KINERJA PENILIK PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PELAKSANAAN TUPOKSINYA DI KABUPATEN GORONTALO. Hj. Rusmin Husaen Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA PENILIK PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PELAKSANAAN TUPOKSINYA DI KABUPATEN GORONTALO. Hj. Rusmin Husaen Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo"

Transkripsi

1 1 KINERJA PENILIK PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PELAKSANAAN TUPOKSINYA DI KABUPATEN GORONTALO Hj. Rusmin Husaen Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo Abstrak Dilihat dari tingkat komplektisitas kegiatannya, dapat dipahami bahwa tugas seorang penilik PNF merupakan tugas yang berat, karena selain sasaran kegiatannya luas dan tidak terbatas, tugas sebagai penilik juga senantiasa berkaitan dengan masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang minim bahkan belum pernah tersentuh oleh pendidikan. Oleh karenanya dalam hal ini dituntut kinerja dan profesionalisme seorang penilik. Kinerja yang dimaksud adalah kualitas kerja dari seorang penilik yang diserahkan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas tertentu dimana dalam hal ini yang bersangkutan harus siap menjalankan tugasnya yakni mengawasi/mengontrol semua kegiatan PNF, memenuhi kewajiban dengan melaporkan setiap perkembangan yang terjadi dalam lingkungan kerjanya kepada pihak atasan serta senantiasa memberikan binaan kepada warga masyarakat sehingga program PNF yang dibinanya mampu mencapai target yag telah ditetapkan. Kata kunci: Tenaga kependidikan, nonformal, mutu, dan professional. I. PENDAHULUAN Menurut Simamora (1997:500), kinerja adalah tingkat hasil kerja dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang diberikan. Atau dengan kata lain kinerja adalah hasil kerja dari para pekerja baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditetapkan. Kinerja Penilik PNF dikatakan tinggi apabila telah mampu melaksanakan tugas kepenilikannya sesuai dengan aturan tugasnya. Oleh karena itu Penilik PNF dituntut mempunyai motivasi tinggi dalam melaksanakan tugas kepenilikannya agar kinerjanya tinggi juga. Adanya program maka akan nampak dengan jelas bagaimana sebenarnya kinerja dari Penilik PNF. Untuk itu, ada beberapa indikator kinerja Penilik PNF yang paling utama, yaitu : cara yang ditempuh, usaha yang dilakukan dan hasil yang dicapai dalam merencanakan, melaksanakan/mengelola program, mengevaluasi keberhasilan program dan melaksanakan pelaporan. Dari indikator tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa sub indikator, yaitu : (1) cara-cara yang ditempuh dalam perencanaan program, cara-cara yang ditempuh dalam pelaksanaan/pengelolaan program, cara-cara yang digunakan dalam evaluasi keberhasilan program dan cara-cara yang ditempuh dalam penyusunan dan panyampaian laporan, (2) usaha-usaha yang dilakukan dalam perencanaan, pelaksanaan/pengelolaan, evaluasi hasil dan pelaporan, (3) hasil yang dicapai dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan.

2 Sesuai dengan Keputusan 15/KEP/M.PAN/3/2002 tentang Jabatan Fungsional Penilik dan Angka Kreditnya, Bab II Pasal 4 disebutkan bahwa tugas pokok penilik adalah merencanakan, melaksanakan dan menilai, membimbing melaporkan kegiatan penilikan PNF. Dari tugas pokok tersebut dijabarkan dalam rincian kegiatan penilik. Rincian kegiatan tersebut dibagi habis kepada masingmasing jenjang jabatan penilik sesuai bidang kegiatan yang meliputi : bidang pembelajaran, pelatihan, bimbingan, sumber daya PLS dan pemanfaatannya, materi pembelajaran, pelatihan, bimbingan, metode dan media pembelajaran, pelatihan dan bimbingan. Patut diakui bahwa hingga saat ini telah banyak program-program PNF yang telah dilaksanakan. Namun, meluasnya program-program layanan PNF ini belum diikuti oleh meningkatnya mutu dari out putnya. Belum optimalnya out put yang dihasilkan oleh pendidikan non formal ini dapat diindikasikan karena disebabkan oleh beberapa hal seperti : Partisipasi masyarakat yang belum optimal, dana pelaksanaannya yang minim, jangkauannya yang terlalu luas dan tidak diimbangi oleh jumlah pendidik maupun tenaga pendidiknya, bahkan salah satu faktor yang sangat penting adalah belum optimalnya kinerja penilik PNF dalam melaksanakan tugasnya. Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Gorontalo program-program PNF belum dapat berjalan dengan lancar, padahal jika melihat karakterisistik masyarakatnya, banyak sekali program-program PNF yang dapat di laksanakan, akan tetapi hingga saat ini program-program yang eksis hanyalah program Paket A, B dan C serta program pendidikan anak usia dini. Sementara program-program lainnya banyak yang tidak berlanjut bahkan cenderung terbengkalai. Dari observasi yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan awal bahwa kondisi ini diakibatkan oleh belum optimalnya kinerja penilik-penilik PNF baik dalam hal memberikan pengawasan, memberikan pembinaan ataupun memberikan motivasi kepada masyarakat sehingga banyak program-program PNF yang tidak tuntas pelaksanaannya. Kedudukan Penilik adalah sebagai pelaksana teknis fungsional penilikan pendidikan luar sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau dinas lainnya yang bertanggung jawab di bidang pendidikan luar sekolah. Dengan mencermati kondisi dan harapan sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap program-program PNF yang telah berjalan saat ini dan perlu juga dilakukan penilaian prestasi kerja dari penilik-penilik PNF. Jika hal ini tidak dilakukan maka program-program PNF yang semula diadakan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat tidak akan bisa terwujud, malah sebaliknya hal ini hanya akan merugikan negara. II. KAJIAN PUSTAKA Hakikat Pendidikan Non Formal Phillips H. Combs (dalam Joesef, 1986; 50 menyatakan bahwa Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan belajar. Definisi ini menjelaskan bahwa pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah 2

3 merupakan kegiatan yang dilaksanakan diluar sistem pendidikan formal yang memberikan layanan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan belajar. Dalam pasal 26 ayat 3 disebtukan bahwa Program pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup (life skill), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Jenis-jenis pendidikan tersebut diatas dapat diselenggarakan melalui satuan-satuan pendidikan non formal seperti lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), majelis taklim dan satuan pendidikan sejenis. Soelaiman Joesoef dalam bukunya Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah membagi kelompok sasaran dari pendidikan luar sekolah kedalam dua sasaran pokok, yaitu : 1. Pendidikan Luar sekolah untuk pemuda a. Sebab-sebab timbulnya pendidikan luar sekolah untuk pemuda ini antara lain adalah : 1) Banyaknya anak-anak usia sekolah tidak memperoleh pendidikan sekolah yang cukup, lebih-lebih di negara berkembang. 2) Mereka memperoleh pendidikan tradisional 3) Mereka memperoleh latihan kecakapan khusus melalui pola pergaulan 4) Mereka dituntut mempelajari norma-norma dan tanggung jawab sebagai sangsi dari masyarakatnya b. Kelompok-kelompok kegiatan pendidikan luar sekolah antara lain : 1) Klub Pemuda 2) Klub-klub pemuda tani 3) Kelompok pergaulan 2. Pendidikan Luar Sekolah Untuk Orang Dewasa. Pendidikan ini timbul karena: a) orang-orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja b) orang dewasa tertarik terhadap keahlian. Untuk meperoleh pendidikan tersebut diatas dapat ditempuh melalui :1) Kursus-kursus pendek, 2) In service- training, dan 3) Surat menyurat. Lebih lanjut dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (Joesoef, 1986: 59) disebutkan bahwa sasaran pendidikan luar sekolah dapat meliputi : a. Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa : 1) usia pra sekolah (0-6 tahun), 2) usia pendidikan dasar (7-12 tahun), 3) usia pendidikan menengah (13-18 tahun), dan 4) usia pendidikan tinggi (19-24 tahun). b. Ditinjau dari jenis kelamin; yakni lebih ditujukan kepada kaum wanita, karena jumlahnya yang besar, wanita juga dinilai kurang partisipasinya dalam rangka produktivitas dan efisiensi kerja. Oleh karenanya pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) membantu para wanita ini melalui program-program PKK, program KB dan lain-lain seperti : program peningkatan gizi, perawatan bayi dan pengetahuan dan penjagaan lingkungan sehat. c. Berdasarkan lingkungan sosial budaya sasaran pendidikan luar sekolah dapat berupa 1) masyarakat pedesaan, 2) masyarakat perkotaan, 3) masyarakat terpencil. 3

4 4 d. Berdasarkan kekhususan sasaran pelajaran antara lain: 1) peserta didik yang dapat digolongkan dalam kondisi terlantar seperti anak yatim piatu, 2) peserta didik yang mengalami pengembangan sosial dan emosional seperti anak nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila, 3) peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra dan tuna rungu, 4) peserta didik yang karena berbagai sebab sosial tidak dapat mengikuti program pendidikan persekolahan. g. Berdasarkan segi pelembagaan program, yakni menyangkut keseluruhan proses pengintegrasian antara pendidikan luar sekolah dan pembangunan masyarakat, seperti : 1) program antar sektoral dan swadaya masyarakat seperti PKK dan lain sebagainya, 2) koordinasi perencanaan desa atau pelaksanaan program pembangunan, dan 3) tenaga pengarahan tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Sifat-sifat Pendidikan Non Formal Masing-masing jalur pendidikan mempunyai sifat yang berbeda-beda walaupun pada dasarnya mempunyai satu tujuan yang sama yakni menciptakan masyarakat yang cerdas, terampil, bermutu dan berkualitas serta dapat meningkatkan taraf hidupnya. Pendidikan non formal memiliki sifat-sifat antara lain : a. Pendidikan non formal lebih fleksibel. Pendidikan non formal bersifat fleksibel dalam arti bahwa dalam pelaksanaan program-programnya pendidikan non formal tidak menuntut adanya syarat credential yang keras bagi peserta didiknya. Selain itu, dibandingkan dengan pendidikan formal yang terikat dengan jam pembelajarannya, maka dalam pendidikan non formal penyelenggaraannya disesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki oleh para peserta didik, dan tidak terikat oleh target seperti halnya dalam pendidikan formal dengan jenjang-jenjang pendidikannya. Ditinjau dari segi tujuan, pendidikan non formal memiliki tujuan yang luas, akan tetapi bisa juga lebih spesifik sesuai dengan kebutuhan warga belajarnya. Disamping itu, tenaga pengajar/ pendidik pada pendidikan non formal tidak terikat oleh persyaratan yang ketat misalnya dalam hal penerapan kurikulum dalam proses pembelajaran. b. Pendidikan non formal dianggap lebih efektif dan efisien untuk bidang-bidang pelajaran tertentu. Pendidikan non formal dikatakan efektif karena program-program pendidikan non formal senantiasa spesifik yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan warga belajarnya dan tidak menetapkan syarat-syarat tertentu secara ketat baik terhadap tenaga pendidik, metode bahkan terhadap fasilitas-fasilitas lainnya, selain itu tempat pelaksanaan/ penyelenggaraannya dapat dilaksanakan dimana saja. c. Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu yang singkat dapat melatih tenaga kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Berbeda dengan pelaksanaan pendidikan pada lembaga formal yang terikat dengan jangka waktu tertentu yang relatif lama, penyelenggaraan pendidikan non formal cenderung lebih singkat akan tetapi memiliki tujuan yang jelas dan terarah.

5 5 d. Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendidikan ini bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan out put yang berkualitas dalam waktu yang relatif singkat. Kesimpulannya bahwa walaupun penyelenggaraan pembelajaran pada pendidikan non formal cenderung lebih singkat akan tetapi out put yang dihasilkan bisa sejajar dengan lulusan-lulusan pendidikan formal, bahkan out put dari pendidikan non formal memiliki nilai plus karena mereka dibekali dengan berbagai keterampilan sehingga mereka memiliki kesiapan untuk terjun ke dunia kerja. Kinerja Penilik PNF Kinerja dapat diartikan sebagai kualitas kerja. Kualitas kerja ini lebih mengacu pada: 1) melakukan, menjalankan, melaksanakan, 2) memenuhi atau menjalankan kewajiban, 3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab, 4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai prestasi kerja (performance). Definisi lain mengenai kinerja juga dikemukakan oleh Mangkunegara (dalam Wikipedia, 2008) bahwa Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sementara Hasibuan (dalam Wikipedia, 2008) menyatakan bahwa Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu ( 02 April 2008). Dalam proses pencapaiannya, kinerja juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001:82) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu : 1) kemampuan mereka, 2) motivasi, 3) dukungan yang diterima, 4) keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5) hubungan mereka dengan organisasi ( 02 April 2008). Depdiknas (2006; 3) menyatakan bahwa penilik merupakan salah satu tenaga kependidikan pendidik non formal yang bertugas untuk memantau dan memberikan bimbingan serta pembinaan mutu proses dan hasil pendidikan non formal terjamin sesuai dengan harapan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 40 bahwa pengawasan pendidikan non formal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan. Artinya, seseorang yang menduduki jabatan penilik harus melakukan pengawasan terhadap pendidikan non formal, sebagaimana pendidikan formal yang dikendalikan oleh seorang pengawas sebagai pengendali mutu. Peran dan Standar Kompetensi Penilik PNF Peran penilik dalam pendidikan non formal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 19 Tahun 2005 adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program pendidikan non formal. Ibrahim Lubis (Depdiknas, 2006; 37) menyatakan bahwa Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan

6 6 atau dengan hasil yang dikehendaki. Artinya, bahwa pengawasan adalah kegiatan untuk mengetahui seberapa jauh pencapaian hasil dari apa yang telah direncanakan. Melalui pengawasan dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap kegiatan-kegiatan yang belum sempat terlaksana maupun tujuan-tujuan yang belum tercapai. Depdiknas (2006; 37) menyatakan bahwa Standar adalah kriteria/ norma yang harus dimiliki penilik, sedangkan kompetensi adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh penilik. Jadi standar kompetensi adalah kriteria atau norma dan kemampuan yang harus dimiliki oleh penilik. Terkait dengan standar kompetensi, dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa Seorang peniliki harus memiliki 4 kemampuan yakni : pertama, kompetensi pedagogik dan andragogi, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, serta kompetensi sosial. Keempat kompetensi ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kompetensi Pedagogik dan Andragogi Kompetensi ini berkaitan dengan pemahaman pedagogik dan andragogi. Dalam hal ini penilik dituntut untuk terus belajar dan memahami ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan anak-anak maupun orang tua. Dengan adanya pemahaman terhadap pedagogik dan andrgogi, seorang penilik akan mampu membina dan membimbing masyarakat agar penyelenggaraan pendidikan non formal akan berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan. 2. Kompetensi Profesional Kompetensi ini berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok penilik yaitu : merencanakan, memantau, menilai dan membimbing. Dalam hal ini seorang penilik harus tahu dan mampu membuat perencanaan kepenilikan sebelum melaksanakan tugasnya sehingga apa yang dilakukan di lapangan akan tersusun dan terjadwal. 3. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian adalah kemampuan yang dimiliki oleh penilik dalam melaksanakan tugasnya yakni yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, seperti ramah, jujur, bertanggung jawab, dan loyal pada tugas. Sebagai penjamin mutu pendidikan, penilik harus memegang teguh kejujuran walaupun dalam pelaksanaan tugasnya ia menghadapi berbagai kesulitan. Selain itu, penilik harus bertanggung jawab terhadap keberhasilan mutu pendidikan, juga loyalitas terhadap tugas sangat diperlukan. 4. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan penilik untuk berkomunikasi dan bersosialisasi terhadap sasaran binaan dan lingkungan sosialnya. Setiap masyarakat pasti berbeda-beda dalam hal karakter, watak, sikap dan usia. Oleh karenanya seorang penilik harus memiliki kemampuan untuk menghadapi kondisi seperti ini. III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan fenomenologis dengan jenis penelitian kualitatif. Dalam hal ini peneliti menetapkan beberapa sumber data, antara lain :

7 7 1. Sumber utama yaitu penilik PNF yang bertugas pada 4 (empat) Kecamatan di wilayah Kabupaten Gorontalo yang berjumlah 5 (lima) orang Penilik PNF, Organisasi Ikatan Penilik Indonesia (IPI) Kabupaten Gorontalo. 2. Sumber teoritik, sejumlah literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang dikaji. 3. Sumber informasi adalah Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan, Ikatan Penilik Indonesia (IPI) Kabupaten Gorontalo. IV. PEMBAHASAN DAN ANALISIS Pembahasan Hasil Penelitian 1. Perencanaan Perencanaan sangat diperlukan agar suatu program/kegiatan bisa dilaksanakan dengan benar. Perencanaan sangat penting dilakukan karena: 1) dalam perencanaan dapat digariskan tujuan organisasi sehingga geraknya dapat diarahkan, 2) dengan perencanaan semua aktivitas dapat diarahkan ketujuan yang telah ditetapkan, dan 3) dapat diperoleh tindakan yang tepat terkoordinasi dari berbagai unit kerja (Depdiknas, 2007: 32). Penilik PNF sebagai salah satu tenaga fungsional dilapangan harus mampu membuat perencanaan terhadap seluruh kegiatan-kegiatan yang akan diprogramkan bagi masyarakat. Perencanaan disusun berdasarkan kriteria kebutuhan yang ada di masyarakat, sehingga pelaksanaannya akan berjalan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Dengan demikian kegiatan yang akan diprogramkan kepada masyarakat akan selalu berbeda dari periode satu ke periode lainnya. Memperhatikan data responden terkait dengan indikator perencanaan yang perlu dilakukan oleh Penilik PNF, diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada umumnya Penilik PNF pada empat kecamatan sebagai lokasi penelitian ini belum sepenuhnya mampu menyusun suatu rancangan kegiatan PNF untuk masyarakat. Sebahagian besar dari mereka hanya berperan sebagai pengembang program yang telah ada, kondisi ini mengakibatkan banyaknya kegiatan-kegiatan PNF yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 2. Pengorganisasian/Pelaksanaan Pengorganisasian berkaitan dengan upaya melibatkan komponen masyarakat, melakukan pembagian kerja, serta mengelompokkan jenis-jenis kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok-kelompok sasaran, sehingga pelaksanaannya bisa sesuai dengan susunan kegiatan perencaaan. Siagian (Sudjana, 106) mendefinisikan pengorganisasian sebagai proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suasana organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain pengorganisasian merupakan usaha untuk mengintegrasikan sumber daya manusia dan sumber daya non manusia sehingga terbentuk satu kesatuan yang dapat melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. Dalam pengorganisasian dituntut kemampuan Penilik dalam melakukan sosialisasi tentang kegiatan-kegiatan PNF sehingga masyarakat dapat mengetahui

8 8 maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut. Berdasarkan jawaban-jawaban responden terkait dengan kegiatan pengorganisasian dan pelaksanaan menunjukkan bahwa selama ini para Penilik PNF telah mampu melakukan pengorganisasian terhadap kegiatan PNF, demikian pula dengan tanggung jawab. Dari analisis jawaban responden dapat diketahui bahwa selama ini mereka (Penilik) telah melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Namun dalam kegiatan sosialisasi masih harus diakui bahwa mereka belum dapat melaksanakannya secara optimal, padahal sosialisasi diperlukan dalam rangka membangun pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap program-program yang akan dilaksanakan. 3. Pengawasan Pengawasan dilakukan untuk mengetahui perkembangan kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan. Melalui pengawasan dapat diketahui apakah suatu kegiatan berjalan baik atau tidak. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa lancar tidaknya kegiatan-kegiatan PNF di masyarakat, sangat tergantung dari lancar tidaknya pengawasan yang dilakukan oleh Penilik PNF.Oleh karenanya seorang Penilik PNF harus mampu melakukan pengawasan secara intensif terhadap kegiatan-kegiatan PNF yang telah diprogramkan untuk masyarakat. Selain itu, Penilik PNF harus mampu mendampingi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan PNF. Kegiatan-kegiatan pendampingan terhadap masyarakat dapat diwujudkan melalui pembinaan-pembinaan kepada kelompok-kelompok masyarakat sehingga memahami makna dari program yang mereka laksanakan. Selain pembinaan, masyarakat juga memerlukan pembimbingan agar mereka selalu melaksanakan kegiatan secara terarah dan terstruktur sesuai dengan susunan perencanaan yang telah dibuat. Berdasarkan data dari jawaban responden, diketahui bahwa sebagian Penilik PNF belum mampu melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan PNF di masyarakat. Meluasnya sasaran kegiatan-kegiatan PNF hingga ke pelosokpelosok desa membuat beberapa Penilik merasa tidak mampu untuk menjangkau wilayah-wilayah tersebut, sehingga kegiatan mereka cenderung tidak terawasi oleh Penilik. Selain mengalami kesulitan dalam hal pengawasan, para Penilik tersebut juga mengalami hambatan dalam hal membina dan membimbing masyarakat. Salah satu kendala Penilik dipengaruhi oleh beragamnya karakteristik masyarakat sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menguasai mereka (khalayak sasaran). 4. Evaluasi Evaluasi diperlukan untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan suatu program/kegiatan yang telah dilaksanakan. Dari hasil evaluasi selanjutnya dapat dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran suatu program, baik faktor yang sifatnya menunjang ataupun yang menghambat pelaksanaan kegiatan dimaksud. Hasil analisis tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk perbaikan bagi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan selanjutnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Mugiadi (Sudjana, 2006:256) bahwa evaluasi/penilaian adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau proyek, dimana informasi tersebut berguna dalam pengambilan keputusan seperti : penyempurnaan kegiatan

9 9 selanjutnya, penghentian mendasari suatu kegiatan. suatu kegiatan, atau penyebarluasan gagasan yang Analisis Implementasi Inovasi Bidang PNF (1) Dimensi Kinerja Penilik PNF dalam Pelaksanaan Tupoksinya Terdapat 7 (tujuh) peranan agen pembaharu yang hal ini dapat pula dilakukan oleh Penilik PNF dalam memperkenalkan inovasi bidang PNF terkait dengan pelaksanan tugas pokok dan fungsinya. (1) Mengembangkan Kebutuhan untuk Perubahan Seorang pembaharu pada mulanya diharuskan membantu kliennya supaya menyadari akan kebutuhan untuk merubah tingkah lakunya. Agar dapat memulai proses perubahan, maka agen pembaharu perlu menunjukkan alternatif-alternatif baru bagi masalah yang ada, menjelaskan pentingnya masalah dan dapat meyakinkan klien bahwa mereka mampu menghadapi masalah-masalah tersebut. (2) Menetapkan Hubungan Pertukaran Informasi Bila kebutuhan untuk berubah telah ditimbulkan, seorang agen pembaharu harus mengembangkan hubungan dengan kliennya itu. Agen pembaharu dapat meningkatkan hubungannya dengan para klien dengan menciptakan kredibilitas dalam kompetensinya keadaan dapat dipercaya dan merasa empati dengan kebutuhan dan masalah para klien. (3) Mendiagnosa Masalah-Masalah Mereka Agen pembaharu harus bertanggung jawab untuk menganalisis situasi problem kliennya untuk menentukan mengapa alternatif-alternatif yang ada tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Setelah ada kesimpulan berdasarkan diagnosa serupa, agen pembaharu harus melihat situasi secara empati dari perspektif lain, dan bukan dari perspektifnya sendiri. (4) Menciptakan Niat untuk Berubah pada Sasaran Setelah agen pembaharu menyelidiki berbagai jalan untuk bertindak yang mungkin ditempuh kliennya guna mencapai tujuan-tujuannya, agen pembaharu berusaha untuk memotivasi minat terhadap inovasi. Tetapi agen pembaharu harus berpusat pada klien, bukan berpusat pada inovasi, dan memusatkan diri pada masalah-masalah klien. (5) Mewujudkan Niat ke dalam Tindakan Agen pembaharu berusaha untuk mempengaruhi tingkah laku para kliennya sesuai dengan rekomendasi yang berdasarkan pada kebutuhan klien. Pengaruh jaringan kerja interpersonal melalui teman-teman dekat merupakan hal yang terpenting pada tingkat persuasi dan tingkat keputusan dalam proses inovasi. (6) Menentukan Adopsi dan Mencegah Berhentinya Adopsi Agen pembaharu dapat secara efektif memantapkan tingkah laku baru dengan memberikan pesan berupa penguatan kepada klien-klien yang telah mengadopsi, jadi memantapkan tingkah laku baru. Bantuan ini harus sering diberikan bila klien itu telah berada pada tahap implementasi atau konfirmasi dalam proses keputusan inovasi. (7) Mencari suatu Hubungan Terminal Tujuan akhir bagi seorang agen pembaharu adalah mengembangkan tingkah laku yang membaharui diri sendiri dipihak sistem klien. Agen pembaharu harus

10 10 berusaha untuk menempatkan dirinya diluar kegiatan ini dengan jalan mengembangkan kemampuan klien-kliennya untuk menjadi agen pembaharu sendiri. Dengan perkataan lain, agen pembaharu harus berusaha untuk merubah para klien dari posisi tergantung pada agen pembaharu menjadi bisa berdiri sendiri. (2) Dimensi Pengembangan Inovasi Bidang PNF Dari temuan penelitian ternyata Penilik PNF telah dan sedang berupaya melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang bila dikaji dari asfek inovasi menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan tupoksinya dimensi inovasi tetap terintegrasi secara baik dan melembaga. Dari dimensi inovasi pendidikan kaitannya dengan pengembangan PNF agar tetap mantap dari segi pengelolaan dan kelembagaan maka formula yang dikemukakan oleh Everet M. Rogers merupakan suatu faktor yang penting dan menentukan. Terdapat 5 (lima) faktor atau sifat yang harus terdapat dalam setiap kegiatan inovasi agar inovasi itu mudah dan cepat didifusikan, didesiminasikan dan bahkan di adopsi, yaitu : Pertama, Keuntungan Relatif (Relative Advantage), yaitu sejauhmana suatu gagasan dapat memberi keuntungan dan kepuasan bagi mereka yang menerima dan menerapkannya. Keuntungan relatif ini dapat berbentuk keuntungan yang bersifat ekonomis maupun non ekonomis. Kedua, Kesepadanan atau kecocokan (Compabiliy), yaitu sejauhmana gagasan pembaharuan itu memiliki kesesuaian dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang menjadi sasaran untuk dikenai pembaharuan, dan sejauhmana ide baru itu dapat memenuhi kebutuhan mereka serta sejauhmana tingkat keterhubungan gagasan baru dengan inovasi sebelumnya. Ketiga, Tingkat Kerumitan atau Kompleksitas (Complexity), yaitu sejauhmana tingkat kesulitan yang terdapat dalam suatu gagasan pembaharuan.biasanya semakin sulit tingkat kemampuan yang diperlukan atau dituntut oleh suatu gagasan baru, maka akan semakin rumit pula gagasan tersebut dapat diterapkan dan semakin lambat pula untuk disebarkan. Keempat, Dapat diuji coba (Triability), yaitu sejauhmana gagasan pembaharuan itu dapat dan mudah diujicobakan dalam skala kecil. Gagasan pembaharuan yang sudah diuji coba dalam skala kecil terlebih dahulu dalam arti tidak banyak mengandung resiko, maka akan semakin mudah untuk diterapkan serta disebarkan dan diadopsi oleh pihak sasaran yang dikenai adopsi. Kelima, Dapat diamati hasilnya (Observability), yaitu sampai sejauhmana hasil-hasil dari penerapan gagasan baru itu dapat diamati hasilnya oleh masyarakat. Semakin mudah diamati hasilnya dari suatu penerapan ide baru maka akan semakin mudah dan cepat inovasi tersebut dapat disebarkan pada sasaran yang lebih luas. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa program dan kegiatan PNF dapat dilakukan berbagai strategi inovasinya bila para Penilik PNF mempunyai komitmen, konsisten dan kontinu dalam mengembangkan kinerja dengan tetap mengacu pada upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat sebagai khalayak sasaran PNF. Keberhasilan dan kecepatan adopsi suatu inovasi disamping dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas juga ditentukan pula oleh proses

11 11 dan tipe keputusan inovasi, karakteristik sistem sosial yang ada, saluran komunikasi, dan gencarnya promosi inovasi. V. PENUTUP Kinerja Penilik PNF dalam pelaksanaan tupoksinya di Kabupaten Gorontalo khususnya pada empat Kecamatan sebagai sasaran penelitian dengan menggunakan empat indikator ternyata pada umumnya menunjukkan capaian kualitas belum optimal. Hal ini terlihat pula dari asfek ketercapaian program dan kegiatan kepenilikan pada dimensi operasional tupoksi sebahagian besar pada kategori yang belum sepenuhnya optimal. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas, Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis Jurnal Ilmiah Pendidikan Non Formal dan Kepemudaan. Jakarta. Depdiknas. Depdiknas, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat PTKPNF Perubahan Keputusan Menpan Nomor 15/KEP.M/PAN/3/2002 Tentang Jabatan Fungsional Penilik Dan Angka Kreditnya. Direktorat PTKPNF Profil Direktorat PTKPNF. Everett M. Rogers Diffusion of Innovations. New York. The Free Press. Ikatan Penilik Indonesia (IPI), Buku Penilik Pendidikan Nonformal dan Informal. Gorontalo: IPI Provinsi Gorontalo. Joesoef, Soelaiman Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.Surabaya. Bumi Aksara. Media Informasi Penilik Indonesia Mari Kita Wujudkan Penilik Sebagai Quality Assurance. Moleong, Lexy Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta. Rosda Karya. Sudjana Pendidikan Non Formal. Bandung. Falah Production. Tuloli, H. Jassin Metode Penelitian Kualitatif dan Aplikasinya. Gorontalo. Udin Saefudin Saud Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Udin Saefudin Saud, Ayi Suherman Inovasi Pendidikan (Bahan Belajar Mandiri). Bandung : UPI Press. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Vriens, Dirk Information and Communication Technology for Competitive Intellegence. University of Nijmegen The Netherlands. Wahyudin Dinn. D. Supriadi. Ishak Abdulhak Pengantar Pendidikan. Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa Pendidikan Non Formal (PNF) adalah bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Organisasi Dharma Wanita Persatuan 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan Sebagaimana telah digariskan dalam Garis-Garis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelatihan dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tuntutan pemenuhan kebutuhan dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan nasional sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan. Sebab, melalui pendidikan akan diperoleh perubahan sikap masyarakat. Pendidikan tidak hanya di bidang

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Standar Kompetensi PENGELOLA PAUD DIREKTORAT PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NONFORMAL DIREKTORAL JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2007 A. LATAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sumber Daya Manusia (SDM) seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu dengan semua karakteristik atau ciri demografis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan akhir manusia dalam menempuh pendidikan biasanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan akhir manusia dalam menempuh pendidikan biasanya berkaitan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu cara yang paling umum yang ditempuh manusia dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Tujuan akhir manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini, membawa banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan individu. Kemajuan ini secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sektor penting yang berperan aktif dalam meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini masih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan nonformal seperti yang tertera dalam pasal 26 ayat (5) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

1. Terdapat hubungan yang signifikan dan berarti antara kepemimpinan kepala

1. Terdapat hubungan yang signifikan dan berarti antara kepemimpinan kepala 108 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut. 1. Terdapat hubungan yang signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENILIK DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di zaman era globalisasi ini sumber daya manusia sangatlah penting dalam persaingan global, bukan hanya pengetahuan yang dibutuhkan tetapi jugaketerampilan-keterampilan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.877, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Pendidikan Nonformal. Satuan. Pendirian. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Hal ini perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka memacu

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Hal ini perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar dapat tercapai jika di adakan reformasi pendidikan secara menyeluruh atas berbagai dimensi dan berbagai komponen

Lebih terperinci

a. Orang-orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja. b. Orang dewasa tertarik terhadap keahlian. Dalam rangka memperoleh pendidikan di atas dapat

a. Orang-orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja. b. Orang dewasa tertarik terhadap keahlian. Dalam rangka memperoleh pendidikan di atas dapat Ciri-ciri Pendidikan Luar Sekolah 1. The diverse types of out-of school education are designed to accomplish many purposes 2. The boundary is a skifting one between what many be considered as formal education

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nonformal (PNF) merupakan bagian dari pendidikan nasional di Indonesia yang mempunyai karakteristik dan keistimewaan tersendiri. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Studi tentang pengembangan model pelatihan berbasis kinerja

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Studi tentang pengembangan model pelatihan berbasis kinerja 246 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Studi tentang pengembangan model pelatihan berbasis kinerja (performance based training) untuk peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik tutor kesetaraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo

Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo Kinerja Tutor Pada Pembelajaran Program Paket B di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo Olin Raden Ibrahim Yakob Napu, Ummyssalam Duludu JURUSAN PLS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Abstrak Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kehidupan masyarakat adalah melalui pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan merupakan unsur yang paling vital dalam

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan proses pendidikan yang bermutu (Input) maka pengetahuan (output) akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan proses pendidikan yang bermutu (Input) maka pengetahuan (output) akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerataan akses pendidikan dewasa ini telah menjadi trend meraih Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM), dimana memiliki 3 Indikator yang saling terkait,

Lebih terperinci

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara berkat adanya tenaga kependidikan dan tenaga pendidik untuk itu dituntut profesionalisme dari para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan dalam hal ini pembangunan pendidikan merupakan salah satu upaya penting dalam penanggulangan kemiskinan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUWANGI

Lebih terperinci

PERAN DAN STANDAR KOMPETENSI PENILIK

PERAN DAN STANDAR KOMPETENSI PENILIK Opini PERAN DAN STANDAR KOMPETENSI PENILIK Endro Harjanto* Abstract The topic discusses the role of assessors in NFE as education personnel. Main tasks of an assessors are controlling, evaluating, guiding,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah lebih setengah abad Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF

P. S., 2016 PEMANFAATAN HASIL BELAJAR PADA PELATIHAN KETERAMPILAN MEKANIK OTOMOTIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia setiap waktunya akan bertambah dan manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya manusia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Penelitian dan pengembangan model pembelajaran ini telah mencapai

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Penelitian dan pengembangan model pembelajaran ini telah mencapai 293 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian dan pengembangan model pembelajaran ini telah mencapai tujuan, yakni menghasilkan model pembelajaran berlatar budaya lokal yang

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada mutu output pengajarannya. Bila seluruh guru menunjukkan. pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. pada mutu output pengajarannya. Bila seluruh guru menunjukkan. pemimpin pengajaran yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pembelajaran merupakan salah satu faktor dan indikator terpenting dalam pendidikan karena sekolah merupakan tempat pembelajaran. Dalam proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Tutor Oleh Gugus PAUD Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Tutor PAUD Di Desa Cangkuang Rancaekek

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Tutor Oleh Gugus PAUD Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Tutor PAUD Di Desa Cangkuang Rancaekek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini non formal dipandang memiliki peran penting dalam pembentukan sumber daya manusia ke depan. Namun kesiapan tenaga pendidik di lembaga PAUD

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 42 TAHUN 2009 TANGGAL 30 JULI 2009

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 42 TAHUN 2009 TANGGAL 30 JULI 2009 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 42 TAHUN 2009 TANGGAL 30 JULI 2009 STANDAR PENGELOLA KURSUS DAN PELATIHAN Pendahuluan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UKDW

BAB I PENDAHULUAN. pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan isi Undang-Undang dasar tahun 1945 pasal 31 ayat yang pertama dituliskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. UUD tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam membentuk pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas, berahlak mulia dan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam proses kemajuan suatu bangsa. Hal ini bersentuhan dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di dalam dunia pendidikan, keberadaan guru merupakan salah satu faktor yang signifikan baik dalam peran maupun fungsinya. Guru merupakan bagian komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut diwujudkan melalui upaya peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGELOLA KURSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGELOLA KURSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR PENGELOLA KURSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : Bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 733 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 733 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 733 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI GARUT, : a. bahwa sehubungan dengan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik membutuhkan manusia sebagai sumber daya pendukung utama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup ini

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup ini BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian dan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup ini telah mencapai tujuan, yakni menghasilkan pengembangan model pelatihan kecakapan hidup bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Suryatini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan suatu bangsa, disamping sumber daya alam (hayati, non hayati dan

Lebih terperinci

kurang beruntung untuk jalur pendidikan nonformal yang berusia lahir sampai dengan usia 6 tahun dan sebagai prioritas anak usia lahir sampai dengan

kurang beruntung untuk jalur pendidikan nonformal yang berusia lahir sampai dengan usia 6 tahun dan sebagai prioritas anak usia lahir sampai dengan i T Tinjauan Mata Kuliah onggak sejarah dunia pendidikan anak usia dini dimulai pada tahun 2000 di saat para Menteri Pendidikan dari 179 negara berkumpul di kota Senegal Negara Dakar di benua Afrika menyepakati

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan 224 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan khusus penelitian. Tujuan umum penelitian ini adalah menemukan model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu usaha manusia untuk mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat hidup bermasyarakat dan memaknai hidupnya dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia sehari hari, yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan mengenai fokus penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG PROFIL PENDIDIKAN KABUPATEN TANGERANG DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2008 BAB I PENDAHULUAN

SELAYANG PANDANG PROFIL PENDIDIKAN KABUPATEN TANGERANG DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2008 BAB I PENDAHULUAN SELAYANG PANDANG PROFIL PENDIDIKAN KABUPATEN TANGENG DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TANGENG TAHUN A. VISI dan Misi BAB I PENDAHULUAN Visi Berdasarkan Visi Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang MENUJU SYAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan arus informasi serta perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang sangat pesat saat ini, yang penuh dengan tantangan dan persaingan

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT PENCAPAIAN MUTU PENDIDIKAN PADA PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI PAUD AN-NURIYAH DESA CIUYAH KABUPATEN SUMEDANG

PEMETAAN TINGKAT PENCAPAIAN MUTU PENDIDIKAN PADA PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI PAUD AN-NURIYAH DESA CIUYAH KABUPATEN SUMEDANG PEMETAAN TINGKAT PENCAPAIAN MUTU PENDIDIKAN PADA PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI PAUD AN-NURIYAH DESA CIUYAH KABUPATEN SUMEDANG Nina Sundari 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BANYUWANGI

- 1 - BUPATI BANYUWANGI - 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan kunci utama sebagai fondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai suatu upaya pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai suatu upaya pembinaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA Renova Marpaung Abstrak Implementasi manajemen mutu dalam pembangunan pendidikan di Provinsi Sumatera Utara menyangkut perencanaan,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL 1

PENGENDALIAN MUTU PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL 1 PENGENDALIAN MUTU PROGRAM PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL 1 Oleh: Hiryanto, M.Si 2 A. Pendahuluan Pendidikan nonformal sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN. KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018

SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN. KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018 SIMULASI TENTANG CARA PENGISIAN SKP DOSEN TETAP YAYASAN KOPERTIS WILAYAH I SUMATERA UTARA 29.d 30 JANUARI 2018 1 Pendahuluan 2 Pengertian beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Definisi Pengawas Pengawas sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang bertugas untuk membantu kinerja guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program komputer merupakan bagian dari teknologi komputer yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Program komputer merupakan bagian dari teknologi komputer yang telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program komputer merupakan bagian dari teknologi komputer yang telah banyak mengalami peningkatan yang signifikan, terbukti banyak tercipta program yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan

Lebih terperinci

Riyantini PUSDIKAV TNI AD.

Riyantini PUSDIKAV TNI AD. STRATEGI PEMANTAUAN DENGAN TEKNIK VISITASI, BERJANGKA, TERUS MENERUS DAN BERKESINAMBUNGAN DALAM PENGENDALIAN MUTU PROGRAM LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN DI KECAMATAN CIDADAP KOTA BANDUNG Riyantini PUSDIKAV

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sistem pendidikan merupakah salah satu bidang yang sangat vital bagi keseluruhan pembangunan suatu bangsa dan negara. Pengembangan pendidikan menjadi

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ternyata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ternyata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ternyata membawa perubahan yang signifikan dan menyeluruh terhadap kehidupan manusia tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini menimbulkan kompetensi di berbagai bidang baik ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut masyarakat

Lebih terperinci

Oleh : Nining Sriningsih, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Oleh : Nining Sriningsih, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA HAND OUT MATA KULIAH KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI KODE MK/SKS : UD 100/3 SKS Oleh : Nining Sriningsih, M.Pd NIP. 197912112006042001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional,

BABI PENDAHULUAN. Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional, BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional, seluruh dimensi pendidikan yang satu dengan lainnya saling terkait. Persoalan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontekstual dan relevan. Peran baru guru ini harus ditemukan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. kontekstual dan relevan. Peran baru guru ini harus ditemukan karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke-21 yang ditandai dengan globalisasi teknologi dan informasi, telah membawa dampak yang luar biasa bagi peran guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran.

Lebih terperinci

STUDI KASUS MENGENAI DAMPAK PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BUDIDAYA JAMUR MERANG DI DESA PUSEURJAYA KECAMATAN TELUKJAMBE TIMUR KABUPATEN KARAWANG

STUDI KASUS MENGENAI DAMPAK PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BUDIDAYA JAMUR MERANG DI DESA PUSEURJAYA KECAMATAN TELUKJAMBE TIMUR KABUPATEN KARAWANG STUDI KASUS MENGENAI DAMPAK PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN BUDIDAYA JAMUR MERANG DI DESA PUSEURJAYA KECAMATAN TELUKJAMBE TIMUR KABUPATEN KARAWANG Oleh : Tika Santika Iyan Rosita Dewi Nur Nia Pujiawati Abstarct

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya Pendidikan Luar Sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan istimewa. Anak-anak sangat membutuhkan orang tua

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan istimewa. Anak-anak sangat membutuhkan orang tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semua anak dilahirkan baik dan tidak berdosa. Setiap anak masing-masing memiliki keunikan dan istimewa. Anak-anak sangat membutuhkan orang tua untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 54 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PAKET C DI PKBM NEGERI 17 5.1 Faktor Individu Sesuai dengan pemaparan pada metodologi, yang menjadi responden pada penelitian ini adalah warga belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, penggunaan sumberdaya manusia dan sumber daya alam secara efektif untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU. Oleh : WISNU WARDHONO. Abstrak

PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU. Oleh : WISNU WARDHONO. Abstrak PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU Oleh : WISNU WARDHONO Abstrak Guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Guru dituntut memiliki persiapan yang matang, perencanaan pembelajaran yang sistematis

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya ditentukan oleh keberhasilan Negara tersebut dalam mengelola pendidikan nasional. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Upaya yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Le

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Le No.1685, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Kualifikasi Akademik. Pamong Belajar. Kompetensi. Standar. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152 TAHUN 2014

Lebih terperinci