BAB II KAJIAN PUSTAKA. Otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam konteks

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam konteks"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Otonomi sekolah Otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat urgen dalam konteks pengembangan suatu institusi. Otonomi menunjukkan sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri tanpa adanya tekanan atau intervensi dari yang lain. Dalam konteks kehidupan suatu institusi otonomi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu serta mampu menghadapi dan memecahkan masalah yang ada. Otonomi secara etimologi berasal dari kata autos yang berarti sendiri, dan nomos yang berarti aturan, Jadi otonomi dapat diartikan mengatur sendiri, otonomi juga bisa diartikan kebebasan atau kemerdekaan. Sekolah artinya tempat untuk melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar. Jadi Otonomi Sekolah adalah merupakan kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sekolah dan stakeholder lainnya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip yang harus dipegang dalam pelaksanaan otonomi sekolah adalah mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran sendiri, baik dari segi keuangan, sarana prasarana maupun Kepentingan/kebutuhan pendidikan yang lain. Wujud pemberian kesempatan bagi sekolah harus dipertanggungjawabkan kepada yang memberi wewenang, masyarakat terutama kepada Tuhan YME. Undang-undang no. 22 tahun 1999 yang dirubah dengan Undang-undang no. 32 tahun 2004 tentang otonomi Daerah adalah sebagai landasan diberlakukannya Otonomi Daerah di seluruh Indonesia. Dengan demikian imbasnyapun sampai terasa di sekolah-sekolah. Adapun kemasan otonomi sekolah itu terlintas sebagai berikut : a) Terhadap RAPBS terbuka mulai tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, untuk diprogram

2 dilaksanakan, dikaji dan dikritisi dengan bukti autentik bahkan pembukuannyapun harus transparan, b) Program Sekolah harus dibuat, dilaksanakan, dan dikritisi oleh Kepala Sekolah sendiri, guru, orang tua siswa, Komite, Pengurus Sekolah bahkan oleh Stakeholder yang lain, c) program Komite Sekolah harus dibuat, dilaksanakan, juga dikritisi dan harus selalu dipampang untuk ditunjukkan dan dievaluasi oleh masyarakat sekolah. Dampak Otonomi Sekolah adalah a) tercipta Suasana kondusif, enovatif dan berkesinambungan, b) selalu terjadi konsepsional kinerja ke depan, c) tidak menunggu perintah atau ultimatum jajaran lintas kependidikan, d) bebas dalam koridor prinsip kependidikan, e) masyarakat ikut merasa memiliki sekolah, f) ada semangat yang tinggi dalam kompetisi tingkat kelas, maupuan sekolah, g) hubungan antar orang tua siswa makin akrab dan harmonis, h) termotivasi untuk memprogram kelas unggulan, i) wali murid dan Komite Sekolah berhak ikut urun rembug dalam menentukan tenaga-tenaga yang profesional di sekolah, j) tercipta upaya kebersamaan, tanggung jawab antar pilar pendidikan (PAKEM, transparansi managemen, otonomi sekolah dan PSM) sebagai bagian akuntabilitas sekolah. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa otonomi menunjukkan suatu keadaan yang mandiri dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan potensi yang dimiliki dan mampu melaksanakan kegiatan secara bertanggung jawab. B. Pembiayaan Pendidikan di Sekolah Menurut Natajaya (2011:3) bahwa biaya didefinisikan sebagai nilai besar dana yang diperkirakan perlu disediakan pada proyek kegiatan tertentu (Gaffar.1987). Sehubungan dengan pengertian biaya tersebut, maka pembahasan biaya pendidikan akan mengacu kepada dimensi penerimaan dan dimensi alokasi dana. Dimensi penerimaan terkait dengan beberapa sumber biaya pendidikan dari pemerintah, masyarakat, dan orang tua murid. Dimensi alokasi menyangkut dimensi pendistribusian anggaran untuk menunjang berbagai program dan kegiatan pendidikan.

3 Sofa (2008:1) bahwa pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbananpengorbanan yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional, melekat pada proses produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak demikian, maka pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai pemborosan. Ramli (2009:1) menjelaskan bahwa pembiayaan sering disebut juga dengan keuangan atau budgeting. Di dalam pengertian umum keuangan, kegiatan pembiayaan meliputi tiga hal yaitu: 1) Budgeting (penyusunan anggaran) 2) Acounting (pembukuan) 3) Auditing (pemeriksaan) Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 10, menjelaskan bahwa standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Ayat 12 menyatakan biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Mengacu pada pasal-pasal dan ayat-ayat dalam PP SNP yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan seperti disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun biaya pendidikan itu terdiri dari biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal, namun standar pembiayaan pendidikan difokuskan pada biaya operasi pendidikan yang adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan Pengertian Standar Pembiayaan Pendidikan dapat ditelusuri dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP). Bab IX Standar Pembiayaan dalam PP SNP menyebutkan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya

4 investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Anggi (2012:5) mengemukakan bahwa biaya merupakan elemen yang sangat penting walaupun bukan satu-satunya komponen yang paling penting. Bagaimanapun bagusnya rancangan kurikulum, matangnya perencanaanpendidikan, akan tetapi ketika sampai pada tahap operasional dan terbentur adanya keterbatasanbiaya maka perencanaan yang bagus tersebut kurang memiliki makna yang berarti, bahkan mungkin program pendidikan yang direncanakan sulit terealisasikan. Secara umum pembiayaan pendidikan adalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan terdapat saling keterkaitan pada setiap komponennya, yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro (nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaanpendidikan, sistem dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya, akuntabilitas hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran, khususnya sekolah, dan permasalahan-permasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan pendidikan, sehingga diperlukan studi khusus untuk lebih spesifik mengenal pembiayaan pendidikan ini. Anggi (2012:4) mengemukakan bahwa terminologi administrasi keuangan, khususnya adminsitrasi keuangan bidang pendidikan, dibedakan antara biaya (cost) dan pembelanjaan (expenditure). Biaya (cost) adalah nilai besar dana yang diprakirakan perlu disediakan untuk membiayai kegiatan tertentu, misalnya kegiatan akademik, kegiatan kesiswaan, dan

5 sebagainya. Sedangkan pembelanjaan (expenditure) adalah besar dana riil yang dikeluarkan untuk membiayai unit kegiatan tertentu, misalnya kegiatan praktikum siswa. Oleh karena itu, seringkali muncul adanya perbedaan antara biaya yang dianggarkan dengan pembelanjaan riil. Secara bahasa biaya (cost) dapat diartikan pengeluaran, dalam istilah ekonomi, biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Dan biaya pendidikan. Biaya pendidikan merupakan hal yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah). Setiap upaya pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan. Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan uang). Sofa (2008:3) mengemukakan bahwa sekolah sebagai produsen jasa pendidikan, seperti halnya pada bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang sama, yaitu biaya produksi, tetapi ada beberapa kesulitan khusus mengenai penerapan perhitungan biaya ini. Hallack (dalam Sofa (2008:3) mengemukakan tiga macam kesulitan, yaitu berkenaan dengan (1) definisi produksi pendidikan, (2) identifikasi transaksi ekonomi yang berhubungan dengan pendidikan, dan (3) suatu kenyataan bahwa pendidikan mempunyai sifat sebagai pelayanan umum. Biaya pendidikan dapat dikategorikan dalam beberapa cara, antara lain biaya ini dikategorikan atas (1) biaya langsung dan biaya tidak langsung, (2) biaya sosial dan

6 biaya privat, dan (3) biaya moneter dan biaya non-moneter. Dilihat dari luasnya, analisis pengeluaran pendidikan dapat dilakukan secara keseluruhan dan secara mikro. Studi biaya pendidikan secara keseluruhan atau nasional menyangkut (1) biaya pendidikan dan produk domestik bruto, dan (2) unsur-unsur biaya pendidikan. Analisis biaya secara mikro, adalah analisis biaya pada tingkat lembaga, yaitu pada tingkat distrik/yayasan dan pada tingkat satuan pendidikan Asrori (2011:4) mengemukakan bahwa hal paling krusial yang dihadapi pendidikan kita adalah masalah pembiayaan/keuangan, karena seluruh komponen pendidikan di sekolah erat kaitannya dengan komponen pembiayaan sekolah. Meskipun masalah pembiayaan tersebut tidak sepenuhnya berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan, namun pembiayaan berkaitan dengan sarana-prasarana dan sumber belajar. Berapa banyak sekolahsekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya masalah keuangan, baik untuk menggaji guru maupun untuk mengadakan sarana dan prasarana pembelajaran. Dalam kaitan ini, meskipun tuntutan reformasi adalah pendidikan yang murah dan berkualitas, namun pendidikan yang berkualitas senantiasa memerlukan dana yang cukup banyak. Pembiayaan pendidikan terkait dengan efisiensi dan efiktifitas, sekolah harus mampu memenej keuangan yang ada sehingga dapat menghindari penggunaan biaya yang tidak perlu. Efektifitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi, program kegiatan tidak hanya dihitung berdasarkan biaya tetapi juga waktu, dan amat penting menseleksi penggunaan dana operasional, pemeliharaan, dan biaya lain yang mengarah pada pemborosan. Menurut Bobbit (Asrori (2011:4), bahwa sekolah secara mandiri dan berkewenangan penuh menata anggaran biaya secara efisien, karena jumlah enrollment akan menguras sumber-sumber daya dan dana yang cukup besar.

7 Konsep manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya menampilkan konsep pengelolaan anggaran pendidikan dengan tujuan untuk menjawab persoalan bagaimana mendayagunakan sumber-sumber pembiayaan yang relatif kecil dan terbatas itu secara efektif dan efisien, bagaimana mengembangkan sumber-sumber baru pembiayaan bagi pembangunan pendidikan, agar tujuan pendidikan tercapai secara optimal. Kondisi dana yang sangat terbatas dan sekolah dihadapkan kepada kebutuhan yang beragam, maka sekolah harus mampu membuat keputusan dengan berpedoman kepada peningkatan mutu. Manakala sekolah memiliki rencana untuk mengadakan perbaikan suasana dan fasilitas lain seperti memperbaiki pagar sekolah atau memperbaiki sarana olah raga. Tetapi pengaruhnya terhadap peningkatan mutu proses belajar mengajar lebih kecil dibanding dengan pengadaan alat peraga atau laboratorium, maka keputusan yang paling efisien adalah mengadakan alat peraga atau melengkapi laboratorium. Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya akan ditentukan oleh ketepatan di dalam mendayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu prestasi belajar siswa.9 Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) merupakan suatu rancangan pembiayaan pendidikan di sekolah dalam rangka mengatur dan mengalokasikan dana pendidikan yang ada sumbernya dan sudah terkalkulasi jumlah dan besarannya baik yang merupakan dana rutin bantuan dari pemerintah berupa Dana Bantuan Operasional atau dana lain yang berasal dari sumbangan masyarakat atau orang tua siswa. Asrori (2011:4) berpendapat bahwa merancang dan menyususn Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya masalah efektivitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi. Efektivitas pembiayaan merupakan faktor penting yang senantiasa diperhitungkan bersamaan dengan efisiensi, artinya suatu program kegiatan tidak hanya menghitung waktu yang singkat tetapi tidak

8 memperhatikan anggaran yang harus dikeluarkan seperti biaya operasional dan dana pemeliharaan sarana yang mengarah pada pemborosan. Jadi dalam hal ini Kepala Sekolah bersama-sama guru dan Komite Sekolah dalam menentukan anggaran pembelajaran harus berdasarkan kebutuhan yang riil dan benar-benar sangat dibutuhkan untuk keperluan dalam rangka menunjang penyelenggaraan proses pembelajaran yang bermutu C. Otonomi sekolah dalam Pembiayaan Pendidikan Otonomi sekolah dalam pembiayaan pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat prinsipil untuk dilaksanakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi sekolah menuju sekolah yang mandiri. Pengembangan otonomi sekolah sangat memerlukan dukungan dari berbagai pihak terutama kepala sekolah sebagai leader di sekolah. Lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009 Tanggal 5 Oktober 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi: a) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, b) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan c) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya Anggi (2012:2) mengemukakan bahwa dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan ditingkat

9 sekolah merupakan aggregate biaya pendidikan tingkat sekolah baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikerluarkan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan per murid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standard an dapat dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Disamping itu, juga dapat menjadi penilaian bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan. Dalam menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro. Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudia dibagi jumlah murid. Pendekatan mikro perhitungan biayanya didasarkan alokasi pengeluaran perkomponen pendidikan yang digunakan oleh murid. Menurut Anggi (2012:5) bahwa pembiayaan pendidikan yang dapat menjadi acuan pelaksanaan otonomi sekolah dalam pembiayaan sekolah atau madrasah terdiri atas: 1). Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung Dalam teori dan praktek pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro, dikenal bebarapa kategori biaya pendidikan. Pertama, biaya langsung (direct cost) dan

10 biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah segala pengeluaran yang secara langsung menunjang penyelenggaraanpendidikan. Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua maupun siswa sendiri. Biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak secara langsung menunjang prosespendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi di sekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan, dan harga kesempatan (opportunity cost). 2). Biaya Pribadi dan Biaya Sosial Biaya pribadi (private cost) dan biaya sosial (social cost). Biaya pribadi adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau pengeluaran rumah tangga. Biaya social adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan, baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Dalam konteks ini, biaya pendidikan mencakup semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang). Misalnya, iuran siswa adalah biaya, demikian juga sarana fisik, buku-buku pelajaran juga merupakan biaya. Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur. Anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Adapun pengeluaran sekolah dapat dikategorikan dalam beberapa item, yaitu:

11 pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran, pengeluaran untuk tata usaha sekolah, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, kesejahteraan pegawai, administrasi, pembinaan teknis edukatif dan pendataan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 pasal 62 menyebutkan bahwa: a) pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal, b) biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap, c) biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengukuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, dan d) biaya operasional satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; bahan atau peralatan habis pakai; dan biaya operasipendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. 3). Biaya Rutin dan Biaya Modal Secara umum, pembiayaan pendidikan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu; (1) biaya rutin (recurring cost) dan biaya modal (capital cost). Recurring cost pada intinya mencakup keseluruhan biaya operasional penyelenggaraaan pendidikan, seperti biaya administrasi, pemeliharaan fasilitas, pengawasan, gaji, biaya untuk kesejahteraan, dan lainlain. Sementara, capital cost atau sering pula disebut biaya pembangunan mencakup biaya untuk pembangunan fisik, pembelian tanah, dan pengadaan barang-barang lainnya yang didanai melalui anggaran pembangunan. Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai). Sementara biaya pembangunan,

12 misalnya, biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain unutk barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme. Akumulasi biaya dibagi jumlah siswa akan diketahui besarnya biaya satuan (unit cost). Unit cost yang dimaksud di sini adalah unit cost per siswa. Unit cost per siswa memiliki empat makna. Pertama, unit cost per siswa dilihat dari aspek recurring cost. Kedua, unit cost per siswa dilihat dari aspek capital cost. Ketiga, unit cost per siswa dilihat dari akumulasi atau perjumlahan dari recurring cost dengan capital cost. Keempat, unit cost per siswa dilihat dari recurring cost, capital cost, dan seluruh biaya yang dikeluarkan langsung oleh siswa untuk keperluan pendidikannya. Dengan demikian, secara sederhana biaya satuan per siswa yang belajar penuh (unit cost per full time student) tidak sulit dihitung. Perhitungannya dilakukan dengan menambahkan seluruh belanja atau dana yang dikeluarkan oleh isntitusi (total institution expenditures) dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan dibagi dengan jumlah siswa reguler (full time student) dalam tahun tertentu, termasuk biaya yang mereka keluarkan untuk keperluannya sendiri dalam menjalani pendidikan. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa otonomi sekolah dalam pembiayaan pendidikan mengacu pada kemampuan sekolah dalam membuat perencanaan keuangan yang baik mengacu pada berbagai kebutuhan yang diperlukan bagi operasionalisasi pendidikan di sekolah.

13

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN I. UMUM Pengaturan mengenai pendanaan pendidikan dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49,

Lebih terperinci

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKANN

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKANN TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ADMINISTRASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AXIOLOGI DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKANN Namaa NPM Kelas Dosen : Pipin Piniman : 82321314086

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Karenanya, pendidikan tidak boleh dianggap sepele karena dengan pendidikan harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Biaya pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Biaya

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN PENGERTIAN MANAJEMEN KEUANGAN. Kegiatan pengelolaan keuangan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan

MANAJEMEN KEUANGAN PENGERTIAN MANAJEMEN KEUANGAN. Kegiatan pengelolaan keuangan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan MANAJEMEN EUANGAN Pendidikan tidak terlepas dari kebutuhan dana untuk mendukung terselenggaranya program pendidikan secara efektif dan efisien Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam segala aktivitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan (di sekolah).

Lebih terperinci

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL No. Dok: LPM.10 No. Rev : 0 Berlaku: Januari 2018 Hal : 1/ 13 INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL No. Dok: LPM.10 No. Rev : 0 Berlaku: Januari 2018 Hal : 2/ 13 BAB I VISI dan MISI A. Visi ISTA Visi Institut

Lebih terperinci

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2017 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Kampus ITS Sukolilo-Surabaya 60111 Telp: (031) 5994418 http://www.its.ac.id STANDAR MUTU SPMI (Quality

Lebih terperinci

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SM SPMI Hal : 1/10 1 Judul STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK-SPMI SM 07 SUMEDANG 2016 SM SPMI Hal : 2/10 2 Lembar Pengendalian STANDAR

Lebih terperinci

HAND OUT : MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH : AP 408 : PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN

HAND OUT : MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH : AP 408 : PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN HAND OUT MATA KULIAH : MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH : AP 408 BOBOT SKS : 3 (TIGA) SEMESTER : IV (EMPAT) PERTEMUAN : 1 dan 2 MATERI : PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN A. Konsep Pembiayaan Pendidikan

Lebih terperinci

12. Pengelolaan Efisiensi dan efektivitas pembiayaan pendidikan

12. Pengelolaan Efisiensi dan efektivitas pembiayaan pendidikan 12. Pengelolaan Efisiensi dan efektivitas pembiayaan pendidikan Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen madrasah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di madrasah. Sebagaimana yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue

BAB II KAJIAN TEORI. dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan Pendidikan 1. Pengertian Biaya Menurut Supriyono (2000:16), biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan

Lebih terperinci

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI-UNDIP SM 04 12 SEMARANG 2O16 Standar Pembiayaan Sistem Penjaminan Mutu Internal Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dana Pendidikan 2.1.1 Pengertian Dana Pendidikan Menurut Mulyasa (2011:167) menyatakan bahwa dana merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Sekolah sebagai salah satu unit operasional pendidikan memerlukan dana untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah faktor penting untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan sarana strategis guna peningkatan mutu sumber

Lebih terperinci

VISI DAN MISI POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

VISI DAN MISI POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG Halaman : 1 dari 7 VISI DAN MISI POLITEKNIK KESEHATAN Visi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Yang Profesional, Unggul dan Mandiri Pada Tahun 2025 Misi 1.

Lebih terperinci

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) VISI PENDIDIKAN NASIONAL Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor yang secara signifikan mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu pembangunan pendidikan memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

STANDAR NON AKADEMIK UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA TAHUN JAKARTA

STANDAR NON AKADEMIK UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA TAHUN JAKARTA STANDAR NON AKADEMIK UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA TAHUN 2007 2012 JAKARTA 2007 KATA PENGANTAR Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (UAJ) adalah sebuah universitas swasta yang didirikan pada tahun 1960

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manusia ( SDM ) yang lebih penting dari investasi modal fisik. Pendidikan memberikan sumbangan yang amat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Akuntansi Sektor Publik. sama sektor publik dan swasta. berguna untuk pengambilan keputusan.

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Akuntansi Sektor Publik. sama sektor publik dan swasta. berguna untuk pengambilan keputusan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Menurut Indra Bastian (2010:3) akuntansi sektor publik dapat didefinisikan sebagai : Mekanisme teknis dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebijakan pendanaan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebijakan pendanaan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terdapat dua agenda penting pemerintah berkenaan dengan bidang pendidikan, yaitu; peningkatan mutu Pendidikan Nasional dan pemerataan kesempatan memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, perubahan dan tututan masyarakat 2. Pendidikan yang diyakini

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, perubahan dan tututan masyarakat 2. Pendidikan yang diyakini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sekarang ini, seringkali diklaim kurang mampu menjawab tantangan, perubahan dan tututan masyarakat 2. Pendidikan yang diyakini oleh para ahli menyimpan

Lebih terperinci

Standar Pembiayaan STIKES HARAPAN IBU

Standar Pembiayaan STIKES HARAPAN IBU Standar Pembiayaan STIKES HARAPAN IBU Halaman 2 dari 5 STANDAR PEMBIAYAAN STIKES HARAPAN IBU KODE DOKUMEN : STD.MT.NON AK. 03/004/2017 REVISI : 0 TANGGAL : 7 Maret 2017 DIAJUKAN OLEH : Ketua Lembaga Penjaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional bertumpu pada tiga tema, yaitu : 1. Pemerataan dan perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. nasional bertumpu pada tiga tema, yaitu : 1. Pemerataan dan perluasan akses. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu pilar pokok pembangunan pendidikan di Indonesia. Kebijakan pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Upaya-upaya tersebut

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN DI SDN 2 MILANGODAA DI KECAMATAN POSIGADAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN

PENGELOLAAN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN DI SDN 2 MILANGODAA DI KECAMATAN POSIGADAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN DI SDN 2 MILANGODAA DI KECAMATAN POSIGADAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN Oleh : Asna Patilima*Nina Lamatenggo**Warni T Sumar UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS

Lebih terperinci

STANDAR PEMBIAYAAN PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

STANDAR PEMBIAYAAN PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS NGUDI WALUYO STANDAR PEMBIAYAAN PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS NGUDI WALUYO SPMI-UNW SM 01 07 UNGARAN Standar Pembiayaan Pembelajaran Sistem Penjaminan Mutu Internal Universitas Ngudi Waluyo

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERIAN BANTUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERIAN BANTUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERIAN BANTUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa layanan pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keuangan sekolah merupakan bagian yang amat penting karena. setiap kegiatan di sekolah memerlukan biaya. Dharmasraya (2009: 1)

BAB II LANDASAN TEORI. Keuangan sekolah merupakan bagian yang amat penting karena. setiap kegiatan di sekolah memerlukan biaya. Dharmasraya (2009: 1) BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Sekolah 1. Pengertian Pembiayaan Sekolah Keuangan sekolah merupakan bagian yang amat penting karena setiap kegiatan di sekolah memerlukan biaya. Dharmasraya (2009: 1)

Lebih terperinci

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. 1 A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. Oleh karena itu dengan cara apapun dan jalan bagaimanapun

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan semata-mata bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat tetapi pemerintah daerah dan masyarakat, begitu juga dalam hal pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah, termasuk Sekolah Dasar. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi desentralisasi pendidikan,

Lebih terperinci

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Rincian kebutuhan pendanaan berdasarkan prioritas dan kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.27. Kerangka Pendaaan Kapasitas Riil kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Temanggung

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Oleh: Hamid Abstrak: Sejak tahun 1998 sampai sekarang, era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan sebagai prasyarat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis yang berkepanjangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah.

Lebih terperinci

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA MMTC YOGYAKARTA 2015 STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA A. Konsep Biaya Pengertian pembiayaan dapat dipahami dari penggunaan istilah cost. Secara sepintas cost identik dengan expenditure. Jika cost sebuah buku 100 ribu rupiah, expenditure

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH SEBAGAI BASIS KUALITAS PENDIDIKAN

MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH SEBAGAI BASIS KUALITAS PENDIDIKAN MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH SEBAGAI BASIS KUALITAS PENDIDIKAN Disajikan Untuk : Oleh : Dr. Indra Bastian, MBA., Akt 2007 LATAR BELAKANG. Peranan pengelolaan sumberdaya merupakan suatu kunci pengembangan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNNES PRESS, 2005), hlm. 51. hlm.2. 1 Achmad Sugandi, dkk, Teori Pembelajaran, (Semarang: UPT

BAB I PENDAHULUAN. UNNES PRESS, 2005), hlm. 51. hlm.2. 1 Achmad Sugandi, dkk, Teori Pembelajaran, (Semarang: UPT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga publik yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan kepada publik, khususnya pelayanan untuk peserta didik yang menuntut pendidikan.

Lebih terperinci

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dep. Agama RI., Al-quran dan terjemah, Jakarta: Dep. Agama RI, 2000, Hal.994.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dep. Agama RI., Al-quran dan terjemah, Jakarta: Dep. Agama RI, 2000, Hal.994. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perencanaan adalah proses yang paling awal dan menentukan langkah menuju sasaran dari ketercapaian suatu tujuan. Sesuai dengan isi ayat Al- Qur an yang menjelaskan

Lebih terperinci

1. Jatidiri prodi 2. Makna tatapamong 3. Tatapamong dalam konteks SNP 4. Tatapamong dalam perspektif kegiatan akreditasi BAN PT

1. Jatidiri prodi 2. Makna tatapamong 3. Tatapamong dalam konteks SNP 4. Tatapamong dalam perspektif kegiatan akreditasi BAN PT 1. Jatidiri prodi 2. Makna tatapamong 3. Tatapamong dalam konteks SNP 4. Tatapamong dalam perspektif kegiatan akreditasi BAN PT 5. Tatapamong prodi yang efektif 6. Pengembangan tatapamong prodi S1 PGSD

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDANAAN PENDIDIKAN BAGI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA), MADRASAH ALIYAH (MA) DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI/SWASTA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

STANDAR 8 STANDAR PEMBIAYAAN PEMBELAJARAN

STANDAR 8 STANDAR PEMBIAYAAN PEMBELAJARAN STANDAR 8 STANDAR PEMBIAYAAN PEMBELAJARAN Standar pembiayaan pembelajaran adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Standar pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi desentralisasi Indonesia yang dimulai pada tahun 2001 sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam rupiah) NO.

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam rupiah) NO. Lampiran 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam rupiah) NO. LEBIH / URAIAN ANGGARAN REALISASI URUT (KURANG) 2 BELANJA 33,283,583,941 21,428,982,849

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI Latar Belakang Standar Nasional Pendidikan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Pasal 35, 36, 37, 42, 43, 59, 60,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang mudah, karena sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya dilihat dari penguasaannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Evaluasi Suchman (1961, dalam arikunto, 2009 : 1) memandang evaluasi sebagai proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang telah direncanakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang dapat dimaknai sebagai wadah untuk menuju pembangunan Nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah harus lebih memahami

Lebih terperinci

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS UU &DIKTI Keuangan DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS Keuangan Di dalam Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 perumusan tentang keuangan adalah: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan fungsinya, pengawas sekolah sering berhadapan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan fungsinya, pengawas sekolah sering berhadapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam melaksanakan fungsinya, pengawas sekolah sering berhadapan dengan berbagai masalah, terutama untuk membantu guru-guru mencapai hasil belajar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Dewasa ini Lembaga Pemerintah di Indonesia memang lebih terkesan sebagai lembaga politik dari pada lembaga ekonomi. Akan tetapi sebagaimana bentuk-bentuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi wewenang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek yang berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN BESARAN/SATUAN BIAYA DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DAN PROGRAM SEKOLAH GRATIS (PSG) DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resvan Friandi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resvan Friandi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha yang sistematis yang memerlukan sinergitas program yang terencana dengan baik. Pendidikan dalam pelaksanaannya memerlukan sumber-sumber

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PENDIDIKAN DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMP NEGERI 1 BANJAR. oleh Gede Sugiartha ABSTRAK

ANALISIS BIAYA PENDIDIKAN DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMP NEGERI 1 BANJAR. oleh Gede Sugiartha ABSTRAK ANALISIS BIAYA PENDIDIKAN DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI SMP NEGERI 1 BANJAR oleh Gede Sugiartha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) satuan biaya pendidikan di SMP Negeri 1 Banjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Pengantar Pembiayaan adalah persoalan yang sangat dinamis. Di samping secara langsung bersentuhan dengan masyarakat, masalah ini juga terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan reformasi pengelolaan keuangan negara/daerah membuka peluang yang luas bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Upaya terselengaranya pendidikan dengan baik tidak hanya tanggung

BAB I P E N D A H U L U A N. Upaya terselengaranya pendidikan dengan baik tidak hanya tanggung BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Upaya terselengaranya pendidikan dengan baik tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab orang tua siswa dan masyarakat. Tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / / TP-B

Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / / TP-B Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / 15105241008 / TP-B http://fauzanfari.blogs.uny.ac.id Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan

Lebih terperinci

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) huruf A, B, C, atau D pada lembar jawaban! 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum URAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum URAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI Resume ke-9 Tgl 1 Desember 2015 Oleh: Lilik Lestari NIM:15105241037 Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum http://pengetahuanku.blogs.uny.ac.id URAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI Standar nasional pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat

BAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menjadi salah satu elemen utama dan strategis dalam mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat problematika di dalamnya, seperti

Lebih terperinci

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH By: Estuhono, S.Pd, M.Pd Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Estuhono, S.Pd, M.Pd Latar Belakang Muncul MBS 1. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci