Perempuan Dalam Arus Politik Lokal. Dedek Kusnadi. IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perempuan Dalam Arus Politik Lokal. Dedek Kusnadi. IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia"

Transkripsi

1 Perempuan Dalam Arus Politik Lokal Dedek Kusnadi IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia ABSTRAK Tulisan ini menggambarkan faktor yang mempengaruhi kemunculan anggota legislatif perempuan Kota Jambi yang berimplikasi pada keterlibatan politiknya di Parlemen. Penelitian ini merupkan sebuah riset deskriptif yang bersifat eksploratif dalam menggambarkan secara detail keadaan atau fenomena sosial, dimana melibatkan peneliti sendiri sebagai intrumen pengumpul data. Teknik yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap semua legislator perempuan (7 orang) yang ada di DPRD Kota Jambi. Adapun hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa semua legislator perempuan berasal dari keluarga yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat, baik sebagai bangsawan lokal maupun sebagai keluarga politisi. Tingginya kedudukan sosial ini, diikuti dengan meningkatnya status ekonomi, sehingga menjadi wadah efektif bagi proses sosialisasi secara berkelanjutan, mulai dari dalam keluarga, sampai melewati berbagai jenjang pendidikan, pekerjaan yang digeluti, dan berbagai organisasi sosial-politik, keagamaan serta media massa. Para legislator perempuan yang telah tersosialisasi dengan baik dan berhasil, mampu menggapai kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai lingkungan pekerjaan, lembaga dan organisasi berdasarkan kesadaran, kapabilitas dan kompetensi yang dibutuhkan. Akhirnya faktor-faktor tersebut mencapai tingkatan optimal, ketika terbuka ruang politik yaitu jaminan kuota minimal 30 % bagi caleg perempuan berdasarkan Undang-Undang yang direspons oleh Partai Politik. Dengan demikian, legislator perempuan mampu tampil dan menunjukkan diri bahwa partisipasi politik mereka bukan sesuatu yang prematur atau masih pada tingkat awal dalam realitas politik tetapi aktif dan kontinyu atau memiliki keterlibatan politik (political engagement) yang sanggup mewarnai proses demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Jambi. Kata-kata kunci: legislator perempuan Pendahuluan Kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam bidang politik di Indonesia sampai saat ini masih tergolong rendah. Hal ini ditandai dengan tidak seimbangnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif yang relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan jumlah pemilih perempuan Indonesia yang pada tahun 1999 mencapai 57 %. Rendahnya partisipasi perempuan dalam kegiatan politik dan kesempatan untuk turut serta dalam pengambilan kebijakan pada tingkat nasional maupun daerah, dapat dilihat dari sedikitnya keikutsertaan perempuan sebagai anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD Provinsi, kabupaten/kota maupun keberadaan perempuan dalam kabinet yang sejajar dengan birokrasi. Kenyataan tersebut akhirnya mendorong kaum perempuan melalui organisasi kemasyarakatan, LSM dan kelompok-kelompok akademisi yang peduli terhadap perempuan, untuk menyuarakan 206

2 pentingnya akses bagi perempuan untuk duduk di lembaga legislatif dengan memperjuangkan kuota 30%. Undang-undang No.12 tahun 2003 tentang pemilihan umum Anggota DPR, DPD dan DPRD pasal 65 ayat (1) yang menyebutkan : setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Walaupun pasal ini tidak mengikat bagi partai politik karena tidak ada sanksi hukumnya, namun yang lebih penting untuk dicermati bahwa adanya jaminan hukum bagi calon legislatif perempuan untuk memenuhi kuota 30 % sebagai mana yang dijelaskan dalam UU tersebut. Tindakan khusus sementara (affirmative action) ini, telah menghasilkan kemajuan yang cukup berarti bagi perempuan untuk terlibat dalam dunia politik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah perempuan sebagai anggota di lembaga legislatif periode , DPR-RI 61 orang (11,09%), anggota DPD (21,09%) dari total seluruh anggota dan untuk tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia rata-rata mencapai 10%. Tabel. 1 Presentase Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Menurut Jenis Kelamin Periode Tahun , , DAN NO Jenis Kelamin Laki-laki 91,0% 89.3% 82,4% 2. Perempuan 9,0% 10,7% 17,6% Sumber : website KPU RI Jika melihat dari tabel diatas ini menunjukkan keterwakilan perempuan dari periode keperiode mengalami peningkatan, bahkan apabila kita melihat perkembangan dari periode s.d kenaikannya cukup signifikan yaitu mencapai 17,6 persen, peningkatan jumlah keterlibatan perempuan di lembaga legislatif ini juga terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia, namun perlu disadari bahwa peningkatan keterlibatan perempuan di lembaga legislatif sebagain besar belum mendekati kuota 30 % sebagaimana yang telah diamanahkan oleh UU No.12 tahun 2003 tentang pemilihan umum. Kondisi riil DPRD Kota Jambi keterwakilan perempuan yang berhasil duduk di kursi DPRD belum mencapi 30 % sebagaimana ketentuan UUD yang ada, dalam pemilu legislatif 2014 dari 45 kursi anggota DPRD caleg perempuan DPRD Kota Jambi hanya berhasil menduduki 8 kursi. 1 jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Kota Jambi pileg 2014 mengalami peningkatan jika dibandingkan pemilu legislatif 2009 dimana dari 45 kuris anggota DPRD hanya 4 kursi yang berhasil diduduki di DPRD Kota Jambi. 2 1 Laporan KPUD Kota Jambi, Pemilihan Legislatif periode 2009 s.d 2014, diterbitkan oleh KPUD Kota Jambi, nama-nama caleg perempuan Kota Jambi yang berhasil duduk dikursi legislatif untuk periode 2014 s.d 2017, yaitu; Yeni Sinaga (PDIP), Nyimas Mazniati (Hanura). Markonah (PAN), Syofni Herawati (PKB), Maria Magdalena (PDIP), Nulli Kurniasih (Demokrat), Hj Hendriani dan Ernawati (Golkar), 2 Nama-nama caleg perempuan Kota Jambi yang berhasil duduk dikursi legislatif untuk periode 2019 s.d 2014 yaitu : Rts Farida Usman (Demokrat), Maria Magdalena (PDIP), Meisita Arifin (Golkar), Harlina Fahri (PAN). 207

3 Jika melihat dari sisi kuantitas, peningkatan jumlah legislator perempuan Kota Jambi merupakan suatu hal patut dibanggakan, dalam konteks ini dapat dilihat bahwa akses politik perempuan Kota Jambi semakin terbuka lebar, kemudian kesadaran politik perempuan Kota Jambi semakin meningkat seiring dengan banyaknya hak-hak perempuan yang perlu untuk diperjuangkan. Namun sisi lain dapat dilihat bahwa terjadinya peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, terkadang tidak sendirinya menghasilkan perubahan yang berarti bagi kehidupan perempuan dalam masyarakat saat ini. Perempuan masih mengalami kendala, baik kultural maupun struktural. Kendala kultural terkait dengan masih kentalnya budaya patriarki dalam masyarakat yang menempatkan pola dan peran sosial yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Sosialisasi nilai-nilai kultural tersebut diatas membuat perempuan kurang percaya diri untuk terjun dalam dunia politik. Kendala ini kemudian diperkuat oleh suatu persepsi yang keliru dari kaum perempuan sendiri tentang pengertian politik sebagai sesuatu yang buruk, kotor, penuh kelicikan, kekerasan dan intimidasi (yang pada umumnya dibentuk oleh pengalaman dan cara berpolitik lakilaki). Kehidupan perempuan yang banyak ditampilkan di media massa tentang gagalnya rumah tangga karena dia bekerja atau berpolitik turut memperkecil keberanian perempuan untuk terjun ke arena politik. Kendala struktural dapat dilihat dari berbagai bidang sosial ekonomi yang meliputi kurangnya pendidikan, kemiskinan, dan lemahnya sumber keuangan yang memadai, beban ganda yang harus mereka sandang akibat kebijakan dan undang-undang perkawinan yang menempatkan perempuan pada posisi yang dilematis antara keluarga dan sikap profesionalnya dalam pekerjaan dan karir. Kekerasan terhadap perempuan khususnya dalam rumah tangga juga menyebabkan akses perempuan sangat terbatas dalam memasuki arena politik. Akibatnya terjadi maskulinisasi politik dimana laki-laki mendominasi arena dan proses-proses politik sedangkan perempuan masih sulit terlibat dalam arena ini. Keterlibatan perempuan dalam politik dipengaruhi oleh partisipasi aktif dan berinteraksi dengan partai politik yang menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi dan mengembangkan potensi atau kemampuannya dan juga merupakan kendaraan politik untuk menuju ke posisi di legislatif. Menurut Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, yang dimaksud dengan partai politik adalah: Organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara RI secara sukarela, atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilu. Berangkat dari beberapa pemaparan tersebut tulisan ini mencoba mengkaji tentang keterlibatan perempuan dalam politik, dimana dalam tulisan ini melihat faktor yang mempengaruhi kemunculan anggota legislatif perempuan Kota Jambi yang berimplikasi pada keterlibatan politiknya di Parlemen. Pembahasan Tinjauan Teoritis Tentang Representasi Politik Kaum Perempuan di Parlemen. Representasi politik perempuan dalam parlemen di Indonesia diwujudkan dengan keberadaan perempuan pada lembaga legislatif baik di tingkat nasional (DPR, MPR, DPD) maupun di tingkat daerah (DPRD). Namun demikian, melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, representasi 208

4 politik perempuan dalam parlemen di Indonesia secara formal dilakukan dengan adanya sistem kuota. Sistem kuota pada dasarnya meletakkan persentase minimum bagi kedua jenis kelamin yakni lakilaki dan perempuan, untuk memastikan adanya keseimbangan posisi dan peran gender dari keduanya dalam dunia politik, atau khususnya dalam pembuatan dan pengambilan keputusan. Ini berarti dengan adanya kuota berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, diharapkan keterwakilan perempuan di berbagai lembaga legislatif baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah dapat diakomodasi baik dalam hal jumlah maupun kualitas perempuan itu sendiri. Peningkatan jumlah masih menjadi titik berat dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tersebut karena dari sisi jumlah saja perempuan di legislatif masih sangat terbatas dan tidak representatif. Argumen yang digunakan dalam penggunaan sistem kuota ini adalah untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan atau ketidakadilan gender akibat dari undang-undang atau hukum dan budaya yang bias gender. Sebaliknya pada saat bersamaan, bagi pihak yang menentangnya, argumennya adalah sistem kuota pada dasarnya tidak memiliki basis hukum yang kuat alias tidak konstitusional. Belum lagi pernyataan yang mengatakan bahwa sistem kuota bertentangan dengan hak asasi manusia, dan bahkan merendahkan kemampuan kalangan perempuan itu sendiri. Menurut mereka ini hanya akan melahirkan stigma negatif bahwa kedudukan perempuan dalam lembaga parlemen atau partai politik bukan karena kemampuannya sendiri tapi akibat diberlakukannya sistem kuota. 3 Berdasarkan argumen ini, menunjukkan bahwa sistem kuota itu sendiri masih menimbulkan pro dan kontra dimana banyak sekali yang mendukung, namun banyak pula yang menentangnya. Keberadaan sistem kuota walaupun mampu meningkatkan kuantitas keterwakilan perempuan di parlemen, namun dapat juga menimbulan stigma negatif terhadap perempuan itu sendiri. Ini berarti bahwa dengan sistem kuota, representasi perempuan lebih didasarkan pada sisi kuantitas dan bukannya pada sisi kualitas. Ini juga berarti bahwa kualitas perempuan belum menjadi titik berat utama dalam sistem kuota, sehingga cenderung menimbulkan stigma negatif terhadap perempuan yang duduk di legislatif bukanlah karena kualitas, tetapi lebih sebagai pemenuhan kuantitas semata. Namun demikian, kuota perempuan dalam undang-undang pemilihan umum merupakan sarana atau salah satu pintu bagi upaya membuka halangan yang selama ini dihadapi perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Ini adalah perjuangan yang harus diisi dan ditindaklanjuti. Ketentuan inipun bersifat jangka panjang. Keberhasilan memasukkan klausul ini dalam undangundang pemilu menjadi dorongan positif untuk perjuangan perempuan di arena politik. Keberhasilan dalam mendorong sistem kuota ini dianggap sebagai pembuka dalam representasi politik perempuan di legislatif. Pemenuhan dan pelaksanaan undang-undang ini diharapkan dapat membawa hal positif bagi perempuan, minimal mampu untuk mengisi kuantitas keterwakilannya di legislatif dengan secara perlahan menghilangkan stigma negatif yang menimpa perempuan di legislatif, terutama terkait dengan kualitas perempuan itu sendiri. 3 Wijaksana, WB., Politik dan Keterwakilan Perempuan, (Jakarta: Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan, No. 34, 2004) hal

5 Dalam kancah politik, meskipun partai politik dapat menominasikan 30% perempuan, belum tentu hasil akhir akan didapatkan anggota legislatif perempuan sebanyak 30% karena hal itu akan tergantung pemilih dan tergantung kualifikasi caleg perempuan dan bagaimana parpol mengakomodasinya. Partai politik mempunyai tugas berat untuk mencari dan menyiapkan kader perempuan yang layak dinominasikan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah parpol berlomba memberikan insentif bagi perempuan agar mau bergabung dalam partai. Program seperti memberlakukan tindakan affirmatif untuk perempuan dalam kepengurusan partai di berbagai tingkatan, mengalokasikan anggaran pendidikan politik bagi perempuan, perekrutan caleg perempuan, serta menominasikannya dalam daftar calon tetap legislatif adalah alternatif dari insentif yang perlu dipikirkan oleh partai politik. 4 Perekrutan perempuan di tingkat partai politik ini menjadi sarana penting guna meningkatkan kualitas perempuan di legislatif. Di tingkat partai, perempuan yang berkualitas dapat duduk di kepengurusan partai atau dalam struktur organisasi partai dimana perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan. Dengan demikian, partai dapat menjadi sarana bagi perempuan untuk dapat meningkatkan kemampuannya terutama dalam kulaitasnya melalui berbagai bidang kepengurusan di partai politik dan juga dalam pengambilan keputusan dalam kepengurusan partai. Gagasan bagi peningkatan representasi perempuan dalam politik diperlukan untuk merubah prioritas politik dengan agenda-agenda politik tradisional yang dikenal selama ini. Perempuan, karena pengalaman hidup yang mereka jalani, memiliki nilai dan pandangan yang khas yang hanya dimiliki dan bisa dirasakan oleh perempuan seperti kepedulian pada isu kesejahteraan keluarga, pendidikan, kesehatan, anti kekerasan, selain perempuan lebih kurang berminat untuk terlibat pada politik dan konfrontasi. Selain pemenuhan terhadap kuota yang ditetapkan oleh undang-undang, penting bagi perempuan juga untuk memiliki pemahaman dan perjuangan dalam masalah-masalah yang terkait perempuan. Pemahaman dan perjuangan terhadap masalah-masalah yang terkait dengan perempuan inipun menjadi satu bidang penting bagi perempuan untuk dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas perempuan di parlemen. Mobillitas jaringan kerja antar organisasi-organisasi masyarakat, terutama organisasi perempuan menjadi penting untuk dilakukan. Selama ini, kurang adanya dukungan dari organisasi perempuan dan organisasi masyarakat lainnya. Begitu juga dengan media massa yang tidak tertarik untuk mempublikasikan tokoh-tokoh perempuan (perempuan potensial) yang akan duduk di legislatif. Bahkan partai politik dimana perempuan menjadi anggotanya pun, masih sangat lemah dalam memberikan dukungan, terutama dukungan untuk pendanaan dan akses lainnya yang diperlukan oleh perempuan sebagai calon legislatif. Untuk membiayai kampanye, misalnya. Dalam hal melakukan kampanye, ketersediaan dana pendukung menjadi kebutuhan signifikan yang harus dipenuhi. Dukungan pendanaan ini sulit diperoleh secara pribadi karena kandidat perempuan tidak punya cukup dana untuk kampanye, dan tidak mungkin mengharapkan dukungan dana dari suami. 4 Ani Soetjipto, Kuota 30% Perempuan : Langkah Awal bagi Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Jurnal Ilmu Politik No. 19 Tahun 2003), hal

6 Bahkan partainya sendiri belum tentu mengalokasikan dana kampanye, khusus untuk kandidatnya yang perempuan. Dalam memperjuangkan dan memmbela hak-hak perempuan inilah, maka perlunya dilakukan kerjasama antar calon legislatif perempuan dan organisasi perempuan. Kerjasama ini harus dibangun secara formal, karena organisasi adalah institusi formal dan menjadi legislatif juga jabatan politik formal. Di sinilah perlunya dilakukan pengorganisasian dan mobilitas jaringan antar organisasiorganisasi perempuan, juga organisasi masyarakat yang berkepentingan luas lainnya, misalnya serikat buruh, serikat tani, serikat nelayan, dan lain- lain. Hubungan ini harus dibangun secara terorganisir. 5 Berdasarkan pada pemahaman tentang representasi politik perempuan ini, maka dapat dikatakan bahwa representasi politik perempuan di Indonesia dapat dilihat dari adanya pemenuhan kuota 30% dalam daftar calon anggota legislatif dan juga dalam keanggotaan legislatif itu sendiri. Jadi, dalam hal ini, representasi politik perempuan dapat dikatakan berhasil dalam parlemen jika dapat mencapai pemenuhan kuota 30% dalam daftar calon anggota legislatif dan juga dalam parlemen di daerah. Tinjauan Teoritis Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Perempuan. Keterlibatan politik (political engagement atau political involvement) adalah sebuah konsep yang dipakai untuk menggambarkan partisipasi aktif dan kontinyu dengan kualitas dan tingkat intensitas yang tinggi dalam berpolitik. Sedangkan partisipasi dipandang memiliki spektrum yang sangat luas dengan kualitas dan tingkat intensitas yang rendah. Namun untuk memperoleh gambaran tentang keterlibatan politik perempuan, digunakan banyak teori partisipasi politik yang berdekatan dengan konsep keterlibatan tersebut. Partisipasi politik menurut Mc Closky adalah kegiatan-kegiatan sekuler dari warga masyarakat untuk mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum. 6 Tingkatan partisipasi dalam suatu sistem politik tercermin dalam berbagai wujud, seperti menduduki jabatan politik atau administratif, mencari jabatan politik atau administratif, menjadi anggota aktif suatu organisasi politik, menjadi anggota pasif suatu organisasi politik, menjadi anggota aktif suatu organisasi semi politik, menjadi anggota pasif suatu organisasi semi politik, partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam politik, tidak apatis terhadap kegiatan politik dan sebagainya. 7 Sementara itu, peran-peran yang diambil dalam melakukan kegiatan politik adalah sebagai berikut. a. Sebagai pengamat: menghadiri rapat umum, menjadi anggota lelompok kepentingan, berusaha meyakinkan orang, memberikan suara dalam pemilu, mendiskusikan masalah politik dan memberi perhatian pada perkembangan politik. 5 Lely Zailani, Kerjasama Strategis Organisasi Massa Perempuan dan Calon LegislatiPerempuan, Beranda, International IDEA. 6 Miriam Budiarjo, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia, Jakarta 1981), hal 1 7 Ibid Hal

7 b. Sebagai partisan: menjadi petugas kampanye, aktif dalam partai politik atau kelompok kepentingan dan aktif dalam proyek-proyek sosial. c. Sebagai aktivis: menjadi pejabat umum, menjadi pejabat partai sepenuh waktu dan modal pimpinan kelompok kepentingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang, ialah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup, yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah, apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya serta dipengaruhi atau tidak. 8 Selanjutnya menurut Ramlan Surbakti, tinggi rendahnya kedua faktor tersebut, dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status sosial, dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman berorganisasi. Yang dimaksud dengan status sosial ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan pekerjaan. Status ialah kedudukan seseorang dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. Seseorang yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan pemerintah. Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Milbrath, bahwa faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Pertama, karena adanya perangsang sehingga orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Kedua, karena faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang yang berwatak sosial, yang mempunyai kepedulian besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi dan lain-lainnya. Ketiga, faktor karakteristik seseorang menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis dan agama. Bagaimanapun lingkungan sosial ikut mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang.keempat, faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri. 9 Intensitas partisipasi politik dipengaruhi juga oleh faktor-faktor pendapatan, pendidikan, status sosial dan sistem komunikasi masyarakat yang bersangkutan serta ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal dan situasi. Sedangkan Djohermansah menyatakan dalam soal intensitas, umumnya partisipasi politik aktivis lebih tinggi dari pada warga negara biasa. Pria lebih banyak berpartisipasi dalam kegiatan politik dari pada wanita, demikian pula orang yang berumur dibanding yang masih muda, orang yang sudah dengan yang belum kawin, orang yang berpendapatan tinggi dengan yang berpenghasilan rendah, orang yang berpendidikan baik dengan yang berpendidikan kurang, orang yang berstatus sosial tinggi dengan yang berstatus sosial rendah, orang yang tinggal di kota dengan yang menetap di desa dan sebagainya Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik,( Jakarta: PT Gramedia, 1992) Hal 144 Hal 23 9 Ibid.Hal Djohermansyah Johan, Strategi Pengembangan Partisipasi Politik Masyarakat, (Jakarta: IIP, 1996) 212

8 Faktor yang Melatar Belakangi Kemunculan Legislator Perempuan Kota Jambi dalam Pileg 2014 Kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun studi ini difokuskan pada dua, faktor internal, yaitu sosialisasi yang dialami selama hidup (pendekatan psikologis) dan struktur sosial yang mengandung kenyataan obyektif tentang berbagai norma yang mengikat individu legislator (pendekatan sosiologis). Faktor-faktor ini sulit terwujud jika tidak didukung sebuah faktor eksternal yaitu terbukanya ruang politik bagi warga negara, khususnya kaum perempuan yang selama ini termarginalkan (pendekatan kebijakan Pemerintah dan Parpol). Di antara ketiga faktor ini, mungkin ada yang lebih dominan namun ketiganya dapat saja memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi kemunculan seorang legislator perempuan di Kota Jambi. Faktor Sosialisasi Politik Pilihan untuk terjun dalam dunia politik sekaligus menjadi legislator perempuan adalah cerminan dari orientasi politik yang terbentuk dalam waktu yang panjang dan rumit melalui proses sosialisasi politik. Sebagai individu, seseorang memiliki pengalaman yang mempengaruhi perilaku politiknya, baik ketika masih berada di tengah keluarga, pada saat mengenyam pendidikan, maupun ketika terjun aktif dalam organisasi politik. Demikian juga media massa turut perperan sebagai agen sosialisasi politik yang sangat efektif dewasa ini. Berdasarkan pemikiran ini, maka akan digambarkan sosialisasi politik yang dialami oleh para legislator perempuan di Kota Jambi. Pertama, Sosialisasi Politik Dalam Kehidupan Keluarga, sosialisasi politik dalam keluarga juga mempengaruhi kepekaan politik para pemimpin perempuan yang secara tidak langsung mempersiapkannya untuk terjun ke dunia politik. Indira Gandhi, Benazir Bhuto, Cory Aquino, Aung San Suu Kyi, dan Megawati Sukarnoputri dibesarkan dalam keluarga yang aktif terlibat politik di negara masing-masing. Jika dicermati, para pemimpin perempuan tersebut berasal dari kaum elite di negara masing-masing. Paling tidak dari kalangan menengah- atas. Hal ini mempengaruhi tingkat pendidikan dan sosialisasi politik mereka. Para legislator perempuan Kota Jambi mengakui bahwa Agen pertama dan utama yang mengajar dan menularkan berbagai nilai kepada anak-anak adalah orang tua, keluarga atau orang-orang terdekat dalam proses sosislisasi politik. Setelah berkeluarga, seorang istri pun mendapatkan sosialisasi yang efektif dari suami dan keluarganya. Kedua, Sosialisasi Politik Melalui Pendidikan, Orang yang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pendidikan terhadap kehidupan mereka, lebih memperhatikan kehidupan politik, memperoleh lebih banyak informasi tentang proses-proses politik, dan lebih kompoten dalam tingkah laku politiknya. Untuk itu para legislator perempuan mengakui sangat besar pengaruh pendidikan, baik formal maupun informal terhadap pembentukan karakter mereka sejak masa kecil, para legislator perempuan mengungkapkan bahwa pendidikan formal maupun informal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seorang legislator dalam menjalankan aktifitas mereka sebagai penyambung lidah masyarakat di Parlemen. Ketiga, Sosialisasi Politik di Lingkungan Organisasi, Keterlibatan seorang legislator perempuan juga dipengaruhi oleh latar belakang organisasi social yang digelutinya. Nilai, sikap dan kepribadiannya akan ditransmisikan pada lingkungan barunya yakni partai politik yang sesuai dengan aliran atau ikatan primordialnya, dalam konteks ini para legislator perempuan Kota Jambi 213

9 menyadari bahwa organisasi sosial politik sangat mempengaruhi proses kampanye yang mereka lakukan dalam memperkenalkan diri kepada masyarakat, kemudian mereka menyatakan bahwa organisasi menjadi wadah mereka dalam mengenal dunia politik serta semakin mengutkan kepekaan mereka terhadap kondisi masyarakat. Keempat, Sosialisasi Politik Melalui Media Massa, Sarana lain yang cukup berpengaruh terhadap perempuan dalam sosialisasi politik adalah media massa. Setelah bergulirnya reformasi, banyak media cetak dan TV swasta yang aktif mengkampanyekan isu jender serta bagaimana memaksimalkan keterwakilan politik perempuan dalam arena percaturan politik yang mulai marak di Daerah. Agen ini dinilai para legislator perempuan Kota Jambi sangat lah efektif, bahkan dapat menggantikan peran keluarga dalam proses sosialisasi politik yang mereka alami. Faktor Kedudukan Sosial dalam Masyarakat Selain faktor sosialisasi, kedudukan social dalam masyarakat berpengaruh terhadap kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi. Keputusan para legislator perempuan untuk terjun ke düa politik dipengaruhi oleh kedudukan sosial keluarga, baik dalam masyarakat tradisional maupun dalam masyarakat yang semakin modern. Selain itu juga ditentukan oleh kedudukan para legislator dalam kelompok sosial yang menghargai pendidikan dan kedudukannya dalam lingkungan pekerjaan dan berbagai organisasi sosial, politik dan keagamaan. Adapun unsur-unsur dalam kedudukan sosial dalam masyarakat dilihat dari berbagai bentuk persfektif. Pertama, Kedudukan Sosial Keluarga, Budaya patriarkhi sangat erat kaitannya dengan faktor pertalian keluraga dan martyrdom. Peluang seorang perempuan untuk memegang tampuk pimpinan politik akan lebih besar apabila memiliki hubungan keluarga dengan seorang pemimpin politik laki-laki terkemuka. Peluang ini menjadi lebih besar dengan kematian pemimpin atau tokoh politik laki-laki tersebut yang kemudian dianggap wafat sebagai martir. Martyrdom biasanya dikaitkan dengan kematian seorang tokoh politik karena pembunuhan (assassination). Hal ini dialami oleh hampir semua perempuan pemimpin politik di Asia Selatan dan Tenggara. Kedudukan elit local di Kota Jambi ini semakin menguat seiring dilaksanakannya desentralisasi politik di tingkat lokal. Para elit lokal memperoleh medium untuk mengokohkan kembali kekuasaannya karena perannya sangat sentral sebagai vote-getter dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada). Relasi bangsawan lokal dengan birokrasi dan partai politik bersifat mutualisme, artinya dapat saling memanfaatkan untuk tetap exist. Dalam posisi inilah, elit lokal di Kota Jambi melalui pertalian saudara dapat menjadi penentu kemunculan para legislator perempuan di Kota Jambi. Kedua, Tingkat Pendidikan dan Kedudukan dalam Kelompok Sosial, dalam masyarakat Kota Jambi yang menjadi lokasi penelitian dan tempat tinggal para legislator perempuan, masyarakat mulai menghargai individu dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Demikian juga dalam lembaga-lembaga modern seperti partai politik, pendidikan formal S1 menjadi syarat yang ditentukan banyak partai politik dalam rekrutmen caleg. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang caleg, semakin tinggi nilai jual di parpol karena akan menambah reputasi parpol tersebut. Untuk menjadi seorang legislator, dituntut memiliki banyak kemampuan oleh karena tidak ada 214

10 sekolah khusus menjadi legislator. Peran DPRD dalam menampung aspirasi masyarakat dan merumuskannya dalam berbagai kebijakan publik menuntut kemampuan yang berasal dari tingkat pendidikan yang memadai. Selain pendidikan formal, beberapa legislator perempuan memiliki latar belakang pendidikan non formal yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas di atas. Secara umum para legislator perempuan Kota Jambi mengakui bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi sangat berpengaruh dan mendukung kemunculan dan aktivitas mereka di dunia politik. Ketiga, Pekerjaan dan Kedudukan dalam Kelompok Sosial, dalam masyarakat modern, pembagian kerja semakin mengutamakan spesialisasi dan menuntut kapasitas dan kompetensi. Perempuan dapat berkarir dan mencapai kedudukan tertinggi di semua bidang pekerjaan. Dengan latar belakang status sosial dan ekonomi yang tinggi seperti dijelaskan di atas, para legislator perempuan Kota Jambi dapat meraih banyak hal, termasuk kedudukan yang tinggi dalam bidang pekerjaan tertentu dalam masyarakat, sehingga dengan kedudukan ini, memudahkan kemunculan sebagian besar perempuan menjadi legislator. Keempat, Kedudukan dalam Organisasi Politik, Kedudukan dalam sebuah organisasi politik, khususnya partai politik memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kemunculan kaum legislator perempuan di Kota Jambi, dimana Kedudukan legislator perempuan dalam struktur sosial melalui aktifitas organisasi sosial ditengah-tengah masyarakat membawa dampak positif bagi para legislator perempuan di Kota Jambi dalam memperkenalkan diri kepada masyarakat. Track record dalam organisasi sosial para calon legislatif perempuan kota Jambi menjadi pedoman awal bagi masyarakat dalam memilih para legislator perempuan untuk duduk di legislatif Kota Jambi. Terbukanya Ruang Bagi Keterlibatan Politik Perempuan Menguatnya isu jender seiring berpindahnya fokus politik ke daerah-daerah, membuka peluang bagi keterlibatan politik perempuan. Peluang ini dijamin oleh Undang-Undang No 12 Tahun 2002 tentang partai politik, khususnya pasal 13 ayat (3) yang menuntut diperhatikannya kesetaraan dan keadilan jender dalam rekrutmen kepengurusan partai politik disetiap tingkatan dalam pemilihan secara demokratis. Terbukanya ruang bagi kaum perempuan ini dikuatkan lagi dengan amanat UU pemilu 2003 yang mencantumkan kuota 30 persen bagi keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Aturan ini menjadi dasar bagi diakomodasinya caleg perempuan oleh semua partai politik pada pemilu Sehingga dalam tulisan ini menyimpulkan terbukanya ruangan bagi caleg perempuan Kota Jambi tersebut dilihat dari dua hal: Pertama, kuota 30 persen yang diamanahkan oleh UU untuk mendorong partai politik maupun caleg perempuan ikut berpartisipasi dalam pemilu. Kedua, terbukanya ruang dalam partai politik untuk mengakomodir para caleg-caleg perempuan untuk ikut berkompetisi duduk di parlemen dalam rangka memperjuangkan hak-hak politik kaum perempuan. 215

11 Alur Pemikiran Pengaruh Sosialisasi Politik, Struktur Sosial (Kedudukan Sosial dalam Masyarakat) dan Kebijakan Pemerintah serta Partai Politik Terhadap Kemunculan Anggota Legislatif Perempuan yang berimplikasi terhadap Keterlibatan Politiknya Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka diambil suatu kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara soisialisasi politik, struktur social (Kedudukan Sosial dalam Masyarakat) dan terbukanya ruang politik terhadap kemunculan anggota legislatif perempuan yang berimplikasi pada munculnya legislator perempuan Kota Jambi serta keterlibatan mereka dalam dunia politik. Analisis Kritis Faktor Kemunculan Legislator Perempuan Kota Jambi. 216

12 Berdasarkan gambaran dan uraian yang telah disampaikan maka dapat dianalisa beberapa faktor yang melatar belakangi kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi pada pileg Pertama, sebagian besar legislator perempuan memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat, baik sebagai tokoh masyarakat maupun sebagai keluarga politisi. Dengan tingginya kedudukan sosial yang biasanya diikuti dengan meningkatnya status ekonomi, memungkinkan legislator perempuan untuk sejak dini melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini berpengaruh pada tingginya tingkat kesadaran tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, yaitu pengetahuan tentang konteks sosial politik masyarakat (faktor kesadaran politik) dan meningkatnya kemampuan untuk menilai sebuah pemerintahan sebagai gejala sosial yang dapat dipercaya dan diterima atau tidak. (faktor sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah). Faktor-faktor ini, berimplikasi pada pilihan pekerjaannya, jaringan dan komunikasi sosial yang dibangun para legislator perempuan dan kesadaran untuk muncul dan terlibat dalam arena politik serta berbagai organisasi sosial politik dan keagamaan. Kedua, kemunculan legislator perempuan di Kota Jambi pada awalnya dipengaruhi oleh faktor struktur sosial berdasarkan kedudukan sosial keluarga, baik secara kultural, sosial-politik dan ekonomi. Namun kemudian tersosialisasi dengan baik dalam keluarga, lembaga pendidikan, berbagai organisasi sosial politik dan keagamaan serta media massa. Mereka juga memiliki kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai lingkungan pekerjaan dan organisasi sosial politik dan keagamaan sehingga memiliki kesadaran, kapabilitas dan kompetensi untuk tampil sebagai anggota Dewan yang terhormat mewakili masyarakatnya yang penuh dinamika dalam proses perubahan sosial. Ketiga, terbukanya ruang bagi keterlibatan politik kaum perempuan adalah sebuah fenomena yang muncul karena tuntutan reformasi.political will dan political commitment dari pemerintah dan partai politik dengan membuat kebijakan yang jelas adalah respons positif yang merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kemunculan legislator perempuan di panggung politik Provinsi Jambi khususnya Kota Jambi. Penutup Dengan memadukan berbagai faktor sebagai unsur yang sama-sama memberikan kontribusi dalam mempengaruhi kemunculan dan keterlibatan politik legislator perempuan di Kota Jambi, dapat disimpulkan bahwa terdapat saling mendukung di antara faktor struktur sosial, sosialisasi, dan terbukanya ruang yang diatur secara jelas dalam berbagai kebijakan pemerintah dan partai politik. Namun jika dikedepankan prinsip berpikir identitas dan otentisitas, khususnya terhadap elit lokal di Kota Jambi dalam hal ini mereka merupakan aktivis/elit parpol, elit ekonomi yang menempatkan sebagian besar kerabatnya sebagai legislator perempuan, struktur sosial dapat dipandang sebagai dasar sedangkan sosialisasi memegang peranan penting serta menjadi faktor dominan yang dapat mempengaruhi kemunculan legislator perempuan. Para ahli Antropologi Politik mengidentifikasi empat alasan utama mengapa politik kekerabatan lebih disukai elit-elit politik di suatu negara. Keempat alasan ini berkaitan dengan aspek emosionalitas, yaitu kepercayaan, loyalitas, solidaritas, dan proteksi. (Eisenstadt dan Roniger (1984) dalam Amich Alhumami, Kompas, Jumat, 23 Januari Fenomena munculnya legislator perempuan pada awalnya dapat dianalisis dari perspektif ini. Semua legislator perempuan berada dalam keluarga yang memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat, 217

13 baik sebagai bangsawan lokal maupun sebagai keluarga politisi. Tingginya kedudukan sosial ini biasanya diikuti dengan meningkatnya status ekonomi, sehingga menjadi wadah efektif bagi proses sosialisasi secara berkelanjutan, mulai dari dalam keluarga, melewati berbagai jenjang pendidikan, pekerjaan dan berbagai organisasi sosial-politik dan keagamaan serta media massa. Para legislator perempuan yang telah tersosialisasi dengan baik dan berhasil, mampu menggapai kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai lingkungan pekerjaan, lembaga dan organisasi berdasarkan kesadaran, kapabilitas dan kompetensi yang dibutuhkan. Akhirnya faktorfaktor di atas dapat mencapai taraf yang optimal, ketika terbuka ruang bagi keterlibatan politik kaum perempuan yang diatur dengan jelas melalui kebijakan pemerintah dan partai politik. Dengan demikian, legislator perempuan mampu tampil dan menunjukkan diri bahwa partisipasi politik mereka bukan sesuatu yang prematur atau masih pada tingkat awal dalam realitas politik tetapi aktif dan kontinyu atau memiliki keterlibatan politik (political engagement) yang sanggup mewarnai proses demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Jambi khususnya Kota Jambi. Rujukan Budiarjo, Miriam, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Penerbit PT Gramedia, Jakarta 1981 Laporan KPUD Kota Jambi, Pemilihan Legislatif periode 2009 s.d 2014, diterbitkan oleh KPUD Kota Jambi, Johan, Djohermansyah, Strategi Pengembangan Partisipasi Politik Masyarakat, Jakarta: IIP, 1996 Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia, Soetjipto, Ani, Kuota 30% Perempuan : Langkah Awal bagi Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Jurnal Ilmu Politik No. 19 Tahun Wijaksana, WB., Politik dan Keterwakilan Perempuan, Jakarta: Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan, No. 34, Zailani, Lely, Kerjasama Strategis Organisasi Massa Perempuan dan Calon LegislatiPerempuan, Beranda, International IDEA. 218

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN LENA MARYANA MUKTI Anggota DPR/MPR RI 2004-2009 Jakarta, 21 Mei 2015 1 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.22&24/PUU-VI/2008 TENTANG SUARA TERBANYAK II.A. Sekilas Tentang Gerakan Perempuan dan Usulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disuatu negara menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di daerah-daerah semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA SITUASI PEREMPUAN, KINI Data BPS per 2013, Rata-rata Lama Sekolah Anak Laki-laki 8 Th dan Perempuan 7 Th (tidak tamat SMP) Prosentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mayoritas masyarakat memiliki keinginan untuk maju berkembang menjadi lebih baik. Keinginan tersebut diupayakan berbagai cara, salah satunya adalah melalui kegiatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AFFIRMASI (AFFIRMATIVE ACTION) KUOTA TIGA PULUH PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIF (DPRD) KOTA JAMBI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AFFIRMASI (AFFIRMATIVE ACTION) KUOTA TIGA PULUH PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIF (DPRD) KOTA JAMBI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AFFIRMASI (AFFIRMATIVE ACTION) KUOTA TIGA PULUH PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIF (DPRD) KOTA JAMBI Oleh : Herma Yanti, SH.MH Muhammad Siddik Prabowo Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Keuangan Daerah 2.1.1.1. Pengertian keuangan daerah Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Sistem Suara Terbanyak dan Pengaruhnya Terhadap Keterpilihan Perempuan Oleh: Nurul Arifin Jakarta, 18 Maret 2010 Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Awalnya pemilu legislatif tahun 2009 menggunakan

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan demokrasi yang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan berbagai macam ekspresi yang

Lebih terperinci

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota K E S I M P U L A N Kesimpulan CECILIA BYLESJÖ DAN SAKUNTALA KADIRGAMAR-RAJASINGHAM DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota parlemen mencapai 8,1 persen. Pada tahun 2002

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1 PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL Muryanto Amin 1 Pendahuluan Konstitusi Negara Republik Indonesia menuliskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

ANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013

ANATOMI CALEG PEMILU FORMAPPI 3 Oktober 2013 ANATOMI CALEG PEMILU 2014 FORMAPPI 3 Oktober 2013 I. Pengantar Alasan melakukan kajian: Membantu pemilih mendapatkan informasi yang utuh tentang Caleg dalam Pemilu 2014. Lingkup kajian: Profil Caleg Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan 119 BAB V PENUTUP A. Simpulan Calon legislatif merupakan lembaga perwakilan yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap rancangan undang-undang

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Kesimpulan. kualitas dan kuantitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Relawan

BAB VII PENUTUP Kesimpulan. kualitas dan kuantitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Relawan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Relawan Demokrasi merupakan program nasional dari KPU RI yang dirancang untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia dan ditempatkan di bawah supervisi KPU kabupaten/kota setempat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

Selanjutnya perkenankanlah kami, Fraksi Partai GOLKAR DPR RI, menyampaikan pendapat akhir fraksi atas RUU tentang Partai Politik.

Selanjutnya perkenankanlah kami, Fraksi Partai GOLKAR DPR RI, menyampaikan pendapat akhir fraksi atas RUU tentang Partai Politik. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DPR RI MENGENAI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Hj.

Lebih terperinci

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N 10 BAB 1 BAB 1 P E N G A N T A R Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N Partisipasi sejajar perempuan dalam pengambilan keputusan bukanlah semata-mata sebuah tuntutan akan keadilan demokrasi, namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik misalnya, hasil perubahan UUD 1945 tahun mengamanatkan,

BAB I PENDAHULUAN. politik misalnya, hasil perubahan UUD 1945 tahun mengamanatkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasca reformasi tahun 1998, partai politik (Parpol) memiliki kedudukan yang semakin penting dalam sistem politik Indonesia. Dari sisi rekrutmen jabatan-jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender pada posisi jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, yang dilihat

Lebih terperinci

Pembaruan Parpol Lewat UU

Pembaruan Parpol Lewat UU Pembaruan Parpol Lewat UU Persepsi berbagai unsur masyarakat terhadap partai politik adalah lebih banyak tampil sebagai sumber masalah daripada solusi atas permasalahan bangsa. Salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat

Lebih terperinci

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK PEMILU

PARTISIPASI POLITIK PEMILU PARTISIPASI POLITIK PEMILU DEMOKRASI TUJUAN PERKULIAHAN Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami A. B. Partisipasi Politik Pemilu C. Demokrasi PARTISIPASI POLITIK DINAMIKA PARTISIPASI POLITIK Awalnya studi

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan

Lebih terperinci

SISTEM PEMILU LEGISLATIVE DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

SISTEM PEMILU LEGISLATIVE DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KOTA MALANG SISTEM PEMILU LEGISLATIVE DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN MEMBANGUN SINERGI DAN STRATEGI Prof. M. Mas ud Said, PhD (Masyarakat Ilmu Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Teuku May Rudy (2007

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN LEGISLATIF DPRD KOTA TOMOHON TAHUN 2014 (STUDI DI KECAMATAN TOMOHON UTARA)

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN LEGISLATIF DPRD KOTA TOMOHON TAHUN 2014 (STUDI DI KECAMATAN TOMOHON UTARA) PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN LEGISLATIF DPRD KOTA TOMOHON TAHUN 2014 (STUDI DI KECAMATAN TOMOHON UTARA) Oleh : Sandy Brian Randang ABSTRAKSI Partisipasi politik merupakan

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan ciri utama sistem pemerintahan yang demokratis. Sedangkan salah satu fungsi dari partai politik adalah pendidikan politik, ini merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH Oleh : FRANSIN KONTU, S.IP., M.Si. Email : fransin.ratih@gmail.com Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP-UNMUS ABSTRAK Kesenjangan gender

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4801 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap

Lebih terperinci

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik - FISIP Universitas Indonesia (PUSKAPOL FISIP UI) Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

Taufiq Amri 1. Kata Kunci: kebijakan, partai politik, keterwakilan, perempuan, pencalonan anggota legislatif, Kabupaten Paser

Taufiq Amri 1. Kata Kunci: kebijakan, partai politik, keterwakilan, perempuan, pencalonan anggota legislatif, Kabupaten Paser ejournal Ilmu Pemerintahan, 2017, 5 (3): 1361-1372 ISSN 2477-2458 (Online), ISSN 2477-2631 (Cetak) ejournal.ipfisip-unmul.ac.id Copyright 2017 KEBIJAKAN PARTAI POLITIK DALAM MERESPON PEMBERLAKUAN KUOTA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan berisi tentang temuan-temuan hasil

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan berisi tentang temuan-temuan hasil 216 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Uraian pada Bab V ini berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan berisi tentang temuan-temuan hasil penelitian seseuai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1482, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Partisipasi Politik. Perempuan. Legislatif. Peningkatan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam kehidupannya sehari hari.banyak masyarakat yang mencari

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam kehidupannya sehari hari.banyak masyarakat yang mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan media massa, baik elektronik maupun cetak mengalami pertumbuhan luar biasa. Indikasinya, bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah media massa yang terus mengalami

Lebih terperinci