BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Jika kita telusuri dalam sejarah, bidang perekonomian selalu
|
|
- Hendra Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan sebuah Negara, termasuk di Indonesia sendiri yang notabenenya adalah negara berkembang. Jika kita telusuri dalam sejarah, bidang perekonomian selalu menjadi sebuah motif yang melatarbelakangi dan mempengaruhi berbagai peristiwa yang ada dari masa ke masa. Walaupun bangsa Indonesia telah merdeka, seperti yang kita ketahui bahwa dalam bidang hukum keperdataan atau hukum privat, kita masih menggunakan warisan pemerintahan kolonial yang diberlakukan dengan asas konkordansi. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam aturan aturan yang masih bernuansa kolonial itu, diatur mengenai beberapa bentuk badan usaha mulai dari yang sederhana hingga yang lebih kompleks yaitu, usaha dagang (UD), persekutuan perdata (vennootschap), Persekutuan Firma (vennootschap onder eene firma), dan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap). Selanjutnya, menjawab tantangan perkembangan jaman, maka pada tahun 1995 pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah produk hukum bernama Undang Undang No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang kemudian pada tanggal 16 Agustus 2007 diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT). Perseroan Terbatas merupakan sebuah bentuk badan usaha yang paling diminati oleh para pelaku usaha. Hal tersebut dikarenakan Perseroan Terbatas
2 2 merupakan badan usaha berbentuk badan hukum yang diharuskan memiliki harta kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan pelaku usahanya. Dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam bentuk saham, maka pelaku usaha memiliki tanggung jawab terbatas yaitu hanya sebesar saham yang dimilikinya. Tentunya hal ini memberikan posisi yang lebih aman dan menguntungkan bagi para pelaku usaha dalam hal ini pemegang saham. Maka tidak heran jika kemudian dewasa ini, bentuk badan usaha yang lain mulai ditinggalkan oleh para pelaku usaha dengan modal besar, dan beralih pada Perseroan Terbatas. Dalam melakukan kegiatan bisnisnya, tentu tidak mengherankan lagi jika suatu perseroan melakukan perjanjian dengan pihak lain. Pasal 1313 KUHPerdata memberikan definisi perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. 1 Dalam suatu perjanjian tentu terdapat prestasi yang mana bisa terdiri atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Walaupun telah terikat dalam suatu perjanjian yang bersifat mengikat, namun tidak jarang dalam suatu perikatan, salah satu pihak melakukan ingkar janji atau yang sering disebut wanprestasi. Penyelesaian sengketa akibat wanprestasi dapat dilakukan baik dengan jalur non litigasi maupun litigasi. Jalur non litigasi dapat ditempuh melalui mediasi, negosiasi, maupun arbitrase dengan 1 Ahmad Miru dan Sakka Pati, 2011, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Cet.III, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 63.
3 3 sebelumnya mencantumkan klausul arbitrase didalam perjanjian yang bersangkutan. Sedangkan jalur litigasi dapat ditempuh dengan mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Umum. Namun pada kenyataannya banyak pula perkara yang timbul akibat wanprestasi ini diselesaikan melalui jalur kepailitan yang ditangani di Pengadilan Niaga. Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor, dimana debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utangutang tersebut kepada para kreditornya. 2 Kepailitan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Selanjutnya, disebut UUKPKPU). UUKPKPU menganut pengertian utang secara luas yaitu berarti utang tidak hanya sebatas timbul dari perjanjian utang piutang, dan tidak terbatas hanya dalam jumlah uang, namun dapat mencakup berbagai kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang. Serta tidak hanya yang timbul dari perjanjian, tapi juga dari undang-undang, contohnya perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Ini berarti segala prestasi atau kewajiban dalam suatu perjanjian yang dapat dinyatakan dalam jumlah uang adalah merupakan utang sesuai pengertian utang yang dianut UUKPKPU. Hal tersebutlah yang menjadi dasar bagaimana sengketa wanprestasi dapat menjadi dasar permohonan kepailitan. Secara lengkap, 2 M.Hadi Subhan, 2009, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik Peradilan, Cet.II, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 2.
4 4 syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pailit tertuang pada Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU, yaitu: Debitor mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun permohonan satu atau lebih Kreditornya. Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU, yang dimaksud dengan Kreditor adalah baik itu kreditor konkuren, kreditor separatis, maupun kreditor preferen. Yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Setelah syarat seperti tertuang di atas dipenuhi, maka permohona pailit dapat diajukan ke Pengadilan Niaga yang berwenang. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam Pasal 2 UUKPKPU juga diatur bahwa pengajuan tersebut dapat dilakukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum, lalu dalam hal Debitornya adalah bank maka pengajuannya hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia, dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan pailit hanya dapat dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, serta yang terakhir dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana
5 5 Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Perkara kepailitan adalah perkara yang sumir atau sederhana, maka dari itu perkara kepailitan diajukan berupa permohonan dan syaratnya pun terlihat sangat sederhana. Selain itu dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU dinyatakan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Dalam prakteknya fakta-fakta untuk membuktikan syarat adanya utang tidaklah selalu sesederhana bunyi norma-norma hukum tersebut. Permasalahannya kemudian adalah dalam menilai sederhana atau rumitnya suatu perkara kepailitan hakim memiliki pandangannya tersendiri. Perbedaan pandangan antara majelis hakim pada tiap-tiap tingkat peradilan tentu tidak jarang terjadi. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan hakim mengenai aturan-aturan yang memiliki relevansi terhadap perkara yang ditangani, sehingga menyebabkan adanya putusan yang berbeda antar tingkat peradilan. Walaupun hal ini terkesan lazim terjadi namun kebiasaan yang dibenarkan seperti ini akan mencederai nilai kepastian hukum. Salah satunya kasus kepailitan yang baru-baru ini terjadi dan putusannya cukup menimbulkan pro kontra adalalah kasus PT. Pupuk Indonesia Holding Company (Persero) dahulu PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero) (selanjutnya disebut
6 6 PT. Pupuk Indonesia) dan PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang (selanjutnya disebut PT.PSP) selaku Pemohon pailit melawan PT. Sri Melamin Rejeki (selanjtnya disebut PT.SMR) yang merupakan anak perusahaan dari PT. Pupuk Sriwidjaja (Persero) selaku Termohon pailit. Berdasarkan segala dalil permohonan Pemohon, dan dalil sanggahan Termohon, maka Majelis Hakim Pengadilan Niaga melalui Putusan Nomor 64/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst menjatuhkan putusan menolak permohonan kepailitan yang diajukan Pemohon terhadap Termohon. Pemohon yang merasa tidak puas dengan putusan tersebut kemudian mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Setelah mempelajari memori kasasi dan kontra memori kasasi, Majelis Hakim Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 45K/Pdt.Sus-Pailit/2013 ternyata menjatuhkan putusan yang berbeda dengan putusan Judex Facti. Salah satu poin utama yang membedakan antara putusan Judex Facti dan Judex Juris adalah perbedaan pandangan mengenai bukti adanya utang yang dimiliki Termohon terhadap Pemohon sebagaimana didalilkan oleh Pemohon. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka ditulislah skripsi ini dengan judul: Analisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 45K/Pdt.Sus-Pailit/2013 Mengenai Bukti Adanya Utang (Pailitnya PT Sri Melamin Rejeki) Rumusan Masalah Bahwa berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah yang didapat adalah sebagai berikut.
7 7 1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 45K/Pid.Sus-Pailit/2013? 2. Apakah akibat hukum dari adanya perbedaan pertimbangan hukum antara Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung dalam perkara Nomor 45K/Pid.Sus-Pailit/2013? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Sesuai dengan rumusan masalah di atas, untuk mendapatkan hasil pembahasan yang sistematis dan tidak keluar dari pokok permasalahan, maka perlu kiranya ditetapkan batasan-batasan dalam ruang lingkup tertentu. Oleh karenanya pembahasan dalam penelitian ini hanya berpusat pada dasar pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim untuk mengabulkan Permohonan Kasasi pada perkara kepailitan PT Sri Melamin Rejeki serta apa akibat hukum dari perbedaan pandangan antara Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung ditinjau dari peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, peraturan perundang-undangan di bidang perseroan, yurisprudensi dan dari berbagai teori-teori, doktrin-doktrin, serta asas-asas hukum Orisinalitas Penelitian Usulan peneilitian ini diajukan pada Bulan Oktober Ide penelitian ini murni dari hasil pemikiran peneliti yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan ditemukan beberapa penelitian sejenis namun memiliki substansi yang berbeda dengan penelitian ini.
8 8 Penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain adalah sebagaimana disebutkan dibawah ini. a. Penelitian yang dilakukan oleh Fuji Kadriah Zulaika, S.H. dengan judul Pengertian Utang Dalam Kasus Kepailitan (Suatu Analisa Yuridis: Berkaitan Dengan Utang Dalam Putusan Pailit Manulife), Tesis pada Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Permasalahan yang diangkat adalah mengenai pengertian utang dalam pandangan hakim hakim pengadilan niaga serta mengenai dasar pertimbangan keputusan majelis hakim berdasarkan pengertian utang dalam Undang Undang No 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan menjadi Undang Undang, sedangkan penelitian yang Peneliti lakukan berjudul Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 45K/Pdt.Sus- Pailit/2013 Mengenai Bukti Adanya Utang (Pailitnya PT Sri Melamin Rejeki). Permasalahan yang diangkat adalah mengenai dasar pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim pada Putusan Mahkamah Agung RI No. 45K/Pdt.Sus-Pailit/2013 perkara kepailitan PT Sri Melamin Rejeki serta apa akibat hukum dari perbedaan pertimbangan antara Majelis Hakim Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung dalam perkara tersebut Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: Tujuan umum
9 9 Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan ilmu hukum terkait paradigma science as a process, yang artinya ilmu tidak akan pernah final untuk digali dan tidak akan pernah habis untuk ditelusuri kebenarannya Tujuan khusus a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 45K/Pdt.Sus-Pailit/2013. b. Untuk mengetahui akibat hukum dari adanya perbedaan pertimbangan hukum antara Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adaalah dapat memberikan dampak yang positif bagi penulis dan bagi semua pihak. Adapun manfaat tersebut dibagi menjadi dua yaitu Manfaat teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah terjadinya perkembangan ilmu hukum sehingga kiranya dapat dipergunakan sebagai bahan pustaka dan rujukan dalam bidang hukum kepailitan dan hukum perusahaan Manfaat praktis Manfaat praktis yang diharapkan melalui penelitian ini untuk para mahasiswa hukum adalah agar dapat memberikan pengetahuan dan penjelasan mengenai hukum kepailitan dan penerapannya di dalam sebuah putusan. Sedangkan bagi para penegak hukum khususnya Majelis Hakim yang menangani
10 10 perkara kepailitan, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menangani perkara-perkara kepailitan yang ada di negara ini Landasan Teoritis Kepailitan berasal dari kata dasar pailit (dalam bahasa Indonesia), failliet (dalam bahsa Belanda), dan bankruptcy (dalam bahasa Inggris). Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran pembayaran terhadap utang utang dari para kreditornya. 3 Secara yuridis UUKPKPU tidak memberikan definisi dari pailit, namun hanya memberikan definisi kepailitan dalam Ketentuan Umum pasal 1 UUKPKPU yang menyatakan sebagai berikut. "Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini." Siapakah kemudian yang dapat disebut dengan Debitor menurut UUKPKPU, Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Penagihan utang tersebut dimuka pengadilan ini, haruslah memenuhi syarat kepilitan yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU yang menyebutkan bahwa. "Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yangtelah jatuh waktu dan dapat ditagih, 3 Ibid, h.1.
11 11 dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya." Jadi utang merupakan unsur penting dari adanya kepailitan itu sendiri, maka dari itu kita perlu mengetahui apa itu utang. Dalam Pasal 1 angka 6 UUKPKPU tertuang definisi yuridis mengenai utang. "Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. Dari rumusan di atas kita dapat melihat bahwa utang bisa timbul salah satunya dari perjanjian. Dalam praktik bisnis, adalah hal yang lumrah jika antara pihak satu dengan pihak lainnya membuat sebuah perikatan. Perikatan tersebut kemudian dituangkan dalam berbagai jenis kontrak atau perjanjian. Dalam bahasa Indonesia istilah kotrak sama pengertiannya dengan perjanjian. Istilah kontrak lebih menunjukkan nuansa bisnis atau komersial dalam hubungan hukum yang dibentuk, sedangkan istilah perjanjian cakupannya lebih luas. 4 Di dalam Buku III KUH Perdata dikenal lima macam asas hukum, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), asas itikad baik, dan asas kepribadian. 5 Kelima asas 4 Simamora Sogar, 2013, Hukum Kontrak Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan di Indonesia, Kantor Hukum WINS and Patners, Surabaya, h Salim H.S., H. Abdullah, dan Wiwiek Wahyuningsih, 2011, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Cet.V, Sinar Grafika, Jakarta, h. 1.
12 12 tersebutlah yang umumnya menjadi dasar pembuatan pembuatan perjanjian yang terjadi dalam lapangan hukum perdata. Dalam membuat perjanjian tersebut di atas, agar perjanjian tersebut menjadi sah, maka harus dipenuhi syarat syarat sahnya perjanjian.dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. 6 Pasal 1320 KUH Perdata menentukan 4 syarat sahnya perjanjian yaitu : 1. adanya kesepakatan; 2. kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum; 3. adanya obyek; 4. adanya kausa yang halal. Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif, sedangkan syarat tiga dan empat adalah syarat obyektif. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya jika salah satu pihak melakukan gugatan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, dan sebaliknya jika tidak diajukan gugatan maka perjanjian tersebut tetap berlaku. Selanjutnya jika syarat obyektif yang tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum secara serta merta Metode Penelitian Jenis penelitian 6 Salim H.S., 2009, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim H.S. II), h. 33.
13 13 Terdapat 2 (dua) jenis penelitian hukum yaitu penelitian hukum normative dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normative adalah penelitian hukum yang meliputi penelitian tentang asas hukum, norma hukum, perbandingan hukum, sejarah hukum, inventarisasi hukum, sistematika hukum, dan sinkroniasi hukum (vertical dan horizontal), sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian ilmiah yang menerangkan fenomena hukum mengenai terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat (kesenjangan antara das sollen dan das sein). Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Terdapat beberapa ciri-ciri penelitian hukum normatif, diantaranya sebagai berikut. a. Penelitian beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma hukum/asas hukum; b. tidak menggunakan hipotesa; c. menggunakan landasan teori; d. menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 7 Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus, pendekatan perundangundangan dan pendekatan analisa konsep hukum yang diutarakan oleh para ahli hukum maupun para pakar hukum, serta dilandasi oleh berbagai teori-teori hukum yang relevan dan didukung oleh berbagai bahan hukum dan data penunjang. 7 Amiruddin dan Zainal Azikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, h. 166.
14 Jenis pendekatan Penelitian hukum normative mengenal adanya 7 (tujuh) jenis pendekatan yaitu, pendekatan kasus (The Case Approach), pendekatan perndang-undangan (The Statute Approach), pendekatan fakta (The Fact Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual Approach), pendekatan frasa (words and Phrase Approach), pendekatan sejarah (Historical Approach). Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (the case approach), pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan analisa konsep hukum (analitical & conseptual approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara meneliti setiap peristiwa hukum, alat bukti, dan pertimbangan hukum yang dinyatakan dalam putusan Mahkamah Agung No. 45K/Pdt.Sus-Pailit/2013. Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang ditangani. 8 Sedangkan pendekatan analisa konsep hukum (analitical & conseptual approach) digunakan untuk memahami prinsip-prinsip hukum yang terkait dengan kasus yang dibahas. Semua pendekatan tersebut digunakan untuk menghasilan penilaian yang maksimal terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 45K/Pdt.Sus-Pailit/2013. Jakarta, h.93 8 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
15 Sumber bahan hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri dari asas dan kaidah hukum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan ruang lingkup pembahasan penelitian ini, diantaranya Putusan Mahkamah Agung No. 45K/Pdt.Sus-Pailit/2013, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan berbagai peraturan hukum lainnya serta berbagai putusan pengadilan yang relevan dengan pokok permasalahan. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa, kamus dan ensiklopedia, serta informasi dari media internet yang relevan dan dapat dipercaya Teknik pengumpulan bahan hukum
16 16 Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi dokumen dan metode sistematis atau sistem kartu (card system). Soerjono Soekanto menyatakan bahwa studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis. 9 Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Metode sistematis (sistem kartu), yaitu setelah mendapat semua bahan yang diperlukan kemudian dibuat catatan mengenai hal-hal yang dianggap penting bagi penelitian yang dilakukan. 10 Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara pemilahan bahan hukum yang relevan, yaitu bahan hukum yang berkaitan dengan hukum kepailitan, hukum perjanjian, hukum perusahaan dan konsep hukum perdata pada umumnya Teknik analisis bahan hukum Setelah seluruh bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisa menggunakan teknik deskripsi, teknik sistematisasi, teknik evaluasi, dan teknik argumentasi. Teknik deskripsi diaplikasikan dengan dengan membaca serta mencatat materi-materi yang memiliki relevansi terhadap penelitian ini. sedangkan teknik sistematisasi diaplikasikan dengan melihat kaitan diantara norma-norma dalam peraturan perundangan-undangan yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya berdasarkan hasil teknik deskripsi dan sistematisasi, digunakan teknik evaluasi dengan melakukan penilaian terhadap rumusan pernyataan norma ataupun 9 Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian hukum Normatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.13
17 17 keputusan dengan menggunakan alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Hasil evaluasi tersebut kemudian digunakan sebagai dasar dalam membangun argumentasi hukum terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi ( financial intermediary) untuk menunjang kelancaran
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan
BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan pengguna jasa akuntan publik semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas informasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan
Lebih terperincikemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Utang piutang acap kali menjadi suatu permasalahan pada debitor. Masalah kepailitan tentunya juga tidak pernah lepas dari masalah utang piutang. Debitor tersebut
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepailitan 1. Pengertian Pailit dan Kepailitan Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata Belanda yaitu failliet yang mempunyai
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24
III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 membuat perekonomian Indonesia belum seutuhnya stabil bahkan sampai saat ini. Banyak dunia usaha yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai
Lebih terperinciB A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah
B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang telah memporandakan sendi sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.
BAB II 21 TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI 1.1 Kepailitan 1.1.1 Pengertian Kepailitan Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.Kata Failliet itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
JOURNAL SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM KURATOR PERUSAHAAN DEBITOR PAILIT YANG DILANJUTKAN KEGIATAN USAHANYA Oleh : NIM. 031011202 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015 JURNAL SKRIPSI ABSTRAKSI Didalam dinamika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan hukum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup financial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang (orang perseorangan dan badan hukum) yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam mencapai kebutuhan hidupnya saling berinteraksi dengan manusia lain. Masing-masing individu dalam berinteraksi adalah subjek hukum yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan dengan manusia lain. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit
Lebih terperinciKEKUATAN HUKUM MEMORANDUM
1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur pada pasal 222 sampai dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan ketidakmampuan membayar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia
Lebih terperinciUndang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan
KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang kadangkala tidak bisa dihindari oleh seseorang atau pun oleh suatu perusahaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di
Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk memelihara dan meneruskan pembangunan
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir seluruh negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah mengalami perkembangan yang cukup baik dari masa kemasa. Sebagai salah satu contohnya banyak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan atau data sekunder, dengan mengkaji mengenai asas-asas, norma,
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan pada data kepustakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini banyak ditemukan permasalahan yang menyangkut berbagai sektor kehidupan terutama pada negara berkembang salah satunya adalah Indonesia, antara
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut juga dengan penelitian hukum teoritis atau penelitian hukum dogmatik karena tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan
Lebih terperinciPENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. perikatan yang lahir dari undang undang. Akibat hukum suatu perikatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perikatan di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata membedakan dengan jelas antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak
IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 18 Maret 2013, United Nations Development Programme
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tanggal 18 Maret 2013, United Nations Development Programme (UNDP) telah merilis data yang menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.
BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis
Lebih terperinciKepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif
Lebih terperinciWinandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Konversi Utang Menjadi Saham (Debt to Equity Swap) sebagai Upaya Menyelamatkan Perusahaan dari Kepailitan, Studi Kasus: PT Istaka Karya (Persero) Winandya Almira Nurinasari,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian Kredit 1. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa tabungan, giro, deposito pada akhirnya akan
Lebih terperinciPENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS
PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari berbagai kebutuhan, seiring dengan meningkatnya kehidupan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan. Oleh karena
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR
BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam penyelesaian permasalahan utang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, KEPAILITAN, DAN PENAFSIRAN. digunakan untuk menyebutkan istilah perjanjian tertulis adalah kontrak.
18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, KEPAILITAN, DAN PENAFSIRAN 2.1. Perjanjian 2.1.1. Istilah dan pengertian perjanjian Istilah perjanjian merupakan istilah yang mengandung pengertian yang luas.
Lebih terperinciBAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI
BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi kebutuhuan ini, sifat manusia
Lebih terperinci