BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Dewasa ini, permasalahan menyangkut dekadensi moral semakin marak
|
|
- Ade Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini, permasalahan menyangkut dekadensi moral semakin marak terjadi di seluruh dunia dan sudah berada dalam taraf yang mengkhawatirkan. Banyaknya kasus pelanggaran terhadap orang lain, tindak kekerasan, ketidakpedulian, dan mulai berkurangnya nilai-nilai moral yang baik di dalam masyarakat akan mengancam masa depan generasi penerus bangsa. Semakin banyak permasalahan yang diselesaikan dengan kekerasan dan masyarakat mulai meninggalkan musyawarah serta pertimbangan-pertimbangan moral dalam memecahkan suatu masalah. Berbagai hal tersebut mengakibatkan anak seringkali menjadi korban dari tindak kekerasan dan kriminalitas orang dewasa. Di lain pihak, pola kehidupan yang mengutamakan kekerasan ini akan menyebabkan anak-anak menjadi pelaku tindak kekerasan. Anak-anak menjadi lebih mudah untuk menyelesaikan masalah dengan jalan yang tidak terpuji, seperti berbohong, mencuri, adu kekuatan fisik, dan kekerasan yang melanggar hak orang lain. Sejauh ini kekhawatiran terbesar adalah pelaku pelanggaran ini semakin lama berusia semakin muda (Borba, 2001). Tidak dapat dipungkiri bahwa masa anak-anak merupakan masa yang penting untuk mengajarkan nilai-nilai moral yang baik, sehingga anak dapat mengembangkan pemahaman dan perilaku yang positif saat dewasa kelak. Akan tetapi, banyaknya pelanggaran yang menunjukkan kualitas moral yang rendah 1
2 2 dapat membahayakan masa depan anak-anak. Ditambah lagi derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi saat ini cenderung menampilkan berbagai macam tayangan kekerasan yang dapat dengan mudah dilihat dan diakses oleh anak-anak dan remaja. Sebagian besar anak dan remaja dapat dengan bebas mengakses segala informasi, termasuk informasi yang mengarah pada pornografi dan pornoaksi. Maraknya jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan jejaring sosial lain mulai disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan tindakan-tindakan negatif yang mengarah pada kriminalitas. Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2010 yang dikutip Mason (2012), telah terjadi kasus penculikan sejumlah 27 anak yang terjadi setelah bertemu dengan penculiknya di facebook. Beberapa anak korban penculikan tersebut juga menjadi korban pelecehan seksual, perdagangan anak, bahkan salah satu korban tersebut telah ditemukan tewas. Sejalan dengan hal tersebut, Pujazon-Zazik dan Park (2010) mengemukakan bahwa dampak potensial negatif lain dari penggunaan jejaring sosial diantaranya adalah cyberbullying, pelecehan seksual, dan perilaku berisiko (misalnya kekerasan, perilaku seksual, dan penggunaan obat-obatan). Dampak negatif lain dari perkembangan teknologi adalah munculnya beranekaragam permainan modern berupa video games, seperti Playstation, X- Box, Nintendo, ataupun permainan yang dapat diakses melalui internet (game online). Permainan modern tersebut memiliki banyak efek negatif diantaranya berdampak buruk bagi aspek fisik berupa penurunan aktivitas fisik yang berdampak bagi kesehatannya (Straker, Abbott, Piek, Pollock, Davies, & Smith
3 3 2009); aspek emosi dan sosial anak berupa munculnya agresivitas pada anak (Wilson, 2008); dan aspek kognitif serta moral anak (Funk, Buchman, Jenks, & Bechtoldt, 2003). Penelitian Funk dkk. (2003) menunjukkan bahwa anak yang terbiasa memainkan video games kekerasan dalam waktu yang lama cenderung mengalami pelemahan evaluasi moral dan memiliki tingkat empati yang rendah, sehingga anak tersebut akan membenarkan penggunaan kekerasan di dalam dunia nyata. Fenomena-fenomena lain terkait dengan menjamurnya video games dan game online menyebabkan efek kecanduan terhadap anak-anak dan remaja yang memainkan permainan modern tersebut. Efek kecanduan ini ternyata juga menyebabkan serentetan permasalahan lain yang mengarah pada tindak kekerasan dan kriminalitas, seperti anak SD di Ciracas yang membunuh temannya karena pengaruh game (Kurniawan, 2012) dan tujuh orang remaja di Bandung yang melakukan pencurian di sebuah rumah dan menjual barang curian tersebut untuk dipergunakan bermain game online (Yulianti, 2013). Ketujuh remaja tersebut diketahui mengalami kecanduan terhadap game online dan telah bermain game online sejak duduk di Sekolah Dasar (SD). Selain itu, game online juga dapat menyebabkan munculnya kasus pemalakan dan bullying yang dilakukan oleh anak SD terhadap teman sebayanya (Kurniawan, 2012). Perilaku bullying sering ditemui baik di lingkungan sekolah, maupun di luar sekolah, bahkan frekuensinya cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perilaku bullying di sekolah, atau sering disebut dengan school bullying, merupakan bentuk agresi dari satu atau lebih siswa secara fisik, psikologis, atau
4 4 seksual kepada siswa lain secara berulang-ulang selama jangka waktu lama (Smith, dalam Wong, Lok, Lo, & Ma, 2008). Menurut Carlisle dan Rofes (2007), perilaku bullying ini dapat berupa agresi secara verbal (seperti mengancam, mengejek, menggoda, mengintimidasi, menghina, dan menertawakan), agresi fisik (memukul, mendorong, menendang, mencubit, pengekangan fisik, dan pelecehan seksual), dan agresi relasional (seperti menyebarkan gosip, mengeluarkan dari sosial, dan mengucilkan). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wong dkk. (2008) pada anak sekolah dasar di Cina, ditemukan bahwa perilaku bullying yang biasa ditemui di sekolah antara lain menghina secara verbal, mengejek, memanggil nama dengan julukan, dan memukul. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Andayani, Yusuf, dan Hardjajani ( ) yang dilakukan pada beberapa sekolah dasar di Surakarta, yang menemukan bahwa perilaku bullying yang dilakukan oleh anakanak antara lain mengejek, meminta makanan dengan paksa, memukul, memanggil nama dengan julukan berdasarkan nama orangtua, kondisi fisik, atau sifat-sifat yang dimiliki anak. Efek yang dialami korban bullying antara lain susah tidur, membolos, kurang dapat berkonsentrasi, merasa cemas, harga diri rendah, bermasalah dalam akademik, depresi, bahkan melakukan tindakan bunuh diri ataupun melakukan tindak kekerasan, seperti penembakan di sekolah di Amerika (Wong dkk., 2008). Efek tersebut tidak hanya dialami oleh korban saja, tetapi juga oleh pelaku bullying yang berisiko mengalami gangguan perilaku, melakukan penyimpangan
5 5 perilaku pada saat remaja, menjadi pelaku kriminal, dan berperilaku antisosial pada saat dewasa (Olweus dalam Wong dkk., 2008). Seiring dengan berkembangnya teknologi, perilaku bullying juga berkembang menjadi perilaku bullying yang dilakukan di dunia maya atau yang sekarang dikenal dengan cyberbullying. Definisi cyberbullying adalah sebuah tindakan agresif dan disengaja yang dilakukan oleh suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dan dilakukan dalam waktu yang lama pada korban yang tidak dapat melawan pelaku (Smith, Mahdavi, Carvalho, Fisher, Russell, & Tippet, 2008). Rivers, Chesney, dan Coyne (2011) menyebutkan bahwa cyberbullying ini dapat dilakukan melalui telepon, pesan teks atau gambar/video, , chatting, media pesan singkat (instant messaging), komentar yang menghina pada jejaring sosial atau blog, maupun pelecehan melalui permainan online. Penelitian Monks, Ortega, Robinson, dan Worlidge (2009) di Inggris telah menemukan bahwa 72% anak usia 7 sampai 11 tahun memiliki telpon seluler dan 87% diantaranya memiliki akses internet di rumah. Dari beberapa anak tersebut ditemukan 5% menjadi pelaku cyberbullying dan 23% menjadi korban cyberbullying. Hal serupa ditemukan oleh Sakellariou, Carroll, dan Houghton (2012) yang meneliti anak usia 9 sampai 11 tahun di Australia. Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa cyberbullying telah dilakukan dan dialami oleh anak usia 9 sampai 11 tahun di Australia. Penelitian Monks, Robinson, dan Worlidge (2012) yang dilakukan di Inggris pada anak usia 7 11 tahun sebanyak 220 anak juga menemukan bahwa 20,5% mengidentifikasi dirinya sebagai korban
6 6 dari cyberbullying dan 49,1% menjadi korban dari bullying di sekolah. Selain itu, didapatkan hasil 18,2% menjadi pelaku bullying di sekolah dan 5% menjadi pelaku cyberbullying. Fakta-fakta mengenai kekerasan, pelanggaran, atau bullying yang dilakukan oleh anak-anak yang telah dipaparkan di atas tentu saja menimbulkan keprihatinan. Fenomena-fenomena tersebut akan semakin meningkat jika perkembangan teknologi yang sangat pesat ini tidak diikuti dengan pengelolaan dan penggunaan teknologi secara baik dan tepat. Selain itu, pesatnya perkembangan teknologi tersebut tidak diikuti dengan upaya-upaya penanaman dan pembinaan moral pada generasi penerus bangsa, sehingga nilai-nilai moral yang ada di dalam masyarakat menjadi semakin luntur. Individu-individu saat ini menjadi lebih cerdas secara kognitif, tetapi kurang menunjukkan penghargaan kepada individu lain dan mulai melupakan etika-etika yang sebelumnya dijunjung tinggi. Tindak kekerasan yang banyak ditemui ini dapat terjadi karena adanya pengabaian terhadap perkembangan moral dalam kehidupan anak. Menurut Drawati (2005), faktor pemicu anak melakukan pelanggaran adalah masalah pendidikan moral, kurangnya perhatian orangtua serta perkembangan zaman. Secara lebih mendalam, Borba (2001) menambahkan bahwa moralitas dapat menurun karena runtuhnya faktor sosial kritis, seperti pengawasan orangtua, teladan berperilaku moral, pendidikan spiritual dan agama, hubungan akrab dengan orang dewasa, sekolah, norma sosial yang jelas, dukungan masyarakat, stabilitas, dan pola asuh yang benar. Tidak mengherankan apabila karakter anak
7 7 menjadi keras atau liar, sebab mereka tidak diberikan pengetahuan soal etika dan moral, pemahaman benar dan salah, mana yang baik dan mana yang kurang baik. Berns (2007) mengemukakan bahwa moral mencakup penilaian individu mengenai hal yang benar dan salah, melibatkan penerimaan terhadap suatu aturan, dan menentukan perilaku seseorang terhadap orang lain. Moral ini berubah seiring dengan perkembangan anak dan berkembangnya moral merupakan proses yang panjang selama kehidupan. Pada masa anak usia sekolah, mengembangkan kata hati dan nilai-nilai moral adalah salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh setiap anak. Anak diharapkan dapat berpikir secara moral, mengembangkan perasaan moral, dan selanjutnya berperilaku sesuai konsepkonsep moral. Menurut Santrock (2007), penalaran, perasaan, dan perilaku moral merupakan domain dari perkembangan moral. Penalaran moral merupakan cara seseorang berpikir mengenai benar dan salah. Perasaan moral meliputi empati, nurani, dan rasa bersalah. Selanjutnya, perilaku moral merupakan perilakuperilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral sesuai dengan norma atau standar sosial. Penelitian Gini, Pozzoli, dan Hauser (2011) menemukan bahwa pelaku bullying menunjukkan bahwa sebenarnya para pelaku menunjukkan pemahaman yang matang mengenai kompetensi moral (kemampuan untuk membedakan hal yang baik dan buruk), tetapi memiliki kekurangan dalam perasaan moral. Dijelaskan lebih lanjut bahwa buruknya hati nurani moral akan memfasilitasi penggunaan dan pembenaran kekerasan oleh pelaku untuk memuaskan keegoisan mereka. Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa bullying terjadi karena
8 8 adanya pengabaian terhadap salah satu domain perkembangan moral, yaitu perasaan moral. Berdasarkan ketiga domain moral, Borba (2001) merangkum ketiganya menjadi konstruk kecerdasan moral, yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan pendirian yang kuat untuk berpikir serta berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral. Kecerdasan moral tersebut dirumuskan dalam tujuh kebajikan, yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Kecerdasan moral sangat penting untuk dikembangkan sejak dini, karena kecerdasan moral menjadi landasan penting yang akan mengajarkan anak bagaimana melakukan hal yang baik dan benar (Borba, 2001). Selain itu, kecerdasan moral dapat digunakan menanggulangi krisis moral yang terjadi akhirakhir ini. Apabila anak mampu untuk berpikir, berperilaku, dan bertindak secara baik dan benar untuk kepentingan dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya, maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut memiliki kecerdasan moral. Kecerdasan moral yang tinggi diperlukan anak sebagai pegangan nilai-nilai kehidupan yang baik untuk masa depannya kelak dan membentengi dirinya dari pengaruh buruk dari luar. Di samping itu, kecerdasan moral yang tinggi juga diperlukan oleh anak untuk berpikir sebelum bertindak, sehingga perilaku anak dapat diarahkan kepada hal-hal sesuai dengan kaidah moral. Beberapa ahli psikologi moral meyakini bahwa kode moral anak-anak berkembang melalui interaksi sosial (Berns, 2007). Sehubungan dengan hal tersebut, nilai-nilai moral ini harus diajarkan kepada anak melalui interaksi
9 9 dengan lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, media massa, dan masyarakat. Seluruh pihak memiliki peran masing-masing dan memiliki tanggungjawab untuk bekerjasama dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Penanaman nilai moral di lingkungan keluarga dapat diajarkan oleh orangtua. Penanaman nilai-nilai moral di sekolah perlu diberikan menggunakan metode dan materi pembelajaran dengan menyesuaikan perkembangan dan kemampuan anak. Penerapan metode pengajaran yang tepat akan membantu anakanak merasa lebih kompeten, membuat keputusan, dan belajar menurut mereka sendiri (Febriani, 2010). Nilai-nilai kecerdasan moral ini dapat diajarkan melalui media-media permainan, karena bagi anak-anak bermain adalah belajar, sehingga belajar akan terasa menyenangkan. Permainan tersebut hendaknya dirancang dengan memasukkan unsur-unsur edukatif yang dapat membantu anak-anak belajar ketrampilan serta membantu meningkatkan pola berpikir, kreativitas, dan kemampuan untuk mendapatkan informasi (Najdi & El-Sheikh, 2012). Permainan yang ditujukan untuk pembelajaran biasanya disebut dengan permainan edukatif. Reid (2001a) mengemukakan bahwa permainan edukatif dapat berupa permainan yang menggunakan kartu (card games), permainan menggunakan papan (board games), dan permainan yang menggunakan komputer (computerized games). Berdasarkan ketiga jenis permainan edukatif tersebut, permainan yang menggunakan kartu (card games) merupakan permainan sederhana yang dapat dimainkan oleh anak-anak dari semua usia dan dengan tingkat inteligensi yang berbeda-beda (Reid, 2001b). Permainan kartu ini telah banyak digunakan untuk
10 10 kepentingan pembelajaran, baik pembelajaran dalam aspek kognitif, sosial, maupun moral. Permainan kartu yang digunakan untuk meningkatkan aspek kognitif dapat dilihat pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rastegarpour dan Marashi (2012). Penelitian tersebut menemukan bahwa permainan edukatif yang menggunakan kartu dan komputer yang dibuat oleh guru dapat menunjang pembelajaran pada bidang kimia. Beberapa penelitian sebelumnya (dalam Rastegarpour & Marashi, 2012) juga menemukan bahwa permainan kartu dapat digunakan sebagai media pembelajaran bahasa, matematika, dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Selanjutnya, Reese dan Wells (2007) juga mengembangkan permainan berupa kartu bermain yang digunakan untuk membantu siswa dalam belajar percakapan dalam bahasa Inggris. Penelitian ini menemukan bahwa para siswa merasa senang dan menjadi mudah dalam mempraktekkan percakapan bahasa Inggris. Penggunaan media-media permainan edukatif sebagai model pembelajaran untuk meningkatkan moral, khususnya nilai toleransi, telah dilakukan oleh Andayani dkk. ( ). Model pembelajaran yang digunakan antara lain permainan papan, seperti ular tangga dan cognito, dan permainan kartu kuartet. Di samping itu, Andayani dkk. ( ) juga mengembangkan metode mendongeng untuk meningkatkan nilai toleransi pada anak usia sekolah dasar. Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa model pembelajaran yang menggunakan media permainan dan metode mendongeng dapat secara efektif meningkatkan toleransi pada anak usia sekolah dasar.
11 11 Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengembangkan permainan kartu kuartet sebagai media untuk mengajarkan nilainilai kebajikan dalam kecerdasan moral pada anak usia sekolah. Permainan kartu kuartet yang digunakan dalam penelitian ini berisi nilai-nilai moral dalam kecerdasan moral dikemukakan oleh Borba (2001), antara lain empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Pembuatan kartu kuartet ini dilakukan dengan memasukkan pengertian, contoh perilaku, dan hal lain yang terkait dengan tujuh kebajikan moral dengan menyertakan gambar sebagai ilustrasi dari muatan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam kartu. Pemilihan permainan kartu kuartet ini didasarkan pada usia perkembangan kognitif anak sekolah dasar, yang merupakan tahap perkembangan operasional konkret. Operasi konkret adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objekobjek atau peristiwa-peristiwa nyata atau konkret dapat diukur (Piaget dalam Santrock, 2007). Melalui media permainan kartu kuartet ini, anak dapat bermain sekaligus belajar, terutama pada saat ingatan anak mampu menyerap banyak informasi yang beragam dan ingatan tersebut mampu menetap dalam jangka waktu yang lama. Di samping itu, adanya diskusi yang dipandu oleh fasilitator membuat anak berpartisipasi aktif dalam mendiskusikan dan merefleksikan pengalaman-pengalamannya terkait dengan tujuh kebajikan kecerdasan moral. Adanya kompetisi dan aturan dalam permainan juga dapat melatih anak untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang mencerminkan kecerdasan moral, seperti sportif, adil, jujur, empati, dan lain-lain.
12 12 Berdasarkan uraian di atas, diharapkan bahwa pemberian permainan kartu kuartetyang berisi kecerdasan moral ini dapat membantu anak untuk meningkatkan kecerdasan moralnya, sehingga dapat dijadikan dasar pijakan membentuk kepribadian untuk masa dewasanya kelak. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Permainan Edukatif Kartu Kuartet untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral pada Anak Usia Sekolah. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah permainan edukatif kartu kuartet efektif untuk meningkatkan kecerdasan moral pada anak usia sekolah? C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas permainan edukatif kartu kuartet untuk meningkatkan kecerdasan moral pada anak usia sekolah. 2. Manfaat a. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu psikologi perkembangan, khususnya mengenai kecerdasan moral pada anak usia sekolah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan terkait dengan pengembangan media pembelajaran menggunakan alat permainan edukatif berupa kartu kuartet
13 13 yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan moral pada anak usia sekolah. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dan orangtua terkait dengan permainan edukatif kartu kuartet yang dapat menjadi salah satu media alternatif untuk membantu meningkatkan kecerdasan moral pada anak usia sekolah. D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian di Indonesia maupun di luar Indonesia dengan variabel kecerdasan moral sangat terbatas, sehingga tidak banyak ditemukan penelitian tentang kecerdasan moral untuk anak usia sekolah. Penelitian tentang kecerdasan moral yang ditemukan dan yang sudah dilakukan di Indonesia, antara lain: 1. Andayani dkk. ( ) mengembangkan model pembelajaran toleransi (tepa sarira) melalui metode mendongeng dan metode bermain (ular tangga, kartu kuartet, dan cognito) yang dilakukan untuk anak SD di SD Al Firdaus Surakarta dan SDN Cemara Dua No.13 Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode mendongeng dan bermain dapat efektif meningkatkan toleransi anak usia sekolah dasar. 2. Pratiwi (2010) melakukan penelitian mengenai Kecerdasan Moral Anak Usia Prasekolah Etnis Cina ditinjau dari Gaya Pengasuhan Orangtua. Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat perbedaan kecerdasan moral anak usia prasekolah etnis Cina berdasarkan gaya pengasuhan orangtua. Kecerdasan
14 14 moral anak yang mendapat gaya pengasuhan authoritative lebih tinggi dibanding dengan gaya pengasuhan authoritarian, permissive, dan uninvolved atau neglectful. Berdasarkan hasil penelitian, juga ditemukan ada perbedaan kecerdasan moral anak usia prasekolah etnis Cina berdasarkan jenis kelamin anak dan berdasarkan interaksi antara gaya pengasuhan orangtua dan jenis kelamin. 3. Febriani (2010) melakukan penelitian mengenai Efektivitas Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Anak Usia Prasekolah. Penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan kecerdasan moral yang signifikan pada kelompok eksperimen, dengan skor kecerdasan moral yang lebih tinggi pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa sejauh ini penelitian mengenai kecerdasan moral pada anak usia sekolah belum banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak dan belum ada yang khusus meneliti kecerdasan moral pada anak usia sekolah. Penelitian ini mencoba untuk mengambil konsep metode permainan kartu kuartet yang telah dilakukan Andayani dkk. ( ), tetapi penelitian ini akan memfokuskan pada variabel kecerdasan moral, sehingga dapat dikatakan bahwa keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa kanak-kanak merupakan bagian dari perjalanan panjang bagi setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak merupakan bagian dari perjalanan panjang bagi setiap individu yang meletakkan dasar bagi kehidupannya di masa dewasa. Masa kanak-kanak ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu, kita semua tertegun melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putihbiru
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah menghasilkan generasi bangsa yang baik. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan suatu pendidikan yang baik (Haryanto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan
Lebih terperinciusability and learning study. Proceedings of the Human Factors and Ergonomic Society Annual Meeting. Mason, M. (2012, 30 Oktober).
97 DAFTAR PUSTAKA Andayani, T. R., Yusuf, M., & Hardjajani, T. (2010-2011). Strategi pengembangan living values education melalui model pembelajaran nilai toleransi berbasis budaya tepa sarira pada anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Media komunikasi sudah makin berkembang, khususnya di bidang cybermedia. Sudah banyak situs, aplikasi dan media sosial yang telah diciptakan dengan harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Tidak jarang dalam bersosialisasi tersebut banyak menimbulkn perbedaan yang sering kali
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Masa anak usia sekolah merupakan masa dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan dari keluarga ke teman-teman sebayanya. Pada masa sekolah anak lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciH, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING
BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. Karena dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa.pada masa remaja terjadi pertumbuhan untuk mencapai kematangan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sudah dapat menikmati perkembangan teknologi sarana informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mudah untuk dioperasikan. Tak terkecuali anak-anak juga ikut merasakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern seperti sekarang, teknologi berkembang dengan pesat. Manusia sangat dimanjakan dengan berbagai alat yang semakin canggih dan mudah untuk dioperasikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.
Lebih terperinciSELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)
Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pasti memerlukan generasi penerus untuk menggantikan generasi lama. Bangsa yang memiliki generasi penerus akan tetap diakui keberadaannya, oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang modern ini handphone dapat di jadikan untuk hal-hal yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang telah banyak sekali alat-alat canggih. Salah satu diantaranya adalah handphone, namun dengan adanya perubahan zaman yang modern ini handphone dapat
Lebih terperinciPengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel
PERKEMBANGAN AGRESI Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak melakukan agresi baik secara verbal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang pesat searah dengan globalisasi telah mencapai berbagai elemen masyarakat, mulai dari masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebutuhan, menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maslow berpendapat bahwa manusia yang sehat jiwanya adalah manusia yang mengembangkan diri sendiri berdasarkan kekuatan-kekuatan dalam diri, maka teori hierarki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua
Lebih terperinciINTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT
INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai
Lebih terperinciPENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )
PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi ) Putri Wardhani 1 Muh. Mansyur Thalib Ridwan Syahran ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak pertengahan. Pada masa ini terjadi perubahan yang beragam pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tingkat kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi pada tahun 2016 membuat keprihatinan bagi seluruh masyarakat Bekasi. Catatan pada Badan Pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah perilaku agresif anak bukanlah menjadi suatu masalah yang baru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perilaku agresif anak bukanlah menjadi suatu masalah yang baru bagi orang tua dan guru. Tetapi masalah perilaku merupakan masalah yang sangat penting
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying adalah perilaku melecehkan, menghina, mengintimidasi, memfitnah, mengucilkan, berselisih, dan bahkan menipu. Pada mulanya bullying hanya terjadi melalui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mental Emosional 2.1.1 Definisi Mental Emosional Mental adalah pikiran dan jiwa, sedangkan emosi adalah suatu ekspresi perasaan, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah afek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu, sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara betingkahlaku yang sesuai dengan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam
BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam mengembangkan kemampuan anak secara optimal. Kemampuan yang harus dikembangkan bukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Karakter bangsa Indonesia semakin menurun, ini ditunjukkan dengan rendahnya etika dan moralitas, dalam pendidikan ada tawuran pelajar yang sering terjadi, siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah menjadi lingkungan pada siswa atau murid dalam proses untuk berinteraksi sosial secara langsung dengan teman sebaya atau guru. Akan tetapi, sekarang ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kekerasan bukanlah fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan siswa salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan sebuah proses yang dilakukan individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini fenomena kekerasan sudah menjadi suatu tradisi yang melekat dalam masyarakat Indonesia. Tak seharipun media massa melewatkan pemberitaan tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi yang berharga bagi peradaban umat manusia, pada saat yang bersamaan pendidikan dan penalaran moral juga merupakan pilar yang sangat
Lebih terperinciPssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita
Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying. 1. Pengertian bullying. Menurut Priyatna (2010), bullying merupakan tindakan yang disengaja oleh pelaku kepada korban yang terjadi secara berulang-ulang dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anak Anak a. Pengertian Anak adalah aset bagi suatu bangsa, negara dan juga sebagai generasi penerus yang akan memperjuangkan cita-cita bangsa dan menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses belajar mengajar adalah suatu hal penting yang menjadi kunci
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar mengajar adalah suatu hal penting yang menjadi kunci keberhasilan dalam pendidikan. Pendidikan menurut Nurani (2015 : 21) adalah proses tanpa akhir
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk memberikan pengajaran kepada siswa atau murid di bawah pengawasan guru dan kepala sekolah. Di dalam sebuah institusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menunjukkan adanya peningkatan kasus dalam kurun waktu tiga tahun, 172 kasus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap anak terus terjadi dan mengalami peningkatan. Menurut catatan dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menunjukkan adanya peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketika menggunakan teknologi informasi ini (Flourensia, 2012: 22). Pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan komunikasi massa kian pesat dan kompleks, serta menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan manusia. Pemanfaatan teknologi informasi memang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan atau agresivitas baik
Lebih terperinciFENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Banyak di tayangkan kasus kekerasan rumahtangga yang di lakukan baik ayah kepada anak, suami kepada istri, istri kepada suami yang mengakibatkan penganiyayaan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya pemberitaan di media massa terkait dengan tindak kekerasan terhadap anak di sekolah, nampaknya semakin melegitimasi tuduhan miring soal gagalnya sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah kenakalan di kalangan pelajar sekolah sedang hangat dibicarakan. Perilaku agresif dan kekerasan yang dilakukan pelajar sudah di luar batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hal ini pendidikan bukan lagi diterjemahkan sebagai bentuk pelajaran formal semata yang ditujukan untuk mengasah kemampuan berpikir saja. Pendidikan juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lihat di kota-kota besar, tidak terkecuali juga kota-kota kecil, banyak sekali game
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam 10 tahun terakhir, permainan elektronik atau yang kita sering sebut dengan game online telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Ini bisa kita lihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Terhadap Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku bullying dari waktu ke waktu terus menghantui anak-anak Indonesia. Kasus bullying yang sering dijumpai adalah kasus senioritas atau adanya intimidasi
Lebih terperinci2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Self-control dibutuhkan agar individu dapat membimbing, mengarahkan dan mengatur segi-segi perilakunya yang pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciPssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita
Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 121 122 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 123 124 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 125 126
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah Tuhan yang dititipkan kepada kedua orangtuanya. Mereka diberikan amanah dan tanggung jawab untuk merawat, mendidik, melindungi, hingga dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan untuk bersosialisasi serta berinteraksi dengan manusia lainnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus digalakkan. Salah satu wadah dari pembinaan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,
Lebih terperinci2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri melainkan mereka harus bisa hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya demi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ungkapan bahwa banyaknya pelajar yang tidak berpikir sering kita. yang diajarkan oleh guru mereka (Hassoubah, 2004:9).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ungkapan bahwa banyaknya pelajar yang tidak berpikir sering kita dengar. Padahal kita tahu bahwa sekolah itu merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian siswa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat
Lebih terperinci