BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka mencegah dimanfaatkannya Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, yang meliputi penerbit dan/atau acquirer dalam kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), penerbit dan/atau acquirer Uang Elektronik (e-money) dan/atau penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), yang selanjutnya disebut Penyelenggara, sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, Penyelenggara wajib menerapkan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) sebagaimana telah diatur dalam PBI No. 14/3/PBI/2012 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank (PBI APU dan PPT). A. Pencucian Uang 1. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU): a. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU PPTPPU. b. Tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan: 1) menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. 2) menyembunyikan...

2 2) menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. 3) menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana yang diatur dalam UU PPTPPU. c. Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: 1) Korupsi; 2) Penyuapan; 3) Narkotika; 4) Psikotropika; 5) penyelundupan tenaga kerja; 6) penyelundupan migran; 7) di bidang perbankan; 8) di bidang pasar modal; 9) di bidang perasuransian; 10) kepabeanan; 11) cukai; 12) perdagangan orang; 13) perdagangan senjata gelap; 14) terorisme; 15) penculikan...

3 15) penculikan; 16) pencurian; 17) penggelapan; 18) penipuan; 19) pemalsuan uang; 20) perjudian; 21) prostitusi; 22) di bidang perpajakan; 23) di bidang kehutanan; 24) di bidang lingkungan hidup; 25) di bidang kelautan dan perikanan; atau 26) tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. 2. Pada dasarnya proses pencucian uang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yang meliputi: a. Penempatan (placement), adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan. Contoh penempatan dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran antara lain: 1) Menyetorkan uang hasil tindak pidana kepada Penyelenggara untuk disampaikan kepada pihak lain. 2) Menambah (top up) nilai Uang Elektronik dengan menggunakan hasil tindak pidana. b. Transfer...

4 b. Transfer (layering) adalah upaya untuk mentransfer harta kekayaaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil ditempatkan ke dalam sistem keuangan untuk lebih mengaburkan asal usul harta kekayaan. Contoh transfer dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran antara lain: 1) Melakukan transfer nilai Uang Elektronik yang berasal dari hasil tindak pidana. 2) Memerintahkan Penyelenggara untuk mentransfer dana hasil tindak pidana kepada pihak lain. c. Penggunaan harta kekayaan (integration), adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang seolah-olah sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, digunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang legal, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. 3. Beberapa modus pencucian uang yang banyak dilakukan oleh pelaku pencucian uang adalah: a. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku. b. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil. c. U Turn, yaitu upaya untuk mengaburkan asal usul hasil kejahatan dengan melakukan beberapa kali transaksi untuk kemudian dikembalikan ke pengirim asalnya. d. Cuckoo Smurfing, yaitu upaya mengaburkan asal usul sumber dana dengan mengirimkan dana-dana dari hasil tindak pidana melalui pihak ketiga yang menunggu kiriman dana dari luar negeri dan tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya tersebut merupakan hasil tindak pidana. e. Penggunaan...

5 e. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana. f. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya. g. Penggunaan identitas palsu, yaitu transaksi yang dilakukan B. Pendanaan Terorisme dengan menggunakan identitas palsu sebagai upaya untuk mempersulit terlacaknya identitas dan pendeteksian keberadaan pelaku pencucian uang. 1. Pendanaan terorisme adalah penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme. Pendanaan terorisme pada dasarnya merupakan jenis tindak pidana yang berbeda dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Namun demikian, keduanya mengandung kesamaan, yaitu menggunakan jasa keuangan sebagai sarana untuk melakukan suatu tindak pidana. 2. Berbeda dengan TPPU yang tujuannya untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan, maka tujuan tindak pidana pendanaan terorisme adalah membantu kegiatan terorisme, baik dengan harta kekayaan yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana ataupun dari harta kekayaan yang diperoleh secara sah. 3. Untuk mencegah Penyelenggara digunakan sebagai sarana tindak pidana pendanaan terorisme, maka setiap Penyelenggara perlu menerapkan Program APU dan PPT secara memadai. C. Kebijakan Penerapan Program APU dan PPT 1. Untuk mencegah agar Penyelenggara tidak dijadikan sebagai sarana kegiatan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme...

6 terorisme, Penyelenggara tersebut wajib menerapkan Program APU dan PPT. 2. Program APU dan PPT merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian Penyelenggara yang paling kurang mencakup: a. Tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan Komisaris; b. Kebijakan dan prosedur; c. Pengendalian intern; dan d. Sumber daya manusia. 3. Dalam menerapkan Program APU dan PPT, Penyelenggara wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup: a. pelaksanaan CDD dan EDD, yang terdiri dari: 1) permintaan informasi dan dokumen; 2) verifikasi dokumen; dan 3) pemantauan transaksi. b. penatausahaan dokumen; c. penetapan profil pengguna jasa dan pengkinian informasi pengguna jasa; d. penolakan dan penghentian hubungan usaha; e. kebijakan dan prosedur transfer dana; dan f. pelaporan kepada PPATK. 4. Kebijakan dan prosedur di atas dituangkan dalam Pedoman APU dan PPT, serta harus mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku pencucian uang atau pendanaan terorisme, termasuk jika Penyelenggara mengeluarkan produk dan jasa baru. 5. Pedoman Program APU dan PPT tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai serta diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan untuk tercapainya penerapan program APU dan PPT yang efektif. D. Pelaporan...

7 D. Pelaporan Kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Penyelenggara wajib menyampaikan kepada PPATK: 1. Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR). Termasuk dalam unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan sesuai dengan UU PPTPPU adalah: a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan; b. Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan UU PPTPPU; c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana; dan d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. 2. Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) atau Cash Transaction Report (CTR): LTKT yang harus dilaporkan adalah Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja. Yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan adalah transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah...

8 sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan Tunai adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang logam. 3. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang harus dilaporkan ditetapkan oleh PPATK. Tata cara pelaporan mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh PPATK. BAB II...

9 BAB II MANAJEMEN Dalam rangka mendukung penerapan Program APU dan PPT dibutuhkan tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan Komisaris, serta pembentukan unit kerja khusus dan/atau penunjukan pegawai yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Program APU dan PPT. A. Tanggung Jawab Direksi dan Pengawasan Aktif Dewan Komisaris 1. Tanggung Jawab Direksi Tanggung jawab Direksi paling kurang mencakup: a. Menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis penerapan program APU dan PPT berdasarkan persetujuan Dewan Komisaris. b. Memastikan penerapan program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan. c. Memastikan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai program APU dan PPT sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, teknologi, modus pencucian uang atau pendanaan terorisme, serta ketentuan yang berlaku terkait dengan program APU dan PPT. d. Memastikan penyampaian LTKM, transaksi keuangan tunai, serta transaksi keuangan dari dan ke luar negeri kepada PPATK sesuai dengan peraturan perundangundangan. e. Memastikan bahwa seluruh pegawai telah memperoleh pengetahuan dan/atau pelatihan mengenai penerapan program APU dan PPT, dan f. Memastikan pengkinian profil nasabah dan profil transaksi nasabah. 2. Pengawasan...

10 2. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris Pengawasan aktif Dewan Komisaris Penyelenggara paling kurang mencakup: a. Memberikan persetujuan atas kebijakan penerapan program APU dan PPT; dan b. Mengawasi pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap B. Unit Kerja Khusus pelaksanaan program APU dan PPT. 1. Pembentukan Unit Kerja Khusus a. Penyelenggara wajib membentuk Unit Kerja Khusus (UKK) yang bertanggung jawab atas penerapan Program APU dan PPT. b. Apabila berdasarkan pertimbangan beban tugas dan kompleksitas usahanya Penyelenggara tidak dapat membentuk UKK, maka Penyelenggara wajib menunjuk paling kurang seorang pegawai yang bertanggungjawab atas penerapan Program APU dan PPT. Tanggung jawab penerapan Program APU dan PPT tersebut dapat dirangkap oleh pegawai yang mempunyai tugas lain sepanjang tugas lain tersebut tidak terkait dengan pelaksanaan operasional dan/atau pengawasan penerapan Program APU dan PPT. Yang dimaksud dengan pelaksana operasional yaitu pegawai yang melayani Pengguna Jasa dan/atau calon Pengguna Jasa antara lain kasir (teller) atau customer service. Yang dimaksud dengan pengawas penerapan Program APU dan PPT antara lain pegawai unit audit internal. c. Dalam hal Penyelenggara tidak dapat membentuk UKK dan tidak dapat menunjuk pegawai yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program APU dan PPT, maka tanggung jawab...

11 jawab penerapan Program APU dan PPT dilaksanakan oleh salah satu anggota Direksi. 2. Struktur Organisasi a. Dalam menjalankan tugasnya, UKK atau pegawai yang ditunjuk melapor dan bertanggung jawab kepada Direktur yang berwenang. b. UKK atau pegawai yang ditunjuk mengkoordinasikan penerapan Program APU dan PPT di seluruh unit kerja operasional, termasuk kantor cabang. 3. Tugas dan Tanggung Jawab Tugas pokok UKK atau pegawai yang bertanggung jawab terhadap penerapan Program APU dan PPT adalah: a. memantau berjalannya sistem yang mendukung program APU dan PPT, antara lain dengan mengembangkan mekanisme komunikasi yang baik dari unit kerja operasional atau pegawai terkait kepada UKK atau pegawai yang bertanggung jawab terhadap penerapan program APU dan PPT, dengan menjaga kerahasiaan informasi (anti tipping off); b. memantau pengkinian profil Pengguna Jasa dan profil transaksi Pengguna Jasa; c. memantau bahwa kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan perkembangan Program APU dan PPT yang terkini, risiko produk Penyelenggara, kegiatan dan kompleksitas usaha Penyelenggara, dan volume transaksi Penyelenggara; d. menerima dan melakukan analisis terhadap laporan transaksi keuangan yang berpotensi mencurigakan dari unit kerja operasional; e. menyusun LTKM dan laporan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU PPTPPU untuk disampaikan kepada PPATK; f. memantau...

12 f. memantau area yang berisiko tinggi terhadap potensi terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku dan sumber informasi yang memadai; dan g. berperan sebagai petugas penghubung (contact person) bagi otoritas yang berwenang terkait dengan pelaksanaan program APU dan PPT, antara lain Bank Indonesia, PPATK, dan aparat penegak hukum. 4. Persyaratan dan Kewenangan a. Pegawai UKK atau pegawai yang bertanggung jawab dalam menerapkan program APU dan PPT wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai mengenai APU dan PPT dan peraturan lainnya yang terkait dengan jasa sistem pembayaran; dan b. Pegawai UKK atau pegawai yang bertanggung jawab dalam menerapkan program APU dan PPT harus memiliki kewenangan untuk mengakses seluruh data Pengguna Jasa dan informasi lainnya yang terkait dalam rangka pelaksanaan tugas. BAB III...

13 BAB III KEBIJAKAN DAN PROSEDUR CDD DAN EDD A. Kebijakan dan Prosedur CDD dan EDD secara Umum Costumer Due Dilligence (CDD) merupakan kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan Penyelenggara untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan sesuai dengan profil Pengguna Jasa tersebut. Dalam hal Penyelenggara berhubungan dengan Pengguna Jasa yang tergolong berisiko tinggi terhadap kemungkinan pencucian uang dan pendanaan terorisme, Penyelenggara wajib melakukan prosedur CDD yang lebih mendalam yang disebut dengan Enhanced Due Diligence (EDD). 1. Penyelenggara wajib melakukan prosedur CDD pada saat: a. melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa atau calon Pengguna Jasa; atau b. meragukan kebenaran informasi identitas yang diberikan oleh Pengguna Jasa, calon Pengguna Jasa dan/atau Beneficial Owner. 2. Terhadap Pengguna Jasa yang telah ada sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, Penyelenggara wajib melakukan CDD, jika: a. terdapat transaksi dalam jumlah yang signifikan; b. terdapat perubahan standar dokumentasi yang mendasar; c. terdapat perubahan pola transaksi yang signifikan; dan/atau d. informasi pada profil Pengguna Jasa tidak lengkap, dalam hal Penyelenggara menatausahakan data Pengguna Jasa. 3. Penyelenggara wajib melakukan prosedur EDD apabila calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa: a. tergolong berisiko tinggi, termasuk Politically Exposed Person (PEP); b. diduga...

14 b. diduga melakukan kegiatan atau transaksi mencurigakan yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan/atau c. bertransaksi dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah). Apabila dari hasil EDD diperoleh dasar transaksi/alasan yang jelas, maka pemantauan terhadap transaksi tersebut dilakukan sebagaimana biasanya, sedangkan apabila tidak diperoleh alasan yang jelas maka terhadap transaksi tersebut wajib dilakukan pemantauan yang lebih ketat. 4. Penetapan penggolongan berisiko tinggi dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan PPATK yang mengatur mengenai pedoman identifikasi produk, Pengguna Jasa, usaha, dan negara berisiko tinggi bagi penyedia jasa keuangan dan pedoman mengenai identifikasi transaksi keuangan mencurigakan terkait pendanaan terorisme bagi penyedia jasa keuangan. 5. Penyelenggara wajib melakukan EDD sebagaimana dimaksud pada angka 3 di atas dengan cara melakukan CDD serta melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk memastikan kebenaran profil calon Pengguna Jasa; b. meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini kebenaran informasi mengenai identitas dan sumber dana; c. melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap informasi mengenai sumber dana, tujuan transaksi, dan hubungan usaha dengan pihak-pihak yang terkait; dan d. memantau lebih ketat pola transaksi untuk kepentingan pengkinian profil Pengguna Jasa atau Beneficial Owner. 6. Penyelenggara harus mewaspadai transaksi atau hubungan usaha dengan calon Pengguna Jasa yang terkait dengan negara yang...

15 yang belum memadai dalam melaksanakan rekomendasi Financial Action Task Force (FATF), misalnya Calon Pengguna Jasa mempunyai mitra usaha dari negara yang memenuhi kriteria berisiko tinggi. 7. Penyelenggara wajib menolak menyelenggarakan jasa kepada calon Pengguna Jasa yang: a. tidak memiliki dokumen identitas yang sah; b. tidak dapat menunjukkan identitas yang sah dari Beneficial Owner-nya; c. tidak dapat menyediakan informasi yang cukup untuk penyusunan profil Pengguna Jasa; atau d. diduga menggunakan nama fiktif atau tidak bersedia menginformasikan nama (anonim). 8. Penyelenggara mendokumentasikan Pengguna Jasa yang ditolak sebagaimana dimaksud pada angka 7 di atas dalam suatu daftar tersendiri dan melaporkannya dalam LTKM apabila transaksinya tidak wajar atau mencurigakan. B. Kebijakan dan Prosedur dalam Kegiatan Identifikasi Kebijakan dan prosedur tertulis tentang identifikasi Pengguna Jasa dan calon Pengguna Jasa paling kurang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Identifikasi terhadap calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa dilakukan sesuai tingkat risiko terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme. Dalam hal calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa diidentifikasi memiliki risiko tinggi, maka Penyelenggara melakukan EDD. 2. Dalam rangka identifikasi calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa, Penyelenggara meminta informasi dan dokumen identitas serta dokumen pendukung dari calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa. 3. Permintaan...

16 3. Permintaan informasi mencakup: a. identitas calon Pengguna Jasa dan Pengguna Jasa; b. identitas Beneficial Owner, apabila Pengguna Jasa memiliki Beneficial Owner; c. nilai dan tanggal transaksi, kecuali untuk Pengguna Jasa yang melakukan transaksi yang bersifat penerimaan; dan d. informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk C. Permintaan Informasi mengetahui profil Pengguna Jasa apabila diperlukan. 1. Dalam hal calon Pengguna Jasa adalah selain perorangan (badan/lembaga) maka Penyelenggara harus melakukan identifikasi terhadap badan/lembaga yang bersangkutan dan Beneficial Owner-nya. 2. Informasi yang wajib diminta terhadap calon Pengguna Jasa dalam rangka CDD paling kurang sebagai berikut: Tabel 1. Informasi calon Pengguna Jasa dalam rangka CDD Selain Perorangan No. Perorangan Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum Badan Hukum (termasuk Yayasan dan Perkumpulan Berbadan Hukum) Lembaga Pemerintah/ Negara 1. Nama lengkap termasuk alias Nama usaha berbadan hukum badan tidak Nama hukum badan Nama lembaga Negara/ pemerintah 2. Nomor dokumen identitas Nomor usaha instansi berwenang izin dari yang Nomor izin atau persetujuan sebagai badan hukum dari instansi yang berwenang. 3. Alamat...

17 Selain Perorangan No. Perorangan Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum Badan Hukum (termasuk Yayasan dan Perkumpulan Berbadan Hukum) Lembaga Pemerintah/ Negara 3. Alamat tempat tinggal yang tercantum pada kartu identitas Alamat kedudukan Alamat kedudukan Alamat kedudukan 4. Alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon apabila ada 5. Tempat dan tanggal lahir Tempat tanggal pendirian dan Tempat dan tanggal pendirian 6. Nomor Pokok Wajib Pajak 7. Identitas perorangan yang bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa 8. Surat kuasa atau dokumen hukum lainnya yang memberikan kewenangan bagi perorangan untuk bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa 9. Kewarganegaraan 10. Jenis kelamin Nomor Pokok Wajib Pajak Identitas perorangan yang bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa Surat kuasa atau dokumen hukum lainnya yang memberikan kewenangan bagi perorangan untuk bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa Identitas perorangan yang bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa Surat kuasa atau dokumen hukum lainnya yang memberikan kewenangan bagi perorangan untuk bertindak untuk dan atas nama Pengguna Jasa 11. Pekerjaan...

18 Selain Perorangan No. Perorangan Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum Badan Hukum (termasuk Yayasan dan Perkumpulan Berbadan Hukum) Lembaga Pemerintah/ Negara 11. Pekerjaan dan/atau nama instansi/perusaha an dan jabatan 12. Identitas Beneficial Owner apabila ada Identitas Beneficial Owner apabila ada Identitas Beneficial Owner apabila ada 13. Informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan Informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan. Informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan. Informasi lain yang memungkinkan Penyelenggara untuk dapat mengetahui profil Pengguna Jasa, apabila diperlukan. 3. Informasi yang wajib diminta terhadap calon Pengguna Jasa dalam rangka EDD sebagaimana dimaksud pada butir A.3 paling kurang mencakup informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditambah dengan informasi sumber dana, sumber penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi. D. Penyediaan Informasi dalam Pelaksanaan Transfer Dana Dalam rangka memperoleh dan memastikan kelengkapan informasi identitas Pengguna Jasa Pengirim, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara penerus atau Penyelenggara penerima wajib memperoleh dan memastikan kelengkapan informasi identitas Pengguna Jasa Pengirim. 2. Informasi...

19 2. Informasi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling kurang meliputi: a. nama; dan b. nomor rekening, nomor referensi unik lainnya, alamat, nomor identitas, atau informasi tempat dan tanggal lahir. 3. Dalam rangka memastikan kelengkapan informasi identitas Pengguna Jasa Pengirim sebagaimana dimaksud pada angka 1, Penyelenggara Penerus atau Penyelenggara Penerima dapat meminta informasi Pengguna Jasa Pengirim kepada Penyelenggara Pengirim. 4. Permintaan informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus diajukan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang, baik melalui surat maupun melalui media elektronik. 5. Permintaan dan penyampaian informasi antar Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 3 bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan pelaksanaan program APU dan PPT. 6. Permintaan dan penyampaian informasi wajib didokumentasikan oleh Penyelenggara. E. Permintaan Dokumen 1. Untuk Pengguna Jasa perorangan, informasi pada tabel 1 di atas wajib didukung dengan dokumen identitas yang masih berlaku yang mencantumkan foto diri dan diterbitkan oleh pihak yang berwenang. Contoh dokumen identitas Pengguna Jasa perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), paspor, atau dokumen lainnya yang memuat foto Pengguna Jasa. Apabila diperlukan, Penyelenggara dapat meminta dokumen pendukung antara lain kartu...

20 kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau Kartu Keluarga (KK). 2. Untuk calon Pengguna Jasa berupa badan usaha tidak berbadan hukum, dokumen identitas yang wajib diminta adalah izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang. Contoh dokumen identitas Pengguna Jasa berupa badan usaha tidak berbadan hukum adalah Surat Izin Usaha Perdagangan, surat keterangan domisili atau Surat Izin Tempat Usaha (SITU). 3. Untuk calon Pengguna Jasa berupa badan hukum, dokumen identitas yang wajib diminta adalah: a. akte pendirian dan/atau anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang; dan/atau b. izin usaha atau izin lainnya dari instansi berwenang, contoh: izin kegiatan usaha dari Bank Indonesia sebagai Pedagang Valuta Asing atau sebagai penyelenggara APMK. 4. Untuk calon Pengguna Jasa berupa Lembaga Negara atau Pemerintah, dokumen identitas yang wajib diminta adalah surat penunjukan bagi pihak yang mewakili lembaga untuk melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara. F. Verifikasi Dokumen 1. Informasi yang disampaikan oleh calon Pengguna Jasa beserta dokumen pendukungnya wajib diteliti kebenarannya dengan melakukan verifikasi terhadap dokumen identitas dan pendukung untuk memastikan bahwa informasi tersebut adalah informasi yang benar dan terkini. Dalam hal terdapat keraguan, verifikasi dilakukan berdasarkan dokumen dan/atau sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya. 2. Dalam rangka meyakini kebenaran identitas calon Pengguna Jasa, verifikasi dilakukan dengan: a. Mencocokkan...

21 a. Mencocokkan kesesuaian calon Pengguna Jasa berdasarkan foto diri yang tercantum dalam kartu identitas. b. Penelitian atas kebenaran dokumen identitas dan dokumen pendukung. c. Meminta kepada calon Pengguna Jasa untuk memberikan lebih dari satu dokumen identitas atau dokumen pendukung yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, apabila timbul keraguan terhadap kartu identitas yang ada. d. Penyelesaian proses verifikasi identitas calon Pengguna Jasa sebelum membina hubungan usaha dengan calon Pengguna Jasa. e. Pertemuan langsung/tatap muka dengan calon Pengguna Jasa yang pertama kali melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara. Dalam hal Penyelenggara menggunakan hasil CDD yang dilakukan oleh pihak ketiga, maka Penyelenggara tidak perlu melakukan pertemuan langsung jika pertemuan langsung sudah dilakukan oleh pihak ketiga tersebut. Yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah pihak yang merupakan pihak pelapor sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. f. Apabila diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan calon Pengguna Jasa untuk memperoleh keyakinan atas keabsahan dan kebenaran informasi, bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung calon Pengguna Jasa. g. Apabila diperlukan, dapat dilakukan pengecekan silang untuk memastikan adanya konsistensi dari berbagai informasi yang disampaikan oleh calon Pengguna Jasa, antara lain seperti: 1) menghubungi Pengguna Jasa melalui telepon (rumah atau kantor); 2) menghubungi...

22 G. Pemantauan 2) menghubungi pejabat sumber daya manusia tempat dimana Pengguna Jasa bekerja apabila pekerjaan Pengguna Jasa adalah karyawan suatu perusahaan atau instansi; atau 3) melakukan konfirmasi atas penghasilan Pengguna Jasa dengan mensyaratkan bukti simpanan Pengguna Jasa pada Bank yang berkedudukan di Indonesia. h. Dalam rangka verifikasi, Penyelenggara juga melakukan pengecekan nama calon Pengguna Jasa dalam Daftar Teroris. Daftar Teroris adalah daftar nama-nama teroris yang tercatat pada Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Informasi mengenai Daftar Teroris antara lain dapat diperoleh melalui website PBB: 1. Untuk mengidentifikasi kesesuaian antara transaksi Pengguna Jasa dengan profil Pengguna Jasa, Penyelenggara melakukan pemantauan dengan ketentuan sebagai tersebut: a. dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko; dan b. dilakukan melalui analisis terhadap seluruh transaksi yang tidak sesuai dengan profil Pengguna Jasa, dengan memperhatikan transaksi yang bersifat kompleks, yang bernilai besar dan di luar kebiasaan, atau yang tidak memiliki kepentingan ekonomi. 2. Kegiatan pemantauan profil dan transaksi Pengguna Jasa yang dilakukan secara berkesinambungan meliputi kegiatan: a. memastikan kelengkapan informasi dan dokumen Pengguna Jasa; b. meneliti...

23 b. meneliti kesesuaian antara profil transaksi dengan profil Pengguna Jasa; dan c. meneliti kemiripan atau kesamaan nama Pengguna Jasa dengan nama yang tercantum dalam database daftar teroris yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang antara lain PBB, dan nama tersangka atau terdakwa yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang. Informasi mengenai Daftar Teroris antara lain dapat diperoleh melalui website PBB : 3. Penyelenggara dapat meminta informasi kepada Pengguna Jasa tentang latar belakang dan tujuan transaksi terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil Pengguna Jasa, dengan memperhatikan ketentuan anti tipping-off sebagaimana dimaksud dalam UU PPTPPU. 4. Apabila berdasarkan hasil pemantauan terdapat kemiripan atau kesamaan nama sebagaimana dimaksud pada butir 2.c di atas, maka Penyelenggara harus melakukan klarifikasi kepada Pengguna Jasa untuk memastikan kemiripan tersebut. 5. Dalam hal nama dan identitas Pengguna Jasa sesuai dengan nama tersangka atau terdakwa dan/atau daftar teroris sebagaimana dimaksud pada butir 2.c, maka Penyelenggara wajib melaporkan Pengguna Jasa tersebut dalam LTKM. 6. Pemantauan terhadap Pengguna Jasa harus dilakukan dengan lebih ketat antara lain jika terdapat: a. transaksi pengiriman dan penerimaan uang ke dan dari negara yang berisiko tinggi; atau b. transaksi yang dilakukan Pengguna Jasa yang tergolong PEP. Pemantauan dengan lebih ketat dapat dilakukan dengan cara meningkatkan frekuensi pelaksanaan pemantauan. 7. Seluruh...

24 7. Seluruh kegiatan pemantauan didokumentasikan dengan tertib. H. Enhanced Due Dilligence (EDD) 1. EDD atau kegiatan CDD yang lebih mendalam harus dilakukan terhadap Pengguna Jasa yang berisiko tinggi termasuk PEP. 2. Sifat, kualitas, dan kuantitas informasi Pengguna Jasa yang perlu diperoleh harus memberikan gambaran mengenai tingkat risiko yang timbul dari hubungan usaha yang terjadi. 3. Informasi yang diperoleh harus dapat diverifikasi dan memberikan keyakinan terhadap profil Pengguna Jasa sesungguhnya. 4. Terhadap calon Pengguna Jasa: a. meminta informasi tambahan yang diperlukan untuk memastikan kebenaran profil calon Pengguna Jasa; dan/atau b. meminta dokumen pendukung tambahan untuk meyakini kebenaran informasi mengenai identitas, sumber dana, sumber penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi. 5. Bagi Pengguna Jasa atau Beneficial Owner : a. melakukan kegiatan seperti yang dilakukan terhadap calon Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 4; b. melakukan analisa secara berkala paling kurang terhadap informasi mengenai identitas, sumber dana, sumber penghasilan, maksud, dan tujuan transaksi; dan c. memantau lebih ketat pola transaksi nasabah untuk memastikan kewajaran transaksi. I. Pengkinian 1. Penyelenggara wajib melakukan pengkinian dokumen, data, dan informasi Pengguna Jasa. 2. Pengkinian...

25 2. Pengkinian dokumen, data, dan informasi Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko. 3. Pendekatan berdasarkan risiko dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. tingkat risiko negara tujuan atau negara asal transaksi; b. tingkat risiko Pengguna Jasa, misalnya yang tergolong PEP; c. terdapat transaksi dengan jumlah yang signifikan dan/atau menyimpang dari profil transaksi atau profil Pengguna Jasa. 4. Seluruh kegiatan pengkinian data harus didokumentasikan secara tertib. J. CDD oleh Pihak Ketiga 1. Penyelenggara dapat menggunakan hasil CDD yang telah dilakukan pihak ketiga. Dalam hal masih terdapat keraguan, Penyelenggara wajib melakukan identifikasi dan verifikasi atas hasil CDD yang telah dilakukan oleh pihak ketiga tersebut misalnya dengan melakukan pencocokan nama calon Pengguna Jasa. Tanggung jawab akhir atas hasil identifikasi dan verifikasi serta keputusan untuk melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penyelenggara. 2. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah pihak pelapor sesuai ketentuan mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan dan Pendanaan Terorisme. 3. Hasil CDD yang dapat digunakan oleh Penyelenggara adalah hasil CDD dari pihak ketiga yang memenuhi kriteria paling kurang sebagai berikut: a. memiliki prosedur CDD sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. memiliki...

26 b. memiliki kerja sama dengan Penyelenggara dalam bentuk kesepakatan tertulis; c. berkedudukan di negara yang telah menerapkan rekomendasi FATF; dan d. bersedia memenuhi permintaan informasi yang paling kurang mengenai: 1) nama lengkap sesuai dengan yang tercantum pada kartu identitas; 2) alamat, tempat, dan tanggal lahir; 3) nomor kartu identitas; dan 4) kewarganegaraan dari calon Pengguna Jasa, serta salinan dokumen pendukung apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Penyelenggara dalam rangka pelaksanaan Program APU dan PPT. Kesediaan dimaksud dituangkan dalam kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf b. 4. Jika dalam melaksanakan CDD Penyelenggara bekerjasama dengan pihak lain yang bukan merupakan pihak pelapor (termasuk outsourcing atau agen), maka pelaksanaan kegiatan CDD oleh pihak lain tersebut dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan CDD yang dilakukan oleh Penyelenggara sendiri. Dengan demikian, pihak lain tersebut bukan merupakan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2. Dalam hal ini, Penyelenggara tetap bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan CDD oleh pihak lain tersebut dan memastikan kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku. 5. Penyelenggara bertanggung jawab untuk melaksanakan penatausahaan dokumen hasil CDD yang dilakukan pihak ketiga dan data hasil identifikasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 serta dokumen hasil CDD yang dilakukan oleh Penyelenggara sendiri melalui pihak lain yang bukan...

27 bukan merupakan pihak pelapor (termasuk outsourcing atau agen). K. Beneficial Owner 1. Penyelenggara wajib memastikan apakah calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa bertindak mewakili Beneficial Owner untuk melakukan hubungan usaha dengan Penyelenggara. 2. Dalam hal calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa bertindak mewakili Beneficial Owner, Penyelenggara wajib melakukan seluruh prosedur CDD atau EDD terhadap calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa dan Beneficial Owner. 3. Dalam hal Beneficial Owner digolongkan sebagai Politically Exposed Person (PEP), maka prosedur yang diterapkan adalah prosedur EDD. 4. Penyelenggara wajib memperoleh dokumen identitas dan/atau dokumen pendukung informasi dari Beneficial Owner, yang sama dengan dokumen calon Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada Tabel 1 ditambah dengan dokumen sebagai berikut: Tabel 2. Dokumen dan informasi lainnya terkait Beneficial Owner (BO) No. BO dari Pengguna Jasa Perorangan 1. Dokumen yang menunjukkan hubungan atau keterkaitan antara calon Pengguna Jasa dengan Beneficial Owner yang ditunjukkan antara lain dengan surat penugasan, surat perjanjian, surat kuasa atau dokumen lainnya BO dari Pengguna Jasa Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum Dokumen yang menunjukkan seseorang sebagai Beneficial Owner dari Pengguna Jasa, yang ditunjukkan antara lain dengan surat pernyataan. BO dari Pengguna Jasa Badan Hukum Dokumen yang menunjukkan seseorang sebagai Beneficial Owner dari Pengguna Jasa, yang ditunjukkan antara lain dengan anggaran dasar, akta pendirian, atau surat pernyataan. 2. Pernyataan...

28 2. Pernyataan tertulis dari calon Pengguna Jasa mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner Pernyataan tertulis dari calon Pengguna Jasa mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner Pernyataan tertulis dari calon Pengguna Jasa mengenai kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner 5. Kewajiban penyampaian dokumen Beneficial Owner sebagaimana dimaksud pada angka 4 tidak berlaku bagi lembaga pemerintah atau perusahaan yang telah terdaftar di bursa efek (listing). Beneficial Owner yang mendapatkan pengecualian tetap wajib didokumentasikan dengan cara mencatat identitas dari Beneficial Owner tersebut. 6. Apabila Penyelenggara meragukan atau tidak dapat meyakini identitas Beneficial Owner, Penyelenggara wajib menolak untuk melakukan hubungan usaha atau transaksi dengan calon Pengguna Jasa. L. Pengguna Jasa Berisiko Tinggi dan PEP 1. Penyelenggara wajib mengidentifikasi calon Pengguna Jasa, Pengguna Jasa dan/atau Beneficial Owner yang memenuhi kriteria berisiko tinggi dan/atau PEP. 2. Penyelenggara harus menyusun daftar Pengguna Jasa yang merupakan PEP dalam daftar tersendiri. 3. Dalam melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa berisiko tinggi dan/atau PEP, Penyelenggara harus menunjuk pejabat senior yang memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai APU dan PPT sebagai pejabat yang berwenang untuk: a. memberikan...

29 a. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap calon Pengguna Jasa yang berisiko tinggi dan/atau PEP; dan/atau b. membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa atau Beneficial Owner yang berisiko tinggi dan/atau PEP. M. Penetapan Kriteria Area Berisiko Tinggi Dalam mengelompokkan Pengguna Jasa berdasarkan tingkat risikonya, Penyelenggara antara lain dapat berpedoman pada ketentuan PPATK yang mengatur mengenai Pedoman Identifikasi Produk, Pengguna Jasa, Usaha, dan Negara Berisiko Tinggi Bagi Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut dengan Pedoman Identifikasi PPATK. Area berisiko tinggi dalam pedoman ini, selain mendasarkan pada Pedoman Identifikasi PPATK juga referensi lainnya yang dikeluarkan oleh otoritas berwenang atau yang telah menjadi kelaziman internasional. 1. Produk dan Jasa Berisiko Tinggi Secara umum, karakteristik dari produk berisiko tinggi dan jasa berisiko tinggi adalah produk/jasa yang ditawarkan kepada Pengguna Jasa yang mudah dikonversikan menjadi kas atau setara kas, atau yang dananya mudah dipindah-pindahkan dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lainnya dengan maksud mengaburkan asal-usul dana tersebut. 2. Pengguna Jasa Berisiko Tinggi Salah satu Pengguna Jasa yang berisiko tinggi adalah PEP yaitu orang yang mendapatkan kepercayaan untuk memiliki kewenangan publik diantaranya adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggara negara, dan/atau orang yang...

30 yang tercatat sebagai anggota partai politik yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan operasional partai politik baik yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang berkewarganegaraan asing. Untuk PEP yang merupakan penyelenggara negara di Indonesia kriterianya adalah sebagai berikut: Tabel 3. Kriteria mengenai PEP Ketentuan Definisi Keterangan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; Menteri; Gubernur; Hakim; Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain direksi BUMN dan direksi BUMD. SE/03/M.PAN/01/2 005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Penyelenggara Negara Pejabat eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan/atau lembaga negara. Semua kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan Pengawas Bea dan Cukai; Auditor; Pejabat...

31 Ketentuan Definisi Keterangan Pejabat yang mengeluarkan perijinan; Pejabat/Kepala Unit Masyarakat; dan Pejabat pembuat regulasi Pihak-pihak yang tergolong PEP termasuk juga: a. perusahaan yang dimiliki atau dikelola oleh PEP; b. keluarga PEP sampai dengan derajat kedua; dan/atau c. pihak-pihak yang secara umum dan diketahui publik mempunyai hubungan dekat dengan PEP. 3. Usaha Berisiko Tinggi Contoh usaha yang berisiko tinggi antara lain: a. pedagang efek yang melakukan fungsi sebagai perantara efek (nasabah perusahaan); b. perusahaan asuransi dan broker asuransi (perusahaan); c. money changer (perusahaan); d. dana pensiun dan usaha pendanaan (perusahaan); e. tempat hiburan dan executive club; f. jasa pengiriman uang; g. jasa akuntan, pengacara dan notaris (perusahaan/perorangan); h. jasa surveyor dan agen real estat (perusahaan); i. pedagang logam mulia (perusahaan/perorangan); j. usaha barang-barang antik, dealer mobil, kapal serta penjual barang/barang mewah; atau k. agen perjalanan. 4. Transaksi Pengguna Jasa yang terkait dengan negara lain yang berisiko tinggi. Contoh...

32 Contoh negara yang berisiko tinggi antara lain: a. negara yang pelaksanaan rekomendasi FATF diidentifikasikan belum memadai; b. termasuk dalam daftar FATF statement; c. diketahui secara luas sebagai tempat penghasil dan pusat perdagangan narkoba; d. dikenal secara luas menerapkan banking secrecy laws yang ketat; e. dikenal sebagai tax haven antara lain berdasarkan data terkini dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Posisi Mei 2009 terdapat 35 negara/wilayah yang tergolong tax haven yaitu: 1. Aruba 2. Anguilla 3. Antigua and Barbuda 4. Bermuda 5. Bahamas 6. Bahrain 7. Belize 8. British Virgin Islands 9. Cook Islands 10. Cyprus 11. Dominica 12. Gibraltar 13. Grenada 14. Guernsey 15. Isle of Man 16. Jersey 17. Liberia 18. Malta 19. Marshall Islands 20. Mauritius 21. Montserrat 22. Niue 23. Nauru 24. Netherlands Antilles 25. Samoa 26. Panama 27. San Marino 28. Seychelles 29. St. Lucia 30. St. Kitts & Nevis 31. St. Vincent and the Grenadines 32. Turks & Caicos Islands 33. US Virgin Islands 34. Vanuatu 35. Cayman Islands f. dikenal...

33 f. dikenal memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain dari publikasi Transparency International; atau g. terkena sanksi PBB. BAB IV...

34 BAB IV PENDEKATAN BERDASARKAN RISIKO (RISK BASED APPROACH) 1. Profil risiko menggambarkan tingkat risiko dari Pengguna Jasa, produk maupun jasa yang memiliki potensi pencucian uang atau pendanaan teroris, antara lain jasa pengiriman uang atau produk bank menggunakan jasa elektronik. 2. Pengidentifikasian Pengguna Jasa berdasarkan risiko dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. identitas Pengguna Jasa; b. alamat/lokasi usaha Pengguna Jasa; c. profil Pengguna Jasa; dan d. nilai transaksi. Tabel 4. Contoh klasifikasi profil risiko Identitas Pengguna Jasa Rendah Menengah Tinggi Menyerahkan lebih dari satu identitas yang masih berlaku dan berdomisili sesuai dengan alamat dalam kartu identitas. Data/informasi identitas calon Pengguna Jasa kadaluarsa, namun Pengguna Jasa tetap kooperatif melakukan updating. Pengguna Jasa tidak memiliki yang identitas dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Data/informasi identitas Pengguna calon Jasa diragukan, misalnya kartu identitas tidak dikeluarkan pihak berwenang, tidak benar, dll. Data/informasi oleh yang data identitas...

35 Alamat/ Lokasi Usaha Pengguna Jasa Profil Pengguna Jasa Rendah Menengah Tinggi identitas tidak sesuai dengan domisili atau Pengguna Jasa selalu berpindah tempat atau tidak dapat dihubungi. Pengguna Jasa WNI yang pada saat pembukaan rekening menggunakan alamat yang wilayahnya berada di luar wilayah Indonesia. Alamat/lokasi Alamat/lokasi Alamat/lokasi usaha usaha di dalam usaha di luar Pengguna Jasa berada kabupaten/ kota kabupaten/ kota di zona perdagangan yang sama atau dimana lokasi berbatasan dengan kabupaten/ kota bebas. lokasi Penyelenggara kabupaten/kota Jasa Sistem berada. Pembayaran Selain Bank berada. Petani/buruh tani. Pegawai Orang yang Perusahaan. digolongkan berisiko Pedagang di pasar tradisional. Pedagang valuta asing atau pengiriman uang tinggi berpedoman ketentuan PPATK. Pegawai perusahaan tergolong tinggi. dengan pada dari yang berisiko Kegiatan usaha yang berbasis uang tunai seperti mini market, jasa pengelolaan parkir, rumah makan...

36 Rendah Menengah Tinggi rumah makan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), pedagang isi pulsa. Nilai Transaksi Nilai transaksi rendah, misal dibawah Rp ,00 (satu juta rupiah) dan sesuai dengan profil pengguna jasa. Jumlah transaksi cukup besar namun didukung dengan dokumen yang memadai atau masih tergolong wajar atau masih sesuai dengan profil pengguna jasa. Transaksi secara tunai dalam jumlah besar, misalnya di atas Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan/atau tidak sesuai dengan profil nasabah. 3. Penetapan klasifikasi tingkat risiko tidak berlaku bagi Pengguna Jasa yang tergolong sebagai PEP. Dengan demikian apabila terdapat calon Pengguna Jasa atau Pengguna Jasa yang karena pekerjaannya atau jabatannya tergolong sebagai PEP, maka yang bersangkutan secara otomatis diklasifikasikan sebagai risiko tinggi. BAB V...

37 BAB V PENATAUSAHAAN DOKUMEN DAN PELAPORAN A. Penatausahaan Dokumen 1. Penyelenggara wajib menatausahakan dokumen dengan baik sebagai upaya untuk membantu pihak yang berwenang dalam melakukan penelusuran terhadap dana-dana yang diindikasikan berasal dari hasil tindak pidana. Dengan demikian, dokumen yang dimiliki/disimpan Penyelenggara harus akurat dan lengkap, sehingga mudah pencariannya jika diperlukan. 2. Dokumen yang ditatausahakan paling kurang mencakup: a. dokumen yang terkait dengan informasi calon Pengguna Jasa, Pengguna Jasa atau Beneficial Owner, antara lain berupa identitas (contoh: fotokopi kartu identitas) dan informasi transaksi; dan b. dokumen keuangan yang terkait Pengguna Jasa, antara lain berupa catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha Penyelenggara. 3. Jangka waktu penatausahaan dokumen adalah sebagai berikut: a. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.a, paling singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya transaksi dan/atau pemberian jasa kepada Pengguna Jasa; b. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai dokumen perusahaan. 4. Dokumentasi dapat dilakukan lebih lama jika terkait kasus tertentu dan diminta oleh otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia atau PPATK. 5. Dokumen...

38 5. Dokumen dapat ditatausahakan dalam bentuk asli, salinan, electronic form, microfilm, atau dokumen yang berdasarkan undang-undang yang berlaku dapat digunakan sebagai alat bukti. 6. Penatausahaan salinan dokumen identitas dilakukan setelah B. Pelaporan pencocokan salinan dokumen identitas dengan dokumen identitas asli. 1. Penyelenggara wajib menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), dan laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur dalam UU PPTPPU. 2. Jenis laporan lain antara lain sebagaimana yang dimaksud dalam UU PPTPPU Pasal 23 ayat (1) huruf c yaitu laporan transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri. 3. Berdasarkan hasil pemantauan atas profil dan transaksi Pengguna Jasa, Penyelenggara wajib melaporkan dalam LTKM apabila: a. Transaksi keuangan yang memenuhi kriteria mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam UU PPTPPU; b. Pengguna Jasa memiliki kemiripan atau kesamaan nama dan identitas dengan nama tersangka atau terdakwa dan/atau sesuai dengan daftar teroris yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang; c. Pengguna Jasa yang ditutup hubungan usahanya karena tidak bersedia melengkapi informasi dan dokumen pendukung dan berdasarkan penilaian Penyelenggara transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan; atau d. Pengguna...

39 d. Pengguna Jasa dan calon Pengguna Jasa yang ditolak atau dibatalkan transaksinya karena tidak bersedia melengkapi informasi yang diminta oleh Penyelenggara dan berdasarkan penilaian Penyelenggara transaksi yang dilakukan tidak wajar atau mencurigakan. 4. Penyelenggara wajib menyampaikan LTKM kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Penyelenggara mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. 5. Penyelenggara wajib menyampaikan LTKT kepada PPATK paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan. 6. Tata cara pelaporan transaksi keuangan mencurigakan (termasuk transaksi yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme atau pendanaan terorisme), transaksi keuangan tunai dan laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur dalam Pedoman PPATK yang mengatur mengenai Pedoman Identifikasi dan Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan. C. Sistem Pencatatan 1. Untuk keperluan pemantauan profil dan transaksi Pengguna Jasa, Penyelenggara perlu membuat sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa. 2. Sistem pencatatan yang dimiliki harus dapat memungkinkan Penyelenggara untuk menelusuri setiap transaksi individual, baik untuk keperluan intern dan atau Bank Indonesia, maupun dalam kaitannya dengan kasus peradilan. 3. Tingkat kecanggihan sistem pencatatan untuk mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan disesuaikan dengan kompleksitas...

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 20 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 3 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS)

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS) FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS) Peraturan Bank Indonesia No.12/3/PBI/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Pada Pedagang Valuta Asing

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/27/PBI/2012 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/27/PBI/2012 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/27/PBI/2012 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 20 /PBI/2010

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 20 /PBI/2010 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 20 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 3 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/3/PBI/2012 TENTANG PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI PENYELENGGARA JASA SISTEM PEMBAYARAN SELAIN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Non Bank. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia

Non Bank. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Non Bank Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank dan bagi Penyelenggaraan Sistem Pembayaran selain

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2010 PERBANKAN. BANK INDONESIA. Bank Syariah. Bank Pengkreditan Rakyat. Program Anti Pencucian Uang. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5302 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN BI. Program. Anti Pencucian Uang. Pendanaan. Terorisme. Penyelenggaraan Jasa. Selain Bank. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 3 /PBI/2010 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK I. UMUM Dengan semakin

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA No.920, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Kenali Pengguna Jasa. Pergadaian. Penerapan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS)

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS) FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS) Surat Edaran Bank Indonesia No.12/10/DPM/2010 tanggal 30 Maret 2010 tentang Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, T

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, T No.1087, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 28 /PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 28 /PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 28 /PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/10/PBI/2017 TENTANG PENERAPAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI PENYELENGGARA JASA SISTEM PEMBAYARAN SELAIN BANK DAN PENYELENGGARA KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PIALANG BERJANGKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PIALANG BERJANGKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PIALANG BERJANGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN

Lebih terperinci

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2...

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2... PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11 / 28 /PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM UMUM Dengan semakin maraknya tindak pidana

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22/ POJK.04 / 2014 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PENYEDIA JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22/ POJK.04 / 2014 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PENYEDIA JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22/ POJK.04 / 2014 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PENYEDIA JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14 /DKBU Tanggal 12 Mei 2011

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14 /DKBU Tanggal 12 Mei 2011 Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.13/14 /DKBU Tanggal 12 Mei 2011 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (DKBU) Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) DKBU dan DPbS 1 DAFTAR ISI PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Ketiga, Identifikasi, Verifikasi Dan Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Ketiga, Identifikasi, Verifikasi Dan Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa Modul E-Learning 2 PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA DAN PELAPORAN BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA Bagian Ketiga, Identifikasi, Verifikasi Dan Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa 2.3 Identifikasi, Verifikasi

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN V.D.10

MATRIKS PERUBAHAN PERATURAN V.D.10 PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR [ ] / POJK [ ] / [ ] (format peraturan secara keseluruhan akan disesuaikan dengan format Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PENYEDIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN

Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN RBA SDM Pengkinian Data Pengendalian Internal UKK 2 1. RBA Risk Based

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM

PEDOMAN STANDAR PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/21/DPNP TANGGAL 14 Juni 2013 PERIHAL PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM PEDOMAN STANDAR PENERAPAN PROGRAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PIALANG BERJANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 23 /PBI/2003 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 23 /PBI/2003 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 23 /PBI/2003 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES) BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. No. 15/21/DPNP Jakarta, 14 Juni 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. Sehubungan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERUBAHAN

LATAR BELAKANG PERUBAHAN PERATURAN BANK INDONESIA NO. 11/28/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.01/2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR JASA

Lebih terperinci

PETUNJUK PENYUSUNAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

PETUNJUK PENYUSUNAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA PETUNJUK PENYUSUNAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA I. PENDAHULUAN Tujuan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan tentang Prinsip Mengenal Nasabah

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /POJK.05/2015 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME OLEH PENYEDIA

Lebih terperinci

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Huruf a Cukup jelas.

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Huruf a Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /POJK.05/2015 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME OLEH PENYEDIA JASA KEUANGAN DI SEKTOR INDUSTRI KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan

2017, No Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan No.766, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KUKM. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa. Kegiatan Usaha Simpan Pinjam. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, No.960, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Identifikasi Transaksi. Jasa Keuangan. Mencurigakan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara

Lebih terperinci

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Keempat. Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia Tujuan Modul bagian keempat yaitu Pengaturan

Lebih terperinci

Dalam penerapan program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan

Dalam penerapan program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan PRINSIP MENGENAL NASABAH BAGI PIALANG BERJANGKA P e r d a g a n g a n S e b a g a i S e k t o r Pe n g g e ra k Pe r t u m b u h a n d a n D aya Saing E ko n o mi, s erta Pencipta an Kemakmuran remarkable

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Prosedur Prinsip Prinsip Mengenal Nasabah

Prosedur Prinsip Prinsip Mengenal Nasabah Prosedur Prinsip Prinsip Mengenal Nasabah Tujuan Memahami dan menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) Melindungi Allianz agar tidak digunakan sebagai media Pencucian Uang, Pendanaan Kegiatan Terorisme

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR PER- 05/BL/20102011 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

P e d o m a n. Prinsip Mengenal Nasabah (PMN)

P e d o m a n. Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) P e d o m a n Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh Perusahaan Perasuransian dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N

S U R A T E D A R A N No. 10/49/DASP Jakarta, 24 Desember 2008 S U R A T E D A R A N Perihal : Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang bagi Perorangan dan Badan Usaha Selain Bank ---------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum BAB I PENDAHULUAN

Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Lembaga keuangan, khususnya perbankan, sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, karena pada perbankan tersedia banyak pilihan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA. Nomor : 3/10/PBI/2001 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA. Nomor : 3/10/PBI/2001 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor : 3/10/PBI/2001 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES) GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usaha,

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN (TKM) DAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI (TKT)

IDENTIFIKASI TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN (TKM) DAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI (TKT) IDENTIFIKASI TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN (TKM) DAN TRANSAKSI KEUANGAN TUNAI (TKT) 2 IMUNITAS PIHAK PELAPOR 18 IDENTIFIKASI TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN (TKM) 19 DASAR HUKUM Peraturan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 108, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME

PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME I. PENGANTAR PT Bank OCBC NISP, Tbk ("Bank") adalah perusahaan

Lebih terperinci

No. 3/29/DPNP Jakarta, 13 Desember 2001 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 3/29/DPNP Jakarta, 13 Desember 2001 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/29/DPNP Tanggal 13 Desember 2001 Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah No. 3/29/DPNP Jakarta, 13 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA

Lebih terperinci

Petunjuk Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Petunjuk Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Petunjuk Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah PENDAHULUAN Pada tanggal 30 Januari 2003 Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 45/KMK.06/2003

Lebih terperinci

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: P e d o m a n V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti yang kita ketahui pada zaman sekarang ini banyak sekali kejahatan dan kriminalitas yang terjadi di dunia termasuk Indonesia. Banyak kejahatan yang terjadi karena

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAWAAN UANG TUNAI DAN/ATAU INSTRUMEN PEMBAYARAN LAIN KE DALAM ATAU KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

VI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

VI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: KEP-47/1.02/PPATK/06/08 P e d o m a n VI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) Pedoman Identifikasi Produk,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

Daftar Isi Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Daftar Isi Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Daftar Isi Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Halaman Daftar Isi i Kata Pengantar ii I. Pendahuluan 1 II. Kebijakan Umum 3 A. Kebijakan Pengorganisasian 3 B. Kebijakan Penerimaan dan Identifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Penerapan dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Penerapan Program Anti Pencucian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME OLEH PENYEDIA JASA KEUANGAN DI SEKTOR INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK DENGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR PER- 05/BL/2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. Daerah Pabean Indonesia. Uang Tunai. Instrumen Pembayaran Lain. Pembawaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 366). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI PRODUK, NASABAH, USAHA DAN NEGARA YANG BERISIKO TINGGI BAGI PENYEDIA JASA KEUANGAN

KEPUTUSAN TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI PRODUK, NASABAH, USAHA DAN NEGARA YANG BERISIKO TINGGI BAGI PENYEDIA JASA KEUANGAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN KEPUTUSAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR: KEP-47/1.02./PPATK/06/2008 TENTANG PEDOMAN IDENTIFIKASI PRODUK, NASABAH, USAHA

Lebih terperinci

-2- c. Pengaturan Customer Due Dilligence (CDD) sederhana khusus untuk Nasabah yang tergolong berisiko rendah; dan

-2- c. Pengaturan Customer Due Dilligence (CDD) sederhana khusus untuk Nasabah yang tergolong berisiko rendah; dan PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22/POJK.04/2014 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH OLEH PENYEDIA JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL I. UMUM Seiring dengan berkembangnya Pasar Modal

Lebih terperinci

Petunjuk Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Petunjuk Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Petunjuk Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Halaman 1 dari 10 Halaman PENDAHULUAN Pada tanggal 30 Januari 2003 Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan

Lebih terperinci

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA PENCUCIAN UANG? PENCUCIAN UANG Upaya untuk menyembunyikan/menyamarkan harta kekayaan dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal

Lebih terperinci

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Modul E-Learning 2 PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA DAN PELAPORAN BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa 2.2 Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna

Lebih terperinci

- 2 - di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/

- 2 - di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/ Yth. Direksi Bank di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME DI SEKTOR PERBANKAN Sehubungan

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar

Lebih terperinci

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut No.927, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Audit. Kepatuhan. Khusus. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP-313/BL/2007 TENTANG PRINSIP MENGENAL

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS 1 DEFINISI PENCUCIAN UANG Apa? Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asul usul uang yang dihasilkan dari suatu tindakan kejahatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa saat ini jumlah transaksi maupun nilai nominal pengiriman uang baik di

Lebih terperinci

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini! Nama : Muhammad Nur Jamaluddin NPM : 151000126 Kelas : O Mata Kuliah : Money Laundering Crime Dosen : Maman Budiman, S.H.,M.H. Jawablah pertanyaan dibawah ini! 1. Apa yang dimaksud dengan pencucian uang?

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME

PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Kedua, Tipologi Pencucian Uang Tujuan Modul bagian kedua yaitu Tipologi bertujuan untuk menjelaskan: a. Apa saja tipologi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN KEPATUHAN DAN PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN KEPATUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau

Lebih terperinci

1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek;

1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; Z` Yth. 1. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek; 2. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi;

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PIALANG BERJANGKA

PEDOMAN PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PIALANG BERJANGKA 7 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PIALANG BERJANGKA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un No.1563, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- 476/BL/2009 TENTANG PRINSIP MENGENAL

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 143 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 143 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 143 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME OLEH PENYEDIA JASA KEUANGAN DI SEKTOR INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME PADA PIALANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.928, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Kewajiban Pelaporan. Dikecualikan. Transaksi Keuangan Tunai. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS

Lebih terperinci

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim No.1872, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penyedia Jasa Keuangan. Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi. Pencabutan. PERATURAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA No. 6/ 13 /DPM Jakarta, 11 Maret 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci