PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN"

Transkripsi

1 Berdasarkan analisis tingkat kean local business terhadap fasilitas pelayanan umum perkotaan yang sifatnya fisik, diperoleh informasi bahwa: jenis pelayanan yang cenderung memberikan kean yang lebih tinggi bagi local business di Kota Depok adalah pelayanan Telekomunikasi dan Ketersediaan Kawasan untuk Usaha, jenis pelayanan yang cenderung memberikan tingkat kean yang sama (stagnan) bagi local business di Kota Depok adalah pelayanan air bersih, pelayanan air kotor dan drainase, pelayanan listrik, dan pelayanan sampah perkotaan, jenis pelayanan yang cenderung memberikan ketidakan kepada local business diantaranya adalah pelayanan jaringan jalan, serta terminal angkutan orang dan barang. PENILAIAN KEPUASAN TERHADAP FASILITAS NON FISIK PERKOTAAN Setelah menganalisis kean local business terhadap fasilitas fisik perkotaan, kini dilakukan analisis tingkat kean local business di Kota Depok terhadap fasilitas non fisik perkotaan. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, tingkat kean para local business terhadap jaminan keamanan perkotaan dari tahun 24 hingga 27 tidak mengalami perubahan. Local business umumnya cukup dengan jaminan keamanan yang diberikan, meskipun dari tahun ke tahunnya tidak banyak mengalami perubahan. Apabila diperhatikan dengan seksama, pada tahun 26, terjadi peningkatan jumlah local business yang merasa semakin dengan kondisi keamanan di kota ini. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun tersebut pemerintah Kota Depok telah melakukan sesuatu untuk menjamin keamanan berusaha di kota ini. Namun kondisi tersebut tidak dibarengi dengan upaya 7

2 mengelola yang cukup baik, sehingga pada tahun 27, jumlah local business yang merasakan peningkatan kean tersebut kembali mengalami penurunan. GAMBAR 3. KEPUASAN TERHADAP JAMINAN KEAMANAN USAHA DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 Sementara itu, masalah pengurusan izin usaha di Kota Depok dirasakan local business sebagai sesuatu yang tidak pernah mengalami perubahan dari tahun 24 hingga 27. Prosedur perizinan yang diberlakuan tidak banyak mengalami perubahan. 8

3 Pelayanan yang diberikan dalam pengurusan izin usaha bisa menjadi sangat rumit, karena kurangnya sosialisasi mengenai tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh local business dalam mengurus perizian ini. Padahal pelayanan ini merupakan salah satu pelayanan mendasar yang dibutuhkan oleh mereka. Kondisi seperti ini membuat local business berharap di masa yang akan datang, bisa terjadi perubahan perubahan ke arah yang lebih baik dalam pengurusan izin usaha ini. GAMBAR 3.16 KEPUASAN TERHADAP PENGURUSAN IZIN USAHA DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN semakin sama saja TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 9

4 Sama halnya dengan pengurusan izin usaha, aspek kepastian hukum di kota ini dinilai oleh sebagian besar local business sebagai sesuatu yang tidak mengalami perubahan secara signifikan dari tahun ke tahunnya. Menurut local business, kebijakan dan peraturan usaha yang dikeluarkan oleh pemerintah hingga saat ini umumnya tidak banyak mengalami perubahan dan pergantian. Meskipun demikian, local business di Kota Depok juga banyak yang masih tidak paham mengenai masalah hukum ini. Bagi local business, asalkan usaha bisa berjalan dengan lancar, masalah kepastian hukum tidak terlalu mendesak untuk diperhatikan. Meskipun pada kenyataannya, kelancaran usaha sangat dipengaruhi oleh aspek tersebut. GAMBAR 3.17 KEPUASAN TERHADAP KEPASTIAN HUKUM DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 Selain jaminan keamanan usaha, 6

5 pengurusan izin usaha dan kepastian hukum, fasilitas non fisik perkotaan yang juga dinilai kondisinya oleh local business ini adalah aspek kesesuaian pajak dengan pelayanan yang diperoleh. Pada kurun waktu tahun 24 sampai tahun 27, local business merasa cukup dengan besaran pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Depok. Local business juga menilai besaran pajak yang perlu dibayarkan secara umum sudah cukup sesuai dengan pelayanan yang diterima. Dengan kata lain, pelayanan non fisik perkotaan yang terkait dengan aspek perpajakan ini dinilai tidak banyak mengalami perubahan oleh local business di Kota Depok. GAMBAR 3.18 KEPUASAN TERHADAP KESESUAIAN BESARAN PAJAK DENGAN PELAYANAN YANG DIPEROLEH DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 61

6 Dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah, seharusnya pola kehidupan yang demokratis bisa lebih dinikmati oleh local business di Kota Depok. Pemberlakuan sistem otonomi tersebut seharusnya dapat memberikan kemudahan bagi local business untuk menyampaikan aspirasinya. Namun sejak kurun waktu tahun 24 hingga tahun 27, local business tidak merasakan perubahan pada aspek kemudahan penyampaian aspirasi ini. Local business tetap saja sulit menyalurkan aspirasi yang dimilikinya. Oleh karena itu, penilaian yang local business berikan terhadap aspek kemudahan menyuarakan aspirasi ini adalah sama saja. GAMBAR 3.19 KEPUASAN TERHADAP KEMUDAHAN MENYUARAKAN ASPIRASI DI KOTA DEPOK TAHUN 2 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN 24 TAHUN 26 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN TAHUN 27 DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN Sumber: analisis, 27 62

7 Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa tingkat kean yang dirasakan dari penyediaan pelayanan non fisik perkotaan adalah sama. Local business selama ini belum merasakan perubahan yang berarti dalam penyediaan fasilitasn non fisik di kota ini. Padahal secara teori, justru aspek non fisik inilah yang memberikan dukungan terbesar dalam peningkatan iklim investasi di sebuah kawasan. Berdasarkan analisis kinerja pelayanan umum perkotaan ini diperoleh indikasi bahwa Pemerintah Kota Depok umumnya masih mengutamakan penyediaan fasilitas perkotaan yang sifatnya fisik daripada yang non fisik. Padahal, pelayanan non fisik juga memberikan dukungan yang tidak sedikit terhadap kelangsungan usaha local business di kota ini. Dengan penilaian-penilaian yang mereka berikan terhadap fasilitas fisik dan non fisik perkotaan tersebut, local business menyimpulkan bahwa kondisi pelayanan yang saat ini ada sudah mendukung kegiatan usaha yang mereka lakukan. Walaupun beberapa diantaranya, seperti jalan dan terminal masih jauh dari harapan, local business tetap menilai bahwa pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sudah cukup untuk membuat kegiatan usahanya terus bertahan hingga saat ini. Meskipun demikian, kondisi pelayanan perkotaan ini tidak bisa terus dibiarkan dalam kondisi stagnan seperti yang banyak ditemukan saat ini. Untuk dapat terus mendukung keberhasilan usaha di Kota Depok, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kondisi pelayanan perkotaan ini. Sampai saat ini pemerintah Kota Depok sudah berupaya meningkatkan kondisi pelayanan perkotaan melalui rencana-rencana penyediaan sarana dan prasarana kota yang tertuang secara umum dalam RTRW Kota. Namun, rencana-rencana tersebut masih disusun tanpa memperhatikan preferensi local business di Kota Depok. Penelitian ini berusaha melihat fasilitas-fasilitas perkotaan mana yang seharusnya menjadi prioritas untuk ditingkatkan kualitasnya oleh pemerintah 63

8 berdasarkan sudut pandang preferensi local business. Oleh karena itu, bagian selanjutnya akan memberikan informasi mengenai urutan pelayanan fisik dan non fisik perkotaan berdasarkan tingkat kepentingan penyediaannya dari yang sangat penting hingga yang kurang penting. PREFERENSI LOCAL BUSINESS TERHADAP PELAYANAN FISIK DAN NON FISIK PERKOTAAN Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan metode rank sum berbasis kriteria Borda, diperoleh urutan penyediaan fasilitas fisik perkotaan di Kota Depok dari yang sangat penting hingga yang kurang penting menurut local business Kota Depok sebagai berikut: 1. Jaringan jalan 2. Jaringan air bersih 3. Jaringan listrik 4. Jaringan telekomunikasi. Ketersediaan kawasan usaha untuk bisnis 6. Jaringan air kotor dan drainase 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Terminal angkutan orang dan barang Jaringan jalan adalah jenis pelayanan fisik perkotaan yang penyediaannya menjadi paling penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan tingkat kean yang dirasakan local business terhadap jaringan jalan yang semakin lama menjadi semakin baik. Dengan menempatkan jaringan jalan sebagai prioritas utama, local business berharap supaya kondisi jaringan jalan di Kota Depok bisa menjadi lebih baik dan lebih mendukung kelancaran usaha (distribusi) yang dilakukan. Selanjutnya, local business menempatkan penyediaan jaringan air bersih dan jaringan listrik sebagai prioritas kedua dan ketiga yang penyediaannya 64

9 perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mendukung usaha yang mereka lakukan. Kedua jenis pelayanan ini, selama kurun waktu 3 tahun terakhir hanya mampu memberikan kondisi yang kean yang cenderung konstan kepada local business. Oleh karena itu, dengan menempatkannya di urutan kedua dan ketiga, local business ini sebenarnya mengharapkan kedua pelayanan ini bisa disediakan dengan lebih baik lagi. Pada urutan keempat dan kelima, local business menempatkan jaringan telekomunikasi dan ketersediaan kawasan untuk bisnis sebagai prioritas, meskipun kondisi yang ada saat ini sudah memberikan tingkat kepusan yang memadai. Sementara itu pada urutan keenam dan ketujuh, local business menempatkan dua jenis pelayanan yang selama ini memiliki performa cukup stabil, yaitu jaringan air kotor dan drainase, serta pengumpulan dan pengelolaan sampah. Namun yang cukup mengejutkan, local business menempatkan terminal angkutan barang yang mereka nilai kondisinya sudah sangat buruk. Hal ini terjadi karena local business jarang menggunakan fasilitas terminal untuk mendukung usaha yang dilakukannya. Berdasarkan uji keselarasan yang dilakukan dengan bantuan software SPPS, diketahui bahwa sudah terdapat keselarasan urutan preferensi penyediaan pelayanan fisik perkotaan di antara local business di Kota Depok. Artinya, seluruh unit usaha lokal di Kota Depok akan memberikan jawaban yang cenderung sama. Sementara itu, urutan penyediaan fasilitas non fisik perkotaan yang diharapkan oleh local business di Kota Depok dari yang penyediaannya sangat penting dilakukan hingga yang kurang penting adalah sebagai berikut: 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kepastian hukum 6

10 4. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. Kemudahan menyuarakan aspirasi. Sama halnya dengan preferensi terhadap pelayanan fisik perkotaan, urutan preferensi di atas juga sudah diuji keselarasannya dengan uji keselarasan Kendall. Berdasarkan uji tersebut, urutan kepentingan di atas sudah selaras di antara local business di Kota Depok. Apabila preferensi tersebut dijabarkan berdasarkan kecamatan, diperoleh hasil sebagai berikut: TABULASI PREFERENSI III.1 PREFERENSI LOCAL BUSINESS TERHADAP SET PELAYANAN FISIK PERKOTAAN DI KOTA DEPOK 27 NAMA KECAMATAN SAWANGAN PANCORAN MAS SUKMAJAYA URUTAN PREFERENSI 1. Jaringan listrik 2. Jaringan jalan 3. Jaringan telekomunikasi 4. Jaringan air bersih. Kawasan usaha untuk bisnis 6. Terminal angkutan orang dan barang 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Jaringan air kotor dan drainase 1. Jaringan jalan 2. Jaringan listrik 3. Jaringan air bersih 4. Pengumpulan dan pengelolaan sampah. Jaringan telekomunikasi 6. Jaringan air kotor dan drainase 7. Terminal angkutan orang dan barang 8. Kawasan usaha untuk bisnis 1. Jaringan air bersih 2. Jaringan jalan 3. Jaringan telekomunikasi 4. Kawasan usaha untuk bisnis. Jaringan listrik 6. Pengumpulan dan pengeloaan sampah 7. Jaringan air kotor dan drainase 8. Terminal angkutan orang dan barang 66

11 NAMA KECAMATAN CIMANGGIS BEJI LIMO URUTAN PREFERENSI 1. Jaringan jalan 2. Kawasan usaha untuk bisnis 3. Jaringan air bersih 4. Jaringan air kotor dan drainase. Jaringan telekomunikasi 6. Jaringan listrik 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Terminal angkutan orang dan barang 1. Jaringan jalan 2. Jaringan air bersih 3. Jaringan listrik 4. Jaringan telekomunikasi. Jaringan air kotor dan drainase 6. Kawasan usaha untuk bisnis 7. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. Terminal angkutan orang dan barang 1. Jaringan air bersih 2. Jaringan jalan 3. Jaringan air kotor dan drainase 4. Jaringan listrik. Kawasan usaha untuk bisnis 6. Pengumpulan dan pengelolaan sampah 7. Terminal angkutan orang dan barang 8. Jaringan telekomunikasi Sumber: Analisis, 27 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tabel rekapitulasi di atas, dapat diketahui bahwa jaringan jalan merupakan fasilitas fisik perkotaan yang penyediaannya dianggap paling penting oleh sebagian besar local business di Kota Depok. Untuk lebih jelasnya mengenai urutan prerferensi local business terhadap pelayanan fisik perkotaan menurut kecamatan adalah sebagai berikut: 67

12 68

13 Sementara itu, preferensi local business terhadap set pelayanan umum perkotaan yang sifatnya non fisik per kecamatan adalah sebagai berikut TABULASI PREFERENSI III.2 PREFERENSI LOCAL BUSINESS TERHADAP SET PELAYANAN NON FISIK PERKOTAAN DI KOTA DEPOK 27 NAMA KECAMATAN SAWANGAN PANCORAN MAS SUKMAJAYA CIMANGGIS BEJI LIMO URUTAN PREFERENSI 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kemudahan menyuarakan aspirasi 4. Kepastian hukum. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kepastian hukum 4. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. kepastian hukum 4. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 4. Kepastian hukum. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kemudahan perizinan usaha 3. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 4. Kepastian hukum. Kemudahan menyuarakan aspirasi 1. Jaminan keamanan usaha 2. Kepastian hukum 3. Kemudahan perizinan usaha 4. Kemudahan menyuarakan aspirasi. Kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh Sumber: Analisis, 27 69

14 7

15 Berdasarkan paparan tabulasi preferensi III.2 dan gambar 3.21, diperoleh informasi bahwa untuk tingkat kecamatan, pelayanan non fisik perkotaan yang perlu disediakan terlebih dahulu adalah jaminan keamanan usaha. Urutan ini sudah sesuai dengan preferensi local business Kota Depok terhadap set pelayanan umum non fisik perkotaan yang disampaikan pada awal bagian ini. Sebagai catatan, urutan kepentingan penyediaan pelayanan umum perkotaan yang sifatnya fisik dan non fisik di atas dilakukan dengan asumsi bahwa biaya yang diperlukan untuk membangun setiap jenis pelayanan di atas adalah sama. Dalam kondisi nyata, tentunya hal ini akan sulit terjadi. Namun dalam penelitian ini ingin diketahui urutan kepentingan penyediaan dari setiap fasilitas tersebut dalam mendukung usaha local business apabila biaya penyediaan yang dibutuhkan untuk setiap jenisnya adalah sama Analisis Hubungan antara Karakteristik dan Lokasi Usaha dengan Preferensi Local Business di Kota Depok Setelah mengetahui karakteristik local business serta preferensinya terhadap pelayanan umum perkotaan, penelitian ini juga ingin mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut. Untuk itu, pada bagian ini akan dilakukan analisis lebih dalam dengan cara mengaitkan preferensi tersebut dengan karakteristik usaha bisnis yang terdapat di Kota Depok. HUBUNGAN ANTARA PREFERENSI LOCAL BUSINESS DENGAN JENIS KEGIATAN USAHA POKOK Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa jenis kegiatan usaha pokok pada dasarnya memberikan pengaruh kepada urutan preferensi yang dimiliki oleh local business di Kota Depok. Usaha bisnis yang bergerak di bidang perdagangan eceran dan industri pakaian jadi memerlukan kelancaran dalam kegiatan distribusi barang. Oleh karena itu, kedua jenis 71

16 usaha ini menempatkan jaringan jalan sebagai jenis pelayanan fisik perkotaan yang penyediaannya perlu diutamakan. Sementara itu, kegiatan reparasi alat (yang didominasi oleh reparasi alat berat) memerlukan jaringan air bersih yang memadai untuk mendukung kegiatan reparasi yang dilakukannya. Untuk kegiatan jasa boga yang umumnya banyak menghasilkan sampah dapur, ketersediaan fasilitas pengumpulan dan pengelolaan sampah yang memadai sangat diperlukan. Apabila ditinjau dari sisi kebutuhan pelayanan non fisik perkotaan, kegiatan perdagangan eceran dan industri pakaian jadi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan produksi dan pemasaran barang. Akibatnya, jaminan keamanan usaha menjadi prioritas utama yang perlu disediakan oleh pemerintah kota. Sementara itu, fasilitas non fisik perkotaan yang juga menjadi prioritas bagi kegiatan reparasi alat dan lainnya adalah kemudahan perizinan usaha. Kondisi seperti ini memberikan informasi bahwa urutan preferensi local business di Kota Depok dipengaruhi oleh kegiatan usaha pokok yang dilakukannya. TABULASI PREFERENSI III.3 HUBUNGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DENGAN JENIS KEGIATAN USAHA POKOK DI KOTA DEPOK 27 JENIS USAHA BISNIS PERDAGANGAN ECERAN URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN FISIK PERKOTAAN 1. jaringan jalan 2. jaringan air bersih 3. jaringan listrik 4. ketersediaan kawasan untuk bisnis. jaringan telekomunikasi 6. jaringan air kotor dan drainase 7. pengumpulan dan pengelolaan sampah 8. terminal angkutan orang dan barang URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN NON FISIK PERKOTAAN 1. jaminan keamanan usaha 2. kemudahan perizinan usaha 3. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 4. kepastian hukum. kemudahan menyuarakan aspirasi 72

17 JENIS USAHA BISNIS REPARASI ALAT INDUSTRI PAKAIAN JADI JASA BOGA LAINNYA URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN FISIK PERKOTAAN 1. jaringan air bersih 2. jaringan jalan 3. jaringan listrik 4. jaringan air kotor dan drainase. jaringan telekomunikasi 6. terminal angkutan orang dan barang 7. ketersediaan kawasan untuk bisnis 8. pengumpulan dan pengelolaan sampah 1. jaringan jalan 2. pengumpulan dan pengelolaan sampah 3. jaringan air bersih 4. jaringan listrik. jaringan air kotor dan drainase 6. jaringan telekomunikasi 7. ketersediaan kawasan untuk bisnis 8. terminal angkutan orang dan barang 1. pengumpulan dan pengelolaan sampah 2. jaringan telekomunikasi 3. ketersediaan kawasan untuk bisnis 4. jaringan air bersih. jaringan listrik 6. jaringan jalan 7. jaringan air kotor 8. terminal angkutan orang dan barang 1. jaringan jalan 2. jaringan listrik 3. jaringan telekomunikasi 4. jaringan air bersih. terminal angkutan orang dan barang 6. jaringan air kotor dan drainase 7. ketersediaan kawasan untuk bisnis 8. pengumpulan dan pengelolaan sampah URUTAN PREFERENSI TERHADAP PELAYANAN NON FISIK PERKOTAAN 1. kemudahan perizinan usaha 2. jaminan keamanan usaha 3. kepastian hukum 4. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. kemudahan menyuarakan aspirasi 1. jaminan keamanan usaha 2. kemudahan perizinan usaha 3. kepastian hukum 4. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh. kemudahan menyuarakan aspirasi 1. kepastian hukum 2. jaminan keamaan usaha 3. kemudahan menyuarakan aspirasi 4. kemudahan perizinan usaha. kesesuaian antara pajak yang dibayar dengan pelayanan yang diperoleh 1. kemudahan perizinan usaha 2. jaminan keamanan usaha 3. kepastian hukum 4. kesesuaikan antara pajak yang dibayarkan dengan pelayanan yang diperoleh. kemudahan menyuarakan aspirasi Sumber: Analisis, 27 73

18 HUBUNGAN ANTARA PREFERENSI LOCAL BUSINESS DENGAN LOKASI USAHA Selain dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha pokok, preferensi local business ini juga sangat dipengaruhi oleh tempat di mana unit bisnis tersebut berlokasi. Apabila kita perhatikan Tabel II.1 dan II. 2 di atas, kita bisa melihat bahwa pada lokasi yang berbeda, local business akan memberikan urutan preferensi yang juga berbeda. Local business di Kecamatan Sawangan menempatkan penyediaan jaringan listrik sebagai prioritas utama yang penyediaannya perlu diperhatikan oleh pemerintah. Menurut local business, pelayanan listrik yang diberikan di kecamatan ini masih kurang baik. Ketika hujan lebat terjadi, sering dilakukan pemadaman listrik yang tentunya sangat mengganggu kelancaran kegiatan usaha bisnis di lokasi ini. Sementara itu, local business di Kecamatan Pancoran Mas, Cimanggis dan Beji memberikan prioritas utama pada penyediaan jaringan jalan yang memadai. Apabila ditinjau secara spasial, Kecamatan Pancoran Mas dan Beji pada dasarnya terletak pada daerah poros utara selatan Kota Depok. Oleh karena itu, jalan-jalan yang berada di sekitar kecamatan ini merupakan jalur padat yang sering dilalui oleh kendaraan-kendaraan berat. Tingginya beban pergerakan yang harus ditampung oleh ruas-ruas jalan ini membuat kondisi jalan saat ini banyak yang rusak. Kerusakan jalan pada dasarnya akan sangat menghambat kelancaran distribusi barang dan jasa yang dilakukan oleh local business di kecamatan-kecamatan ini. Itulah sebabnya mengapa local business ini mendudukkan penyediaan jaringan jalan sebagai prioritas utama dalam penyediaan set pelayanan fisik perkotaan. Sementara itu, sebagian besar local business di Kecamatan Cimanggis menghadapi persoalan yang sama dengan local business di Kecamatan Pancoran Mas dan Beji, karena dilalui oleh Jalan Raya Bogor-Jakarta. Namun, sebagian dari local business lain yang berada di Cimanggis justru 74

19 memprioritaskan penyediaan jalan karena saat ini di daerahnya belum tersedia jaringan jalan yang memadai. Kegiatan usaha bisnis yang terletak di Kp. Sindang Karsa, Kecamatan Cimanggis umumnya mengalami persoalan distribusi karena kondisi jaringan jalan yang saat ini masih kurang memadai. Kondisi yang hampir sama juga terjadi di Kecamatan Limo dan Sukmajaya. Local business yang berlokasi di kedua kecamatan ini menilai kondisi pelayanan air bersih yang diperoleh saat ini masih kurang memadai. Usaha-usaha yang berlokasi di Kawasan Pasar Musi seringkali mengeluhkan kurangnya ketersediaan air bersih yang memadai. Oleh karena itu, local business yang beroperasi di kawasan ini menempatkan penyediaan air bersih sebagai prioritas utama dalam penyediaan set pelayanan fisik perkotaan di Kota Depok. Meskipun memiliki prioritas penyediaan pelayanan fisik yang berbedabeda, local business di seluruh kecamatan memiliki prioritas penyediaan pelayanan non fisik yang cenderung seragam. Seluruh local business mengharapkan jaminan keamanan usaha menjadi prioritas utama dalam penyediaan pelayanan non fisik perkotaan. Hal ini terjadi karena umumnya kondisi keamanan usaha yang dirasakan oleh local business cenderung seragam di semua tempat. Dengan melihat penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa preferensi local business di Kota Depok sesungguhnya dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha pokok, dan lokasi tempat unit usaha tersebut beroperasi. Sebagai ilustrasi, gambar-gambar berikut menunjukkan kondisi jaringan pelayanan fisik di Kota Depok yang dinilai sangat mengganggu oleh local business 7

20 GAMBAR 3.22 KONDISI RUAS JALAN DI KOTA DEPOK Sumber: Dokumentasi, 27 GAMBAR 3.23 KONDISI JARINGAN AIR KOTOR DAN DRAINASE DI KOTA DEPOK Sumber: Dokumentasi, 27 GAMBAR 3.24 KONDISI PERSAMPAHAN DI KOTA DEPOK Sumber: Dokumentasi, 27 76

BAB III DATA DAN ANALISIS

BAB III DATA DAN ANALISIS BAB III DATA DAN ANALISIS 3.1 Data Penelitian mengenai Penyediaan Set Pelayanan Umum Perkotaan yang Sesuai dengan Preferensi Local Business di Kota Depok ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISIS

BAB III DATA DAN ANALISIS BAB III DATA DAN ANALISIS 3.1 Data Penelitian mengenai Penyediaan Set Pelayanan Umum Perkotaan yang Sesuai dengan Preferensi Local Business di Kota Depok ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil studi mengenai penyediaan set pelayanan umum perkotaan yang sesuai dengan preferensi local business di Kota Depok

Lebih terperinci

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK Analisis yang telah dilakukan terhadap data sekunder dan primer telah menghasilkan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses demokratisasi yang berlangsung sejak tahun 1998 memberikan pengaruh besar terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Proses yang menawarkan mekanisme keterbukaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 99 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal sebagai temuan studi yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR Untuk membangun framework teoritis yang jelas sebagai dasar dilakukannya penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan review terhadap beberapa literatur yang terkait dengan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Kota Depok 5.1.1 Letak dan Keadaan Geografi Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o 19 00 sampai 6 o 28 00 Lintang Selatan dan 106 o 43 00 sampai 106

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

Lebih terperinci

http://www.gunadarma.ac.id/ KAJIAN PENAMPUNGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA DEPOK ISI PRESENTASI: LATAR BELAKANG IDENTIFIKASI MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI PENELITIAN

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI Buku Teks dan Jurnal Ilmiah

DAFTAR REFERENSI Buku Teks dan Jurnal Ilmiah DAFTAR REFERENSI Buku Teks dan Jurnal Ilmiah Buchanan, James M. An Economic Theory of Clubs. Economica 32, Februari 1965. Cullis, John G dan Phillip R. Jones. 1992. Public Finance and Public Choice Analytical

Lebih terperinci

BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 38 BAB 3 PREFERENSI LOKAL TERHADAP PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 3.1 Survey Preferensi Lokal Terhadap Prioritas Pembangunan Kota Bandung Penelitian mengenai preferensi lokal terhadap prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sistem..., Levina Ardiati, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sistem..., Levina Ardiati, FKM UI, 2009 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat menimbulkan kematian dan wabah dalam waktu singkat. Wabah Dengue pertama

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya kawasan bisnis maupun kawasan niaga. Gejala menjamurnya pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dunia usaha yang semakin maju dan pesat menyebabkan peran pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dunia usaha yang semakin maju dan pesat menyebabkan peran pemasaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia usaha yang semakin maju dan pesat menyebabkan peran pemasaran sangat penting dalam menunjang kemajuan usaha. Persaingan antar pengusaha pada masa kini bukan lagi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (cross

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (cross 67 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional), dimana seluruh variabel yang diamati diukur pada saat

Lebih terperinci

BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 92 BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 4.1 Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Pada Era Otonomi Daerah Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 48 TAHUN 1983 (48/1983) TENTANG PENANGANAN KHUSUS PENATAAN RUANG DAN PENERTIBAN SERTA PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PADA KAWASAN PARIWISATA PUNCAK DAN WILAYAH

Lebih terperinci

PERUMUSAN PERMASALAHAN/ISU STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

PERUMUSAN PERMASALAHAN/ISU STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERUMUSAN PERMASALAHAN/ISU STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOTA MALANG RUANG LINGKUP

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Masalah Depok adalah sebuah Kotamadya di provinsi Jawa Barat. Luas wilayahnya 275 km² dengan populasi 1.369.461 jiwa. Terdapat enam Kecamatan di Kotamadya Depok yaitu:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 DESEMBER 2012 NOMOR : 18 TAHUN 2012 TENTANG : PENYELENGGARAAN RETRIBUSI DAERAH Sekretariat Daerah Kota Sukabumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebuah upaya pemerintah Indonesia meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebuah upaya pemerintah Indonesia meningkatkan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan Millenium (MDGs) yang akan dicapai pada tahun 2015 adalah sebuah upaya pemerintah Indonesia meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

: PERHUBUNGAN : URUSAN PEMERINTAHAN ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN JUMLAH DASAR HUKUM URAIAN KODE REKENING

: PERHUBUNGAN : URUSAN PEMERINTAHAN ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN JUMLAH DASAR HUKUM URAIAN KODE REKENING URUSAN PEMERINTAHAN ORGANISASI : 1.07. - PERHUBUNGAN : 1.07.01. - DINAS PERHUBUNGAN KODE REKENING 1.07.1.07.01.00.00.4. PENDAPATAN DAERAH 3.992.616.500,00 1.07.1.07.01.00.00.4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh potensi daerah guna mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan yaitu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan

Lebih terperinci

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. hingga sekarang. Keragaan kebun belimbing di Kota Depok tersebar di enam

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. hingga sekarang. Keragaan kebun belimbing di Kota Depok tersebar di enam V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 5.1 Profil Belimbing di Kota Depok 5.1.1 Keragaan Kebun dan Pertanaman. Budidaya belimbing di Kota Depok telah dilakukan sejak tahun 1970-an hingga sekarang. Keragaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih tinggi. Seperti yang dituangkan dalam GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1999), pembangunan nasional merupakan usaha

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih tinggi. Seperti yang dituangkan dalam GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1999), pembangunan nasional merupakan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya adalah usaha yang terus menerus untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, baik secara materiil maupun spiritual yang lebih tinggi. Seperti

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1981 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF DEPOK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1981 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF DEPOK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 1981 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF DEPOK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan dan kemajuan yang pesat dalam Wilayah Propinsi Daerah

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Kesimpulan dari evaluasi pelaksanaan program Penataan dan peremajaan prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini antara lain:

Lebih terperinci

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas ~ 51 ~ PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2015-2035 I. UMUM 1. Ruang Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KOTA DEPOK TH NO. 08 TENTANG PEMBENTU. Menimbang. Pemerintahan. di wilayah. dan. dengan. Mengingat. Lembaran. Negara. Nomor 3828); Negara

KOTA DEPOK TH NO. 08 TENTANG PEMBENTU. Menimbang. Pemerintahan. di wilayah. dan. dengan. Mengingat. Lembaran. Negara. Nomor 3828); Negara LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 08 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTU UKAN KECAMATAN DI KOTA DEPOK TH. 2007 Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Indeks: PEMERINTAH DAERAH. Propinsi/Daerah Tingkat I. Jawa Barat. Kabupaten/Daerah Tingkat II. Bogor. Kota Administratif. Depok. Pembentukan.

Indeks: PEMERINTAH DAERAH. Propinsi/Daerah Tingkat I. Jawa Barat. Kabupaten/Daerah Tingkat II. Bogor. Kota Administratif. Depok. Pembentukan. Bentuk: Oleh: PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 43 TAHUN 1981 (43/1981) Tanggal: 24 NOPEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/62 Tentang: PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF DEPOK Indeks:

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Depok Jawa Barat. Depok sebagai penyangga DKI Jakarta dihuni oleh masyarakat yang sangat heterogen dengan tingkat

Lebih terperinci

Arah Pengembangan Sanitasi

Arah Pengembangan Sanitasi Bab 2: Arah Pengembangan Sanitasi 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Karanganyar Visi Kabupaten Karanganyar Misi Kabupaten Karanganyar Visi Sanitasi Kabupaten Karanganyar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak kota Palembang adalah antara 101º-105º Bujur Timur dan antara 1,5º-2º Lintang Selatan atau terletak pada bagian timur propinsi Sumatera Selatan, dipinggir kanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning.

BAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik (otonomi daerah) membawa konsekuensi terjadinya perubahan paradigma perencanaan pembangunan, dari

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat

Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat 2.5 Sintesa Teori dan Penentuan Variabel Penentuan variabel penelitian yang akan dilakukan melalui sintesa teori yang telah dijabarkan sebelumnya. Sintesa teori yang dilakukan merupakan penggabungan dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print C-45 Penentuan Prioritas Pengembangan Infrastruktur Kawasan Wisata Bahari di Desa Sumberejo, Desa Lojejer dan Desa Puger Kulon, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB 3 Aspek Teknis dan Arsitektural Design

BAB 3 Aspek Teknis dan Arsitektural Design BAB 3 Aspek Teknis dan Arsitektural Design 3.1 Peta dan Tapak Tanah Berikut ini adalah peta lokasi yang akan Chicken Box tempati sebagai lokasi bisnis dari Chicken Box. 3.1 Peta Lokasi Kota Depok Gambar

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 48 TAHUN 1983 (48/1983) TENTANG PENANGANAN KHUSUS PENATAAN RUANG DAN PENERTIBAN SERTA PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PADA KAWASAN PARIWISATA PUNCAK DAN WILAYAH

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29 TARGET INDIKATOR Rasio Petugas Perlindungan Masyarakat (linmas) Rasio 1,64 1,59 1,59 1,60 1,60 1,62 1,62 1,62 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG SEBAGAI DAERAH AGRARIS BERWAWASAN LINGKUNGAN, MEMILIKI MASYARAKAT AGAMIS,

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

Tabel : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Agama yang di Kota Depok Tahun 2003

Tabel : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Agama yang di Kota Depok Tahun 2003 AGAMA / Religion Tabel 4.2.2 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Agama yang di Kota Depok Tahun 2003 No Islam Protestan Katholik Hindu Budha Khonghucu Jumlah Kode (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 010 Sawangan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kota adalah kumpulan tempat tinggal dan lainnya dengan ukuran lebih besar dibanding desa. Kota mengandung empat hal utama, yaitu menyediakan fasilitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dengan memiliki dan menggunakan sepeda motor dapat mendukung

BAB I PENDAHULUAN. karena dengan memiliki dan menggunakan sepeda motor dapat mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepeda motor merupakan salah satu alat transportasi yang sangat vital, karena dengan memiliki dan menggunakan sepeda motor dapat mendukung kebutuhan aktifitas

Lebih terperinci

Indikator Konten Kuesioner

Indikator Konten Kuesioner Indikator Konten Kuesioner No Variabel Pertanyaan 1 Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 1. Bagaimana pendapat anda mengenai lokasi (positioning) kawasan jasa dan perdagangan di Jalan Pamulang Raya, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. viii Daftar Isi Halaman Judul. i Lembar Pengesahan ii Pernyataan.. iii Prakata. iv Intisari. vi Abstract.. vii Daftar Isi.. viii Daftar Tabel xi Daftar Gambar.. xii BAB I PENDAHULUAN. 1 1.1 Latar Belakang..

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA JALAN MARGONDA RAYA KOTA DEPOK Endang Susilowati Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

ANALISA KINERJA JALAN MARGONDA RAYA KOTA DEPOK Endang Susilowati Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma ANALISA KINERJA JALAN MARGONDA RAYA KOTA DEPOK Endang Susilowati Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma 1. Abstrak Jalan Margonda Raya memiliki fungsi jalan kolektor primer dengan panjang jalan 4.895

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Jambi, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos.

BAB I PENDAHULUAN. Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos. Berdiri sejak 15 Desember 1999, menjadi suplemen Jawa Pos. Perkembangan Radar Malang sangat pesat

Lebih terperinci

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN OPD TAHUN 2016 DAN PERKIRAAN MAJU TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA DEPOK

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN OPD TAHUN 2016 DAN PERKIRAAN MAJU TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA DEPOK RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN OPD TAHUN 06 DAN PERKIRAAN MAJU TAHUN 07 PEMERINTAH KOTA DEPOK Nama OPD :.4.0. -DINAS TENAGA KERJA DAN SOSIAL Halaman dari Indikator Rencana Tahun 06 (Tahun Rencana)

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU

BAB IV TINJAUAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU BAB IV TINJAUAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU Bab ini berisi tinjauan terminal Tipe B di kawasan Stasiun Depok Baru yang dibahas melalui tinjauan tapak terminal, data umum angkutan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2003 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan 33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJADINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG Menimbang

Lebih terperinci

2012, No Mengingat Peraturan Pemerintah tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja As

2012, No Mengingat Peraturan Pemerintah tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja As No.216, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Retribusi. Lalu Lintas. Tenaga Kerja Asing. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5358) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis Negeri atas tugas pokok dan fungsinya dengan memperhatikan visi, misi, dan arah kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk lima tahun ke depan, serta kondisi obyektif dan dinamika lingkungan strategis,

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

Sumber: Automology.com. Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018

Sumber: Automology.com. Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018 Sumber: Automology.com Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018 OUTLINE O1 LATAR BELAKANG O2 DASAR HUKUM & LESSON LEARNED O3 KERANGKA KEBIJAKAN O4 O5 POTENSI LOKASI PENGATURAN SEPEDA MOTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era modern seperti sekarang ini, alat transportasi merupakan suatu kebutuhan bagi setiap individu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung perkembangan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN POTENSI AIR HUJAN DI WILAYAH KOTA DEPOK

BAB 3 ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN POTENSI AIR HUJAN DI WILAYAH KOTA DEPOK BAB 3 ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH DAN POTENSI AIR HUJAN DI WILAYAH KOTA DEPOK 3.1 Proyeksi Jumlah Penduduk Dan Kebutuhan Air Bersih Di Kota Depok Dalam kurun waktu 10 tahun, penduduk Kota Depok naik sebesar

Lebih terperinci