UPAYA MENDETEKSI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS Anna Lewi Santoso Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA MENDETEKSI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS Anna Lewi Santoso Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya"

Transkripsi

1 UPAYA MENDETEKSI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS Anna Lewi Santoso Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ABSTRAK Penyakit ileitis terminalis, adalah penyakit peradangan saluran pencernaan yang dapat mengenai dibeberapa bagian saluran pencernaan mulai dari mulut sampai anus, penyakit ini mempunyai banyak tanda-tanda keluhan. Keluhan yang utama adalah sakit perut, diare ( bisa disertai darah ), mual, atau berat badan turun, tetapi dapat juga disebabkan oleh komplikasi diluar dari saluran pencernaan, misalnya : gatal pada kulit, rematik, peradangan mata, terlalu capek dan tegang. Penyebab Penyakit ileitis terminalis diduga karena faktor genetik, dimana sistem kekebalan tubuh menyerang saluran pencernaan, hal ini menyebabkan peradangan, yang sejenis dengan penyakit 'inflammatory bowel'. Bila ada riwayat keluarga yang terkena penyakit ileitis terminalis, maka kemungkinan besar individu tersebut akan terkena penyakit tersebut. Penyakit ileitis terminalis banyak ditemukan pada negara industri. Angka kejadian pada pria dan wanita sama banyak. Pada perokok terdapat tiga kali lebih banyak resiko untuk menderita penyakit ileitis terminalis. Di amerika utara, terdapat sampai penderita penyakit ileitis terminalis. Untuk eropa utara diperkirakan terdapat per orang penderita ileitis terminalis. Penyakit ileitis terminalis cenderung menyerang individu berumur remaja dan dewasa muda, bisa juga pada usia 50-70an, sehingga penyakit ileitis terminalis dapat menyerang semua umur. Belum ditemukan obat atau tindakan operasi yang dapat menyembuhkan penyakit ileitis terminalis. Pengobatan yang tersedia untuk saat ini adalah mengurangi dan mengontrol gejala dan keluhan yang muncul, juga mengurangi timbulnya kekambuhan dari penyakit ileitis terminalis. Nama lain dari penyakit ileitis terminalis adalah regional enteritis atau Crohn's disease. Yang memberi Nama crohn's disease adalah dokter saluran pencernaan dari amerika bernama Burrill Bernard Crohn, pada tahun 1932, bersama dengan dua temannya menjelaskan beberapa pasien yang sering terkena peradangan pada usus ileum bagian terminal. Kata kunci : peradangan, saluran pencernaan, penyakit sistem kekebalan tubuh, terapi dengan obat atau operasi. DETECTING AND DISEASE CONTROL EFFORTS ILEITIS TERMINALIS Anna Lewi Santoso Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ABSTRACT Is an inflammatory disease of the intestines that may affect any part of the gastrointestinal tract from mouth to anus, cousing a wide variety of symptoms. It primarily causes abdominal pain, diarrhea ( which may be bloody ), vomitimg, or weight loss, but may also cause complications outside of the gastrointestinal tract such as skin rashes, arthritis, inflammation of the eye, tiredness, and lack of consentration. Regional ileitis disease is thought to be an autoimmune disease, in which the body's immune system attacks the gastrointestinal tract, causing inflammation, it is classified as a type of inflammatory bowel disease. There has been evidence of a genetic link to regional ileitis disease, putting individuals with siblings afflicted with the disease at higher risk. It is understood to have a large environmental component of evidence by the higher number of cases in western industrialized nations. Males and females are equally affected. Smoker are three times more likely to develop regional ileitis disease. Regional ileitis disease affects between and people in North America. Prevalence estimates for Northern Europe have ranged from per Regional ileitis disease tends to present initially in the teens and twenties, with another peak incidence in the fifties to seventies, although the disease can occur at any age. There is no know pharmaceutical or surgical cure for Regional ileitis disease. Treatment options are restricted to controlling symptoms, maintaining remission and preventing relaps Regional ileitis disease has also been called regional enteritis or crohn's disease. Crohn's disease was named for American gastroenterologist Burrill Bernard Crohn, who in 1932, along with two colleaques, described a series of patients with inflammation of the terminal ileum, the area most commonly affected by the illness. KEY WORD : Inflammation, gastrointestinal tract, autoimmune disease, no know pharmaceutical or surgical cure.

2 1. PENDAHULUAN Ileitis terminalis adalah suatu penyakit peradangan saluran pencernaan yang mengenai keseluruhan tebal dinding usus, menahun, tersering pada usus halus dan colon. Insiden tertinggi di Amerika serikat, Eropa, jarang pada Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Penyakit ini terdapat pada semua umur, tersering pada dewasa muda umur rata-rata 27 tahun ( Storer, 1991 : ). Etiologi ileitis terminalis tidak diketahui, namun ada beberapa hipotesa yaitu karena interaksi faktor genetik dan lingkungan. Mulamula hiperemis ringan, dinding usus oedematus, mukosa juga hiperemi dan bisa ada ulkus aftosa. Mukosa memperlihatkan derajat perusakan bervariasi dengan ulkus linier serpiginosa untuk membentuk cobblestone nodular ( Levine, 1995 : ). Gejala klinis ileitis terminalis meliputi nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, demam dan lesi anus, dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis barium kontras ganda. Diagnosa banding untuk ileitis terminalis adalah colitis ulseratif, apendiksitis, tuberculosis, limfoma dan lain-lain. Untuk terapi digunakan terapi konservatif dan bila terjadi komplikasi pada usus seperti perforasi, obstruksi maka dilakukan operasi ( Levine, 1995 : ). Tujuan dari penulisan ini adalah supaya dapat mengenal, mengetahui dan mencegah lebih dini, bila ada keluhan dan gejala yang sama dengan pemyakit ileitis terminalis, mengingat bahwa belum ditemukan obat atau operasi yang dapat menyembuhkan secara tuntas. Bila kita dapat mencegah lebih awal, kita dapat mengurangi keluhan yang timbul sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih berat. 2. APAKAH PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS ITU? Ileitis terminalis atau Enteritis regionalis atau Crohn disease adalah suatu penyakit peradangan saluran pencernaan yang mengenai keseluruhan tebal ( Transmural ) dinding usus. Ia menahun dalam perjalanannya dengan masa relatif tenang bersama kekambuhan akut. Bagian saluran pencernaan apapun bisa terkena, tetapi tersering melibatkan usus halus dan colon ( Bailey's, 1972 : ). Insidens tertinggi di Amerika Serikat, Inggris dan Scandinavia. Tersering di Eropa pusat, kadang-kadang Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Insidennya tiga kali lebih tinggi pada orang Yahudi dan lebih sering muncul pada orang kulit putih dibanding yang kulit hitam dan sedikit lebih banyak pada pria. Sekitar 60 per populasi terkena di Amerika Serikat, sementara insidens kasus baru per tahun rata-rata 2 dan 4 per Penyakit ini terdapat pada semua umur, tersering pada dewasa muda dengan umur ratarata 27 tahun. Puncak insiden antara dekade ke dua dan empat. Resiko terkena ileitis terminalis pada perokok sigaret dan yang mengkonsumsi banyak gula ( Schwartz, 1982 : ). Etiologi ileitis terminalis tidak diketahui dan penyakit ini sering kambuh namun ada beberapa hipotesa, salah satunya ialah interaksi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik bila ada riwayat keluarga Inflammatory bowel disease, ditemukan pada 15 20% penderita. Agen transmisinya yaitu virus, pseudomonas, mycobacteria, chlamydia dan yersinia, yang ditemukan pada jaringan. Dilaporkan juga karena imunologi yang abnormal. Jadi ada bukti mengesankan bagi dasar infeksi dan imunologi. Fenomena ekstraintestinalis berdasarkan imunologi sering timbul dan bahwa eksaserbasi penyakit ini sering diredakan oleh pemberian steroid. Kadar imunoglobulin bervariasi tapi jumlah dan aktivitas limfosit normal, maka masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan peranan imunologi ( Levine, 1995 : ). 3. BAGIAN-BAGIAN SALURAN PENCERNAAN BESERTA FUNGSINYA. Panjang usus halus kurang lebih enam meter. Perbatasan antara jejunum dan ileum jelas dari luar, dinding jejunum lebih tebal dan lumen ileum lebih sempit. Mesenterium mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, kelenjar limfe dan saraf autonom. Aliran darah kolateral melalui arkade mesenterium di pinggir usus halus cukup banyak, ini yang antara lain menjamin penyembuhan luka anastomosis usus. Selain itu, terdapat pembuluh darah kolateral antara arteri kolika media sebagai arteri mesenterika superior dan arteri kolika sinistra sebagai cabang arteri mesenterika inferior. Hubungan kolateral ini terletak di pinggir kolon transversus dan kolon desendens. Disamping itu terdapat hubungan kolateral antara pangkal arteri mesenterika superior dan pangkal arteri mesenterika inferior melalui suatu lengkung pembuluh yang disebut Arkus Riolan, lengkung salah satu dari kedua arteri tersebut. Vena mesenterika superior bergabung dengan vena lienalis dan vena mesenterika inferior membentuk vena porta. Vena ini merupakan vena besar sehingga pada hipertensi portal dapat dipakai untuk dekompresi melalui anastomosis mesenterikokaval dengan vena cava inferior. Bersama cairan yang masuk dengan

3 makanan dan minuman, ludah, cairan-cairan lambung, empedu, pankreas dan usus halus membentuk cairan saluran cerna sejumlah 6 8 liter. Semua cairan ini akan diserap kembali sebelum isi usus melalui katub ileosekal, sehingga hanya kira-kira setengah liter cairan yang akan diteruskan ke kolon. Keluar masuknya cairan melalui sel ini terjadi dengan cara diffusi, osmosis atau dibawah pengaruh tekanan hidrostatik. Fungsi usus halus terdiri dari transportasi dan pencernaan makanan, serta absorbsi cairan, elektrolit dan unsur makanan. Setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein akan berlalu di usus halus dan setelah dicerna akan masuk kedalam aliran darah. Proses ini sangat efisien sebab hampir seluruh makanan terabsorbsi, kecuali bila terlindung oleh selulosa yang tidak dapat dicerna. Hal ini menjadi dasar diet berserat tinggi yang memberi volume ke faeses sehingga pasase disaluran cerna berlangsung lebih cepat. Hampir semua bahan makanan diabsorbsi dalam jejunum, kecuali vitamin B12 asam empedu yang diserap dalam ileum terminale. Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan yaitu segmental dan longitudinal. Gerakan intestinal ini diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Hampir semua gas usus merupakan udara yang ditelan ( Hamami, 1997 : ; ). 4. KEADAAN SALURAN PENCERNAAN PADA ILEITIS TERMINALIS. Lesi ileitis terminalis bisa muncul dalam bagian traktus gastrointestinalis dimanapun, yang mencakup esofagus dan lambung. Tetapi insiden tertinggi ditemukan dalam usus halus dan kolon. Ileum terminalis sering terlibat, baik tunggal atau gabungan dengan bagian lain traktus gastrointestinalis. Gambaran makroskopis usus halus pada stadium akut yaitu granular serosa dengan hiperemis ringan, dinding usus oedematosa dan lunak lembut, mediator inflamasi bisa faktor aktif plasma, leukotrien, komplemen, kinin, enterotoxin, interleukin, faktor nekrosis tumor. Mesenterium bisa menebal, tetapi tidak kenyal. Dalam mesenterium bisa ada kelenjar besar yang lunak bila usus dibuka, maka mukosa bisa juga hiperemi dan bisa ada ulkus aftosa. Stadium menahun, area segmental yang terkena, berwarna merah gelap serta menebal 2 atau 3 kali diameter normal dan kenyal dengan konsistensi seperti karet atau bahkan kasar. Pada serosa terlihat granular dan berwarna putih suram akibat granuloma dan pembuluh limfe berdilatasi. Lemak mesenterika bisa meluas untuk mengelilingi keseluruhan lingkaran usus yang terkena dengan cara yang disebut maju pelanpelan ( Levine, 1995: ). Segmen usus yang terkena bisa melekat ke struktur normal atau usus lain yang terlibat. Massa yang melekat padat ini bisa mencakup fistula antar gelung atau rongga abses. Pada potongan, keseluruhan dinding usus tampak menebal, tetapi sebagian besar reaksi ini terjadi dalam submucosa. Sebagai hasilnya, ukuran lumen terancam sampai suatu titik, tempat ini bisa timbul obstruksi sebagian. Mukosa memperlihatkan derajat perusakan bervariasi dengan ulkus linier serpiginosa, yang bisa bersatu melalui ulkus tranversa untuk membentuk cobblestone nodular. Disamping ulserasi, maka bisa juga ada fissura pada berbagai kedalaman melalui dinding usus. Jika ia memotong keseluruhan tebal, maka ia bisa berlanjut untuk membentuk fistula atau mengandung abses dengan gelung usus lain. Kadang-kadang ia bisa menyatukan fissura lain secara sebagian melalui dinding usus untuk membentuk fistula intramural. Mesenterium usus halus dalam stadium menahun memendek, kenyal dan menebal makroskopis. Kelenjar limfe didalam mesenterium menebal, kenyal dan seperti karet, yang mencapai diameter 2 sampai 4 cm ( Storer, 1991: ). Gambaran makroskopis pada stadium akut terdapat oedema dan limfangiektasis, terutama terlihat dalam submukosa. Mukosa tampak normal, mungkin dengan peningkatan dalam jumlah sel goblet dan terlihat reaksi eksudatif dalam serosa. Granuloma tidak ditemukan dalam stadium ini. Ileitis terminalis subakut, ditandai oleh fibrosis dini yang terutama terlihat dalam lapisan submukosa dan subserosa. Buktinya ditemukan kolagen fibrilar halus didalam regio ini bersama dengan infiltrasi sel plasma yang difus, hipertrofi folikular limfoid dan hiperplasia. Didalam mukosa ada ulserasi kecil yang terbentang dari muscularis mucosae. Muscularis propia memperlihatkan bukti hipertrofi, fibrosis dan infiltrasi juga dengan limfosit, sel plasma, eosinofil, tetapi tidak sampai derajat yang terlihat dalam submukosa dan subserosa ( Levine, 1995 : ). Granuloma mungkin ada, terdapat lokal dalam submukosa, subserosa atau kelenjar limfe yaitu giant cell granuloma epiteloid dari tuberculosa tapi tidak ditemukan kuman TBC, keadaan ini biasa disebut sarcoidlike granulomas. Dalam stadium menahun, fibrosis lebih

4 terorganisasi dan padat. Terutama timbul dalam lapisan submukosa dan subserosa, meluas ke seluruh dinding usus transmural. Ulkus mucosa lebih besar dan lebih profunda serta bisa bersatu dan membentuk area yang besar. Vili usus tumpul atau tidak ada, kelenjar atrofi, keadaan ini menyerupai mukosa kolon ( Storer, 1991 : ). 5. BAGAIMANA MENDETEKSI PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS. Mula-mula gejala berlangsung singkat lalu tanpa keluhan yang lama, tetapi setelah suatu waktu, episode simptomatik menjadi lebih sering dengan masa tenang yang lebih pendek. Pada waktunya penderita mengalami kira-kira 3 tahun gejala sebelum diagnosis enteritis regionalis dikonfirmasi. Kompleks gejala bervariasi dan tergantung pada tempat penyakit dimulai dalam traktus gastrointestinalis. Gejala umum : nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, demam dan lesi anus. Sebagian kecil enteritis regionalis bersifat akut dengan gejala yang serupa apendisitis, yaitu nyeri kwadran kanan bawah, nyeri tekan dan demam, biasanya tanpa mual dan muntah. Diagnosa klinis apendiksitis akut dan diagnosa ileitis terminalis ditegakkan dalam kamar operasi ( Levine, 1995 : ). Nyeri abdomen 95% terdapat pada ileitis terminalis. Pola nyeri secara umum bersifat episodik dan kram serta biasanya mengikuti makanan, berpusat pada perut bagian bawah dan hilang dengan defekasi. Nyeri ini sekunder terhadap peristaltik karena melawan lumen usus yang dikonstriksikan oleh penebalan dinding usus yang oedema dan fibrotik. Lumen usus normal bisa juga nyeri bila melekat pada gelung yang meradang, terinfeksi dan dapat menyebabkan obstruksi usus sebagian, bisa juga obstruksi kolon sebagian atau keduanya. Bila obstruksi total maka gejalanya, kram, muntah dan abdomen distensi. Pada penderita menahun, nyeri bersifat 'pegal', lebih konstan, sering disertai massa yang dapat dipalpasi dan nyeri tekan abdomen. Terdapat lebih banyak usus ( normal dan meradang ), bisa juga terdapat abses tertutup atau fistula entero-enterik ( Schrock, 1993 : 268 ). Diare yang timbul ± 92%, merupakan gejala terlazim kedua. Penderita mengeluh dua atau lima kali buang air besar seperti air tiap hari, bisa juga semisolid. Karakteristik faeses berisi tanpa darah, jika yang terkena usus halus. Satu dari tiga penderita yang terkena pada kolon, terdapat darah dan beberapa diare darah mirip pada kolitis ulseratif. Umumnya diare pada ileitis terminalis jarang terbukti darah, pus dan mukus. Pada penderita lanjut, diare bisa berbau busuk sebagai akibat steatore penyerta ( Sachdeva, 1996 : ). Penyebab terjadinya diare, bisa karena penurunan absorbsi bersih air sekunder terhadap mukosa yang sakit dan meradang. Hal ini timbul bila keterlibatan jejunum yang luas, karena jejunum adalah tempat beban air terbanyak yang diabsorbsi. Fistula enteroenterik juga menyebabkan isi usus memintasi area permukaan mukosa yang luas, tempat normalnya air diabsorbsi. Atau terdapatnya obstruksi usus akibat kontriksi peradangan usus proksimal dari segmen yang terlibat ini berdilatasi dan menyebabkan penurunan absorbsi cairan. sekresi cairan ke dalam lumen usus tetap normal atau meningkat,yang menyebabkan meningkatkan beban air yang di angkut melewati valva ileocaecal. Obstruksi usus sebagian bisa juga bertanggung jawab bagi pertumbuhan bakteri berlebihan dalam isi usus. Pertumbuhan bakteri berlebihan bisa bertangung jawab bagi sebab akhir diare, yaitu tidak diserapnya garam empedu dari usus. Jumlah bakteri abnormal dalam lumen usus mengkonjugasi empedu dan mencegah absorbsinya didalam ileum. Bila garam empedu tidak diserap dan melewati kolon kanan, maka ia menghambat absorbsi air oleh mukosa kolon sehingga terjadi diare seperti air. Juga tanpa reabsorbsi garam empedu sebagai bagian sirkulasi enterohepatik yang normal, kumpulan asam empedu dikosongkan, terjadi malabsorbsi lemak dan steatore, yang memperburuk diare ( Levine, 1995 : ). Demam timbul lebih dari setengah pasien ileitis terminalis dan bisa sebagai satu-satunya gejala. Ia sering mendahului keluhan abdomen selama beberapa tahun. Sehingga penderita demam yang asalnya tidak diketahui, ileitis terminalis pasti merupakan bagian diagnosa banding. Demam demikian bisa karena abses didalam dinding usus atau diantara gelung usus. Suatu fistula bisa juga bertanggung jawab bagi peningkatan suhu ( Fielding, 1986 : ). Penurunan berat badan lebih dari 5 pon timbul pada lebih dari 85% tetapi kurang bermakna. Kegagalan mempertahankan berat badan paling mungkin karena usaha sadar penderita untuk menurunkan masukan, karena hubungan,yang dirasakan antara makan dengan mulainya gejala. Terdapat juga malabsorbsi lemak, Vitamin yang larut lemak (A,D,E,K) tidak dapat diserap secara normal. Malabsorbsi protein sekunder terhadap hipermotalitas dan jumlah mukosa yang sakit didalam usus halus. Sehingga protein tidak terpapar ke mucosa yang normal untuk waktu

5 yang cukup dalam pemecahan ke asam amino dan dipeptida bagi absorbsi. Kesulitan dalam asimilasi karbohidrat bisa akibat defisiensi disakaridase dalam mikrovili mucosa usus yang terkena ( Schwartz, 1982 : ). Anemia penyerta yang terlihat dalam ileitis terminalis mungkin karena beberapa faktor, pendarahan menahun dari mucosa usus yang meradang. Pendarahan ini tidak sebesar kolitis ulserativa, tetapi cukup besar, sehingga masukan zat besi yang normal tidak dapat mengkompensasi.timbul anemia mikrositik kronis.bisa juga anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12. Vitamin ini biasanya diserap dalam ileum terminalis.gangguan absorbsi dan pencernaan yang di uraikan di atas dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan pada pasien anak. Hal ini dapat dihindari jika pengisian kembali dan tambahan dimulai melalui jalur oral atau parenteral ( Schrock, 1993 : 268 ). Sepertiga penderita ileitis terminalis terdapat komplikasi anus yang bisa mendahului keluhan abdomen selama beberapa tahun. Fissura ini merupakan lesi terlazim termasuk juga fistula dan abses. Sering fistula tidak berhubungan dengan segmen usus lain yang sakit dan sering biopsi lesi perianus memperlihatkan granuloma. Harus hati-hati dalam terapi komplikasi perianus yang menyertai ileitis terminalis, karena kecenderungan terjadi menahun pada penyembuhan pasca bedah. Paduan konservatif, drainase lokal dan oral metronidazole memperlihatkan hasil yang memuaskan, tetapi dalam beberapa kasus,fistula perianus kronika parah tidak dapat dikendalikan tanpa reseksi anus proksimal yang sakit ( Schrock, 1993 : 268 ). Terdapat juga keluhan lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan. Terjadi pada ± 25% dan semua sistem organ terkena. Manifestasi ini timbul setelah mulainya penyakit usus secara klinis.tidak mengikuti sifat episodik penyakit usus, tetapi konstan perjalanannya dan jarang dipengaruhi oleh terapi. Artritis terdapat dalam sepertiga penderita, sedikit manifestasi kulit seperti eritema nodosum, gangrenosum pirodermik. Terdapat juga uveitis, iritis atau stomatitis. Pada hati terdapat infiltrasi lemak, perikolangitis, kolangitis sklerotikans, kolelitiasis. Batu jenis kolesterol, terjadi karena kehilangan asam empedu yang bertindak melarutkan kolesterol di dalam empedu. Manifestasi ginjal pada hidronephrosis sekunder terhadap fibrosis periureter dan nefrolitiasis, Batu oksalat terjadi karena gangguan absorbsi kalsium dan kehilangan kalsium tersebut melalui lumen usus. Fibrosis pankreas dengan penimbunan amiloid sekunder bisa juga timbul ( Levine, 1995 : ). Resiko Adenokarsinoma usus halus menyertai ileitis terminalis seratus kali lebih besar dari pada yang terlihat dalam populasi. Tetapi masalahnya tidak besar, karena angka karsinoma pada yang normal hanya 3 per , sehingga kira-kira 62 kasus adenokarsinoma usus halus yang menyertai ileitis terminalis. Usia rata-rata 47 tahun,10 tahun lebih muda dibanding populasi normal. Tiga perempat dari semua tumor timbul dalam ileum terminalis. sepertiga dari semua tumor timbul pada segmen yang telah dipintasi secara bedah, dengan prognosis kelangsungan hidup rata-rata satu tahun ( Storer, 1991 : ). Untuk menegakkan diagnosa diperlukan adanya riwayat spesifik, gejala episodik yang mencakup nyeri abdomen, diare, demam dan penurunan berat badan, anemia, defisiensi. Pemeriksaan fisik bisa bermanfaat dalam menunjukkan distensi derajat rendah, hiperperistaltik dan dilatasi usus yang palpable, massa abdomen yang nyeri tekan, usus halus dapat menebal dan mengalami hipertrophy sebagai respon terhadap stenosis yang berjalan lambat ( Dunphy, 1993 : ). Pemeriksaan yang bermanfaat adalah endoskopi usus bersama biopsi dan pemeriksaan radiologi traktus gastrointestinal. Karena esophagus, lambung dan duodenum jarang terlibat dalam ileitis terminalis, maka endoskopi fleksibel traktus gastrointestinal atas biasanya tidak memberikan informasi diagnosis yang bermanfaat. Karena kolon dan rektum cukup sering terlibat, maka protoskopi dan kolonoskopi fiberoptik fleksibel dapat sangat bermanfaat. Pemeriksaan bisa menunjukkan mukosa hiperemi, ulkus aftosa dini atau gambaran lebih lanjut ulkus konfluens profunda dan fisura. Gambaran mukosa cobblestone bisa sangat menyokong diagnosa ileitis terminalis. Walaupun perubahan fibrosis dan peradangan pada pemeriksaan mikroskopis bisa sangat menggambarkan diagnosis ileitis terminalis, namun hanya ditemukan suatu granuloma dianggap patognomonik penyakit ini. Karena granuloma tampil hanya pada 40% sampai 60% penderita ileitis terminalis, maka tidak mungkin biopsi acak akan menghasilkan gambaran ini ( Levine, 1995: ). Pemeriksaan radiologis traktus gastrointestinal untuk menentukan perubahan dalam perincian mukosa yang terlibat dengan penyakit ini. Teknik barium kontras ganda dapat digambarkan luasnya penyakit, kolon dan ileum terminalis bisa diperiksa dengan enema barium. Pada awal perjalanan penyakit, ulkus aftosa bisa

6 terbukti diatas permukaan mukosa. Gambaran lebih lanjut yaitu penyempitan lumen tanda benang Cantor, ulkus longitudinalis, fissura dan penampilan cobblestone. Karena di usus yang terlibat maupun mesenterium menebal secara makroskopis, maka ada peningkatan ruang diantara gelung usus yang terisi kontras. Dilatasi usus bisa diperlihatkan proximal dari area lumen yang menyempit. Akhirnya massa usus melekat karena meradang bisa menggeser usus terisi kontras lainnya. Fistula ( sementara sering ada dalam penyakit lanjut ) sulit diperlihatkan. CT scan, ultrasound dan MRI memiliki nilai diagnostik yang berharga dalam beberapa kasus ( Schrock, 1993 : 268 ). 6. BEBERAPA PENYAKIT YANG MENYERUPAI PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS. Penyakit Colitis Ulseratif, mempunyai keluhan diare berat, yang hanya terdapat pada kolon. Pada pemeriksaan didapatkan hanya pada mukosa dan sub mukosa yang meradang, jarang ada granuloma. Mempunyai respon terhadap pengobatan medik baik, sesudah proktokolektomy, yang disertai ileotomi penyakit colitis ulseratif jarang terulang kembali ( Sachdeva, 1996 : ). Apendiksitis, sangat sulit membedakan dengan ileitis terminalis akut, karena mempunyai gejala yang sama, sehingga sulit untuk membedakannya tanpa operasi ( Hamami, 1997 : ). Tuberculosis, dapat terjadi pada beberapa tempat dari traktus gastrointestinal, sehingga menyerupai penyakit ileitis terminalis. Untuk membedakannya, dilihat dari bagian saluran pencernaan yang terkena. Tuberculosis jarang pada caecum distal ( Hamami, 1997 : ). Limfoma, penyakit ini sulit dibedakan dari penyakit ileitis terminalis. Untuk membedakannya dapat melalui pemeriksaan radiologi, tapi pemeriksaan secara histologi, kadang-kadang ditemukan sebelum diagnosa ditegakkan. Dengan Biopsi rektal atau kolon yang menunjukkan granuloma atau radang mendukung diagnosa ileitis terminalis ( Schwartz, 1982 : ). Penyakit-penyakit lainnya yang bisa menyerupai penyakit ileitis terminalis antara lain adalah, karsinoma, amoebiasis, iskemia, gastroenteritis eosinophilic dan keradangan lainnya. 7. UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT ILEITIS TERMINALIS. Pertama-tama, upaya kita dalam menanggulangi penyakit ileitis terminalis secara konservatif adalah dengan istirahat yang cukup, menghindari stres emosional, menjalin hubungan yang baik antara dokter dan penderita. Disamping itu, yang terpenting adalah menghentikan proses radang. Upaya lainnya dengan peningkatan gizi makanan sehari-hari. Bila terdapat diare, dilakukan pencegahan diare dengan difenoksilat hidroklorida ( lomotil) atau atropin. Bila dirasakan nyeri abdomen, diberi analgesik. Jika tidak ada obstruksi usus (sebagian atau lengkap) maka dekompresi usus dengan sonde nasogaster, perlu juga terapi intravena. Untuk eksaserbasi akut proses peradangan dalam ileitis terminalis diberi sulfasalazin ( azulfidine ), prednison dan azatioprin. Namun dalam penelitian, tidak ada obat yang mengubah perjalanan jangka lama penyakit ini. Sehingga lama masa tenang diantara serangan tidak meningkat atau jumlah episode berulang tidak menurun oleh terapi apapun. Bisa juga dilakukan pergantian gizi secara oral atau parenteral. Untuk gizi secara oral: menggunakan formula rendah dalam masa dan tanpa lemak. Hal ini dapat diserap hampir seluruhnya didalam usus halus bagian atas, yang tidak meninggalkan sisa. Pada penderita dengan obstruksi sebagian, fistula enteroenterik atau keterlibatan segmen usus halus yang besar, diberikan makanan parenteral total yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral ( Fielding, 1986 : ). Bila upaya kita secara konservatif tidak bisa mengatasi keluhan penyakit ileitis terminalis tersebut atau timbul komplikasi, maka bisa dilakukan upaya terapi Bedah. Intervensi bedah bukan mengobati ileitis terminalis, tetapi hanya mengobati masalah spesifik yang timbul dalam perjalanan penyakit. Operasi tidak mengubah probabilitas kekambuhan atau kebutuhan bagi intervensi bedah lebih lanjut. Indikasi bagi intervensi bedah adalah untuk Obstruksi usus, fistula enterik, abses, penyakit perianus dan kegagalan meredanya gejala dengan prednison atau sulfasalazin, perdarahan gastrointestinal yang hebat, perforasi abdomen ( jarang ). Prinsip terapi bedah adalah perlindungan terhadap panjang usus. Tindakannya meliputi: Pintas usus, pintas usus dengan defungsionalis segmen yang terlibat dan reseksi dengan atau tanpa reanastomosis. Umumnya dipilih reseksi usus pada jaringan sakit yang hebat, mesenterium dalam jumlah minimum boleh direseksi bersama usus untuk mempertahankan vaskularisasi ke usus yang masih ada setidaknya 25 cm. Mortalitas bagi operasi rata-rata 5%. Tetapi tingginya insidens penggunaan steroid prabedah menyebabkan

7 tingginya morbiditas pasca bedah. Morbiditas berpusat pada anastomosis usus, dengan kebocoran dan fistula serta sepsis yang berhubungan dengan abses intra abdomen dan infeksi luka. Keadaan khusus pada penderita apendiksitis akut yang dioperasi, ditemukan juga ileum terminalis meradang, mesenterium menebal, nodus lymphatik mesenterika membesar kenyal. Jika caecum tidak terlibat, maka harus dilakukan apendiktomi serta ileum terminalis dibiarkan tidak terganggu. Operasi untuk usus halus yaitu reseksi, untuk usus besar yaitu panproktokolektomi dengan ileostomi, mempunyai angka kekambuhan paling kecil, tetapi operasi yang lebih konservatif dilakukan terhadap penyakit yang terlokalisir. ( Storer, 1991 : ). Bila penanggulangan penyakit ileitis terminalis secara konsevatif maupun tindakan bedah tidak berhasil, maka dapat terjadi komplikasi. Komplikasi dapat terjadi pada usus, yaitu berupa obstruksi, abses, fistula, lesi anorektal, sering terjadi perforasi bebas dan perdarahan massive jarang terjadi. Karsinoma mungkin timbul dalam segmen kecil atau besar pada usus yang terlibat penyakit ileitis terminalis, khususnya pada segmen dimana terdapat aliran faeces dengan operasi pintas usus. Komplikasi juga bisa terjadi pada seluruh tubuh, misalnya penyakit hepatobiliary, uveitis, arthritis, ankylosing spondylitis, ulkus aftosa, erythema nodusum, amyloidosis, thromboembolism dan gangguan vaskuler, ditemukan juga pada colitis ulseratif. Metastase penyakit ileitis terminalis pada kulit yaitu ulkus kutaneus dengan reaksi granuloma pada tempat terpisah dari usus dengan kulit normal. Komplikasi urologi: cystitis, calculi dan obstruksi uretra. Fibrosis periureterik, hidronefrosis kanan. ( Sachdeva, 1996 : ). Penyakit Ileitis terminalis adalah penyakit kronis yang dapat progresif. Tetapi medikal yang menguntungkan untuk jangka lama belum ditemukan. Disamping itu, operasi adalah tindakan paliatif, bukan kuratif. Kekambuhan rata-rata dalam 15 tahun sesudah operasi adalah 50%. Untuk obstruksi biasanya dilakukan strictureplasty dan sedikit terdapat komplikasi post operasi. Operasi ulang diperlukan 10% dari penderita dengan stricture plasty dalam tiap tahun dan satu dari tiga penderita dalam 10 tahun. Operasi hanya digunakan untuk komplikasi, 80-85% penderita dioperasi dapat hidup normal. Resiko kematian jangka panjang 2x pada usia kapanpun. Dibandingkan dengan normal dan resiko ini lebih besar pada penderita muda dalam beberapa tahun diagnosis. Peningkatan mortalitas yang terlihat dalam penderita ini disebabkan oleh penyebab yang seluruhnya dapat dihubungkan ke ileitis terminalis atau komplikasi yang berhubungan.(storer, 1991 : ). 8. SIMPULAN Ileitis terminalis adalah suatu penyakit peradangan saluran pencernaan yang menahun, sering kambuh, dengan etiologi yang tidak diketahui, dan ada hubungannya dengan imunologi, sering menyerang usus halus dan kolon. Insiden tertinggi di Amerika Serikat, Inggris, dan Scandinavia, yang terkena pada semua umur. Resiko tertinggi pada perokok dan yang mengkonsumsi banyak gula. Gejala umum: nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan, demam dan lesi anus, bisa juga seperti apendiksitis yang tanpa gejala mual dan muntah. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik berupa hiperperistaltik, dilatasi usus yang palpable, ditemukan juga massa di abdomen yang nyeri tekan. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan adalah endoskopi usus untuk biopsi dan pemeriksaan radiologi barium kontras ganda. Terapi untuk ileitis terminalis adalah : istirahat yang cukup, menghentikan proses radang dengan obat-obatan yang disesuaikan dengan keluhan / gejala umum, peningkatan gizi. Terapi bedah diperlukan untuk memperbaiki keadaan dari usus ( komplikasi ), misal: obstruksi usus, gagal terapi menggunakan obat, abses, dan lain-lain. Prognosis kematian jangka panjang 2x dan lebih besar resikonya pada penderita muda. DAFTAR PUSTAKA Bailey's.H,Crohn's Disease in Emergency Surgery editor: Mc Nair. Tj, MD, F.R.C.S, ninth Eds, Bristol John Wright and Sons LTD Dunphy. J. E, M. D.,F. A. C. S., Botsford. T.W,M.D,F.A.C.S., Pemeriksaan Abdomen dalam Pemeriksaan Fisik Bedah Alih Bahasa Susanto. Th., dkk, Yayasan Essentia Medica, 1993,1993. Fielding.L.P, Emergencis Caused by Acute inflammatory and ischaemic Bowel disease in Bailey'sH. Emergency Surgery, Editor: Dudley.H.A.F, Eleventh eds. Bristol Wright Hamami. A. H, Pieter J, Riwanto

8 Ign, Tjambolong T, Usus halus, apendiks, kolon dan anorektum dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsuhidajat R, wim de jong. Edisi I, EGC, Jakarta, Levine.B.A, M.D., Aust.J.B, M.D., DH. D, Kelainan Bedah Usus Halus, dalam buku Buku Ajar Bedah, editor : Sabiston. D. C, Jr., M.D., Alih bahasa : Andrianto. P, dr., Timan. I. S., dr., editor : Oswari.J,dr., Bagian I, second eds, EGC, Jakarta, Sachdeva. R. K. dr., Traktus Gastrointestinalis, dalam Catatan Ilmu Bedah, alih bahasa : Handyanto, dr, editor: Erlan. Dr., edisi 5, Hipokrates, Jakarta, Schrock. T. R, M.D., Saluran Pencernaan dalam Ilmu Bedah, alih bahasa: Dharma. A, drs. Med, Lukmanto. D, DR., Gunawan, dr., edisi 7, EGC, Jakarta, Schwartz. S I, M.D., Crohn's Disease in Principles of Surgery Eds : Schwartz. S. I, M. D., Shires. G.T,M.D., Spencer. F. C, M. D., Storer. E. H., M. D., Third eds, Mc Graw-Hill International Book Company Singapore Storer. E. H., Small Intestine in Current Surgical Diagnosis & Treatmeant, Editor : Way. L. W, M. D., Ninth Eds, Pretice-Hall International Inc, 1991.

9

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

LAMPIRAN A GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENYAKIT CROHN

LAMPIRAN A GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENYAKIT CROHN RIWAYAT HIDUP Nama : Ati Setyowati NRP : 0210120 Tempat dan Tanggal Lahir : Sukabumi, 2 Juni 1976 Alamat : Jl. Setra Indah 29 Bandung Riwayat Pendidikan : 1988 lulus SD Yuwati Bhakti Sukabumi, 1991 lulus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Agus priyanto,2008). Apendisitis merupakan

Lebih terperinci

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu penyakit peradangan idiopatik pada traktus gastrointestinal yang umumnya menyerang daerah kolon dan rektal. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di Negara

Lebih terperinci

Rongga Mulut. rongga-mulut

Rongga Mulut. rongga-mulut Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Setiap manusia memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sari makanan dapat diangkut oleh darah dalam bentuk molekul-molekul yang kecil dan sederhana. Oleh

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa BAB 4 HASIL Hasil pengamatan sediaan patologi anatomi apendisitis akut dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sel-sel polimorfonuklear dapat dilihat pada gambar 6,7 dan tabel yang terlampir Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS

DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran pencernaan. Dua tipe

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini berkembang semakin cepat. Di dunia ini, diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson,

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ yang berawal dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Pada sistem pencernaan manusia terdiri

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus SISTEM PENCERNAAN MAKANAN SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus 5. Intestinum minor : Duodenum Jejenum Iliem 6. Intestinum mayor : Seikum Kolon

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit P e n g e r t i a n D i e t DASAR DIETETIK M u s l i m, M P H l m u D i e t I Cabang ilmu gizi yang mengatur pemberian makan pada kelompok/perorangan dalam keadaan sehat/sakit dengan memperhatikan syarat

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI 1. Pengertian Sistem Pencernaan Manusia PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta

Lebih terperinci

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS INFLAMMATORY BOWEL DISEASE (STUDI PUSTAKA) Ati Setyowati, 2006, Pembimbing : Freddy T. Andries, dr., M.S.

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS INFLAMMATORY BOWEL DISEASE (STUDI PUSTAKA) Ati Setyowati, 2006, Pembimbing : Freddy T. Andries, dr., M.S. ABSTRAK ETIOPATOGENESIS INFLAMMATORY BOWEL DISEASE (STUDI PUSTAKA) Ati Setyowati, 2006, Pembimbing : Freddy T. Andries, dr., M.S. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan penyakit radang saluran pencernaan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

Gambaran Radiologi Tumor Kolon

Gambaran Radiologi Tumor Kolon Gambaran Radiologi Tumor Kolon Oleh Janter Bonardo (09 61050 0770 Penguji : Dr. Pherena Amalia Rohani Sp.Rad Definisi Kanker kolon suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.6

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.6 1. Apendisitis disebabkan oleh... SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.6 Makanan masuk di umbai cacing dan membusuk Bakteri Kekurangan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah

Lebih terperinci

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen PENCITRAAN X-RAY Sejarah X-Ray Wilheim Conrad Roentgen DEFINISI Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet tetapi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest.

Pembahasan Video :http:// :1935/testvod/_definst_/mp4:(21). 8 SMP BIOLOGI/4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA/BIO mp4/manifest. 1. Perhatikan gambar sistem pencernaan berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Enzim pepsin dihasilkan oleh bagian yang benromor... 1 2 3 4 Kunci Jawaban : B Enzim

Lebih terperinci

Ibnu Sina Biomedika Volume 1, No. 2 (2017) 37

Ibnu Sina Biomedika Volume 1, No. 2 (2017) 37 CROHN DISEASE Humairah Medina Liza Lubis Departemen Patologi Anatomi Abstrak Crohn disease merupakan salah satu dari idiopathic inflammatory bowel disease disamping ulcerative colitis. Crohn disease, dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis terutama ditemukan di negara-negara

Lebih terperinci

BAGIAN 1: MENGAPA PERLU DETOKS?

BAGIAN 1: MENGAPA PERLU DETOKS? BAGIAN 1: MENGAPA PERLU DETOKS? Dikutip dari tulisan Ibu Andang Gunawan, ADN, ND (Majalah NIRMALA Mei 2004) - sebagian kecil tulisan asli dibuang Anda punya masalah sembelit, demam, flu, kelebihan berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, penggunaan antibiotik profilaksis untuk infeksi luka operasi (ILO) pada pembedahan harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.2. Parotitis. Diare. Apendisitis. Konstipasi

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.2. Parotitis. Diare. Apendisitis. Konstipasi SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.2 1. Kelainan yang terjadi karena ada sisa makanan di usus buntu, sehingga lama kelamaan terjadi peradangan adalah... Parotitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL DISUSUN OLEH : 1. SEPTIAN M S 2. WAHYU NINGSIH LASE 3. YUTIVA IRNANDA 4. ELYANI SEMBIRING ELIMINASI Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka PENCERNAAN DAN ABSORBSI PENCERNAAN Perubahan kimiawi bahan makanan lebih sederhana Karbohidrat Monosakarida Protein Asam amino Lemak Asam lemak, monoasilgliserol, gliserol Enzim hidrolase pencernaan, proses

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD Disusun oleh : Cristin Dita Irawati/ 111134027/ PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Standar Kompetensi Makhluk Hidup dan Proses kehidupan 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN KOLELITIASIS A. PENGERTIAN Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

Tumor IntraAbdomen. Kelompok IV

Tumor IntraAbdomen. Kelompok IV Tumor IntraAbdomen Kelompok IV Tumor adalah : merupakan kumpulan sel abdormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus mennerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan disekitarnya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi vital manusia agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik. Kandungan dalam makanan yang

Lebih terperinci

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan Bab 3 Sistem Pencernaan Sumber: Dok. Penerbit Gambar 3.1 Orang sedang makan Peta Konsep Pernahkah kamu berpikir dari manakah energi yang kamu peroleh untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti berolahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki posisi sangat penting dan strategis dari sisi kekayaan dan keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya (Walujo, 2011). Kekayaan dan keanekaragamannya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan

Lebih terperinci

Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan

Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan Terbentang dari sfinkter pilorus sampai katup ileosekal. Ada tiga bagian: duodenum, jejunum dan ileum. Saluran empedu umum bersatu dengan saluran pankreas membentuk

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran

Bab I PENDAHULUAN. derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gangguan saluran cerna merupakan penyakit yang sering di derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran pencernaan merupakan organ yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu.

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu. BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari

Lebih terperinci