RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa Presiden sebagai Penyelenggara Pemerintahan Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara republik Indonesia dalam mencapai cita-cita perjuangan bangsa Indonesia mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 b. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku belum memberikan pengaturan lebih lanjut mengenai Lembaga Kepresidenan sebagai salah satu Lembaga Tinggi Negara: c. bahwa untuk mewujudkan Lembaga Kepresidenan yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu landasan hukum untuk mengatur lebih lanjut kewenangan Presiden, baik sebagai Kepala Negara maupun sebagai Kepala Pemerintahan. d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu membentuk Undang-undang tentang Lembaga Kepresidenan Mengingat : Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7. Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 21. Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN Menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Lembaga Kepresidenan adalah lembaga negara yang mengatur organisasi dan tata kerja kepresidenan yang dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan

2 tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenegaraan dan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang menjadi penyelenggara Pemerintahan Negara Tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 3. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR adalah Lembaga Tinggi Negara yang memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Panglima TNI adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia. 6. Kapolri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA KEPRESIDENAN Pasal 2 Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan merupakan Penyelenggara Pemerintahan Negara yang memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945 wajib menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Pasal 3 (1) Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh satu orang Wakil Presiden (2) Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Menteri-Menteri Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) undang-undang ini. BAR III TUGAS DAN WFWENANG Bagian Kesatu Tugas Kepresidenan Pasal 4 Tugas Presiden meliputi bidang kenegaraan dan bidang pemerintahan. Pasal 5 (1) Tugas VVakil Presiden secara umum membantu dan/atau mewakili tugas Presiden di bidang kenegaraan dan pemerintahan (2) Dalam melaksanakan tugas di bidang Pemerintahan,Wakil Presiden berwenang : a. Melaksanakan tugas teknis pemerintahan sehari-hari dan

3 b. Menyusun agenda kerja kabinet dan menetapkan fokus atau prioritas kegiatan pemerintahan yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan kepada Presiden. (3) Wakil Presiden berwenang melakukan tugas-tugas khusus di bidang kenegaraan yang diberikan oleh Presiden. Pasal 6 (1) Dalam hal Presiden berhalangan sementara, Wakil Presiden melaksanakan tugas Presiden (2) Berhalangan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. bepergian keluar negeri: b. sakit dan/atau c. tidak diketahui keberadaannya karena berbagai sebab di luar kehendaknya Bagian Kedua Wewenang Presiden Sebagai Kepala Negara Paragraf 1 Kekuasaan Tertinggi Atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Pasal 7 Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut. dan Angkatan Udara, yang dalam pelaksanaannya dibantu Panglima TNI. Pasal 8 (1) Presiden mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Panglima TNI (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Presiden wajib : a. Meminta persetujuan DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pengangkatan dan/atau pemberhentiannya. b. mengajukan calon lain lebih dari satu orang kepada DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya surat penolakan pemberian persetujuan terhadap calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a. c. Menerima kembali pemberitahuan persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada huruf b, dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah DPR menerima surat pencalonan yang kedua kalinya; d. Menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Panglima TNI dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya persetujuan DPR; e. Membatalkan pemberhentian Panglima TNI dalam hal DPR menolak memberikan persetujuannya; dan f. Mengajukan kembali permintaan persetujuan kepada DPR untuk memberhentikan Panglima TNI apabila terdapat alasan yang baru (3) Atas usul Panglima TNI, Presiden mengangkat dan memberhentikan Kepala Staf dan wakil kepala staf dan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara

4 Paragraf 2 Penggangkatan dan Penberhentian Kapolri Pasal 9 (1) Presiden mempunyai wewenang mengangkat dan memberhentikan Kapolri, berdasarkan persetujuan DPR (2) Dalam melaksanakan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Presiden wajib : a. Meminta persetujuan DPP dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pengangkatan dan/atau pemberhentiannya, b. Mengajukan calon lain lebih dari satu orang kepada DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya surat penolakan pemberian persetujuan DPR terhadap calon sebagaimana dimaksud pada huruf a, c. menerima persetujuan DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat betas) hari setelah DPR menerima surat pencalonan sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Menerbitkan Surat Keputusan pengangkatan Kapolri dalam waktu lambat 14 (empat belas) hari setelah diterimanya persetujuan DPR; e. membatalkan pemberhentian Kapolri dalam hal DPR menolak memberikan persetujuan, dan f. mengajukan kembali permintaan persetujuan kepada DPR untuk memberhentikan Kapolri apabila terdapat alasan baru. Paragraf 3 Pernyataan Perang, Pembuatan Perdamaian dan Perjanjian Dengan Negara Lain Pasal 10 (1) Presiden dengan persetujuan DPR mempunyai wewenang menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. (2) Syarat-syarat pernyataan perang pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Undang-Undang. Pasal 11 Dalam melaksanakan wewenang menyatakan perang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Presiden wajib : a. Meminta persetujuan DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pernyataan diumumkan; b. Meminta persetujuan DPR dalam waktu paling lambat satu hari setelah pernyataan diumumkan dan c. Dalam hal DPR menolak memberikan persetujuan, pernyataan perang harus dibatalkan dalam.waktu paling lambat tiga hari setelah diterimanya pemberitahuan penolakan DPR. Pasal 12 Dalam melaksanakan, wewenang membuat perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Presiden wajib : a. menyampaikan pemberitahuan kepada PPR upaya perdamaian yang sedang dilakukan, b. meminta persetujuan DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum naskah perdamaian disepakati, dan

5 c. menangguhkan perdamaian dalam hal DPP menalak memberikan persetujuan Pasal 13 Dalam melaksanakan wewenang membuat perjanjian dengan negara lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Presiden wajib : a. meminta persetujuan DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum penandatanganan,dan b. menangguhkan penandatanganan perjanjian dalam hal DPR menolak memberikan persetujuan. Paragraf 4 Pernyataan Negara Dalam Keadaan Bahaya Pasal 14 (1) Presiden dengan Persetujuan DPR mempunyai wewenang menyatakan negara dalam keadaan bahaya. (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden wajib: a. Meminta persetujuan DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pernyataan negara dalam keadaan bahaya diumumkan, dan b. Meminta persetujuan DPR dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pencabutan pernyataan negara dalam keadaan bahaya. Paragraf 5 Pengangkatan dan Penerimaan Duta Besar Pasal 15 (1) Presiden mempunyai wewenang mengangkat Duta Besar dan menerima Duta Besar negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR. (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Presiden wajib : a. Memperhatikan pertimbangan DPR sebelum calon Duta Besar mendapat persetujuan dari negara penerima, dan b. Menerima Duta Besar negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR sebelum Duta Besar negara lain bertugas. (3) Pertimbangan DPR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima Presiden dalam waktu paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah permintaan diterima DPR, Paragraf 6 Pemberian Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi Pasal 16 Presiden mempunyai wewenang memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi kepada seseorang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6 Pasal 17 (1) Wewenang Presiden untuk memberikan amnesti dan/atau abolisi dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan DPR (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Presiden wajib : a. Memberikan amnesti dan/atau abolisi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pertimbangan DPR dikeluarkan. b. Mengumumkan keputusan pemberian amnesti dan/atau abolisi dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak keputusan dikeluarkan. c. Menyampaikan salinan keputusan pemberian amnesti dan/atau abolisi kepada DPR dan pihak-pihak yang bersangkutan, dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah keputusan dikeluarkan. Pasal 18 (1) Wewenang Presiden untuk memberikan grasi dan/atau rehabilitasi dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Presiden wajib : a. Memberi grasi dan/atau rehabilitasi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah pertimbangan Mahkamah Agung dikeluarkan. b. Mengumumkan keputusan pemberian grasi dan/atau rehabilitasi dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak keputusan dikeluarkan. c. Menyampaikan salinan keputusan pemberian grasi dan/atau rehabilitasi kepada DPR dan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah keputusan dikeluarkan. Paraqraf 7 Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Pasal 19 (1) Presiden mempunyai wewenang memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan kepada Warga Negara Indonesia dan/atau Warga Negara Asing yang telah berjasa sangat besar kepada Negara dan/atau Pemerintah. (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Presiden wajib: a. menyampaikan kepada DPR nama-nama calon penerima gelar, tanda jasa. dan lain-lain tanda kehormatan, untuk dimintakan pertimbangannya dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum rencana tanggal pemberian kepada yang bersangkutan. b. memberi pertimbangan terhadap calon-calon yang diajukan DPR kepada Presiden selain dari calon-calon yang diajukan Presiden kepada DPR untuk menerima gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatas. c. Mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari sejak keputusan pemberian gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan dikeluarkan. (3) Syarat-syarat pemberian gelar. tanda jasa. dan lain-lain landa kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan undang-undang.

7 Paragraf 8 Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Negara Lainnya Pasal 20 (1) Presiden mempunyai wewenang mengangkat dan memberhentikan pejabat negara lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Presiden wajib: a. Meminta persetujuan DPR. b. mengeluarkan Surat Keputusan Presiden dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah calon-calon mendapat persetujuan DPR. Dan c. mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Surat Keputusan Presiden dikeluarkan. Bagian Ketiga Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan Pasal 21 Presiden mempunyai wewenang melaksanakan tugas di bidang pemerintahan kecuali ditentukan lain, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 22 (1) Presiden dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dibantu oleh Menteri-Menteri Negara (2) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Menteri Negara a. Warga Negara Indonesia yang telah berusia 30 (tiga puluh) tahun, b. Memiliki keahlian dalam bidang kementrian yang akan dijabatnya c. setia kepada cita-cita Proklamasi 17, Agustus 1945, Pancasila, dan Undangundang Dasar 1945 d. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. e. Tidak pernah dihukum pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. f. Sehat jasmani dan rohani, nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa dan ingatannya. g. Melaporkan kekayaan pribadi dan keluarganya sebelum dan sesudah menjabat sebagai menteri Negara Pasal 23 (1) Sebelum menjabat Menteri Negara mengucapkan Sumpah/Janji dihadapkan Presiden (2) Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : Demi Allah saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Menteri Negara dengan sebaikbaiknya dan seadil-adilnya, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas dan wewenang saya ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji pemberian

8 bahwa saya akan mempertahankan dan mengamalkan Pancasila melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 24 Presiden dapat memberhentikan Menteri Negara dalam masa jabatan atau pada akhir masa jabatannya Pasal 25 (1) Presiden mempunyai wewenang membentuk, menggabungkan, atau menghapuskan departemen dan/atau kementrian, (2) Pelaksanaan wewenang Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPR. Pasal 26 (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. (2) Tata cara mengajukan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 27 (1) Presiden mempunyai wewenang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa berdasarkan peraturan per undangundangan yang berlaku. (2) Presiden wajib meminta persetujuan DPR terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 28 (1) Presiden mempunyai wewenang membuat Keputusan Presiden (2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau untuk menjalankan tugas pemerintahan. Pasal 29 (1) Presiden wajib menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada DPR. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden wajib : a. Melakukan Pembicaraan Pendahuluan dengan DPR tentang penyusunan APBN tahun anggaran berikutnya dalam waktu paling lambat 8 (delapan) bulan sebelum tahun anggaran yang sedang berjalan berakhir. b. mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN untuk tahun anggaran berikutnya kepada DPR dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum tahun anggaran yang sedang berjalan berakhir, c. mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undangundang tentang APBN kepada DPR dalam waktu paling lambat 5 (lima) bulan sebelum tahun anggaran yang sedang berjalan berakhir:

9 d. menyampaikan Rancangan Undang-undang tentang Perhitungan Anggaran Negara kepada DPR dalam waktu paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak tahun anggaran yang sedang berjalan berakhir : dan e. menjalankan anggaran tahun yang lain, apabila sampai tahun anggaran berikutnya DPR belum memberikan persetujuan atas Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sedang dibahas DPR bersama Presiden. Pasal 30 (1) Presiden wajib menyampaikan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA). (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden wajib : a. menyampaikan Rancangan Undang-undang tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) kepada DPR dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan garis-garis Besar Haluan Negara oleh MPR-, dan b. merinci Program Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Tahunan (RAPETA) yang memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dibahas bersama DPR dan ditetapkan menjadi undang-undang. BAR IV HUBUNGAN KERJA LEMBAGA KEPRESIDENAN DENGAN LEMBAGA TINGGI NEGARA DAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA. Bagian Kesatu Hubungan Kerja Lembaga Kepresidenan dengan DPR Pasal 31 Presiden mempunyai hubungan kerja dengan DPR dalam hal: a. membahas rancangan undang-undang untuk mendapatkan persetujuan bersama. b. membahas dan menetapkan APBN, c. hadir dalam rapat DPR dan memberikan jawaban atas pertanyaan DPR berkaitan dengan pelaksanaan hak-hak DPR dan hak-hak Anggota DPR, dan d. lain-lain hubungan kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 32 Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan. Presiden harus bekerja sama dan memperhatikan sungguh-sungguh pendapat DPR. Pasal 33 Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan tidak dapat membubarkan DPR. Bagian Kedua Hubungan Kerja Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Agung

10 Pasal 34 Presiden mengangkat dan memberhentikan Pimpinan dan Anggota Mahkamah Agung berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Hubungan Kerja Lembaga Kepresidenan dengan Dewan Pertimbangan Agung Pasal 35 Presiden dapat mengajukan pertanyaan dan meminta pertimbangan dari Dewan Pertimbangan Agung Bagian Keempat Hubungan Kerja Lembaga Kepresidenan dengan Badan Pemeriksaan Keuangan Pasal 36 (1) Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satunya badan yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap keuangan negara. (2) Presiden wajib melaksanakan semua saran dan catatan atas hasil pemeriksaan dan pengawasan terhadap keuangan negara yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Bagian Kelima Hubungan Kerja Lembaga Kepresidenan dengan Lembaga Negara Lain Pasal 37 (1) Presiden mempunyai wewenang membentuk Lembaga Negara Lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (2) Presiden mempunyai wewenang mengangkat dan/atau memberhentikan Pimpinan dan Anggota Lembaga Negara Lain sebagai pejabat publik BAB V HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Kesatu Hak Pasal 38 Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak keuangan dan hak protokoler berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11 Pasal 39 (1) Presiden berkediaman resmi di Istana Negara di Ibukota Negara Republik Indonesia. (2) Wakil Presiden berkediaman resmi di Istana Wakil Presiden di Ibukota Negara Republik Indonesia, Pasal 40 (1) Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga berhak memperoleh perlindungan keamanan. (2) Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden berhak memperoleh perlindungan keamanan. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 41 Presiden dan atau Wakil Presiden berkewajiban a. menjalankan sistem kenegaraan dan sistem pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR. dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku: b. menjalankan sistem kenegaraan dan sistem pemerintahan secara demokratis, dan c. mentaati dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 42 Presiden berkewajiban menetapkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan undang-undang. Bagian Ketiga Larangan Pasal 43 Presiden dan atau Wakil Presiden dilarang : a. melakukan kegiatan bisnis secara langsung atau secara tidak langsung; b. memberikan kemudahan dan/atau peluang bisnis kepada keluarga, kroni kelompok politiknya. dan/atau pihak lain baik secara langsung atau tidak langsung; c. aktif dalam kepengurusan badan-badan sosial, d. memberikan kemudahan dan/atau peluang kepada keluarga atau kroninya yang aktif dalam badan-badan sosial, secara langsung atau tidak langsung; e. menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain, yang patut dapat diduga akan mempengaruhi keputusan pemerintah atau sebagai imbalan atas suatu keputusan pemerintah yang telah ditetapkan; dan/atau f. menerima secara langsung atau tidaklangsung hadiah dalam bentuk apapun yang nilainya lebih dari Rp , (dua puluh lima juta rupiah) dari pihak lain dan/atau pihak tertentu dari negara lain.

12 BAB VI SEKRETARIAT LEMBAGA KEPRESIDENAN Pasal 44 (1) Presiden mempunyai sekretariat (2) Sekretariat Presiden sekurang-kurangnya terdiri atas a. Sekretariat Presiden Bidang Pemerintahan dan b. Sekretariat Presiden Bidang Kenegaraan (3) Setiap sekretariat Presiden dipimpin oleh seorang Sekretaris dan seorang Wakil Sekretaris. Pasal 45 Wakil Presiden mempunyai Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris dan seorang Wakil Sekretaris. BAB VII KEKEBALAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Pasal 46 (1) Dalam menjalankan tugas kepresidenan, Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat dituntut/digugat secara perdata, pidana dan/atau administrasi negara, karena pernyataan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat kabinet, dalam rapat-rapat resmi MPR, dan/atau dalam rapat-rapat resmi DPR, baik dalam rapat-rapat resmi yang sifatnya terbuka maupun dalam rapat-rapat resmi yang sifatnya tertutup, yang diajukannya secara lisan dan atau tertulis. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku jika Presiden dan/atau Wakil Presiden mengumumkan apa yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana. BAB VIII TINDAKAN KEPOLISIAN BAGI PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Pasal 47 Dalam hal Presiden dan atau Wakil Presiden patut disangka telah melakukan perbuatan pidana, rnaka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan, harus mendapat persetujuan tertulis dari Pimpinan MPR.

13 BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Dengan berlakunya Undang-undang ini, segala ketentuan yang bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 49 Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ABDURRAHMAN WAHID. Diundangkan di Jakarta pada tanggal SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA. DJOHAN EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR...

14 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Salah satu tugas dari MPR adalah mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk menjalankan haluan negara. Sejak Indonesia merdeka, pengaturan Lembaga Kepresidenan masih tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan menimbulkan beberapa penafsiran yang berbeda dalam masyarakat, sehingga diperlukan pengaturan yang lebih komprehensif. Munculnya beberapa penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan tersebut disebabkan karena belum terlihat sifat demokratis di dalamnya. Peraturan-peraturan mengenai Lembaga Kepresidenan yang ada saat ini belum mengakomodasi kepentingan rakyat. Undang-Undang ini lebih bersifat komprehensif, karena memberikan pengaturan yang lebih tegas bagi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Sifat ketegasan ini bukan untuk memberikan pembatasan kepada Presiden Republik Indonesia, tetapi justru memperjelas kedudukan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dalam menjalankan roda pemerintahan dan kenegaraan. Undang-undang mencegah terjadinya pemusatan kekuasaan dan menghindari penyalahgunaan jabatan oleh seorang Presiden dalam masa tugasnya. Undang-undang ini telah menampung aspirasi yang ada di masyarakat serta hal-hal yang belum pernah diatur dalam sistem Lembaga Kepresidenan di Indonesia. Melalui pengaturan undang-undang tentang Lembaga Kepresidenan yang lebih komprehensif ini diharapkan masalah Lembaga Kepresidenan tidak menimbulkan perdebatan yang dapat melemahkan kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Diharapkan undang-undang ini dapat memenuhi keinginan bangsa dan rakyat Indonesia terhadap bentuk ideal dari Lembaga Kepresidenan. Lebih jauh lagi, undang-undang ini diharapkan mampu melahirkan seorang Presiden dan Wakil Presiden dengan integritas dan akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara publik. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2

15 Pasal 3 Yang dimaksud Menteri Negara adalah Menteri yang memimpin departemen dan Menteri yang tidak memimpin departemen. Pasal 4 Mempertegas kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Pasal 5 Huruf a Sesuai dengan isi Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-lembaga Tinggi Negara Pada Sidang Tahunan MPR Tahun Huruf b Lihat penjelasan huruf a di atas. Ayat (3) Tugas khusus di bidang kenegaraan diberikan oleh Presiden kepada Wakil Presiden apabila Presiden berhalangan sementara atau dalam hal-hal yang dipandang perlu. Pasal 6 Cukup Jelas. Pasal 7 Memegang kekuasaan tertinggi adalah bersifat simbolis yang berarti tidak memegang komando operasional sehari-hari terhadap Tentara Nasional Indonesia. Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10

16 Pasal 11 Cukup Jelas. Asal 12 Pasal 13 Pasal 14 Yang dimaksud negara dalam keadaan bahaya, seperti : a. adanya pemberontakan separatis dalam suatu wilayah tertentu yang ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. masuknya infiltrasi dari negara asing ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau; c. adanya gangguan teknis terhadap unsur pelayanan sosial seperti air, listrik, atau pemasokan 9 (sembilan) bahan makanan pokok, selama 3 (tiga) hari berturut-turut sehingga menimbulkan dampak sosial dan kesalahan di masyarakat. Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Dalam memberikan amnesti dan/atau abolisi harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari DPR karena hal ini bersifat politis. Pasal 18 Dalam memberikan grasi dan/atau rehabilitasi harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung untuk mendapatkan pertimbangan dari segi hukum. Pasal 19 Cukup Jelas.

17 Pasal 20 Yang dimaksud dengan pejabat negara lainnya adalah pejabat yang ditentukan oleh suatu Undang-undang untuk memimpin suatu lembaga negara tertentu selain Lembaga Negara Tertinggi/Tinggi Negara yang mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam undang-undang. Contoh : pengangkatan Ketua dan Anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan pengangkatan Anggota Komisi Pemilihan Umum. Pasal 21 Kewenangan yang dilaksanakan Presiden adalah kewenangan pemerintah pusat, sedangkan kewenangan pemerintah daerah telah diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Membentuk, menggabungkan, atau menghapuskan suatu departemen membawa konsekuensi dibidang anggaran dan tenaga kerja sehingga memerlukan pertimbangan DPR. Namun pertimbangan dimaksud perlu segera diberikan agar masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak berlarut-larut. Pasal 26 Pasal 27 Kegentingan yang memaksa merupakan kondisi mendesak secara ekonomi, politik, atau sosial sehingga pengaturannya dalam undang-undang tidak mungkin ditangguhkan sampai adanya sidang DPR untuk membahas rancangan undang-undang yang mengatur materi bersangkutan. Untuk mengatasi keadaan itu dan agar keselamatan negara dijamin oleh pemerintah, maka pemerintah harus bertindak cepat dan tepat dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.

18 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA) adalah rincian anggaran negara yang diperlukan oleh negara dalam satu tahun anggaran. Dalam nota keuangan disebutkan peruntukan anggaran negara dan sumber-sumber penerimaan anggaran negara. Pasal 31 Huruf a Sesuai ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 21 Undang-undang Dasar 1945, bahwa baik Presiden maupun Anggota DPR berhak mengajukan rancangan undang-undang. Walaupun DPR memegang kekuasaan membentuk undangundang namun setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Tata cara pembahasan suatu rancangan undang-undang diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR. Dengan demikian suatu Undang-undang dibentuk berdasarkan hubungan kerja antara Presiden dengan DPR. Huruf b Huruf c Untuk menjawab pertanyaan DPR, Presiden dapat mewakilkan kepada Wakil Presiden atau Menteri yang berhubungan dengan masalah yang dipertanyakan oleh DPR. Huruf d Hubungan kerja lainnya terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan MPR maupun Undang-undang. Misalnya, memberikan persetujuan atau pertimbangan terhadap hal-hal tertentu atau mengenai sesuatu pencalonan orang pada jabatan tertentu sebelum diputuskan Presiden. Tata cara pemberian persetujuan, pertimbangan, dan pencalonan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPR. Pasal 32 Pengertian kerjasama yang dimaksud dalam pasal ini adalah tetap dalam kerangka tugas dan wewenang masing-masing yang dijalin dalam bentuk konsultasi agar Presiden senantiasa mendengar dengan sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang disalurkan melalui DPR. Pasal 33

19 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satunya badan pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara dan termasuk keuangan daerah, di luar pemerintahan (pengawasan ekstern). Pasal 37 Pasal 38 Hak keuangan kepresidenan ini adalah hak keuangan dalam bentuk materi uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan hak protokoler adalah hak kepresidenan dibidang acara kenegaraan resmi yang mengatur tata letak, tempat dan prosesi acara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak protokoler ini hanya berlaku ketika kegiatan dilakukan di negara Indonesia, sedangkan hak protokoler di luar negara Indonesia diatur berdasarkan peraturan protokoler di negara tersebut, dengan memberikan pertimbangan bahwa tata letak, tempat, dan prosesi acara di luar negara Indonesia wajib menghormati kedudukan Presiden Indonesia yang sejajar dengan kedudukan pejabat tertinggi di negara lain tersebut. Pasal 39 Kediaman di Istana Kepresidenan meliputi tempat kerja, tempat menerima tamu-tamu, dan tempat tinggal sehari-hari ketika menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Istana Kepresidenan menjadi beban keuangan negara. Pasal 40 Semasa menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden, kepada pribadi Presiden dan atau pribadi Wakil Presiden, beserta pasangan hidupnya dan keluarganya yang resmi dan/atau sah, negara memberikan perlindungan keamanan dari segala macam bentuk gangguan. Segala sesuatu yang terkait dengan unsur pengamanan ini menjadi beban keuangan negara. Pengamanan fisik diberikan hanya kepada pribadi mantan Presiden pribadi mantan Wakil Presiden ketika kedua mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden tersebut masih hidup, sedangkan keamanan kepada pasangan hidupnya dan anggota keluarganya yang lain menjadi tanggungjawab pribadi mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden.

20 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Huruf a Kegiatan bisnis adalah kegiatan dagang, kegiatan ekonomi secara umum (misalnya menjalankan suatu kegiatan badan usaha) dan secara khusus (misalnya menjalankan kegiatan profesi tertentu dibidang ekonomi, seperti profesi akuntan, pialang, dan sebagainya). Secara langsung artinya menjadi pengelola kegiatan usaha, secara tidak langsung artinya menjadi komisaris atau penasehat ekonomi pada kegiatan badan usaha tertentu. Huruf b Memberikan kemudahan artinya memberikan kemudahan di luar prosedur yang telah ditetapkan dalam suatu kegiatan. Keluarga adalah pasangan hidup (suami atau istri), anak-anak kandung dan/atau anak angkat serta saudara semenda sampai derajat ketiga. Kroni adalah teman perkoncoan (seperti teman bermain, teman belajar, dan teman-teman lainnya). Secara langsung artinya Presiden dan/atau Wakil Presiden memberikan petunjuk secara lisan dan/atau tertulis kepada pejabat tertentu dan/atau pejabat negara yang menangani masalah tersebut. Secara tidak langsung artinya Presiden dan/atau Wakil Presiden memberikan petunjuk secara lisan dan/atau tertulis kepada pejabat tertentu dan/atau pejabat negara yang menangani masalah tersebut melalui pihak ketiga atau pihak-pihak tertentu yang mempunyai wujud dan fisik yang dapat dipertangungjawabkan, dengan segala cara, baik melalui pertemuan fisik, tatap muka, teknologi informatika, dan/atau pertemuan secara metafisis. Huruf c Badan-badan sosial seperti panti asuhan, panti wenda, dan/atau panti rehabilitasi. Aktif artinya sebagai pengurus inti, pengurus pelayanan dan/atau sebagai penasehat. Huruf d Huruf e Menerima uang artinya menerima uang dalam bentuk mata uang resmi Republik Indonesia atau mata uang negara lain yang punya nilai lawan dengan mata uang resmi Republik Indonesia. Barang artinya barang pada umumnya dan/atau benda pada umumnya yang mempunyai wujud dan fisik yang dapat dipegang dan atau digenggam. Jasa artinya jasa-jasa yang lazim di dunia perdagangan dan bisnis, termasuk di dalamnya transaksi bisnis Internasional. Pihak-pihak tertentu adalah subyek hukum orang pribadi dan/atau badan hukum, yang dapat dipertanggungjawabkan secara fisik dan secara hukum. Subyek hukum tersebut termasuk subyek hukum yang berkedudukan hukum di luar negara Republik Indonesia atau subyek hukum yang termasuk organisasi internasional. Huruf f Pasal 44