PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH"

Transkripsi

1 PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 ABSTRAK MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH. Pengaruh Instrumen Moneter Syariah terhadap Pembiayaan Investasi di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh instrumen moneter syariah dan variabel kinerja Bank Muamalat terhadap program pembiayaan investasi di Bank Muamalat Indonesia. Data yang digunakan merupakan data dari laporan keuangan Bank Muamalat mulai dari Juli tahun 2002 hingga Juni tahun Metode yang digunakan adalah metode vector autoregression (VAR) dengan tujuh variabel, yaitu SBIS, PUAS, pembiayaan investasi, margin, dana pihak ketiga, profit loss sharing dan non performing financing. Hasil metode VAR menunjukkan bahwa SBIS kurang berpengaruh signifikan daripada instrumen PUAS, sedangkan margin, dana pihak ketiga (DPK), profit loss sharing dan non performing financing sebagai variabel kinerja perbankan syariah memberikan pengaruh signifikan terhadap pembiayaan investasi di Bank Muamalat. Kata kunci: instrumen moneter syariah, pembiayaan investasi Bank Muamalat, VAR/VECM ABSTRACT MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH. The Impact of Islamic Monetary Instruments towards Investment Financing in PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK. This study examines the impact of islamic monetary instruments and performance variables of Bank Muamalat towards investment financing of Bank Muamalat Indonesia. This research utilizes data taken from bank Muamalat Indonesia for the period of 2002 until June The study uses vector autoregression method (VAR) with seven variables, comprising SBIS, PUAS, investment financing, margin, depositors fund, profit loss sharing and non performing financing. The results show that SBIS does not significantly affect investment financing as compared to PUAS instrument. Investment financing is affected significantly by margin, profit loss sharing, and non performing financing variables. Keywords: islamic monetary instruments, investment financing of Bank Muamalat, VAR/VECM

4

5 PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN INVESTASI DI PT. BANK MUAMALATINDONESIA, Tbk. MAS UDI FARIDATUSH SHAFIYAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Pengaruh Instrumen Moneter Syariah terhadap Pembiayaan Investasi di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Nama : Mas Udi Faridatush Shafiyah NIM : H Disetujui oleh Irfan Syauqi Beik, Ph.D Pembimbing Diketahui oleh Dedi Budiman Hakim, Ph.D Ketua Departemen Tanggal Lulus :

8

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah pembiayaan investasi, dengan judul Pengaruh Instrumen Moneter Syariah terhadap Program Pembiayaan Investasi di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Irfan Syauqi Beik selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dwiyanti dari Muamalah Institute yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2013 Mas Udi Faridatush Shafiyah

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 5 METODE 16 Metode Pengolahan dan Analisis Data 17 GAMBARAN UMUM 20 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Uji Pra Estimasi 24 Uji Kausalitas Granger 26 Hasil Estimasi VECM 27 SIMPULAN DAN SARAN 31 Simpulan 32 Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN 35 RIWAYAT HIDUP 47

11 DAFTAR TABEL 1 Perkembangan jumlah BUS, UUS dan BPRS 2 2 Pertumbuhan aset, DPK dan PYD Bank Muamalat 3 3 Perkembangan volume transaksi PUAS 12 4 Hasil uji stasioneritas variabel 24 5 Hasil uji lag optimum variabel 25 6 Hasil uji stabilitas VAR variabel 25 7 Hasil uji kointegrasi variabel 26 8 Hasil uji kausalitas granger 26 9 Hasil estimasi VECM Hasil FEVD terhadap pembiayaan investasi 31 DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan pembiayaan Bank Muamalat 3 2 Kerangka pemikiran 15 3 Perkembangan SBIS 22 4 Perkembangan pembiayaan Bank Muamalat 23 5 Hubungan antar variabel 25 6 Hasil IRF instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan investasi 29 7 Hasil IRF sistem bagi hasil terhadap pembiayaan investasi 30 8 Hasil IRF DPK dan NPF terhadap pembiayaan investasi 30 9 Hasil FEVD terhadap pembiayaan investasi 31 DAFTAR LAMPIRAN 1 Surat keterangan riset 35 2 Struktur organisasi Bank Muamalat Indonesia 36 3 Hasil uji stasioneritas 37 4 Hasil analisis VAR/VECM 41

12

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia usaha merupakan penggerak dan penyelamat perekonomian global. Suatu negara dikatakan maju apabila jumlah pengusaha mencapai minimal angka dua persen dari total penduduk. Angka 2 persen dari jumlah populasi penduduk merupakan parameter dunia untuk menetapkan memiliki kekuatan ekonomi standar suatu negara. Jumlah pengusaha Indonesia pada tahun 2012 mencapai angka 1.56 persen atau 3.8 juta jiwa dari 245 juta penduduk. Untuk mencapai dua persen, Indonesia masih membutuhkan kurang lebih 1.1 juta wirausaha agar memiliki perekonomian yang relatif kuat dan mampu bersaing (Kementerian KUKM 2012). Dunia usaha menopang perekonomian karena mampu menurunkan tingkat pengangguran melalui perluasan kesempatan lapangan kerja yang diciptakan. Penyerapan tenaga kerja pada sektor ini mencapai 91.8 juta orang pada 55.2 juta unit usaha dan mampu memberikan kontribusi sebesar 56.5 persen pada Produk Domestik Bruto (BPS 2011). Jumlah pengusaha masih relatif rendah jika dibandingkan dengan jumlah sumberdaya manusia Indonesia. Menurut World Economic Forum , daya saing Indonesia hanya menduduki peringkat ke 50 dari 144 negara. Kendala rendahnya seorang individu dapat meraih keinginannya menjadi seorang wirausaha adalah akibat kurang adanya perencanaan bisnis yang matang, kemampuan manajerial dan keterampilan sumberdaya manusia Indonesia yang masih tergolong kurang handal. Di samping itu, kendala lain yang lebih fundamental adalah faktor modal dan investasi. Modal dan investasi diperlukan untuk mendirikan dan mengembangkan sebuah usaha. Hanya sedikit yang memanfaatkan peminjaman modal pada bank dan lembaga keuangan lainnya, karena menganggap persyaratannya yang rumit, proses lama dan tingginya suku bunga kredit. Pengusaha yang sudah sukses justru memiliki akses lebih mudah untuk memperoleh dana dibandingkan seorang pemula. Proses untuk meminjam modal di bank bila ditinjau lebih jauh tidak sesulit yang dibayangkan, mulai dari persyaratan hingga prosesnya. Dewasa ini, calon pemohon modal cenderung semakin memahami kurangnya konsep yang diterapkan perbankan konvensional. Oleh karena itu, pada tahun 1992 industri perbankan di Indonesia mulai menerapkan sistem dual-banking dimana Bank Umum Konvensional berjalan secara paralel dengan Bank Umum Syariah. Sistem yang dikembangkan ini merupakan upaya suatu bank agar dapat terus bersaing memenuhi minat masyarakat yang beralih pada bank syariah. Bank syariah merupakan alternatif pembiayaan bagi sektor-sektor dalam perekonomian nasional. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjadi dasar pengembangan industri perbankan syariah nasional. Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dalam kurun waktu empat tahun terakhir.

14 2 Tabel 1.1 Perkembangan jumlah BUS, UUS dan BPRS Jenis Bank Bank Umum Syariah Unit Usaha Syariah Bank Perkreditan Rakyat Syariah ª Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (2012) Pada fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi, bank berperan sebagai penghubung antara pihak surplus dengan pihak defisit dalam perekonomian. Terdapat perbedaan mendasar dalam menjalankan fungsi ini antara konsep bank konvensional dan bank syariah, sehingga perlu dipahami secara benar landasan filosofis bank syariah yang membedakannya secara prinsip dengan bank konvensional. Penyaluran dana pada bank konvensional disebut dengan kredit, sedangkan penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah disebut sebagai pembiayaan. Pada prinsipnya, bank syariah tidak meminjamkan uang pada nasabah. Bank syariah hanyalah sebagai perantara penyedia barang yang diperlukan nasabah dan nasabah dapat mengembalikan apa yang dibutuhkan. Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli yang dapat membayar secara angsuran. Tugas lain adalah bank syariah melakukan pembiayaan dengan menyertakan modal usaha ataupun membiayai kebutuhan nasabah tanpa adanya pembungaan saat pengembalian. Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Pasal 1) disebutkan bahwa, tugas bank umum syariah adalah menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Berdasarkan undang-undang tersebut, prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan bank syariah meningkat signifikan pada tahun 2013 dengan laju pertumbuhan sebesar persen. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan pembiayaan dari Rp triliun menjadi Rp triliun. Peningkatan pembiayaan ini mengindikasikan peningkatan kinerja sektor riil mengingat bahwa pembiayaan yang diberikan (PYD) perbankan syariah sebagian besar disalurkan ke sektor riil. Wujud dukungan perbankan syariah terhadap sektor riil di Indonesia sudah sangat nyata, terutama untuk sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang porsi pembiayaannya di seluruh Indonesia mencapai lebih dari persen dari total pembiayaan atau Rp triliun (BI 2013). Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank syariah pertama di Indonesia mampu menunjukkan kemampuannya dalam mengelola keuangan. Hal ini terbukti bahwa Bank Muamalat sebagai bank yang pertama kali menerapkan prinsip bagi hasil mampu tetap stabil ditengah krisis moneter Kerapuhan suatu bank dapat terjadi akibat sebuah prinsip yang digunakan suatu bank yaitu bunga (Antonio 2003). Bank Muamalat hingga saat ini memiliki peran signifikan

15 dalam pertumbuhan perbankan nasional. Saat ini Bank Muamalat memiliki 76 Kantor Pusat Operasional, 140 Kantor Cabang Pembantu dan 145 Kantor Kas yang tersebar di seluruh Indonesia. 3 Tabel 1.2 Pertumbuhan aset, DPK dan PYD Bank Muamalat (juta rupiah) b Aset 16,064,093 21,442,596 32,479,506 32,689,318 Dana Pihak Ketiga 818, ,975 1,080, ,766 Pembiayaan 5,485,772 6,906,582 9,094,435 10,947,636 ªSumber: Bank Muamalat 2012; b Jangka waktu sampai Juli 2012 Kesimpulan dari tabel diatas adalah bahwa PYD Bank Muamalat semakin meningkat tiap tahunnya. Dana yang disalurkan ini dapat berbentuk pembiayaan konsumtif maupun produktif. Pembiayaan produktif dinilai dapat meningkatkan pendapatan per kapita nasional karena dipengaruhi sisi permintaan dan penawaran, sedangkan pembiayaan konsumtif hanya dipengaruhi sisi permintaan. Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan pembiayaan di BMI dimana terdapat gap yang semakin besar antara dana yang disalurkan untuk pembiayaan investasi dengan pembiayaan total yang diberikan. Pembiayaan 30,000,000 Perkembangan pembiayaan 25,000,000 20,000,000 15,000,000 PYD INV 10,000,000 5,000,000 0 Tahun Gambar 1.1 Perkembangan pembiayaan BMI (juta rupiah) Penyaluran dana berupa pembiayaan syariah ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Dari sisi ekonomi pembiayaan dapat dipengaruhi instrumen moneter syariah baik pada Pasar Uang Antar Perbankan Syariah (PUAS) ataupun berupa instrumen Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).

16 4 Instrumen moneter berbasis syariah merupakan alat untuk menghimpun dana jangka pendek sehingga dana tersebut tidak digolongkan sebagai dana angguran. Instrumen moneter bukan ditujukan sebagai alat investasi utama suatu bank. Oleh karena itu, pengaruh instrumen moneter terhadap dana yang dialokasikan untuk pembiayaan perlu diteliti lebih lanjut terhadap perkembangan usaha di Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Instrumen Moneter Syariah terhadap Pembiayaan Investasi di Bank Muamalat. Perumusan Masalah UMKM memiliki banyak peran pada sektor riil dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila Bank Sentral dan pemerintah memberikan perhatian terhadap pengembangan usaha tersebut, termasuk perbankan dalam penyaluran dana. Lahirnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 1 Tahun 2004 tentang diharamkannya bunga karena ia adalah riba turut berpengaruh dalam pesatnya pertumbuhan perbankan syariah. Antonio (2007) menyatakan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Membungakan uang oleh bank di seluruh dunia, telah memberikan pendapatan yang tetap dan pasti bagi bank. Sementara itu, Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga yang didasarkan pada prinsip bagi hasil atas pembiayaan. Prinsip bagi hasil ini tentu dapat membantu masyarakat, terutama rakyat kecil untuk melepaskan diri dari jeratan tengkulak yang pada umumnya melakukan riba. Pengetahuan masyarakat yang semakin terbuka dan lebih memilih syariah yang lebih adil dan sesuai dengan ajaran Islam membuat mereka semakin yakin untuk melakukan transaksi dengan bank syariah, baik dalam urusan jual beli maupun urusan kemitraan usaha. Mekanisme transmisi moneter syariah merupakan salah satu faktor yang turut memengaruhi kegiatan pembiayaan investasi Bank Muamalat. Aset Bank Muamalat yang diinvestasikan pada instrumen moneter dapat memperkecil penyaluran dana dalam peran pembiayaan. Adapun perumusan masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan investasi yang diberikan Bank Muamalat? 2. Bagaimanakah pengaruh variabel kinerja Bank Muamalat terhadap pembiayaan investasi yang diberikan Bank Muamalat? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terhadap pembiayaan investasi adalah sebagai berikut:

17 1. Melihat pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan investasi yang diberikan Bank Muamalat. 2. Melihat pengaruh variabel kinerja Bank Muamalat terhadap pembiayaan investasi yang diberikan Bank Muamalat. 5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik bagi praktisi, kalangan akademisi, maupun penulis. 1. Bagi praktisi, dapat menyalurkan ide usaha yang telah direncanakan dengan bantuan yang akan dapat diperolehnya melalui sistem syariah. 2. Bagi akademisi, dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya ataupun menambah pemahaman untuk para akademisi yang lain terkait pembiayaan investasi syariah. 3. Bagi penulis, menambah pengetahuan dan pemahaman terkait pembiayaan investasi syariah dan dampak yang dihasilkannya terhadap para pengusaha. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Mekanisme Transmisi Moneter Kebijakan moneter ganda di Indonesia menggunakan instrumen kebijakan moneter yang dinamakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berdasarkan suku bunga pada sistem konvensional dan SBI Syariah (SBIS) berdasarkan bagi hasil untuk perbankan syariah yang sama-sama mengacu pada SBI rate. SBI rate dan bagi hasil SBIS merupakan tolok ukur kebijakan yang dapat memengaruhi pinjaman dan pembiayaan baik melalui pasar uang konvensional maupun syariah. Selanjutnya hal ini memengaruhi tingkat pengembalian dari penyaluran dana berupa kredit dan pembiayaan yang pada akhirnya akan memengaruhi tingkat output dan inflasi (Ascarya 2012). Berdasarkan sudut pandang konvensional, mekanisme transmisi moneter bekerja melalui jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset dan jalur ekspektasi. Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Suku bunga kebijakan BI rate ditetapkan Bank Indonesia sebagai instrumen kebijakan utama untuk memengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).

18 6 SUKU BUNGA KREDIT SBI PUAK DISTRIBUSI OUTPUT SBIS PUAS PLS PEMBIAYAAN INFLASI Gambar 2.1 Mekanisme transmisi moneter Transmisi kebijakan moneter dibuat sejak dipisahkannya otoritas kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal. Otoritas moneter diberlakukan pada saat pengembangan bank sentral dari bank sirkulasi, karena tingkat inflasi uang kertas yang tinggi, sehingga tugas bank sentral bertambah dengan mengawasi penawaran uang yang beredar untuk mengatur inflasi. Hal ini tidak perlu dilakukan ketika uang memiliki nilai intrinsik seperti koin Dinar dan Dirham pada masa keislaman. Pada perekonomian konvensional yang mendominasi, ekonomi Islam muncul pada negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam dengan sistem uang kertas dan bank sentral. Oleh karena itu, kebijakan moneter syariah dan proses transmisinya mulai tumbuh. Penerapan Lembaga Keuangan Syariah tidaklah berbeda jauh dengan sistem keuangan konvensional, hal ini dapat dilihat bahwa instrumen kebijakan moneter syariah mirip dengan yang instrumen kebijakan konvesional. Sejak kedua sistem memiliki persamaan dan perbedaan, sistem transmisi kebijakan moneter syariah memang dapat dikatakan sama ataupun berbeda dengan konvensional (Ascarya 2012). Chapra (1985) sebagai pencetus ekonomi moneter Islam tidak menjelaskan secara spesifik tentang transmisi kebijakan moneter syariah. Pengembangan teori moneter syariah juga tidak menjelaskan hal itu, termasuk mekanismenya (Siddiqui 2007). Walaupun begitu, terdapat beberapa studi empiris yang mengangkat topik untuk melihat karakter transmisi kebijakan moneter syariah seperti yang dilakukan Sukmana dan Kassim (2010) dalam penelitiannya yang melihat pengaruh transmisi kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan terhadap pertumbuhan sistem ekonomi perbankan syariah. Instrumen Moneter Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa moneter untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang

19 pada akhirnya memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Tujuan kebijakan moneter terutama untuk stabilitas ekonomi dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Jika kestabilan dalam kegiatan ekonomi terganggu, maka kebijaksanaan moneter dapat dipakai untuk memulihkannya. Dengan kata lain, kebijakan moneter ditetapkan pemerintah untuk menjaga agar jumlah uang yang beredar di masyarakat tetap stabil sehingga tidak menyebabkan terjadinya inflasi. Pemerintah memiliki dua jenis instrumen berdasarkan sudut pandang yang berbeda, yaitu konvensional dan syariah. Instrumen moneter syariah merupakan alat untuk menginvestasikan dana yang dilakukan hanya untuk sementara waktu. Semakin besarnya dana yang diinvestasikan pada instrumen moneter mengindikasikan berkurangnya dana yang digunakan untuk pembiayaan. Demi menjaga peran perbankan syariah yang optimal dalam perekonomian, tentu hal ini menarik perhatian agar perbankan syariah meminimalisir pengalokasian dana yang tidak terkait dengan dunia usaha. Ketersediaan instrumen moneter syariah hendaknya disikapi sebagai penempatan dana sementara akibat kelebihan likuiditas, bukan untuk mencari keuntungan yang seharusnya diperoleh dari pembiayaan kepada sektor riil (Kahf 1995). Hal ini juga dijelaskan oleh Ismal (2011) bahwa instumen moneter syariah yang mampu berkontribusi dalam stabilisasi perekonomian adalah kelebihan likuiditas yang tidak digunakan untuk instrumen moneter syariah melainkan dimanfaatkan ke dalam kegiatan usaha. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek, yaitu 1-3 bulan dengan sistem diskonto atau bunga (BI 2012). SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, Bank Indonesia (BI) menggunakan mekanisme BI rate, yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) FASBI merupakan fasilitas yang diberikan BI kepada bank untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam rupiah. Jangka waktu FASBI maksimum 7 hari dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. FASBI tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan, dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh waktu (BI 2012). Giro Bank Indonesia Giro pada BI merupakan saldo rekening giro bank baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing di Bank Indonesia. Kegiatan bank meliputi pengambilan dan penyetoran kas fisik, penyelesaian kewajiban kepada pihak lain, penerimaan tagihan dari pihak lain (Dinda 2010). 7

20 8 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) SBIS adalah instrumen moneter syariah pertama yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun SBIS ini dimaksudkan untuk mengalokasikan dana bila terjadi over-likuiditas harian. Instrumen likuiditas yang digunakan sebelumnya adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dimana imbal hasil yang ditawarkan tergolong pasif. Perbandingan SWBI dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dinilai tidak sama, rate SBI berada di posisi yang lebih tinggi. Penerbitan SBIS oleh BI berdasarkan PBI Nomor 10/11/PBI tanggal 31 Maret 2008 tentang SBIS dan menggantikan SWBI syariah dengan lebih baik. Dalam PBI baru tersebut, SBIS didefinisikan sebagai surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI. SBIS menggunakan akad jualah. Dengan akad tersebut, maka bank syariah yang menempatkan dana pada SBIS berhak mendapatkan upah (ujrah) atas jasa membantu pemeliharaan keseimbangan moneter Indonesia. PBI menyebutkan, SBIS dapat diagunkan kepada BI, tapi tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Mekanisme penerbitan SBIS menggunakan sistem lelang. Peserta yang diperbolehkan ikut hanya bank umum syariah (BUS) atau unit usaha syariah dengan rasio minimal pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang ditetapkan BI. Lelang pertama SBI syariah diikuti 13 bank syariah sebagai peserta. Peserta lelang diantaranya Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Mega Syariah (BMS). Selain itu, terdapat pula 10 UUS diantaranya Bank Permata Syariah, Bank BII Syariah, Bank Niaga Syariah serta lima UUS BPD. Dana yang diajukan ke-13 bank syariah dalam lelang perdana tersebut Rp triliun. Semuanya diserap SBI Syariah dengan imbal hasil 7.9 persen (BI 2012). Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) Fasilitas pasar uang antar bank akan memberikan kemudahan pada bank memanfaatkan dana yang sementara menganggur agar tetap dapat produktif. Bank dapat melakukan investasi jangka pendek pada pasar uang antar bank ataupun meminjam dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Pasar uang antar bank merupakan wadah beredarnya surat-surat berharga yang berdasarkan bunga. Hal ini membuat bank umum syariah tidak dapat memanfaatkan pasar uang yang ada dikarenakan perbedaan prinsip yang dianut. Pada tahun 2002, diciptakanlah pasar uang antar bank khusus berbasis syariah dalam rangka mendukung bank syariah mengelola likuiditasnya yang dikenal dengan Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS), sehingga bank syariah dapat turut memanfaatkan pasar uang antar bank dengan nyaman. Transaksi dalam PUAS menggunakan instrumen Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA). Sertifikat ini merupakan sarana investasi bagi bank yang memiliki kelebihan dana untuk diputar dan memperoleh keuntungan. Selain itu, Sertifikat IMA dapat digunakan pula sebagai sarana bagi bank yang mengalami kekurangan dana untuk mendapatkan pinjaman jangka pendek berdasarkan prinsip mudharabah (bagi hasil). Masalah ini telah diatur oleh Bank Indonesia dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/1/PBI/2012 dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 38/DSNMUI/X Tojibi menyatakan bahwa penerbitan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) harus memenuhi empat persyaratan sebagai berikut;

21 1. Mencantumkan hal-hal sebagai berikut; a. Kata-kata Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank b. Tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat IMA c. Nomor seri Sertifikat IMA d. Nilai nominal investasi e. Nisbah bagi hasil f. Jangka waktu investasi g. Tingkat indikasi imbalan h. Tanggal pembayaran nominal dan imbalan i. Tempat pembayaran j. Nama bank penanam dana k. Nama bank penerbit dan tanda tangan pejabat yang berwenang 2. Berjangka waktu paling lama 90 hari (sembilan puluh) hari. 3. Diterbitkan oleh kantor pusat Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah. 4. Format Sertifikat IMA hendaknya mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bagi bank syariah yang telah menerbitkan Sertifikat IMA wajib melaporkan kepada Bank Indonesia pada hari penerbitan Sertifikat IMA tersebut mengenai hal-hal; a. Nilai nominal investasi b. Nisbah bagi hasil c. Jangka waktu investasi d. Tingkat indikasi imbalan Sertifikat IMA Adapun mekanisme dan penyelesaian transaksi Sertifikat IMA dalam pasar uang, yaitu sebagai berikut; 1. Sertifikat IMA yang diterbitkan oleh Bank Pengelola dana dalam rangkap tiga, lembar pertama dan kedua tersebut wajib diserahkan kepada bank penanam dana sebagai bukti penanaman dana, sedangkan lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagai bank penerbit dana. 2. Bank penanam dana pada Sertifikat IMA melakukan pembayaran kepada bank penerbit Sertifikat IMA dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, atau Bilyet Giro Bank Indonesia dengan melampiri lembar kedua Sertifikat IMA atau dengan transfer dana elektronik yang disertai dengan penyampaian lembar kedua Sertifikat IMA kepada Bank Indonesia. 3. Pemindahtanganan Sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan untuk memindah tangankan kepada bank lain sampai berahirnya jangka waktu, artinya Sertifikat IMA hanya sekali dapat dipindahtangankan. Hal ini dimaksudkan agar Bank Penerbit Sertifikat IMA dapat melakukan pembayaran kepada bank yang berhak, oleh karena itu bank pemegang sertifikat terakhir wajib memberitahukan kepemilikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit Serftifikat IMA. 4. Kemudian pada saat Sertifikat IMA jatuh tempo, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank penerbit Sertifikat IMA dengan melakukan pembayaran kepada pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal investasi (face Value) dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, menggunakan Bilyet Giro BI atau menggunakan transfer dana secara elektronik. Sedangkan imbalan Sertifikat IMA akan dibayar pada hari 9

22 10 kerja pertama bulan berikutnya. Selanjutnya penghitungan imbalan Sertifikat IMA dihitung berdasarkan tingkat realisasi imbalan Sertifikat IMA mangacu pada tingkat imbalan Deposito Investasi Mudharabah pada bank penerbit sesuai dengan jangka waktu penanaman. Sertifikat Berharga Lainnya Penempatan dana dapat pula dilakukan oleh bank umum pada surat berharga lainnya seperti Surat Berharga Negara (SBN). SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), sebagaimana yang diatur pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/16/PBI/2012. SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara sesuai dengan masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku. SBSN atau yang biasa disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku (BI 2012). Pembiayaan Bank Syariah Bank Islam atau dikenal dengan bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak berdasarkan atas bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur an dan Hadits. Arifin (2009) berpendapat bahwa bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan dasar prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lainnya yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank Islam, yaitu: 1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi. 2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah menurut Islam. 3. Memberikan zakat. Tugas bank syariah adalah sebagai perantara dalam menyediakan barang yang dibutuhkan seorang nasabah. Kegiatan perbankan syariah memiliki komposisi penyaluran dalam bentuk pembiayaan perdagangan dan penyertaan modal. Pada umumnya proporsi pada pembiayaan lebih besar dibandingkan dalam bentuk penyertaan modal. Berdasarkan perjanjian pembiayaan antara pihak nasabah dan pihak bank, bank syariah memiliki beberapa kontrak atau yang disebut dengan akad dan dibagi menjadi tiga bagian kegiatan bank syariah, yaitu kegiatan penghimpunan dana, kegiatan jasa keuangan dan kegiatan penyaluran dana. Selanjutnya kegiatan penyaluran dana yang akan menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini. Kegiatan Penyaluran Dana Dana yang terdapat di bank, dapat disalurkan kembali oleh bank kepada masyarakat, dengan menggunakan 3 prinsip pokok (Antonio 2001), yaitu:

23 11 1. Prinsip Jual Beli Akad Murabahah : Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli. Akad Istishna : Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Akad Salam : Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. 2. Prinsip Bagi Hasil Akad Mudharabah : Perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Akad Musyarakah : Perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. 2. Prinsip Sewa Akad Ijarah : Perjanjian pembiayaan berupa transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Akad Qardh : Perjanjian pembiayaan berupa transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Definisi pembiayaan menurut Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 Tentang Lembaga Pembiayaan pasal 1 ayat 2 memiliki sedikit perbedaan dengan UU No. 10 Tahun 1998, yaitu kegiatan yang berbentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung. Perbedaan istilah terdapat pada objek perjanjian, dimana pada UU No. 10 Tahun 1998 yang menjadi objek adalah uang sedangkan menurut Keppres No. 61 Tahun 1998 objeknya adalah uang dan barang modal.

24 12 Pemisahan kedua objek perjanjian tersebut berimplikasi pada kedudukan hukum para pihak dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bahwa mengambil imbalan dari peminjaman uang akan menjadi riba, sedangkan mengambil imbalan dari pembiayaan berupa barang modal disebut keuntungan. Menurut istilah riba merupakan pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ibnu Al-Maliki menjelaskan pengertian riba sebagai suatu tambahan (ziyadah), namun dalam Al-Quran dijelaskan bahwa riba adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Antonio (2001) menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok dari bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak yang merupakan deficit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dibagi menjadi dua hal: 1. Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. 2. Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif terbagi menjadi dua, yaitu pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi. Pendekatan Bagi Hasil Berbeda dengan bank konvensional yang menerapkan konsep bunga sebagai keuntungan atas kredit yang diberikan, bank syariah menerapkan konsep bagi hasil sebagai komponen terpenting dalam sistem moneter syariah dan menjadi cerminan dari kinerja sektor riil. Sistem bagi hasil menyebabkan distribusi kekayaan dan pendapatan yang semakin merata sehingga sektor riil dapat tumbuh (Ayuniyyah 2010). Profit loss sharing sebagai konsep yang diterapkan dalam sistem bagi hasil merupakan rasio bagi hasil antara musyarakah dan mudharabah, dimana pada Bank Muamalat persentase pembiayaan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah mencapai 38 persen. Ada beberapa bentuk skema bagi hasil, yang dalam hal ini dibedakan menurut dasar perhitungan pendapatan bagi hasil untuk masing-masing pihak (Tarsidin 2010), yaitu; 1. Profit Sharing. Sebagai dasar perhitungan dengan keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan kredit/pembiayaan. Keuntungan merupakan selisih antara penjualan/pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha, baik berupa harga pokok penjualan/biaya produksi, biaya penjualan, serta biaya umum dan administrasi. Penggunaan istilah profit sharing dalam hal ini juga merujuk pula pada istilah profit and loss sharing, mengingat besaran profit yang bisa bertanda positif (untung) atau negatif (rugi).

25 2. Gross Profit Sharing. Dasar perhitungannya adalah gross profit (laba kotor), yaitu penjualan/pendapatan usaha dikurang dengan harga pokok penjualan/biaya produksi. Dengan skema ini, pihak-pihak yang berkontrak tidak menghadapi kepastian di sisi biaya penjualan, serta biaya umum dan administrasi. 3. Revenue Sharing. Dasar perhitungannya adalah penjualan/pendapatan usaha. Dalam hal ini pemilik dana hanya menghadapi kepastian atas tinggi rendahnya penjualan/pendapatan usaha dan tidak menghadapi ketidakpastian atas biaya-biaya usaha (harga pokok penjualan/biaya produksi, biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi). 13 Penelitian Terdahulu Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rusydiana (2009) menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang ditetapkan Bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Terdapat hubungan negatif antara pembiayaan syariah dan SBI, semakin tinggi SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank sentral menaikan suku bunga maka akan memicu perbankan konvesional untuk menaikan suku bunga, baik pinjaman maupun deposito. Ayuniyyah (2010) mengatakan bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah karena proporsi instrumen konvensional yang masih mendominasi sampai dengan 97 persen dari share perbankan nasional Indonesia. Instrumen moneter syariah pun memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter konvesional karena kemampuannya yang cepat menemukan titik stabil. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan suku bunga SBI, tidak mampu memengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum melalui jalur bank lending. Penelitian yang telah dilakukan oleh Widyastuti dan Anwar (2009) mengatakan bahwa dampak yang ditimbulkan akibat transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah berhubungan positif dengan aset dan dana pihak ketiga, serta berhubungan negatif dengan pembiayaan dan non performing financing. Peranan instrumen moneter syariah SWBI memberikan dampak yang lebih baik terhadap kinerja perbankan syariah daripada instrumen moneter syariah PUAS. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Mutiara (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Konvensional dan Syariah terhadap Penyaluran Dana kepada UMKM. SBI memiliki hubungan yang negatif terhadap kredit UMKM. Begitu juga dengan SBIS yang memiliki hubungan yang negatif terhadap pembiayaan UMKM. Perbankan akan lebih tertarik untuk mengalokasikan dananya di SBI atau SBIS ketika terjadi kenaikan imbal hasil. Dari hasil FEVD, baik dari jalur perbankan konvensional maupun syariah instrumen yang paling berpengaruh adalah SBIS.

26 14 Pada penelitian lainnya tentang pembiayaan dikemukakan oleh Irawan (2004), yaitu penawaran pembiayaan BUS di Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh variabel SWBI. Begitupun dengan variabel NPF yang berpengaruh signifikan namun memiliki hubungan yang positif. Artinya, BUS lebih mengutamakan untuk menyalurkan dana yang terkumpul dari DPK dan tidak terlalu memerhatikan NPF ketika persentasenya berada pada kondisi yang tinggi. Permintaan dan penawaran pembiayaan BUS dipengaruhi pula secara nyata oleh nisbah bagi hasil yang diterima oleh pihak bank sesuai dengan yang diungkapkan oleh Maula (2008). Maula (2008) dalam hasil penelitiannya menunjukkan margin memiliki pengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi margin yang diperoleh maka bank akan mempertinggi jumlah pembiayaan murabahah, hal ini didukung dengan transaksi murabahah yang dominan dalam pelaksanaan investasi perbankan syariah. Variabel NPF berpengaruh negatif dan signifikan sehingga semakin tinggi NPF yang dimiliki oleh suatu bank maka bank akan lebih hati-hati dengan mengurangi pembiayaan. Variabel DPK tidak berpengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah, hal ini disebabkan karena pembiayaan murabahah bukan berasal dari DPK, namun berasal dari modal inti yaitu pemegang saham suatu bank. Hipotesis 1. Variabel SBIS memiliki hubungan negatif terhadap penyaluran dana berupa pembiayaan investasi yang diberikan. 2. Variabel PUAS memiliki hubungan negatif terhadap penyaluran dana berupa pembiayaan investasi yang diberikan. 3. Variabel DPK memiliki hubungan positif terhadap penyaluran dana berupa pembiayaan investasi yang diberikan. 4. Variabel M memiliki hubungan positif terhadap penyaluran dana berupa pembiayaan investasi yang diberikan. 5. Variabel PLS memiliki hubungan positif terhadap penyaluran dana berupa pembiayaan investasi yang diberikan. 6. Variabel NPF memiliki hubungan negatif terhadap penyaluran dana berupa pembiayaan investasi yang diberikan.

27 15 Kerangka Pemikiran Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut: Fungsi Intermediasi Bank Dana Pihak Ketiga Instrumen Moneter Syariah Program Pembiayaan SBIS PUAS Pembiayaan Investasi Pembiayaan Modal Kerja Pembiayaan Konsumsi Margin NPF Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Keterangan : = Ruang lingkup penelitian = Alur analisis = Tool

28 16 METODE Sumber dan Jenis Data Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk mengukur suatu fenomena tertentu dengan menggunakan analisis statistik. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa time series sebanyak 40 data, yaitu periode triwulanan dari Juli 2002 sampai dengan Juni Metode VAR/VECM dapat digunakan dalam analisis data time series karena memiliki pendekatan yang meminimalkan teori agar mampu menangkap fenomena ekonomi denan baik. Sumber data diambil dari Muamalah Institute (MI), Bank Indonesia (BI), Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (SPSBI), Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (kemenkop) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Variabel dan Definisi Operasional Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah SBIS, PUAS, INV, DPK, M, PLS dan NPF yang selanjutnya akan dijabarkan sebagai berikut: 1. SBIS adalah bonus sertifikat bank Indonesia syariah yang diterima oleh Bank Muamalat untuk menghimpun dana sementara dalam satuan rupiah selama periode triwulanan Juli 2002 sampai Juni PUAS adalah pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sertifikat investasi mudharabah antar bank, yaitu antar Bank Muamalat dengan bank syariah lain. Data ini memiliki satuan rupiah yang akan dilihat selama periode triwulanan Juli 2002 sampai Juni INV adalah pembiayaan investasi dalam satuan rupiah yang diberikan oleh Bank Muamalat sebagai pembiayaan investasi untuk usaha perseorangan berdasarkan akad yang telah ditentukan selama periode triwulanan Juli 2002 sampai Juni DPK merupakan dana pihak ketiga yang berasal dari nasabah Bank Muamalat berupa tabungan, deposito, giro ataupun lainnya. Data ini memiliki satuan rupiah yang diterima dalam kurun waktu selama periode triwulanan Juli 2002 sampai Juni M (margin) adalah pendapatan secara umum yang diperoleh Bank Muamalat berupa persentase murabahah terhadap pembiayaan selama periode triwulanan Juli 2002 sampai Juni PLS adalah profit loss sharing, pendapatan yang diterima oleh Bank Muamalat berupa total persentase pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah terhadap pembiayaan selama periode triwulanan Juli 2002 sampai Juni NPF adalah non performing financing, persentase jumlah pembiayaan bermasalah secara umum yang diterima oleh Bank Muamalat dengan

29 kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total pembiayaan yang diberikan selama periode triwulanan Juli 2002 sampai Juni Metode Pengolahan dan Analisis Data Vector Autoregression (VAR) Penyempurnaan persamaan simultan untuk mengidentifikasi variabel eksogen dan endogen pada sistem dikritisi oleh Sims (1980). Tidak setiap teori mampu menjelaskan hubungan variabel ekonomi dengan baik, baik itu penjelasan teori terlalu rumit untuk menjelaskan fenomena yang ada ataupun fenomena yang terjadi terlalu sulit untuk dijelaskan dengan teori yang ada. Sims menyarankan penggunaan model Vector Autoregression (VAR) untuk melakukan peramalan pada data time-series yang bersifat tidak teoritis atau dikenal juga dengan model non-struktural. VAR merupakan model a-teori namun sangat berguna dalam menganalisis hubungan antar variabel di dalam data time series. Dalam model VAR ada dua hal yang perlu diperhatikan: 1) VAR mengasumsikan bahwa semua variabel merupakan variabel endogen, 2) dalam melihat hubungan antara variabel dibutuhkan lag optimum (Widarjono 2005). Uji Stasioneritas Langkah pertama dalam mengestimasi model VAR adalah dengan uji stasioneritas data yang dapat dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Hasil uji akar unit ADF sangat akan dipengaruhi oleh lag optimum. Setiap data time series yang merupakan suatu data dari hasil proses stokastik yang bersifat random sebagai kumpulan dari variabel random dalam urutan waktu. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu jika rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya tergantung dari lag optimum antara dua periode waktu tertentu (Widarjono 2005). Uji stasioner dipengaruhi oleh lag optimum yang dapat diperoleh melalui kriteria dari Akaike Information Criterion (AIC), Schwartz Information Criteria, Hannan-Quin Criteria, Likelihood Ratio, maupun Final Prediction Error. Lag optimum yang dipilih adalah lag optimum dengan nilai absolut terkecil, jika criteria yang digunakan lebih dari satu, maka periksa adjusted R-square. R-square dengan nilai paling besar menunjukkan lag optimum yang harus dipilih. Pemilihan Lag Optimum Penentuan lag optimum sangat penting karena penentuan lag optimum berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Penentuan lag optimum juga berguna untuk menunjukkan jangka waktu reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik DF dan ADF dengan nilai DF dan ADF tabel. Jika nilai statistik DF dan ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang

30 18 diamati menunjukkan stasioner. Sebaliknya data tidak stasioner jika nilai absolut nilai statistik DF dan ADF lebih kecil dari nilai kritis distribusi statistik-t. Uji Kointegrasi Apabila data yang telah diamati pada uji akar unit ternyata tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antar variabel yang tidak stasioner akan menjadi stasioner jika variabel-variabel tersebut dikombinasikan secara linier. Engle- Granger (1983) menyatakan bahwa keberadaan variabel non stasioner menyebabkan kemungkinan besar terjadinya hubungan jangka panjang antar variabel. Uji Stabilitas VAR Metode yang digunakan dalam melakukan analisis pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan investasi di Bank Muamalat adalah dengan menggunakan analisis impuls response function (IRF) dan analisis forecasting error variance decomposition (FEVD). Sistem persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji kestabilannya terlebih dahulu sebelum analisis selanjutnya dilakukan, yaitu melalui VAR stability condition check. Uji stasbilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial. Model VAR tersebut dikatakan stabil, apabila semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan FEVD yang dilakukan dianggap valid. Uji Kausalitas Persamaan regresi yang dibangun biasanya lebih memusatkan perhatian pada hubungan satu arah, namun dalam kenyataannya perilaku peubah ekonomi tidak hanya mempunyai hubungan satu arah, tetapi juga menunjukkan adanya hubungan dua arah yang dikenal dengan konsep kausalitas. Uji kausalitas adalah pengujian untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara peubah dalam sistem VAR. hubungan sebab-akibat ini dapat diuji dengan menggunakan uji kausalitas granger (Bambang 2012). Impulse Response Function dan Forecast Error Variance Decomposition Estimasi dengan menggunakan VECM diperdalam dengan melihat analisis impulse response funtion (IRF). Secara umum, koefisien di dalam model VAR sulit untuk diinterpretasikan, oleh karena itu para ahli menggunakan analisis IRF. Analisis IRF ini merupakan salah satu alat analisis penting di dalam VAR yang mampu menangkap respon dari variabel endogen di dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shock) atau perubahan dalam variabel gangguan. Selain IRF, model VAR memiliki analisis forecast error variance decomposition. Analisis ini digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Analisis ini digunakan untuk menghitung seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variabel endogen. Dengan metode ini kita dapat melihat kekuatan dan kelebihan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel yang lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Bambang 2012).

31 19 Model Penelitian Mengetahui pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan investasi di Bank Muamalat dilihat dengan menggunakan variabel data pembiayaan investasi, data SBIS, data PUAS, data profit loss sharing (PLS), data margin dan data non performing financing (NPF). Model dapat pula dijabarkan dijabarkan sebagai berikut; INV t = ƒ(sbis t, PUAS t, DPK t PLS t, MARGIN t, NPF t ) (1) Model yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk matriks sebagaimana berikut ini; X t = Ʃ i=1 A i X t-i + e t (2) Matriks selanjutnya dapat dijabarkan sebagai berikut; [ ] = [ ] + [ ] [ ] + e e e e e [ e ] (3) dimana : Log_INV Log_SBIS Log_PUAS Log_PLS Log_M Log_NPF a ij e : Pembiayaan investasi Bank Muamalat : Bonus SBIS yang diterima Bank Muamalat : PUAS yang diikuti Bank Muamalat : Profit loss sharing yang diterima Bank Muamalat : Margin yang diterima Bank Muamalat : Non performing financing pada Bank Muamalat : koefisien regresi pada model VAR : error GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Perusahaan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, sedangkan kegiatan operasinya dimulai pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei Dilengkapi dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit 48 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Kestasioneritasan Data Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang digunakan pada model. Langkah ini digunakan untuk menghindari masalah regresi lancung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series 30 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series bulanan periode Mei 2006 sampai dengan Desember 2010. Sumber data di dapat dari Statistik

Lebih terperinci

sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan pengiriman uang. Akan tetapi, pada saat itu, fungsi-fungsi

sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan pengiriman uang. Akan tetapi, pada saat itu, fungsi-fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan fungsi-fungsi perbankan sebenarnya telah menjadi tradisi sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi syariah secara konsisten telah menunjukan perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di wilayah mesir pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu Negara yaitu sebagai lembaga perantara keuangan. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah melalui Bank Sentral. Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai lembaga intermediasi mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah perekonomian agar tumbuh dan berkembang, dan juga sebagai gambaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dahulu sektor perbankan hanya sebagai fasilitator kegiatan pemerintah dan beberapa perusahaan besar,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Obyek/Subyek yang diamati dalam penelitian ini adalah Pembiayaan Modal Kerja UMKM dengan variabel independen DPK, NPF, Margin, dan Inflasi sebagai variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Sifat Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena menggunakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA

PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER GANDA DI INDONESIA Oleh: A s c a r y a Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia Latar Belakang Keuangan Syariah telah lama berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian yang mengelola dana dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi didunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kinerja dan tingkat perekonomian yang dihasilkan, dimana salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peran perbankan dalam menggerakkan perekonomian suatu negara yang berdampak pada peningkatan pendapatan nasional adalah cermin efektifitas perbankan dalam menjalankan fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali Lembaga Keuangan baik konvensional maupun syariah yang memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk menjadi lembaga perantara atau intermediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan perbankan syariah di dunia sekarang ini mengalami perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan perkembangan yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Titik kulminasi regulasi perbankan syariah terjadi pada tahun 1998. Pada tahun itu diberlakukan UU No. 10 Tahun 1998. Undang-undang tersebut merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dibangun atas dua sektor, yaitu sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor manufaktur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan sejak dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang mengatur dual banking system dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut dengan Ekonomi Islam, semakin popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara barat. Banyak kalangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss

IV. GAMBARAN UMUM. bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss 40 IV. GAMBARAN UMUM Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen moneter konvensional dicerminkan melalui

Lebih terperinci

pengiriman uang. Piter dan Suseno (2003) menyatakan bahwa

pengiriman uang. Piter dan Suseno (2003) menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia perbankan mengalami perkembangan seiring dengan kondisi perekonomian yang sempat bergejolak. Prospek ekonomi yang dibayangi oleh kelesuan ekonomi Eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi menempati posisi yang sangat vital pada era perekonomian modern saat ini. Lalu lintas perdagangan dalam skala domestik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan sistem bagi hasil atau profit sharing (Kasmir, 2006:23).

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan sistem bagi hasil atau profit sharing (Kasmir, 2006:23). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa kini perkembangan Negara Republik Indonesia sangat pesat terutama dalam bidang perbankan, hal ini menunjukkan bahwa peranan perbankan membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 yang kemudian diikuti dengan keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam menstabilkan perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan antara pihak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan dengan cara mengukur variabel yang di lingkari oleh teori atau satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah secara resmi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara. Bank berfungsi sebagai Financial Intermediary, yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi perbankan di Indonesia dituntut untuk dapat mengoperasionalkan sistem perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu simbol perekonomian di sebuah negara. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan bank sangat penting dalam proses perekonomian di Indonesia. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga mempunyai peranan dalam hal stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu negara dibangun atas dua sektor, yaitu sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil adalah sektor ekonomi yang ditumpukan pada sektor manufaktur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu (timeseries) bulanan dari periode 2008:04 2013:12 yang diperoleh dari laporan Bank

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Penilitian ini adalah pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres

I. PENDAHULUAN. negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan dari para pelaku ekonomi yang menjalankan kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan atau Financial Intermediatary antar dua pihak, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Perbankan merupakan salah satu Lembaga Keuangan yang memiliki pengaruh besar dalam roda perekonomian masyarakat. Dimana bank adalah sebuah lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank sebagai salah satu lembaga keuangan merupakan sarana dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi masyarakat. Bank sebagai lembaga keuangan yang seharusnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 28 III. METODE PENELITIAN 3.1. Data 3.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan dunia perbankan. Hampir semua aktivitas perekonomian memanfaatkan perbankan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa-jasa lainnya. Menurut UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan dari para pelaku ekonomi yang menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Sedangkan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini, obyek yang diamati yaitu inflasi sebagai variabel dependen, dan variabel independen JUB, kurs, BI rate dan PDB sebagai variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat hutang dikenal dengan nama obligasi (Husnan, 2001:4).

BAB I PENDAHULUAN. bersifat hutang dikenal dengan nama obligasi (Husnan, 2001:4). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Pra Estimasi 4.1.1. Kestasioneran Data Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang kemudian diperkokoh dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa penghimpunan dana dengan berbagai jenis skema maupun

BAB I PENDAHULUAN. berupa penghimpunan dana dengan berbagai jenis skema maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah sebagaimana bank konvensional memiliki fungsi sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pelaku ekonomi yang melakukan kegiatannya melalui jasa perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di dasari oleh dua indikator ekonomi makro yaitu tingkat bunga (BI Rate) dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang melambat ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 8 /PBI/2000 TENTANG PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 8 /PBI/2000 TENTANG PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 8 /PBI/2000 TENTANG PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyediakan sarana untuk penanaman dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem bagi hasil merupakan salah satu faktor pembeda antara bank syariah dengan bank konvensional. Seiring berkembangnya aset yang dimiliki perbankan syariah sekarang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode 5 tahun terakhir ini telah muncul bank-bank yang menjalankan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. periode 5 tahun terakhir ini telah muncul bank-bank yang menjalankan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah Negara yang mayoritas warga Negaranya memeluk agama Islam, telah membuat Indonesia menjadi tempat yang cocok untuk mengembangkan industri perbankan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori Penelitian 2.2.1 Teori Sinyal (Signaling Theory) Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis keuangan pada semester kedua tahun 2008 yang bermula dari Amerika Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan perekonomian di dunia sampai saat ini tidak dapat dipisahkan dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktik perbankan di Indonesia saat ini menganut dual banking system, yaitu adanya bank konvensional dan bank syariah. Sistem ini di dasarkan atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank Indonesia (BI) memprediksi tahun 2016 ini, fundamental ekonomi Indonesia kedepan akan semakin membaik dan lebih kokoh dengan stabilitas yang lebih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek 53 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini akan menganalisis kinerja kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank syariah sebagaimana bank konvensional memiliki fungsi sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu menghimpun dana dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang 60 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Stasioneritas Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan didasarkan pada langkahlangkah yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab III. Langkah pertama merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Stasioneritas Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji VECM, maka perlu terlebih dahulu dilakukan uji stasioneritas. Uji stationaritas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam beberapa tahun terakhir ini. Praktek perbankan Islam sebagai alternatif

BAB I PENDAHULUAN. dalam beberapa tahun terakhir ini. Praktek perbankan Islam sebagai alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perbankan Islam merupakan fenomena yang menarik dalam beberapa tahun terakhir ini. Praktek perbankan Islam sebagai alternatif sistem keuangan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat selama hampir dua dekade terakhir ini di Indonesia. Meskipun demikian, sebenarnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran dan yang tidak kalah pentingnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi untuk semua kalangan masyarakat. Bank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut dengan Ekonomi Islam, semakin popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negaranegara barat. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia pada dasarnya di mulai seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian Indonesia secara dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan atau perbankan Islam (al-mashrafiyah al-islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah Satu faktor penting dalam pembangunan suatu negara adalah adanya dukungan sistem keuangan yang sehat dan stabil, demikian pula dengan negara Indonesia ini. Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank Syariah merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsipprinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA PENGERTIAN LEMBAGA KEUANGAN Lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menanamkannya dalam bentuk aset keuangan lain, misalnya kredit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Syariah 2.1.1 Pengertian Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan bank sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memegang peranan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan akan dana. Sehubungan dengan hal tersebut sudah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Untuk menggambarkan bagaimana pengaruh capital gain IHSG dengan pergerakan yield obligasi pemerintah dan pengaruh tingkat suku bunga terhadap IHSG dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. dimana kegiatan utamanya adalah menerima simpanan giro, tabungan, dan

1. PENDAHULUAN. dimana kegiatan utamanya adalah menerima simpanan giro, tabungan, dan 1 1. PENDAHULUAN 2. 2.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan syariah (syariah financial institution) merupakan suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset-aset keuangan (financial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang semakin kompleks tentunya membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga keuangan. Kebijakan moneter dan perbankan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Seputar Perekonomian Indonesia 2.1.1 Instrumen Keuangan Islam Instrumen-instrumen keuangan syariah yang terdapat dalam perbankan syariah di Indonesia antara lain sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti di susun berdasarkan pada penelitian-penelitian yang terdahulu beserta persamaan dan perbedaannya yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. Indikator 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sejak dikeluarkannya fatwa bunga bank haram dari MUI pada tahun 2003. Banyak lembaga keuangan yang menerapkan prinsip perbankan dengan berlandaskan sistem syariah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah sesuatu yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk mendapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious 48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) Pengujian akar unit merupakan tahap awal sebelum melakukan estimasi model time series. Pemahaman tentang pengujian akar unit ini mengandung

Lebih terperinci