REHABILITASI MANGROVE SECARA SWADAYA: BELAJAR DARI MASYARAKAT SINJAI. Oleh: Setiasih Irawanti Kuncoro Ariawan. Ringkasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REHABILITASI MANGROVE SECARA SWADAYA: BELAJAR DARI MASYARAKAT SINJAI. Oleh: Setiasih Irawanti Kuncoro Ariawan. Ringkasan"

Transkripsi

1 REHABILITASI MANGROVE SECARA SWADAYA: BELAJAR DARI MASYARAKAT SINJAI Oleh: Setiasih Irawanti Kuncoro Ariawan Ringkasan Tekanan terhadap keberadaan hutan mangrove berlangsung sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, karenanya pengelolaan hutan mangrove seyogyanya memenuhi persyaratan ekologis, disamping menguntungkan secara ekonomis serta diterima oleh masyarakat setempat. Ada berbagai faktor alam yang perlu diperhatikan untuk mendukung keberhasilan budidaya mangrove, seperti jenis tanah, ombak air laut, kalender musim dan lain-lain. Rehabilitasi mangrove seyogyanya dilaksanakan pada musim angin bertiup dari arah darat, sehingga diperlukan sumber pembiayaan yang luwes yang secara administratif dapat digunakan pada musim tanam. Tanaman muda mangrove membutuhkan sentuhan tangan pencintanya, setidaknya setiap 3 (tiga) hari sekali selama 3 tahun pertama sejak penanaman, sampai akar nafas yang tumbuh dari samping telah menancap ke dalam lumpur. Kebersamaan diantara anggota masyarakat merupakan modal dasar keberhasilan rehabilitasi mangrove secara swadaya, sehingga dapat dibakukan dalam bentuk kelompok. Ekosistem mangrove di Kabupaten Sinjai merupakan hasil rehabilitasi yang awalnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat untuk tujuan pengamanan lingkungan, melindungi pemukiman dari gempuran ombak dan tiupan angin kencang. Dalam perkembangannya, masyarakat berharap mendapatkan manfaat ekonomi dari tanaman mangrove, yang ditempuh dengan cara mengkonversinya menjadi tambak untuk budidaya udang dan bandeng, namun masyarakat selalu membangun tanaman bakau baru di sempadan pantai sehingga tercapai ketebalan sekitar 600 m sebagai green belt yang dipandang mampu mengamankan dari gempuran ombak. Dalam puluhan tahun, proses tersebut akan menghasilkan daratan baru di kawasan pesisir berupa daerah pertambakan. Pemerintah Daerah (PEMDA) memberikan insentif kepada masyarakat berupa kepastian hak atas lahan tambak dalam bentuk Surat Keterangan Tanah (SKT) dan wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kata kunci: mangrove, rehabilitasi, Sinjai, swadaya I. PENDAHULUAN Sumberdaya alam berupa hutan, tanah dan air merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa bagi ummatnya dan harus dijaga kelestariannya agar dapat berfungsi sebagai aset pembangunan. Hutan mangrove sebagai salah satu sumber daya hutan merupakan ekosistem unik yang terletak pada zona pasang surut daerah tropis maupun sub tropis. Flora penyusun ekosistem mangrove terdiri atas berbagai jenis

2 tumbuhan yang mampu tumbuh dalam kondisi yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove mempunyai peranan yang penting ditinjau dari sisi ekologis maupun sosial ekonomi. Secara ekologis, hutan mangrove menjadi zona penyangga dari intrusi air laut, melindungi pantai dari abrasi air laut, serta menyokong terbentuknya daratan baru. Selain itu merupakan tempat yang cocok untuk daerah asuhan (nursery ground) berpijahnya berbagai ikan, udang, kerang, kepiting, tempat bagi fauna daratan seperti burung, mamalia, reptil, insekta, selain menjadi habitat alami biota lain. Secara ekonomis, hutan mangrove menjadi sumber kayu bakar, arang, bahan bangunan, daerah penangkapan ikan (fishing ground), sumber bahan pakaian (serat sintetis), bahan mentah kertas, alkohol, obat-obatan dan produk komersial lainnya. Tekanan terhadap keberadaan hutan mangrove yang berlangsung sejalan dengan laju pertumbuhan dan perkembangan penduduk, telah mengakibatkan kerusakan hutan sehingga penyebaran hutan mangrove semakin berkurang. Banyak kawasan mangrove yang telah dikonversi menjadi areal pertambakan, pertanian, industri dan perumahan. Karena itu, pengelolaan hutan mangrove seharusnya dapat memenuhi persyaratan ekologis, disamping menguntungkan secara ekonomis serta diterima oleh masyarakat setempat. Tulisan ini disusun sebagai hasil observasi dan konsultasi ke lokasi mangrove di desa Pangasa dan desa Tongke-tongke, Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi Selatan. II. SABUK HIJAU MANGROVE DI TELUK BONE Kabupaten Sinjai secara geografis terletak di pulau Sulawesi, secara administratif merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya sekitar 819,96 km 2, sekitar 15% berupa dataran rendah yang ditumbuhi hutan mangrove yang luasnya mencapai 843 hektar. Panjang garis pantai yang terletak di sisi timur wilayah kabupaten ini sekitar 24 km, membujur di teluk Bone dari perbatasan wilayah Kabupaten Bone di sebelah utara menuju perbatasan wilayah Kabupaten Bulukumba di sebelah selatan. Wilayah pesisir pantai yang ditumbuhi mangrove terdapat di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sinjai Utara, Kecamatan Sinjai Timur dan Kecamatan Tellu Limpoe. Di sepanjang garis pantai tersebut, sekitar 60% telah tertutup oleh sabuk hijau tanaman mangrove yang didominasi oleh jenis bakau, dengan ketebalan antara 25 m sampai dengan 600 m dimulai dari pantai yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bone. Sementara itu pantai yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bulukumba juga telah ditumbuhi bakau meskipun masih sporadis. Mata pencaharian masyarakat di wilayah pesisir Kabupaten Sinjai pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : A. Masyarakat Nelayan

3 Masyarakat nelayan umumnya memiliki pemukiman persis di pinggir pantai. Mata pencaharian masyarakat nelayan/perikanan merupakan mata pencaharian yang dominan di wilayah pesisir. Mata pencaharian ini bersifat musiman sekalipun merupakan mata pencaharian utama. Pada musim angin timur yang berlangsung selama 7 bulan antara April sampai Oktober, nelayan sepanjang pantai Sinjai terhambat melaut tidak saja akibat cuaca yang buruk dan gelombang yang relatif besar akan tetapi hasil tangkapannya juga tidak memadai. Mata pencaharian sebagai nelayan tersebut umumnya dilakukan secara tradisional, yaitu menggunakan alat tangkap ikan yang sederhana, tanpa atau menggunakan perahu motor. Wilayah operasi mereka juga masih terbatas di sekitar perairan pesisir. Hanya sedikit yang berani memasuki wilayah laut/perairan terbuka. B. Masyarakat Petani-Nelayan Masyarakat petani-nelayan memiliki pemukiman yang menetap. Kegiatan pertanian dijadikan sebagai mata pencaharian kedua. Pada musim angin timur, yaitu saat cuaca tidak memungkinkan para nelayan pergi ke laut, mereka melakukan aktifitas darat berupa pertanian, pertambakan, perkebunan atau menjadi buruh tani dan bangunan. Pada musim panen padi misalnya, tidak jarang masyarakat petani sawah mendapat bantuan dari masyarakat petani nelayan dengan imbalan berupa sebagian hasil panen. C. Masyarakat Petani Perkampungan masyarakat pertanian wilayah pesisir terletak lebih jauh ke arah darat. Kegiatan budidaya perkebunan dan lahan sawah mendominasi kegiatan mereka. Mata pencaharian tambahan dari kelompok masyarakat tersebut umumnya dari kegiatan eksploitasi sumber daya alam lainnya seperti mencari kepiting, udang, ikan, serta mengumpulkan bahan makanan atau bangunan dari hutan mangrove. D. Masyarakat pedagang Masyarakat pedagang, memiliki pemukiman yang menetap dan tidak menetap serta tergolong dalam jumlah kecil. Umumnya kelompok masyarakat tersebut membeli hasil laut/hasil hutan mangrove seperti ikan, udang, kepiting bakau, kerang dan sebagainya untuk dijual lagi ke kota Sinjai dan ke Makassar. E. Masyarakat pegawai Masyarakat pegawai tergolong kelompok masyarakat yang jumlahnya paling sedikit. Umumnya kelompok masyarakat tersebut bekerja pada instansi pemerintah dan swasta yang ada di wilayah pesisir pantai. III. REHABILITASI SWADAYA A. Kebutuhan Pengamanan Lingkungan Ekosistem mangrove di Kabupaten Sinjai merupakan hasil rehabilitasi yang awalnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat. Pada tahun

4 1930-an di Kabupaten Sinjai ditemukan mangrove yang tumbuh secara alami, namun dalam jumlah sangat sedikit. Pada waktu itu pula masyarakat Pangasa mulai menanam bakau di belakang rumah untuk melindungi pemukiman mereka dari gempuran ombak dan tiupan angin kencang. Tanaman bakau yang telah memberi manfaat keamanan lingkungan kepada masyarakat Pangasa, kemudian membangkitkan minat masyarakat Mangarabombang dan Batu Lappa untuk ikut mengembangkan bakau agar dapat melindungi pemukiman mereka. Meskipun sejak tahun 1940 sampai 1980-an hutan mangrove yang ditanam masyarakat dan yang tumbuh alami mengalami kerusakan, namun hal tersebut tidak menurunkan semangat mereka untuk tetap menanam bakau. Bahkan mereka mengembangkan tidak hanya di belakang rumah tinggal, tetapi juga di pinggir empang atau tambak dan di sempadan pantai. Demikian pula karena menghadapi beratnya kondisi alam pesisir, masyarakat Tongke-tongke yang umumnya nelayan, juga tumbuh kesadarannya untuk mengikuti jejak kelompok masyarakat Pangasa, Mangarabombang dan Lappa. Mereka sadar bahwa kerusakan asset yang mereka miliki serta lingkungan pemukimannya, terjadi akibat rusaknya lingkungan alam pesisir pantai. Sejak tahun 1982 kelompok masyarakat Tongke-tongke dari kampung Cempae dan Babana mulai menanam bakau. Pada tahun 1984 masyarakat Tongke-tongke secara serentak membangun beberapa jenis bangunan penahan gempuran ombak, yaitu : 1. Membangun tanaman bakau 2. Membangun tanggul pemecah ombak dengan penahan dari batu 3. Membangun tanggul pemecah ombak dengan penahan dari kayu dan bambu. Belajar dari alam akhirnya mereka mengetahui bahwa di antara tiga jenis bangunan tersebut maka tanaman bakau-lah yang mampu mempertahankan lingkungan pemukiman mereka dari gempuran ombak dan hempasan angin pantai. Penanaman bakau tahap pertama di Tongke-tongke dilakukan menggunakan jarak tanam 0,5 x 0,5 m. Selanjutnya belajar dari keberhasilan swadaya masyarakat Pangasa, Tongketongke, Mangarabombang, dan Lappa, penanaman bakau juga dilaksanakan di lingkungan desa Panaikang, Sanjai, Pasimarannu dan Bua. Keberhasilan pembangunan hutan mangrove secara swadaya membawa perubahan yang sangat bermanfaat. Adanya hutan mangrove memberikan manfaat, di antaranya adalah : pemukiman terbebas dari genangan air pasang dan gempuran ombak, terbukti saat badai Tsunami terjadi di Flores pada tahun 1991 maka beberapa daerah pesisir yang ditumbuhi mangrove tidak mengalami kerusakan, dan terbebas dari pengikisan pantai. Selain itu, di bawah tanaman hutan mangrove terdapat nener dan benur alam yang lebih kuat daripada hasil budidaya serta kepiting yang dapat dengan mudah ditangkap oleh warga masyarakat. Manfaat lainnya adalah berkurangnya rembesan air laut ke sumur masyarakat, meningkatnya peluang

5 pendapatan dan kesejahteraan warga masyarakat serta memberikan kesejukan dan keindahan pantai. Pengembangan bakau terus dilaksanakan oleh kelompok masyarakat desadesa pesisir baik secara swadaya maupun melalui bantuan Pemerintah Kabupaten Sinjai dan institusi Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2003 luas hutan mangrove mencapai 786 Ha, kemudian pada tahun 2004 meningkat menjadi 843 Ha. Peningkatan tersebut terjadi selain dari kegiatan penanaman oleh swadaya masyarakat, juga melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). B. Belajar Dari Alam : Teknologi Budidaya Ada berbagai faktor-faktor alam yang perlu diperhatikan untuk mendukung keberhasilan budidaya mangrove, seperti jenis tanah, ombak air laut, kalender musim dan lain-lain. 1. Jenis tanah Pantai di wilayah kabupaten Sinjai memiliki dua tipe tanah yaitu pantai berpasir dan pantai berlumpur. Pantai berpasir didominasi oleh pasir abu-abu dan sedikit pasir hitam. Sementara itu pantai berlumpur banyak mengandung humus hasil sedimentasi dan pengendapan air sungai yang berasal dari aliran dua buah sungai Baringeng dan sungai Tui. Kedua sungai tersebut membawa sedimen dari gunung Bawakaraeng hingga ke pantai, di samping ada pula endapan lumpur yang berasal dari laut. Berdasarkan pengalaman masyarakat Sinjai, untuk pantai berpasir akan lebih cocok ditanami jenis bakau yang memiliki perakaran kuat agar tidak mudah tercabut bila dihempas ombak, seperti jenis Sonneratia. Untuk pantai pasir yang berlumpur, dapat ditanami jenis Sonneratia dan Avicennia (api-api). Sementara itu untuk pantai berlumpur dapat dipilih jenis Rhyzophora (bakau). Apabila akan menanami wilayah pesisir yang makin mengarah ke darat, seperti pada areal yang hanya terendam oleh pasang purnama yang terjadi sekitar 4 jam sebulan sekali, lebih sesuai bila dipilih jenis Bruguiera (tancang). Jenis-jenis tanaman penyusun mangrove di pesisir Sinjai dapat diikuti pada tabel berikut : Tabel 1. Mangrove Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan yang terinventarisasi No. Spesies mangrove Nama Daerah Family 1. Aegiceras corniculatum Otti-otti Myrsinaceae 2. Avicennia alba. Api-api Avicenniaceae 3. Avicennia marina. Api-api Avicenniaceae 4. Avicennia officinalis Api-api Avicenniaceae 5. Bruguiera cylindrica Bakko Panda Rhizophoraceae 6. Bruguiera gymnorrhiza Bakko Panda Rhizophoraceae 7. Ceriop sp. Cokke Rhizophoraceae 8. Nypa fructicans Nipa Palmae 9. Rhyzophora mucronata Bakko / Bakau Rhizophoraceae

6 10. Rhyzophora apiculata Bakko / Bakau Rhizophoraceae 11. Sonneratia alba Padada Sonneratiaceae 12. Sonneratia caseolaris Padada Sonneratiaceae 13. Hibiscus tiliaceus Haru Malvaceae 14. Pandanus tectorius Pandan Pandanaceae 15. Terminalia catappa Ketapang Comretaceae Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Sinjai, Ombak air laut Ombak air laut mempunyai pengaruh sangat besar terhadap keberhasilan rehabilitasi mangrove. Bila akan menanam mangrove di areal pantai yang makin mendekati air laut maka lebih sesuai bila dipilih jenis yang tidak mudah tercabut seperti Sonneratia. 3. Kalender musim Teluk Bone yang menghadap ke timur memiliki dua musim angin yaitu angin timur yang berasal dari laut dan angin barat yang berasal dari daratan. Angin timur bertiup sangat kencang dan menyebabkan ombak besar, sehingga sering memporakporandakan pemukiman, areal pertambakan, pengikisan pantai dan kegagalan penanaman mangrove. Angin timur yang berombak besar biasanya terjadi sekitar 7 bulan, yaitu antara bulan April sampai Oktober. Sementara itu, angin barat yang berasal dari daratan bertiup ringan dan ombak air lautnya juga relatif kecil. Angin barat terjadi sekitar 5 bulan, yaitu antara Nopember sampai dengan Maret. Penanaman bibit mangrove oleh masyarakat Sinjai biasanya dilakukan saat ombak dan angin kecil, yaitu pada musim angin barat antara bulan November sampai Maret. Waktu yang tersedia untuk melakukan penanaman setiap harinya hanya sekitar 3 sampai 4 jam, yaitu saat air laut surut. Berdasarkan pengalaman masyarakat, penanaman mangrove yang dilakukan pada musim yang salah, yaitu musim angin timur yang bertiup kencang dan berombak besar, maka kegiatan rehabilitasi pantai tersebut akan mengalami kegagalan. Hal ini karena bibit yang baru saja ditanam akan segera diporakporandakan oleh hempasan ombak air laut dan angin pantai. C. Pemeliharaan : Mendapat Sentuhan Tangan Pencintanya Bibit mangrove yang baru saja ditanam di pantai masih sangat rentan terhadap hempasan ombak air laut dan angin. Selain itu, tanaman yang masih kecil tersebut juga sangat rentan terhadap gangguan hama seperti anak tiram yang biasanya membungkus pucuk tanaman sehingga daunnya tidak dapat tumbuh dan mengembang. Hal tersebut akan menjadi ancaman bagi keselamatan bibit tanaman hutan mangrove. Oleh karena itu masyarakat Sinjai setidaknya 3 (tiga) hari sekali datang ke areal tanaman. Masyarakat Sinjai juga datang ke areal tanaman segera setelah terjadi banjir. Tanpa sentuhan tangan para pencintanya maka rehabilitasi pantai dengan tanaman mangrove dapat mengalami kegagalan. Dengan demikian pemeliharaan

7 tanaman paska penanaman sangatlah diperlukan. Dalam setiap tahun, tanaman muda tersebut harus menghadapi hempasan ombak besar dan angin kencang yang terjadi selama 7 bulan, yaitu saat musim angin timur. Berdasarkan pengalaman masyarakat Sinjai, meskipun penanaman mangrove dilakukan pada musim ombak dan angin kecil, namun biasanya akan mengalami kerusakan pada saat datangnya musim ombak dan angin besar. Biasanya pemeliharaan yang lebih intensif sangat diperlukan selama 3 tahun pertama sejak penanaman. Hal ini karena tanaman bakau yang belum memiliki akar nafas yang tumbuh dari samping tersebut akan mudah sekali roboh, patah, tercabut dan rusak apabila dihempas ombak atau angin. Gangguan tanaman akan lebih besar lagi apabila terjadi banjir karena adanya hempasan arus air yang lebih keras serta timbunan sampah yang terbawa oleh banjir. Kunjungan pencintanya ke areal tanaman setiap 3 (tiga) hari dan segera setelah terjadi banjir terutama dimaksudkan untuk memeriksa dan membebaskan tanaman dari gangguan hama, menegakkan tanaman yang roboh, membersihkan areal tanaman dari sampah seperti potongan bambu, ranting, daun-daun dan lain-lain. Setelah tanaman berumur 3 tahun, akar nafas yang secara bertahap tumbuh dari samping telah menancap ke dalam lumpur sehingga tanaman telah cukup kuat menancap ke dalam tanah, kuat menahan hempasan ombak dan angin serta lebih tahan terhadap gangguan hama. D. Semangat Kebersamaan Untuk Menghadapi Kekuatan Dari Luar Pada tahun 1985, dipelopori oleh beberapa orang tokoh, warga masyarakat Tongke-tongke bermusyawarah dan bersepakat untuk menyelamatkan lingkungan melalui kegiatan penanaman mangrove jenis bakau. Kebersamaan di antara anggota masyarakat sangat diperlukan untuk membangun tanaman bakau karena kekuatan orang perorang terlalu lemah untuk menghadapi ganasnya kondisi alam pesisir. Dengan semangat kebersamaan dapat diperoleh kesepakatan-kesepakatan yang sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan, membagi tanggung jawab maupun mengambil keputusan-keputusan dan langkah-langkah untuk kepentingan bersama. Sebagai contoh, untuk melakukan rehabilitasi pantai dengan lebar sekitar 100 m yang membujur di garis pantai dengan panjang tertentu, maka diperlukan kesepakatan untuk membagi tanggung jawab mendapatkan bibit, mengatur jarak tanam, melakukan penanaman dan lain-lain. Demikian pula, dalam hal membagi tanggung jawab untuk memelihara tanaman selama 3 tahun, dan keperluan bersama lainnya. Oleh karena itu semangat kebersamaan masyarakat Sinjai merupakan salah satu modal dasar bagi keberhasilan rehabilitasi mangrove secara swadaya. Penanaman bakau oleh masyarakat Sinjai dilakukan secara bersama-sama antara laki-laki maupun perempuan. Penanggungjawab pemeliharaan tanaman diserahkan kepada semua kepala keluarga dengan cara membagi habis tanaman bakau ke dalam blok-blok dengan luasan yang disepakati. Setiap kepala keluarga memiliki tanggungjawab terhadap pemeliharaan tanaman sejak ditanam sampai umur

8 tanaman mencapai 3 tahun. Melalui kebersamaan seluruh warga masyarakat maka upaya rehabilitasi pantai melalui penanaman mangrove dapat dilaksanakan secara swadaya. E. Tanaman Bakau Memperluas Daratan Di pesisir Sinjai, masyarakat umumnya menanam bakau di sempadan pantai dengan tujuan awal untuk pengamanan lingkungan. Namun dalam perkembangannya, masyarakat juga berharap bahwa tanaman mangrove yang mereka bangun di sempadan pantai dapat pula mendatangkan manfaat ekonomi. Mereka dapat belajar dari alam bahwa tanah yang mulanya berpasir akan secara bertahap berubah menjadi lumpur apabila ditanami bakau. Lapisan lumpur akan makin tebal dengan bertambahnya umur tanaman mangrove. Struktur tanah lumpur tersebut menjadi cocok bila akan dibangun empang atau tambak. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat mengkonversi tanaman bakau menjadi tambak untuk budidaya udang dan bandeng. Namun tambak tersebut juga masih tetap memerlukan pengamanan terhadap gempuran ombak yang dapat merusak kolam dan pematang yang mengelilinginya serta memporakporandakan ikan atau udang yang dibudidayakan di dalamnya. Oleh karena itu masyarakat pesisir Sinjai dari waktu ke waktu selalu membangun tanaman bakau baru di sempadan pantai. Selain itu mereka juga menanami bakau di kiri kanan pematang tambak dan parit-parit yang ada di areal pertambakan agar pematang tidak longsor. Mereka memiliki pengetahuan bahwa sabuk hijau pantai dipandang aman terhadap gempuran ombak dan hempasan angin kencang bila memiliki ketebalan sekitar 600 m. Oleh karena itu masyarakat tidak akan mengkonversi mangrove meskipun sudah cukup umur (lebih dari 7 th) apabila tanaman mangrove yang tersisa di sempadan pantai masih tipis (kurang dari 500 m). Ketebalan tersebut dipandang kurang kuat untuk menahan gempuran ombak terhadap pematang tambak. Oleh karena itu masyarakat pesisir Sinjai melakukan pembangunan tanaman bakau tersebut secara bertahap dengan ketebalan sekitar 100 m memanjang searah garis pantai. Penanaman dengan ketebalan lebih dari 100 m mengakibatkan persen tumbuh bibit bakau makin rendah, karena bibit yang ditanam makin mendekati genangan air laut akan makin besar peluang rusaknya akibat makin sering terhempas dan terendam ait laut. Demikian pula, bibit yang ditanam di areal yang selalu tergenang air meskipun di saat surut, akan makin besar peluang rusaknya akibat serangan hama seperti anak tiram, dutu atau serangga yang memakan batang tanaman muda. Dengan demikian tanaman sabuk hijau mangrove memiliki tajuk berlapis-lapis karena umur tanamannya bertingkat-tingkat. Sebagai contoh, sabuk hijau bakau di

9 pantai Pangasa yang ketebalannya sekitar 600 m, dari arah darat menuju ke laut memiliki struktur umur 15 th, 7 th, 5 th, 3 th, 2 th, 1 th, 6 bln. Tanah di bawah tanaman yang berumur 15 tahun tersebut telah berubah menjadi lapisan lumpur yang cukup dalam. Tanaman yang mencapai umur lebih dari 7 tahun dapat dikonversi menjadi tambak karena kandungan lumpurnya sudah tebal dan kayunya telah dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Hal ini mereka lakukan apabila ketebalan sabuk hijau bakau dipandang telah cukup kuat dan aman untuk menahan gempuran ombak dan hempasan angin pantai. Proses tanam dan konversi mangrove ini telah dilakukan selama puluhan tahun oleh masyarakat pesisir Sinjai terutama di Pangasa, sehingga melalui proses tersebut secara bertahap terbentuk daratan-daratan baru yang membujur sepanjang pantai. Daratan baru tersebut berupa tambak karena masyarakat Pangasa memiliki mata pencaharian sebagai petani ikan. Melalui proses demikian, selama sekitar 50 tahun garis pantai di Pangasa telah maju sekitar 1,5 km ke arah laut, sekitar ketebalan 1 km membujur pantai telah berubah menjadi hamparan tambak dan sekitar 600 m menjadi sabuk hijau tanaman bakau yang utuh. Namun proses demikian tidak ditemui di Tongke-tongke karena masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Pemandangan di wilayah pesisir Tongke-tongke hanya terdiri dari sabuk hijau mangrove yang persis berbatasan dengan pemukiman penduduk yang berlokasi di bibir pantai. Sabuk hijau mangrove di Tongke-tongke juga tidak utuh karena mereka memerlukan lubanglubang sebagai gerbang keluar masuknya kapal nelayan bila pergi dan pulang dari melaut untuk menangkap ikan. F. Manfaat Ekonomi Di areal hutan bakau saat pasang mudah sekali dijumpai kepiting, udang, nener dan benur. Oleh karena itu, untuk mengisi tambak mereka, warga masyarakat dapat mencari bibit benur dan nener dari bawah tanaman bakau di sempadan pantai. Kayu bakau hasil konversi yang dilakukan oleh masyarakat dapat dijual sebagai kayu bakar. Satu ikat kayu bakau isi 10 batang kecil dijual dengan harga Rp.500,-. Namun saat ini volume permintaannya rendah karena masyarakat Sinjai banyak yang telah berganti menggunakan gas untuk memasak. Masyarakat di kelurahan Lappa, Samataring dan Tongke-tongke dapat menangkap udang dan kepiting dibawah tanaman bakau. Setiap warga masyarakat bebas menangkap di areal mangrove mana saja. Mereka dapat menangkap 2 sampai 3 ekor per hari karena hanya menggunakan alat tangkap tradisional berupa perangkap yang dipasang di bawah tanaman bakau. Hasil tangkapan tersebut dibeli oleh pedagang pengumpul yang akan menjualnya ke eksportir di Makassar.

10 G. Penguatan Kelembagaan 1. Wadah Organisasi Untuk menggalang kebersamaan masyarakat maka di Tongke-tongke dibentuk Kelompok Tani Aku Cinta Indonesia (ACI). Melalui kelompok akan diperoleh kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan dalam pembagian areal penanaman, pelaksana/penanggungjawab kegiatan penanaman dan penanggungjawab pemeliharaan tanaman sampai 3 tahun. Penanggungjawab tanaman diserahkan kepada semua kepala keluarga dengan cara membagi habis tanaman bakau ke dalam blok-blok dengan luasan yang disepakati, meskipun secara fisik blok-blok tersebut tidak terlihat batas-batasnya. Setiap kepala keluarga memiliki tanggung jawab terhadap pemeliharaan tanaman sejak ditanam sampai umur tanaman mencapai 3 tahun. Pada tahun 1988 kelompok tani ACI di Tongke-tongke dibakukan dengan nama Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam Aku Cinta Indonesia (KPSA ACI) melalui program pembinaan kelembagaan dan penyuluhan dari instansi terkait lingkup Pemerintah Kabupaten Sinjai. Saat ini di desa-desa lain juga telah dibentuk kelompok-kelompok tani sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel. 2. Daftar Kelompok Tani Bakau-KPSA Kabupaten Sinjai No. Nama Kelompok Wilayah Nama Ketua 1. Lappa Kel. Lappa H. Frans 2. Tunas Mekar Kel. Samataring M. Asri 3. KPSA-ACI Desa Tongke-tongke H. Alimuddin 4. Panaikang Desa Panaikang Kartu 5. Pasi Marannu Desa Pasi Marannu M. Ali 6. Bisokeng Desa Sanjai Bustan Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai, Insentif Hak Atas Perluasan Lahan Daratan Sabuk hijau tanaman bakau di sempadan pantai dibangun di lahan milik negara. Namun karena pembangunan tersebut dilakukan secara swadaya oleh masyarakat, maka dalam hamparan hutan mangrove tersebut sebenarnya terdapat batas-batas petak tanaman yang disepakati bersama oleh warga masyarakat sebagai hak dari suatu keluarga. Batas petak atau luasan tersebut secara fisik tidak terlihat, namun di antara warga masyarakat saling mengetahui petak tanaman yang menjadi hak masing-masing. Saat masih menjadi sabuk hijau tanaman mangrove, warga masyarakat hanya memiliki hak atas kayu atau tanaman mangrovenya. Tetapi apabila tanaman mangrove tersebut dikonversi menjadi tambak, maka lahan tambak tersebut menjadi hak keluarga yang mempunyai hak atas tanamannya. Disaksikan oleh petugas dari Badan Pertanahan, lahan tambak

11 tersebut kemudian diukur luasnya untuk mendapatkan Surat Keterangan Tanah (SKT). Demikian pula, dengan disaksikan oleh petugas dari Kantor Pajak, lahan tambak tersebut diukur untuk mendapatkan surat keterangan wajib pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan demikian Pemerintah Daerah setempat telah memberikan insentif berupa kepastian hak atas lahan tambak tersebut. IV. HASIL PEMBELAJARAN DAN REKOMENDASI 1. Ekosistem mangrove di Kabupaten Sinjai merupakan hasil rehabilitasi yang awalnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat untuk tujuan pengamanan lingkungan, yaitu melindungi pemukiman dari gempuran ombak dan tiupan angin kencang. 2. Ada berbagai faktor-faktor alam yang perlu diperhatikan untuk mendukung keberhasilan budidaya mangrove, seperti jenis tanah, ombak air laut, kalender musim dan lain-lain. 3. Rehabilitasi mangrove yang dilaksanakan pada musim angin bertiup dari arah laut kemungkinan besar mengalami kegagalan, karena bibit bakau yang baru saja ditanam akan segera porak poranda dihempas ombak dan angin. Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan rehabilitasi pantai dengan tanaman mangrove seyogyanya dilaksanakan sesuai kalender musim yang berlaku di lokasi bersangkutan, yaitu pada musim angin bertiup dari arah darat. 4. Untuk mendukung keberhasilan rehabilitasi mangrove yang dibiayai oleh pemerintah, ada dua alternatif mekanisme pembiayaan yang disarankan. Pertama, saat turunnya anggaran seyogyanya bertepatan dengan musim tanam, yaitu pada musim angin bertiup dari arah darat. Kedua, diperlukan sumber pembiayaan yang luwes yaitu yang secara administratif dapat digunakan pada musim tanam, yaitu pada musim angin bertiup dari arah darat. 5. Bibit mangrove yang baru ditanam sangat rentan terhadap hempasan ombak air laut, angin, gangguan hama, banjir dan lain-lain yang mengancam keselamatannya. Tanaman muda tersebut membutuhkan sentuhan tangan pencintanya, setidaknya setiap 3 (tiga) hari sekali. Pemeliharaan tanaman yang intensif sangat diperlukan selama 3 tahun pertama sejak penanaman, sampai akar nafas yang secara bertahap tumbuh dari samping telah menancap ke dalam lumpur sehingga tanaman telah cukup kuat menancap ke dalam tanah, kuat menahan hempasan ombak dan angin serta lebih tahan terhadap gangguan hama. 6. Kebersamaan di antara anggota masyarakat sangat diperlukan untuk membangun tanaman bakau karena kekuatan orang perorang terlalu lemah untuk menghadapi ganasnya kondisi alam pesisir. Setiap kepala keluarga memiliki tanggungjawab terhadap pembangunan dan pemeliharaan tanaman sampai umur tanaman 3 tahun. Semangat kebersamaan sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan, membagi

12 tanggungjawab, mengambil keputusan dan langkah-langkah untuk kepentingan bersama sehingga merupakan salah satu modal dasar bagi keberhasilan rehabilitasi mangrove secara swadaya. Untuk menggalang kebersamaan masyarakat maka dibentuk lembaga berupa Kelompok Tani. 7. Dalam perkembangannya, masyarakat berharap mendapatkan manfaat ekonomi dari tanaman mangrove, yang ditempuh dengan cara mengkonversinya menjadi tambak untuk budidaya udang dan bandeng. Namun tambak tersebut tetap memerlukan pengamanan terhadap gempuran ombak, karena itu masyarakat selalu membangun tanaman bakau baru di sempadan pantai sehingga tercapai ketebalan sekitar 600 m yang dipandang aman terhadap gempuran ombak. Selama puluhan tahun proses tersebut berlangsung sehingga secara bertahap terbentuk daratan baru di sepanjang pantai berupa tambak. 8. Pemerintah Daerah setempat telah memberikan insentif kepada masyarakat berupa kepastian hak atas lahan tambak berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) dan hak pemanfaatannya sehingga wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). DAFTAR PUSTAKA Anonimus, Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan bakau (Mangrove) Sinjai. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

1. Pengantar A. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang 1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil 27 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Lokasi penelitian, khususnya ekosistem mangrove masuk dalam wilayah pengelolaan Resort Polisi Hutan (RPH) Tegal-Tangkil, BKPH Ciasem- Pamanukan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 48 BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 6.1. Dampak Konversi Mangrove Kegiatan konversi mangrove skala besar di Desa Karangsong dikarenakan jumlah permintaan terhadap tambak begitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari  diakses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta jumlah pulau di Indonesia beserta wilayah laut yang mengelilinginya ternyata menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang terpanjang

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT 1123 Kerapatan hutan mangrove sebagai dasar rehabilitasi... (Mudian Paena) KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA Eddy Hamka 1, Fajriah 2, Laode Mansyur 3 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan ini mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi lainnya. Keunikan

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto

Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan. Wawan Halwany Eko Priyanto Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Mangrove di Kalimantan Selatan Wawan Halwany Eko Priyanto Pendahuluan mangrove : sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut air laut. Kriteria Mangrove Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Oleh. Firmansyah Gusasi

Oleh. Firmansyah Gusasi ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN MUARA SUNGAI DAN PANTAI DALAM WILAYAH KABUPATEN BULUNGAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Kartini V.A. Sitorus 1, Ralph A.N. Tuhumury 2 dan Annita Sari 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

9. PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

9. PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE 9. PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh tanaman jenis Avicenia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiriera, Xylocarpus, serta tanaman Nipa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Desa Dabung

Bab III Karakteristik Desa Dabung Bab III Karakteristik Desa Dabung III.1. Kondisi Fisik Wilayah III.1.1. Letak Wilayah Lokasi penelitian berada di Desa Dabung yang merupakan salah satu desa dari 18 desa yang terdapat di Kecamatan Kubu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU 1 VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI DESA BAROWA KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU Dharma Fidyansari, S.Pi., M.M. Sri Hastuty, S.E., M.Pd. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis valuasi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa lingkungan Hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove Mangrove adalah tumbuhan yang hidup pada daerah pasang surut yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Mangrove dan Ekosistem Pantai Koordinator : Judul Kegiatan : Teknologi Penanaman Jenis Mangrove dan Tumbuhan Pantai

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sehingga perlu dijaga kelestariannya. Hutan mangrove adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove (bakau) merupakan suatu bentuk ekosistem yang mempunyai keragamanan potensi serta memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus TEKNIK PENANAMAN MANGROVE PADA DELTA TERDEGRADASI DI SUMSEL Teknik Penanaman Mangrove Pada Delta Terdegradasi di Sumsel Teknik Penanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Mangrove 2.1.1. Definisi. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. Ada juga yang menyebutkan bahwa mangrove berasal

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI

IV. KONDISI UMUM LOKASI IV. KONDISI UMUM LOKASI 4.1. Letak dan Luas Kawasan hutan BKPH Cikiong terletak di tiga wilayah administratif pemerintahan, yakni: Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, dan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan

Lebih terperinci

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau @ 2012 Penyusun: 1. Ian Hilman, Wildlife Conservation Society (WCS), 2. Fransiskus Harum, consultant

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu sumberdaya pesisir yang penting adalah ekosistem mangrove, yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi. Hutan mangrove dengan hamparan rawanya dapat menyaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini memiliki banyak wilayah pesisir dan lautan yang terdapat beragam sumberdaya alam. Wilayah

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE UNTUK MENANGGULANGI ABRASI DI PANTAI SARI DESA TOLAI BARAT KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Ketut Rediasti No. Stb A 351 10 052 Diajukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai hutan mangrove (hutan bakau) terbesar di dunia, yaitu mencapai 8,60 juta hektar, meskipun saat ini dilaporkan sekitar

Lebih terperinci