BAB II DASAR TEORI. Terdapat dua metode dalam menampilkan atau melakukan scan pada video digital, yaitu progressive dan interlace [MED05].

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI. Terdapat dua metode dalam menampilkan atau melakukan scan pada video digital, yaitu progressive dan interlace [MED05]."

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI Dalam bab ini diuraikan dasar-dasar teori yang mendukung pelaksanaan Tugas Akhir, yaitu mengenai video, pengukuran kualitas antar video, steganografi, serta pembangkitan bilangan acak. 2.1 Video Video merupakan kumpulan berbagai gambar (frame) yang dirangkai sedemikian rupa, sehingga dapat menjadikan gambar tersebut seolah-olah bergerak. Jumlah gambar yang ditampilkan tiap detiknya disebut sebagai framerate, dengan satuan frames per second (fps). Semakin tinggi nilai framerate, maka makin banyak jumlah frame yang ditampilkan tiap detiknya, sehingga pergerakan antar gambar juga semakin cepat Metode Video Scan Terdapat dua metode dalam menampilkan atau melakukan scan pada video digital, yaitu progressive dan interlace [MED05]. 1. Progressive Metode progressive merupakan metode konvensional dalam proses menampilkan video, yaitu secara baris per baris dengan sekuensial, dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah. Contoh perangkat keras yang memakai metode ini adalah monitor CRT ataupun LCD pada komputer, atau High-Definition Television (HDTV). 2. Interlace Metode interlace menampilkan video dengan membagi baris-baris pada gambar menjadi dua bagian, yaitu baris bernomor ganjil dan baris bernomor genap. Setiap kumpulan baris tersebut dinamakan dengan field, sehingga terdapat dua buah field untuk satu gambar. Untuk memperlihatkan gambar secara utuh, kedua field ini harus ditampilkan secara bergantian. II-1

2 II-2 Contoh perangkat keras yang menggunakan metode ini adalah Low-Definition Television (LDTV). Contoh tampilan dengan kedua metode ditunjukkan oleh Gambar II 1. Kebutuhan bandwidth menjadi perbedaan diantara keduanya, dimana metode interlace hanya membutuhkan separuh bandwidth dari metode progressive. Hal ini diakibatkan karena metode interlace membagi gambar menjadi dua bagian, sehingga hanya setengah gambar tersebut yang dikirim pada setiap proses pengiriman dilakukan. Gambar II 1 Contoh tampilan frame dengan metode progressive dan interlace Namun demikian, metode interlace memiliki kelemahan dimana bidang garis kosong yang terdapat pada field dapat terlihat, apabila video dengan interlaced scanning dimainkan dengan kecepatan framerate yang lebih rendah [CAN08]. Metode interlace awalnya dibuat untuk menghemat bandwidth yang dibutuhkan oleh progressive. Namun perangkat keras yang ada sekarang ini sudah dapat mengirimkan dan memproses data berukuran besar dalam waktu relatif cepat, sehingga keperluan akan bandwidth yang besar oleh metode progressive tidak lagi menjadi kendala Sinyal Video Berdasarkan sinyal yang digunakan, video dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu video analog dan video digital. Video analog memakai sinyal analog dalam pengiriman data maupun pengolahan videonya, dimana sinyal tersebut memiliki komponen luminance dan chrominance dari video. Ada berbagai jenis format pada video analog; dua format diantaranya adalah [MED05]: 1. Phase Alternating Line (PAL) Format PAL memiliki 625 baris resolusi yang ditampilkan dengan kecepatan 25 fps. Format ini digunakan pada sistem penyiaran televisi di negara-negara Eropa, dan beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia.

3 II-3 2. National Television System Committee (NTSC) Format NTSC memiliki 525 baris resolusi yang ditampilkan dengan kecepatan 29,97 fps. Sistem penyiaran televisi di Amerika Serikat menggunakan format ini. Sedangkan video digital bekerja pada lingkungan digital, yang menggunakan sinyal digital dalam pengolahannya. Video digital dengan format uncompressed memiliki kualitas paling tinggi, sekaligus berukuran sangat besar, karena banyak sekali informasi gambar yang harus disimpan untuk dapat menampilkan video tersebut. Sebuah frame dengan resolusi 640 x 480 pixel yang disimpan dengan kualitas 24-bit per pixel akan berukuran sekitar 900 kilobytes. Jika frame tersebut dipakai pada video dengan framerate 25 fps, maka video dengan durasi satu detik saja akan berukuran 22,5 megabytes. Proses pengiriman video dengan ukuran sebesar ini tentu akan sangat tidak praktis. Untuk memperkecil ukuran video, dapat dilakukan proses kompresi dengan membuang data yang dianggap redundan pada video. Memang terdapat penurunan kualitas video, namun dengan mengatur parameter kompresi seperti jenis, tingkat, serta algoritma kompresi yang dipakai, akan dapat dihasilkan video dengan kualitas tidak jauh berbeda dengan video yang asli. Terdapat dua jenis kompresi yang dapat dilakukan, yaitu kompresi intraframe dan interframe. 1. Kompresi intraframe Proses pada kompresi ini berfokus pada sebuah frame saja, sehingga cara-cara pada kompresi ini mirip dengan kompresi pada gambar. Salah satu cara yang sering digunakan adalah melakukan transformasi frame ke dalam domain frekuensi, lalu melakukan pemotongan nilai dan proses kompresi lainnya pada nilai domain tersebut. Untuk menampilkan gambar kembali, digunakan kebalikan dari proses transformasi yang dipakai. Contohnya adalah kompresi gambar berformat JPEG yang menggunakan Discrete Cosine Transform (DCT) dan Inverse DCT (IDCT) sebagai proses transformasi [YOS01]. DCT pada kompresi JPEG menerima masukan berupa matriks gambar berukuran 8 x 8, yang kemudian mengubahnya menjadi matriks frekuensi dengan ukuran sama. Sedangkan proses IDCT yang merupakan kebalikan dari

4 II-4 DCT, akan mengembalikan koefisien pada matriks frekuensi menjadi matriks gambar. Persamaan DCT dapat dilihat pada persamaan berikut. (1) Sedangkan persamaan IDCT adalah sebagai berikut. (2) f(x,y) adalah nilai pada gambar, dimana x dan y merupakan koordinat titiknya. F(u,v) adalah nilai pada matriks frekuensi, dengan u dan v adalah koordinat matriks tersebut. C(i) = 1/ apabila nilai i sama dengan 0, dan C(i) = 1 apabila nilai i bukan 0. Terdapat dua jenis koefisien pada matriks frekuensi, yaitu koefisien DC dan koefisien AC. Koefisien DC merupakan nilai pada frekuensi 0. Jumlah koefisien ini hanya satu, dan terletak pada sudut kiri atas matriks frekuensi. Sedangkan 63 koefisien lainnya merupakan koefisien AC yang frekuensinya lebih besar dari 0; semakin ke kanan maka menunjuk pada frekuensi horizontal yang semakin tinggi; semakin bawah maka menunjuk pada frekuensi vertikal yang semakin tinggi [SOP08]. Gambar II 2 menunjukkan letak koefisien DC dan AC, serta alur proses DCT dan IDCT pada perubahan domain gambar. koefisien DC koefisien AC DCT IDCT domain spasial f(x,y) domain frekuensi F(u,v) domain spasial f(x,y) Gambar II 2 Alur DCT dan IDCT Pada kebanyakan gambar, nilai koefisien pada frekuensi tinggi bernilai kecil, sehingga pengaruhnya pada gambar juga kecil. Maka dengan membuang nilai pada frekuensi tinggi, dan menyimpan nilai pada frekuensi rendah, proses

5 II-5 kompresi dapat dilakukan. Proses pemotongan nilai ini dinamakan dengan proses kuantisasi, yaitu membagi matriks frekuensi dengan suatu nilai yang disebut sebagai matriks kuantisasi. Hasil yang diharapkan adalah nilai frekuensi tinggi pada matriks akan menjadi 0. Inilah proses dari kompresi intraframe yang paling banyak mengurangi data gambar. Untuk menampilkan gambar kembali, dilakukan proses dekuantisasi sebagai kebalikan dari proses ini, yaitu mengalikan nilai matriks frekuensi dengan matriks kuantisasi. Pemilihan nilai pada matriks kuantisasi dibebaskan pada encoder, dimana semakin besar nilainya maka kompresi akan semakin tinggi, sekaligus akan makin menurunkan kualitas. Salah satu matriks kuantisasi yang banyak digunakan [CCI93], terdapat pada contoh proses kuantisasi pada Gambar II 3. Gambar II 3 Contoh proses kuantisasi dan dekuantisasi Matriks frekuensi yang telah dikuantisasi biasanya banyak memiliki nilai 0 di bagian kanan bawah. Proses kompresi dilanjutkan dengan melakukan entropy coding untuk menyimpan matriks dengan urutan zig-zag, seperti pada Gambar II 4 [CCI93]. Dengan cara ini, nilai 0 akan terkumpul berurut sehingga penyimpanan nilai matriks ini dapat dipersingkat.

6 II-6 Gambar II 4 Urutan zig-zag pada entropy coding 2. Kompresi interframe Kebanyakan frame tidak memiliki perbedaan dengan frame berikutnya, yaitu hanya sedikit bagian yang berubah, atau bahkan tidak terdapat perbedaan sama sekali. Oleh karena itu, rangkaian frame tersebut tidak perlu disimpan semuanya, cukup hanya menyimpan beberapa frame sebagai referensi, dan sisanya hanya menyimpan perubahan-perubahan yang terjadi dari frame tersebut. Pencarian perubahan antar blok pada frame yang berbeda dinamakan dengan motion estimation. Nilai pergeseran lokasi antar kedua blok dinamakan dengan motion vector, dan nilai inilah yang disimpan. Sedangkan proses kebalikannya, yaitu mengaplikasikan motion vector pada frame untuk memperoleh frame berikutnya disebut dengan motion compensation Format Video Digital Format pada video digital disebut juga sebagai video codec. Sebuah codec memiliki karakteristiknya masing-masing, seperti teknik kompresi yang digunakan, struktur file video, batas maksimum bit-rate yang bisa dipakai, atau fitur-fitur lain yang terdapat pada video tersebut. Terdapat banyak video codec yang tersedia, beberapa contoh diantaranya adalah: 1. MPEG-1 (MPG), yang dibuat oleh Moving Picture Experts Group (MPEG) Video dengan format ini menggunakan DCT sebagai kompresi intraframe, dan motion estimation sebagai kompresi interframe. Pada dokumen spesifikasinya, terdapat cara encode audio codec yang biasanya digabungkan dengan video MPEG-1, yang disebut juga sebagai MPEG-1 Layer III (MP3). Contoh penggunaan video MPEG-1 adalah Video Compact Disc (VCD) [BER08].

7 II-7 2. H.263, yang dibuat oleh ITU-T Format ini juga menggunakan DCT sebagai kompresi intraframe, serta motion estimation sebagai kompresi interframe. Video dengan format H.263 cocok digunakan untuk keperluan video conference, karena bit-rate yang digunakan rendah [ITU05]. 3. RealVideo (RV), yang dibuat oleh RealNetwork Pada versi awal, format ini menggunakan codec H.263 sebagai dasar pembuatannya, sedangkan versi berikutnya memakai dasar codec H.264. Bitrate dari codec RealVideo juga rendah, sehingga cocok dipakai pada streaming video. Biasanya video ini dipasangkan dengan audio codec RealAudio yang juga dibuat oleh RealNetwork [MCW07]. 4. Windows Media Video (WMV), yang dibuat oleh Microsoft Video codec ini dibuat berdasarkan codec MPEG-4, yang merupakan pengembangan lebih lanjut daripada MPEG-1. Biasanya video ini digabungkan dengan audio codec Windows Media Audio. Beberapa stasiun radio yang melakukan penyiaran secara on-line menggunakan codec ini untuk melakukan streaming video [COO08] Multimedia Container Multimedia container merupakan suatu format yang dapat menyimpan berbagai multimedia seperti video dan audio, sehingga dapat menampilkan video tersebut serta memainkan latar suara secara bersamaan. Istilah multimedia container sering dipertukarkan dengan istilah video, sehingga sering muncul ambiguitas antara video sebagai container atau sebagai codec. Beberapa contoh multimedia container adalah: 1. MPEG-4 Part 14 (MP4), yang dibuat oleh MPEG Container ini menggunakan struktur file format yang telah distandarisasi oleh ISO, yaitu ISO based media file format. Dukungan video codec yang dimiliki yaitu H.263, WMV, serta semua video dan audio codec yang dibuat oleh MPEG [APP08].

8 II-8 2. RealMedia (RM), yang dibuat oleh RealNetwork Video dan audio codec yang didukung oleh RealMedia hanya terbatas pada buatan RealNetwork, yaitu RealVideo dan RealAudio [MCW07]. 3. 3GP, yang dibuat oleh 3rd Generation Partnership Project (3GPP) Container 3GP ditujukan untuk keperluan MMS (Multimedia Messaging Service), download, atau streaming, yang juga didukung oleh kebanyakan perangkat mobile phone saat ini. Video codec yang didukung antara lain H.263, H.264, dan MPEG-4, sedangkan audio codec yang didukung adalah AMR dan AAC [3GP07]. 4. Audio Video Interleave (AVI), yang dibuat oleh Microsoft Format ini mendukung DivX, Cinepak, dan Indeo codec sebagai video, dan MP3 sebagai audio codec. Video dengan format uncompressed juga dapat dikandung oleh AVI [MIC07]. 5. Matroska (MKV), yang dibuat oleh Matroska Development Team Merupakan open source multimedia container, sehingga dapat mendukung hampir semua video dan audio codec yang ada. Container ini dibuat dengan menggunakan binary XML, sehingga proses pembacaan atau penulisan container ini menjadi lambat dikarenakan kompleksitas desainnya [MAT08]. Pada pengerjaan Tugas Akhir, dipakai format 3GP sebagai multimedia container, dengan video codec H.263. Penjelasan lebih detil mengenai format 3GP dapat dilihat pada Lampiran A, sedangkan codec H.263 dapat dilihat pada Lampiran B Color Space Sebuah warna dapat direpresentasikan sebagai gabungan dari komponen-komponen tertentu. Jenis kombinasi komponen ini dinamakan dengan color space. Perbedaan dari tiap color space adalah jumlah variasi warna yang bisa dihasilkan, tingkat kompresi, beserta kompleksitas perhitungannya. Terdapat dua jenis kombinasi komponen color space yang paling banyak digunakan, yaitu: 1. Kombinasi warna Sebuah warna dapat direpresentasikan dengan tiga buah warna dasar, dan warna yang dihasilkan merupakan kombinasi dari intensitas masing-masing

9 II-9 komponen warna. Warna dasar tersebut adalah merah, hijau, dan biru (RGB), yang juga merupakan salah satu color space. Intensitas masing-masing warna berkisar antara 0 hingga 255; apabila nilai R, G, dan B sama dengan 0 akan menghasilkan warna hitam, sedangkan nilai R, G, dan B sama dengan 255 menjadi warna putih. Color space ini dipakai pada tampilan monitor, atau televisi. Contoh lainnya adalah CMYK, yang memakai warna dasar cyan, magenta, dan yellow. Warna cyan merupakan gabungan dari warna hijau dan biru, magenta dari warna merah dan biru, sedangkan yellow dari warna merah dan hijau. Color space ini merupakan kebalikan dari RGB, dimana nilai C, M, dan Y sama dengan 255 akan menghasilkan warna hitam. Color space ini biasanya digunakan pada printer, sehingga terdapat komponen warna hitam yang berdiri sendiri, dengan alasan akan lebih murah apabila warna hitam dicetak dengan tinta hitam daripada gabungan dari tinta berwarna [DIG08]. 2. Luminance dan chrominance Mata manusia lebih peka terhadap detil kecerahan suatu gambar daripada warna gambar. Oleh karena itu, kecerahan dapat dijadikan suatu komponen penting dalam merepresentasikan warna. Color space dengan kombinasi ini memiliki tiga buah komponen, yaitu sebuah komponen luminance dan dua buah komponen chrominance [DIS08]. Informasi yang disimpan oleh komponen luminance adalah kecerahan pada gambar, yaitu seperti grayscale dari gambar tersebut. Sedangkan informasi warna yang disimpan oleh chrominance adalah nilai warna merah dan biru, dan nilai warna hijau akan didapat dari dua warna tersebut. Seringkali pada prosesnya, dilakukan reduksi pada nilai chrominance, dengan tujuan untuk mengurangi data yang disimpan. Efek pengurangan nilai ini tidak banyak berpengaruh pada kualitas video, karena perbedaannya tidak dapat dipersepsi oleh manusia. Contoh color space yang memakai kombinasi jenis ini adalah YUV dan YCbCr. Perbedaan antar color space ini terletak pada nilai komponen chrominance yang dikandung, yaitu seberapa besar persentase nilai merah dan

10 II-10 biru yang disimpan. Persamaan untuk melakukan konversi nilai dari color space RGB ke YUV dapat dilihat pada persamaan (3), sedangkan konversi ke YCbCr dapat dilihat pada persamaan (4). (3) (4) 2.2 Pengukuran Kualitas Video Dalam melakukan encode video, biasanya terdapat perubahan-perubahan seperti efek blurring, sharpening, atau timbulnya noise. Oleh karena itu, biasanya dilakukan pengukuran kualitas video terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana hasil encode video tersebut; apakah kualitasnya mirip dengan video yang asli atau tidak. Terdapat dua cara pengukuran, yaitu subjektif dan objektif. Subjektif berarti kualitas video ditentukan oleh para penonton video tersebut. Pendapat dari penonton akan beraneka ragam, karena sangat tergantung dari persepsi dan standar masing-masing. Oleh karena itu, dibutuhkan data yang cukup banyak untuk mendapatkan data yang akurat. Hal ini menyebabkan pengukuran dengan cara ini akan memakan banyak waktu dan tenaga. Cara objektif merupakan pengukuran secara matematika terhadap video yang diukur, dan dapat dikerjakan otomatis oleh komputer. Ada atau tidaknya video referensi, mengklasifikasikan cara ini menjadi tiga jenis, yaitu apabila video referensi tersedia secara penuh (full reference), hanya sebagian video referensi yang tersedia (reduced reference), atau tidak tersedianya video referensi (no reference). Pengukuran video secara objektif biasanya dilakukan pada full reference, sehingga terdapat video asli sebagai perbandingan [WAN04]. Metode pengukuran kualitas video secara objektif dilaksanakan dengan mengukur kualitas pada tiap frame video, kemudian diambil nilai rata-ratanya. Dua buah contoh metode pengukuran kualitas antar dua frame adalah PSNR dan SSIM.

11 II Peak Signal to Noise Radio (PSNR) Perhitungan PSNR akan menilai kemiripan gambar berdasarkan besarnya perbedaan yang dianggap sebagai kerusakan pada salah satu gambar. Nilai pada PSNR merupakan hasil pembagian dari kekuatan sinyal maksimal yang diterima, dengan sinyal noise. Cara menghitung PSNR ditunjukkan pada persamaan berikut. (5) MAX I adalah nilai warna maksimum pada suatu pixel, yang bernilai 255 untuk gambar bitmap 24-bit. Sedangkan MSE, atau Mean Square Error adalah suatu nilai noise. Tingkat kemiripan yang tinggi akan didapat apabila nilai error (MSE) yang dimasukkan kecil, sehingga nilai PSNR menjadi besar. Satuan nilai PSNR adalah desibel (db). 2. Structural Similarity (SSIM) Sinyal pada gambar membawa informasi tentang struktur objek pada gambar, dan mata manusia dapat mengekstraksi informasi struktur pada gambar dengan mudah. Oleh karena itu, metode SSIM bekerja dengan membandingkan kesamaan struktur gambar tersebut. Gambar II 5 Diagram sistem pengukuran SSIM Informasi struktur suatu objek tidak bergantung pada kecerahan gambar. Oleh karena itu, gambar dipisahkan ke dalam tiga buah komponen, yaitu luminance, contrast, dan struktur, seperti yang terlihat pada Gambar II 5. Ketiga

12 II-12 komponen tersebut masing-masing akan dibandingkan, kemudian hasilnya dikombinasikan dan menjadi sebuah nilai SSIM [WAN04]. Komponen luminance didapatkan dengan mengambil semua nilai luminance pada gambar, kemudian dicari rata-ratanya. Persamaan mencari nilai ini ditunjukkan pada persamaan (6), dan perbandingan luminance ditunjukkan pada persamaan (7). N adalah banyaknya sinyal luminance yang diterima, dengan x adalah nilai luminance-nya. dan adalah nilai rata-rata luminance pada masing-masing gambar, dan l(x,y) adalah nilai perbedaan luminance-nya. Sebuah konstanta C 1 dimasukkan ke dalam persamaan (7) untuk mencegah terjadinya pembagian dengan 0. C 1 bernilai (K 1 L) 2, dimana K 1 adalah konstanta yang nilainya di bawah 1, dan L berkisar antara 0 sampai nilai piksel maksimum (255 untuk gambar bitmap 24-bit). (6) (7) Komponen contrast didapatkan dengan memakai standar deviasi dari nilai sinyal asli dikurangi dengan rata-rata luminance, yang ditunjukkan pada persamaan (8). dan adalah nilai contrast pada masing-masing gambar, dan c(x,y) merupakan perbedaan contrast dari kedua gambar, yang ditunjukkan pada persamaan (9). Serupa pada persamaan (7), dimasukkan konstanta C 2 untuk mencegah terjadinya pembagian dengan 0. Nilai dari C 2 bernilai (K 2 L) 2, dimana K 2 adalah konstanta yang nilainya di bawah 1, dan L berkisar antara 0 sampai nilai piksel maksimum. (8) (9)

13 II-13 Perbandingan komponen struktur dilakukan memakai sinyal sisa dibagi dengan standar deviasinya, yaitu dan. Persamaan untuk mencari nilai perbandingan ini adalah sebagai berikut. (10) dimana (11) Koefisien C 3 dimasukkan untuk menghindari pembagian dengan 0, dan C 3 = (K 3 L) 2, dimana K 3 adalah konstanta yang nilainya di bawah 1, dan L berkisar antara 0 sampai nilai piksel maksimum. Dengan menggunakan nilai perbandingan komponen luminance pada (7), contrast pada (9), dan struktur pada (10), pencarian nilai SSIM dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (12). Kisaran nilai SSIM adalah antara 0 hingga 1, dimana gambar yang dibandingkan tingkat kemiripannya tinggi akan mendekati nilai 1. (12) Sinyal gambar yang dibandingkan pada SSIM dapat dilakukan secara penuh, atau dipotong per blok-blok. Apabila dilakukan per bagian, maka nilai SSIM yang dihasilkan juga akan sebanyak jumlah bagian tersebut. Supaya didapatkan sebuah nilai saja, maka dapat dicari nilai rata-rata dari semua nilai yang telah dihasilkan, dan disebut sebagai Mean SSIM (MSSIM). Persamaan (13) menunjukkan cara untuk mendapatkan nilai ini. (13)

14 II Steganografi Steganografi merupakan salah satu bagian dari kriptografi, yaitu ilmu dan seni dalam menyembunyikan pesan rahasia sedemikian sehingga manusia tidak dapat menyadari keberadaan pesan tersebut. Teknik steganografi sudah dilakukan sejak tahun 440 B.C. oleh Bangsa Yunani, dimana pengiriman pesan dilakukan dengan cara mencukur habis kepala seorang budak, lalu menuliskan pesan tersebut pada kulit kepalanya. Kemudian budak tersebut dikirim setelah pesan tertutupi oleh rambut yang tumbuh. Pesan dapat dibaca dengan mencukur kembali rambut mereka [ROB04]. Pada masa kini, steganografi lebih banyak dilakukan pada data digital, dengan menggunakan bentuk media digital seperti teks, gambar, audio, atau video. Steganografi digital lebih menekankan kepada bagaimana cara penyisipan pesan dapat dikerjakan tanpa banyak mengubah kualitas media tersebut. Proses steganografi mirip dengan digital watermarking, namun berbeda dalam fokus dan tujuan pemakaiannya. Digital watermarking berfokus pada media yang menjadi tempat penyisipan, dan tujuannya adalah untuk memproteksi media tersebut, sehingga tidak terlalu bermasalah apabila perubahan yang diakibatkan terlihat atau tidak. Sedangkan steganografi berfokus pada pesan yang disisipkan, dan bertujuan untuk menyembunyikan pesan tersebut ke dalam media, sehingga hasil dari proses penyisipan tidak boleh terlihat atau terdeteksi [JOH98]. Gambar II 6 Proses penyisipan pesan Gambar II 7 Proses ekstraksi pesan

15 II-15 Steganografi meliputi dua buah proses, yaitu penyisipan dan ekstraksi pesan. Contoh penyisipan suatu pesan dengan media gambar dapat dilihat pada Gambar II 6, sedangkan proses ekstraksi pesan diperlihatkan pada Gambar II 7. Proses penyisipan pesan pada steganografi membutuhkan dua buah masukan, yaitu pesan yang ingin disembunyikan, dan media penyisipan. Hasil dari proses ini dinamakan dengan stego-object, yaitu suatu media yang mirip dengan media pada masukan, yang sudah terdapat pesan tersembunyi di dalamnya. Kebanyakan media yang merupakan stego-object tidak dapat dikembalikan lagi seperti semula, karena data dari media stego-object sudah diubah. Pada implementasinya, biasanya terdapat masukan lain yang ditambahkan, yaitu sebuah kunci atau sandi rahasia untuk memperketat keamanan. Penggunaan kunci ini digunakan sebagai pengacak pada penyisipan. Contoh pada media gambar adalah blok-blok mana saja yang menjadi tempat disisipkannya pesan tersebut, atau bagaimana urutan frame yang akan digunakan sebagai tempat penyisipan pada media video. Hanya kunci yang benar yang dapat mengambil kembali pesan asli secara utuh. Apabila kunci yang dimasukkan salah, maka proses ekstraksi pesan akan gagal, atau menghasilkan pesan yang salah. Proses penyisipan pesan dengan menggunakan kunci terdapat pada Gambar II 8, sedangkan proses ekstraksi pesan ditunjukkan pada Gambar II 9. Terlihat pada proses ekstraksi dengan menggunakan kunci yang salah, akan dibaca blok-blok yang tidak sesuai sehingga menghasilkan pesan yang berbeda dengan yang asli. + Penyisipan Pesan Media Pesan Blok berisi pesan Stego-object Kunci Gambar II 8 Proses penyisipan pesan memakai kunci

16 II-16 Ekstraksi Pesan Stego-object Blok berisi pesan Kunci yang benar Ekstraksi Pesan Stego-object Blok yang acak Kunci yang salah Gambar II 9 Proses ekstraksi pesan memakai kunci Terdapat banyak teknik-teknik penyisipan yang dapat diterapkan pada media video atau gambar, diantaranya adalah Least Significant Bit Insertion, Masking and Filtering, dan Transformations [INS08] Least Significant Bit Insertion Cara yang dilakukan pada metode ini adalah mengganti least significant bit (LSB) dari media dengan bit-bit pesan. Biasanya diterapkan pada format gambar atau video yang tidak dikompresi, seperti bitmap 24-bit, atau AVI. Gambar II 10 Penyisipan data menggunakan LSB Insertion Contoh penggunaan metode LSB Insertion pada gambar bitmap 24-bit dapat dilihat pada Gambar II 10. Pada gambar, diambil sebuah daerah acak yang memiliki tiga pixel, dimana masing-masing pixel memiliki 24-bit data yang terdiri dari 8-bit warna merah, 8-bit warna hijau, dan 8-bit warna biru. Pesan yang disisipkan adalah sebuah

17 II-17 karakter a, dengan bilangan ASCII-nya adalah 97, atau dalam format biner. Hasil dari penyisipan ditunjukkan dengan bit yang bergarisbawah sebagai bit pesan, dimana bit yang dicetak tebal adalah bit yang berubah. Akibat dari penyisipan ini adalah bertambah/berkurangnya nilai warna tertentu pada pixel tersebut sebesar 1-bit, dan manusia tidak dapat mendeteksi perubahan yang sekecil ini. Oleh karena efek perubahannya yang kecil, beserta kemudahan dalam mengimplementasi algoritmanya, metode LSB Insertion merupakan metode yang paling populer digunakan. Akan tetapi gambar hasil penyisipan ini tidak tahan terhadap manipulasi gambar, seperti mengubah ukuran resolusi gambar, atau pengubahan format gambar ke format lain. Perlakuan demikian akan merusak bit-bit pesan di dalamnya, sehingga tidak dapat dibaca kembali Masking and Filtering Teknik ini menyisipkan pesan langsung pada bagian yang tampak pada gambar, namun dilakukan sedemikian rupa tanpa memberikan efek yang dapat dideteksi oleh manusia. Prosesnya mirip pada digital watermarking, yaitu dengan cara mengubah nilai luminance pada area-area tertentu dalam gambar. Gambar II 11 menunjukkan hasil digital watermarking, dengan menampakkan area berbentuk tulisan dimana nilai luminance-nya telah dinaikkan sebesar 15 persen. Dengan memperkecil perubahan nilai ini, misalnya hanya sebesar 10 atau 8 persen, maka pesan dapat disisipkan tanpa memperlihatkan efek pada gambar [JOH98]. Gambar II 11 Contoh gambar dengan watermark

18 II-18 Karena penyisipan pesan dilakukan langsung ke dalam gambar, maka gambar dengan lossy compression dapat digunakan. Gambar yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap beberapa proses manipulasi gambar, seperti perubahan format gambar ke format lain, pemotongan, atau rotasi Transformations Metode ini menyisipkan pesan dalam domain frekuensi, bukan pada domain spasial seperti dua metode sebelumnya. Oleh karena itu, cara ini hanya dapat dipakai pada format gambar yang disimpan dalam domain frekuensi, seperti JPEG yang menggunakan Discrete Cosine Transform (DCT) sebagai proses transformasi domain. Persamaan transformasi DCT telah didefinisikan pada persamaan (1). Gambar II 12 Contoh proses penyisipan pada koefisien DCT Proses penyisipan pesan pada koefisien DCT, atau disebut sebagai DCT Modification, dicontohkan pada Gambar II 12. Terdapat matriks frekuensi hasil DCT berukuran 8 x 8 yang menunjuk suatu area tertentu. Pesan yang ingin ditambahkan adalah bit atau karakter a, dan hasilnya ditunjukkan dengan angka-angka pada matriks di sebelah kanan yang digarisbawahi. Angka yang dicetak tebal berarti telah mengalami perubahan dengan nilai aslinya. Detil dari perubahan pada koefisien tersebut adalah sebagai berikut: -26 ( ) > -26 ( ) -3 ( ) > -3 ( ) -6 ( ) > -7 ( ) 2 ( ) > 2 ( ) 2 ( ) > 2 ( ) -2 ( ) > -2 ( ) -4 ( ) > -4 ( ) -3 ( ) > -3 ( )

19 II-19 Perubahan pada angka 1 dapat menjadikannya nilai 0, dan juga sebaliknya. Hal ini dapat menyebabkan ukuran file gambar berubah, karena proses entropy coding yang digunakan untuk menyimpan data dipengaruhi oleh jumlah 0 pada matriks. Oleh karena itu, angka 1 atau 0 pada matriks tidak diikutsertakan dalam penyisipan. Penyisipan pesan pada matriks frekuensi memang akan mempengaruhi area tersebut, namun karena penyisipan data dilakukan pada domain frekuensi, perubahan yang terjadi tidak mengubah bagian yang tampak pada gambar. 2.4 Pembangkitan Bilangan Acak Konsep pembangkitan bilangan acak banyak sekali ditemukan dalam teori di bidang kriptografi, karena inti dari pembangkitan bilangan acak adalah memberikan sebuah deretan angka, dimana akan sangat sulit untuk memprediksi bagaimana deretan angka tersebut. Contohnya adalah terdapat suatu metode enkripsi yang membutuhkan sebuah nilai tertentu sebagai masukan untuk pertama kalinya, dan nilai ini haruslah seacak mungkin supaya kemanan enkripsi ini tidak dapat diserang oleh pihak ketiga. Algoritma pembangkit bilangan acak membutuhkan suatu angka yang dinamakan dengan seed, dimana deretan bilangan acak yang dihasilkan akan tergantung dari nilai seed tersebut. Nilai seed yang sama akan menghasilkan deretan yang sama pula. Dan bilangan acak yang dihasilkan ini sebenarnya tidak benar-benar acak, karena deretan bilangan tersebut akan berulang setelah periode tertentu. Oleh karena itu, bilangan acak ini disebut juga pseudo-random number. (14) Salah satu algoritma untuk membangkitkan deretan bilangan acak adalah linear congruential algorithm (LCG), yang ditunjukkan pada persamaan (14). x i+1 merupakan bilangan acak yang dihasilkan, dan akan tergantung dari nilai a, c, m, dan bilangan acak sebelumnya, yaitu x i. Nilai i berkisar dari 0 hingga banyaknya jumlah deretan yang diinginkan, dimana i = 0 akan menunjuk kepada nilai seed. Contoh impelemntasi algoritma LCG adalah pada bahasa pemrograman Java, dengan nilai default a = 0x5deece66d L, c = 11, dan m = Pada Tugas Akhir, akan digunakan algoritma LCG yang sudah disediakan pada Java. [LIN06].

Studi Dan Implementasi Steganografi Pada Video Digital Di Mobile Phone Dengan DCT Modification

Studi Dan Implementasi Steganografi Pada Video Digital Di Mobile Phone Dengan DCT Modification Studi Dan Implementasi Steganografi Pada Video Digital Di Mobile Phone Dengan DCT Modification Paul Gunawan Hariyanto (13504023) Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS MASALAH

BAB III ANALISIS MASALAH BAB III ANALISIS MASALAH Bab ini mencakup analisis permasalahan pada Tugas Akhir seperti bagaimana proses penyisipan pada video, proses ekstraksi, penggunaan kunci untuk menambah keamanan, serta proses

Lebih terperinci

Pada tugas akhir ini citra yang digunakan adalah citra diam.

Pada tugas akhir ini citra yang digunakan adalah citra diam. BAB II DASAR TEORI Bab ini berisi penjelasan mengenai seluruh dasar teori yang berkaitan dengan kegiatan tugas akhir. Dasar dasar teori yang akan dijelaskan adalah penjelasan mengenai citra, penjelasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas landasan teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, jenis-jenis citra digital, metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi bagian pendahuluan, yang mencakup latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan, metologi, serta sistematika pembahasan dari Tugas Akhir ini. 1.1 Latar Belakang Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi internet dalam beberapa tahun terakhir ini, telah membawa perubahan besar bagi distribusi media digital. Media digital yang dapat berupa

Lebih terperinci

STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH

STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH Fahmi Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kriptografi

TINJAUAN PUSTAKA. Kriptografi Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: Instansi pemerintah, perusahaan atau perorangan. Diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai alternatif keamanan informasi dalam

Lebih terperinci

Studi dan Implementasi Steganografi pada Video Digital di Mobile Phone dengan DCT Modification

Studi dan Implementasi Steganografi pada Video Digital di Mobile Phone dengan DCT Modification Studi dan Implementasi Steganografi pada Video Digital di Mobile Phone dengan DCT Modification LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat kelulusan tingkat sarjana oleh : Paul Gunawan Hariyanto / 13504023

Lebih terperinci

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p =

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p = tulisan. Secara umum, steganografi dapat diartikan sebagai salah satu cara menyembunyikan suatu pesan rahasia (message hiding) dalam data atau pesan lain yang tampak tidak mengandung apa-apa sehingga keberadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 1. Citra diam yaitu citra tunggal yang tidak bergerak. Contoh dari citra diam adalah foto.

BAB II DASAR TEORI. 1. Citra diam yaitu citra tunggal yang tidak bergerak. Contoh dari citra diam adalah foto. BAB II DASAR TEORI Bab ini berisi penjelasan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan tugas akhir. Dasar teori yang akan dijelaskan meliputi penjelasan mengenai citra, penjelasan mengenai citra GIF,

Lebih terperinci

FORMAT FILE VIDEO. 1. ASF ( Advanced Streaming Format / Advanced System Format )

FORMAT FILE VIDEO. 1. ASF ( Advanced Streaming Format / Advanced System Format ) FORMAT FILE VIDEO 1. ASF ( Advanced Streaming Format / Advanced System Format ) Merupakan format yang dikembangkan oleh Microsoft yang digunakan untuk audio video digital. Didesain untuk streaming dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia digital, terutama dengan berkembangnya internet, menyebabkan informasi dalam berbagai bentuk dan media dapat tersebar dengan cepat tanpa

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS STEGANOGRAFI VIDEO DENGAN MENYISIPKAN TEKS MENGGUNAKAN METODE DCT

PERANCANGAN DAN ANALISIS STEGANOGRAFI VIDEO DENGAN MENYISIPKAN TEKS MENGGUNAKAN METODE DCT PERANCANGAN DAN ANALISIS STEGANOGRAFI VIDEO DENGAN MENYISIPKAN TEKS MENGGUNAKAN METODE DCT PLANNING AND ANALYSIS VIDEO STEGANOGRAPHY BY EMBEDDING TEXT WITH DISCRETE COSINE TRANSFORM METHOD 1 Ryan Anggara,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi terutama pada dunia digital pada saat ini memungkinkan informasi dalam berbagai bentuk dan media dapat tersebar dengan cepat tanpa batas ruang

Lebih terperinci

VIDEO By y N ur N ul ur Ad A h d ay a a y n a ti t 1

VIDEO By y N ur N ul ur Ad A h d ay a a y n a ti t 1 VIDEO By Nurul Adhayanti 1 VIDEO teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi penjelasan mengenai teori teori yang berkaitan dengan skripsi. Dasar teori yang akan dijelaskan meliputi penjelasan mengenai citra, penjelasan mengenai citra GIF, penjelasan

Lebih terperinci

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital. PSNR Histogram Nilai perbandingan antara intensitas maksimum dari intensitas citra terhadap error citra. Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra

Lebih terperinci

Tabel 6 Skenario pengujian 4

Tabel 6 Skenario pengujian 4 7 Tabel 6 Skenario pengujian 4 Cover Rhinos.avi & Vipmen.avi bit 1-8 bit Berkas pesan karakter Test.txt 197 Daftar.txt 15.384 TestCase.txt 33.792 5 Pengujian kualitas stegovideo secara objektif menggunakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY MENGGUNAKAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM

IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY MENGGUNAKAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY MENGGUNAKAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM Ahmad Adil Faruqi 1, Imam Fahrur Rozi 2 1,2 Teknik Informatika, Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Malang 1 ahmadadilf@gmail.com,

Lebih terperinci

TEKNIK MULTIMEDIA. PERTEMUAN 4 Dosen : Bella Hardiyana S. Kom

TEKNIK MULTIMEDIA. PERTEMUAN 4 Dosen : Bella Hardiyana S. Kom TEKNIK MULTIMEDIA PERTEMUAN 4 Dosen : Bella Hardiyana S. Kom BAB IV VIDEO VIDEO Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Pertukaran data dan informasi semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Pertukaran data dan informasi semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komputer saat ini sangatlah pesat dan menjadi kebutuhan bagi sebagian besar manusia. Pertukaran data dan informasi semakin mudah dan

Lebih terperinci

Penyembunyian Pesan pada Citra Terkompresi JPEG Menggunakan Metode Spread Spectrum

Penyembunyian Pesan pada Citra Terkompresi JPEG Menggunakan Metode Spread Spectrum Penyembunyian Pesan pada Citra Terkompresi JPEG Menggunakan Metode Spread Spectrum Winda Winanti (13505017) Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Bandung

Lebih terperinci

PENYISIPAN WATERMARK MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA CITRA DIGITAL

PENYISIPAN WATERMARK MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA CITRA DIGITAL Jurnal Informatika Polinema ISSN: 407-070X PENYISIPAN WATERMARK MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA CITRA DIGITAL Reza Agustina, Rosa Andrie Asmara Teknik Informatika, Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

Studi analisis dan perbandingan teknik steganografi citra pada domain spasial, domain frekuensi, dan domain kompresi

Studi analisis dan perbandingan teknik steganografi citra pada domain spasial, domain frekuensi, dan domain kompresi Studi analisis dan perbandingan teknik steganografi citra pada domain spasial, domain frekuensi, dan domain kompresi Fadhil Muhtadin - 13517 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Steganografi Berbasis JPEG dengan Tabel Kuantisasi yang Dimodifikasi Kris Reinhard /

Aplikasi Metode Steganografi Berbasis JPEG dengan Tabel Kuantisasi yang Dimodifikasi Kris Reinhard / Aplikasi Metode Steganografi Berbasis JPEG dengan Tabel Kuantisasi yang Dimodifikasi Kris Reinhard / 0522094 Email : kris_putih05@yahoo.co.id Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jalan Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Multimedia Sebelum membahas tentang watermarking sebagai perlindungan terhadap hak cipta, ada baiknya terlebih dahulu dibicarakan tentang pengertian multimedia. Multimedia memiliki

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. Perancangan aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. Perancangan aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Perancangan aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan prototyping model. Metode ini memiliki 3 tahapan seperti yang sudah ditulis di dalam Bab 2, yaitu pengumpulan

Lebih terperinci

Penerapan Steganografi Video Dengan Metode Discrete Cosine Transform

Penerapan Steganografi Video Dengan Metode Discrete Cosine Transform Penerapan Steganografi Video Dengan Metode Discrete Cosine Transform Abdi Ansor STMIK Budi Darma Medan, Jl. Sisingamangaraja No. 338 Medan, Sumatera Utara, Indonesia E-Mail : abdiansor@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS Efriawan Safa (12110754) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisimangaraja No. 338 Simpang Limun www.inti-budidarma.com

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI WATERMARKING PADA VIDEO

BAB III IMPLEMENTASI WATERMARKING PADA VIDEO BAB III IMPLEMENTASI WATERMARKING PADA VIDEO Pada Tesis ini implementasi watermarking pada video mengujicobakan prosedur penyisipan watermark yang berbeda yaitu watermark disisipkan pada komponen DC dalam

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA. lain. Proses mengubah citra ke bentuk digital bisa dilakukan dengan beberapa perangkat,

KOMPRESI CITRA. lain. Proses mengubah citra ke bentuk digital bisa dilakukan dengan beberapa perangkat, KOMPRESI CITRA Dalam kesempatan ini saya mencoba untuk menjelaskan apa itu kompresi citra dan bagaimana cara-cara format citra dengan menggunakan BMP, PNG, JPEG, GIF, dan TIFF. Kompresi citra itu adalah

Lebih terperinci

Teknik Penyembunyian Pesan Rahasia Pada Berkas Video

Teknik Penyembunyian Pesan Rahasia Pada Berkas Video Teknik Penyembunyian Pesan Rahasia Pada Berkas Video Mohamad Ray Rizaldy NIM : 13505073 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if15073@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT Tulus Sepdianto 1206100002 PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan internet secara global Distribusi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Kata steganografi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari steganos (tersembunyi) graphen (menulis), sehingga bisa diartikan sebagai tulisan yang tersembunyi.

Lebih terperinci

STEGANOGRAPHY CHRISTIAN YONATHAN S ELLIEN SISKORY A. 07 JULI 2015

STEGANOGRAPHY CHRISTIAN YONATHAN S ELLIEN SISKORY A. 07 JULI 2015 STEGANOGRAPHY 1211501075 - CHRISTIAN YONATHAN S. 1211503394 ELLIEN SISKORY A. 07 JULI 2015 FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS BUDI LUHUR JULI 2015 ~ 1 ~ 1.1 Definisi Steganografi Steganografi adalah

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE MOST SIGNIFICANT BIT UNTUK PENYISIPAN PESAN TEKS PADA CITRA DIGITAL

PENERAPAN METODE MOST SIGNIFICANT BIT UNTUK PENYISIPAN PESAN TEKS PADA CITRA DIGITAL Pelita Informatika Budi Darma, Volume : IV, Nomor:, Agustus 23 ISSN : 23-9425 PENERAPAN METODE MOST SIGNIFICANT BIT UNTUK PENYISIPAN PESAN TEKS PADA CITRA DIGITAL Harry Suhartanto Manalu (9259) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra merupakan representasi (gambaran) dari sebuah objek nyata yang dihasilkan oleh alat digital. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keamanan Informasi Dalam era digital, komunikasi melalui jaringan komputer memegang peranan penting. Melalui komunikasi elektronis, seseorang dapat melakukan transaksi atau komunikasi

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG I-1

1.1 LATAR BELAKANG I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi bagian pendahuluan, yang mencakup latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan, metologi, serta sistematika pembahasan dari Tugas Akhir ini. 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, pentingnya kerahasiaan suatu informasi telah menjadi suatu perhatian tersendiri. Manusia berusaha mencari cara

1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, pentingnya kerahasiaan suatu informasi telah menjadi suatu perhatian tersendiri. Manusia berusaha mencari cara 1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, pentingnya kerahasiaan suatu informasi telah menjadi suatu perhatian tersendiri. Manusia berusaha mencari cara bagaimana merahasiakan informasi terhadap pihak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steganografi Steganografi adalah mekanisme penanaman atau penyisipan pesan (m) kedalam sebuah cover objek (c) menggunakan kunci (k) untuk berbagi rahasia kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latarbelakang penulisan, rumusan masalah, batasan masalah yang akan dibahas, serta tujuan penelitian skripsi ini. Manfaat dalam penelitian, metodelogi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

Video Pertemuan 13 &14

Video Pertemuan 13 &14 Matakuliah : O0414 - Computer / Multimedia Tahun : Feb - 2010 Video Pertemuan 13 &14 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Menerapkan Penggunaan Video pada Aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang meningkat pesat seperti mudahnya internet diakses dengan berbagai media seperti pada handphone, ipad, notebook, dan sebagainya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Batasan Masalah... 2 1.4 Tujuan... 3 1.5 Manfaat...

Lebih terperinci

Penyembunyian Pesan pada Citra GIF Menggunakan Metode Adaptif

Penyembunyian Pesan pada Citra GIF Menggunakan Metode Adaptif Penyembunyian Pesan pada Citra GIF Menggunakan Metode Adaptif Prasetyo Andy Wicaksono (13505030) Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung e-mail: prasetyoandyw@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Steganografi Steganografi merupakan seni komunikasi rahasia dengan menyembunyikan pesan pada objek yang tampaknya tidak berbahaya. Keberadaan pesan steganografi adalah rahasia.

Lebih terperinci

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Evan 13506089 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if16089@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Citra Digital Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, melainkan sebuah representasi dari citra asal yang bersifat analog [3]. Citra digital ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Secara umum steganografi merupakan seni atau ilmu yang digunakan untuk menyembunyikan pesan rahasia dengan segala cara sehingga selain orang yang dituju, orang lain

Lebih terperinci

Penyembunyian Pesan Rahasia Dalam Gambar dengan Metoda JPEG - JSTEG Hendry Hermawan / ABSTRAK

Penyembunyian Pesan Rahasia Dalam Gambar dengan Metoda JPEG - JSTEG Hendry Hermawan / ABSTRAK Penyembunyian Pesan Rahasia Dalam Gambar dengan Metoda JPEG - JSTEG Hendry Hermawan / 0622097 Email : e3n_17@yahoo.com Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jalan Prof. drg. Suria Sumantri, MPH 65,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Sebelumnnya penelitian ini dilakukan oleh Arif,2008 yang dilakukan untuk mencoba membuat perangkat lunak penyembunyian gambar ke gambar dengan metode 4

Lebih terperinci

Kompresi Citra dan Video. Muhtadin, ST. MT.

Kompresi Citra dan Video. Muhtadin, ST. MT. Kompresi Citra dan Video Muhtadin, ST. MT. Outline Motivasi Redundancy & Irrelevancy Spatial Processing JPEG Temporal Processing Frame differencing Motion Estimation dan Motion Compensation Prediction

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat

Lebih terperinci

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah DIGITAL IMAGE CODING Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah KOMPRESI LOSSLESS Teknik kompresi lossless adalah teknik kompresi yang tidak menyebabkan kehilangan data. Biasanya digunakan jika

Lebih terperinci

APLIKASI PENYEMBUNYIAN PESAN PADA CITRA JPEG DENGAN ALGORITMA F5 DALAM PERANGKAT MOBILE BERBASIS ANDROID

APLIKASI PENYEMBUNYIAN PESAN PADA CITRA JPEG DENGAN ALGORITMA F5 DALAM PERANGKAT MOBILE BERBASIS ANDROID APLIKASI PENYEMBUNYIAN PESAN PADA CITRA JPEG DENGAN ALGORITMA F5 DALAM PERANGKAT MOBILE BERBASIS ANDROID Derwin Suhartono 1, Afan Galih Salman, Rojali 3, Christian Octavianus 4 1,,3,4 Computer Science

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA Rachmansyah Budi Setiawan NIM : 13507014 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha

Lebih terperinci

Implementasi Steganografi untuk Penyembunyian Pesan pada Video dengan Metode LSB

Implementasi Steganografi untuk Penyembunyian Pesan pada Video dengan Metode LSB Jurnal Teknik Informatika, Vol 1 September 2012 Implementasi Steganografi untuk Penyembunyian Pesan pada Video dengan Metode LSB Alston Evan Wijaya 1), Henni Rachmawati 2), dan Yusapril Eka Putra 3) 1)

Lebih terperinci

MULTIMEDIA. Kompresi Video Semester Gasal 2008/200 S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO /2009 PROGRAM STUDI. Oky Dwi Nurhayati,, ST, MT

MULTIMEDIA. Kompresi Video Semester Gasal 2008/200 S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO /2009 PROGRAM STUDI. Oky Dwi Nurhayati,, ST, MT PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO MULTIMEDIA Kompresi Video Semester Gasal 2008/200 /2009 Oky Dwi Nurhayati,, ST, MT Email: okydn@undip.ac.id 1 Definisi Video Video is the technology

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab analisa dan perancangan ini akan mengulas tentang tahap yang digunakan dalam penelitian pembuatan aplikasi implementasi kompresi gambar menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi tidak hanya mendorong kecenderungan orang untuk saling berkomunikasi semata. Tuntutan menjadi semakin kompleks sehingga masalah

Lebih terperinci

Penerapan Steganografi Metode Least Significant Bit (LSB) dengan Invers Matriks Pada Citra Digital

Penerapan Steganografi Metode Least Significant Bit (LSB) dengan Invers Matriks Pada Citra Digital Editor: Setyawan Widyarto, ISSN: 2477-5894 9 Penerapan Steganografi Metode Least Significant Bit (LSB) dengan Invers Matriks Pada Citra Digital Eza Budi Perkasa 1, Lukas Tommy 2, Dwi Yuny Sylfania 3, Lianny

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjuan Pustaka Hendrawati, Hamdani, dan Awang Harsa K (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Keamanan Data dengan menggunakan Algoritma Rivest Code 4 (RC4)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) J. Pilar Sains 6 (2) 2007 Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Riau ISSN 1412-5595 STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) Astried Jurusan Matematika FMIPA UNRI Kampus Bina

Lebih terperinci

Page 1

Page 1 MODUL V KOMPRESI CITRA DAN VIDEO Tiga tipe dari informasi yang berlebihan (redundancy) yang dapat dihilangkan atau direduksi : Spasial : Di dalam frame yang sama Sering kali menggunakan metode yang sama

Lebih terperinci

PENGAMANAN PESAN TEKS MENGGUNAKAN TEKNIK STEGANOGRAFI SPREAD SPECTRUM BERBASIS ANDROID

PENGAMANAN PESAN TEKS MENGGUNAKAN TEKNIK STEGANOGRAFI SPREAD SPECTRUM BERBASIS ANDROID e-issn: 2527-337X PENGAMANAN PESAN TEKS MENGGUNAKAN TEKNIK STEGANOGRAFI SPREAD SPECTRUM BERBASIS ANDROID Achmad Noercholis, Yohanes Nugraha Teknik Informatika STMIK Asia Malang ABSTRAKSI Keamanan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 4.1 Gambaran Umum Sistem Pada dasarnya, proses yang terjadi pada watermarking memiliki kesamaan dengan steganografi, dimana proses utamanya terdiri dari 2, yaitu proses penyembunyian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEKNIK STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN KOMPRESI UNTUK PENGAMANAN DATA PENGIRIMAN SURAT ELEKTRONIK

IMPLEMENTASI TEKNIK STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN KOMPRESI UNTUK PENGAMANAN DATA PENGIRIMAN SURAT ELEKTRONIK IMPLEMENTASI TEKNIK STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN KOMPRESI UNTUK PENGAMANAN DATA PENGIRIMAN SURAT ELEKTRONIK Dedi Darwis Manajemen Informatika, AMIK Teknokrat Jl. Zainal Abidin Pagar Alam,.

Lebih terperinci

[TTG4J3] KODING DAN KOMPRESI. Oleh : Ledya Novamizanti Astri Novianty. Prodi S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom

[TTG4J3] KODING DAN KOMPRESI. Oleh : Ledya Novamizanti Astri Novianty. Prodi S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom [TTG4J3] KODING DAN KOMPRESI Oleh : Ledya Novamizanti Astri Novianty Prodi S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Terjadi transformasi atau revolusi dalam cara kita berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pertama dari laporan Tugas Akhir yang berisi pendahuluan. Bab pendahuluan diuraikan menjadi sub bab latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah,

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital

Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital Muhammad Khoiruddin Harahap Politeknik Ganesha Medan choir.harahap@yahoo.com Abstrak Algoritma kompresi Shannon-Fano merupakan salah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 15 Potongan piksel cover video. 2 Windowing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 15 Potongan piksel cover video. 2 Windowing 10 delta lalu disimpan lagi ke piksel-piksel yang melebihi 255 atau kurang dari 0 Kelas fuzzy digunakan untuk mengetahui berapa bit LSB yang diambil di setiap koefisien DC Selanjutnya koefisien DC dikonversi

Lebih terperinci

Tujuan : v Mengetahui karakteristik beberapa format video yang sering dipakai. v Mengetahui fungsi dari masing masing komponen yang mempengaruhi

Tujuan : v Mengetahui karakteristik beberapa format video yang sering dipakai. v Mengetahui fungsi dari masing masing komponen yang mempengaruhi Tujuan : v Mengetahui karakteristik beberapa format video yang sering dipakai. v Mengetahui fungsi dari masing masing komponen yang mempengaruhi kualitas video dan audio v Mengetahui media penyimpanan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis, BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Perancangan program aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

Lebih terperinci

Sistem Multimedia V I D E O

Sistem Multimedia V I D E O Sistem Multimedia V I D E O Permasalahan Video = Kumpulan gambar statis yang digerakkan Spatial Resolution Color Encoding NTSC = 30 fps, PAL = 25 fps frame 10 menit NTSC video berisi10 x 60 x 30 = 18.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Steganografi merupakan ilmu dan seni menyembunyikan data rahasia ke dalam suatu media (cover object). Penyembunyian data tersebut dilakukan sedemikian sehingga pihak

Lebih terperinci

Implementasi Boosted Steganography Scheme dengan Praproses Citra Menggunakan Histogram Equalization

Implementasi Boosted Steganography Scheme dengan Praproses Citra Menggunakan Histogram Equalization JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Implementasi Boosted Steganography Scheme dengan Praproses Citra Menggunakan Histogram Equalization Fitra Arifiansyah, Nanik Suciati, Arya Yudhi Wijaya

Lebih terperinci

Bab 4. Video. Pokok Bahasan : Tujuan Belajar : Definisi Video

Bab 4. Video. Pokok Bahasan : Tujuan Belajar : Definisi Video Bab 4 Video Pokok Bahasan : Definisi dan konsep video Definisi dan keuntungan video digital Teknologi pertelevisian Transmisi sinyal video Digitalisasi sinyal video Video grafik adapter Format video dan

Lebih terperinci

Blind Watermarking Citra Digital Pada Komponen Luminansi Berbasis DCT (Discrete Cosine Transform) Irfan Hilmy Asshidiqi ( )

Blind Watermarking Citra Digital Pada Komponen Luminansi Berbasis DCT (Discrete Cosine Transform) Irfan Hilmy Asshidiqi ( ) Blind Watermarking Citra Digital Pada Komponen Luminansi Berbasis DCT (Discrete Cosine Transform) Irfan Hilmy Asshidiqi (0822048) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Steganografi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu kata steganos yang artinya tulisan tersembunyi (covered writing) dan kata graphos yang berarti tulisan. Sehingga steganografi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA

PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA PENGGUNAAN KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI BERDASARKAN KEBUTUHAN DAN KARAKTERISTIK KEDUANYA Rachmansyah Budi Setiawan NIM : 13507014 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengirimkan pesan, tetapi juga bisa menggunakan layanan yang tersedia di

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengirimkan pesan, tetapi juga bisa menggunakan layanan  yang tersedia di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, proses pertukaran data dan informasi termasuk pengiriman pesan dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Selain itu, pesan yang dapat dikirim pun tidak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

* Kriptografi, Week 13

* Kriptografi, Week 13 * Kriptografi, Week 13 Sejarah Watermarking Watermarking sudah ada sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di Fabriano, Italia, membuat kertas yang diberi watermark atau tanda-air

Lebih terperinci

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital Latifatul Machbubah, Drs. Soetrisno, MI.Komp Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi

Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi Shirley - 13508094 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan di dalam media tersebut. Kata steganografi (steganography) berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan di dalam media tersebut. Kata steganografi (steganography) berasal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STEGANOGRAFI 1. Pengertian Steganografi Steganografi adalah seni menyembunyikan pesan di dalam media digital sedemikian rupa sehingga orang lain tidak menyadari ada sesuatu pesan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA MEDIA CITRA GIF DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

TEKNIK PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA MEDIA CITRA GIF DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) TEKNIK PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA MEDIA CITRA GIF DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) Hasiholan Manurung (0911765) Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK Pada bab empat laporan Tugas Akhir ini akan diuraikan mengenai analisis dan perancangan perangkat lunak untuk watermarking pada citra digital yang berformat

Lebih terperinci

Pendahuluan. Contoh : Dari contoh diatas huruf awal setiap kata bila di rangkai akan membentuk pesan rahasia :

Pendahuluan. Contoh : Dari contoh diatas huruf awal setiap kata bila di rangkai akan membentuk pesan rahasia : STEGANOGRAFI Pendahuluan Steganografi berasal dari bahasa yunani yaitu steganos yang artinya tulisan tersembunyi (cover writing). Steganografi merupakan teknik untuk menjaga kerahasiaan pesan, teknik ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Perkembangan dari teknologi informasi dan komunikasi semakin merambah pada berbagai sisi kehidupan. Kemajuan informasi banyak sekali memberikan keuntungan dalam

Lebih terperinci

Watermark pada Game I. PENDAHULUAN II. TEKNIK WATERMARKING PADA CITRA

Watermark pada Game I. PENDAHULUAN II. TEKNIK WATERMARKING PADA CITRA Watermark pada Game Ahmad Fauzan/13510004 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia 13510004@std.stei.itb.ac.id

Lebih terperinci