BAB I PENDAHULUAN. diwarnai dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadinya korupsi,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. diwarnai dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadinya korupsi,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum era reformasi, penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme, sehingga diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif, jujur, bersih, terbuka, bebas dan adil terkendali. Praktik korupsi kolusi nepotisme sangat sulit untuk dihilangkan, sehingga hal ini menyebabkan masyarakat semakin sukar untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan haknya sebagai seorang warga negara. Bentuk dari kekecewaan tersebut mendorong masyarakat, khususnya mahasiswa dan kaum terpelajar, untuk melakukan gerakan reformasi pada tahun 1998 yang terjadi hampir diseluruh plosok daerah di Indonesia. 1 Salah satu alasan dari diadakannya reformasi adalah diharapkan adanya perubahan mental dan kultur birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Keinginan ini kemudian menjadi dorongan berbagai kalangan masyarakat untuk mendirikan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengawasi kinerja pemerintahan, seperti Indonesian Corruption Watch. Sistem pengawasan eksternal yang dilakukan oleh berbagai LSM, mahasiswa dan komponen demokrasi lainnya memiliki fungsi terbatas sebagai Pukul Wib 1 Reformasi di Indonesia, Wiipedia, Diakses pada 02 November 2013, pada 1

2 2 lembaga yang tidak secara langsung berpengaruh terhadap struktur birokrasi dan kekuasaan. Pada saat yang sama, lembaga pemerintahan yang bertugas untuk melakukan pengawasan internal juga tidak bekerja secara maksimal, bahkan bertindak tidak lebih sebagai alat justifikasi dan pelindung pejabat publik yang malah melakukan penyimpangan. 2 Dengan dimulainya era reformasi, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif menjadi harapan setiap warga negara. Hal inilah yang menjadi tuntutan masyarakat yang selama ini hak-hak mereka kurang mendapat perhatian dan pengakuan secara layak, padahal pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan kedamain. 3 Lahirnya ombudsman di Indonesia berawal pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid akibat adanya tekanan masyarakat yang menghendaki terjadinya perubahan menuju pemerintahan yang transparan, bersih dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme. Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan penyelenggara negara maupun pemerintah, termasuk memiliki kewenangan dalam mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan 2 Antonius Sujata,Peranan Ombudsman dalam Pemberantasan dan Pencagahan Korupsi serta Pelakasanaan Pemerintahan yang Baik,(Komisi Ombudsman Indonesia,2006). 3 Yusril Ihza Mahendra,Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia, (Departemen Kehakiman dan Departemen HAM RI)

3 3 hukum milik negara, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman bersifat independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang mengandung azas kebenaran, keadilan, non diskriminasi, tidak memihak, transparansi, keseimbangan dan kerahasiaan. 4 Ombudsman republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan badan hukum milik negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. 5 Cita-cita untuk menyelenggarakan pemerintahan negara yang bersih merupakan cikal bakal didirikannya komisi ombudsman, hal ini tertuang dalam keputusan presiden republik Indonesia nomor 44 tahun 2000 tentang komisi ombudsman nasional yang menyatakan : Pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. 6 4 Ombudsman Indonesia : Masa Lalu,Sekarang dan Masa Mendatang, Komisi Ombudsman Nasional, Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Pasal 1 ayat 1 6 Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.

4 4 Ombudsman sebagai lembaga independen yang bersifat mengawasi diharapkan tetap pada komitmen awal pembentukannya yaitu memberi dorongan agar pekerja publik mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Bagaimanapun ombudsman sebagai institusi pengawasan tetap berjalan di tempatnya agar penyelenggara negara yang memperoleh dorongan ombudsman segera berjalan cepat menuju ke arah pemerintahan yang lebih baik (good government). 7 Lebih dari itu, ketetapan MPR nomor VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme telah memerintahkan penyelenggara negara agar segera membentuk undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk pencegahan korupsi yang muatannya meliputi salah satu diantaranya adalah komisi ombudsman. Dengan demikian posisi komisi ombudsman nasional dalam pemberantasan korupsi sesuai dengan TAP MPR No. VIII/MPR/2001 berada pada wilayah prevensi. Pada dasarnya ombudsman sangat erat hubungannnya dengan keluhan masyarakat terhadap suatu tindakan dan keputusan dari pejabat administrasi publik yang dinilai merugikan masyarakat. Pemilihan anggota ombudsman dilakukan melalui suatu pemilihan oleh parlemen dan diangkat oleh kepala negara dalam hal ini presiden setelah berkonsultasi dengan pihak parlemen. Peranan ombudsman adalah untuk melindungi masyarakat terhadap pelanggaran hak, penyalahgunaan wewenang, kesalahan, kelalaian, keputusan yang tidak fair dan mal 7 Budhi Masturi,Ombudsman Dalam Transisi Demokrasi di Indonesia,Google (diakses tanggal 02 November 2013) http : // perpustakaan bphn.go.id

5 5 administrasi dalam rangka meningkatkan kualitas administrasi publik dan membuat tindakan-tindakan pemerintah lebih terbuka dan pemerintah serta pegawainya lebih akuntabel terhadap anggota masyarakat. Fungsi komisi ombudsman berdasarkan Keppres No. 44 tahun 2000, yaitu sebagai berikut : 1. Memberdayakan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. 2. Menganjurkan dan membantu masyarakat memanfaatkan pelayanan publik secara optimal untuk penyelesaian persoalan. 3. Memberdayakan pengawasan oleh masyarakat merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur negara dapat diminimalisasi. 4. Dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan. 5. Lembaga ombudsman merupakan suatu komisi pengawasan yang bersifat mandiri dan berdiri sendiri lepas dari campur tangan lembaga kenegaraan lainnya. 8 8 Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Indonesia, Pasal 2

6 6 Adapun yang menjadi tujuan dari dibentuknya komisi ombudsman Indonesia, yaitu : 1. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera. 2. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka serta bebas dari KKN. 3. Melalui peran masyarakat membantu menciptakan dan/atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. 4. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan semakin baik. 5. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik maladministrasi. 6. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan., diskriminasi serta KKN. Berdasarkan Undang-undang nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman, dijelaskan bahwa salah satu peranan ombudsman adalah mendorong penyelenggaraan Negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujjur, terbuka, bersih serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. 9 Dalam point b dijelaskan bahwa ombudsman juga berperan dalam pembantuan meningkatkan mutu pelayanan negara disegala bidang agar setiap 9 Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Pasal 4 Point b

7 7 warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan yang makin baik. 10 Ketika penulis menemui salah satu komisioner ombudsman provinsi riau, dan menanyakan tentang pelaksanaan fungsi ombudsman dalam hal pengawasan pelayanan publik, responden menyatakan bahwa pada dasarnya lembaga ombudsman bersifat pasif, artinya adalah bahwa ombudsman menunggu laporan dari masyarakat yang merasa tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari instansi pemerintah ataupun adanya penyimpangan yang dilakukan pemerintah dalam hal pelayanan publik, maka kalau seandainya tidak ada laporan maka tidak bisa dengan serta merta lembaga ombudsman melakukan evaluasi dan melaksanakan pemeriksaan terhadap lembaga publik. 11 Namun dalam kenyataan yang terlihat, bahwa seiring dengan berjalannya waktu yang sudah hampir empat belas tahun sejak ombudsman didirikan pertama kali, masyarakat tidak begitu memahami dan merasakan tentang fungsi ombudsman itu sendiri, Sehinga komisi ombudsman terkesan berjalan di tempat. Salah satu kasus yang sempat dilaporkan kepada ombudsman perwakilan daerah provinsi riau adalah kasus tentang izin mendirikan bangunan, yang salah satu masyarakat merasa disulitkan oleh salah satu oknum yang bekerja di unit pelayanan terpadu kota Pekanbaru, karena selain izin mendirikan bangunan dipersulit, pelayanannya juga tidak ramah dan tidak 10 Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Pasal 4 Point c 11 Wawancara dengan komisioner lembaga Ombudsman Provinsi riau, Bapak Bambang, pada hari Jumat, 29 November 2013

8 8 prima, sehingga salah satu masyarakat yang bernama Rahman tersebut melaporkan kepada ombudsman perwakilan daerah provinsi riau. 12 Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian untuk menngetahui lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi ombudsman dalam hal pengawasan pelayanan publik di provinsi riau. Berdasarkan latar belakang masalah yeng telah penulis kemukakan diatas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan Judul: PELAKSANAAN FUNGSI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI RIAU DALAM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK. B. Batasan Masalah Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini maka dalam hal ini perlu adanya pembatasan masalah, adapun masalah yang akan diteliti adalah tentang pelaksanaan fungsi ombudsmaan republik Indonesia perwakilan provinsi riau dalam pengawasan pelayanan publik, serta kendala yang dihadapi oleh ombudsman dalam pelaksanaan pengawasan pelayanan publik di Indonesia C. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : provinsi Riau. 12 Kasus diambil dari salah satu berkas yang ada di Ombudsman Perwakilan daerah

9 9 1. Bagaimanakah Pelaksanaan Fungsi Ombudsmaan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau Dalam Pengawasan Pelayanan Publik? 2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Ombudsman Perwakilan Provinsi Riau Dalam Pelaksanaan Pengawasan Pelayanan Publik? D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Fungsi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau Dalam Pengawasan Pelayanan Publik. b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Ombudsman Perwakilan Provinsi Riau Dalam Pelaksanaan Pengawasan Pelayanan Publik. Adapun kegunaan dari penelitian yang penulis lakukan ini adalah sebagai berikut : a. Untuk menambah wawasan serta dapat berguna dan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan dibidang hukum tata negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dan masyarakat. E. Kerangka Teori Dalam studi hukum tata negara, khususnya yang berkaitan dengan masalah struktur pemerintah tentang forms of bureaucratic accountability.

10 10 Pembahasan dalam bidang tersebut dibagi menjadi dua bagian, yakni mengenai internal controls dan external scrutiny. Internal controls dilakukan melalui ministerial direction, formal regulation, competititon between departments, dan professional standards. Sedangkan external scrutiny dilakukan oleh legislature and judiciary, ombudmsmen, dan interest groups and the mass media. 13 Yang dimaksud dengan external scrutiny adalah perluasan dari fungsi pertanggung jawaban para pegawai (negeri) yang bergerak dalam bidang pelayanan umum. Secara tradisional, para birokrat dapat melarikan diri dari pemeriksaan, baik secara politis maupun publik, ketika, sebagaimana di Inggris, para menteri sendiri yang bertanggung jawab terhadap parlemen terhadap tindakan-tindakan para pejabatnya. Para pegawai negeri dapat berlindung di balik baju menterinya. Untungnya, sistem seperti di Inggris ini tidak diterapkan di negara-negara demokrasi liberal lainnya. 14 Dewasa ini, institusi semacam ini juga terdapat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, kehadiran institusi ombudsman muncul hampir bersamaan dengan beberapa lembaga mandiri lainnya. Dalam studi hukum tata negara, timbul permasalahan tentang di manakah seharusnya ia diatur. Beberapa pihak telah mengupayakan pengaturannya dalam perubahan ketiga UUD Namun demikian, hingga perubahan keempat UUD 1945 disahkan, belum ada satu pasal pun yang mengatur mengenai hal ini. 13 Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction (New York: Palgrave, 2001). h Ibid, h.263

11 11 Ombudsman nasional adalah lembaga pengawasan yang berasaskan pancasila dan bersifat mandiri serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya oleh penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah. Berdasarkan ketentuan inilah, maka kewenangan ombudsman nasional lebih difokuskan kepada masalah pelayanan kepada masyarakat. Dalam bidang peradilan, kewenangan ombudsman dibatasi sepanjang yang terkait dengan bidang administrasi pelayanan, bukan kepada materi putusan pengadilan. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dianut oleh lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, yaitu : bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 15 Administrasi pelayanan dalam bidang peradilan antara lain meliputi kapan para pencari keadilan mengetahui perkaranya dapat diperiksa, kecepatan penanganan dan pemeriksaan perkara, biaya perkara yang pasti, penanganan perkara yang tidak berlarut-larut. Apabila seseorang tidak puas dengan keputusan pengadilan, maka pihak korban tidak dapat mengadukan masalahnya ke ombudsman, tetapi sudah tersedia upaya hukum lainnya, yaitu : banding, kasasi dan peninjauan kembali Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Upaya banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa sedangkan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung merupakan upaya hukum luar biasa karena putusan pengadilan yang dimohonkan peninjauan kembali merupakan putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, oleh karena utu upaya peninjauan kembali tidak menunda putusan pengadilan sebelumnya.

12 12 Semua ombudsman di dunia mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap keluhan-keluhan yang berasal dari perorangan. Selain itu kebanyakan ombudsman juga hanya berwenang untuk membuat rekomendasi jika ditemukan penyimpangan-penyimpangan dan tidak bisa mengambil keputusan yang mengikat secara hukum. Namun, ada juga beberapa ombudsman yang diberikan kewenangan lebih besar, yakni kewenangan untuk mengambil keputusan, menuntut dan meneruskan kasus tersebut ke pengadilan untuk diputuskan. Ombudsman Indonesia tidak berwenang untuk membuat atau mengubah undang-undang, meskipun ombudsman mempunyai wewenang untuk merekomendasikan amandemen undang-undang terhadap badan legislative. 17 Lembaga ombudsman tidak perlu memasukkan hak asasi manusia dalam yurisdiksi kewenangannya. Hal ini disebabkan karena sudah ada lembaga sendiri yang menangani masalah hak asasi manusia. 18 Dasar hukum yang mengatur mengenai komisi ombudsman di Indonesia ada 3 (tiga), yaitu : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun Secara harfiah dari segi tata bahasa, kata kontrol berarti pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian. George R.Terry memberi arti dari pengawasan 17 Badan legislatif merupakan lembaga tinggi di Indonesia yang berfungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lembaga yang berwenang menangani masalah Hak Asasi Manusia adalah Komnas HAM, Pengadilan HAM, Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

13 13 (control) adalah menentukan apa yang telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, jika perlu, memastikan hasil yang sesuai dengan rencana. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan capai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya. Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai: pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan. atau suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi

14 14 dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah: a) Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan; b)menyarankan agar ditekan adanya pemborosan; c) Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana. F. Metode Penelitian Untuk menjawab permasalahan yang di kemukakan dalam penelitian ini, maka penulis menyusun metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis dan Lokasi Penelitian Jika dilihat dari penelitian ini, penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan atau Field Research, penelitian ini dilakukan di ombudsman perwakilan provinsi riau, jalan Arifin Achmad, kota Pekanbaru, adapun alasan penulis memilih lokasi penelitian di ombudsman perwakilan provinsi riau adalah, karena perwakilan di provinsi riau hanya ada di kota Pekanbaru, selain itu juga dengan semakin lemahnya pelayanan publik serta semakin sedikitnya masyarakat yang mau mengawasi tentang pelayanan publik di provinsi riau. 2. Subjek dan Objek Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah kepala ombudsman perwakilan provinsi riau, dan asisten ombudsman perwakilan provinsi riau sebanyak

15 15 2 orang, sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan fungsi ombudsman republik Indonesia perwakilan provinsi riau dalam pengawasan pelayanan publik. 3. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. 19 Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah komisioner ombudsman provinsi riau. karena populasinya hanya ombudsman provinsi riau, maka penulis gunakan dengan cara sensus. 4. Data dan Sumber Data Data adalah segala keterangan yang disertai dengan bukti atau fakta yang dapat dirumuskan untuk menyusun perumusan, kesimpulan atau kepastian sesuatu. 20 Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah : a. Bahan Hukum Primer, Bahan hukum primer yang dimaksud yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. 21 Dan merupakan bahan yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini adalah kantor ombudsman provinsi riau, b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu undang-undang nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman, buku-buku serta literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti, yaitu buku-buku tentang ombudsman, hasil-hasil 19 Bambang sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,. Rajawali Pres, Jakarta. h Yan Pramadya Puspa, kamus Hukum;aneka Ilmu; semarang h Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2006, h. 52.

16 16 penelitian, seminar, lokakarya dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan lembaga negara. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung terhadap Bahan hukum sekunder, yaitu yang diperoleh dari internet, media cetak maupun media elektronik. 5. Tekhnik Pengumpulan Data Adapun alat pengumpul data yang digunakan didalam penelitian ini adalah melalui : a. Wawancara yaitu melakukan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau nara sumber atau informan untuk mendapatkan informasi. 22 Dalam penelitian ini, yaitu dengan cara mempertanyakan langsung kepada komisioner ombudsman provinsi riau tentang fungsi dan kendala dalam pengawasan pelayanan publik b. Studi Pustaka, yaitu metode pengumpulan data digunakan peneliti dalam mencari dan mengumpulkan data-data yang mendukung dan menguatkan penelitian yang diadakan. Metode ini dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur yang mendukung dan berkaitan dengan objek penelitian. 22 Ibid,h. 170

17 17 6. Analisis Data Dalam penelitian ini, langkah yang peneliti lakukan adalah mengumpulkan data dari hasil wawancara dilapangan, yaitu di ombudsman perwakilan provinsi riau yang kemudian dibandingkan dengan undang-undang dan dari buku, literatur serta regulasi, data tersebut kemudian diolah dan seterusnya disajikan dalam bentuk uraian kalimat, selanjutnya peneliti membahas dengan membandingkan dengan peraturan perundang-undangan, buku-buku. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hal yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan isi penulisan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan, Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang yang merupakan alasan mengapa penulis mengangkat masalah ini sebagai bahan penelitian, Selain latar belakang, pada bab ini juga berisikan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, tinjauan teori dan sistematika penulisan. BAB II : Pada bab ini membahas sejarah ombudsman perwakilan provinsi Riau, visi dan misi ombudsman, dan struktur organisasi ombudsman perwakilan provinsi riau. BAB III : Menguraikan pengertian, fungsi, kewenangan, dan perbandingan ombudsman menurut keputusan presiden nomor 44 tahun 2000 dan

18 18 undang-undang nomor 37 tahun 2008 serta undang-undang nomor 25 tahun BAB IV : Memaparkan pelaksanaan fungsi ombudsman dalam pengawasan pelayanan publik di Indonesia, meliputi koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya, angka-angka statistik mengenai investigasi ombudsman terhadap kinerja mutu pelayanan publik, serta mengenai kendala yang dihadapi oleh ombudsman republik Indonesia perwakilan provinsi riau dalam pengawasan pelayanan publik. kedudukan dan efektivitasnya dalam rangka peningkatan pelayanan administrasi. BAB V : Berisi kesimpulan dan saran, bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini. Kesimpulan yang dimuat adalah kesimpulan atas hal yang dibahas dan diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan ini merupakan hasil akhir atau jawaban atas rumusan masalah yang telah dipaparkan. Setelah meneliti dan menuangkan dalam tulisan maka penulis mengajukan saran-saran yang merupakan usulan terhadap kekurangan dikesimpulan dan pembahasan, saran ini diharapkan menjadi masukan bagi perkembangan kemajuan hukum tata negara di Indonesia. Saran tersebut juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi akademisi maupun masyarakat bahkan aparatur negara, penegak hukum dan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan ketatanegaraan yang didasarkan pada pemerintahan yang demokratis dan berlandaskan hukum (rule of law). Sebelum reformasi,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. penyelenggaran negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. penyelenggaran negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan A. Pengertian Ombudsman BAB III TINJAUAN TEORITIS Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggaran negara dan

Lebih terperinci

Ombudsman dalam Perspektif Hukum Tata Negara: Beberapa Catatan 1. Satya Arinanto 2

Ombudsman dalam Perspektif Hukum Tata Negara: Beberapa Catatan 1. Satya Arinanto 2 Ombudsman dalam Perspektif Hukum Tata Negara: Beberapa Catatan 1 Satya Arinanto 2 Good governance telah menjadi salah satu isu penting di dunia dewasa ini. 3 Menurut Transparency International, suatu lembaga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban pemerintah adalah untuk menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban pemerintah adalah untuk menyelenggarakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu kewajiban pemerintah adalah untuk menyelenggarakan pelayanan pemerintahan yang baik kepada masyarakat atau publik sebagai bagian dari hak masyarakat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lembaga Ombudsman RI 1. Sejarah Lembaga Ombudsman Ombudsman pertama kali dikenal di Negara Swedia. Istilah Ombudsman berasal dari bahasa Swedia yang berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM MENGENAI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN UMUM MENGENAI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA TINJAUAN UMUM MENGENAI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA D. Pengertian Ombudsman Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yang didasarkan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.584, 2015 OMBUDSMAN. Whistleblowing System. Pelanggaran. Penanganan. Pelaporan. Sistem. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pelayanan kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Good Governance muncul sebagai kritikan atas dominasi lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng No.1036, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA OMBUDSMAN. Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Internal. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM REKOMENDASI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PELAYANAN PUBLIK. Oleh

SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM REKOMENDASI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PELAYANAN PUBLIK. Oleh SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM REKOMENDASI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PELAYANAN PUBLIK Oleh RIDHO ALDILA 07 940 127 PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang. Ombudsman Republik Indonesia menerangkan bahwa Reformasi

I. PENDAHULUAN. Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang. Ombudsman Republik Indonesia menerangkan bahwa Reformasi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menerangkan bahwa Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL, 9 SEPTEMBER 2008

PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL, 9 SEPTEMBER 2008 LAPORAN KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/ PENGAMBILAN KEPUTUSAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2000 TENTANG KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2000 TENTANG KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2000 TENTANG KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat memberi rasa puas terhadap masyarakat. Pelayanan kepada

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat memberi rasa puas terhadap masyarakat. Pelayanan kepada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam suatu pemerintahan diperlukan adanya suatu pengawasan dan pembinaaan terhadap pelayanan publik agar dapat tercipta suatu pelayanan publik yang dapat memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelihatan megah dan bersih sehingga konsumen (pembeli ) berkeinginan. untuk mengunjunginya dan belanja.

BAB I PENDAHULUAN. kelihatan megah dan bersih sehingga konsumen (pembeli ) berkeinginan. untuk mengunjunginya dan belanja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tinjauan dari segi hubungan keluarga, rumah merupakan sarana atau tempat tinggal yang damai. Karena di dalam rumahlah para anggota keluarga dapat lebih banyak

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N No.87,2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengaduan Publik. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PUBLIK DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT, SISTEM DAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, TATA KERJA, SERTA TANGGUNG JAWAB DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KOMISI APARATUR SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan intern yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke-4 yaitu Memajukan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-4

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-4 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-4 UPAYA PENEGAKKAN HAM Dalam proses penegakan HAM sangat mempertimbangkan dua hal di bawah ini: a. Kedudukan negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. berawal dari kekaisaran romawi yang mempunyai institusi Tribunal Plebis

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. berawal dari kekaisaran romawi yang mempunyai institusi Tribunal Plebis BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Lembaga Ombudsman Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta Sejarah kata Ombudsman berarti adalah wakil/perwakilan kelompok. Ombudsman sendiri dalam dunia internasional

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5943 ADMINISTRASI. Sanksi. Pejabat Pemerintahan. Administratif. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 230) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1382, 2016 PERPUSNAS. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 ) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja Instansi Pemerintah merupakan gambaran mengenai pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1913, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Pengaduan Masyarakat. PERATURAN BADAN EKONOMI KREATIF NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT, SISTEM DAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, TATA KERJA, SERTA TANGGUNG JAWAB DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KOMISI APARATUR SIPIL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan

I. PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan adalah kebutuhan pokok bagi manusia, bahkan dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pelayanan merupakan suatu kegiatan yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Dalam Acara Deklarasi Pembangunan Zona Integritas. Menuju Wilayah Bebas Korupsi

Dalam Acara Deklarasi Pembangunan Zona Integritas. Menuju Wilayah Bebas Korupsi SAMBUTAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA Danang Girindrawardana Dalam Acara Deklarasi Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi Yth. Bapak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB

Lebih terperinci

Henry MP Siahaan Kemitraan

Henry MP Siahaan Kemitraan Disampaikan untuk: Lokakarya Community of Practice : Penguatan Kerangka Kerja Kelembagaan Provinsi Mengenai Perubahan Iklim dan Pembangunan Rendah Emisi, 24 & 25 November Henry MP Siahaan Kemitraan Periode

Lebih terperinci

Peran Ombudsman Melindungi Kepastian Usaha dan Investasi

Peran Ombudsman Melindungi Kepastian Usaha dan Investasi Peran Ombudsman Melindungi Kepastian Usaha dan Investasi 1 Laode ida Ombudsman RI Siapa Ombudsman? 2 Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara Republik Indonesia yang membawa rakyatnya pada suasana

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara Republik Indonesia yang membawa rakyatnya pada suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dan cita-cita didirikannya negara Indonesia tidak lain adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terwadahi dalam sebuah negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2015 OMBUDSMAN. Tata Kerja. Susunan Organisasi. Pecabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERAN OMBUDSMAN DALAM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK YANG BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME 1 Oleh: Warokka Mikhael 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; - v a Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN NEGERI RANGKASBITUNG RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) TAHUN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS KINERJA TAHUN 2015 2019 PENGADILAN NEGERI RANGKASBITUNG PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi politik yang bergulir sejak Tahun 1998 merupakan upaya untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu pemerintahan yang berkeadilan,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.387, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawas. Dana Kampanye. Pemilu. Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2012

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN 2015-2019 PENGADILAN AGAMA KOTABUMI Jl. Letjend. Alamsyah Ratu Perwira Negara No. 138 Kelurahan Kelapa Tujuh Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten Lampung Utara - 34513 Telp/Fax.

Lebih terperinci

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1035, 2017 OMBUDSMAN. Laporan. Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN,

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI SAMBAS

PENGADILAN NEGERI SAMBAS PENGADILAN NEGERI SAMBAS PENGADILAN NEGERI SAMBAS Jl. Pembangunan Sambas Kalbar 79462 Telp. 0562-392342 Fax. 0562-392323 Email: info@pn-sambas.go.id Website: www.pn-sambas.go.id D A F T A R I S I KATA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1365, 2013 KOMISI YUDISIAL. Pembidangan Kerja. Susunan Organisasi. Pecabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya guna menciptakan keteraturan dan kesinambungan dalam sistem tata pemerintahan.

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG PA Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama semakin berkembang. Bukan hanya perusahaan swasta saja yang menggunakan teknologi informasi

Lebih terperinci

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi KATA PENGANTAR Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN an dengan nama King s Highest Ombudsman. Meskipun demikian pada

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN an dengan nama King s Highest Ombudsman. Meskipun demikian pada 51 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Ombudsman Ombudsman pertama dibentuk oleh raja Charles XII di Swedia pada tahun 1700-an dengan nama King s Highest Ombudsman. Meskipun demikian pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN II: Draft VIII Tgl.17-02-2005 Tgl.25-1-2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan aktivitas pemerintah dalam membangun sarana dan prasarana bagi masyarakat. Dalam

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN setujui. Substansi Prosedur Tetap tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat telah saya Disetujui di Jakarta pada tanggal Februari 2011 SEKRETARIS UTAMA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun No.729, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Konflik Kepentingan Pencegahan dan Penanganan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.576, 2015 BKPM. Benturan Kepentingan. Pengendalian. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.331,2014 BASARNAS. Pengaduan Masyarakat. Pengelolaan. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 07 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat dan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari semangat reformasi birokrasi adalah dengan melakukan penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci