BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Widyawati Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Provinsi Jawa Tengah Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950, letaknya diapit oleh dua Propinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya 5o40' dan 8o30' Lintang Selatan dan antara 108o30' dan 111o30' Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak termasuk pulau Karimunjawa). Secara administratif Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia). Luas yang ada terdiri dari 1,00 juta hektar (30,80 persen) lahan sawah dan 2,25 juta hektar (69,20 persen) bukan lahan sawah. Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 sebesar 4.07% dan 2004 sebesar 4,41 % dengan tingkat inflasi berturut turut 4.19% dan 5.76%. Pendapatan perkapita berturutturut Rp dan Rp dengan indeks gini 0,2827 dan 0,2507. Untuk produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai Rp ,07 milyar pada tahun 2004 atas dasar harga berlaku atau Rp ,93 milyar atas dasar harga konstan Jawa Tengah berpotensi oleh sektor pertanian, industri, perikanan, dan perkebunan. Komoditi unggulan dari sektor tersebut adalah jagung (1,836, ton), karet ( ton), kopi (14, ton), perikanan tangkap (236, ton), teh (19, ton), kelapa (290, ton), tebu (2,288, ton), kakao (2, ton), 47
2 industri sabut kelapa (300, kilo),industri pengalengan ikan (51, ton), and industri gula tumbu (9 163, ton /year). Hampir seluruh daerah di Jawa Tengah menghasilkan jagung, kecuali Magelang dan Pekalongan. Pengembangan komoditas karet dipusatkan di Kecamatan Wanareja dan Dayeuh Luhur Kabupaten ilacap. Banyumas, Banjarnegara, dan Kendal. Kopi dihasilkan oleh perkebunan rakyat di ilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Kudus, Semarang, Temanggung, Tegal, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Brebes, Semarang and Salatiga. Brebes, ilacap, Tegal, Kebumen, Pemalang Pekalongan, Batang, Jepara, Pati, dan Rembang merupakan sentra perikanan tangkap Jawa Tengah. Kabupaten Demak memiliki daerah pantai dibagian utara Pulau Jawa dengan kehidupan masyarakat sebagian besar bermata pencaharian dibidang perikanan, baik bidang budidaya tambak maupun bidang penangkapan di laut. Pemasaran hasil penangkapan selama ini dalam bentuk ikan segar/basah dan ikan olahan, untuk usaha pengolahan ikan sebagaian besar berskala rumah tangga dengan menggunakan teknologi pengolahan yang bersifat sederhana/tradisional. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu serta kualitas olahan perlu didirikan pabrik pengalengan ikan yang berskala besar dengan teknologi yang modern, sehingga nilai harga jual ikan olahan bisa tinggi, disisi lain dengan adanya pabrik pengalengan ikan diharapkan dapat menyerap semua semua hasil tangkapan nelayan terutama pada musim ikan melimpah dengan harga stabil. Wonosobo, Karanganyar, Tegal, Batang, Temanggung, Kendal, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, dan Boyolali merupakan sentra produksi teh. 48
3 Sebagian besar daerah di Jawa Tengah menghasilkan kelapa. Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Kudus, Pati, Sragen, Karanganyar, dan Klaten merupakan sentra produksi tebu. Pemalang, Jepara, Batang, and ilacap merupakan sentra komoditi kakao, baik berasal dari perkebunan rakyat, swasta, maupun negara. B. Analisis SWOT Di negara-negara maju, pasar untuk obligasi pemda sudah berkembang dengan baik. Melihat dari kepentingan berinvestasi, ada tiga jenis investor yang bisa memanfaatkan obligasi pemda. Pertama, investor ritel, yag terdiri dari para investor individu atau melalui suatu lembaga. Kedua, dikelola oleh perusahaan reksadana. Ketiga, lembaga-lembaga, terutama bank, perusahaan asuransi untuk properti dan asuransi kerugian. Dari kerangka format APBD yang baru dapat dilihat bahwa pada kolom Dana Perimbangan terdapat Pinjaman Daerah yang berdasar pada UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal 11 ayat 1 yang menyatakan: Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk membiayai sebagian anggarannya, ini berarti bahwa dalam format APBD yang baru dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Pemda. Hal itu juga tercermin dalam UU RI No. 25 tahun 1999 pasal 11 ayat 2 yang menyatakan bahwa Daerah dapat melakukan pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaam untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. Meskipun penerbitan obligasi pemda dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan, namun patut diperhatikan, bahwa sumber utama APBD bagi 49
4 pemda adalah Pendapatan Asli Daerah, pemda harus dapat memaksimalkan sumber-sumber pendapatan yang dipergunakan untuk pengeluaran rutin, dimana setelah anggaran pengeluaran rutin terpenuhi, maka kelebihan pendapatan yang ada dapat dipergunakan untuk melakukan pembangunan. Berikut ini adalah analisa SWOT terhadap kelayakan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan di daerah. 1. Strength Semangat membangun daerah merupakan kekuatan utama dari dalam penerbitan obligasi daerah. Terlebih lagi bila hasil penjualan obligasi akan digunakan untuk membangun infrastruktur yang manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat setempat. Kekuatan kedua, masyarakat masih berpotensi untuk membeli obligasi daerah, terlihat dari proporsi dana yang mengendap di bank di mana sebagian besar merupakan dana milik perorangan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia pada saat ini memiliki potensi sebagai calon pembeli obligasi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2003 menghasilkan simpulan bahwa beberapa kelompok masyarakat berpotensi sebagai calon pembeli obligasi, antara lain kelompok manajer senior, kelompok professional, serta kelompok wirausaha. Kekuatan berikutnya adalah jaringan kantor-kantor perbankan yang tersebar di daerah-daerah, potensial sebagai outlet untuk melayani masyarakat yang ingin menjual atau membeli obligasi daerah. 2. Weakness 50
5 Pengalaman default obligasi Negara pada masa pemerintahan Presiden Sukarno memberikan citra negatif atas obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Sebagian masyarakat masih mengkhawatirkan pengalaman tersebut akan berulang kembali. Demikian juga dengan pengalaman default pada obligasi korporasi, yang terjadi beberapa waktu yang lalu, seakan melengkapi pengalaman negatif masyarakat dalam berinvestasi dalam bentuk obligasi. Masa jabatan kepala daerah serta DPRD yang dibatasi lima tahun untuk satu masa jabatan dikhawatirkan akan menimbulkan praktek-praktek moral hazard. Para pejabat daerah dan anggota DPRD dikawatirkan akan berlomba-lomba untuk menerbitkan obligasi dalam masa jabatan mereka, dan membebani pejabat daerah generasi berikutnya dengan pembayaran kupon dan pelunasan obligasi. Kelemahan lain adalah tingginya nilai nominal obligasi yang ada saat ini, sehingga tidak terjangkau masyarakat pada umumnya. 3. Opportunity Obligasi daerah berpeluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Infrastruktur yang dibiayai dengan obligasi daerah diharapkan mampu memicu masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha, yang mampu memberikan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja. Bunga obligasi dapat dinikmati oleh masyarakat setempat, yang berarti kegiatan ekonomi daerah akan bertambah. Di sisi lain, Undang-undang keuangan negara juga telah memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan pinjaman, antara lain dalam bentuk obligasi daerah. 51
6 4. Threat Penerbitan obligasi daerah akan meningkatkan volume utang pemerintah, yang dapat menjadi pemicu meningkatnya country risk. Penerbitan obligasi daerah juga dapat menimbulkan moral hazard bagi pejabat daerah. Menerbitkan obligasi berarti memberikan beban utang kepada generasi berikutnya. Penerbitan obligasi daerah dapat mempertajam kesenjangan antar daerah. Obligasi daerah yang diterbitkan oleh daerah yang potensi ekonominya maju akan lebih diminati masyarakat dibandingkan dengan obligasi daerah yang diterbitkan oleh daerah yang kurang maju. Dikhawatirkan, daerah maju akan semakin maju, sementara daerah miskin akan semakin tertinggal. Gambar berikut ini memberikan ringkasan tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur daerah. 52
7 Tabel 4.1 Analisa SWOT Obligasi Pemda Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan Di Daerah Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di atas, maka strategi yang seyogyanya ditempuh dalam rangka penerbitan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur daerah adalah sebagai berikut: Strategi Memanfaatkan Kekuatan Untuk Menangkap Peluang Memanfaatkan semangat membangun yang dimiliki masyarakat daerah serta potensi masyarakat daerah untuk membangun infrastruktur daerah, melalui penerbitan obligasi daerah. 53
8 Strategi Memanfaatkan Kekuatan Untuk Mengeliminasi Ancaman Memanfaatkan semangat membangun yang dimiliki masyarakat daerah untuk meringankan beban APBD dalam rangka pembangunan infrastruktur daerah Mengikutsertakan masyarakat dalam mekanisme pengawasan proyek pembangunan infrastruktur dalam rangka meminimize kemungkinan terjadinya moral hazard oleh pejabat daerah Strategi Memperbaiki Kelemahan Untuk Menangkap Peluang a. Perlu segera dibuat aturan/aspek legal dari penerbitan obligasi daerah b. Perlu disiapkan infrastruktur dan outlet untuk melayani penjualan dan pembelian obligasi daerah c. Agar dapat dijangkau oleh masyarakat daerah, penerbitan obligasi daerah dibuat dalam bentuk retail/nilai nominal kecil Strategi Memperbaiki Kelemahan Untuk Mengeliminasi Ancaman a. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya moral hazard, obligasi daerah seyogyanya tidak diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, tetapi oleh Badan otorita Daerah atau BUMD. Pemerintah Daerah lebih tepat berfungsi sebagai badan pengawas, sedangkan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan infrastruktur atau aset daerah dilakukan oleh Badan Otorita Daerah atau BUMD. b. Pembayaran kupon dan pelunasan Obligasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penerbit Obligasi, sehingga tidak membebani APBD. 54
9 . Analisis Kelayakan Kemampuan Keuangan / Analisis DSR Dalam rangka penerbitan obligasi daerah salah satu hal yang harus dilakukan Pemerintah daerah adalah membuat perhitungan Debt Service overage Ratio (DSR) dengan formulasi perhitungan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 12 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Formulasi perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: DSR = {PAD + (DBH DBHDR) + DAU} Belanja Wajib > 2,5 Angsuran pokok pinjaman + bunga + biaya lain Keterangan : DSR PAD DAU DBH DBHDR Belanja Wajib Biaya Lain : Debt Service overage Ratio atau Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman : Pendapatan Asli Daerah : Dana Alokasi Umum : Dana Bagi Hasil : Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi : Belanja pegawai dan belanja anggota DPRD : Biaya administrasi, biaya provisi, biaya komitmen, asuransi dan denda. Dengan asumsi bahwa pemerintah daerah harus membayar pinjaman setiap tahun (meskipun untuk obligasi dibayar pada saat jatuh tempo), perhitungan DSR harus dibuat untuk setiap tahun hingga tahun obligasi daerah jatuh tempo. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwa rasio kemampuan membayar 55
10 kembali pinjaman tetap berada pada posisi yang diperbolehkan selama obligasi daerah belum jatuh tempo. Sebagai ilustrasi, pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah berencana untuk melakukan penambahan terminal peti kemas di pelabuhan Tanjung Mas dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan sehingga dapat meningkatan pendapatan daerah. Untuk merealisasikan rencana tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp. 7 Triliun, namun saat ini pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah hanya memiliki modal investasi sebesar Rp. 2 Triliun pada kas daerah. Untuk menutupi kekurangan pembiayaan sebesar Rp. 5 Triliun, pemerintah memutuskan untuk mencari pembiayaan yang bersumber dari masyarakat yaitu dengan cara penerbitan obligasi daerah. Untuk mencari skema pembayaran yang paling baik dan memenuhi persyaratan keuangan, maka disusun skema obligasi daerah sebagai berikut: - Tenor 10 Tahun - Tanggal Penerbitan : 1 Januari Tanggal Jatuh Tempo : 31 Desember Tingkat Kupon : 10% per tahun Skema tersebut mengambil skema dari Obligasi Republik Indonesia (ORI) seri 006 yang diterbitkan pada tahun Maka dengan menggunakan data APBD Provinsi Jawa Tengah tahun dapat disusun perkiraan arus kas sebagai berikut: 56
11 Tabel 4.2 Arus Kas Tahun Anggaran 2006 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,534,534,025,000 2 DANA ALOKASI UMUM 983,761,820,000 3 DBH DBHDR (a+b c) 280,482,963,800 a Dana Bagi Hasil Pajak 276,920,765,000 b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 3,562,198,800 Jumlah Penerimaan Daerah 3,798,778,808,800 1 Belanja Pegawai 627,432,089,812 2 Belanja Anggota DPRD 15,892,674,000 Jumlah Belanja Wajib 643,324,763,812 Data dari DJPK, DEPKEU RI 654,887,607 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) 4,818 57
12 Tabel 4.3 Arus Kas Tahun Anggaran 2007 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,001,641,710,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,050,732,000,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 328,634,240,000 a Dana Bagi Hasil Pajak 324,914,740,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 3,719,500,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 4.42 Jumlah Penerimaan Daerah 4,381,007,950,000 1 Belanja Pegawai 710,772,754,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 17,779,452,257 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 728,552,206,257 Data dari DJPK, DEPKEU RI 654,887,607 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) ,
13 Tabel 4.4 Arus Kas Tahun Anggaran 2008 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,365,222,676,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,053,491,870,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 374,547,620,750 a Dana Bagi Hasil Pajak 370,393,640,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,153,980,750 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Penerimaan Daerah 4,793,262,166,750 1 Belanja Pegawai 855,466,425,000 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 19,890,228,829 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 875,356,653,829 Data dari DJPK, DEPKEU RI 602,374,161 1 Pokok 2 Bunga 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR) ,
14 Tabel 4.5 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2009 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,879,133,627,187 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,090,733,977,192 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 432,901,306,469 a Dana Bagi Hasil Pajak 428,412,992,459 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,488,314,010 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 5,402,768,910,848 1 Belanja Pegawai 999,356,100,167 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 22,251,596,796 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 1,021,607,696,963 Data dari DJPK, DEPKEU RI 368,685,778 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
15 Tabel 4.6 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2010 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 4,471,525,110,326 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,129,292,634,220 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 500,370,192,212 a Dana Bagi Hasil Pajak 495,520,636,121 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 4,849,556,091 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 6,101,187,936,758 1 Belanja Pegawai 1,167,448,056,119 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 24,893,306,367 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 1,192,341,362,486 Data dari DJPK, DEPKEU RI 167,041,120 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
16 Tabel 4.7 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2011 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,154,382,069,270 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,169,214,382,581 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 578,380,055,574 a Dana Bagi Hasil Pajak 573,140,182,822 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 5,239,872,752 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 6,901,976,507,426 1 Belanja Pegawai 1,363,813,122,777 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 27,848,639,699 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 1,391,661,762,477 Data dari DJPK, DEPKEU RI 156,362,106 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
17 Tabel 4.8 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2012 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 5,941,519,696,414 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,210,547,409,069 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 668,579,846,451 a Dana Bagi Hasil Pajak 662,918,242,390 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 5,661,604,061 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 7,820,646,951,934 1 Belanja Pegawai 1,593,206,844,717 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 31,154,830,205 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 1,624,361,674,921 Data dari DJPK, DEPKEU RI 145,844,010 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
18 Tabel 4.9 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2013 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 6,848,862,934,190 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,253,341,603,930 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 772,876,632,011 a Dana Bagi Hasil Pajak 766,759,353,585 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 6,117,278,426 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 8,875,081,170,131 1 Belanja Pegawai 1,861,184,650,345 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 34,853,531,646 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 1,896,038,181,992 Data dari DJPK, DEPKEU RI 135,186,080 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
19 Tabel 4.10 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2014 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 7,894,768,659,882 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,297,648,621,090 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 893,476,014,460 a Dana Bagi Hasil Pajak 886,866,386,705 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 6,609,627,755 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 10,085,893,295,433 1 Belanja Pegawai 2,174,236,392,573 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 38,991,342,923 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 2,213,227,735,497 Data dari DJPK, DEPKEU RI 124,325,067 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
20 Tabel 4.11 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2015 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 9,100,397,072,033 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,343,521,940,497 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 1,032,928,878,799 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,025,787,274,964 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 7,141,603,835 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 11,476,847,891,329 1 Belanja Pegawai 2,539,943,519,260 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 43,620,395,155 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 2,583,563,914,415 Data dari DJPK, DEPKEU RI 113,646,053 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
21 Tabel 4.12 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2016 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 10,490,139,792,127 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,391,016,932,673 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 1,194,185,461,999 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,186,469,065,975 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 7,716,396,024 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 13,075,342,186,799 1 Belanja Pegawai 2,967,162,679,765 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 48,799,008,468 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 3,015,961,688,234 Data dari DJPK, DEPKEU RI 103,010,928 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
22 Tabel 4.13 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2017 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 12,092,113,342,675 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,440,190,925,551 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 1,380,657,890,370 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,372,320,439,991 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 8,337,450,379 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 14,912,962,158,596 1 Belanja Pegawai 3,466,240,214,175 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 54,592,426,754 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 3,520,832,640,929 Data dari DJPK, DEPKEU RI 47,467,918 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
23 Tabel 4.14 Perkiraan Arus Kas Tahun Anggaran 2018 Pemda Provinsi Jawa Tengah 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 13,938,727,985,477 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DANA ALOKASI UMUM 1,491,103,273,671 % Kenaikan dari tahun sebelumnya DBH DBHDR (a+b c) 1,596,292,511,467 a Dana Bagi Hasil Pajak 1,587,284,021,155 % Kenaikan dari tahun sebelumnya b Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 9,008,490,312 % Kenaikan dari tahun sebelumnya 8.05 Jumlah Penerimaan Daerah 17,026,123,770,614 1 Belanja Pegawai 4,049,262,719,668 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Belanja Anggota DPRD 61,073,639,658 % Kenaikan dari tahun sebelumnya Jumlah Belanja Wajib 4,110,336,359,326 Data dari DJPK, DEPKEU RI 1 Pokok 500,000,000,000 2 Bunga 500,000,000,000 3 Front End Fee 4 ommitment harge Jumlah Kewajiban Pembayaran Obligasi Daerah 1,000,000,000,000 E DEBT SERVIE OVERAGE RATIO (DSR)
24 Dari simulasi perkiraan arus kas tersebut di atas, maka diperoleh nilai DSR Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut: Tahun DSR Keterangan , DSR sebelum , Obligasi Daerah , diterbitkan DSR setelah Obligasi Daerah diterbitkan Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah sesuai dengan analisa DSR dapat dianggap mampu dan layak untuk menerbitkan obligasi daerah dengan ketentuan sebagai berikut: a. Asumsi Kenaikan PAD sebesar 15,27 % yang merupakan rata-rata kenaikan PAD pada tahun b. Asumsi kenaikan DAU sebesar 3,54 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun c. Asumsi kenaikan DBH Pajak sebesar 15,66 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun
25 d. Asumsi kenaikan DBH Bukan Pajak sebesar 8,05 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun e. Asumsi kenaikan Belanja Pegawai sebesar 16,82 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun f. Asumsi kenaikan Belanja Anggota DPRD sebesar 11,87 % yang merupakan rata-rata kenaikan DAU tahun
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciGambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah
36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman Daerah merupakan Alternatif sumber Pembiayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh
Lebih terperinciSEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH
SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber
Lebih terperinciPRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi
1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman
Lebih terperinciHASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)
No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI
Lebih terperinciTABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012
Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun
Lebih terperinciKeadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015
KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH
No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013
No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH
KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian
Lebih terperinciANALISIS OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH
ANALISIS OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DAERAH Dr. Perdana Wahyu Santosa Email: perdana.ws@gmail.com PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI-TAHAP 3/LANJUTAN BAGI KARYAWAN BPKD PEMPROV
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013
1 RAPAT KOORDINASI Pilot Project Reforma Agraria Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 Rencana Lokasi Pilot Project 2 Koordinasi lintas K/L untuk kegiatan Access Reform Lokasi yang diusulkan: Prov.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH,
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TENGAH
BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,
Lebih terperinciEVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH
EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228
Lebih terperinciGUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG
GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun
1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah harus diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah
Lebih terperinciFORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA
2012, No.852 10 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.07/ 2012 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DAN BATAS MAKSIMAL KUMULATIF PINJAMAN
Lebih terperinci1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)
LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367
Lebih terperinciKEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH
KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN
No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta
Lebih terperinciQANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN
TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0
Lebih terperinciPengantar Obligasi Daerah
Pengantar Obligasi Daerah Dr. Ir. Perdana Wahyu Santosa, MM Email:perdana.ws@gmail.com PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI-TAHAP 3/LANJUTAN BAGI KARYAWAN BPKD PEMPROV DKI JAKARTA KERJASAMA LP3A FE UNPAD DAN PEMPROV
Lebih terperinciTIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal
LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 171
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan menjadi suatu upaya untuk mencapai peningkatan kesejahteraan sosial, yaitu dengan gerakan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara astronomis terletak antara 6 08 LU - 11 15 LS dan 94 45 BT - 141 5 BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.997 mil di antara Samudra
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciKONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH
KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia
Lebih terperinciGambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,
No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian Hasil analisa Deskripsi Obyek Penelitian dapat dilihat pada deskriptif statistik dibawah ini yang menjadi sampel penelitian adalah
Lebih terperinciObligasi Daerah Dinilai Dapat Mempercepat Pembangunan Daerah
Obligasi Daerah Dinilai Dapat Mempercepat Pembangunan Daerah http://news.liputan6.com/read/2522548/ Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menilai penerbitan obligasi daerah merupakan salah satu upaya yang dapat
Lebih terperinciASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU
INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t
PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.
Lebih terperinci