Tentang MASA LALU ASASI EDISI MARET- APRIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tentang MASA LALU ASASI EDISI MARET- APRIL"

Transkripsi

1 Tentang MASA LALU

2 daftar isi editorial 04 Sebuah Jerat bernama Masa Lalu Mudah-mudahan membanjirnya ingatan masa lalu itu bisa membangunkan publik dari amnesia akut akan keniscayaan penataan ulang dan konsolidasi demokrasi tanpa menghadapi masa lalu. laporan utama 5-12 Mencari Celah Penyelesaian Masa Lalu: Mendorong Pembentukan Kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Tidak terbukanya katup masa lalu, akan berakibat pada langgengnya segregasi sosial di masyarakat, sebagai akibat stigmatisasi warisan rezim otoriter. Jika dibiarkan, situasi ini bisa menjadi bom waktu, yang setiap saat bisa meletupkan konflik horisontal, dan bukan tidak mungkin, menghadirkan peristiwa yang lebih buruk dari masa lalu. (politikana.com) Kolom nasional Seabad (Kejahatan) Perkebunan Sawit Perayaan oleh GAPKI (Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) sebagai sebuah keberhasilan ekonomi dalam sektor sawit telah mengaburkan realitas konflik yang menjadi gambaran sesungguhnya bagi industri perkebunan. Keuntungan besar yang diperoleh oleh perusahaanperusahaan yang terlibat di dalamnya didasari pada ketersediaannya lahan dari petani skala kecil dan masyarakat adat, dan eksploitasi buruh. laporan kegiatan Mengurangi Pelanggaran HAM dengan Pendokumentasian. Kekuatan sebuah Lembaga Studi & Advokasi yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia terletak pada Informasi & Pengetahuan" (alm. Asmara Nababan, 2009) profil elsam 24 Suara Korban yang tak Tertahankan Propaganda hitam (black propaganda) Angkatan Darat kemudian Rezim Orde Baru telah memutar balik peran mereka dalam catatan sejarah. Dari pahlawan, oleh militer Orde Baru, mereka diposisikan sebagai pengkhianat bangsa. nasional Peluang Pembubaran Organisasi Massa Anarkis Jika ada kelompok atau organisasi resmi yang selama ini terus melakukan aksi-aksi kekerasan, yang bukan hanya meresahkan masyarakat luas, tapi nyata-nyata telah banyak menimbulkan korban, pada para penegak hukum agar mencarikan jalan yang sah dan legal untuk bisa perlu dilakukan pembubaran atau perubahan (Presiden SBY) monitoring sidang Perkembangan Persidangan Kasus Penyerangan Ahmadiyah Cisalada Persidangan kasus penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah di Kampung Cisalada pada 1 Oktober 2010 lalu akhirnya digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong Kabupaten Bogor mulai tanggal 17 Januari Persidangan tersebut terkait dengan penyerangan yang dilakukan oleh ratusan warga Kampung Kebon Kopi dan Pasar Salasa Desa Ciampea Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor terhadap warga Kampung Cisalada

3 surat pembaca Redaksional Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi: Indriaswati Dyah Saptaningrum Redaktur Pelaksana: Widiyanto Dewan Redaksi: Widiyanto, Indriaswati Dyah Saptaningrum, Otto Adi Yulianto, Zainal Abidin, Wahyu Wagiman Redaktur: Indriaswati DS, Otto Adi Yulianto, Triana Dyah, Wahyu Wagiman,Wahyudi Djafar, Andi Muttaqien, Ester Rini Pratsnawati, Paijo Sekretaris Redaksi: Triana Dyah Sirkulasi/Distribusi: Khumaedy Desain & Tata Letak: alang-alang Penerbit: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Pembaca yang budiman, Redaksi mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada pembaca yang telah mengirim balik survey Buletin Asasi, antara lain Sdr. Mohammad Wahyudin dari Yayasan Lembaga Kemanusiaan Masyarakat Pedesaan ( YLKMP ) Lombok Utara NTB; Bp. Husnu Abadi Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Riau; Sdr. Amir Fadhiah, dan Yayasan Yaltin Sejahtera, Ruteng. Berdasarkan hasil survey tersebut, semua rubrik sangat berguna bagi pembaca dan kami tentunya akan semakin meningkatkan mutu bulletin ini.. Salam HAM, Redaksi Alamat Redaksi: Jl. Siaga II No. 31, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510, Telepon: (021) , Faximile: (021) office@elsam.or.id, asasi@elsam.or.id Website: Redaksi senang menerima tulisan, saran, kritik dan komentar dari pembaca. Buletin ASASI bisa diperoleh secara rutin. Kirimkan nama dan alamat lengkap ke redaksi. Kami juga menerima pengganti biaya cetak dan distribusi berapapun nilainya. Transfer ke rekening ELSAM Bank Mandiri Cabang Pasar Minggu No Tulisan, saran, kritik, dan komentar dari teman-teman dapat dikirimkan via di bawah ini: asasi@elsam.or.id 03

4 editorial Sebuah Jerat bernama Masa Lalu TTiga belas tahun yang lalu, pada bulan-bulan ini suhu politik mulai memanas. Diawali dengan melambungnya harga-harga komoditi akibat krisi ekonomi di tahun sebelumnya yang memberikan amunisi awal bagi serangkaian konsolidasi protes dalam berbagai rupa demonstrasi. Seperti masih lekat dalam ingatan, kegaduhan politik ini ditutup dengan serangkaian 'amok' yang meninggalkan ratusan orang dengan luka batin akibat penjarahan, dan kekerasan. Secara khusus 'amok' ini dipercaya meninggalkan ratusan korban perempuan yang membisu, menutup rapat narasi atas pemandangan ribuan mayat perempuan yang teronggok telanjang di got-got, terpanggang hidup-hidup dalam rumah yang dijarah dan menjadi sasaran 'gang rape' dari sekelompok massa yang beringas yang tiba-tiba saja menyentak kesadaran warga ibukota kala itu. Seperti sudah menjadi kebiasaan dalam regim sebelumnya, tak ada satu versi resmi yang mendekati kebenaran atas apa yang terjadi, kecuali dalam satu laporan yang diterbitkan oleh TGPF yang sayangnya tak berhasil memperoleh leverage politik untuk menjadi satu pengakuan resmi dari negara atas apa yang sesungguhnya terjadi. Seperti juga sudah menjadi suatu kebiasaan yang umum, sekali lagi serangkaian kekerasan ini hanya meninggalkan korban tanpa pelaku. Narasi atas apa yang terjadi bergulir dari mulut ke mulut tak ubahnya cerita hantu yang sering jadi momok bagi anak-anak, dan diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Mungkin karena itulah justru ingatan itu tak pernah pupus dari ruang individual, tertutup rapat, meski masih terus membisu diruang publik. Realitas ini dengan segera tergulung oleh riuhnya agenda reformasi membawa berbagai diksi yang akrab dengan publik, berorientasi pada penataan ulang kelembagaan negara, mulai dari institusi judicial, eksekutif, legislatif, dan birokrasi, termasuk menata ulang cara pandang dan model pengelolaan administrasi tata pemerintahan seperti akrab dengan diksi tata kelola pemerintahan yang baik ( good governance), rule of law ( baca supremasi hukum); mendedahkan konteks baru beralihnya tahap dari transisi ke konsolidasi (demokrasi). Namun, berbagai peristiwa kekerasan yang terus menyentak kesadaran publik belakangan menyisakan sejumlah pertanyaan mengenai validitas asumsi tersebut. Benarkah yang ada adalah konsolidasi atau justru sebenarnya belum bergerak terlampau jauh melangkah dari garis awal dimulainya transisi? Gambaran visual beberapa orang yang sudah sekarat berbalut lumpur yang terus dipukuli oleh massa dalam video yang beredar dan ditayangkan salah satu televisi nasional dalam peristiwa kekerasan terhadap jamaah Ahmadiyah segera menghadirkan kembali ingatan akan kekejaman serupa ditahun 1965 terhadap mereka yang disangka komunis seperti dipampangkan dalam salah satu buku rekaman sejarah Indonesia yang hadir dalam tiga jilid foto bernarasi. Rentetan penembakan terhadap petani (penduduk lokal) di kawasan Urut Sewu, desa Setrojenar segera mengingatkan kembali tragedi Alas Tlogo. Belum usai, sudah ada usulan RUU Intelijen yang segera disambut dengan teriakan publik, Mengapa kita panggil kembali Bakorstanas, Kopkamtib dan sejenisnya dari masa lalu dalam RUU ini? Deretan peristiwa lain dengan segera akan memanggil ulang ingatan sangat hidup akan peristiwa serupa bila tak boleh dibilang sama di masa lalu, seperti pemindahan makam paksa Pak Heru Atmojo dari Taman Makam Pahlawan oleh sekelompok orang yang mengaku bernama GUIB dengan alasan yang bersangkutan terlibat G30S. Mengklaim sebagai respon atas desakan tersebut, Cilangkap mengirim utusan untuk mendesak keluarga secara diam-diam memindahkan jenazah yang belum lagi menjadi tanah ke lokasi yang lain. Betapa miris seseorang harus mati dua kali hanya karena narasi G30S terus dipelihara sebagai cerita hantu dalam ingatan publik. Mudah-mudahan membanjirnya ingatan masa lalu itu bisa membangunkan publik dari amnesia akut akan keniscayaan penataan ulang dan konsolidasi demokrasi tanpa menghadapi masa lalu. Membabar dan memblejeti, bukan untuk pertamatama mencari siapa yang keliru, atau menghukum yang disangka berbuat seperti dalam semangat keadilan retributive; Namun lebih mulia dari itu, untuk menancapkan titik baru yang memutus siklus keberulangan seperti diuraikan diatas. Sehingga pengalaman pahit di masa lalu tak terus menjadi hantu yang hidup dalam pikiran dan ketakutan, muncul berulang dari satu generasi ke generasi yang lain. Jadi adakah alasan lain yang mungkin bisa menghentikan kita untuk berhenti mendorong negara menghadapi masa lalu? Indriaswati D. Saptaningrum Direktur Eksekutif 04

5 laporan utama Memetakan Dukungan Politik Penyelesaian Masa Lalu: (Mendorong Pembentukan Kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) Oleh Wahyudi Djafar (Program Officer Monitoring Kebijakan ELSAM) Lebih dari satu dekade bangsa ini lepas dari cengkeraman rezim otoritarian, namun beragam persoalan yang diwariskan sebagai akibat pilihan kebijakan di masa yang lalu, masih terus melekat dalam perjalanan bangsa. Salah satu faktor utama, dari masih sinambungnya problematika masa lalu, di dalam kehidupan hari-hari ini adalah belum adanya kejelasan penyelesaian atas sejumlah kesalahan di masa lalu. Banyak kejahatan hak asasi manusia masa lalu yang belum tuntas penyelesaiannya hingga kini. Tiadanya penyelesaian masa lalu dalam proses transisi dari periode otoritarian ke demokratik, tentu akan menjadi 'ganjalan sejarah' perjalanan bangsa ini ke depan. Ini berakibat pada langgengnya segregasi sosial di masyarakat. Korban akan terus menerima stigmatisasi warisan rezim otoriter. Jika dibiarkan, situasi ini bisa menjadi bom waktu, yang setiap saat bisa meletupkan konflik horisontal, dan bukan tidak mungkin, menghadirkan peristiwa yang lebih buruk dari masa lalu. Mengapa demikian? Sebab bangsa ini tak pernah belajar, dari kesalahan yang pernah diperbuatnya. Dengan penyelesaian masa lalu, bangsa ini bisa belajar dan berupaya untuk tidak mengulangi kesalahannya, pada masa yang akan datang. Mandat Pembentukan KKR Belajar dari pengalaman negara-negara lain yang mengalami proses transisi, sesaat setelah bergulirnya reformasi, Indonesia sebenarnya pernah memiliki inisiatif untuk menyelesaikan sejumlah warisan kasuskasus masa lalu. Inisiatif diawali dengan pembentukan TAP MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan Nasional. Ketetapan itu mengamanatkan pentingnya kesadaran dan komitmen yang sungguhsungguh untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional, hal-hal yang harus diwujudkan dalam langkahlangkah nyata berupa pembentukan Komisi Kebenaran 1 dan Rekonsiliasi (KKR). Selanjutnya, Indonesia juga telah memiliki UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang menjadi dasar bagi terbentuknya pengadilan kejahatan terhadap hak asasi manusia. Kehadiran pengadilan ini penting sebagai satu langkah penyelesaian masa lalu, khususnya demi adanya pertanggungjawaban hukum atas kejahatan masa lalu sehingga menjadi jelas siapa pelaku dan korbannya. Sejak berdiri, Pengadilan HAM telah menyidangkan setidaknya dua kasus masa lalu, yaitu kasus kejahatan HAM di Timor Timur menjelang dan sesudah jajak pendapat 1999, serta kasus Tanjung Priok yang terjadi pada Sayangnya mekanisme pengadilan ini tidak sepenuhnya memenuhi hak-hak korban atas keadilan, 2 maupun hak atas pemulihan. UU Pengadilan HAM sebenarnya tidak hanya menjadi dasar bagi pembentukan pengadilan HAM, namun juga mengamanatkan pembentukan KKR, seperti ditegaskan dalam Pasal 47. Menurut UU ini, pembentukan KKR penting, khususnya dalam rangka penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, yang terjadi sebelum terbentuknya UU Pengadilan HAM. Selain UU Pengadilan HAM, amanat pembentukan KKR juga tersebar di pelbagai UU lainnya. Sebagai contoh, UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang menegaskan pembentukan KKR secara terbatas di Papua, sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU ini. Pun demikian dalam UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Kesepakatan Damai Helsinki, antara 3 Pemerintah Indonesia dengan GAM. Kemudian pada 16 Januari 2007, bersamaan dengan pengesahan UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, bangsa Indonesia juga kembali diingatkan tentang pentingnya melaksanakan rekonsiliasi nasional. Tindakan ini diperuntukan sebagai sebuah mekanisme penyelesaian dan penuntasan persoalan-persoalan yang masih mengganjal pada masa yang lalu, seperti pelanggaran HAM berat dan tindakan-tindakan kejahatan politik yang dilakukan atas nama negara, sebagai salah satu bagain dari konsolidasi demokrasi. Tabel 1: Mandat Pembentukan KKR 05

6 laporan utama Kilas Balik UU KKR Jilid Pertama Segera setelah tumbangnya rezim otoritarianisme birokratik Soeharto, dan terjadi peralihan pemerintahan, sejumlah pihak termasuk di dalamnya Komnas HAM, menanggapinya dengan gagasan mengenai perlunya rekonsiliasi nasional. Gagasan ini kian mendapat ruang, setelah keluarnya TAP MPR No. V/MPR/2000 dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang mengamanatkan pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Menanggapi mandat tersebut, selanjutnya pemerintah melalui Departemen Hukum dan Perundang-Undangan meyiapkan rancangan undang-undang komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Setelah mendapatkan masukan dari berbagai kalangan, pada 2003 RUU tersebut kemudian diserahkan ke Sekretariat Negara. Pada tahun yang sama, rancangan undangundang inisiatif pemerintah ini selanjutnya dilimpahkan ke DPR, untuk dilakukan pembahasan. Proses pembahasan di DPR dilakukan melalui sebuah Panitia Khusus (Pansus) yang beranggotakan 50 orang anggota DPR dari lintas fraksi. Dalam prosesnya, pembahasan RUU KKR sedikitnya mengundang lima puluh kelompok dan individu dari berbagai kalangan, untuk dimintai pendapat dan masukannya perihal substansi dari RUU KKR. Setelah dilakukan pembahasan lebih dari satu setengah tahun lamanya, akhirnya RUU KKR disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR pada 7 September 2004, dan diundangkan menjadi UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Meskipun UU KKR mengamanatkan pembentukan KKR dengan batas waktu setahun setelah disahkan, namun pemerintah terlihat kurang responsif untuk segera melakukan pembentukan KKR. Proses seleksi pemilihan anggota komisioner KKR baru dilakukan pada April 2005 dan berakhir pada Agustus Telah terpilih 42 orang calon anggota komisioner KKR saat itu. Calon-calon tersebut selanjutnya diserahkan ke Presiden untuk dipilih 21 4 orang sebagai komisioner KKR. Belum sampai terbentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, pada tahun 2006, sejumlah elemen masyarakat sipil, berinisiatif untuk mengajukan permohonan pengujian atas UU No. 27 Tahun 2004, kepada Mahkamah Konstitusi. Permohonan pengujian ini berangkat dari beberapa catatan kritis terhadap UU KKR, khususnya terkait dengan amnesti, pemberian kompensasi yang digantungkan pada amnesti, dan sifat substitutif mekanisme KKR atas pengadilan. Ketidakjelasan dan ketidaksempurnaan konsep atas tiga materi tersebut dikuatirkan berimplikasi pada hilangnya kerangka hukum bagi narasi korban sehingga terbuka kembali ruang pengingkaran tanggung jawab negara atas kekerasan masa lalu. Selain itu, materi-materi di dalam undang-undang tersebut juga telah kehilangan roh pengungkapan kebenaran dan memungkinkan keberlangsungan praktik impunitas. Lebih jauh dalam permohonan para pemohon mendalilkan bahwa sejumlah ketentuan dalam UU KKR telah bertentangan dengan UUD 1945, di antaranya mengenai pemberian amnesti kepada pelaku, dan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang seolah membiarkan terjadinya tawar-menawar dengan pelaku, karena adanya pra-syarat rekonsiliasi atau penyelesaian pelanggaran HAM yang berat dilakukan setelah adanya amnesti kepada para pelaku. Klausul-klausul tersebut juga dianggap bertentang dengan hukum hak asasi manusia internasional, hukum humaniter, dan bertentangan dengan prinsip- 5 prinsip terkait hak-hak korban. Di luar dugaan, pada 7 Desember 2006, MK tidak hanya membatalkan pasal yang dimohonkan, tetapi malah membatalkan keseluruhan UU KKR melalui Putusan No. 006/PUU-IV/2006. MK beralasan, tujuan dari KKR tidak akan mungkin dicapai dengan undangundang ini. Dalam pertimbangan hukum putusannya (ratio decidendi), MK menyatakan bahwa pasal yang dibatalkan merupakan pasal jantung dari apa yang menjadi tujuan UU KKR. Sehingga dengan pembatalan pasal ini, maka KKR tidak lagi bisa menjadi tujuannya, karenanya UU KKR perlu dibatalkan secara keseluruhan. Bagan Perjalanan UU KKR Jilid I Namun demikian, meski membatalkan secara keseluruhan UU KKR, dalam pertimbangan hukum putusannya, MK tetap menekankan perlu dan pentingnya pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi bagi bangsa Indonesia. Menurut MK, banyak cara yang dapat ditempuh untuk itu, antara lain dengan mewujudkan rekonsiliasi dalam bentuk kebijakan hukum (UU) yang serasi dengan UUD 1945 dan instrumen HAM yang berlaku secara universal, atau dengan melakukan rekonsiliasi melalui kebijakan politik 6 dalam rangka rehabilitasi dan amnesti secara umum. Artinya, melalui putusan ini, MK sesungguhnya menegaskan konstitusionalitas KKR dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu, sebagai bagian dari proses transisi demokrasi. Karena itu MK memerintahkan pembentukan kembali UU KKR yang sejalan dengan UUD 1945 dan hukum HAM internasional. Menjelang lima tahun sesudah MK membatalkan UU No. 27 Tahun 2004 tentang KKR, akhirnya pada November 2010, Kementerian Hukum dan HAM menyelesaikan Naskah Akademis dan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Setelah dilakukan harmonisasi, Naskah Akademis dan RUU tersebut selanjutnya diserahkan ke Presiden untuk dimintakan Surat Presiden, guna dilimpahkan ke DPR, untuk 06

7 laporan utama dilakukan pembahasan bersama. Dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) , RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi masuk ke dalam prioritas legislasi tahun Sayangnya, hingga menginjak bulan keempat tahun 2011, Presiden tidak segera melimpahkan RUU tersebut ke DPR, untuk dilakukan pembahasan. Dukungan Politik Pembentukan Kembali UU KKR Melihat janji kampanye pasangan SBY-Boediono pada Pemilu Presiden 2009, seharusnya tidak ada alasan untuk tidak menyegerakan proses pembahasan RUU KKR. Dalam janji kampanye di bidang hak asasi manusia, SBY setidaknya menyebutkan empat hal: (1) Keadilan tanpa diskriminasi; (2) Menjamin kebebasan dan hak asasi; (3) Melindungi kaum perempuan dan anak; dan (4) Politik non-diskriminasi. Untuk memenuhi keempat hal tersebut, pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi harus dilakukan, demi terpenuhinya hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, yang sampai sekarang belum dilakukan. Keadilan yang seharusnya bisa dinikmati oleh para korban, pada kenyataannya terus mengalami penundaaan bahkan mengarah pada peniadaan, yang sesungguhnya memiliki arti penyangkalan terhadap hak atas keadilan mereka (justice delayed is justice denied). Sementara sikap partai-partai politik di DPR saat ini, dari pemetaan pandangan yang dilakukan ELSAM, dapat dikatakan secara umum mereka memberikan dukungan atas pembentukan kembali UU KKR, melihat urgensi UU tersebut, bagi perjalanan bangsa Indonesia ke depan. Salah satu dukungan datang dari Yahdil Harahap, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (F- PAN). Dia menyatakan bahwa keberadaan UU KKR sangat penting, sebab ada banyak tragedi sejarah bangsa ini yang belum terselesaikan, serta operasi yang bersifat rahasia, yang tidak diketahui kejadian sebenarnya. Dengan adanya UU KKR, itu semua diharapkan akan bisa terselesaikan, termasuk kasus Aceh, Tanjung Priok, penghilangan orang secara paksa, kasus Trisakti, dan Kasus Semanggi I dan II. Yahdil yang juga anggota Komisi III DPR memberikan penekanan bahwa UU ini sama sekali tidak memiliki maksud mencari kesalahan orang atau mengungkit kesalahan masa lalu. Banyak sejarah bangsa ini yang gelap, dengan undang-undang ini sejarah tidak akan gelap lagi, sehingga anak cucu kita akan tahu sejarahnya, demikian ditegaskannya. Mengenai proses perjalanan RUU KKR Jilid Kedua, meski F-PAN belum pernah secara khusus membicarakan RUU ini, tapi secara umum semua fraksi di DPR sudah mengetahuinya. Yahdil mengatakan, Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM, pernah mengundang anggota Komisi III DPR, masing-masing tiga orang tiap fraksi, untuk menyosialisasikan substansi RUU KKR. Artinya, pada prinsipnya semua fraksi sudah memiliki draft RUU. Anggota DPR dari Dapil Sumatera Utara II ini menuturkan, KKR menjadi harapan dari para korban pelanggaran HAM, sebagai salah satu alternatif penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu. Terkait dengan pembentukan Pengadilan HAM, diungkapkan Yahdil, jika presiden memiliki kemauan politik, sebenarnya tinggal dilakukan pembentukan saja. Sekarang posisi DPR hanya menunggu keputusan Presiden saja. Sementara Anggota Komisi III DPR, dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Ahmad Yani, justru menanyakan kenapa dahulu MK membatalkan undang-undang ini. Menurut dia, Indonesia perlu belajar dari Afrika Selatan yang sudah menyelesaikan masa lalunya. Anggota DPR dari Dapil Sumatera Selatan I ini menyebutkan, bahwa RUU KKR harus segera dilakukan pembahasan, supaya bangsa ini tidak terus membicarakan masa lalunya, kita harus memotong sejarah yang kelam, kita harus berpikir ke depan, tegasnya. Menurutnya, sejarah menjadi bagian dari dinamika perjalanan bangsa kita ke depan, jadi keberadaan UU KKR sangat penting, agar kita tidak terus tersandera. Yani memberikan penegasan bahwa apa yang dilakukan di masa lalu adalah suatu kesalahan, karena itu harus ada fakta yang diungkap, baru kemudian melakukan rekonsiliasi, bagaimana mau rekonsiliasi jika tidak ada faktanya tentang kesalahan dan kebenarannya, gugatnya. Ahmad Yani, salah satu Ketua DPP PPP ini, menyebutkan penyelesaian masa lalu menjadi agenda sangat penting agar kita tidak terus-menerus dibebani sejarah gelap bangsa ini, yang tentunya akan menjadi beban pula bagi generasi yang akan datang. Itulah pentingnya UU ini, apa dan bagaimana mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, akan diatur. Bahwa sejarah bangsa ini berdarah-darah, supaya ke depan tidak lagi berulang peristiwa itu, maka perlu ada penyelesaiannya, termasuk perlunya rehabilitasi dan kompensasi bagi para korban, seperti korban peristiwa Tanjung Priok, Talang Sari, termasuk juga korban peristiwa 1965, tutupnya. Sedangkan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) di DPR, Marwan Ja'far, mengaku, sejauh ini fraksinya belum melakukan pembicaraan atas RUU KKR. Namun demikian, secara ide dan substansinya, PKB sangat setuju dengan kehadiran RUU KKR. Menurut anggota Komisi V DPR ini, seluruh pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu harus dibongkar, tidak hanya pelaku yang kecil yang mendapat hukuman, tetapi juga aktor intelektualnya harus diungkap. Lebih jauh diutarakan oleh anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah III ini, bahwa dari proses rekonsiliasi nasional, diharapkan akan terungkap seluruh kebenaran dari peristiwa di masa lalu, masa lalu jangan dilupakan, karena itu menjadi bagian sejarah dari bangsa ini, ditekankan Marwan. Ganjar Pranowo, anggota Fraksi PDIP di DPR, menyatakan harus hati-hati dalam pembentukan undang-undang ini, sebab sudah pernah dibatalkan di MK. Harus dipikirkan baik-baik dasar filosofis dan sosiologisnya, agar jangan sampai masuk kembali atau dibatalkan kembali di MK. Meski sejauh ini diakui Ganjar, belum dibicarakan di fraksi, namun menurutnya undang-undang ini penting sekali jika bangsa ini mau maju, dan berkeinginan untuk bersama sama membangun negara ini. Menurut anggota Komisi II DPR ini, bangsa Indonesia tidak boleh pada situasi 07

8 laporan utama kelam terus-menerus, yang tidak pernah ketahuan ujung pangkalnya. Selain harus hati-hati dalam penyusunannya, menurut anggota DPR yang mewakili Dapil Jawa Tengah VII ini, Indonesia harus belajar dari Afrika Selatan, bahwa untuk melakukan rekonsiliasi itu ada syaratnya. Sebelum ada permintaan maaf, harus ada pengakuan terlebih dahulu, setelah itu baru memasuki tahap berikutnya. Secara umum, menurut Ganjar, F- PDIP mendukung keberadaan undang-undang ini, akan tetapi tentunya nanti akan melihat bagaimana materi RUU yang disodorkan oleh Pemerintah. Sampai detik ini, kita tidak pernah mengerti, kenapa pada waktu itu undang-undang ini dibatalkan seluruhnya oleh MK, gugat Ganjar. Bagi Ganjar, UU KKR ini seperti hari raya yang mensucikan semuanya, karena undang-undang ini menjadi momentum untuk kembali ke titik nol. Dari titik nol itulah, selanjutnya bangsa ini memulai kembali pembangunan negara ini. Mengenai relasi KKR dengan Pengadilan HAM, menurut Ganjar, KKR ini lebih pada pendekatan politiknya, sedangkan pengadilan lebih pada hukumnya. Harus ada sebuah sikap, bahwa bangsa ini tidak boleh saling balas terusmenerus, mereka harus duduk bersama, saling meminta maaf, sehingga di situ ada rekonsiliasi. Sedangkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond J. Mahesa, mengaku telah mengikuti beberapa kali rapat dengan Kementerian Hukum dan HAM, namun sampai sekarang RUU KKR belum sampai di Baleg DPR. Dijelaskan Desmond bahwa semenjak reformasi, KKR menjadi sesuatu yang penting, karena KKR berbicara mengenai bagaimana kita sebagai anak bangsa tidak ada lagi luka-luka. Menurut Desmond, perlu ada UU untuk memberikan amnesti, pengampunan, rehabilitasi dan kompensai bagi kelompok korban. Namun yang membuat dia heran adalah perjalanan RUU KKR ini yang diperlambat. Diakui Desmond, Fraksi Gerindra sangat serius membicarakan RUU ini. Fraksinya sudah beberapa kali melakukan rapat. Menurutnya, RUU KKR menjadi isu strategis Partai Gerindra untuk berbicara pelanggaran HAM masa lalu. Dikarenakan beberapa nama di partai dituduh menjadi bagian dari pelaku masa lalu, serta posisi Desmond sendiri sebagai korban, maka wacana RUU KKR ini menjadi konsen partai. Dia berharap, dengan adanya UU KKR, akan ada kepastian mengenai status, baik korban maupun pelaku, agar proses penyanderaaan kasus ini dapat tuntas. Lebih jauh menurutnya, secara praktik kita bisa belajar dari KKR di Afrika Selatan, Indonesia bisa mengadopsi dari sana, bisa melakukan komparasi, dengan penyesuaian kondisi lokal Indonesia. Secara umum, menurut perwakilan Dapil Kalimantan Timur ini, UU KKR memiliki urgensi yang penting. Mengenai jangkauan dari undang-undang ini, bisa diperdebatkan. Menurut Desmond, menjadi kewajiban negara untuk mengampuni pelaku, dan memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi para korban dengan catatan harus sesuai dengan kultur kita. Sutan Bhatoegana, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR, menyebutkan UU KKR ini penting, kita bisa menyontoh Afrika Selatan, mereka bisa maju karena tidak lagi mengungkit-ungkit yang lama, karena yang lama-lama itu salah, semua ikut salah, mari kita lihat ke depan, lihat itu Mandela, semuanya dimaafkan, jangan melihat dosa-dosa yang lalu, tidak bisa maju nantinya, ungkap Sutan. Dijelaskannya, Partai Demokrat akan mendukung, jikalau untuk kebaikan bangsa dan negara. Dahulu ketika kita mendirikan partai ini, kita memiliki slogan 3R, yang terdiri dari Rekonsiliasi, Rekonstruksi, dan Reformasi, jadi kita akan dukung pembentukan undang-undang ini. Jadi yang bisa dimaafkan kita maafkan, seperti yang tadi dikatakan, kita semua itu salah, ke depan harus lebih baik, pungkasnya. Sementara itu, Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah, menuturkan UU KKR memiliki urgensi yang penting karena bangsa ini masih memiliki problem dari masa lalu yang belum selesai. Segala bentuk pelanggaran HAM di masa lalu harus diselesaikan, dan tidak boleh terjadi lagi, cara mengkhiri itu semua salah satunya dengan pembentukan undang-undang ini. Kecuali kita menganggap itu sudah tidak ada, tapi pada faktanya itu semua masih ada, masalah orang hilang, kasus Tanjung Priok, kasus PKI, itu semua harus diselesaikan, jadi tidak boleh ada lagi masalah di antara kita, jelas Fahri. Semua bentuk kejahatan negara akan selalu mengundang gugataan di masa datang, jadi kalau tidak diselesaikan saat ini, generasi mendatang juga akan meminta kelak. Menurut Fahri penyelesaian di luar pengadilan jauh lebih penting, karena tidak semuanya bisa dilihat sebagai sebuah persoalan hukum. Sikap tidak tegas datang dari Fraksi Partai Golkar, seperti disampaikan salah satu anggotanya, Harry Azhar Aziz. Menurut Wakil Sekjen Partai Golkar ini, masa lalu sebaiknya diambil kasus per kasus, tidak dibuat secara umum, jadi kasus apa yang muncul, itu yang kemudian diselesaikan, itu jauh lebih efektif dari pada itu digeneralisir menjadi isu politik, tegasnya. Sikap Partai Golkar sendiri, apakah mendukung atau tidak terhadap RUU KKR, menurutnya itu tergantung pada kasusnya, mau berpihak pada siapa. Musti ada case by case-nya, jangan sampai ini menjadi alat politik untuk menekan kelompok lain, dengan menggunakan alat undang-undang, kilahnya. Anggota Komisi XI DPR ini mengatakan, sebenarnya secara politik, kelompok masyarakat korban seperti eks-pki dan dari keturunan Tionghoa, yang dahulu terdiskriminasi, zamannya Gus Dur sudah terperbaiki. Justru menurut dia, sekarang yang lebih pelik adalah rekonsiliasi bidang ekonomi, mengenai akses ekonomi dan konflik pertanahan yang belum ada penyelesaian. Dia menyontohkan ada beberapa pejabat dan jendral, yang atas desakan pihak luar, disebutkan telah melakukan pelanggaran HAM, seperti pada kasus Timor Timur. Apakah kita sepakat negara tidak melindungi warga yang tertuduh itu, bisa dia bersalah bisa juga tidak bersalah, jika sistem pengadilan kita mengatakan tidak, sementara sistem 08

9 laporan utama pengadilan lain mengatakan bersalah, lalu bagimana? belanya. Penolakan terhadap RUU KKR datang dari Fraksi Partai Hanura. Menurut salah anggotanya, Akbar Faisal, meski Fraksi Hanura belum pernah melakukan pembicaraan resmi, akan tetapi jika ujungnya menyangkut Pak Wiranto, saya katakan dengan resmi bahwa itu sudah basi. Setiap kali Pak Wiranto hendak melakukan sesuatu yang kritis, selalu dilakukan pembunuhan karakter, itu sudah basi, tegas anggota Komisi II DPR ini. Tabel 2: Dukungan Politik Terhadap RUU KKR di DPR Besarnya dukungan politik seperti terungkap di atas, setidaknya bisa menjadi harapan untuk melakukan percepatan pembentukan kembali UU KKR, maupun penyelesaian masa lalu secara umum. Langkah penyegeraan dan penyelesaian masa lalu akan menjadi bukti ketaatan Presiden dan DPR terhadap konstitusi, serta janji politiknya. Sedangkan penundaan terhadap penyelesaian masa lalu, khususnya dalam pembentukan KKR, adalah satu bentuk pengingkaran terhadap konstitusi, karena telah mengabaikan hakhak yang seharusnya bisa dinikmati para korban. Selain itu, ketiadaan penyelesaian masa lalu, tentunya akan menjadikan bangsa ini terus berjalan di tempat, tidak segara melangkah maju ke depan. [ ] Besarnya dukungan politik seperti terungkap di atas, setidaknya bisa menjadi harapan untuk melakukan percepatan pembentukan kembali UU KKR, maupun penyelesaian masa lalu secara umum. Langkah penyegeraan dan penyelesaian masa lalu akan menjadi bukti ketaatan Presiden dan DPR terhadap konstitusi, serta janji politiknya. Sedangkan penundaan terhadap penyelesaian masa lalu, khususnya dalam pembentukan KKR, adalah satu bentuk pengingkaran terhadap konstitusi, karena telah mengabaikan hak-hak yang seharusnya bisa dinikmati para korban. Selain itu, ketiadaan penyelesaian masa lalu, tentunya akan menjadikan bangsa ini terus berjalan di tempat, tidak segera melangkah maju ke depan. Keterangan 1. Secara detail Bab V Tap MPR No. V/MPR/2000 perihal Kaidah Pelaksanakan, dalam butir 3 menyebutkan: Membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional sebagai lembaga ekstra-yudisial yang jumlah anggota dan kriterianya ditetapkan dengan undang-undang. Komisi ini bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, dan melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa. Langkah-langkah setelah pengungkapan kebenaran, dapat dilakukan pengakuan kesalahan, permintan maaf, pemberian maaf, perdamaian, penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi, atau alternatif lain yang bermanfaat untuk menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa, dengan sepenuhnya memerhatikan rasa keadilan dalam masyarakat. 2. Pengadilan HAM untuk Kasus Timor Timur menyidangkan 18 Terdakwa, keseluruhannya diputus bebas, serta tidak ada kompensasi bagi para korban. Sementara Pengadilan HAM untuk Kasus Tanjung Priok, menyidangkan 14 Terdakwa semuanya dari Militer, dan akhirnya pun semua terdakwa bebas (di Pengadilan Tingkat I, 12 orang dinyatakan bersalah dan ada putusan tentang kompensasi korban, tingkat banding dan kasasi semua Terdakwa dibebaskan). 3. Di dalam bagian Hak Asasi Manusia, yang menjadi salah satu klausula kesepakatan damai, disebutkan bahwa KKR di Aceh akan dibentuk oleh KKR Indonesia, dengan tugas untuk memformulasikan dan menetapkan langkah-langkah pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi. 4. Lihat ELSAM, Mendorong Pembentukan Kembali Undang- Undang KKR, Policy Brief 1 Tahun Lihat Indriaswati Dyah Saptaningrum, dkk., Menjadikan Hak Asasi Manusia sebagai Hak Konstitusional: Pandangan Kritis atas Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Review UU KKR dan Implikasinya bagi Penyelesaian Pelanggaran HAM di Masa Lalu, Seri Briefing Paper ELSAM, No. 01 January Lihat Putusan MK No. 006/PUU-IV/2006, hal

10 laporan utama Suara Korban yang tak Tertahankan Oleh Rini Pratsnawati (Staf ELSAM) Satu generasi lebih kami diberangus dan dipinggirkan. Sekarang tibalah waktunya kami tampil ke depan dan berbicara. Kami akan terus bicara dan bicara, menulis dan menulis, bersaksi dan bersaksi tentang masa lalu yang penuh kejahatan dan ketidakadilan. Tidak untuk membangkitkan amuk dan balas dendam. Justru sebaliknya: untuk mendudukkan masalah pada tempat dan proporsinya. Barangsiapa bersalah, dihukum. Barangsiapa benar, diganjar, dengan pemulihan atas hak-hak asasinya sebagai manusia sesama. Hanya dengan demikian tragedi berdarah masa lalu tidak akan terulang kembali. Demokrasi hanya bisa dihidupkan di atas fondasi ke-kita-an. Keadilan hanya bisa ditegakkan di atas fondasi Kebenaran. KKe-Kita-an dan Kebenaran hanya bisa dibangun apabila tabir kegelapan masa lalu disingkap dan disingkirkan selama-lamanya. Paguyuban Korban Orde Baru (Pakorba) Cabang Solo, dalam Hersri Setiawan, Kidung untuk Korban, Dari Tutur Sepuluh Narasumber Eks-Tapol Sala (Sala: Pakorba-Sala, Oktober, 2006 hal. xix). Kebanyakan korban Peristiwa 1965 adalah pejuang kemerdekaan. Oleh karena itu, yang umumnya paling menyadari bagaimana rezim Orde Baru telah mengingkari kesepakatan awal pendirian negara-bangsa Indonesia. Mereka tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sejak jatuhnya Soeharto, sebagian dari mereka mengorganisir diri dalam sejumlah organisasi berskala nasional, di antaranya Paguyuban Korban Orde Baru (Pakorba), Lembaga Penelitian Korban Pembantaian (LPKP), Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Orde Baru (LPRKrob), Yayasan Penelitian Korban Pelanggaran HAM (YPKP). Sebagian lain mengorganisir diri dalam paguyuban lokal. Kebanyakan korban 1965 saat ini hidup dalam kemiskinan. Mereka saling membantu untuk bertahan hidup, saling memberi dukungan moril, dan karena kesadaran bahwa mereka telah berusia mempersiapkan kebutuhan. Hidup mereka sangat prihatin. Sejumlah besar korban lainnya hidup dalam situasi yang tertekan, yang tidak jauh berbeda dengan situasi ketika Orde Baru masih berkuasa dan tidak terorganisir. Prioritas advokasi organisasi-organisasi korban 1965 adalah menuntut tanggung jawab negara untuk mengungkap dan mengakui peristiwa tersebut. Mereka menuntut negara untuk merehabilitasi nama baik. Para korban 1965 berasal dari generasi yang terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pekerjaan membangun negara-bangsa pasca-revolusi. Mereka meyakini sepenuhnya gagasan revolusi kemerdekaan. Propaganda hitam (black propaganda) Angkatan Darat kemudian Rezim Orde Baru telah memutar balik peran mereka dalam catatan sejarah. Dari pahlawan, oleh militer Orde Baru, mereka diposisikan sebagai pengkhianat bangsa. Itu sebabnya, bagi militer Orde Baru, tidak dibutuhkan pemeriksaan lagi terhadap mereka untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya. Korban tidak lagi diperlakukan sebagai warga negara sepenuhnya. Hubungan sosial dan kekerabatan mereka menjadi rusak. Hak politik dikebiri. Demikian juga kesewenang-wenangan rezim Orde Baru yang memenjarakan mereka tanpa proses peradilan. Para korban 1965 ini dibuat pula mati secara perdata oleh pemerintahan otoritarian Soeharto. Berangkat dari pengalaman pahit para korban kejahatan politik 1965 tersebut, pengungkapan kebenaran dan pengakuan negara, serta rehabilitasi nama baik mereka, menjadi agenda penting demi pemulihan hubungan-hubungan sosial. Mereka menuntut pula adanya revisi kurikulum pendidikan sejarah di sekolah yang dibikin berdasar kehendak penguasa. Para korban yang makin uzur ini menolak sejarah versi penguasa. Awal 1999 paska reformasi, ELSAM dan ISSI mendekati perempuan korban sebagai pribadi-pribadi dan mencari tahu apa yang ingin mereka sampaikan. Sebelum melaksanakan niat ini banyak pihak yang memperingatkan agar berhati-hati karena kebanyakan perempuan korban menderita trauma sangat dalam dan mungkin tidak bersedia berbicara dengan orang asing. Ternyata kekhawatiran ini tidak sepenuhnya tepat. Satu tanggapan terhadap salam perkenalan yang tidak bisa terlupakan berupa pertanyaan dari Ibu (alm) Kartinah Kurdi. Ibu korban peristiwa politik 1965 ini menolak propaganda yang disebarluaskan Pemerintah Orde Baru tentang perempuan-perempuan yang menari-nari sambil memutilasi para perwira di Lubang Buaya. Mantan anggota DPR yang mewakili Gerwani itu mengatakan, Kamu percaya bahwa seorang perempuan seperti saya akan menari telanjang dan menyilet-nyilet penis jenderal? Dia pun mulai berkisah tentang pengalamannya yang kemudian ditanggapi hampir tak putus-putus dan saling menyambung dari ibu-ibu korban lainnya. Di antara alunan cerita nostalgia dan luka-luka memilukan kami berulangkali mendengar ujaran-ujaran reflektif, Sekarang kalian tahu bahwa kami bukanlah segerombolan pelacur. Kami percayakan cerita kami kepada kalian, generasi muda, agar kebenaran pada akhirnya terungkap. Mereka pun melanjutkan kisah tentang Peristiwa Tak satu pun ibu-ibu ini tahu tentang Peristiwa Lubang Buaya, peristiwa kelam yang tiba-tiba membuat hidup mereka berubah total. Dari berstatus guru, aktivis, pimpinan organisasi legal, ibu rumah tangga, tiba-tiba dituduh sebagai penjahat yang amoral. Dari perempuanperempuan yang biasa bekerja merawat masyarakat seketika menjadi penyakit dalam masyarakat. Mereka yang ditahan, dipindah dari satu penjara ke penjara lain. Sebagian di antaranya kemudian ditampung sementara di LP Bulu untuk kemudian dikirimkan ke kamp konsentrasi 10

11 laporan utama Plantungan, selatan Kendal. Plantungan merupakan kamp konsentrasi karena di sanalah penampungan terakhir di mana perempuan-perempuan dari berbagai wilayah dikumpulkan untuk diperbudak. Perempuanperempuan dipekerjakan tanpa bayaran. Selain peristiwa kekerasan yang bersifat fisik, ada juga kekerasan lain yang tak kalah penting, yaitu penghancuran ide-ide progresif perempuan. Para ibu korban peristiwa 1965 tersebut terlibat dalam aktivitas politik. Mereka berpandangan jika perempuan tidak mau keluar rumah, maka mereka tidak akan maju alias ketinggalan zaman. Namun sekarang amat kontras. Perempuan-perempuan saat ini hanya mengikuti organisasi-organisasi yang konservatif, yang jauh dari gagasan merawat masyarakat, tersubordinasi dengan laki-laki. Ada proses individualisasi dan domestifikasi yang dialami kaum perempuan masa kini. Ketika demokratisasi berhasil melengserkan rezim otoriter Orde Baru, para ibu korban tragedi 1965 ini tak tinggal diam. Mereka menuntut kepada negara untuk memberikan penjelasan resmi mengapa mereka bisa menjadi korban kejahatan politik; menuntut pemulihan nama baik lewat pengakuan kebenaran atau klarifikasi sejarah; menjadikan sejarah mereka sebagai bagian dari sejarah generasi muda, untuk melanjutkan sejarah; terakhir mereka menuntut rekonstruksi hubungan perempuan dengan keluarga, masyarakat, maupun jaminan dari negara. Tuntutan korban ini selanjutnya dibawa kepada KOMNAS Perempuan, Komisi III DPR RI dan Komnas HAM. Dari ketiga lembaga negara, hanya Komnas Perempuan yang menanggapi dengan membuat Gugus Kerja yang menghasilkan sebuah laporan kekerasan negara berbasis jender: Mendengar Suara Perempuan Korban 65. Laporan ini juga sudah disampaikan kepada Presiden SBY. Jawaban SBY pada waktu itu adalah kami akan memperhatikan korban, tetapi jangan menimbulkan kegaduhan. Apa yang dimaksud SBY mengenai jangan menimbulkan kegaduhan pun tidak jelas. Lagi-lagi SBY ingkar janji, sampai saat ini korban tidak diperhatikan. Karena tidak mempunyai mandat projustisia, Komnas Perempuan mendesak Komnas HAM untuk membuat penyelidikan. Namun sayang Komnas HAM sampai sekarang belum mampu menyelesaikan laporan tersebut, bahkan beberapa waktu yang lalu korban dan para aktivis HAM menyampaikan pandangan kepada Komnas HAM untuk menyegerakan penyelesaian penyelidikan. Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, yang hingga sekarang belum tuntas dan terus-menerus menjadi tuntutan untuk diselesaikan. Berdasarkan pandangan berbagai kalangan, terdapat sejumlah hambatan-hambatan baik dari pegalaman selama ini maupun potensi yang akan timbul dalam upaya untuk melakukan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Berbagai faktor yang menjadikan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu diantaranya adalah: pertama, ketiadaan kemauan politik pemerintah, dimana Pemerintah tidak serius dalam melakukan penyelesaian pelanggaran HAM. Dalam konteks ini, tidak adanya kebijakan konkrit dan ketidaksiapan elemen (pemerintah dan pelaku politik) menjadi hambatan utama pelaksanaan pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi. Semua yang memerintah sekarang punya masalah dan kepentingan, sehingga penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dan proses rekonsiliasi sulit dilaksanakan. Kedua, terdapat kompleksitas dalam mencari kebenaran, yang ditunjukkan dengan adanya penolakan untuk mengakui perbuatan. Selama ini tidak ada pengakuan yang jujur dari pihak-pihak yang terlibat sebagai pelaku pelanggaran HAM sehingga sulit mencari kebenaran. Ada faktor egoisme kedua belah pihak dengan mengatasnamakan kebenaran relatif. Hal ini juga masih adanya dugaan resistensi pihak-pihak tertentu misalnya militer, untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu hingga saat ini. Selama rezim orde baru berkuasa, militer/tentara merupakan salah satu penopang kekuasaan dan menjadi alat Orde Baru dalam menjalankan pemerintahan. Sebagai penopang utama, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, misalnya dengan melakukan pengungkapan kebenaran akan berkonsekuensi bagi militer sebagai pihak yang juga akan dimintai pertanggungjawaban. Ketiga, dukungan publik yang semakin redup. Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, misalnya dengan pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi masih belum mendapatkan dukungan publik yang memadai dari publik. Masyarakat luas belum memahami kepentingan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Meski dahulu ada upaya untuk menyadarkan pentingnya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu misalnya melalui pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi (dengan adanya UU KKR), namun belum dilakukan secara meluas sehingga belum mendapatkan dukungan publik yang penuh. Saat ini juga belum banyak tokoh yang mampu dan mau mendorong secara serius penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, misalnya dengan adanya pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi. Dahulu memang ada figur seperti Gus Dur, yang memulai melakukan upaya untuk proses penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, namun sekarang tidak ada lagi. Ketiadaan tokoh ini menghambat dukungan dalam dua level, pertama adalah penggalangan dukungan publik ke bawah dan yang kedua adalah memberikan daya tekan kepada pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Keempat, konsep pertanggungjawaban misalnya melalui KKR belum dipahami semua pihak. Bahwa meski pada periode tahun , Konsep tentang penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu melalui pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi telah ada, bahkan dengan adanya UU KKR, namun konsep tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diyakini oleh berbagai pihak sebagai upaya yang terbaik dalam menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Berbagai penolakan dari pemerintah, militer dan juga minimnya dukungan tokoh dan publik menunjukkan bahwa ada konsep penyelesaian masa lalu ini yang kurang dipahami atau bahkan dicurigai. Ditengah hambatan-hambatan tersebut, perjuangan korban tidak akan pernah berhenti. Suara para korban akan terus bergema untuk menuntut pertanggungjawaban negara dengan adanya pengungkapan kebenaran, keadilan dan pemulihan. Korban akan terus bergerak dan berjuang untuk menegakkan keadilan!. 11

12 Peta Persebaran Korban Kasus Pelanggaran Ham laporan utama 12

13 Peluang Pembubaran Organisasi Massa Anarkis Oleh Wahyu Wagiman (Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan) nasional "Jika ada kelompok atau organisasi resmi yang selama ini terus melakukan aksi-aksi kekerasan, yang bukan hanya meresahkan masyarakat luas, tapi nyata-nyata telah banyak menimbulkan korban, pada para penegak hukum agar mencarikan jalan yang sah dan legal untuk bisa perlu dilakukan pembubaran atau perubahan" 1 Pidato yang disampaikan Presiden SBY di atas seolah merefleksikan kegeraman masyarakat Indonesia atas maraknya peristiwa penyerangan dan kekerasan yang dilakukan organisasi massa anarkis di awal Tahun ini diawali dengan terjadinya Peristiwa Cikeusik,Pandeglang, Banten. Ratusan massa anarkis menyerang dan melakukan kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah di sana, pada Minggu 6 Februari Diawali dengan berkumpulnya Jamaah Ahmadiyah di rumah salah seorang pimpinan Ahmadiyah Cikeusik yang mulai berdatangan sejak Sabtu 5 Februari Sehari berikutnya ratusan massa yang diduga dari luar kampung Cikeusik, dengan menggunakan pita, berpakaian hitam, dan membawa senjata tajam, meminta Jamaah Ahmadiyah untuk membubarkan diri. Namun, jamaah menolak. Seolah tak terima dengan penolakan dari jamaah, ratusan massa secara membabi buta melakukan penyerangan. Akibatnya, tiga orang Jamaah Ahmadiyah meninggal secara mengenaskan, lima orang mengalami luka-luka. Selain itu, rumah-rumah dan kendaraan bermotor juga rusak dan dibakar massa. Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 8 Februari 2011, peristiwa serupa juga terjadi di Temanggung. Peristiwa ini terjadi pada saat sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa kasus penistaan agama, Antonius Richmond Bawengan, penduduk Jakarta yang didakwa melakukan penistaan agama di Temanggung pada 3 Oktober 2010 dengan membagikan buku dan selebaran berisi tulisan yang dianggap menghina umat Islam. Peristiwa berawal pada saat Antonius memasuki ruang sidang. Pada saat yang bersamaan seorang pengunjung mencoba mendekati Antonius dan mencoba memukul. Aksi provokatif tersebut dapat dihentikan polisi yang berjaga di dalam ruang sidang. Pengunjung itu diamankan. Penangkapan tersebut memancing anggota massa yang lain mengejar polisi dan mencoba membebaskan rekan mereka. Sidang dibatalkan karena ricuh. Antonius dievakuasi dan coba dikeluarkan ke luar lokasi Pengadilan Negeri Temanggung. Ketika terdakwa hendak dikeluarkan dari Pengadilan Negeri Temanggung massa mencoba menghalang-halangi. Terjadi bentrokan antara massa dengan polisi. Selanjutnya massa pun bergerak meninggalkan Pengadilan Negeri Temanggung. Dalam perjalanan, massa merusak Gereja Katolik Santo Petrus dan Santo Paulus yang terletak 2 kilometer dari pengadilan; Gereja Pantekosta Di Indonesia yang berjarak 3 kilometer; dan Sekolah Sekolah Kristen Graha Shekinah yang berjarak sama dengan Gereja Pantekosta. Peristiwa di atas hanyalah sebagian kecil dari peristiwa-peristiwa kekerasan yang melibatkan ormas anarkis. Sebelum dua peristiwa tersebut, telah terjadi berbagai kekerasan yang dilakukan ormas anarkis: Peristiwa Parung 2005; Peristiwa Cianjur 2005; Peristiwa Ketapang, Lombok Barat; Peristiwa Praya, Lombok Tengah; Peristiwa Bulukumba, Sulsel; Manislor, Kuningan Peristiwa Monas Juni 2008; Peristiwa Cisalada 2010, Peristiwa Ciketing 2010, Peristiwa Tanjung Priok 2010, merupakan bukti-bukti dari keberingasan ormas anarkis. 13

14 nasional Kekerasan yang dilakukan organisasi massa anarkis ini mulai marak terjadi sejak awal 2000-an dan semakin menjadi setelah Sepanjang Markas Besar Kepolisian Indonesia mencatat paling tidak terjadi 107 kekerasan yang dilakukan organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis keagamaan maupun primordialisme etnis. Pada 2007 ada 10 tindak kekerasan. Pada 2008 ada 8 kali. Pada ada 40 kali, sementara pada 2010 ada 29 kali. Data Mabes Polri ini diperkuat dengan data yang dikeluarkan Setara Institute, yang menunjukkan sepanjang terjadi sebanyak 183 kekerasan atas nama agama dilakukan aktor nonnegara, termasuk ormas anarkis. Berdasarkan catatan Mabes Polri tersebut, FPI merupakan ormas yang paling banyak melakukan tindakan kekerasan. Selain FPI, ormasormas anarkis lain yang sering melakukan tindakan anarkis antara lain GUI, LPPI, FUI, HTI, FBR dan Forkabi. Mengapa harus dibubarkan? Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini perlu untuk dibubarkan, mengingat dalam setiap tindakannya, kekerasan merupakan sarana dan cara organisasi-organisasi massa ini menyampaikan pendapat dan eksistensinya. Setiap kali ada kelompok lain atau kebijakan Pemerintah yang dianggap bertentangan dengan visi misinya, ormasormas ini selalu menggunakan kekerasan dan ancaman sebagai alat perjuangannya. Intimidasi, penyerangan, dan kekerasan seolah menjadi trademark ormas-ormas ini. Akibatnya masyarakat merasa resah dengan aksiaksi penyerangan terhadap kelompok tertentu. Demikian juga apabila masyarakat melihat ormas melakukan demonstrasi dengan kekerasan, melakukan penyisiran terhadap pihak yang berbeda pendapat, ataupun melakukan penutupan tempat 3 ibadah milik kelompok lain. Keresahan masyarakat tersebut dipicu oleh kekhawatiran tindakan kekerasan yang kerap ditunjukkan itu akan menjadi pemecah belah persatuan bangsa. Penggerebekan dan penggusuran terhadap mereka yang secara ekonomi dan sosial terpinggirkan, juga terhadap pemeluk agama lain, bisa berujung pada pelanggaran hak warga negara atas rasa aman, hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak, serta hak untuk bebas memeluk agama dan beribadah yang semuanya dijamin oleh Konstitusi UUD Hal yang paling membahayakan dari adanya ormas-ormas anarkis ini adalah melemahnya peran dan fungsi aparat pemerintah dan penegak hukum. Masyarakat akan melihat pemerintah dan penegak hukum tidak dapat menangani keberadaan ormasormas anarkis ini. Pembiaran dan tidak adanya tindakan tegas dari Pemerintah mengesankan bahwa Pemerintah bersama jajaran aparat penegak hukum tidak berdaya menghadapi berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan ormas. Apalagi untuk menangkap dan menghukum anggota-anggota dan pimpinan ormas anarkis. Sehingga, akan semakin mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dan aparat penegak hukum. Apakah Pembubaran Ormas Anarkis Melanggar HAM? Secara jelas dan komprehensif Konstitusi Indonesia dan berbagai instrumen hak asasi manusia telah melindungi hak dan kebebasan setiap orang untuk berserikat dan berkumpul. Aspirasi masyarakat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan memang harus dilindungi dan dihormati. Namun, organisasi kemasyarakatan- organisasi kemasyarakatan ini juga harus tetap menghormati dan mempromosikan hak-hak asasi warga masyarakat lainnya. Pertanyaannya kemudian adalah apakah pembubaran terhadap ormas-ormas anarkis pengusung intoleransi merupakan pelanggaran hak asasi manusia? Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 memang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Demikian juga dengan Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi : Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai. Dua regulasi ini diperkuat dengan Pasal 21 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 tahun 2005, yang menjamin hak untuk berkumpul secara damai. Berdasarkan instrumen-instrumen hak asasi manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa hak-hak 14

Memetakan Dukungan Politik Penyelesaian Masa Lalu: Mendorong Pembentukan Kembali UU Komisi Kebanaran dan Rekonsiliasi

Memetakan Dukungan Politik Penyelesaian Masa Lalu: Mendorong Pembentukan Kembali UU Komisi Kebanaran dan Rekonsiliasi Memetakan Dukungan Politik Penyelesaian Masa Lalu: Mendorong Pembentukan Kembali UU Komisi Kebanaran dan Rekonsiliasi Oleh Wahyudi Djafar (Staf Program ELSAM) Lebih dari satu dekade bangsa ini lepas dari

Lebih terperinci

daftar isi editorial 04 laporan utama 5-12 Kolom nasional nasional monitoring sidang laporan kegiatan profil elsam 24

daftar isi editorial 04 laporan utama 5-12 Kolom nasional nasional monitoring sidang laporan kegiatan profil elsam 24 daftar isi editorial 04 Sebuah Jerat bernama Masa Lalu Mudah-mudahan membanjirnya ingatan masa lalu itu bisa membangunkan publik dari amnesia akut akan keniscayaan penataan ulang dan konsolidasi demokrasi

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20

HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20 HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20 Oleh Drs. Sidarto Danusubroto, SH (Ketua MPR RI) Pengantar Setiap tanggal 10 Desember kita memperingati Hari Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

RAKYAT REPUBLIK INDONESI

RAKYAT REPUBLIK INDONESI RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 RINGKASAN TABEL INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011 SETARA Institute, Jakarta 5 Desember 2011 SCORE 2011 PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM MASA LALU 1,4 KEBEBASAN BEREKSPRESI 2,5 KEBEBASAN BERAGAMA/BERKEYAKINAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN I. Pengantar 1. Sebuah capaian signifikan dalam mengahiri konflik sipil berkepanjangan di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN 1 RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN PANITIA SELEKSI KOMISIONER KOMNAS HAM --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM

Lebih terperinci

Membuka Ruang Kritis. Menolak Lupa

Membuka Ruang Kritis. Menolak Lupa Membuka Ruang Kritis Menolak Lupa http://sorgemagz.com Membuka Ruang Kritis, Menolak Lupa Oleh: Daywin Prayogo 1 You never need an argument against the use of violence, you need an argument for it Noam

Lebih terperinci

ALASAN-ALASAN DIBALIK DIBATALKANNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI INDONESIA

ALASAN-ALASAN DIBALIK DIBATALKANNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI INDONESIA ALASAN-ALASAN DIBALIK DIBATALKANNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI INDONESIA Kasus Posisi Mochammad Tanzil Multazam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Wacana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Usulan Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa lalu: Pelembagaan Kebijakan dan Rencana Aksi

Usulan Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa lalu: Pelembagaan Kebijakan dan Rencana Aksi Usulan Peta Jalan Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa lalu: Pelembagaan Kebijakan dan Rencana Aksi Disampaikan dalam Diskusi dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 29 Januari 2015 Lembaga Studi dan Advokasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT NOMOR : 41B/ RI/I/2009-2010 TENTANG PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2010 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

HAM DI ERA REFORMASI. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak

HAM DI ERA REFORMASI. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak HAM DI ERA REFORMASI Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 Tanggungjawab Negara Terhadap Penegakan HAM Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak mungkin dapat dipenuhi secara individu.

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018 CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018 Undang-undang merupakan salah satu instrumen penting dalam menentukan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Pak Presiden, Mohon Bapak Turun Tangan Langsung!

Pak Presiden, Mohon Bapak Turun Tangan Langsung! http://www.sinarharapan.co.id/content/read/pak-presiden-mohon-bapak-turun-tangan-langsung/ 31.12.2011 12:07 Pak Presiden, Mohon Bapak Turun Tangan Langsung! Penulis : Gomar Gultom* Salah satu persoalan

Lebih terperinci

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999 KLP: RUU KKR-1999 KOMPAS - Senin, 28 Jun 1999 Halaman: 1 Penulis: FER/AS Ukuran: 5544 RUU HAM dan Komnas HAM: Jangan Hapuskan Pelanggaran HAM Orba Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1361, 2016 DPR. Prolegnas. Penyusunan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Rabu, 24 September 2014

Rabu, 24 September 2014 LAPORAN KOMISI III DPR RI TERHADAP PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI Assalamu

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berangkat dari hasil penelitian serta pembahasan dalam rumusan masalah penulisan ini.maka dapat disimpulkan. Bahwa; 1. Penyelesaian pelanggaran telah diatur secara

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, 7 November 2009 I. Pendahuluan Menjelang

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Bagaimana Undang-Undang Dibuat

Bagaimana Undang-Undang Dibuat Bagaimana Undang-Undang Dibuat Sejak bulan November 2004, proses pembuatan undang-undang yang selama ini dinaungi oleh beberapa peraturan kini mengacu pada satu undang-undang (UU) yaitu Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN

POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN POSISI KASUS; HAMBATAN DAN PERMASALAHAN Kasus pelanggaran HAM Berat LATAR BELAKANG Paksa reformasi 1998, nilai nilai HAM dan kewajiban pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM telah menjadi menjadi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN Tentang KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN Tentang KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004. Tentang KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI Daftar Isi UU Republik indonesia Npmor 27 tahun 2004 tentang KKR... 1 Bab I Ketentuan Umum...3 Bab II Asas

Lebih terperinci

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI, MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa peralihan Indonesia menuju suatu cita demokrasi merupakan salah satu proses yang menjadi tahapan penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI, MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DAFTAR ANOTASI Halaman 1. Sejak hari Kamis,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1124 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Program Legislasi Nasional. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia RISALAH KEBIJAKAN Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia LBH Jakarta November 2015 Tim Penyusun: Alldo Fellix Januardy, Yunita, & Riesqi Rahmadhiansyah RISALAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS Oleh : FX Soekarno, SH. 2

ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS Oleh : FX Soekarno, SH. 2 ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS 2010-2014 1 Oleh : FX Soekarno, SH. 2 A. Latar Belakang Menjelang berakhirnya masa keanggotaan DPR-RI periode 2004-2009, perlu dilakukan kilas balik dan evaluasi atas

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

pembentukan komisi kepresidenan

pembentukan komisi kepresidenan Keluarga korban pelanggaran HAM usul pembentukan komisi kepresidenan Setara dan keluarga korban mengatakan tidak ada rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran Published 3:47 PM, March 29, 2016 TUNTUT KEADILAN.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme I. PARA PEMOHON 1. Umar Abduh; 2. Haris Rusly; 3. John Helmi Mempi; 4. Hartsa Mashirul

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Progress Report: PEMBENTUKAN KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI

Progress Report: PEMBENTUKAN KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI Progress Report: PEMBENTUKAN KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI I. Pengantar Sampai saat ini pemerintah belum membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) meskipun UU No. 27 tahun 2004 tentang KKR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

KASUS PELANGGARAN HAM BERAT 1965*

KASUS PELANGGARAN HAM BERAT 1965* MASALAH IMPUNITAS DAN KASUS PELANGGARAN HAM BERAT 1965* Oleh MD Kartaprawira Bahwasanya Indonesia adalah Negara Hukum, dengan jelas tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Siapa pun tidak bisa mengingkari.

Lebih terperinci

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum 2014 Jakarta, 4 Februari Kepada Yth. 1. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia 2. Amir Syamsudin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Di Jakarta 1. Pemerintah-dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten

Lebih terperinci

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Catatan Akhir Tahun 2012: Saatnya Merajut Toleransi dan Kohesi Sosial!

SIARAN PERS. Catatan Akhir Tahun 2012: Saatnya Merajut Toleransi dan Kohesi Sosial! SIARAN PERS Catatan Akhir Tahun 2012: Saatnya Merajut Toleransi dan Kohesi Sosial! Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 11 Desember 2012 1 Catatan Akhir Tahun 2012: Saatnya Merajut Toleransi dan Kohesi Sosial!

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI A. Laporan Data Penerimaan Pengaduan Pada sampai dengan 3 Januari, Komnas HAM melalui Subbagian Penerimaan dan Pemilahan

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 25 April 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 25 April 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 25 April 2006 I. PEMOHON 1. Asmara Nababan, SH. Ketua (ELSAM) ( Pemohon I) 2. Ibrahim Zakir. Ketua (KONTRAS) (Pemohon II) 3. Ester Indahyani

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 Pendahuluan Fungsi pokok Komnas HAM yang dikenal rakyat Indonesia adalah menerima dan memeriksa kasus atau peristiwa

Lebih terperinci

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009

TEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI PADA ACARA ULANG TAHUN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FISIPOL) KE-15 UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DAN DIES NATALIS KE-56 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci