Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan (ayam ras) di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, dimana perkembangan usaha ini memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian. Industri perunggasan memiliki nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan peluang ekspor, disamping peranannya dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 2 juta tenaga kerja yang dapat diserap oleh industri perunggasan, disamping mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi 80 ribu peternak yang tersebar di seluruh Indonesia. Sumbangan produk domestik bruto (PDB) sub sektor peternakan terhadap pertanian adalah sebesar 12 persen (atas dasar harga berlaku), sedangkan untuk sektor pertanian terhadap PDB nasional adalah 17 persen pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa peran sub sektor peternakan terhadap pembangunan pertanian cukup signifikan, dimana industri perunggasan merupakan pemicu utama perkembangan usaha di sub sektor peternakan. Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk dari produk-produk unggas luar negeri. Produk unggas, yakni daging ayam dan telur, dapat menjadi lebih murah sehingga dapat menjangkau lebih luas masyarakat di Indonesia. Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan yang cukup berat baik secara global maupun lokal karena dinamika lingkungan strategis di dalam negeri. Tantangan global ini mencakup kesiapan dayasaing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan persen dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor. Upaya meningkatkan dayasaing produk perunggasan harus dilakukan secara simultan dengan mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas Departemen. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor internal seperti menerapkan efisiensi usaha, 1

2 meningkatkan kualitas produk, menjamin kontinuitas suplai dan sesuai dengan permintaan pasar. Terwujudnya industri perunggasan yang berdayasaing dicirikan oleh ketidak-tergantungan terhadap komponen bahan baku impor dan terjadinya transformasi dari skala usaha yang subsisten ke skala menengah maupun skala besar. Dalam pembahasan ini istilah unggas akan dikelompokkan menjadi dua yakni unggas sebagai komoditas (ayam ras petelur dan pedaging) dan unggas sebagai sumberdaya (ayam lokal dan itik). Ternak ayam lokal dan itik dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan dengan pangsa pasar tertentu, dimana hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa usaha peternakan ayam lokal dan itik cukup menguntungkan dan dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga. Mengingat kedua kelompok tersebut memiliki karakter yang berbeda dan guna memudahkan dalam pembahasan maka masing-masing komoditas akan diuraikan secara terpisah. Makalah ini bertujuan memberikan deskripsi tentang prospek dan arah pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas yang bermuara pada rencana kebutuhan investasi disertai dengan kebijakan pendukung beserta pelakunya. A. Usaha Budidaya 1. Ayam ras pedaging II. KONDISI AGRIBISNIS UNGGAS SAAT INI Populasi final stock ayam pedaging pada tahun 2004 mencapai 895 juta ekor dengan Jawa Barat (30 persen) dan Jawa Timur (15 persen) berturut-turut sebagai wilayah terpadat (Lampiran 1). Kapasitas produksi terpasang usaha pembibitan telah mencapai juta d.o.c. per minggu, dimana saat ini hanya berproduksi sekitar 20 juta ekor d.o.c. Populasi bibit induk (grand parent stock = GPS) ayam ras pedaging pada akhir tahun 2004 mencapai 300 ribu ekor menurun sekitar 5 persen dibandingkan pada pertengahan tahun Penurunan ini disebabkan penambahan dari impor hanya sebesar 52 persen, sedangkan pengurangan karena culling (replacement) dan mati sebanyak 57 persen. Populasi bibit komersial (parent stock = PS) mencapai 10 juta ekor, meningkat 8 persen dibandingkan pada pertengahan tahun Peningkatan ini disebabkan penambahan produksi dalam negeri sebesar 25 persen, sedangkan pengurangan karena culling dan mati sebesar 17 persen. Perkembangan impor menunjukkan bahwa impor GPS ayam ras pedaging turun sebesar 25 persen pada akhir tahun 2004, saat ini tidak terdapat impor PS. 2. Ayam ras petelur Populasi final stock ayam petelur pada tahun 2004 mencapai 80 juta ekor dengan Jawa Timur (17 persen) dan Sumatera Utara (16 persen) berturut-turut sebagai wilayah terpadat (Lampiran 2). Kapasitas produksi terpasang usaha budidaya dapat mencapai ton telur per hari, sedangkan produksi saat ini hanya mencapai ton. Populasi GPS ayam petelur pada akhir tahun 2004 mencapai 28 juta ekor atau menurun sebesar 16 persen dibandingkan pada pertengahan 2 3

3 tahun 2004, yang disebabkan karena penambahan impor sebesar 19 persen, sedangkan pengurangan karena culling dan mati sebesar 35 persen. Populasi PS ayam petelur mencapai satu juta ekor pada periode yang sama atau menurun 5 persen dibandingkan pada pertengahan tahun Hal ini disebabkan karena penambahan produksi dalam negeri yang hanya 5 persen, sedangkan pengurangan karena culling dan mati sebesar 10 persen. Perkembangan impor menunjukkan bahwa impor GPS ayam ras petelur mencapai ekor atau turun 40 persen dibandingkan pada pertengahan tahun Hal yang sama seperti pada ayam ras pedaging, saat ini tidak terdapat impor PS untuk ayam petelur. Sehubungan Indonesia masih belum dinyatakan bebas penyakit Avian Influenza (AI), maka ekspor d.o.c. maupun hatching egg diberhentikan sementara. 3. Ayam lokal Populasi ayam lokal pada akhir tahun 2004 mencapai 271 juta ekor dengan Jawa Timur (13 persen) dan Jawa Tengah (12 persen) berturut-turut sebagai wilayah terpadat (Lampiran 3). Produksi telur pada tahun 2004 mencapai 191 ribu ton (Lampiran 4) dan produksi daging sebanyak 314 ribu ton (Lampiran 5). Usaha-usaha komersial sudah mulai berkembang di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Peningkatan populasi ayam juga akan mengakibatkan melimpahnya hasil samping dari tindakan pemotongan yaitu berupa cakar ayam dan jeroan. Hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal, dimana melalui teknologi yang sederhana, hal ini dapat menjadi peluang usaha untuk investasi di bidang pengolahan industri pangan (keripik cakar dan jeroan). tradisional, namun di beberapa wilayah telah berkembang usaha-usaha komersial dengan sistem pemeliharaan yang intensif. Volume ekspor bulu itik pada akhir tahun 2004 mencapai 231,5 ton dengan nilai ekspor sebesar U$ 260 ribu dollar. Hal ini menunjukkan masih banyak bulu itik yang belum dimanfaatkan untuk diolah sebagai komoditas ekspor yang bernilai. Dengan adanya teknologi separasi bulu diharapkan bulu itik yang dihasilkan dapat meningkatkan mutu dan harga menjadi relatif lebih tinggi. B. Profil Usaha Industri Perunggasan Usaha ayam ras dilihat dari sisi produksi telah mampu memanfaatkan peluang pasar yang ada. Peternakan ayam ras telah berkembang menjadi suatu industri yang terintegrasi secara vertikal dan sangat dinamis karena didukung oleh perusahaan yang padat modal dengan sistem manajemen yang modern. Pada segmen hulu, perusahaan besar tersebut mengembangkan dan menguasai industri mulai dari bibit, pakan dan obat serta vaksin, yang dalam peranannya bertindak sebagai motor penggerak pemasok input. Produk primer dalam bentuk karkas memang merupakan preferensi sebagian masyarakat Indonesia dengan harga terjangkau dan tidak memerlukan fasilitas pendingin (cold storage). Analisis ekonomi usaha peternakan unggas terdiri dari komponen penerimaan dan pengeluaran, sehingga diperoleh estimasi keuntungan maupun kerugian yang menjadi salah satu indikator dalam kelayakan usaha tersebut. Komponen penerimaan terdiri dari penjualan unggas hidup dan produksi telur, disamping produk samping seperti kotoran ternak. Komponen pengeluaran terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap dalam suatu siklus produksi pada skala usaha tertentu Itik Populasi ternak itik pada akhir tahun 2004 mencapai 35 juta ekor dengan Jawa Barat sebagai wilayah terpadat (14 persen) (Lampiran 6). Produksi telur mencapai 194 ribu ton (Lampiran 7) dan produksi daging mencapai 22 ribu ton (Lampiran 8). Sebagian besar ternak itik dipelihara secara 1. Ayam ras pedaging Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging banyak dilakukan dalam bentuk pola-pola kemitraan, meskipun ada juga yang melakukan secara mandiri. Beberapa pola kemitraan yang berlangsung adalah pola kemitraan 5

4 inti-plasma, poultry shop, contract farming, dan sewa kandang. Naskah ini menyajikan analisis ekonomi usaha ayam ras pedaging secara mandiri, pola kemitraan inti-plasma dan pola kemitraan dengan poultry shop pada skala usaha 15,000 ekor. Masing-masing nilai B/C yang diperoleh secara berturut-turut adalah 1,16; 1,28 dan 1,25 (Lampiran 9, 10 dan 11). Hal ini menunjukkan bahwa usaha ayam ras pedaging cukup memberikan peluang usaha yang baik, sepanjang manajemen pemeliharaan mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku. 2. Ayam ras petelur Usaha peternakan ayam petelur banyak dilakukan secara mandiri, meskipun ada juga yang dilaksanakan melalui pola kemitraan dengan poultry shop. Pada pemeliharaan pola mandiri ayam siap bertelur (pullet) lebih banyak dipergunakan oleh peternak, dibandingkan dengan penggunaan d.o.c. seperti pada pola kemitraan dengan poultry shop. Nilai B/C yang diperoleh dari hasil estimasi pada skala usaha ekor adalah 1,29 dan 1,13 masing-masing untuk usaha mandiri dan pola kemitraan dengan poultry shop (Lampiran 12 dan 13). Hal ini memberikan indikasi bahwa usaha peternakan ayam ras petelur mempunyai keuntungan yang relatif baik bagi para peternak. 3. Ayam lokal Usaha beternak ayam lokal merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan petani di perdesaan, sehingga jenis usaha ini pada umumnya tidak diutamakan bagi perolehan keuntungan. Estimasi perhitungan B/C pada skala usaha ekor dilakukan dalam suatu kelompok peternak di wilayah Jombang, Jawa Timur dengan nilai 1,04 (Lampiran 14). Hal ini dilakukan dengan pola semi intensif sebagai penghasil daging dengan ratarata berat karkas 0,8 kg. 4. Ternak itik 6 Perkembangan usaha peternakan itik dengan cepat mengarah pada pergeseran dari sistem pemeliharaan tradisional kepada sistem intensif yang sepenuhnya terkurung. Pergeseran ini menunjukkan bahwa usaha peternakan itik bukan saja hanya sekedar usaha sambilan, akan tetapi sudah memiliki orientasi komersial baik sebagai cabang usaha atau usaha pokok. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa usaha peternakan itik adalah cukup menguntungkan dan dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga, disamping prospek pasar yang cukup bagus. Hasil perhitungan estimasi B/C didasarkan atas pemeliharaan ternak itik secara kelompok pada skala usaha ekor dengan nilai 1,20 (Lampiran 15). C. Pasar dan Harga Perkembangan pasar dan harga produk perunggasan untuk komoditas ayam ras, baik pedaging maupun petelur sangat berfluktuatif tergantung dari kesediaan pasokan input dan output. Hal tersebut pada perunggasan ayam lokal dan itik tidak terlalu berpengaruh. Pada akhir tahun 2004 situasi pasar komoditas ayam ras cukup memberikan keuntungan yang relatif baik dibandingkan dengan periode tahun 2003 akibat merebaknya wabah flu burung. Hal ini secara rinci disajikan masing-masing pada Lampiran 16 untuk produk daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak. Kondisi harga daging ayam ras, telur ayam ras, telur ayam lokal dan telur itik pada tahun 2002 di tingkat konsumen ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan pada akhir tahun 2004 (Lampiran 17). Harga rata-rata ayam hidup selama tahun 2004 adalah Rp. 7,383,-/kg dengan BEP dicapai pada tingkat harga Rp ,-/kg, dimana peternak ayam ras pedaging memperoleh keuntungan ratarata Rp. 500,-/kg. Harga rata-rata telur adalah Rp ,-/kg, sedangkan BEP dicapai pada tingkat harga Rp ,-/kg. Peternak ayam petelur rata-rata mengalami kerugian Rp. 565,-/kg. Harga d.o.c. ayam ras pedaging rata-rata sebesar Rp ,-/ekor dengan ratarata biaya produksi sekitar Rp ,-/ekor tanpa perlakuan vaksinasi AI pada PS. Harga d.o.c. ayam ras petelur rata-rata mencapai Rp ,-/ekor meskipun di wilayah Sumatera dapat mencapai Rp ,-/ekor. 7

5 III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN Komoditas unggas (lebih dari 90 persen adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki komoditas pertama untuk konsumsi daging di Indonesia yakni sebesar 56 persen. Meskipun demikian, sampai dengan akhir tahun 2004, konsumsi daging ayam ras dan telur di Indonesia juga masih rendah dibandingkan dengan beberapa negara Asean lainnya. Kenyataan bahwa telah terjadi pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, urbanisasi, perubahan gaya hidup, serta peningkatan kesadaran akan gizi seimbang dalam mencerdaskan kehidupan bangsa memicu terjadinya lonjakan permintaan produk daging ayam dan telur setiap tahun. Selama periode , konsumsi produk daging ayam dan telur meningkat dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 5,31 persen dan 4,25 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar dalam negeri untuk pengembangan industri perunggasan masih cukup menjanjikan. Prospek pasar yang sangat baik ini didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Dari uraian diatas dapat disebutkan bahwa unggas memiliki prospek pasar yang sangat baik dan merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional. Dari segi potensi dan kebutuhan terhadap protein hewani, ayam ras pedaging dan petelur memiliki prospek yang baik. Kemampuan ayam ras dalam mengkonversi protein kasar dari pakan ke protein yang dapat dimakan (edible protein) dalam bentuk daging adalah tertinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya, yakni sebesar 23 persen. Sementara itu prospek untuk mengembangkan komoditas ayam dan itik lokal juga cukup baik, karena saat ini terdapat pangsa pasar tersendiri yang sudah berkembang dengan baik. Prospek ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di perdesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal. 8 A. Potensi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dalam komponen biaya input untuk tenaga kerja yang relatif lebih murah dibandingkan negara lain di Asean. Potensi dalam mengembangkan produksi jagung nasional dapat mengurangi ketergantungan impor dan menurunkan biaya produksi, sehingga mampu meningkatkan skala usaha yang optimal. Integrasi secara vertikal juga sudah mulai terlaksana dengan menerapkan pola-pola kemitraan, dimana peternak sudah banyak bergabung dengan perusahaan inti sehingga jumlah pemeliharaan ayam juga semakin meningkat. Faktor yang masih menjadi kendala di lapang adalah iklim usaha yang kurang kondusif. Permasalahan keamanan, sistim perbankan, serta tata ruang yang masih belum jelas sering menjadi penghambat dalam mengembangkan usaha peternakan unggas. Infrastruktur yang kurang memadai seperti tersedianya jalan yang memadai, kelayakan pelabuhan, maupun ketersediaan air juga dapat menciptakan permasalahan yang rumit bagi peternak disamping permasalahan ekonomi biaya tinggi akibat berbagai pungutan. Di Indonesia industri pembibitan menghasilkan d.o.c. PS atau final stock (FS), sedangkan untuk GPS masih diimpor. Impor ini dilakukan atas pertimbangan bahwa usaha tersebut lebih efisien dibandingkan dengan membangun usaha pembibitan di dalam negeri yang membutuhkan waktu dan biaya sangat besar. Industri penetasan umumnya menyatu dengan industri pembibitan yaitu menetaskan telur dari PS untuk menghasilkan d.o.c. FS yang siap didistribusikan. Usaha budidaya yang saat ini banyak dilakukan adalah melalui sistem kemitraan dan komersial farm dengan pengadaan sarana input (bibit, pakan, obat dan vaksin) yang dilakukan oleh pihak inti atau perusahaan. Hasil panen dibeli oleh pihak perusahaan melalui sistem kontrak berdasarkan kesepakatan. Industri obat hewan juga dilaksanakan oleh beberapa perusahaan di Indonesia, dimana sebagian besar masih tergantung pada inovasi teknologi dan produk impor. Hasil inovasi Badan Litbang Pertanian berupa vaksin lokal merupakan salah satu prospek pasar baru yang dapat dikembangkan, mengingat vaksin tersebut telah dikembangkan sesuai dengan kondisi dan iklim di Indonesia. Industri pascapanen menghasilkan produk seperti chicken nugget, sosis ayam, corned chicken, roasted chicken, smoke chicken, 9

6 chicken burger, dan lain-lain. Industri ini hanya dilakukan oleh beberapa perusahaan dengan menggunakan teknologi yang sangat maju, dimana sebagian besar produk tersebut diserap oleh konsumen dalam negeri, namun ada juga yang diekspor. Salah satu prospek pasar yang menarik dan perlu dikembangkan adalah industri pakan unggas. Dayasaing produk perunggasan dinilai merupakan tantangan yang cukup kuat bagi perkembangan industri perunggasan, terlebih jika dikaitkan dengan pasar global. Komponen terbesar untuk memperoleh produk yang berdayasaing terletak pada aspek pakan, dimana biaya pakan ini merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan, berkisar antara persen. Bukti empiris menunjukkan bahwa lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan menjadi salah satu kendala dalam menghasilkan produk unggas yang berdayasaing. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan bahan baku utama pakan unggas yang sebagian besar terdiri dari jagung, dimana impor jagung untuk kebutuhan pakan unggas terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada akhir tahun 2004 hal tersebut mencapai 1,7 juta ton. Jika konsumsi pakan unggas mencapai 7,2 juta ton, maka diperlukan jagung sebesar 3,5 juta ton. Diproyeksikan masing-masing pada tahun 2010 dan tahun 2020, impor jagung dapat mencapai 4 juta ton dan 8 juta ton jika produksi jagung nasional tidak tumbuh. Jagung untuk pakan unggas memiliki prospek pasar yang sangat baik, dimana dinyatakan bahwa jika industri unggas tumbuh dengan baik, maka kebutuhan akan jagung juga akan terus meningkat. Pengembangan komoditas jagung perlu mendapatkan perhatian baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat petani. Sementara itu Indonesia mempunyai potensi bahan pakan lain yang berasal dari limbah agroindustri. Kajian awal menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai salah satu komponen sumber energi ayam dan itik. B. Arah Pengembangan 1. Ayam ras 10 Program ekstensifikasi berupa pembukaan perkebunan jagung dengan sistem PIR dapat dilakukan guna meningkatkan produksi nasional. Salah satu prospek pasar yang perlu dipertimbangkan adalah mendekatkan peternakan unggas dengan usaha pengembangan sapi potong di daerah perkebunan jagung. Pemanfaatan sarana transportasi jagung lewat sungai, seperti yang telah dikembangkan di Amerika melalui sungai Missisipi, terbukti sangat efisien dan menguntungkan. Dengan demikian ada jaminan kontinuitas suplai jagung yang sangat dibutuhkan oleh pabrik pakan. Pengembangan bahan pakan ini juga diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan bahan baku lokal yang tersedia dalam jumlah besar. Limbah industri kelapa sawit, baik berupa lumpur sawit maupun bungkil inti sawit belum dimanfaatkan sebagai bahan pakan unggas. Hasil penelitian awal menunjukkan bahwa kombinasi antara lumpur sawit yang difermentasi dengan bungkil inti sawit dan beberapa campuran vitamin dan mineral mampu menggantikan jagung hingga 30 persen pada ayam ras petelur. Penelitian pengembangan bahan baku pakan lokal terus dilakukan guna memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk pakan ternak. Untuk memantapkan dan memperluas industri perunggasan dalam rangka merespon peningkatan permintaan di dalam negeri, beberapa pembenahan perlu dilakukan. Hal ini meliputi perbaikan sistem rantai pemasok sarana input yang integratif dari hulu ke hilir, sehingga terjadi kesinambungan dan sinergi antara kegiatan prabudidaya, budidaya, sampai pada pemasaran. Pohon industri yang terkait dengan ayam ras ini antara lain industri pembibitan, penetasan, pakan, budidaya, obat hewan, dan pascapanen (Gambar 1). Masing-masing subsistem saat ini mengupayakan perolehan keuntungan maksimum, meskipun berada dalam satu pasar yang terintegrasi. Dalam hal ini pola kemitraan inti-plasma yang adil sangat diperlukan dan persaingan sehat harus terjadi antar rantai pemasok sarana input. Disinilah diperlukan inovasi agar terwujud peran pemerintah sebagai regulator, fasilitator dan dinamisator untuk membantu semua pihak dalam berusaha dengan memperhatikan azas efisiensi dan dayasaing. Pengembangan unggas ke depan harus mulai dipikirkan di luar Jawa, dimana ketersediaan pasokan bahan pakan masih memungkinkan, serta prospek pemasaran yang baik. Pengalaman wabah Avian Influenza (AI) beberapa waktu yang lalu memberi 11

7 12 pelajaran bahwa sudah saatnya dilakukan desentralisasi industri perunggasan nasional. Upaya ini akan sangat baik ditinjau dari berbagai aspek, baik teknis, ekonomis maupun sosial, dan dalam hal ini memerlukan dukungan kebijakan termasuk ketersediaan inovasi teknologi yang sesuai dengan perkembangan usaha. Peranan pemerintah juga harus memperhatikan pada pengelolaan pasar, utamanya untuk: (a) melindungi industri ayam dalam negeri dari tekanan persaingan pasar global yang tidak adil, (b) mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan di pasar dalam negeri, (c) pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit menular, serta (d) dukungan pembangunan infrastruktur penunjang lainnya. Untuk memberi kepastian berusaha pada peternakan mandiri perlu dibuat mekanisme yang menjamin transparansi dalam hal informasi produksi d.o.c., biaya bahan-bahan input, serta kondisi pasar (permintaan, produksi, dan harga). 2. Ayam lokal Ayam lokal merupakan sumberdaya dalam negeri yang sudah beradaptasi dengan lingkungan di perdesaan selama berabad-abad. Mengingat populasinya yang cukup tinggi, maka secara nasional ayam lokal turut berperan sebagai penyedia protein hewani bagi masyarakat. Ayam lokal dipelihara dengan sistem tradisional dengan memanfaatkan sisa makanan dapur dan lainnya di sekitar pekarangan. Hampir setiap rumah tangga petani di perdesaan memiliki ayam lokal sebagai tabungan dan hanya mendapat perhatian sedikit dari pemiliknya. Petani yang membutuhkan uang tunai, baik untuk keperluan anak sekolah maupun kebutuhan yang mendesak lainnya, dengan mudah mendapatkannya dengan menjual ayam lokal. Dengan sistem pemeliharaan tersebut, maka ayam lokal sangat rentan terhadap serangan penyakit, khususnya penyakit tetelo (new castle diseases) dan AI. Ayam lokal mempunyai pangsa pasar tersendiri seperti Ayam Suharti, Ayam Kalasan, Mbok Berek dll. yang hanya menggunakan ayam lokal, dengan harga jual yang lebih mahal dibandingkan dengan produk dari ayam ras. Potensi dan arah pengembangan ayam lokal ditujukan untuk (a) penyediaan daging dan telur ayam berkualitas tertentu serta (b) resistensi terhadap pengendalian dan pencegahan penyakit. Pembuatan vaksin yang mudah diaplikasikan oleh masyarakat dengan harga murah perlu terus dilakukan dalam upaya menekan angka kematian yang sangat tinggi. 3. Itik Di Indonesia itik umumnya diusahakan sebagai penghasil telur, sedangkan potensi itik sebagai penghasil daging masih perlu dikaji lebih lanjut. Peternakan itik didominasi oleh peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional. Saat ini, pemeliharaan itik untuk bibit dan untuk produksi di tingkat masyarakat masih belum dapat dibedakan. Pembibit umumnya menetaskan telur dari induk yang biasanya digunakan untuk produksi dan seleksi hanya terbatas pada penampilan telur, seperti bobot, ketebalan kerabang, bentuk dan warna. Industri pembibitan itik merupakan salah satu yang memiliki propek pasar yang baik, mengingat permintaan bibit itik petelur di Indonesia cukup tinggi. Ditambah lagi bahwa pemeliharaan itik dengan sistem kering telah terbukti dapat dilakukan dengan hasil yang cukup baik, sehingga peternak dapat memelihara dalam skala usaha yang relatif banyak, dibandingkan dengan sistem gembala. Itik petelur unggul, persilangan itik Mojosari dan Alabio yang dihasilkan Balai Penelitian Ternak, ternyata mampu berproduksi rata-rata sebesar 70 persen dengan konversi pakan sebesar empat. Potensi dan arah pengembangan itik dititikberatkan pada perbaikan bibit, sehingga terjadi perbedaan antara itik untuk bibit dan itik untuk produksi. Program intensifikasi itik, dengan merubah pola pemeliharaan tradisional menjadi pemeliharaan terkurung atau intensif perlu dipertimbangkan dalam arah pengembangan peternakan unggas ke depan. Keadaan sawah yang semakin intensif menyebabkan jarak antara panen dan tanam menjadi semakin sempit yang menyebabkan semakin terdesaknya itik gembala. Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan kematian itik secara langsung dan menurunnya ketersediaan pakan itik di sawah berupa ikan kecil, cacing, katak dll, secara tidak langsung. 13

8 H U L U 1. Industri Pakan 2. Industri Obat dan Vaksin Hewan 3. Industri Pembibitan 4. Industri Peralatan Peternakan IV. TUJUAN DAN SASARAN 1. Komersial Terintegrasi 2. Usaha Rakyat Bermitra 3. Usaha Mandiri (Komersial dan Usaha Rakyat) UNGGAS PEDAGING INDUSTRI RPA INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON MAKANAN BUDIDAYA UNGGAS 1. Ayam ras pedaging 2. Ayam ras petelur 3. Ayam ras petelur 4. Itik DAGING SEGAR PRODUK OLAHAN 1. Bakso 2. Sosis 3. Corned 4. Abon 5. Nugget 6. Burger H I L I R KONSUMSI RUMAH TANGGA PRODUK Peralatan R T Peralatan Olah Raga Bahan Baku Makanan Ternak TELUR SEGAR P R O D U K O L A H A N Tepung Telur Telur Asin UNGGAS PETELUR INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON MAKANAN Gambar 1. Pohon industri agribisnis ternak unggas Pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas diarahkan untuk (a) menghasilkan pangan protein hewani sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan ketahanan pangan nasional, (b) meningkatkan kemandirian usaha, (c) melestarikan dan memanfaatkan secara sinergis keanekaragaman sumberdaya lokal untuk menjamin usaha peternakan yang berkelanjutan, dan (d) mendorong serta menciptakan produk yang berdayasaing dalam upaya meraih peluang ekspor. Tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas adalah (a) membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas, (b) meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada, (c) menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan (d) meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara. Sasaran pengembangan agribisnis komoditas unggas terbagi sesuai pengembangan komoditas yang terdiri dari ayam ras, ayam lokal dan itik. Sasaran pengembangan agribisnis komoditas ayam ras lebih ditujukan untuk (a) meningkatkan produktivitas dan produksi ayam pedaging dan petelur sehingga produknya dapat lebih terjangkau oleh masyarakat luas dari sisi harga dan akses perolehan, dan (b) mengurangi ketergantungan bahan baku impor, utamanya untuk komponen pakan. Sasaran pengembangan komoditas agribisnis ayam lokal adalah (a) menekan angka kematian melalui penyediaan obat hewan dan vaksin dalam jumlah yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat, (b) meningkatkan substitusi impor dan diversifikasi produk unggas, serta (c) menciptakan produk organik berdasarkan pangsa pasar tertentu. Sasaran pengembangan komoditas agribisnis itik adalah (a) meningkatkan produktivitas dan produksi itik lokal melalui program pembibitan yang terarah, dan (b) memenuhi respon permintaan agroindustri baik untuk produk telur maupun daging itik

9 V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM Memperhatikan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman usaha pengembangan komoditas unggas di Indonesia, diperlukan suatu kerangka pikir (road map) untuk menjadi acuan dalam menentukan langkah-langkah operasional guna memecahkan permasalahan yang ada. Hal ini tertuang dalam penerapan programprogram pembangunan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang disertai dengan komponen pendukung mulai dari arah kebijakan dan pembiayaan pengembangan usaha perunggasan. Roadmap pengembangan komoditas unggas meliputi kondisi awal tahun 2005, strategi pengembangan untuk mencapai tujuan antara ( ) dan target ideal pada tahun 2020 untuk ternak ayam ras, ayam lokal dan itik sebagai penghasil daging dan telur dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat (Gambar 2). Masing-masing komponen dikelompokkan dalam kegiatan on-farm, off-farm, kebijakan pendukung serta aspek pemasaran dan perdagangan. A. Kegiatan On-farm Usaha budidaya ayam ras pedaging dan petelur banyak dilakukan oleh peternakan rakyat dalam skala yang relatif kecil, sehingga efisiensi usaha dan keuntungan yang layak sulit dicapai. Disisi lain, sebagian besar peternak ayam ras sangat tidak rentan terhadap gejolak perubahan harga. Pada saat harga output turun, biaya input produksi tidak otomatis turun, sehingga peternak benar-benar rugi. Strategi pengembangan usaha yang dianjurkan adalah melalui bentuk pola-pola kerjasama kemitraan yang berkeadilan secara bertahap, dan akan mengarah kepada usaha mandiri. Manajemen pemeliharaan pola usaha ini harus mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku guna mencapai efisiensi usaha yang optimal. Usaha ini harus sudah mengarah kepada usaha yang berorientasi keuntungan berdasarkan skala ekonomi yang dianjurkan. Program kerjasama pola kemitraan merupakan salah satu alternatif pilihan yang dapat dijalankan secara obyektif dan harus 16 menguntungkan kedua belah pihak, baik perusahaan sebagai inti maupun peternak sebagai plasma. Peraturan dan kesepakatan yang ada pada program tersebut sangat rumit pada taraf realisasinya, tetapi pemikirannya sangat bagus sehingga perlu terus disempurnakan dalam pelaksanaannya. Pola kerjasama kemitraan adalah suatu pola yang memerlukan kepercayaan dan suasana kekeluargaan diantara pelaku terkait. Oleh karenanya kesuksesan pola kerjasama kemitraan ini sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan usaha, permodalan, kualitas sumberdaya manusia, penyuluhan dan pembinaan. Perlu dikembangkan secara jelas siapa pelaku, penjamin, pelaksana, pengawas dan evaluasi model kemitraan agar terdapat transparansi dalam pelaksanaannya di lapangan. Sebagian besar usaha budidaya ayam lokal dan itik masih dilakukan sebagai usaha sambilan dengan manajemen tradisional, meskipun terdapat perkembangan yang mengarah pada pergeseran dari sistem pemeliharaan ekstensif kepada sistem intensif yang sepenuhnya terkurung. Usaha kedua komoditas ini harus bersifat komplemen pada usaha peternakan ayam ras, karena sebagian besar komponen input mengandalkan penggunaan sumberdaya lokal. Strategi pengembangan usaha peternakan ayam lokal dan itik diarahkan pada usaha perbaikan bibit dalam upaya meningkatkan produktivitas itik dan pemanfaatan potensi genetik plasma nutfah lokal terhadap penyakit. Pola pembinaan peternak baik secara langsung maupun tidak langsung perlu dilakukan dengan teratur. Hal ini harus diarahkan pada aspek produksi, manajemen dan pemasaran (cara menjual hasil), agar peternak menjadi tangguh, efisien, kompetitif, tidak marjinal dan tidak konsumtif. Oleh karenanya perlu ditunjang oleh kelembagaan pembina dan informasi pasar, termasuk infrastruktur bagi stabilisasi produksi. Produksi jagung di dalam negeri dapat ditingkatkan melalui program intensifikasi, maupun ekstensifikasi. Beberapa strategi pengembangan produksi jagung sebagai penyediaan sumber energi dalam pakan dan untuk menurunkan ketergantungan terhadap impor jagung adalah: a. Peningkatan produksi jagung yang telah dicapai saat ini perlu dipertahankan dan dilakukan upaya-upaya perbaikan untuk ditingkatkan kembali. Sentra-sentra budidaya usaha jagung 17

10 perlu dibentuk dalam suatu kawasan, sehingga dapat meminimalkan transaction cost yang pada akhirnya dapat mengurangi biaya produksi. b. Beberapa langkah kebijakan operasional pengembangan produksi jagung untuk menstimulir peningkatan produksi harus dijalankan, diantaranya adalah (i) menyediakan kredit lunak dengan prosedur administrasi yang sederhana, (ii) membangun infrastruktur untuk menggerakkan agribisnis jagung, (iii) menggalakkan intensifikasi budidaya jagung, (iv) memperluas areal pertanaman jagung (ekstensifikasi) serta (v) mendorong keterlibatan peran swasta dalam budidaya jagung secara modern dalam skala komersial. B. Kegiatan Off-farm Industri pakan unggas dengan bahan baku utama yang sebagian besar terdiri dari jagung merupakan program yang perlu dibenahi dengan strategi pengembangan jagung secara berkelanjutan. Hal ini meliputi percepatan inovasi teknologi penggunaan jagung bibit unggul (hibrida dan komposit) dan distribusi benih agar sampai langsung ke pengguna dengan mudah. Produksi jagung dalam negeri sangat sulit diprediksi dan direncanakan, sehingga strategi pengembangan dalam penyediaan silo dan mesin pengering (dryer) dengan skala yang memadai sangat diperlukan. Industri obat hewan juga masih sepenuhnya tergantung dari komponen impor, yang sangat rentan terhadap faktor eksternal utamanya pengaruh nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Pengembangan dan pemanfaatan obat hewan serta vaksin lokal masih belum berjalan sesuai degan harapan. Perlu adanya dorongan dalam menggunakan produk obat hewan dan vaksin dalam negeri melalui program promosi yang harus digalakkan dalam upaya pemanfaatan dan pengembangannya. Hasil inovasi Badan Litbang Pertanian merupakan salah satu alternatif strategi pengembangan yang diusulkan, mengingat obat hewan dan vaksin tersebut telah dikembangkan sesuai dengan kondisi dan iklim di Indonesia. Di dalam perkembangan sistem pangan suatu perubahan akan terus menerus terjadi. Permintaan terhadap produk pangan terus 18 meningkat begitu pula dengan dimensi kualitas. Dalam perjalanannya, beberapa trend perubahan juga telah terjadi pada pengembangan industri perunggasan, antara lain adanya perubahan kegiatan ke arah pengolahan, prosesing, dan packaging. Pentingnya mengkonsumsi produk unggas yang higienis perlu terus dilakukan, misalnya dorongan kepada masyarakat untuk juga dapat menerima produk ayam beku. Strategi pengembangan yang dilakukan adalah penyediaan fasilitas prosesing pemotongan ayam dan penyimpanan (cold storage) unit-unit kecil yang benar dan baik di pusat-pusat konsumen. C. Kebijakan Pemerintah Perlu adanya harmonisasi kebijakan antar kelembagaan (instansi) terkait dalam pengembangan perunggasan seperti pada kebijakan perpajakan, investasi, impor, ekspor, tarif, tata ruang dan perijinan. Saat ini diperoleh kesan saling berbenturan dengan yang diperlukan masyarakat perunggasan dan tidak saling memperkuat (sinergis). Hal ini sangat penting untuk dilaksanakan agar struktur produksi dapat berjalan dengan lebih baik pada implementasinya. Pemerintah tetap harus berperan sebagai regulator yang bijaksana (adil, arif dan transparan), disamping perannya sebagai motivator, dinamisator dan fasilitator. Perlu adanya peningkatan efektivitas dan penajaman fungsi (tugas dan tanggung jawab) kelembagaan terkait, terutama dalam hal perencanaan, pengawasan, peningkatan sumberdaya manusia, evaluasi dan kontrol. Hendaknya setiap aspek yang mempengaruhi perkembangan industri perunggasan, perijinannya harus mendapat rekomendasi dari instansi teknis dan pelaku lainnya. Contohnya dalam perijinan mengenai investasi, tata ruang, impor, dan lain sebagainya. Peraturan pemerintah yang tidak operasional belum mendapatkan kontrol yang serius. Hal tersebut harus memperoleh perhatian yang lebih baik, dan diperlukan penegakan hukum atas sangsi yang dikenakan. Sangsi bagi yang melanggar peraturan yang ada perlu diatur dengan landasan hukum yang kuat. Kebijakan peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha agribisnis peternakan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong pembangunan peternakan 19

11 unggas yang tangguh dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan investasi swasta, pemerintah dan masyarakat, serta kebijakan pewilayahan komoditas dan peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak disertai pengembangan kelembagaan. D. Pemasaran dan Perdagangan Terjaminnya aspek permintaan dan penawaran produk unggas merupakan tujuan dari usaha perunggasan yang dilakukan. Transparansi informasi dalam aspek produksi dan konsumsi produk unggas perlu dibenahi sehingga diperoleh data secara lengkap dan akurat. Perlu dibentuk forum informasi industri perunggasan yang independen dari berbagai pihak baik swasta maupun pemerintah, yang pada intinya dapat lebih memberikan bantuan dan peran yang positif bagi PINSAR. Forum ini dapat membahas aturan main dalam hal pengembangan, pemantapan pasar/harga dan perluasan pasar baru dan dapat mengembangkan pusat informasi pasar dan dana pembinaan serta stabilisasi, terutama stabilisasi supply produk telur dan daging ayam. Untuk merealisir pemikiran tersebut diatas, pemerintah harus mampu membangun keadaan yang kondusif dengan instrumen: fiskal, moneter, perijinan dan membangun dayasaing yang kuat dengan instrumen tarif dan pajak. Tarif impor perlu diberlakukan dan bukan dibebaskan, sementara pajak ekspor harus diturunkan, dengan catatan perlu memperhatikan kesepakatan WTO yang ada. Diperlukan penyuluhan secara komprehensif dan menyeluruh kepada masyarakat mengenai ancaman dunia perdagangan bebas. Diharapkan terjalin jaringan kerjasama yang harmonis antar pelaku bisnis, sehingga persatuan yang solid merupakan kekuatan bersama untuk mengantisipasi era perdagangan bebas. Peluang pasar di dalam negeri maupun ekspor yang sangat besar dan ketersediaan tenaga kerja yang cukup belum mampu diwujudkan sebagai pemicu untuk mendorong perkembangan industri perunggasan di dalam negeri. Yang terjadi adalah ancaman yang berkaitan dengan kesepakatan WTO dan isu lingkungan, keamanan pangan, dan pemerataan kesempatan bekerja. 20 Disamping kewajiban untuk mematuhi kesepakatan global (WTO), kiranya perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan UU Anti Monopoli dan UU Otonomi Daerah dalam mengembangkan strategi industri perunggasan di Indonesia di masa yang akan datang. Semua pihak harus mampu merebut dan menciptakan pasar di dalam maupun di luar negeri, serta mempertahankan dan menumbuhkembangkan pasar yang sudah ada, agar kekuatan dan energi yang dipergunakan untuk melakukan persaingan, pertentangan dan kompetisi tidak sehat diubah menjadi bentuk kerjasama yang sinergis. Sistem perpajakan, perkreditan, penyangga harga dan pemasaran serta ketersediaan informasi yang akurat perlu secara terus menerus diperbaiki, disempurnakan dan disosialisasikan secara meluas. Kebijakan yang ada tentang hal-hal tersebut perlu secara konsisten dimonitor dan dievaluasi di dalam pelaksanaannya. E. Strategi Strategi untuk mencapai tujuan, sasaran dan efektivitas implementasi kebijakan tersebut adalah melalui pembangunan industri agribisnis komoditas ternak unggas, yang mencakup kegiatan-kegiatan dari sektor hulu sampai hilir. Hal ini sangat terkait dengan kunci dayasaing produk perunggasan yaitu efisiensi pada setiap segmen rantai pasokan dan keterkaitan fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi setiap pelaku usaha dalam memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan. Guna menciptakan hal tersebut diperlukan selain integrasi vertikal antar segmen rantai pasokan juga integrasi horizontal antar pelaku dalam satu segmen. Industri agribisnis dapat merupakan usaha berskala menengah dan besar. Pada dasarnya, perusahaan-perusahaan agribisnis yang didirikan diarahkan untuk berkembang secara terintegrasi baik secara individu (satu perusahaan) maupun banyak pelaku usahaternak yang bergabung dalam satu wadah kelompok. Dengan pendekatan industri agribisnis maka program-program pembangunan peternakan unggas tidak hanya terfokus pada aspek produksi tetapi meliputi programprogram yang terkait dalam sistem agribisnis mulai dari hulu sampai ke hilir. Program-program tersebut terdiri atas 3 kelompok yakni: 21

12 1. Sektor hulu Program sektor hulu diutamakan untuk menjamin terpenuhinya penyediaan bibit berupa d.o.c., pakan, vaksin dan obat hewan serta peralatan. Program pembibitan lainnya diarahkan pada pengembangan ternak ayam lokal dan itik. 2. Sektor budidaya Program peningkatan produktivitas dan produksi ayam ras lebih diarahkan pada pengembangan transformasi skala usaha rakyat mencapai skala menengah melalui pendekatan pola produksi yang lebih efisien dan kelembagaan. Program tersebut untuk unggas lokal ditujukan pada perbaikan manajemen usahaternak mandiri sehubungan dengan pencegahan penyakit ternak dan peningkatan produktivitas dan produksi itik. 3. Sektor hilir Program peningkatan nilai tambah yang terkait dengan pascapanen dan proses pengolahan sehingga tercipta diversifikasi produk. Tujuan program ini adalah meningkatkan insentif bagi pelaku usaha, utamanya adalah peternak. F. Program Program utama pengembangan agribisnis komoditas unggas sangat terkait dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Guna menjamin penyediaan pasokan d.o.c. ayam ras yang akan merefleksikan kebutuhan pakan, maka transparansi dalam informasi produksi di sektor hulu sangat membantu peternak maupun pemerintah untuk menentukan langkah dan sikap bila terjadi kelangkaan atau kelebihan produk. Dorongan dan dukungan untuk pengembangan industri hilir, seperti pabrik tepung telur, cold storage, dan pabrik daging olahan diharapkan dapat membantu mengatasi bila terjadi fluktuasi harga dan pasokan yang berlebihan. Kesadaran masyarakat untuk meningkatkan konsumsi pangan protein hewani perlu dilakukan melalui dorongan program promosi yang terus menerus dan konsisten. TUJUAN ANTARA ( ) KONDISI IDEAL 2020 KONDISI AWAL 2005 STRATEGI PENGEMBANGAN Peningkatan efisiensi usaha dan daya saing produk Program kemitraan Peningkatan skala usaha yang optimal untuk ayam ras Program intensifikasi perbaikan bibit itik lokal ON-FARM Program seleksi terhadap kerentanan potensi genetik terhadap penyakit Konservasi plasma nutfah ayam lokal Peningkatan produksi jagung Ketahanan pangan Pelestarian keanekaragaman sumberdaya lokal Program intensifikasi tanaman jagung Program integrasi horizontal Peningkatan pengolahan dan prosesing Penyediaan benih jagung unggul Silo dan alat pengering jagung Industri pakan OFF-FARM Kemandiirian usaha peternakan unggas cold storage Tingginya komponen impor untuk bahan pakan Lemahnya sarana pengolahan dan Peningkatan investasi dan distribusi prosesing Pengembangan infrastruktur Pendapatan peternak meningkat Produk unggas yang berdaya saing Peluang ekspor Investasi kondusif, promosi produk unggas, tata ruang dan lalu lintas ternak, keswan dan kesmavet KEBIJAKAN PEMERINTAH Kredit usaha UKM Terjaminnya penawaran dan permintaan produk unggas Pengelolaan pasar secara vertikal dan horizontal Transparansi informasi PEMASARAN DAN PERDAGANGAN Perlindungan pasar global yang tidak adil Gambar 2. Road map pengembangan komoditas unggas 22 23

13 Program peningkatan produktivitas jagung di dalam negeri perlu dilakukan baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi dalam upaya meningkatkan dayasaing produk perunggasan. Intensifikasi melalui penanaman varietas unggul seperti jagung komposit, hibrida atau transgenik yang mempunyai produksi tinggi dapat dilakukan, dimana penerapan inovasi varietas unggul mempunyai peran yang sangat penting terhadap kontribusi peningkatan produksi jagung nasional. Hal ini sangat tergantung pada kesesuaian dengan kondisi lingkungan (tanah dan iklim) serta preferensi petani terhadap warna biji, dimana warna kuning kemerahan cenderung untuk pakan dan warna putih untuk pangan. Sampai saat ini sebagian besar pelepasan varietas jagung unggul diarahkan pada jagung kuning yang sesuai untuk pakan, sementara jagung dengan biji putih masih belum mendapat perhatian yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa selama 20 tahun terakhir pemanfaatan jagung di Indonesia telah bergeser dari pangan menjadi bahan industri terutama pakan. Varietas jagung unggul yang banyak berkembang di tingkat petani adalah Arjuna, Bisma dan Lamuru dengan potensi produksi ratarata sekitar 7-8 ton/ha di Kawasan Timur Indonesia, seperti Gorontalo, Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan. Tingkat produktivitas jagung hibrida mulai menunjukkan perbaikan, sejalan dengan semakin tingginya frekuensi pelepasan benih jagung hibrida. Program penanaman jagung hibrida masih perlu ditingkatkan karena hasil yang diperoleh selama ini masih relatif rendah dari total areal penanaman jagung yang diusahakan rakyat dengan skala luasan yang sangat sempit. Program ekstensifikasi dapat dilakukan dengan perluasan areal tanaman jagung, misalnya dengan memanfaatkan lahan tidak berfungsi yang relatif masih luas. Namun lahan seperti ini biasanya merupakan lahan marjinal yang penuh tantangan, baik dari segi kesuburan, ekologi, maupun ketersediaan sarana-prasarana pendukung. Justru yang saat ini belum banyak diperhatikan adalah penanaman jagung di kawasan perkebunan melalui pola integrasi. Apabila setiap tahun terdapat peremajaan kebun sebesar 4 persen, dan penanaman tumpang sari dapat dilakukan selama 4 tahun sebelum canopy menutup permukaan lahan, maka setiap tahun tersedia sekitar 16 persen areal perkebunan yang dapat dimanfaatkan untuk 24 ekstensifikasi penanaman jagung. Dari kawasan perkebunan kelapa sawit saja, yang saat ini luasnya sekitar 5 juta ha, terdapat potensi untuk mengembangkan corn estate seluas hampir satu juta hektar. Bila kawasan ini dimanfaatkan, maka akan tersedia tambahan jagung sedikitnya 3 juta ton, atau dua kali lipat dari total impor saat ini. Di kawasan ini sudah terbangun prasarana jalan yang sangat baik, serta manajemen yang relatif lebih mudah. Program diversifikasi penggunaan sumber energi selain jagung juga perlu mendapat perhatian. Program pembangunan komoditas ternak unggas lokal difokuskan pada usaha pencegahan penyakit dalam upaya melestarikan sumberdaya lokal. Program ini meliputi usaha pembibitan, mengoptimalkan pemanfaatan laboratorium kesehatan hewan, penelitian dan pengembangan serta pelatihan, penyuluhan dan penguatan kelembagaan petani. 25

14 VI. KEBUTUHAN INVESTASI Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun mendatang, setara dengan 1,25 milyar ekor ayam pedaging dan 115 juta ekor ayam petelur, maka perkiraan kebutuhan investasi diestimasi berdasarkan nilai aset yang saat ini berputar dalam usaha tersebut (Tabel 1). Pelaku investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas dibedakan dalam tiga kelompok, yakni investasi yang dilakukan oleh rumah tangga peternak (masyarakat), swasta dan pemerintah. Masing-masing kelompok dibagi dalam investasi di sektor hulu, budidaya dan hilir, berturut-turut untuk komoditas ayam ras, ayam lokal dan itik. Estimasi kebutuhan investasi total mencapai Rp trilyun. A. Investasi Masyarakat Kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara persen, masingmasing sebesar Rp. 1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur. Estimasi kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 4,5 trilyun dan Rp. 1,5 trilyun. Investasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti lahan, kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari perbankan maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup kemungkinan lembaga keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun koperasi bersama. B. Investasi Swasta Pangsa kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam pedaging dan petelur rata-rata berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 9,5 trilyun dan Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi swasta untuk pengem- 26 Tabel 1. Estimasi kebutuhan investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas Bidang Investasi Masyarakat Swasta Pemerintah Perkandangan Pasokan bibit Peningkatan luas Pabrik pakan areal tanam jagung Ayam ras pedaging (Rp. 11 trilyun) Ayam ras petelur (Rp. 5 trilyun) Ayam lokal (Rp. 6 trilyun) Itik (Rp. 2,5 trilyun) Total (Rp. 24,5 trilyun) Ternak Lahan Pakan dan obat Tenagakerja Rp. 1 trilyun Perkandangan Ternak Lahan Pakan dan obat Tenagakerja Rp. 1 trilyun Lahan Perkandangan Penyediaan bibit/ternak Pakan dan obat Tenagakerja Rp. 4,5 trilyun Perkandangan Penyediaan bibit/ternak Lahan Pakan dan obat Tenagakerja Rp. 1,5 trilyun Kemitraan Cold storage Pengolahan dan prosesing Rp. 9,5 trilyun Pasokan bibit Pabrik pakan Kemitraan Pabrik tepung telur Rp. 3,8 trilyun Kemitraan produk Pabrik Pabrik pakan Diversifikasi pengolahan dan prosesing Rp. 0,5 trilyun Pabrik pakan Diversifikasi produk Rp. 250 milyar Promosi Regulasi Infrastruktur Rp. 500 milyar Peningkatan luas areal jagung Promosi Infrastruktur Regulasi Rp. 200 milyar Penggunaan laboratorium keswan Promosi Infrastruktur Penelitian dan pengembangan Rp. 1 trilyun Promosi Infrastruktur Penelitian dan pengembangan Rp. 750 milyar Rp. 8 trilyun Rp. 14,05 trilyun Rp. 2,45 trilyun bangan komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10 persen, dengan nilai Rp. 0,5 trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk ternak itik. Bentuk investasi swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana input seperti peningkatan pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan vaksin. Investasi di sektor hilir seperti pabrik 27

15 pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan sarana cold storage dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat perhatian yang serius. Peran swasta dalam implementasi program kemitraan menjadi sangat penting, karena disamping dapat membantu meningkatkan skala usaha di sektor budidaya, juga dapat memberikan nilai tambah di sektor hilir. Hal ini dapat dilakukan melalui penciptaan struktur pasar terbuka berdasarkan efisiensi untuk memperoleh produk yang berdayasaing. C. Investasi Pemerintah Investasi produksi yang berupa infrastruktur oleh pemerintah sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung unggul, penanganan pascapanen berupa pembuatan silo dan sarana transportasi. Estimasi kebutuhan investasi pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam ras pedaging dan petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp. 500 milyar untuk ayam ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur. Pada pengembangan komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata berkisar antara 30 persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp. 750 milyar. Investasi pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal. Pelayanan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang manfaat mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten. Investasi oleh pemerintah juga diperlukan dalam upaya mengoptimalkan penggunaan laboratorium maupun pos kesehatan hewan yang tersebar di seluruh propinsi. Hal ini sangat terkait dengan lalu lintas ternak antara kabupaten/kota, propinsi maupun pulau serta pengawasan kesehatan hewan. Peran pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal. Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik. 28 VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN PENDUKUNG Untuk mencapai visi, misi dan tujuan program pembangunan pertanian diperlukan kebijakan pendukung. Beberapa kebijakan pendukung yang diperlukan: 1. Kebijakan pendukung dalam membentuk lingkungan investasi yang kondusif, utamanya dalam hal pelayanan investasi khususnya investasi di luar sektor pertanian. Sebagai contoh kebijakan pembangunan peternakan, pabrik pakan dan pemotongan ayam dan sebagainya berubah menjadi kebijakan agribisnis sehingga perijinan hanya melalui satu atap. 2. Kebijakan dalam hal mempromosikan produk unggas. Kebijakan ini diperlukan mengingat konsumsi produk unggas yang belum merata di kalangan penduduk, sehingga diperlukan suatu promosi dalam kerangka keamanan pangan serta peningkatan konsumsi. 3. Sementara itu untuk menjamin agar peternakan ayam dapat terhindar dari serangan wabah berbahaya, perlu dukungan kebijakan dan inovasi dalam hal tata ruang, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta penegakan aturan yang terkait dengan lalu lintas ternak dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah dan perdagangan global. Kebijakan yang benar-benar mampu memberi perlindungan kepada peternak maupun konsumen dari ancaman wabah penyakit yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi sangat besar. 4. Kebijakan pendukung dalam rangka pencegahan penyakit diperlukan utamanya dalam memperkuat pelayanan laboratorium dan pos-pos kesehatan hewan, serta kebijakan penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan penularan penyakit unggas. Kebijakan pendukung ini meliputi pengaturan keluar masuk ternak dan pengaturan impor ternak unggas beserta produk turunannya. 5. Pemerintah perlu membuat kebijakan tentang kemitraan agribisnis perunggasan yang adil baik bagi mitra maupun bagi inti melalui pembagian resiko dan keuntungan yang adil. 29

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *) POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA Achmad Syaichu *) ABSTRAK Komoditas unggas (lebih dari 90 persen adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki komoditas pertama untuk konsumsi

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan (ayam ras) di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, dimana perkembangan usaha ini memberikan kontribusi

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS. Edisi Kedua

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS. Edisi Kedua PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo 1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Pohon Industri Ayam Ras Bagan Roadmap Pengembangan Komoditas Visi Menjadi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

AGRIBISNIS BAWANG MERAH PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BAWANG MERAH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online

Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online Nama : Rizal Alan Yahya Kelas : S1-SI-09 NIM : 11.12.6004 Tugas : Lingkungan Bisnis Karya Ilmiah Bisnis ayam jawa super online 1 A. Abstrak Tujuan dari pembuatan toko online ini adalah untuk pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di Indonesia jika dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya, karena sejak pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci