PERAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA JUDI SABUNG AYAM DI KOTA GORONTALO (STUDI KASUS DI POLRES GORONTALO KOTA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA JUDI SABUNG AYAM DI KOTA GORONTALO (STUDI KASUS DI POLRES GORONTALO KOTA)"

Transkripsi

1 PERAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA JUDI SABUNG AYAM DI KOTA GORONTALO (STUDI KASUS DI POLRES GORONTALO KOTA) Ramli Abas Nirwan Junus Dolot Alhasni Bakung ABSTRAK Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat membawa dampak negatif berupa lahirnya berbagai praktek perjudian sabung ayam. Oleh karena itu kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat harus bertindak tegas dalam hal ini, Akan tetapi selama ini kepolisian terkesan diam dengan tidak bertindak dengan tegas dalam memberantas tindak pidana perjudian ini.tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendiskripsikan upaya yang dilakukan Polres Gorontalo Kota dalam mengungkap tindak pidana perjudian sabung ayam. Masalah yang diteliti adalah peran kepolisian dalam memberantas judi sabung ayam di Kota Gorontalo. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif yang didukung oleh data dari lapangan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa upaya yang dilakukan oleh polres Gorontalo Kota dalam memberantas judi sabung ayam dengan melakukan penggerebekan tetapi upaya ini belum efektif untuk memberantas judi sabung ayam. Kata kunci: Perjudian, Sabung ayam, Kepolisian 1

2 Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan pembangunan diberbagai bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan dan budaya selain membawa dampak positif, juga telah membawa dampak negatif berupa peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai macam kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, seperti lahirnya berbagai praktek perjudian. Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang dihadapi oleh masyarakat. Perjudian disinyalir telah menyentuh berbagai lapisan masyarakat. Kendati tindak perjudian merupakan kegiatan terlarang dan dapat dikenai sanksi, pada kenyataannya perjudian ini sangat sulit diberantas. Hal ini berkaitan dengan paradigma dalam masyarakat untuk mengejar materi dengan cara cepat dan mudah. Pada hakekatnya perjudian sangat bertentangangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila. Serta membahayakan bagi penghidupan masyarakat, bangsa dan negara. Namun melihat kenyataan dewasa ini, perjudian dengan segala bentuknya masih banyak ditemui dalam kehidupan masyarakat. Perjudian mulanya hanya suatu bentuk permainan atau hanya sebagai permainan pengisi waktu luang guna menghibur diri yang sifatnya rekreatif dan netral. Berangkat dari yang netral inilah, lambat laun ditambahkan unsur baru untuk merangsang kegairahan bermain dan menaikkan ketegangan serta pengharapan untuk menang, yaitu biasanya berupa barang taruhan seperti uang ataupun benda-benda berharaga lainnya. Pertaruhan dalam perjudian ini juga terdapat unsur-unsur spekulatif atau untung-untungan itu sedikit atau banyak selalu mengandung unsur kepercayaan mistik terhadap kemungkinan beruntung 1. Oleh karena perjudian dikategorikan sebagai tindak pidana maka kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat harus bertindak tegas dalam hal ini. Akan tetapi selama ini kepolisian terkesan diam dengan tidak bertindak dengan tegas dalam memberantas tindak pidana perjudian ini. Polisi cenderung hanya menerima laporan dari berbagai pihak tentang adanya tindak pidana perjudian kemudian Setelah menerima laporan tersebut, beberapa anggota polisi melakukan penyelidikan. 1 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Rajawali Pers, 1981, Jakarta, Hal 53. 2

3 Kebanyakan laporan yang diterima oleh Polres Gorontalo Kota berupa laporan lisan, dan sesuai dengan ketentuan yang ada didalam Pasal 103 Ayat (2) KUHAP. Kepolisian harusnya melakukan pengembangan lebih lanjut terhadap tindak pidana perjudian yang terjadi untuk memberantas secara keseluruhan praktek-praktek perjudian sabung ayam yang ada di Gorontalo Kota. Polisi jangan hanya menunggu laporan dari masyarakat terkait adanya perjudian sabung ayam, karena jika hanya menunggu laporan maka praktek perjudian sabung ayam tidak akan pernah habis. Apalagi Gorontalo memiliki julukan sebagai daerah serambi madinah atau daerah yang memiliki identitas agama islam yang kuat. Oleh karenanya praktek-praktek perjudian sabung ayam harus segera diberantas sampai keakar-akarnya. Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan kejahatan, yang dalam sejarah dari generasi ke generasi ternyata tidak mudah untuk diberantas. Pengertian penyakit masyarakat adalah segenap tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma yang ada didalam masyarakat dan adat istiadat atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum sedangkan ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala sosial yang dianggap sakit disebabkan oleh faktorfaktor sosial disebut dengan patologi sosial 2. Usaha pemerintah dan para aparat penegak hukum untuk memberantas dan membatasi perjudian menjadi terhambat dengan banyaknya praktek-praktek perjudian gelap. Perjudian merupakan penyakit masyarakat yang juga dapat merugikan ekonomi rakyat dan terhadap hukum, dampaknya terhadap ekonomi rakyat adalah banyaknya harta benda yang terjual hanya karena dipertaruhkan di meja judi. Selain itu juga judi dapat merusak hubungan rumah tangga yang dapat berantakan karena suami istri yang suka bermain judi. Terhadap aspek hukum perjudian merupakan suatu bentuk tingkah laku atau perbuatan yang melanggar norma atau aturan-aturan adat, agama dan tentunya norma hukum. Reaksi sosial terhadap perjudian tersebut cukup keras, bukan saja dari kalangan agama melainkan juga 2 Ibid Hal 55 3

4 organisasi-organisasi kemasyarakatan dan kalangan lain yang peduli terhadap masalah judi ini 3. Perjudian di Indonesia, memperlihatkan kegiatan berciri Semi Organized Crime rapi, mempunyai semacam birokrasi sendiri, resisten terhadap reaksi sosial dan mampu menebar jaringan kegiatan sedemikian rupa sehingga berjangkauan luas ditambah dengan suatu kulitas tinggi untuk menghindari upaya-upaya penegakan hukum melalui berbagai cara 4. Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian merupakan lembaga atau alat Negara yang berperan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban, ini berarti bahwa kepolisian harus memberantas semua penyakit-penyakit masyarakat seperti judi sabung ayam yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Namun kenyataannya, meskipun judi sabung ayam telah menjadi fenomena dalam masyarakat hanya sedikit yang bisa diungkap oleh pihak kepolisian. Berdasarkan uraian diatas dan data dari Polres Gorontalo kota selama 4 tahun terakhir yakni dimulai pada tahun 2010 hingga tahun 2013, maka diangkat rumusan masalah sebagai berikut (1) Bagaimana upaya yang dilakukan Polres Gorontalo Kota dalam mengungkap modus perjudian sabung ayam (2) Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Polres Gorontalo Kota dalam mengungkap kasus tindak pidana judi sabung ayam? A. Metode Penulisan Jenis penelitian ialah penelitian empiris yakni dengan menganalisa data yang diperoleh dari masyarakat. Lokasi penelitian berada di kelurahan tomolobutao Kota Gorontalo. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama, atau data hasil penilitian yang dilakukan langsung didalam masyarakat atau studi lapangan 3 Mulyana W Kusuma, Kejahatan Dan Penyimpangan, YLBHI, Jakarta, 1988, Hal 55 4 Ibid, Hal 58 4

5 langsung pada subjek yang dimaksud 5. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan lain sebagainya 6. Peneliti mengkombinasikan data primer yang diperoleh dari masyarakat kemudian dikompilasikan dengan data sekunder berupa literatur-literatur yang mendukung, untuk kemudian menganalisa dan membahas masalah yang diangkat. Teknik pengumpulan data dalam penelitian terbagi 3 yakni: wawancara yang merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mendiagnosa permasalahan yang akan diteliti, Kemudian angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya, kemudian observasi ialah teknik pengumpulan data yang bertujuan untuk mendeskripsikan setting, kegiatan yang terjadi, orang yang terlibat di dalam kegiatan, dan makna yang diberikan oleh para pelaku yang diamati tentang peristiwa yang bersangkutan 7. Adapun yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang pernah bermain judi sabung ayam. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode purposive sampling atau judgemental sampling (tidak semua populasi dijadikan sampel namun hanya sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan alasan kuat dapat memberikan data). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini masyarakat kelurahan tomolobutao sejumlah 20 orang. B. Hasil Dan Pembahasan 1. Upaya Polres Gorontalo Kota Dalam Memberantas Judi Sabung Ayam Pada hakekatnya, judi merupakan perbuatan yang dilarang baik dalam hukum positif Indonesia maupun dalam aturan agama islam. Seperti yang termaktub dalam 5 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010.Dualisme Penelitian Hukum (Normatif danempiris).yokyakarta.pustaka Pelajar, hlm Ibid 7 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, PT Rineka Cipta, Jakarta,

6 Pasal 303 KUHP yang diancam dengan pidana penjara selama 10 tahun bagi siapa saja yang terlibat dalam permainan atau turut serta dalam permainan judi. Oleh karenanya, kepolisian sebagai lembaga pelindung dan pengayom masyarakat harus memberantas judi sampai pada akar-akarnya. Selama ini upaya yang dilakukan oleh Polres Gorontalo Kota adalah dengan melakukan penyergapan ke lokasi-lokasi yang dinilai sering dijadikan sebagai tempat dalam permainan judi. Tetapi hal itu, belum maksimal dalam menjaring para pelaku judi sabung ayam. Dalam 4 tahun terakhir upaya yang dilakukan oleh Polres Gorontalo Kota hanya menghasilkan bukti-bukti telah dilangsungkannya judi sabung ayam, yakni berupa darah ayam, kaki ayam dan sejumlah uang. Sementara untuk tersangka yang dijerat belum ada. Sesuai hasil wawancara dengan Kasat reskrim Polres Gorontalo Kota, AKP Adhi pradana, bahwa (pada tahun 2010 dilakukan sejumlah penyergapan di lokasi judi Sabung ayam, tetapi yang ditemukan hanya bukti-bukti terjadinya judi sabung ayam 8. Begitu pula pada tahun 2011, tahun 2012, dan tahun 2013 yang belum berhasil menjerat para pelaku judi sabung ayam). Tabel Upaya Pemberantasan Judi Sabung Ayam Oleh Polres Gorontalo Kota Dalam Kurun Waktu 4 Tahun Terakhir Tahun Kasus Keterangan Tidak ada tersangka karena bocornya upaya penyergapan Tidak ada tersangka karena bocornya upaya penyergapan Tidak ada tersangka karena bocornya upaya penyergapan 8 Wawancara tanggal 13 november

7 Tidak ada tersangka karena bocornya upaya penyergapan Dilihat dari tabel diatas bahwa upaya yang dilakukan oleh Polres Gorontalo Kota dalam memberantas judi sabung ayam belum maksimal karena dari gambaran yang terjadi selama 4 tahun terakhir menunjukkan grafik yang stagnan, artinya dari tahun ke tahun yang ditemukan hanyalah bukti-bukti terjadinya tindak pidana judi sabung ayam tanpa menjerat para pelaku. Lokasi penyergapan saat ini telah dijaga oleh pihak kepolisian untuk menjaga agar para pelaku tidak melangsungkan judi sabug ayam lagi. Dari gambaran diatas pula upaya kepolisian Polres Gorontalo Kota dalam memberantas judi sabung ayam belum maksimal. Hal ini dikeranakan dari tahun ke tahun belum ada pelaku yang tertangkap sehingga efek jera belum timbul dalam masyarakat. Oleh kerenanya diperlukan sebuah terobosan baru untuk memberantas judi sabung ayam. Kepolisian merupakan lembaga negara yang bertugas untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sehingganya perlu untuk terus konsisten dalam menjalankan tugasnya tersebut, serta yang paling utama ialah menegakkan hukum dalam masyarakat. Dalam Pasal 14 Undang-Undang No 2 tahun 2002 menyebutkan bahwa salah tugas pokok dari kepolisian ialah: a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan. b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan. c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional. 7

8 e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian. i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang. k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian. l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 14 huruf c tersebut menuliskan bahwa kepolisian harus membina masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan masyarakat terhadap hukum dan aturan perundang-undangan. Oleh karena itu, kepolisian seharusnya tidak hanya memberantas tindak pidana judi sabung ayam tetapi juga harus memberikan pembinaan kepada masyarakat sehingga masyarakat secara keseluruhan memahami hal-hal yang dilarang oleh peraturan yang berlaku. Pembinaan yang dimaksud melingkupi segala aspek kehidupan masyarakat, mulai dari anak-anak remaja hingga orang dewasa agar nantinya kelak judi sabung ayam benar-benar hilang dari masyarakat. Dalam pasal 2 peraturan kepala kepolisian Negara republik Indonesia nomor 12 tahun 2009 tentang pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan kepolisian Negara republik Indonesia mengatakan bahwa penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian penanganan perkara serta pelaksanaan penyidikan 8

9 perkara tindak pidana di lingkungan tugas kepolisian menggunakan asas-asas sebagai berikut: a. Legalitas, yaitu setiap tindakan penyidik senantiasa berdasarkan peraturan perundang undangan. b. Proporsionalitas, yaitu setiap penyidik melaksanakan tugasnya sesuai legalitas kewenangannya masing-masing. c. Kepastian hukum, yaitu setiap tindakan penyidik dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan. d. Kepentingan umum, yaitu setiap penyidik Polri lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi/golongan. e. Akuntabilitas, yaitu setiap penyidik dapat mempertanggungjawabkan tindakannya secara yuridis, administrasi dan teknis. f. Transparansi, yaitu setiap tindakan penyidik memperhatikan asas-asas keterbukaan dan bersifat informatif bagi pihak-pihak terkait. g. Efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam proses penyidikan, setiap penyidik wajib menjunjung tinggi efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan sebagaimana diatur dalam aturan ini. Sebagaimana pembahasan diatas bahwa perbuatan judi merupakan tindakan melanggar hukum, olehnya kepolisian sebagai aparat keamanan haruslah memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Demikian pula dengan penegakan hukum yang harus selalu ditegakkan oleh seluruh unsur kepolisian. Tetapi dalam pelaksanaannya kepolisian belum efektif dalam memelihara ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, sekaligus dalam penegakan hukum. Perbuatan judi yang secara normatif merupakan tindakan melawan hukum haruslah diberantas oleh pihak kepolisian, tetapi kenyataan dilapangan kepolisian sering kali tidak efektif dalam memberantas judi sabung ayam. Selain itu, bahwa perbuatan judi merupakan tindakan melanggar hukum, olehnya kepolisian sebagai aparat keamanan haruslah memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Demikian pula dengan penegakan hukum yang harus selalu 9

10 ditegakkan oleh seluruh unsur kepolisian. Tetapi dalam pelaksanaannya kepolisian belum efektif dalam memelihara ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, sekaligus dalam penegakan hukum. Perbuatan judi yang secara normatif merupakan tindakan melawan hukum haruslah diberantas oleh pihak kepolisian, tetapi kenyataan dilapangan kepolisian sering kali tidak efektif dalam memberantas judi sabung ayam. Upaya yang dilakukan oleh kepolisian dalam hal ini Polres Gorontalo Kota dalam memberantas judi sabung ayam adalah dengan melakukan penyergapan langsung lokasi-lokasi yang disinyalir menjadi tempat digelarnya judi sabung ayam, akan tetapi hal ini belum efektif dalam memberantas judi sabung ayam di Kota Gorontalo. Dalam Pasal 15 Ayat 1 huruf a Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang kepolisian menjelaskan bahwa kepolisian menerima laporan/aduan dari masyarakat. Sementara dalam Pasal huruf b, kepolisian bertugas mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Kaitannya dengan judi sabung ayam, kepolisian hendaknya terbuka dalam menanggapi setiap laporan atau aduan dalam masyarakat terkait digelarnya judi sabung ayam sebagai langkah untuk lebih mengefektifkan pemberantasan judi sabung ayam, mengingat judi sabung ayam sudah merupakan penyakit masyarakat. Tentunya judi sabung ayam tidak akan bisa diberantas apabila tidak dipangkas dari akar-akarnya, olehnya kepolisian sebagai pengayom masyarakat harus memberikan pembinaan hukum masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum. Harus dipahami bersama bahwa timbulnya perbuaan judi juga bisa disebabkan oleh pengaruh ekonomi yang semakin sulit sehingga masyarakat memilih jalan pintas dalam memeuhi kebutuhan ekonomisnya. Masyarakat pun tidak bisa sepenuhnya disalahkan atas hal ini tetapi bagaimana sebagai penegak hukum kepolisian dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hal-hal yang sifatnya melanggar hukum. 10

11 2. Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Memberantas Judi Sabung Ayam Dalam pemberantasan judi sabung ayam, Polres Gorontalo Kota dihadapkan pada sejumlah kendala yang dilapangan. Menurut Kasat reskrim Polres Gorontalo Kota, AKP Adhi pradana, kendala yang dihadapi oleh pihak pihak Polres Gorontalo Kota terdiri dari: 1. Kendala Eksternal: a. Operasi penyergapan sering kali bocor terlebih dahulu sehingga yang ditemukan di lokasi hanyalah uang, darah ayam dan lain-lain. Operasi penyergapan diduga telah bocor terlebih dahulu disebabkan keterlibatan oknum polres gorontalo kota yang turut terlibat dalam judi sabung ayam, sehingga setiap kali upaya penggerebekan sering tidak bisa menjerat para pelaku. h. Kurangnya kerjasama dan kepedulian masyarakat untuk memberantas judi sabung ayam. Walaupun tindak pidana judi sabung ayam dilarang dalam hukum, tetapi masih ada sekelompok masyarakat yang ikut melaksanakan permainan ini. Hal ini pun telah berlangsung lama sehingga sebagian masyarakat menjadi tidak perduli lagi dengan upaya pemberantasan judi sabung ayam. i. Judi sabung ayam sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat. Karena sudah berlangsung lama maka masyarakat telah menjadikannya sebagai hal yang wajib dilakukan, tanpa memperdulikan lagi aturan yang berlaku sehingga untuk memberantasnya perlu diberikan sosialisasi kepada masyarakat agar nantinya timbul kesadaran untuk tidak bermain judi sabung ayam lagi. 1. Kendala internal ialah: a. Kurang sinkronisasi tugas antara unit intel dan unit reskrim dalam memberantas judi sabung ayam. Dalam melakukan penyergapan, didahului dulu dengan penyelidikan oleh unit intel Polres Gorontalo Kota. Hasil dari penyelidikan ini kurang disinkronisasi dari unit reskrim sehingga upaya penyergapan sering kali tidak menjerat para pelaku. 11

12 Kendala-kendala inilah yang kemudian menjadikan pemberantasan judi sabung ayam menjadi terhambat karena penggerebekan merupakan satu-satunya cara yang ditempuh oleh pihak Polres Gorontalo Kota untuk memberantas judi sabung ayam. Kebocoran pelaksanaan operasi penggerebekan sebetulnya harus dikaji leih jauh lagi, misalnya dengan memeriksa anggota polisi yang diduga terlibat dalam tindak pidana judi sabung ayam. Karena apabila ada anggota kepolisian yang ikut terlibat dalam judi sabung ayam maka tindakan penyergapan tidak akan menemui hasil yang maksimal. Polres Gorontalo Kota harusnya juga telah mengkaji terlebih dahulu lokasi yang akan ditergetkan sebagai tempat penggerebekan judi sabung ayam. Proses pengkajian ini harus melalui pematangan konsep bersama unsur lain dalam kepolisian, misalnya bagian intel maupun bagian lain yang dapat diperbantukan untuk merumuskan pemberantasan judi sabung ayam. Menurut teori sistem hukum oleh Lawrence Friedman, bahwa suksesnya penegakan hukum dipengaruhi oleh 3 hal yakni substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Pertama Substansi hukum ialah merupakan inti dari hukum itu yang menentukan bisa tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi hukum dapat juga dikatakan sebagai aturan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam sistem hukum. Misalnya DPR mengeluarkan Undang-undang, maka undang undang tersebut harus mencakupi seluruh persoalan di Indonesia. Dalam tindak pidana judi, aturan yang mengaturnya ada dalam Pasal 303 KUHP yang berbunyi Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paliing banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa yang tanpa mendapat izin: 1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan dalam permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu 2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan keapda khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak perduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tatacara. 12

13 3. Menjadikan turut serta pada permainan judi seperti pencarian. Dari bunyi Pasal 303 KUHP diatas, dapat dipahami bahwa inti dari Pasal tersebut ialah pelarangan tindak pidana judi tanpa menyebut kata judi sabung ayam. Walaupun begitu tindak pidana judi sabung ayam dimasukkan dalam aturan Pasal itu. Selain itu, tafsiran dari Pasal tersebut ialah sanksi akan diberikan kepada siapa saja yang melakukan judi tanpa mendapat izin. Hal ini tentu saja membuat substansi hukum menjadi tidak jelas dalam Pasal ini karena sanksi tidak diberikan kepada siapa saja yang melakukan perbuatan judi tetapi sanksi justru akan diberikan kepada yang tidak mendapat izin. Hal ini tentu saja membuat tujuan dari hukum yakni kepastian dan keadilan hukum tidak tercapai dalam Pasal ini. Kedua Struktur hukum ialah institusi yang berperan dalam penegakan hukum, dalam hal ini ialah kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan juga lembaga pemasyarakatan. Peran dari struktur hukum ini menjadi sangat penting sebab kredibililtas, kompeten dan independensi dalam menjalankan tugasnya masing-masing menentukan arah penegakan hukum kedepannya. Kepolisian sebagai institusi yang pertama menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Utamanya dalam memberantas tindak pidana judi sabung ayam. Dalam pemberantasan judi sabung ayam pun, kepolisian harus memiliki jiwa independensi sebab jika kepolisian tidak memiliki jiwa independensi maka penegakan hukum untuk tindak pidana judi sabung ayam tidak akan efektif. Ketiga,budaya hukum ialah sikap dari masyarakat dalam memahami hukum serta taat kepada aturan yang telah ditetapkan. Budaya hukum menjadi sangat penting sebab titik pusat dari budaya hukum adalah pada masyarakat. Ketidaktaatan masyarakat pada hukum bisa dijadikan indikasi bahwa budaya hukum mengalami kemerosotan. Tindak pidana judi sabung ayam bisa menjadi contoh bahwa budaya hukum atau budaya menaati aturan di masyarakat berada pada titik terendah. Disinilah peran kepolisian, bukan hanya memberantas tindak pidana judi sabung ayam tetapi juga dapat memberikan pendididikan kepada masyarakat untuk selalu taat kepada hukum. 13

14 Menurut Moeljatno salah satu penyebab orang melakukan tindak pidana karena diperngaruhi oleh lingkungan disekitanya atau criminal sociologi 9. Dalam kriminal sosiologi ini aspek lingkungan atau aspek sosial memberikan pengaruh terhadap seseorang untuk melakukan tindak pidana atau kejahatan. Aspek sosial inilah yang kemudian menjadi sukar untuk dibendung, misalnya faktor didikan dari keluarga yang minim terhadap aturan-aturan hukum. Selain itu interaksi dengan lingkungan sekitar juga membuat seseorang menjadi turut dalam perbuatan tindak pidana khususnya judi sabung ayam. Dalam tindak pidana judi sabung ayam biasanya dilakukan di tempat yang tersembunyi sehingga aparat kepolisian juga mengalami kesulitan dalam mengungkap judi sabung ayam. Oleh karena itu, kepolisian harus berperan sebagai pengendali sosial untuk mengefektifkan pemberantasan judi sabung ayam. C. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan Upaya yang dilakukan oleh Polres Gorontalo Kota dalam memberantas judi sabung ayam ialah dengan melakukan penggerebekan secara langsung di lokasi perjudian sabung ayam. Hal ini belum efektif karena upaya penggerebekan belum menyentuh pelaku judi sabung ayam serta tidak memberikan efek jera kepada masyarakat. Faktor utama yang menjadi kendala oleh pihak Polres Gorontalo Kota ialah informasi penggerebekan yang sudah bocor terlebih dahulu sehingga upaya penggerbekan menjadi tidak efektif. 2. Saran Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, maka dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemberantasan judi sabung ayam oleh pihak Polres gorontlo kota hendaknya bukan merupakan satu-satunya cara yang ditempuh oleh Polres Gorontalo Kota. Pemberantasan judi sabung ayam dapat dilakukan dengan upaya yang lebih 9 Moeljatno (dalam Mahrus Ali), Dasar-dasar hukum pidana, Jakarta, 2012, hal 54 14

15 preventif yakni dengan memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami tentang aturan pelarangan judi sabung ayam. 2. Untuk lebih mengefektifkan pemberantasan judi sabung ayam, Polres Gorontalo Kota sebaiknya menggandeng masyarakat untuk memberikan informasi tentang lokasi permainan judi sabung ayam agar judi sabung ayam dapat diberantas di masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Ali Mahrus, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta. Ashshofa Burhan, 2010, Metode Penelitian Hukum, PT Rineka Cipta, Jakarta. G.W. Bawengan, 1977, Masalah Kejahatan Dengan Sebab dan Akibatnya, Pradnya Paramitha, Jakarta. Kartini Kartono, 1981, Pathologi Sosial, Rajawali Jilid I, Jakarta. Masruchin Ruba I, 2003 Asas-asas Hukum Pidana, UM Press, Malang. Moeljanto, 2007, Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara Jakarta. Mulyana W Kusuma, 1988, Kejahatan Dan Penyimpangan, YLBHI, Jakarta. Prakoso, Abintoro, 2014, Hukum Dan Psikologi Hukum, Laksbang Grafika, Yogyakarta. Pudi Rahardi, 2007 Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Laksbang Mediatama,Surabaya, cetakan ke 1 Juni. 15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN POLISI DALAM MEMBERANTAS PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM POLRESTA KOTA JAYAPURA

ANALISIS PERAN POLISI DALAM MEMBERANTAS PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM POLRESTA KOTA JAYAPURA ANALISIS PERAN POLISI DALAM MEMBERANTAS PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM POLRESTA KOTA JAYAPURA, SH.,MH 1 Abstrak : Bahwa kendala yang dialami oleh Polres Kota Jayapura dalam memberantas tindak pidana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2005 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HSL RPT TGL 5 MART 09 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

Jenis Kelamin. Umur : tahun

Jenis Kelamin. Umur : tahun 73 Nama Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan : : : : Umur : tahun : :. Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat saudara, apabila jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan, negara Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOLAKA UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Daerah Kolaka Utara adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni Negara Indonesia adalah Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia dari satu negara ke negara lain. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian hukum normatif yakni mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum,

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian hukum normatif yakni mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, BAB III METODE PENELITIAN A. Sifat Penelitian Sifat peneletian menurut Soerjono Soekanto terdiri atas dua yakni, penelitian hukum normatif yakni mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berusaha mengatur segala aspek kehidupan manusia dalam segala bentuk, karena hukum berfungsi menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat juga memberi keadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUHAN. norma dan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Setiap perbutan

BAB I PENAHULUHAN. norma dan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Setiap perbutan BAB I PENAHULUHAN A. Latar belakang masalah Hukum merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia, hukum adalah suatu norma atau aturan yang mengikat dimana setiap perbuatan selalu ada batasanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi pemerintah yang bertugas sebagai ujung tombak penegakan hukum di Indonesia. Tugas yang diemban ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia dan pembangunan masyarakat Indonesia. Pembangunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa pelacuran merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pada saat ini banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para penegak hukum dan aparat

Lebih terperinci

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA IDUN MOKODOMPIT Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya masyarakat lakukan dalam memperingati hari raya idul fitri, peringatan pergantian tahun baru, perayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia saat ini semakin meningkat, melihat berbagai macam tindak pidana dengan modus tertentu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti strafbaar feit. Dalam perundang-undangan negara kita II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam Hukum Pidana. Istilah tindak dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akibat kemajuan teknologi baik dibidang informasi, politik, sosial, budaya dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap tujuan kuantitas dan kualitas tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam upaya menciptakan kehidupan bangsa Indonesia yang aman, damai dan sejahtera. Tanpa adanya penegakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya Indonesia merupakan Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan dan Undang-undang Dasar 1945 menghendaki adanya persamaan hak,tanpa membeda-bedakan Ras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015 [1] RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Strafbaarfeit. Pidana adalah suatu reaksi atas delik (punishment) atau lembaga negara terhadap pembuat delik 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Strafbaarfeit. Pidana adalah suatu reaksi atas delik (punishment) atau lembaga negara terhadap pembuat delik 5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana, dalam bahasa belandanya adalah Strafbaarfeit.

Lebih terperinci