BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki keaneka ragaman flora dan fauna. Yang diketahui bahwa pulau yang didalam wilayahnya terdapat berbagai macam jenis spesies yang unik dan endemik. Keunikan dari spesies spesies inilah yang akhirnya menjadi sasaran masyarakat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas tanpa memikirkan lingkungan hidup binatang tersebut dan pencegahan spesies dari kelangkaan yang dimiliki negaranya sehingga menimbulkan beberapa permasalahan, seperti perdagangan ilegal hewan yang dilakukan hanya untuk mendapat keuntungan yang besar bagi sebagian orang atau individu itu sendiri karena keunikan tersebut. Spesies yang ada di Indonesia yang berpotensi atau memang sudah dalam kondisi langka dapat diketahui seperti di Paparan Sunda memiliki spesies berjumlah total 515. Dari jumlah itu, 173 di antaranya merupakan spesies endemik daerah ini. 1 Sebagian besar dari spesies-spesies ini terancam keberadaannya dan hampir punah. Dua spesies orang hutan, orang hutan Kalimantan dan orang hutan sumatra termasuk dalam daftar merah international union for conservation of nature (IUCN). Mamalia terkenal lain, seperti bekantan, badak Sumatra, dan badak jawa juga sangat terancam jumlah populasinya. Menurut Konservasi International, sebanyak 771 spesies unggas terdapat di paparan Sunda. Sebanyak 146 spesies merupakan endemik daerah ini. Pulau Jawa dan Bali memiliki paling 1. Jatna Supriatna and Susie Ellis (2004).www. biodiversityscience. Org / publications / hotspots/ Sundaland. html"sundaland" Check url= scheme (help). Diakses

2 2 sedikit 20 spesies endemik, termasuk Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dan Cerek Jawa (Charadrius javanicus). Berdasarkan data dari Burung Indonesia, Jumlah jenis burung di Indonesia sebanyak 1598 jenis. Dengan ini membawa Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara yang memiliki jumlah jenis burung terbanyak se-asia. Sejak tahun 2007, Burung Indonesia secara berkala memantau status keterancaman dari burung-burung terancam punah yang berada di Indonesia berdasarkan data dari Birdlife International. Tahun terjadi penurunan status keterancaman burung secara berturut-turut mulai dari 119 jenis (2007), 118 jenis (2008), dan 117 jenis (2009). Sebanyak 449 spesies dari 125 genus reptil diperkirakan hidup di paparan Sunda. Sebanyak 249 spesies dan 24 genus di antaranya adalah endemik. Tiga famili reptil juga merupakan endemik di wilayah ini: Anomochilidae, Xenophidiidae and Lanthanotidae. 2 Famili Lanthanotidae diwakili oleh kadal coklat (Lanthanotus borneensis), Kalimantan yang sangat langka dan jarang ditemui. Sekitar 242 spesies amfibia dalam 41 genus hidup di daerah ini. Sebanyak 172 spesies, termasuk Caecilian dan enam genus adalah endemik. Sekitar 1000 spesies ikan diketahui hidup di dalam sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan Sunda. Kalimantan mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga endemik. Sumatra memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik. Ikan arwana emas (Scleropages formosus) yang cukup terkenal merupakan contoh ikan di daerah ini. Dan binatang-binatang yang sering diperdagangkan secara ilegal seperti Gajah Sumatra, Komodo, Badak Bercula Satu, Burung Kakak Tua Jambul Kuning, Orang hutan, Tapir dan cendrawasih. Untuk Bali, kasus satwa yang menonjol adalah kasus perdagangan penyu. Meski jauh menurun dibandingkan sebelum tahun 2000, namun penyelundupan 2 Bambang Pamulardi, 1999, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 177

3 3 penyu ke Bali masih terjadi secara sembunyi-sembunyi. Salah satu kasus yang terungkap adalah kasus tertangkapnya nelayan yang hendak menyelundupkan 7 ekor penyu ke Bali pada tanggal 30 Mei Di Bali juga masih ada sedikitnya 6 lokasi yang memelihara penyu secara ilegal atas nama pariwisata. Lokasi tersebut adalah terpusat di Tanjung Benoa. Ini membuktikan bahwa Bali masih menjadi tujuan utama perdagangan penyu di Indonesia. Pada tahun 2009 Bali juga memunculkan isu yang kontroversial yaitu tentang pengajuan Gubernur Bali mengenai kuota 1000 ekor penyu untuk keperluan adat dan upacara agama. Pengajuan kuota pemanfaatan penyu tersebut sangat ironis sekali di tengah pencitraan Bali sebagai daerah wisata yang ramah lingkungan. Pengajuan kota itu juga menodai peraturan hukum yang telah menetapkan semua jenis penyu sebagai jenis satwa yang dilindungi. Sepanjang tahun 2009 ProFauna juga mengamati ada beberapa tempat yang rawan sebagai jalur penyelundupan satwa langka ke luar negeri. Tempattempat tersebut adalah Bandara Soekarno Hatta, Bandara Ngurah Rai Bali dan Kepulauan Talaud di Sulawesi. Pada tanggal 8 Maret 2009 tertangkap tangan 2 orang warga negara Arab yang hendak menyelundupkan puluhan ekor satwa lewat Bandara Soekarno Hatta. Sementara itu pada tanggal 2 oktober 2009 digagalkan upaya penyelundupan 16 ekor elang dan satwa lainnya ke Jepang lewat Bandara Ngurah Rai. Sedangkan Pulau Talaud patut mendapat perhatian serius karena masih menjadi jalur penyelundupan satwa ke Philipina lewat jalur laut. Terbukti dengan digagalkannya upaya penyelundupan 234 satwa lewat Talaud pada tanggal 8 Januari Perdagangan satwa dilindungi adalah melanggar UU Nomor 5

4 4 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pelaku perdagangan satwa dilindungi dapat dijerat hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Meskipun sudah ada hukum yang melindungi spesies langka dari perdagangan ilegal, namun pada prakteknya perdagangan tersebut masih terjadi secara terbuka di banyak tempat di Indonesia dan menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa karena kebanyakan mereka hasil tangkapan dari alam. Hal ini akan membuat hewan asli Indonesia menjadi semakin terancam punah, apalagi ditunjang dengan habitatnya yang kian menyempit dan menurun kualitasnya. 3 Jika kita simak undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ketentuan pidana Pasal 40 ayat 2 menetapkan: Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak (seratus juta rupiah). Atas hal tersebut sanksi pelanggaran yang sangat minim seperti contoh kasus di atas membuat perdagangan terhadap spesies-spesies endemik Indonesia, yang pada umumnya berstatus langka, semakin merebak dan selama keuntungan besar masih melekat pada perdagangan hewan unik dan langka, kehidupan satwa hewan ini akan selalu kalah 4. Merebaknya perdagangan ilegal yang menyebabkan kepunahan satwa di kancah internasional sejak beberapa tahun sebelumnya menarik perhatian 3 Pressrelease,2010, perdagangan_ dan_ penyelundupan_ satwa_ liar_ indonesia_ masih_ tinggi, http :// h. 1 4 Ibid, hal. 11

5 5 anggota IUCN pada tahun 1963 untuk melakukan perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang yaitu terbentuknya Convention on International Trade of Endangered species (CITES) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam punah. Konvensi ini bertujuan melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam. Selain itu, CITES menetapkan berbagai tingkatan proteksi untuk lebih dari spesies terancam. Naskah konvensi disepakati 3Maret 1973 pada pertemuan para wakil 80 negara diwashington D.C. Negara peserta diberi waktu hingga 31 Desember 1974 untuk menandatangani kesepakatan, dan CITES mulai berlaku tanggal 1 Juli1975. Setelah melakukan ratifikasi, menerima, atau menyetujui konvensi, negara-negara yang menandatangani konvensi disebut para pihak (parties) atau sebagai anggota CITES. Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No.43 Tahun CITES dianggap sebagai salah satu konvensi Internasional mengenai lingkungan hidup yang paling efektif karena memuat ketentuan mengenai sanksi atas pelanggaran 5. Selain itu, CITES juga memiliki sistem pengaturan mengenai Ekspor atau Impor spesies-spesies terdaftar melalui sebuah Management Authorities. 5 Patricia Birne and Alay Boyle, International Law and the Environment, Oxford University Press, 2002, hal. 625

6 6 Sejauh ini CITES telah mendata dan mendaftarkan lebih dari species 6, yang mencakup sekitar spesies hewan dan spesies tumbuhan. Sebagian dari jumlah species tersebut merupakan species yang hanya hidup di Indonesia. (spesies endemik). Spesies-spesies tersebut diklasifikasikan ke dalam apendiks-apendiks berdasarkan jumlah populasi dan tingkat ancaman terhadap spesies itu sendiri dari kepunahan. Appendiks tersebut digolongkan menjadi : 7 1. Appendiks I mencakup: Appendix I shall include all species threatened with extinction which are or may be affected by trade. Trade in specimens of these species must be subject to particularly strict regulation in order not to endanger further their survival and must only be authorized in exceptional circumstances. Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin dipengaruhi oleh adanya perdagangan. Ketentuan perdagangan atas spesies-spesies yang tercantum di dalam apendiks I CITES harus diatur dengan ketat untuk menjaga kelangsungan hidup spesies tersebut dan hanya dapat diperdagangkan dalam kondisi-kondisi yang dikecualikan. 2. Appendiks II mencakup: (a) all species which although not necessarily now threatened withextinction may become so unless trade in specimens of such species is 6 Muhamad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Grafika Media, Bandung, h Convention on the International Trade of Endangered Species,1973, Pasal II

7 7 subject to strict regulation in order to avoid utilization incompatible with their survival Spesies yang tercantum di dalam apendiks II CITES merupakan spesies yang tingkat ancaman terhadap kepunahannya saat spesies tersebut diklasifikasikan tidak setinggi spesies dalam apendiks I. Spesies-spesies ini dapat menjadi terancam oleh kepunahan apabila perdagangan terhadap spesies tersebut tidak diatur melalui ketentuan yang ketat. Ketentuan yang ketat tersebut ditujukan untuk menghindari pemanfaatan spesies tersebut yang tidak sesuai dengan kebutuhan spesies tersebut untuk bertahan hidup. 3. Appendiks III mencakup : Appendix III shall include all species which any Party identifies as beingsubject to regulation within its jurisdiction for the purpose of preventing or restricting exploitation, and as needing the co-operation of other Parties in thecontrol of trade. Spesies yang diklasifikasikan ke dalam Apendiks III CITES merupakan spesies yang diatur melalui peraturan nasional dengan tujuan untuk menghindari atau melarang terjadinya eksploitasi terhadap spesies tersebut dan mengendalikan perdagangan. CITES dalam pelaksanaannya memberikan pengaturan larangan, keharusan, maupun kebolehan dari negara penandatangan konvensi ini dalam dalam melakukan perdagangan-perdagangan spesies yang terdaftar di dalam apendiks CITES. Pengaturan itu berbeda pada setiap golongan spesies. Dari sebagian besar spesies tersebut, mereka yang tergolong di dalam Appendiks I

8 8 adalah spesies-spesies yang terancam punah dan dilarang menjadi objek di dalam segala jenis perdagangan komersial. Setiap Negara Peserta memiliki hak untuk mereservasi binatang-binatang yang telah diklasifikasikan baik yang termasuk di dalam apendiks I, II, maupun III. Melalui perdagangan, baik perdagangan komersial maupun non-komersial, lingkungan hidup dapat tetap terselamatkan dan menghasilkan keuntungan secara finansial. Namun, pembatasan-pembatasan melalui peraturan yang ada haruslah sesuai dan dijalankan dengan prinsip good governance yang baik dengan di awasi oleh pihak luar 8. Indonesia sebagaimana telah disebutkan merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berlimpah memiliki potensi untuk mendatangkan devisa bagi negara sekaligus melindungi keanekaragaman hayati tersebut dari ancaman kerusakan yang lebih parah, atau bahkan kepunahan. Keunikan dan keanekaragaman hayati di Indonesia seringkali menyebabkan para spesies tersebut menjadi sasaran bagi perdagangan ilegal yang merugikan Negara dan hanya menguntungkan individu saja 9. Pendapatan baik secara finansial maupun ilmiah yang kemungkinan bisa diperoleh oleh Indonesia ini akan sejalan dengan konsep Sustainable Development yang digunakan dalam hukum lingkungan untuk menciptakan sebuah kemajuan bagi masyarakat dari segi finansial dan memberikan kontribusi terhadap lingkungan dengan pengaturan dan pembatasan yang menjaga lingkungan sekitar dan juga menguntungkan negara. 8 Ibid, hal TRAFFIC, What s Driving the Wildlife Trade? A Review of Expert Opinion on Economic and Social Drivers of the Wildlife Trade and Trade Control Efforts in Cambodia, Indonesia, LaoPDR and Vietnam. East Asia and Pacific Region Sustainable Development Discussion Papers. East Asia and Pacific Region Sustainable Development Department, World Bank, Washington, DC,2008.

9 9 Berbagai ketentuan yang telah dibuat belum mampu melindungi satwa langka yang ada,oleh karena itu perlu diteliti tentang penyebab secara hukum yang mengakibatkan kelemahan fungsi hukum itu. Penelitian ini akan difokuskan pada dua masalah yang berkaitan dengan sebab-sebab normatif yang mengakibatkan kelemahan fungsi hukum dan bentuk jalan keluar secara normatif hukum yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan fungsi hukum dari pengaturan yang sudah ada. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan bahwa pokok permasalahan dari skripsi ini adalah: 1. Mengapa peraturan perundang - undangan tentang perlindungan spesies terancam punah atau langka belum berfungsi sebagaimana mestinya? 2. Bagaimanakah seharusnya pengaturan yang diperlukan untuk membuat peraturan perundang-undangan tersebut dapat mewujudkan tujuannya? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Dengan adanya CITES dan peraturan-peraturan lainnya yang merupakan upaya penanggulangan perdagangan ilegal hewan terancam punah yang telah ditetapkan akan ditinjau kembali apakah peraturan-peraturan tersebut dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Apabila tidak berfungsi dengan baik dan tidak cukup mengatasi masalah yang timbul bagaimana seharusnya isi dari peraturan tersebut dan disesuaikan dengan kebutuhan kenyataan norma itu sendiri sehingga

10 10 sesuai antara norma yang berlaku dengan kebutuhan yang diperlukan dalam transaksi hewan langka di Indonesia. 1.4 Orisinalitas Penelitian Peneltian tentang Pengaturan Perlindungan Species Langka Dari Akibat Sindikasi Perdagangan Species Langka dilakukan untuk mengetahui: a. Mengapakah peraturan perundang- undangan tentang perlindungan spesies terancam atau langka belum berfungsi sebagaimana mestinya. b. Bagaimanakah bentuk revisi pengaturan yang diperlukan untuk membuat peraturan perundangan tersebut dapat mewujudkan tujuannya. penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan tujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul berdasarkan atas pendekatan yang bersifat yuridis. Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil penelitian tentang pelaksanaan Pengaturan Perlindungan Species Langka Dari Akibat Sindikasi Perdagangan Species Langka, belum dapat ditemukan adanya tulisan atau hasil penelitian serupa, namun ditemukan beberapa hasil atau tulisan yang hampir memiliki landasan yang sama tentang perlindungan spesies, adapun penelitian yang dimaksud antara lain: No Peneliti dan Judul Penelitian Rumusan Masalah 1 I Wayan Ery Yanata Utama (Unud 2012) Penerapan Sanksi Pidana Penangkapan dan Peniagaan Penyu Hijau 2 I Gusti Made Ariek Dewantara (Unud 2009) Tanggung jawab Pihak Pencemar Dalam 1. Bagaimana penerapan sanksi pidan terhadap pelanggaran penanggapan dan perniagaan penyu hijau 2. Mengapa penyu hijau (Chelonia Mydas) perlu dilindungi 1. Tanggungjawab hukum apakah yang dapat di kenakan kepada pihak pencemar terhadap

11 11 No Peneliti dan Judul Penelitian Rumusan Masalah Pencemaran Limbah Industri Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun I Putu Asmara Francesco Confessa (Unud 2012) Suatu Kajian Tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar ditinjau dari undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar kerusakan lingkungan yang di timbulkan akibat dari limbah industry 2. Upaya Hukum apakah yang dapat ditempuh oleh masyarakat akibat adanya pencemaran limbah industry 1. Bagaimanakah pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilakukan di Indonesia 2. Lembagamanakah yang menetapkan dan bertugas mendokumentasikan, memelihara dan mengelola hasil pengkajian dan penelitian serta pengembangannya. Dengan demikian penelitian yang dilakukan peneliti memiliki kekhususan yang menunjukkan orisinalitas. 1.5 Tujuan Penulisan a. Tujuan umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai aturan yang baik dan cukup dalam mengikat atau mengatur transaksi perdagangan terhadap hewan yang terancam punah dan frekuensi perdagangan ilegal terhadap binatang-binatang terancam punah dalam korelasi tingkat ancaman binatang tersebut dan sejauh mana Undang undang dapat mempengaruhi atau menanggulangi perdagangan ilegal tersebut.

12 12 b. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui apa yang mendukung timbulnya perdagangan ilegal terhadap spesies terancam punah dan pengaruh peraturan perundang undangan dalam melindungi spesies terancam punah ini. 2. Untuk mengetahui bagaimana perdagangan terhadap spesies yang terancam punah dilakukan menurut Hukum Internasional dan apakah peraturan yang berlaku sudah cukup melindungi atau tidak spesies terancam punah tersebut 3. Menganalisis kasus-kasus perdagangan spesies yang terancam punah dan kaitannya dengan Hukum Internasional secara umum serta CITES secara khusus dan penyebab ketentuan-ketentuan tidak berjalan dengan seharusnya. 1.6 Manfaat Penulisan Sementara manfaat dari penulisan ini sendiri adalah: 1. Secara teoritis, penulisan ini memiliki manfaat untuk mengembangkan atau memperkaya teori atau doktrin-doktrin hukum yang sudah ada, khususnya dalam bidang hukum yang menjadi focus penelitian ini yaitu tentang hewan terancam punah dan kaitannya dengan CITES selaku salah satu sumber hukum internasional yang berlaku. 2. Secara praktis, manfaat penulisan ini lebih ditujukan kepada peraturan yang cukup melindungi, mengawasi, dan melarang dalam proses perdagangan hewan langka.

13 Landasan Teoritis Sebagai bahan dalam dasar pembahasan masalah yang diangkat dalam skripsi ini, penulis menggunakan asas-asas hukum internasional dan pandangan para sarjana hukum sebagai landasan pembenaran teoritis tersebut, yaitu: Teori Tujuan Hukum Seperti yang dikemukakan Gustav Radbruch seorang filosof hukum dan seorang legal scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakannya pada era Perang Dunia II. Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga sebagai tujuan hukum Adapun tiga tujuan hukum tersebut adalah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. 10 a. Keadilan Di dalam keadilan terdapat aspek filosofis yaitu norma hukum, nilai, keadilan,moral, dan etika. Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolak ukur sistem hukum positif dan tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum. Hukum tidak memilki tujuan dalam dirinya sendiri. Hukum adalah alat untuk menegakkan keadilan dan menciptakan kesejahteraan sosial. Tanpa keadilan sebagai tujuan awalnya, hukum akan terperosok menjadi alat pembenar kesewenang wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak yang dikuasai. Itulah sebabnya 10 bolmerhutasoit. wordpress. com /2011/10/07/artikel politik hukum tujuan hukum menurut-gustav-radbruch.

14 14 maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya menegakkan keadilan. b. Kepastian Kepastian hukum itu adalah kepastian undang-undang atau peraturan, segalamacam cara, metode dan lain sebagainya harus berdasarkan undang-undang atau peraturan. Di dalam kepastian hukum terdapat hukum positif dan hukum tertu lis.hukum tertulis ditulis oleh lembaga yang berwenang, mempunyai sanksi yang tegas,sah dengan sendirinya ditandai dengan diumumkannya di Lembaga Negara. c. Kemanfaatan Dalam nilai kemanfaatan dapat dilihat bekerjanya hukum tersebut harus efektif dan bermanfaat serta memberi daya guna (utility) bagi masyarakat Teori Hukum Fungsional Roscoe Pound seorang ahli hukum menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban masyarakat karena mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme control sosial, merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja melalui penerapan kekuatan yang dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh lembaga hukum yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. 11 Ia mendefinisikan hukum dengan fungsi utama dalam melakukan kontrol sosial: Hukum adalah suatu bentuk khusus dari kontrol sosial, dilaksanakan melalui badan khusus berdasarkan ajaran yang otoritatif, serta diterapkan dalam konteks 30 Juni diakses tanggal

15 15 dan proses hukum serta administrasi. 12 Pound juga mengatakan bahwa fungsi hukum sebagai alat perekayasa social. Suatu fungsi untuk mengubah masyarakat kearah yang dicita-citakan dengan menggunakan hukum. Dengan demikian, jika ada sesuatu yang ingin dicapai dibuatlah suatu aturan hukum, untuk mengubah suatu tingkah laku/ perilaku ke arah yang dikehendaki Teori Efektivitas Hukum Untuk menjawab permasalahan kedua dalam penelitian ini akan dipergunakan Teori Efektivitas Pelaksanaan Hukum dari Soerjono Soekanto bahwa efektivitas hukum yang dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis, dan berlaku secara filosofis. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum berfungsi dalam masyarakat yaitu (1) Faktor kaidah hukum/peraturan itu sendiri; (2) Faktor petugas/penegak hukum; (3) Faktor sarana atau fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum; (4) Faktor masyarakat atau faktor kebudayaan masyarakat. 13 Berikut ini penjelasan dari Soerjono Soekanto masing-masing faktor: 1. Faktor Hukum Secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantahan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran ini, tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan 12 blogspot. com/2013/11/ tujuan-dan-fungsi-hukum.htm diakses tanggal 30 Juni Soerjono Soekanto, 2004, Op.Cit hal. 8.

16 16 kedamaian pergaulan hidup. Mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, Hal itu di ungkapan sebagai berikut. a) Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan. b) Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan (teori kekuasaan) atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat. c) Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai posistif yang tertinggi 14 Kalau dikaji lebih dalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah hukum harus memenuhi ketiga macam unsur di atas, sebab apabila tidak: (1) Bila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu merupakan kaidah mati; (2) Kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa; (3) Apabila hanya berlaku secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicitacitakan (ius constituendum). Berdasarkan penjelasan di atas, tampak betapa rumitnya persoalan efektifitas hukum di Indonesia. Oleh karena itu agar suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-benar berfungsi, senantiasa dapat dikembalikan pada empat faktor yang telah disebutkan. 14 Ibid, hal

17 17 2. Faktor Penegak Hukum Pengertian dari istilah penegakan hukum demikian luas karena mencakup baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam hal penegakan hukum. Menurut Soerjono Soekanto bahwa: Penegak hukum pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum tidak hanya mencakup law enforcement akan tetapi pula peace maintenance kalangan itu mereka yang bertugas di bidang bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan pemasyarakatan. 15 Oleh karena itu yang di maksud penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, sebab menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya, di dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum petugas seyogianya harus memiliki suatu pedoman, di antaranya peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugas-tugasnya. Di dalam hal penegakan hukum dimaksud, kemungkinan petugas penegak hukum menghadapi hal-hal sebagai berikut. a) Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang ada? b) Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan? c) Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat? d) Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya. 16 Jakarta, hal Soerjono Soekanto IV, Ibid, hal H. Abdulmanan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana Pressnada Media,

18 18 3. Faktor Sarana/Fasilitas Fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin ketik yang cukup baik, bagaimana petugas dapat membuat berita acara mengenai suatu kejahatan. Bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Kalau peralatan dimaksud sudah ada, faktor-faktor pemeliharaannya juga memegang peran yang sangat penting. Memang sering terjadi bahwa suatu peraturan yang semula bertujuan untuk memperlancar proses, malahan mengakibatkan terjadinya kemacetan. Mungkin ada baiknya ketika hendak menerapkan suatu peraturan secara resmi ataupun memberikan tugas kepada petugas, dipikirkan mengenai fasilitas-fasilitas yang berpatokan kepada: (1) apa yang sudah ada, dipelihara terus agar setiap saat berfungsi; (2) apa yang belum ada, perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka waktu pengadaannya; (3) apa yang kurang, perlu dilengkapi; (4) apa yang telah rusak, diperbaiki atau diganti; (5) apa yang macet, dilancarkan; (6) apa yang telah mundur, ditingkatkan. 4. Faktor Masyarakat Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. Yang dimaksud di sini adalah kesadaran untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

19 19 merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat diungkapkan sebagai berikut. 1) Apabila derajat kepatuhan terhadap peraturan rambu-rambu lalu lintas adalah tinggi maka peraturan lalu lintas dimaksud, pasti akan berfungsi, yaitu mengatur waktu penyeberangan pada persimpangan jalan. Oleh karena itu, bila rambu-rambu lintas warna kuning menyala, para pengemudi diharapkan memperlambat laju kendaraannya. Namun bila terjadi sebaliknya, kendaraan yang di kemudikan di percepat lajunya atau tancap gas besar kemungkinan akan terjadi tabrakan. 2) Bagi orang Islam Indonesia termasuk warga masyarakat Islam yang mendiami Kota Palu, tahu dan paham tentang Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang dimaksud, lahir dari adanya ajaran Islam yang mewajibkan berzakat bagi setiap muslim yang mempunyai penghasilan, baik penghasilan dari pekerjaan profesi sebagai pegawai negeri, pejabat structural, maupun pejabat fungsional. Namun demikian, masih ditemukan pegawai negeri sipil dimaksud, mengeluarkan zakatnya tanpa melembaga. Artinya orang Islam dimaksud, memerikan zakat kepada orang yang dianggap berhak menerimanya. Padahal baik peraturan perundang-undangan maupun ajaran Islam (Aquran) menghendaki agar zakat dikeluarkan melalui lembaga amil zakat. Sebab, salah satu fungsi sosial zakat adalah

20 20 pemenuhan hak bagi delapan golongan yang berhak menerima zakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. 17 Berdasarkan dua contoh di atas, persoalan adalah (1) Apabila peraturan baik, tetapi warga masyarakat tidak mematuhinya, faktor apakah yang menyebabkannya? (2) Apabila peraturan itu baik serta petugas cukup berwibawa, fasilitas cukup, mengapa masih ada yang tidak mematuhi peraturan perundangundangan? Selain masalah-masalah di atas, masih ada persoalan lain, yaitu adanya suatu asumsi yang menyatakan bahwa apabila semakin besar peran sarana pengendalian sosial selain hukum seperti agama dan adat istiadat, semakin kecil peran hukum. Seperti halnya peraturan yang mengatur tentang specis langka mempunyai peran yang sangat besar terhadap pelanggaran/perdagangan species langka. Oleh karena itu, hukum tidak dapat dipaksakan keberlakuannya di dalam segala hal, selama masih ada sarana lain yang ampuh. Hukum hendaknya dipergunakan pada tingkat yang terakhir bila sarana lainnya tidak mampu lagi untuk mengatasi masalah. Terkait dengan hal tersebut perlu diungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesadaran masyarakat terhadap hukum, yaitu (1) Penyuluhan hukum yang teratur; (2) Pemberian teladan yang baik dari petugas dalam hal kepatuhan terhadap hukum dan respek terhadap hukum; (3) Pelembagaan yang terencana dan terarah. 17 Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Hukum Dalam Masyarakat Perkembangan dan Masalah, Banyumedia Publisihng, Malang, hal.162

21 21 5. Faktor Kebudayaan Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatupadu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau nonmateriil. Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan), maka hukum mencakup struktur, subtansi, dan kebudayaan. Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut umpamanya, mencakup tatanan lembagalembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajiban dan seterusnya, substansi mencakup isi norma-norma hukum beserta perumusannya maupun cara untuk menegakkan yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan. Hal itulah yang akan menjadi pokok pembicaraan di dalam bagian mengenai faktor kebudayaan ini. Pasangan nilai yang berperanan dalam hukum adalah sebagai berikut : 1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman, 2. Nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan, 3. Nilai kelanggengan/ konservatisme dan nilai kebaruan/ inovasitisme.

22 22 Di dalam keadaaan sehari-hari maka nilai ketertiban biasanya disebut dengan keterikatan atau disiplin sedangkan nilai ketentraman merupakan suatu kebebasan. Secara Psikologis keadaan tenteram ada bila seorang tidak merasa khawatir, tidak merasa diancam dari luar, dan tidak terjadi konflik bathiniah. Pasangan nilai-nilai tersebut yaitu ketertiban dan ketentraman, dimana kedua hal tersebut sebenarnya sejajar dengan nilai kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Di dalam bidang tata hukum maka bidang hukum publik (seperti misalnya hukum tata negara, hukum administrasi negara dan hukum pidana) harus mengutamakan nilai ketertiban dan dengan sendirinya merunut nilai kepentingan umum. Akan tetapi di dalam bidang hukum perdata (misalnya hukum pribadi, hukum harta kekayaan, hukum keluarga, dan hukum waris), maka nilai ketentraman lebih diutamakan. Hal ini berarti bahwa di dalam hukum publik nilai ketenteraman boleh diabaikan, sedangkan di dalam hukum perdata nilai ketertiban sama sekali tidak diperhatikan. Pasangan nilai ketertiban dan nilai ketenteraman, merupakan pasangan nilai yang bersifat universal; mungkin keserasiannya berbeda menurut keadaan masing-masing kebudayaan, di mana pasangan nilai tadi diterapkan. 1.8 Metode Penulisan Dalam rangka memperoleh, kemudian mengumpulkan serta menganalisa setiap sumber hukum, tentunya dibutuhkan suatu metode dengan tujuan agar suatu karya tulis ilmiah mempunyai susunan yang sistematis, terarah dan konsisten. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

23 23 a. Jenis penelitian Dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan pendekatan yuridis normatif. Permasalahan dibahas berlandaskan pada peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku terkait dengan pengaturan perlindungan species langka dari akibat sindikasi perdagangan spesies langka. b. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitiian normatif ada beberapa macam yaitu: pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan perbandingan, dan perdekatan konsetual. Dalam penulisan ini akan menggunakan beberapa jenis pendekatan yaitu, pendekatan perundang-undangan berkaitan peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku mengatur perlindungan species langka dari akibat sindikasi perdagangan species langka. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual yaitu dengan beranjak dari pandanganpandangan dan dokrin-dokrin yang berkembang di dalam ilmu hukum terkait dengan perlindungan species langka dari akibat sindikasi perdagangan species langka. Dengan memperlajari pandagangan dan doktrin di dalam ilmu hukum peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. c. Sumber Bahan Hukum Pembahasan dalam penulisan ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. 18 Dalam penulisan ini yang digunakan adalah undang-undang: 18 Amiruddin & Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 31

24 24 a) Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, b) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, LN. No. 14 tahun 1999, TLN No.3803 c) PP nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Hewan, LN No. 15 tahun 1999, TLN No d) Keputusan Menteri Kehutanan No: 62/kpts-II/1998 tentang Tata Usaha peredaran tumbuhan dan Satwa Liar e) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.104/kpts-II/2000 tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar dan Menangkap satwa Liar f) fatwa No.4 tahun 2014 tentang Perlindungan Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem Bahan hukum primer yaitu bahan yang memberikan penjelesan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum, buku literatur dibidang hukum perlindungan species. Bahan hukum sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan, yaitu dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, yang fungsi untuk melakukan klarifikasi dan justifikasi ilmiah. Studi kepustakaan adalah merupakan penelahaan peraturan perundangundnagan yang terkait serta buku-buku atau literatur sebagai bahan bacaan. Menurut Burhan Ashshofa, kepustakaan adalah research yang dilakukan di

25 25 perpustakan-perpustakaan, arsip-arsip, musiun dan lain-lain, dimana penelitiannya memiliki nilai kristisme tinggi. 19 d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dilakukan dengan sistem kartu (card system), yaitu meneliti literatur dan peraturan perundang-undnagan yang masih berlaku dan ada kaitannya dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini, kemudian dicatat dalam kertas lepas dengan mencantumkan nama pengarang, tahun terbit, judul buku, nama penerbit, dan nomor halaman yang dikutif. 20 e. Teknik Pengolahan dan Analisis Sumber Hukum Dari bahan-bahan hukum yang berhasil dikumpulkan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan tehnik diskripsi, interpretasi, argumentasi, evaluasi dan sistimatisasi. Pengertian masing-masing tehnik analisis dimaksud sebagai berikut: a. Deskripsi yaitu memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder secara apa adanya. b. Tehnik interprestasi adalah berupa penggunan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum, terutama penafsiran historis dan penafsiran kontekstualnya. c. Tehnik argumentasi, yaitu berupa penilaian yang didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. 19 Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, hal Setyo Yuwono Sudikni, 1983, Pengantar Penyusunan Karya Ilmiah, Aneka Ilmu Jakarta, hal. 37

26 26 d. Tehnik evaluasi, yaitu penilaian tepat atau tidak tepat, benar atau salah, sah atau sah terhadap suatu pandangan atau proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan baik yang tertera dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. e. Sistematisasi artinya pemaparan terhadap hubungan hierarkis antara aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan pada skripsi ini. Disamping itu, antara bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder tidaklah kontradiksi. 21 Denpasar, h.76 21, 2009, Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,

27 27

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal KEDUDUKAN CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) SEBAGAI SALAH SATU KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP YANG MENGATUR PERDAGANGAN SPESIES LANGKA Oleh Deby Dwika Andriana

Lebih terperinci

Oleh A.A. Alit Mas Putri Dewanti Edward Thomas Lamury Hadjon Program Kekhususan Hukum Internasional ABSTRACT

Oleh A.A. Alit Mas Putri Dewanti Edward Thomas Lamury Hadjon Program Kekhususan Hukum Internasional ABSTRACT PENGATURAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN SPESIES LANGKA BERDASARKAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA (CITES) ABSTRACT Oleh A.A. Alit Mas Putri Dewanti Edward

Lebih terperinci

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA Oleh A.A. Istri Agung Kemala Dewi Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman jenis satwa seperti jenis

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman jenis satwa seperti jenis 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman jenis satwa seperti jenis burung, mamalia dan lainnya, Namun di balik keragaman satwa yang dimiliki Indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang sangat indah dan beragam, yang terlihat pada setiap penjuru pulau di Indonesia banyak

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 14 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 3) C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, jumlah populasi manusia semakin meningkat. Di Indonesia kepadatan penduduknya mencapai 200 juta jiwa lebih. Kebutuhan akan tempat dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakaukan perbuatan pidana atau tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

Transnational Organized Crime (TOC)

Transnational Organized Crime (TOC) Hukum di Indonesia untuk Melindungi Satwa Liar Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan IPB Transnational Organized Crime (TOC) Terorisme Penyelundupan senjata Narkoba Kejahatan dunia maya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Hardjasoemantri, Koesnadi.1995.Hukum Perlindungan Lingkungan: Koservasi

DAFTAR PUSTAKA. Hardjasoemantri, Koesnadi.1995.Hukum Perlindungan Lingkungan: Koservasi DAFTAR PUSTAKA Buku: Hardjasoemantri, Koesnadi.1995.Hukum Perlindungan Lingkungan: Koservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Mangunjaya, Fachruddin M.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PASAL 21 AYAT (2) Jo PASAL 40 AYAT (2) UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI

IMPLEMENTASI PASAL 21 AYAT (2) Jo PASAL 40 AYAT (2) UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI 1 IMPLEMENTASI PASAL 21 AYAT (2) Jo PASAL 40 AYAT (2) UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI (Studi di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERTUKARAN JENIS TUMBUHAN ATAU SATWA LIAR DILINDUNGI DENGAN LEMBAGA KONSERVASI DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal 44.

BAB I PENDAHULUAN. Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal 44. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Wacana lingkungan hidup dan pelestarian alam dewasa ini merupakan salah satu isu penting di dunia Internasional, tapi pembahasan mengenai lingkungan cenderung

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA

BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA ABSTRAK: Oleh : Kadek Nicky Novita I Gst. Ngr. Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Administrasi Negara/ Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan hewani (satwa) yang bersama - sama dengan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh generasi sekarang tetapi juga dimiliki oleh generasi akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh generasi sekarang tetapi juga dimiliki oleh generasi akan datang. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan yang merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, selain sebagai sistem penyangga kehidupan, juga memberi kesejahteraan bagi umat manusia. Sebagai sistem penyangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Ekspor. Barang Dilarang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/7/2012 TENTANG BARANG DILARANG EKSPOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN/KOTA Dl PROPINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PENGATURAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI DI INDONESIA DAN DI AUSTRALIA DIKAITKAN DENGAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

Lebih terperinci

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8. PENGANTAR PENULIS Indonesia menempati urutan ke dua di dunia, dalam hal memiliki keragaman flora dan fauna dari 17 negara paling kaya keragaman hayatinya. Brasil adalah negara terkaya dengan hutan Amazonnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN / KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015. Kata kunci: Perlindungan hukum, hewan lindung.

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015. Kata kunci: Perlindungan hukum, hewan lindung. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HEWAN LINDUNG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 1 Oleh: Yesika Liuw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana hambatan-hambatan dalam perlindungan

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1)

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) A. SOSIOLOGI HUKUM 1. Pemahaman Dasar Sosiologi Hukum Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta suatu keamanan dan suatu kerukunan, yang mana tiap-tiap individu di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara, digariskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Hukum. Dengan demikian, segala

Lebih terperinci

IUCN Merupakan singkatan dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources sering juga disebut dengan World Conservation Union adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN O L E H Puteri Hikmawati, SH., MH. Novianti, SH., MH. Dian Cahyaningrum, SH., MH. Prianter Jaya Hairi, S.H., L.LM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN, PENGENDALIAN SERTA PEMANFAATAN TUMBUHAN DAN SATWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan, negara Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA - 1 - BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Environmental Law Enforcement in Accordance With the Act Number 32, 2009 regarding

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa warisan budaya Bali merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan dimana kedudukan itu

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci