Cyperus rotundus.l 7 Pakis haji Alsophila glauca 8 Tetehan Euphatorium riparium 9 Paku-pakuan Pteris sp. 10 Mentigi Vaccinium varingifolium 11 Senduro Anaphalis javanica 12 Alang-alang Imperata cylindrica 13 Lavender Lavandula sp. Sumber: Data terolah 2014 Berdasarkan hasil penelitian di lapang pohon cemara gunung (Casuarina junghuhniana) merupakan jenis pohon yang tinggi (di lokasi penelitian) yang disukai oleh burung srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus) untuk bermain dan berjemur, elang perut karat (Hieraaetus kienerii) untuk bertengger dan memakan mangsanya. Pohon

10 yang banyak disukai oleh burung ialah jenis pohon akasi (Accacia decurrens). Jenis burung sepah gunung (Pericrocotus miniatus), gelatik batu kelabu (Parus major), kacamata gunung (Zosterops montanus), bentet kelabu (Lanius schach), cica kopi melayu (Pomatorhinus montanus), yang umumnya burung-burung tersebut menyukai jenis pohon akasia (Accacia decurrens) untuk bermain, bertengger, dan mencari pakan, yang sering dijumpai di lapang burung yang banyak beraktifitas di pohon akasia (Accacia decurrens) ialah gelatik batu kelabu (Parus major) untuk mencari makan. Burung ceret gunung (Cettia vulcania) dan cikrak daun (Phylloscopus trivirgatus) lebih menyukai vegetasi triwulan (Euphatorium odoratum), vegetasi jenis triwulan (Euphatorium odoratum) sangat disukai oleh burung ceret gunung (Cettia vulcania) yang biasanya mencari makan didalam rimbunnya vegetasi triwulan (Euphatorium odoratum) dan sebagai tempat berlindung/bersembunyi. Jenis burung tekukur biasa (Streptopelia chinensis) menyukai jenis vegetasi bawah/rumput-rumputan untuk bermain dan mencari makan. Pada umumnya jenis burung tekukur biasa (Streptopelia chinensis) banyak beraktifitas di permukaan tanah. Hasil pengamatan di lapang semua jenis vegetasi disukai oleh semua jenis burung untuk bermain dan bertengger, tetapi untuk jenis vegetasi yang sangat disukai oleh burung antara lain akasia, kemlandingan gunung, cemara gunung, yang mampu memberikan sumber pakan yang cukup untuk suatu jenis burung khususunya burung pemakan biji-bijian. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat 20 jenis burung yang termasuk dalam15 suku dengan jumlah keseluruhan Keanekaragaman jenis burung di kawasan Ranu Regulo TNBTS yaitu 0,84 yang menunjukkan keanekaragaman jenis tinggi 3. Jenis burung yang mendominasi ialah sepah gunung (Pericrocotus miniatus) dengan nilai 31,65 % Saran Untuk menjaga kelestarian jenis burung di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru penulis menyarankan: 1. Peningkatan perbaikan habitat burung melalui pengamanan dan perlindungan hutan 2. Pengawasan perlu ditingkatkan untuk mengendalikan aktifitas manusia yang merusak (penduduk setempat dan pengunjung) 3. Perlu adanya sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan burung sebagai bioindikator kualitas lingkungan DAFTAR PUSTAKA Alikodra, 1990, Pengelolaan Satwaliar Jilid 1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Halaman 137

11 Arief, A., 2001, Hutan dan Kehutanan, Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta. Halaman 11 dan Ayat, A., 2011, Burung-burung Agroforest di Sumatera, Diterbitkan atas kerjasama World Agroforestry Centre (ICRAF South East Asia) dan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate (BSRE), Bogor, Indonesia, Halaman 2 Balai Konservasi Sumberdaya Alam, 1997, Informasi Kawasan Konservasi di Jawa Timur, Balai Konservasi Sumberdaya Alam IV Surabaya. Halaman 35 Bibby, C., Jones, M., Marsden, S., 2000, Tekni-teknik Ekspedisi Lapangan, Survei Burung, BirdLife International Indonesia Programme, Edisi Bahasa Indonesia, SMKG Mardi Yuana Bogor, Halaman 22 Departemen Kehutana. 2007, Laporan Inventarisasi Aves Resort Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jl. Raden Intan No. 6 Malang. Halaman 15, Departemen Kehutana. 1997, Laporan Inventarisasi Fauna Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jl. Raden Intan No. 6 Malang, Halaman Fachrul, M, F., 2007 Metode Sampling Bioekologi, Bumi Aksara. Jl. Sawo Raya No. 18 Jakarta Halaman 59 dan Indriyanto 2005, Ekologi Hutan, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jl. Sawo Raya No. 18, Jakarta. Halaman 4 Maryono, K. 2000, Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, Edisi Kedua, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta, Halaman 81 MicKinnon, J. 2010, Burung-burung Di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam), LIPI-Seri Panduan Lapangan, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia, Burung Indonesia. Halaman 10, 29 dan Molan, Y., 2006, Populasi dan habitat kijang (Muntiacus muntjak) di RESORT Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Institut Pertanian Malang, Halaman 14 Rombang, W.M dan Rudyanto, 1999, Daerah Penting Bagi Burung Di Jawa dan Bali, PKA/BirdLife International-Indonesia Programe, Bogor. Halaman 11, 87 Rusmendro, H., 2009, Perbandingan Keanekaragaman Burung Pada Pagi Dan Sore Hari Di Empat Tipe Habitat Di Wilayah Pangandaran, Jawa Barat, Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret Halaman 8 Soegianto, A., 1994, Ekologi Kuantitatif, Metode Anilisis

12 Populasi Komunitas, Usaha Nasional Surabaya, Halaman 111 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Tentang KSDHE, Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan, Balai Tahura R. Soerejo, Himpunan Ketentuan Peraturan Perundangan Pengelolaan Taman Hutan Raya R. Soerejo, Jl. Simpang Panji Suroso, Kav. 144 Malang. Halaman 6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, Tentang Kehutanan, Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan, Balai Tahura R. Soerejo, Himpunan Ketentuan Peraturan Perundangan Pengelolaan Taman Hutan Raya R. Soerejo, Jl. Simpang Panji Suroso, Kav. 144 Malang. Halaman 28 Yosefi, E., Subarudi, Kontribusi Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Kasus Taman Nasional Bromo Tengger Semeru). Info Sosial Ekonomi Vol. 7 No. 3 September Th. 2007, , Halaman 164 dan 167

13

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul 47 ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul Burung merupakan anggota dari Sub Filum Vertebrata yang termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan, binatang peliharaan, pemenuhan kebutuhan ekonomi, dan estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu adalah gunung yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini mempunyai ketinggian 3265 m.dpl. Gunung Lawu termasuk gunung dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Burung di Resort Perengan Seksi Konservasi Wilayah I Pandean dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni 2002. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa di Repong Damar Pekon Pahmungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis

Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 hari (waktu efektif) pada Bulan April 2012 di Pulau Anak Krakatau Kawasan Cagar Alam Kepulauan Karakatau (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN KERAPATAN EDELWEIS (Anaphalis javanica) DIGUNUNG BATOK TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DIDIK WAHYUDI

DISTRIBUSI DAN KERAPATAN EDELWEIS (Anaphalis javanica) DIGUNUNG BATOK TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DIDIK WAHYUDI DISTRIBUSI DAN KERAPATAN EDELWEIS (Anaphalis javanica) DIGUNUNG BATOK TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DIDIK WAHYUDI ABSTRAK Gunung Batok merupakan satu diantara gunung-gunung di Taman Nasional Bromo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung 60 Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung Gambar 10. Stasiun pengamatan pertama penelitian burung pada lahan basah Way Pegadungan yang telah menjadi persawahan pada Bulan April

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi 05 33 LS dan 105 15 BT. Pantai Sari Ringgung termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan potensi wisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan potensi wisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati dan non hayati. Kekayaan sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. Lokasi penelitian disajikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan secara sistematik, faktual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR Nurul Kusuma Dewi Program Studi Pendidikan Biologi IKIP PGRI MADIUN, Jalan Setiabudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachma. Waktu penelitian Mei 2015. Berikut adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Komodo 4.1.1. Sejarah Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan salah satu TN pertama di Indonesia. Kawasan TNK ditetapkan melalui pengumuman

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan basah merupakan daerah peralihan antara sistem perairan dan daratan yang dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, terdapat 10% spesies tanaman, 12% spesies mamalia, 16% spesies reptilia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG KAWASAN PEMAKAMAN UMUM TANAH KUSIR, JAKARTA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU RAMAH BURUNG

PERANCANGAN ULANG KAWASAN PEMAKAMAN UMUM TANAH KUSIR, JAKARTA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU RAMAH BURUNG PERANCANGAN ULANG KAWASAN PEMAKAMAN UMUM TANAH KUSIR, JAKARTA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU RAMAH BURUNG SYAM REZZA FAHLEVI. Perancangan Ulang Kawasan Pemakaman Umum Tanah Kusir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). B. Alat dan Objek Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang besar. Hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang besar. Hal ini yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang besar. Hal ini yang menjadikan Indonesia termasuk dalam peringkat lima besar di dunia setelah Brazil dengan jumlah mencapai

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sungai Luar Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang pada bulan April 2014 dapat dilihat pada (Gambar 2). Gambar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur selama 9 hari mulai tanggal

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh:

Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: 1 Alfan Firmansyah, Agung Budiantoro¹, Wajudi², Sujiyono² ¹Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Ahmad Dahlan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori B. Hipotesis... 18

DAFTAR ISI. BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori B. Hipotesis... 18 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi ABSTRAK... xiii ABSTRACT... xiv BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan tropis, yang berkembang sejak ratusan juta tahun yang silam, terdapat berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green Campus) memiliki ruang terbuka hijau dengan tipe vegetasi yang beragam serta multi strata berupa

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (BIODIVERSITY OF BIRD SPECIES IN PEKON REPONG DAMAR PAHMUNGAN CENTRAL COAST SUB DISTRICT

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT ISSN 1978-9513 VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009 PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT Hasmar Rusmendro Fakultas Biologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci