BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Beragama Definisi Komitmen Beragama Komitmen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. Sedangkan komitmen menurut Kamus Psikologi (1987) adalah keputusan yang diambil berdasarkan sikap-sikap dan perjanjian yang dianut pada saat Itu dan tercermin dalam sikap yang cenderung permanen (menetap). Dari kedua definisi dapat disimpulkan bahwa komitmen merupakan keterikatan yang tercermin dalam sikap yang cenderung menetap. Agama selalu diterima dan dialami secara subyektif. Oleh karena Itu, orang sering mendefinisikan agama sesuai pengalamannya dan penghayatan pada agama yang dianutnya (Jalaluddin Rakhmat, 2003). Hal ini menyebabkan adanya kesulitan dalam mendefinisikan agama. Berikut beberapa definisi tentang agama: 11

2 Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001) Agama adalah kepercayaan terhadap Tuhan yang selalu hidup, yakni pada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (Martineu dalam Rakhmat, 2003) Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa agama merupakan ajaran, sistem kepercayaan terhadap Tuhan yang mengatur alam semesta dan berhubungan dengan pergaulan dengan umat manusia. Jadi komitmen beragama adalah keterikatan terhadap ajaran dan sistem kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Kuasa dan berhubungan secara moral dengan umat manusia. Agama dapat berfungsi sebagai pengalaman personal dan lembaga sosial. Pada tingkat personal agama berkaitan dengan apa yang dipercayai secara pribadi, bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan serta pengaruh agama pada pikiran, perasaan dan tingkah laku individu. Sedangkan pada tingkat sosial agama terlihat pada kelompok-kelompok sosial keagamaan. Agama berinteraksi dengan bagian-bagian masyarakat dan menjadi bagian dari dinamika kelompok di masyarakat. 12

3 2.1.2 Dimensi Komitmen Beragama Agama terdiri dari beberapa aspek yang disebut sebagai dimensi komitmen beragama (Glock dan Stark, dalam Paloutzian 1996). Mereka juga mengilustrasikan bagaimana aspek tersebut (belief, pengetahuan, pengaruh, dll) dapat terjadi dalam berbagai kombinasi. Kombinasi-kombinasi tersebut dapat mempermudah hubungan antara variabel kognitif (religious belief knowledge), variabel emosi (religious feelings) dan variabel tingkah laku (religious practice dan effect. Glock (dalam Palaoutzian,1996) menurut garis batas yang jelas antara apa yang orang percaya sebagai kebenaran religius, apa yang mereka kerjakan sebagai bagian dari praktek keagamaan, bagaimana emosi tentang pengalaman yang terjadi pada diri mereka, apa yang mereka ketahui tentang agamanya, serta bagaimana kehidupan mereka dipengaruhi oleh agama yang mereka anut. Kemudian dia membagi hal-hal tersebut dalam lima dimensi yang disebut sebagai dimensi komitmen beragama yaitu: 1. Dimensi Ideologis Dimensi ideologis merupakan dimensi mengenai apa yang diyakini dalam agama tersebut serta seberapa kuat keyakinan tersebut dipegang. Individu meyakini kebenaran konsep-konsep yang menjadi ajaran agamanya dan menunjukkan bahwa dia memiliki komitmen tinggi terhadap agama yang 13

4 dianutnya. Dasar dimensi ini adalah doktrin agama. Dimensi inilah yang membedaan agama satu dengan agama lainnya. Terdapat 3 kategori dalam dimensi ideologi yaitu: a. Keyakinan mengenai eksistensi agama Keyakinan tentang adanya Tuhan, konsep Tuhan dalam agama, serta keyakinan tentang aspek yang mendasar dalam agama. Misalnya: percaya pada Yesus Kristus merupakan dasar ajaran agama Kristen, percaya pada Al-Qur an sebagai kitab sucinya merupakan dasar ajaran agama Islam. b. Keyakinan terhadap tujuan manusia dalam beragama Tujuan penciptaan manusia dan tujuan yang harus diorientasikan manusia dalam aktivitas keagamaan merupakan bagian dari kategori ini. c. Keyakinan bagaimana mencapai tujuan tersebut Yang termasuk dalam kategori ini adalah bagaimana cara mencapai tujuan beragama serta bagaimana cara terbaik dalam mengimplementasikan hakekat manusia. 2. Dimensi Ritual Berhubungan dengan perilaku individu yang telah meyakini ajaran agamanya, serta beberapa tingkah laku yang seharusnya dilakukan oleh penganut agama. Dimensi ini mencakup ritual agama, bagaimana ritual agama tersebut dilakukan, macam-macam ritual agama, tata cara berdoa, dll. Misalnya: 14

5 shalat, puasa dan zakat bagi umat Islam, Misa bagi umat Katolik, serta dupa atau sesajen sebagai cara berdoa umat Hindu. Komitmen individu tergambar dalam pelaksanaan ritual keagamaan yang diperintahkan agamanya serta frekuensi pelaksanaan ritual tersebut. Menurut Scobie (1975) tingkat ketaatan dalam melakukan ritual agama dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan sebagai ukuran tinggi rendahnya komitmen beragama seseorang. 3. Dimensi Eksperiensial Dimensi ini berhubungan dengan keadaan emosional individu yang menggambarkan kondisi mental individu. Pengalaman ini dialami secara subyektif seperti perasaan damai, ketenangan jiwa serta kedekatan dengan Tuhan. Kondisi ini dapat berfungsi motivasional misalnya perasaan kehilangan dapat membuat seseorang kembali ke agamanya dan mendekatkan diri pada Tuhannya. Individu yang religius akan merasakan kedamaian, ketentraman dan ketenangan batin. 4. Dimensi Intelektual Dimensi ini merujuk pada pengetahuan individu mengenai ajaran agamanya meliputi pemahaman akan perintah utama dalam agamanya, larangan melakukan perbuatan tertentu, tata cara beribadah, serta hal-hal yang berkaitan dengan agamanya. Dimensi ini juga mencakup sikap individu (terbuka-tertutup) 15

6 terhadap pandangan yang bertentangan dengan apa yang diketahui tentang agamanya. Dimensi ini lebih meneliti tentang pemahaman individu tentang ajaran agamanya. Orang dengan pemahaman agama yang lebih tinggi memiliki komitmen beragama yang tinggi sebaliknya orang dengan pemahaman agama yang rendah memiliki komitmen beragama yang rendah. 5. Dimensi Konsekuensial Dimensi ini mencakup tentang pengaruh dari agama bagi seseorang terhadap kehidupan sehari-hari secara umum. Misalnya: Sikap terhadap orang lain, Kejujuran. Orang yang religius cenderung akan menghindari perilaku yang dianggap tidak baik oleh agamanya dan menjalankan apa yang telah diatur oleh agamanya berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. 16

7 2.2 Perkembangan Agama Perkembangan Agama Pada Masa Kanak-Kanak Menurut Woodworth (dalam Jalaluddin,1996) bayi dilahirkan sudah memiliki beberapa insting diantaranya insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak disebabkan karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya insting tersebut belum sempurna. Konsep keagamaan pada anak dipengaruhi oleh faktor yang ada di luar dirinya. Mereka melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan oleh orang dewasa disekitar mereka tentang sesuatu yang berhubungan tentang agama. Misalnya: seorang anak belajar tentang shalat dengan cara melihat dan mengikuti gerakan yang dilakukan orang tuanya. Ketaatan terhadap ajaran agama merupakan kebiasaan yang mereka pelajari dari orang dewasa yang ada disekitar mereka misalnya orang tua atau guru. Bagi mereka sangat mudah menerima ajaran dari orang dewasa walaupun mereka belum menyadari manfaat dari ajaran tersebut. Bentuk-bentuk dan sifat agama pada diri anak, antara lain: 1. Unreflective (tidak mendalam) Kebenaran yang diterima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang kurang masuk akal. Misal: Tuhan akan marah dengan makhluk yang nakal. 17

8 2. Egosentris Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangan dan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. 3. Antropomorphis Konsep mengenai Ke-Tuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamannya saat berhubungan dengan orang lain. Konsep yang mereka miliki menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Konsep yang terbentuk dalam pikiran mereka tentang Tuhan sama dengan manusia. Misalnya: Tuhan berupa manusia besar memiliki wajah seperti manusia dengan telinga besar dan berjenggot. Konsep ke-tuhanan yang dimiliki berbeda-beda dan dibentuk berdasarkan fantasi mereka masing-masing. 4. Verbalis dan Ritualis Kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh secara verbal. Mereka menghafal secara verbal kata atau kalimat yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan. Selain Itu ritual dilakukan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Latihan yang 18

9 bersifat verbalis dan upacara. Keagamaan yang bersifat riual merupakan hal yang berpengaruh pada perkembangan agama ditahap selanjutnya. 5. Imitatif Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak diperoleh dari meniru perbuatan orang dewasa yang berada disekitarnya. Pendidikan keagamaan di masa dewasa (religious paedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan (religious behavior) melalui sifat meniru yang dilakukan 6. Rasa Heran Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan terakhir pada anak. Mereka kagum terhadap keindahan lahiriah dan membuat anak terdorong untuk mengenal sesuatu yang baru. Rasa kagum Itu dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub. Misalnya: cerita tentang kekuatan dewa yang dimiliki oleh umat Hindu membuat anak tertarik dan ingin mengenal tentang agamanya Perkembangan Agama Pada Masa Remaja Penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan jasmani dan rohaninya, Menurut Starbuck (dalam Jalaludin,1996) perkembangan 19

10 agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Pertumbuhan pikiran dan mental Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanakkanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Agama yang ajarannya lebih konservatif lebih banyak berpengaruh pada para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajarannya agamanya. b. Perkembangan perasaan Perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan relijius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang relijius pula. c. Pertimbangan sosial Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Kehidupan duniawi yang bersifat materi 20

11 membuat mereka bingung untuk menentukan pilihan antara kehidupan keagamaan dan kehidupan dunia d. Perkembangan moral Perkembangan moral remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. e. Sikap dan minat Sikap dan minat remaja pada masalah keagamaan tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka. Pada Tahap ini muncul pada konflik keraguan diri mereka tentang ajaran agama yang mereka ketahui sebelumnya. Penyebab timbulnya keraguan tersebut menurut Starbuck (dalam Jalaludin, 1996) antara lain: 1. Kepribadian Hal ini dapat menyebabkan kesalah penafsiran tentang Tuhan. Seseorang dengan kepribadian Introvert, kegagalan mendapat pertolongan dari Tuhan saat dia mengalami kesulitan dapat menyebabkan salah tafsir dari sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Misalnya: seseorang yang meminta penyembuhan terhadap keluarganya yang sedang sakit. Ketika keinginan tidak terkabul maka timbul keraguan akan sifat Tuhan mereka. 21

12 2. Jenis Kelamin Wanita lebih cepat matang dalam perkembangan agamanya dan lebih cepat menunjukkan keraguan daripada remaja pria. Keraguan remaja wanita lebih bersifat alami sedang remaja pria lebih bersifat intelek. 3. Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka agama Berbagai lembaga keagamaan, organisasi dan aliran keagamaan kadang menimbulkan kesan adanya pertentangan dalam ajaran agamanya. Hal ini dapat menimbulkan keraguan pada diri remaja terutama berkaitan dengan penentuan ajaran mana yang paling benar. Selain itu tindak-tanduk pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntunan agama akan menimbulkan keraguan terhadap ajaran agamanya. 4. Kebiasaan Seseorang yang terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya akan ragu menerima kebenaran ajaran agama yang baru diterima atau dilihatnya. 5. Pendidikan Dasar pengetahuan dan tingkat pendidikan yang dimiliki berpengaruh pada sikap seseorang terhadap ajaran agamanya. Remaja yang terpelajar akan menjadi lebih kritis terhadap ajaran agamanya, terutama ajaran agama yang bersifat dogmatis. Demikian pula bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama yang dianut secara rasional. 22

13 2.3 Perkawinan Beda Agama Definisi Perkawinan Beda Agama Perkawinan beda agama menurut Handrianto (dalam Hikmatunnisa dan Takwin, 2007) adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.(Mandra dan Artadi, 1988) Perkawinan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rozakis (2001), mendefinisikan perkawinan beda agama sebagai hubungan dimana pasangan memeluk agama atau kepercayaan yang berbeda. Yoeb (1988), mengartikan pernikahan beda agama sebagai suatu hubungan yang menyatukan dua orang yang berlainan agama Berdasarkan beberapa definisi tersebut, perkawinan beda agama adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita yang berbeda agama sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan tetap mempertahankan agamanya masing-masing. 23

14 2.3.2 Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam Di dalam Islam terdapat ayat yang menyatakan seorang pria muslim boleh mengawini ahlul kitab. Sebagai yang dinyatakan pada surat Al-Maidah ayat 5 : Dan dihalakan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan, diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan adalah orang-orang yang diberi Al-kitab sebelum kamu. Bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya gundik-gundik.. ( Al-Maidah : 5) Namun menurut Amidhan (dalam Munir, 2008), ada dua pendapat para ulama menyangkut ahlul kitab.pendapat menyatakan bahwa ahlul sudah tidak ada lagi sekarang ini. Sementara pendapat kedua menyebut bahwa ahlul kitab adalah wanita penganut Nasrani dan Yahudi dan mereka boleh nikahi pria muslim. Amidhan sendiri justru menyerukan menghindari pernikahan beda agama dengan alasa selain bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, juga dikhawatirkan menimbulkan pergeseran makna menurut ajaran Islam. Sementara itu Rusli dan Tama (dalam Paramita, 2002) menjelaskan agama Islam memandang perkawinan beda agama sebagai berikut : 1. Melarang perkawinan umat Islam dengan orang-orang yang beragama menyembah berhala,politeisme,agama yang tidak memiliki kitab suci dan kaum atheis. 2. Melarang perkawinan antara wanita islam dengan pria non islam 3. Mengenai perkawinan antara laki-laki islam dengan wanita bukan islam yang ahli kitab, terdapat tiga macam pendapatan : melarang secara 24

15 mutlak,memperkenan secara mutlak dan memperkenankan dengan syarat, yaitu bila pria muslim kuat imannya Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan dalam agama Islam perkawinan satu agama adalah yang dianjurkan, namum bagi pria muslim (walaupun terdapat berbagai pendapat), diperkenankan melakukan perkawinan beda agama dengan wanita ahlul kitab, sedangkan wanita muslim tidak diperkenan untuk melakukan perkawinan beda agama. Meskipun demikian perkawinan dengan pihak non muslin tetap dipertentangkan dan tidak disukai Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Kristen Katolik Salah satu halangan yang dapat mengakibatkan perkawinan tidak sah, yaitu perbedaan agama. Gereja Katolik menganggap bahwa perkawinan antar individu yang beragama Katolik dengan orang yang bukan Katolik, dan tidak dilakukan menurut hukum Agama Katolik dianggap tidak sah. Disamping itu, perkawinan antara seseorang yang beragama Katolik dengan orang yang bukan Katolik bukanlah merupakan perkawinan yang ideal. Hal ini dapat dimengerti karena Agama Katolik memandang perkawinan sebagai sakramen sedangkan agama lainnya (kecuali Hindu) tidak demikian karena itu Katolik menganjurkan agar pengahutnya kawin dengan orang yang beragama Katolik. (Munir,2008). 25

16 2.3.4 Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Protestan Pada prinsipnya agama Kristen Protestan menghendaki agar penganutnya kawin dengan orang yang seagama, karena tujuan utama perkawinan untuk mencapai kebahagiaan sehingga akan sulit tercapai kalau suami istri tidak seiman. Dalam hal terjadi perkawinan antara seseorang yang beragma Protestan dengan pihak yang menganut agama lain, menurut Pdt. Dr. Fridolin Ukur (1987), maka mereka dianjurkan untuk menikah secara sipil di mana kedua belah pihak tetap menganut agama masing-masing. Kepada mereka diadakan pengembalaan khusus, pada umumnya gereja tidak memberkati perkawinan mereka Ada gereja-gereja tertentu yang memberkati perkawinan campur ini beda agama ini, setelah pihak yang bukan protestan membuat pernyataan bahwa ia bersedia ikut agama Protestan. Keterbukaan ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa pasangan yang tidak seiman itu dikuduskan oleh suami atau isteri yang beriman. Ada pula gereja tertentu yang bukan hanya tidak memberkati, malah anggota gereja yang kawin dengan orang yang tidak seagama itu dikeluarkan dari gereja. (Munir,2008) Perkawinan Beda Agama menurut Agama Hindu Perkawinan orang yang beragama Hindu yang tidak memenuhi syarat dapat dibatalkan. Menurut Pudja (1975), suatu perkawinan batal karena tidak memenuhi syarat bila perkawinan Itu dilakukan menurut Hukum Hindu tetapi tidak memenuhi 26

17 syarat untuk pengesahannya, misalnya mereka tidak menganut agama yang sama pada saat upacara perkawinan itu dilakukan, atau dalam hal perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan menurut hukum agama Hindu. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk mensahkan suatu perkawinan menurut agama Hindu, harus dilakukan oleh Pedande/Pendeta yang memenuhi syarat untuk Itu. Di samping Itu tampak bahwa dalam hukum perkawinan Hindu tidak dibenarkan adanya perkawinan antar penganut agama Hindu dan bukan Hindu yang disahkan oleh Pedande. Dalam agama Hindu tidak dikenal adanya perkawinan antar agama. Hal ini terjadi karena sebelum perkawinan harus dilakukan terlebih dahulu upacara keagamaan. Apabila salah seorang calon mempelai tidak beragama Hindu, maka dia diwajibkan sebagai penganut agama Hindu, karena kalau calon mempelai yang bukan Hindu tidak disucikan terlebih dahulu dan kemudian dilaksanakan perkawinan, hal ini melanggar ketentuan dalam Seloka V89 kitab Manawadharmasastra, yang berbunyi: Air pensucian tidak bisa diberikan kepada mereka yang tidak menghiraukan upacara-upacara yang telah ditentukan, sehingga dapat dianggap kelahiran mereka itu sia-sia belaka, tidak pula dapat diberikan kepada mereka yang lahir dari perkawinan campuran kasta secara tidak resmi, kepada mereka yang menjadi petapa dari golongan murtad dan pada mereka yang meninggal bunuh diri. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan antar agama dimana salah satu calon mempelai beragama Hindu tidak boleh dan pendande/pendeta akan menolak untuk mengesahkan perkawinan tersebut. (Munir,2008). 27

18 2.3.6 Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Budha Perkawinan antar agama di mana salah seorang calon mempelai tidak beragama Budha, menurut keputusan Sangha Agung Indonesia diperbolehkan, asal pengesahan perkawinannya dilakukan menurut cara agama Budha. Dalam hal ini calon mempelai yang tidak bergama Budha, tidak diharuskan untuk masuk agama Budha terlebih dahulu. Akan tetapi dalam upacara ritual perkawinan, kedua mempelai diwajibkan mengucapkan atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka yang merupakan dewa-dewa umat Budha. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Agama Budha tidak melarang umatnya untuk melakukan perkawinan dengan penganut agama lain. Akan tetapi kalau penganut agama lainnya maka harus dilakukan menurut agama Budha. Di samping Itu, dalam upacara perkawinan Itu kedua mempelai diwajibkan untuk mengucapkan atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka, ini secara tidak langsug berarti bahwa calon mempelai yang tidak beragama Budha menjadi penganut agama Budha, walaupun sebenarnya ia hanya menundukkan diri pada kaidah agama Budha pada saat perkawinan itu dilangsungkan. Untuk menghadapi praktek perkawinan yang demikian mungkin bagi calon mempelai yang tidak beragama Budha akan merasa keberatan. (Munir,2008) 28

19 2.4 Fungsi Perkawinan Menurut Soewondo (2001), fungsi dari perkawinan, yaitu: a. Memberikan dan meneruskan afeksi antara suami, istri, dan generalisasi berikut dengan cinta dan kasih sayang sebagai produknya. b. Menyediakan rasa aman dan rasa diterima agar hidup berarti dan berharga c. Menunjukkan pencapaian kebutuhan-kebutuhan untuk seluruh anggota. d. Memberikan kepuasan fisik, seksual, maupun kepuasan psikis e. Memberikan jaminan kontinuitas persahabatan f. Menyediakan status social dan kesempatan bersosialisasi 2.5 Bentuk Perkawinan Beda Agama Menurut Duvall dan Miller (1985), bentuk-bentuk yang terjadi dalam pernikahan beda agama: a. Satu pihak berasal dari salah satu jenis agama tertentu dan yang satu berasal dari salah satu jenis agama tertentu dan pihak lainya berasal dari suatu kepercayaan Etis Non-Teologis, misalnya antara Katolik dengan seorang Humanis. b. Kedua pihak memeluk agama yang bertolak belakang, satu agama yang berasal dari belahan bumi Barat dan yang satu lagi berasal dari belahan bumi bagian Timur, seperti antara pemeluk Agama Kristen dengan pemeluk agama Taoisme, Hindu, atau Budha. 29

20 c. Kedua pihak memeluk agama yang berbeda, namun mempunyai sedikit banyak persamaan. Agama-agama ini termasuk dalam agama ahli kitab, seperti antar pemeluk Agama Islam, Kristen, dan Yahudi. d. Kedua pihak pemeluk agama yang berbeda, namun merupakan pembagian besar dari satu agama yang sama, seperti antara pemeluk agama Kristen Protestan dengan Katolik 2.6. Alasan Yang Mendorong Perkawinan Beda Agama Menurut Blood dan Duval (1964) alasan yang mendorong seseorang melakukan perkawinan beda agama antara lain: a. Kecocokan pada hal-hal lain Sebagian besar pernikahan beda agama terjadi karena masing-masing pihak memiliki kesamaan nilai atau minat dan dapat saling memenuhi kebutuhan pasangannya. Pasangan ini biasanya memiliki persamaan dalam aspek-aspek lain diluar agama, misalnya; latar belakang keluarga, pendidikan, usia, status ekonomi, dan etnik. Kesamaan latar belakang ini menyediakan dasar bagi mereka untuk mengatasi stress atau tekanan yang timbul karena perbedaan agama. Kesamaan diantara mereka menjadi sangat penting sehingga isu seperti perbedaan agama tidak dipermasalahkan. Terkadang pasangan yang berbeda agama ini, dengan segala persamaan dan kecocokannya, dirasakan sebagai pilihan yang terbaik. 30

21 b. Pemberontakan Seseorang dapat melakukan pernikahan beda agama sebagai bentuk pemberontakan. Misalnya, kepada orang tua dan keluarga yang terlalu mengekang. Mereka berusaha keluar atau menunjukan keberatan mereka atas kekangan tersebut dengan cara melakukan perkawinan di luar harapan orang tua dan keluarganya. c. Pencapaian tujuan pribadi Perkawinan beda agama dapat pula dilakukan untuk mencapai tujuan pribadi tertentu, misalnya untuk mencapai status sosial yang lebih tinggi. Dengan motif ini, individu tidak mempedulikan agama calon pasangannya dengan harapan naiknya status sosial atau diperolehnya tujuan lain setelah pernikahan. d. Menikah terpaksa Seseorang dapat melakukan pernikahan beda agama karena terpaksa melakukannya, seperti seseorang yang terpaksa menikah karena hamil diluar nikah. Dengan keadaan yang terpaksa ini seseorang tidak mempedulikan atau terpaksa mengesampingkan agama yang dipeluk pasangannya. Perkawinan beda agama dapat juga terjadi karena hanya ini kesempatan menikah yang dapat dilakukan oleh seseorang Faktor-faktor Yang Mendorong Perkawinan Beda Agama Faktor-faktor yang mendorong perkawinan beda agama menurut Walgito (2002), antara lain: 31

22 a. Kenyataan di Indonesia masyarakatnya sangat heterogen, yang terdiri dari bermacam macam suku bangsa, juga adanya agama yang beranekaragam di Indonesia. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam pergaulan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, bergaul begitu erat dan tidak membedakan agama satu dengan yang lain. b. Dengan majunya zaman, makin banyak anggota masyarakat yang dapat menikmati pendidikan, dan makin banyak sekolah yang menggunakan system campuran, misalnya campuran dalam hal agama, yang berarti tidak adanya batasan agama tertentu. c. Makin terasa usang terhadap pendapat bahwa keluarga mempunyai peranan penentu dalam pemilihan calon pasangan bagi anak-anaknya, bahwa merekaharus menikah dengan orang yang mempunyai agama yang sama. d. Makin meningkatnya pendapat bahwa adanya kebebasan memilih calon pasangannya, dan pemilihan tersebut berdasarkan atas cinta. Jika cinta telah mendasarinya dalam hubungan seorang pria dan seorang wanita, tidak jarang pertimbangan secara matang, juga termasuk menyangkut agama, kurang dapat berperan. e. Dengan meningkatnya hubungan anak-anak muda indonesia dengan anak anak muda dari manca negara, sebagai akibat globalisasi dengan berbagai macam bangsa, kebudayaan, agama serta latar belakang yang berbeda; hal tersebut akan sedikit atau banyak ikut menjadi pendorong atau melatar belakangi terjadinya 32

23 pernikahan beda agama. Sehingga bagi anak-anak muda menikah dengan agama yang berbeda-beda seakan-akan sudah tidak menjadi masalah lagi. 2.8 Masalah-masalah Perkawinan Beda Agama Latar belakang agama merupakan bagian penting dalam diri seseorang.tertanam sejak kelahiran, agama membentuk cara pandang dan nilai seseorang. Perbedaan agama dengan pasangan dalam perkawinan dapat menimbulkan banyak permasalahan (Rozakis, 2001). Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perbedaan pandangan menyangkut berbagai isu dalam kehidupan pernikahan (Yoeb, 1998). Menurut beberapa ahli masalah-masalah yang dapat timbul akibat perbedaan agama dengan pasangan dalam sebuah perkawinan beda agama adalah sebagai berikut: a. Hubungan dengan Keluarga Tak jarang pihak keluarga menganggap pasangan suami istri ini melakukan pelanggaran terhadap tradisi yang ada dan telah mempermalukan keberadaan keluarga. Sebagian besar keluarga menginginkan keturunannya untuk menikah dengan pasangan yang satu agama. Kenyataan bahwa perkawinan yang mereka lakukan adalah perkawinan beda agama, tentunya menghadirkan permasalahan tersendiri. Rusaknya hubungan dengan pihak keluarga mewarnai kehidupan banyak pasangan perkawinan suami istri tersebut (Bossard, 1957; Rosenbaum, 1999; Rozakis 2001). Faktor penerimaan dari pihak keluarga dan orang tua 33

24 mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan perkawinan beda agama (Rosenbau dan Rosenbaum, 1999). b. Pelaksanaan ibadah Masing-masing agama mempunyai tata cara sendiri dalam pelaksanaan ibadahnya. Tak jarang, perbedaan tata cara ini menimbulkan permasalahan di antara pasangan. Dibutuhkan toleransi yang sangat besar untuk membiasakan diri dengan perilaku ibadah yang berbeda dari yang biasa dilakukan seseorang. Masalah juga timbul ketika hari raya tiba, perbedaan agama pasangan dapat menimbulkan masalah dalam perayaan hari raya masingmasing pihak. Hal-hal kecil seperti perjamuan hari raya, dan makanan hari raya dapat mendatangkan masalah di antara pasangan (Bossard, 1957;Rosenbaum, 1999; Rozakis, 2001). c. Anak Keberadaan seorang anak membawa permasalahan yang cukup berat bagi pasangan. Masalah-masalah yang dapat muncul antara lain: bagaimana upacara kelahiran anak (adzan, sunat, atau pembaptisan), nama anak, agama anak, pendidikan dan pendalaman agama anak, sekolah anak, dan lain-lain.masalah berkaitan dengan anak ini, menurut Cowan dan Cowan (1987), akan semakin terasa ketika anak mulai dapat berbicara dan menayakan identitasnya (Bossard, 1957; Rosenbaum, 1999; Rozakis, 2001). Masalah yang menyangkut anak merupakan masalah yang cukup serius dalam perkawinan beda agama. Pasangan suami istri mungkin telah mempunyai kesepakatan tertentu menyangkut anak, namun pihak lain diluar pasangan, 34

25 seperti orang tua dan keluarga, dapat memberi tekanan tertentu kepada pasangan. Orang tua, misalnya tidak menyetujui kesepakatan yang telah dibuat pasangan menyangkut agama anak, dan hal ini tentunya menimbulkan permasalahan tersendiri di antara pasangan. Perkawinan beda agama selain membawa masalah bagi pasangan juga dapat mendatangkanmasalah bagi anak dari perkawinan beda agama tersebut (Landis, 1970) d. Seksualitas Perbedaan agama dapat pula menimbulkan masalah sekitar kehidupan seksual pasangan. Permasalahan yang dapat timbul antara lain menyangkut tujuan hubungan seksual, isu kontrasepsi, aborsi, dan lain-lain (Rosenbaum.1999 dan Rozakis, 2001). Masalah dapat timbul apabila pasangan, akibat perbedaan agama, mempunyai pandangan yang berbeda akan tujuan seksual. Menurut Rozakis (2001) agama Kristen memandang hubungan seksual sebagai ekspresi cinta kedua pasangan dan tidak selalu bertujuan untuk mendapatkan keturunan. Agama Islam, sebagai contoh menganjurkan pemeluknya untuk memiliki anak sebanyak-banyaknya dan hubungan seksual lebih ditunjukan untuk memperoleh keturunan. Oleh sebab itu kenikmatan yang dirasakan pasangan suami istri bukanlah hal yang dianggap penting. Perlu dipahami, pandangan seperti ini menyangkut hubungan seksual tidak dimiliki oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan. 35

26 e. Kehidupan sehari-hari Perbedaan agama dapat pula menimbulkan masalah sekitar makanan, pakaian, pemilihan aktivitas rekreasi, pemilihan kata-kata, dan humor yang dilontarkan di antara pasangan (Rosenbaum, 1999 dan Rozakis, 2001). Agama Islam contohnya tidak memperkenankan pemeluknya mengkonsumsi makanan yang berasal dari daging babi atau hewan lain yang hidup pada dua alam. Hal seperti ini membutuhkan toleransi di antara pasangan sehingga diantara mereka terdapat saling pengertian. f. Menghadapi masa sulit Perbedaan agama dapat menimbulkan permasalahan ketika pasangan sedang menghadapi musibah dan kesulitan tak jarang seseorang berpaling ketuhan dan agamanya. Berbedanya tempat berpaling antara suami dan istri di saat sulit dapat mendatangkan masalah. Sebagai contoh, pasangan dapat mempunyai keinginan untuk melakukan doa bersama dalam menghadapi sebuah kesulitan (Rosenbaum, 1999). 2.9 Beberapa Bentuk Pengaturan Peran Dalam Keluarga Beda Agama Menurut Bossard dan Boll (1957) pengaturan peran dalam keluarga beda agama memiliki pola-pola yang berkaitan dengan sosialisasi agama pada anak.beberapa pola tersebut antara lain: 36

27 1. Pengambilalihan anak oleh salah satu pihak orang tua. Hal ini dapat menimbulkan simpati pada anak kepada pihak yang lemah termasuk dalam hal pemilihan agama. 2. Kedua orang tua cenderung tidak tertarik terhadap pilihan agama yang dibuat anak. Hal ini dapat menyebabkan tekanan yang muncul dari pihak keluarga besar terhadap penentuan agama bagi anak. 3. Pembagian anak dengan perjanjian sebelum perkawinan dilakukan. Misalnya: Anak laki-laki akan ikut agama ayahnya dan anak perempuan akan ikut ajaran agama ibu. 4. Kedua orang tua berusaha menarik anak-anaknya untuk memilih agama yang sama dengan dirinya. Hal ini dapat menimbulkan konflik dalam diri anak saat harus menentukan pilihan agamanya. 5. Orang tua tidak menunjukkan identitasnya sebagai bagian agama tertentu dan memberikan kebebasan pada anak-anak untuk menentukan pilihan agamanyanya. Misalnya: anak diperbolehkan untuk mendatangi tempattempat keagamaan dan melakukan ritual keagamaan yang mereka inginkan.. 6. Orang tua tidak terlalu ikut campur dalam masalah agama anak namun memegang kendali dalam beberapa aspek kehidupan anak misalnya: pendidikan 37

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai suku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai suku dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari berbagai suku dan mengakui lima agama di seluruh wilayahnya. Berdasarkan UU No. 1 PNPS tahun 1965 Indonesia

Lebih terperinci

Oleh : TIM DOSEN SPAI

Oleh : TIM DOSEN SPAI Oleh : TIM DOSEN SPAI Syarat Pernikahan Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin dari orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun Antara kedua calon tidak ada hubungan darah Calon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman tersebut memungkinkan adanya interaksi antar etnis maupun agama. Selain Itu perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai kodratnya, manusia mempunyai hasrat untuk tertarik terhadap lawan jenisnya sehingga keduanya mempunyai dorongan untuk bergaul satu sama lain. Untuk menjaga kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Setiap manusia akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugastugas perkembangan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

NOVIYANTI NINGSIH F

NOVIYANTI NINGSIH F PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERAGAMA PADA ANAK DARI PASANGAN BEDA AGAMA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NOVIYANTI NINGSIH F 100 040 285 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Pembahasan pada bab ini didasarkan pada seluruh data yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitian lapangan di desa Sawotratap Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

Lebih terperinci

Itu? Apakah. Pernikahan

Itu? Apakah. Pernikahan Apakah Pernikahan Itu? Pemikahan adalah hasil dari suam rencana ilahi Itu bukan hasil kerja atau penemuan manusia, melainkan penciptaan Allah. Tempat yang dipilih untuk memulaikannya adalah Taman Eden.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu jalan keluarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman suku, ras, golongan dan agama. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR!

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! 1. Simbol perkawinan bahtera yang sedang berlayar mempunyai makna bahwa perkawinan... A. merupakan perjalanan yang menyenangkan B. ibarat mengarungi samudra luas yang penuh

Lebih terperinci

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Itulah petikan pasal 28B ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri sendiri. Apabila seorang remaja telah merasa dapat bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. berdiri sendiri. Apabila seorang remaja telah merasa dapat bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan atau diatas jembatan goyang, yang menghubungkan masa anak-anak yang penuh kebergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komitmen beragama pada remaja dengan orang tua berbeda agama. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling BAB IV ANALISA DATA A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya bisa tergolong memiliki makna, Diantara makna tersebut bisa di bilang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari perkembangan dewasa muda (Hurlock, 1990). Mereka menginginkan agar

BAB I PENDAHULUAN. dari perkembangan dewasa muda (Hurlock, 1990). Mereka menginginkan agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian besar manusia tentunya memiliki keinginan untuk menikah karena mendapatkan pasangan hidup dan memiliki keturunan merupakan salah satu tugas dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

Matematika Pernikahan

Matematika Pernikahan Matematika Pernikahan Pernikahan adalah karunia terpenting yang diberikan kepada umat manusia selama seminggu masa Penciptaan. Setelah menciptakan dunia yang sempurna, dilengkapi dengan segala yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama. Hindu adalah salah satu agama yang di akui oleh negara. Keanekaan merupakan ciri khas negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan oleh setiap manusia dewasa, siap secara lahir dan batin, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan selalu berpasangan, pria dengan wanita. Dengan tujuan bahwa dengan berpasangan, mereka dapat belajar berbagi mengenai kehidupan secara bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita, yang bersama-sama menjalin hubungan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari. 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Dengan tumbuhnya pengetahuan tentang agama-agama lain, menimbulkan sikap saling pengertian dan toleran kepada orang lain dalam hidup sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 11

Level 2 Pelajaran 11 Level 2 Pelajaran 11 PERNIKAHAN (Bagian 2) Oleh Don Krow Hari ini kita akan kembali membahas mengenai pernikahan, dan satu pertanyaan yang muncul adalah, Apakah itu pernikahan? Apakah anda pernah memikirkan

Lebih terperinci

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

XII.  Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perkawinan Perkawinan merupakan hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim * Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004 TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN Dahlan Hasyim * Abstrak Perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Modul 5 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA MASA ANAK-ANAK

Modul 5 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA MASA ANAK-ANAK Perkembangan Jiwa Agama Masa Anak-anak Modul 5 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA MASA ANAK-ANAK PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL 57 BAB IV ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL A. Analisis Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Penolakan Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis merupakan negara yang kaya dibandingkan dengan negara yang lainnya, hal ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN KATOLIK MENGENAI PERKAWINAN ANTAR AGAMA

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN KATOLIK MENGENAI PERKAWINAN ANTAR AGAMA BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN KATOLIK MENGENAI PERKAWINAN ANTAR AGAMA A. Perkawinan Antar Agama menurut Islam dan Kristen Katolik Pada dasarnya kedua agama tersebut, yakni Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu lembaga yang terbentuk akibat adanya interaksi terpola secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan setiap manusia. Perkawinan ini di samping merupakan sumber kelahiran yang berarti obat

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

Lingkungan Mahasiswa

Lingkungan Mahasiswa Lingkungan Mahasiswa Pernikahan Apa Hubungannya ya Lingkungan Mahasiswa dengan Pernikahan????? Pernikahan Dini Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang

Lebih terperinci

Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I)

Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I) Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I) Setelah Allah selesai menciptakan langit, bumi dan segala isinya maka pada hari ke 6 Allah menciptakan manusia supaya berkuasa atas segala ciptaannya (Kejadian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan bahwa individu berperilaku dipengaruhi ekspektasi mengenai dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci