EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN SELOPURO KABUPATEN BLITAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN SELOPURO KABUPATEN BLITAR"

Transkripsi

1 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN SELOPURO KABUPATEN BLITAR Farkhatul Layli Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik lahan dan mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan di Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar. Metode penelitian ini adalah metode survei, pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan di lapangan, uji laboratorium, dokumentasi dan pengukuran di lapangan. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan cara tumpang susun (overlay) Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan. Metode analisis dalam penelitian ini adalah pembandingan (matching). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik lahan di Kecamatan Selopuro yaitu: temperatur/suhu rata-rata 26,6 o C, curah hujan 2091 mm, lamanya masa kering rata-rata 3,5 bulan, kelembaban 80%, drainase baik, tekstur tanah sedang (lempung, lempung berdebu), halus (liat), agak kasar (lempung berpasir), bahan kasar < 15 %, kedalaman efektif tanah > 100 cm, KTK Liat > 16, kejenuhan basa > 30%, ph tanah 5,9 6,7, C-organik < 0,8%, lereng < 8%, tingkat bahaya erosi sangat rendah/sangat ringan, batuan di permukaan < 5 % dan singkapan batuan < 5 %. Kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman kakao di Kecamatan Selopuro adalah S3 (sesuai marginal) pada semua unit lahan yaitu K.a.3, K.b.1, L.a.2, T.b.1. Kata kunci: evaluasi kesesuaian lahan, tanaman kakao Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara.mengingat peranan perkebunan kakao yang sangat penting tersebut, maka harus dilakukan peningkatan baik dalam hal produksi maupun kualitas produk yang dihasilkan. Hal tersebut bermanfaat juga untuk mendorong pertumbuhan perekonomian dan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya bagi pekebun kakao. Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 penghasil kakao dengan jumlah produksi pada tahun 2010 sebesar ton, namun sebanyak 78,5% kakao yang dihasilkan diekspor dalam bentuk biji kakao yang belum difermentasi, sehingga memiliki kualitas dan harga yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah pabrik pengolahan kakao yang ada di Indonesia sangat terbatas. Jawa Timur hanya memiliki satu pabrik pengolahan kakao yaitu di Surabaya, dan masih ada satu pabrik lagi yang sedang dalam tahap pembangunan di Blitar. Pembangunan pabrik pengolahan kakao tersebut memberikan peluang bagi Kabupaten Blitar untuk mengembangkan komoditas kakao. Selain itu dalam rentang dua tahun ( ) Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan menambah area penanaman komoditas kakao seluas ha. Pengembangan tersebut difokuskan di wilayah selatan Jawa Timur termasuk Kabupaten Blitar untuk meningkatkan jumlah produksi komoditas kakao. 1

2 Perkebunan kakao di Kabupaten Blitar sudah dikembangkan dengan total produktifitas kakao di Kabupaten Blitar pada tahun 2010 sebesar 713,02 kg/ha/th dengan luas lahan ha. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Wates dengan jumlah produksi kakao tertinggi yaitu 191,7 ton, diikuti Kecamatan Udanawu sebesar 103,9 ton, dan Kecamatan Ponggok sebesar 82,6 ton, sedangkan Kecamatan Selopuro dengan luas wilayah sebesar 39,29 km 2 memiliki luas perkebunan sebesar 14 ha dan jumlah produksi kakao sebesar 6,4 ton (Blitar dalam angka, 2010: 280). Perkebunan kakao di Kecamatan Selopuro merupakan perkebunan rakyat dan belum dikembangkan dalam bentuk perkebunan yang lebih besar yaitu hanya ditanam biasa di halaman atau kebun dan tegalan. Pengembangan budidaya kakao ini harus disesuaikan antara syarat tumbuh dengan karakteristik lahan, karena setiap penggunaan lahan memiliki syarat yang berbeda-beda. Tingkat kesesuaian suatu lahan untuk tanaman kakao berpengaruh terhadap produktifitas kakao, dan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesesuaian lahan di Kecamatan Selopuro untuk tanaman kakao perlu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk penggunaan tertentu, dalam hal ini yaitu untuk pengembangan perkebunan kakao. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digunakan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan dan meningkatkan produktifitas kakao di Kecamatan Selopuro. Peningkatan hasil produksi kakao ini sangat penting karena peluangnya sangat besar, mengingat kebutuhan biji kakao dunia belum dapat tercukupi sehingga wilayahwilayah yang berpotensi untuk dilakukan budidaya kakao harus dikembangkan. Penentuan potensi suatu wilayah dalam hal ini adalah potensi pengembangan perkebunan kakao memerlukan penilaian kesesuaian lahan karena perkebunan kakao yang dikembangkan di Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar belum berdasarkan kesesuaian lahan. Berlatar belakang dari pengembangan komoditas tanaman kakao di Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar dan pentingnya evaluasi kesesuaian lahan maka penelitian ini mengkaji tentang karakteristik lahan di Kecamatan Selopuro dan menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman kakao di wilayah tersebut. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode survei. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, sedangkan teknik pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi, uji laboratorium, pengukuran di lapangan, dan wawancara. Objek yang digunakan berdasarkan dari hasil tumpang susun ( overlay) tiga jenis peta yaitu peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah. Hasil tumpang susun tersebut akan menghasilkan peta unit lahan. Berdasarkan peta unit lahan dapat ditentukan titik sampel satuan lahan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah pembandingan ( matching) antara karakteristik lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di lahan yang ada di Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar yang memiliki luas 39,29 km 2. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan antara lain: Software ESRI ArcGIS 9.3, Alat tulis, Plastik, Bor tanah, Meteran, Abney level, Kamera, GPS (Global Posisitioning System). 2

3 Subyek dan Objek Penelitian 1. Subjek Subjek penelitian ini adalah lahan perkebunan, sawah tadah hujan, dan tegalan/ladang di Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar. 2. Objek Objek dalam penelitian ini adalah satuan unit lahan yang didapatkan dari hasil tumpang susun ( overlay) tiga jenis peta yaitu peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah. Hasil tumpang susun menghasilkan peta satuan unit lahan yang dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan Objek penelitian. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Hasil dari overlay dan pengambilan sampel menggunakan purposive sampling terdapat empat unit lahan yaitu unit lahan K.a.3, K.b.1, L.a.2, dan unit lahan T.b.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari overlay tersebut didapatkan enam belas unit lahan yang keterangannya dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Unit Lahan Wilayah Kecamatan Selopuro No. Unit Lahan Jenis Tanah Kemiringan Penggunaan Lereng Lahan 1 P.a.2 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts 2-15 % Permukiman 2 P.a.3 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts % Permukiman 3 P.b.1 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 0-2 % Permukiman 4 P.b.2 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 2-15 % Permukiman 5 P.c.2 Dystropepts, Tropodults, Troporthents % Permukiman 6 S.a.1 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts 0-2 % Sawah irigasi 7 S.a.2 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts 2-15 % Sawah irigasi 8 S.b.1 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 0-2 % Sawah irigasi 9 S.b.2 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 2-15 % Sawah irigasi 10 S.c.2 Dystropepts, Tropodults, Troporthents 2-15 % Sawah irigasi 11 K.a.2 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts 2-15 % Perkebunan 12 K.a.3 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts % Perkebunan 13 K.b.2 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 2-15 % Perkebunan 14 T.b.1 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 0-2 % Sawah tadah hujan 15 T.b.2 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 2-15 % Sawah tadah hujan 16 L.a.2 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts 2-15 % Tegalan/ladang (Sumber: Analisis Data 2012) Keterangan: P = Permukiman S = Sawah Irigasi K = Perkebunan T = Sawah Tadah Hujan L = Tegalan/Ladang a = Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts b = Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts c = Dystropepts, Tropodults, Troporthents 1 = Kemiringan Lereng 0-2% 2 = Kemiringan Lereng 2-15% 3 = Kemiringan Lereng 15-40% 3

4 Dari semua unit lahan tersebut dilakukan pemilihan sampel untuk penelitian menggunakan teknik purposive sampling, sehingga diperoleh empat sampel yaitu K.a.1, K.b.3, L.a.2, dan T.b.1, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut: Tabel 1.2 Sampel Penelitian di Kecamatan Selopuro Sampel Unit lahan Jenis tanah Kemiringan Lereng Penggunaan lahan Titik pengambilan sampel Sampel 1 K.a.3 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts % Perkebunan Desa Ploso Sampel 2 K.b.1 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 0-2 % Perkebunan Desa Popoh Sampel 3 L.a.2 Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts 2-15 % Ladang/tegalan Desa Popoh Sampel 4 T.b.1 Dystrandepts, Tropodults, Eutropepts 0-2 % Sawah tadah hujan Desa Popoh (Sumber: Analisis Data 2012) 1. Karakteristik lahan di Kecamatan Selopuro Karakteristik lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik lahan yang dapat mewakili kualitas lahan yaitu, temperatur (tc), ketersediaan air (wa), ketersediaan oksigen (oa), retensi hara (nr), bahaya erosi (eh), bahaya banjir (fh) dan penyiapan lahan (lp). Penentuan nilai-nilai karakteristik lahan yang berhubungan dengan kedalaman tanah seperti tekstur, Kapasitas Tukar Kation (KTK), reaksi tanah atau derajat keasaman (ph), C-organik, dan Kejenuhan basa (KB) disesuaikan dengan kedalaman zone perakaran dari tanaman yang dievaluasi, untuk berbagai tanaman tahunan yang berakar tunggang (dikotil) perlu lebih dalam biasanya sampai kedalaman antara 60 sampai 100 cm (Djaenudin, 2003: 4). Berdasarkan hal tersebut, maka sampel tanah yang diambil dalam penelitian ini adalah tanah yang berada pada kedalaman antara 60 sampai 100 cm, karena tanaman kakao merupakan tanaman tahunan. Berikut ini adalah karakteristik lahan di daerah penelitian: 4

5 Tabel 1.3 Karakteristik Masing-Masing Unit Lahan di Daerah Penelitian Persyaratan penggunaan/ Hasil Pengukuran karakteristik lahan K.a.3 K.b.1 L.a.2 T.b.1 Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 26,6 o C 26,6 o C 26,6 o C 26,6 o C Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) 2093,6 2093,6 2093,6 2093,6 Lamanya masa kering (bln) 3,5 3,5 3,5 3,5 Kelembaban (%) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Baik Baik Baik Baik Media perakaran (rc) Tekstur Sedang Halus Sedang Agak kasar Bahan kasar (%) Kedalaman efektif tanah (cm) Retensi hara (nr) KTK liat (me/100g) 34,01 37,06 17,75 25,09 Kejenuhan basa (%) ph 6,5 6,6 5,9 6,7 C-organik (%) 0,50 0,15 0,68 0,07 Bahaya erosi (eh) Kemiringan lereng (%) Tingkat bahaya erosi Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Batuan tersingkap (%) (Sumber: Analisis Data 2012) 2. Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Kecamatan Selopuro Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Kecamatan Selopuro dapat diketahui setelah dilakukan pembandingan ( matching) antara karakteristik lahan di Kecamatan Selopuro dengan syarat tumbuh tanaman kakao. Karakteristik lahan di Kecamatan Selopuro dapat diketahui melalui pengamatan dan pengukuran di lapangan, uji laboratorium, serta melalui dokumentasi. Menurut Rayes, 2006:141, metode matching untuk nilai kesesuaian lahan adalah dengan membandingkan kelas kesesuaian lahan didasarkan pada nilai terendah (terberat) sebagai faktor pembatas dalam evaluasi kesesuaian lahan. Pada metode faktor pembatas, setiap sifat-sifat lahan atau kualitas lahan disusun berurutan mulai yang terbaik (yang memiliki pembatas paling rendah) hingga yang terburuk atau yang terbesar penghambatnya, sehingga faktor pembatas terkecil untuk kelas terbaik dan faktor pembatas terbesar untuk kelas terburuk. Hasil dari pembandingan ( matching) tersebut yaitu kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Kecamatan Selopuro adalah S3 (sesuai marginal). Kelas S3 tersebut dapat diartikan bahwa lahan memiliki faktor pembatas yang berat, dan untuk mengatasi faktor pembatas tersebut memerlukan modal yang tinggi. Perincian mengenai hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Kecamatan Selopuro ada pada Tabel

6 Tabel 1.4 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao ( Theobroma cacao L.) di Kecamatan Selopuro Kelas kesesuaian lahan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan K.a.3 K.b.1 L.a.2 T.b.1 Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 26,6 o C S1 26,6 o C S1 26,6 o C S1 26,6 o C S1 Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) 2093,6 S1 2093,6 S1 2093,6 S1 2093,6 S1 Lamanya masa kering (bln) 3,5 S3 3,5 S3 3,5 S3 3,5 S3 Kelembaban (%) 80 S1 80 S1 80 S1 80 S1 Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Baik S1 Baik S1 Baik S1 Baik S1 Media perakaran (rc) Tekstur Sedang S1 Halus S1 Sedang S1 Agak kasar S1 Bahan kasar (%) 0 S1 0 S1 0 S1 0 S1 Kedalaman efektif tanah (cm) 150 S1 120 S1 115 S1 167 S1 Retensi hara (nr) KTK liat (me/100g) 34,01 S1 37,06 S1 17,75 S1 25,09 S1 Kejenuhan basa (%) 43 S1 30 S2 65 S1 34 S2 ph 6,5 S1 6,6 S1 5,9 S2 6,7 S1 C-organik (%) 0,50 S3 0,15 S3 0,68 S3 0,07 S3 Bahaya erosi (eh) Kemiringan lereng (%) 5 S1 4 S1 5 S1 2 S1 Tingkat bahaya erosi Sangat Sangat Sangat Sangat S1 S1 S1 rendah rendah rendah rendah S1 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) 0 S1 0 S1 0 S1 3 S1 Batuan tersingkap (%) 0 S1 0 S1 0 S1 3 S1 Kelas Kesesuaian Lahan S3 S3 S3 S3 Sub Kelas Kesesuaian Lahan S3wa, S3nr S3wa, S3nr S3wa, S3nr S3wa, S3nr Unit Kesesuaian Lahan S3wa-2, S3nr-4 S3wa-2, S3nr-4 S3wa-2, S3nr-4 S3wa-2, S3nr-4 (Sumber: Analisis Data, 2012) Keterangan: S1 : Sangat Sesuai S2 : Cukup Sesuai S3 : Sesuai Marginal S3wa : Kelas sesuai marginal dengan faktor pembatas ketersediaan air S3nr : Kelas cukup sesuai dengan faktor pembatas retensi hara S3wa-2 : Kelas sesuai marginal dengan faktor pembatas retensi hara untuk lamanya masa kering S2nr-4 : Kelas cukup sesuai dengan faktor pembatas retensi hara untuk C-organik 6

7 Pembahasan Berdasarkan Tabel 5.19 tersebut dapat diketahui bahwa unit-unit lahan tersebut memiliki tingkat klasifikasi kesesuaian kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marginal). Faktor pembatas dari masing-masing unit lahan antara lain: kejenuhan basa, ph, lamanya masa kering, dan C-organik. Faktor pembatas yang terberat adalah lamanya masa kering, dan C-organik. Berikut adalah penjelasan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di daerah penelitian: 1. Kelas Sesuai Marginal (S3) Unit lahan yang memiliki tingkat kesesuaian kelas sesuai marginal (S3) adalah K.a.3, K.b.1, L.a.2, T.b.1, yaitu dengan faktor pembatas lamanya masa kering dan C- organik. Faktor pembatas tersebut termasuk dalam kualitas lahan ketersediaan air dan retensi hara. a. Faktor pembatas lamanya masa kering Semua unit lahan yaitu K.a.3, K.b.1, L.a.2, T.b.1 memiliki rata-rata lamanya masa kering yang sama yaitu 3,5 bulan. Menurut Djaenudin, 2003:183, lama masa kering antara 3-4 bulan termasuk pada kelas kesesuaian S3 (sesuai margin al). Faktor pembatas lamanya masa kering tersebut dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan selalu beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat (Kabupaten Blitar dalam Angka, 2011: 45). Rupa permukaan daratan (geomorfologi) dan ketinggian tempat (altitude) akan mempengaruhi iklim. Pegunungan dapat berperan sebagai penghalang fisik pergerakan angin. Akibatnya akan terjadi curah hujan yang relatif tinggi pada sisi pegunungan yang menghadang angin (Lakitan, 2002: 22). Kecamatan Selopuro memiliki morfologi dataran dan jauh dari pegunungan. Oleh karena itu Kecamatan Selopuro memiliki masa kering yang cukup panjang. Secara umum, untuk wilayah Indonesia di sekitar garis ekuator dicirikan oleh musim kemarau yang singkat dan musim hujan yang panjang. Musim kemarau secara berangsur-angsur menjadi lebih panjang untuk wilayah yang lebih jauh dari garis ekuator ke arah selatan dan tenggara (Lakitan, 2002: 135). Kecamatan Selopuro memiliki curah hujan rata-rata yang cukup tinggi yaitu 2093,6 mm. Curah hujan tersebut tidak tersebar secara merata pada tiap-tiap bulan, selain itu pengaruh letak Kecamatan Selopuro yang jauh dari garis ekuator juga mempengaruhi lamanya masa kering. Rata-rata Kecamatan Selopuro selama 3,5 bulan mengalami bulan kering atau memiliki curah hujan < 60 mm. Selain itu berdasarkan perbandingan rata-rata bulan kering dengan rata-rata bulan basah menunjukkan bahwa unit-unit lahan tersebut termasuk tipe iklim C, yaitu daerah dengan kriteria agak basah. Berdasarkan tipe iklim, kakao sangat ideal ditanam pada daerah-daerah dengan tipe iklim B menurut Schmidt dan Fergusson (Siregar, 2011: 40). Sehingga faktor pembatas ketersediaan hujan untuk parameter lamanya masa kering diklasifikasikan ke dalam kelas sesuai marginal (S3). b. Faktor pembatas C-organik Faktor pembatas ke dua dengan kategori kelas kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) adalah C-organik. Nilai C-organik menunjukkan kandungan bahan organik dalam tanah, bahan organik berperan dalam menyediakan sumber makanan bagi tumbuhan. Jumlah C-organik berdasarkan hasil uji laboratorium pada semua unit lahan sangat rendah yaitu kurang dari 0,8%. Menurut Djaenudin, 2003:183, C-organik < 0,8% termasuk pada kelas kesesuaian S3 (sesuai marginal). Hal tersebut juga dijelaskan oleh Siregar, dkk, 7

8 2011:45, yang menyatakan bahwa zat organik pada lapisan tanah setebal 0-15 cm sebaiknya lebih dari 3%. Kadar tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. 2. Kelas S2 (cukup sesuai) a. Faktor pembatas kejenuhan basa (KB) Faktor pembatas ke dua adalah kejenuhan basa, unit lahan K.b.1 dan T.b.1 memiliki nilai kejenuhan basa rendah yaitu 30% dan 34% sehingga berdasarkan kriteria kesesuaian Djaenudin, 2003:189, diklasifikasikan ke dalam kategori kelas cukup sesuai (S2). Nilai kejenuhan basa yang rendah menunjukkan tanah memiliki tingkat kesuburan rendah. Berdasarkan hasil uji laboratorium, dapat diketahui bahwa jumlah KB rendah karena memiliki jumlah basa yang rendah. Jumlah KB pada unit lahan K.b.1 dan T.b.1 lebih rendah dibandingkan dua unit lahan lainnya yaitu 11,14 dan 8,45. Faktor yang menyebabkan jumlah basa rendah pada unit lahan K.b.1 adalah jumlah Na yaitu sebesar 0,34 me/100g, sedangkan pada unit lahan T.b.1 adalah K dengan jumlah 0.01 me/100g. b. Faktor pembatas ph Faktor pembatas ke tiga adalah ph yang terdapat pada unit lahan L.a.2 yaitu sebesar 5,9. Sementara besarnya ph yang dikehendaki oleh tanaman kakao menurut Djaenudin, 2003:189 berkisar antara 6 7, sehingga diklasifikasikan dalam kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai). Siregar, dkk, 2011: 44, juga mengatakan bahwa tanaman cokelat dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki keasaman (ph) 6-7,5, tidak lebih tinggi dari 8, serta tidak lebih rendah dari 4. Besarnya ph menunjukkan tingkat keasaman tanah, semakin tinggi tingkat keasaman tanah semakin tinggi pula bahan organik. Akan tetapi tingkat keasaman yang terlalu tinggi akan mengurangi kesuburan tanah. Selain menunjukkan tingkat keasaman tanah, ph juga menunjukkan adanya unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Tanah dengan ph yang rendah mengindikasikan tanah tersebut mangandung unsur alumunium yang bersifat racun dan mengikat phosfor sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. ph rendah mengindikasikan bahwa tingkat kemasaman tanah tinggi dan C- organik juga tinggi. Perlu diketahui bahwa besar ph di unit lahan L.a.2 adalah 5,9 dengan jumlah C-organik 0,68%. Jumlah C-organik pada unit lahan ini adalah jumlah yang paling besar di antara unit lahan lainnya. Besarnya jumlah C-organik tersebut menyebabkan tingkat kemasaman semakin tinggi atau ph rendah, karena semakin banyak ion H + yang dilepas oleh bahan organik yang berasal dari proses dekomposisi bahan organik. Faktor-faktor pembatas pada masing-masing unit lahan tersebut harus diatasi dengan cara dilakukan perbaikan sehingga semua unit lahan dapat digunakan untuk budidaya tanaman kakao. Faktor pembatas yang harus segera diatasi adalah faktor pembatas terberat. Menurut Rayes (2006:186), usaha perbaikan terdiri dari tiga tingkat pengelolaan: a. Tingkat pengelolaan rendah: pengelolaan dapat dilakukan oleh petani dengan biaya yang relatif rendah. b. Tingkat pengelolaan sedang: pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dan teknik pertanian sedang. 8

9 c. Tingkat pengelolaan tinggi: pengelolaan hanya dapat dilakukan dengan modal yang relatif besar, umumnya dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan besar, atau menengah. Berikut ini adalah upaya-upaya untuk mengatasi faktor-faktor pembatas pada masing-masing unit lahan: 1. Usaha perbaikan pada kelas kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) a. Faktor pembatas lamanya masa kering Faktor pembatas lamanya masa kering dapat diperbaiki melalui pembuatan saluran irigasi atau pengairan. Cara ini juga dimaksudkan untuk bisa menjaga ketersediaan air pada bulan-bulan kering, sehingga tanaman kakao tidak mengalami kekeringan. Cara tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari S3 (sesuai marginal) menjadi S2 (cukup sesuai) dengan tingkat pengelolaan sedang. b. Faktor pembatas C-organik Kandungan bahan organik ditentukan berdasarkan jumlah C-organik, bahan organik tersebut sangat berperan secara fisik, kimia, dan biologis dalam menentukan tingkat kesuburan tanah. Faktor pembatas C-organik ini dapat diatasi dengan pemberian bahan organik berupa pupuk organik. Pupuk organik tersebut dapat berupa pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari hasil pengolahan sisa-sisa tanaman yang mengandung banyak mikroorganisme. Sementara pupuk kandang berasal dari hasil pengolahan kotoran hewan. Berdasarkan penelitian Hanafiah (dalam Hanafiah, 2007: 181) bahwa pupuk kandang dari kotoran ayam 20 ton/ha dapat meningkatkan nilai C- organik 0,43%. Usaha meningkatkan kadar zat organik dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman buah cokelat. Kulit buah cokelat sebagai mengandung zat organik sebanyak 900 kg/ha, dan dapat memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Daun dari tanaman penaung seperti gliricida, juga mampu menambahkan unsur hara. Sebanyak kg/ha/tahun daun gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg/ha, fosfor 1,6 kg/ha, kalium 25 kg/ha, dan magnesium 9,1 kg/ha (Siregar,dkk, 2011: 46). Pemberian pupuk organik tersebut bermanfaat untuk menggemburkan lapisan tanah di permukaan, meningkatkan populasi jasad renik, dan mempertinggi daya serap dan daya simpan air. Hal tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah, dan meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari S3 (sesuai marginal) menjadi S2 ( cukup sesuai) dengan tingkat pengelolaan rendah. Pengelolaan lahan dengan tingkat pengelolaan tinggi dapat meningkatkan dua kelas dari S3 (sesuai marginal) menjadi S1 (sangat sesuai). 2. Usaha perbaikan pada kelas kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) a. Faktor pembatas kejenuhan basa Kejenuhan Basa (% KB) adalah perbandingan antara kadar kation basa dengan KTK efektif (Hanafiah, 2007:147). Usaha perbaikan dalam meningkatkan kejenuhan basa dalam tanah adalah dengan cara menambah unsur asam dalam tanah. Unsur asam dalam tanah dapat ditingkatkan dengan cara pemberian kapur, supaya kejenuhan basa meningkat. Nilai kejenuhan basa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari kelas cukup sesuai (S2) menjadi kelas sangat sesuai (S1) adalah > 35%. Dengan demikian penambahan kapur yang dibutuhkan untuk tambahan 10% 9

10 kejenuhan basa adalah 1 ton CaCO ha -1 dengan asumsi tanah 2000 ton/hektar (Hanafiah, 2005: 163). Upaya lain adalah dengan penambahan bahan organik yang didapatkan dari pemupukan, baik pupuk kandang, pupuk hijau atau pupuk kompos. Pemberian bahan organik tersebut dapat meningkatkan jumlah kejenuhan basa karena bahan organik berkaitan dengan KTK, dan KTK juga mempengaruhi besar kecilnya kejenuhan basa. Meningkatnya jumlah kejenuhan basa pada unit lahan K.b.1 dan T.b.1 dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari S2 (cukup sesuai) menjadi S1 (sangat sesuai). b. Faktor pembatas ph Unit lahan L.a.2 memiliki ph sebesar 5,9, dengan ph tersebut tanaman kakao tidak dapat tumbuh dengan baik karena tanaman kakao menghendaki ph antara 6-7. Meningkatkan ph dapat dilakukan dengan cara pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan ph tanah dari sangat masam atau masam ke ph agak netral atau netral, serta menurunkan kadar Al. Kadar Ca dan Mg dapat dinaikkan dengan memberikan dapat diberikan dolomit, selain meningkatkan ph tanah pemberian kapur juga dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara takaran kapur dengan Al dan kejenuhan Al. Dosis kapur disesuaikan dengan ph tanah, umumnya sekitar 3 ton/ha, berkisar antara 1-5 ton/ha. Kapur yang baik adalah kapur magnesium atau dolomit yang dapat sekaligus menyuplai Ca dan Mg (Maspary, 2011). Meningkatnya ph akan meningkatkan kesuburan tanah karena unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman menjadi menurun. Usaha perbaikan ph tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari S2 (cukup sesuai) menjadi S1 (sangat sesuai) dengan tingkat pengelolaan sedang. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao (Theobroma cacao, L) di Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Karakteristik lahan di Kecamatan Selopuro yaitu: temperatur/suhu rata-rata 26,6 o C, curah hujan 2093,6 mm, lamanya masa kering rata-rata 3,5 bulan, kelembaban 80%, drainase baik, tekstur tanah sedang (lempung, lempung berdebu), halus (liat), agak kasar (lempung berpasir), bahan kasar < 15 %, kedalaman efektif tanah > 100 cm, KTK Liat > 16, kejenuhan basa > 30%, ph 5,9 6,7, C-organik < 0,8%, lereng < 8%, tingkat bahaya erosi sangat rendah/sangat ringan, batuan di permukaan < 5 %, dan batuan tersingkap < 5 %. 2. Kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman kakao di Kecamatan Selopuro pada unit lahan K.a.3, K.b.1, L.a.2, T.b.1 tergolong dalam klasifikasi tingkat kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal). Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas maka penelitian ini memberikan informasi dan saran untuk pemanfaatan lahan Kecamatan Selopuro khususnya untuk pembudidayaan tanaman kakao, diantaranya sebagai berikut: 1. Melakukan penanganan terhadap karakteristik lahan yang menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman kakao. 10

11 2. Masyarakat dapat memanfaatkan lahan untuk budidaya tanaman kakao dengan tetap memperhatikan pengelolaan lahan yang sesuai dengan kesesuaian lahan. Masyarakat, sebelum melakukan budidaya tanaman kakao hendaknya memperhatikan karakteristik lahan yang sesuai untuk tanaman kakao serta cara pembudidayaan yang tepat. 3. Bagi pemerintah daerah yaitu supaya dapat mendukung kegiatan budidaya tanaman kakao dengan cara memberikan bantuan modal, menyediakan bibit unggul, serta melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat yang secara tidak langsung juga dapat meningkatkan pendapatan daerah. DAFTAR RUJUKAN Jatim Kekurangan Pabrik Pengelolah Kakao (Online), ( diakses 08 Januari Jatim Tambah Lahan Kakao Hingga hektare (Online), ( hektare/kebun-kakao/), diakses 08 Januari Tanah-tanah di Indonesia. (Online), ( diakses 10 Juli Kakao (Online), ( diakses 10 Juli Abdissalam, dkk Identifikasi Gunung Api Purba Karangtengah di Pegunungan Selatan Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Geologi Indonesia.(4): Arsyad, Sitanala Konservasi Tanah Dan Air. Bogor: IPB Press. Badan Perijinan Dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur Prospek Menggiurkan Investasi Budidaya Kakao. Kalimantan Timur. BPS Kabupaten Blitar Kecamatan Selopuro dalam Angka Blitar: Cipta Indah Blitar. Buringh, P Pengantar Pengkajian Tanah-Tanah Wilayah Tropika dan Subtropika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Darmawijaya,M. Isa Klasifikasi Tanah Dasar. Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Dinas PU Bina Marga dan Pengairan Data Curah Hujan Bulanan Kabupaten Blitar Tahun Blitar: Kantor PU Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Blitar. Djaenudin, Marwan H., H. Subagyo, Mulyani, Anny., Suharta Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Jakarta: Pusat penelitian tanah dan agroklimat, badan pengembangan penelitian dan pengembangan pertanian. Foth, Henry D Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Oleh Endang Dwi Purbayanti, Dwi Retno Lukiwati, Rahayuning Trimulatsih, Editor Sri Andayani B. Hudoyo. Gajahmada University Press, edisi ketujuh, 718pp. Hanafiah, Ali, Kemas Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hardjowigeno, Sarwono Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: CV AKADEMIKA PRESSINDO Kabupaten Blitar Dalam Angka Blitar: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar. 11

12 Lakitan, benyamin Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Maspary Mengatasi Tanah Masam dan Basa, (Online), ( diakses 28 Juli Mega, I Made, dkk Buku Ajar Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Denpasar: Universitas Udayana. Mega Fotosintesis Tumbuhan C3, C4, dan CAM. (Online), ( diakses 05 Agustus Narbuko, Kholid dan Achmadi, Abu Metodologi Penelitian: Memberikan Bekal Teoritis pada Mahasiswa Tentang Metodologi Penelitian serta Diharapkan Dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah yang Benar. Jakarta: Bumi Aksara. Nasution, S Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara Nurmaningsih, Mitha rokh, Evalusi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Sengon (Albizia Falcataria) pada Tanah Regosol di Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: UM Panduan Praktis Budidaya Kakao (Theobroma cacao) Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian: Bogor. Petunjuk Teknis Konservasi Lahan dan Air Balai Besar LITBANG Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Rayes, M. Luthfi Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: ANDI. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Blitar Tahun Blitar: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar. Ritung S, Wahyunto, Agus F, Hidayat H Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia. Siregar, T.HS., S, Riyadi dan L, Nuraeni Budidaya Cokelat. Jakarta: Penebar Swadaya. Sitorus, santun Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito. Tjasjono, Bayong Klimatologi Umum. Bandung: Penerbit ITB. Universitas Negeri Malang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Malang: UM. Viber Syarat Pertumbuhan dan Perkembangbiakan Kakao, (Online), ( diakses 19 Juli Widodo, Wahyu, dkk. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di Pegunungan Selatan Jawa Timur (Kabupaten Pacitan, Dll), (Online), ( Itemid=30 12

13 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN SELOPURO KABUPATEN BLITAR ARTIKEL OLEH FARKHATUL LAYLI NIM UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN GEOGRAFI AGUSTUS

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK LOKASI SENTRA INDUSTRI DI KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011. Oleh : SARWORINI NIM : K5402039

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK LOKASI SENTRA INDUSTRI DI KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011. Oleh : SARWORINI NIM : K5402039 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK LOKASI SENTRA INDUSTRI DI KECAMATAN KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011 Oleh : SARWORINI NIM : K5402039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217 PENILAIAN TINGKAT BAHAYA EROSI, SEDIMENTASI, DAN KEMAMPUAN SERTA KESESUAIAN LAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DAS TENGGARONG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA RINGKASAN DISERTASI Oleh : Sayid Syarief

Lebih terperinci

PEDOMAN KRITERIA TEKNIS

PEDOMAN KRITERIA TEKNIS PEDOMAN KRITERIA TEKNIS KAWASAN BUDI DAYA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO.41/PRT/M/2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG PEDOMAN PENATAAN RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI

Lebih terperinci

EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007

EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007 EALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 007 Skripsi Oleh: Riyadi NIM K 54005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIERSITAS

Lebih terperinci

BIDANG ILMU PERTANIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL

BIDANG ILMU PERTANIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL BIDANG ILMU PERTANIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN UJI LABORATORIUM SIFAT-SIFAT LIMBAH ORGANIK DAN MEKANISME REMEDIASI AIR ASAM TAMBANG OLEH DR. IR. RIWANDI, MS. IR. ALI MUNAWAR,

Lebih terperinci

Sistem Komoditas Kedelai

Sistem Komoditas Kedelai CGPRT NO 17 Sistem Komoditas Kedelai di Indonesia Pusat Palawija Daftar Isi Halaman Daftar Tabel dan Gambar... vii Pengantar... xi Prakata... xii Pernyataan Penghargaan... xiii Ikhtisar... xv 1. Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH A. Aspek Geografi dan Demografi 1. Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Barito Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah dengan ibukotanya

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M.

ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M. ANALISIS NILAI TAMBAH DALAM PENGOLAHAN SUSU KEDELAI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : AMINAH NUR M.L 090304067 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana

ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana Abstrak Kegiatan pengangkutan kayu membutuhkan kelancaran

Lebih terperinci

TEKNIK KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF

TEKNIK KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF Seri Monograf No. 1 Sumber Daya Tanah Indonesia TEKNIK KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF Penulis: Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia ISBN 979-9474-29-9 BALAI PENELITIAN TANAH Pusat Penelitian

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA AYAM PETELUR (ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN BEP PADA KEANU FARM, KENDAL)

KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA AYAM PETELUR (ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN BEP PADA KEANU FARM, KENDAL) KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA AYAM PETELUR (ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN BEP PADA KEANU FARM, KENDAL) SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang Oleh Richo Dian Krisno.A 7450406053

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN ASPAL KELAS II DI KABUPATEN SEMARANG

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN ASPAL KELAS II DI KABUPATEN SEMARANG PENGARUH JUMLAH KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN ASPAL KELAS II DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Ditujukan Kepada : Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DAN TEKANAN PENDUDUK

ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DAN TEKANAN PENDUDUK 1 ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DAN TEKANAN PENDUDUK (STUDI KASUS KABUPATEN PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2003) Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber

Lebih terperinci

PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH DI DESA AMBARKETAWANG KECAMATAN GAMPING, SLEMAN D.I. YOGYAKARTA

PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH DI DESA AMBARKETAWANG KECAMATAN GAMPING, SLEMAN D.I. YOGYAKARTA PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH DI DESA AMBARKETAWANG KECAMATAN GAMPING, SLEMAN D.I. YOGYAKARTA Warnadi dan Irma Lusi Nugraheni E-mail: warnadi_andi@yahoo.co.id (Dosen Jurusan Geografi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN

TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN TA/TL/2008/0254 TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik

Lebih terperinci

Kredit Foto: WWF-Canon / Paul FORSTER. WWF-Canon / André BÄRTSCHI. WWF-Canon / Mark EDWARDS. Design and Layout: Aulia Rahman

Kredit Foto: WWF-Canon / Paul FORSTER. WWF-Canon / André BÄRTSCHI. WWF-Canon / Mark EDWARDS. Design and Layout: Aulia Rahman Kredit Foto: WWF-Canon / Paul FORSTER WWF-Canon / André BÄRTSCHI WWF-Canon / Mark EDWARDS Design and Layout: Aulia Rahman Daftar Isi Daftar Isi Daftar Gambar 2 Daftar Tabel 3 BAB 1 PENDAHULUAN 4 1.1 Latar

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PEMBESARAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp) DI KOLAM AIR DERAS DI KABUPATEN KLATEN

ANALISIS USAHA PEMBESARAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp) DI KOLAM AIR DERAS DI KABUPATEN KLATEN 1 NASKAH PUBLIKASI ANALISIS USAHA PEMBESARAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp) DI KOLAM AIR DERAS DI KABUPATEN KLATEN JURUSAN/ PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN / AGROBISNIS Oleh : Ratih Ayu Dwi Ratnawati

Lebih terperinci

Bab-3 RONA LINGKUNGAN HIDUP

Bab-3 RONA LINGKUNGAN HIDUP Bab-3 RONA LINGKUNGAN HIDUP Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASIPENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASIPENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASIPENELITIAN 4.1. Letak Geografi dan Administrasi Secara goegrafis wilayah Kabupaten Halmahera Timur terletak di bagian timur dari wilayah Provinsi Maluku Utara. Kabupaten Halmahera

Lebih terperinci

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP ii PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP Buku Ajar MKU By Tim MKU PLH Editor: Dewi Liesnoor Setyowati Sunarko Rudatin Sri Mantini Rahayu Sedyawati UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FEBRUARI 2014 iii Kata Pengantar Saat

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT DAN MULSA LIMBAH PADAT KELAPA SAWIT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN TOMAT

PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT DAN MULSA LIMBAH PADAT KELAPA SAWIT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN TOMAT PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT DAN MULSA LIMBAH PADAT KELAPA SAWIT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) PADA TANAH ULTISOL (The Effect of Maturity Level

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI TERMAL RUANG RUMAH SUSUN PERUMNAS PALEMBANG

IDENTIFIKASI KONDISI TERMAL RUANG RUMAH SUSUN PERUMNAS PALEMBANG PENELITIAN DOSEN DAN MAHASISWA IDENTIFIKASI KONDISI TERMAL RUANG RUMAH SUSUN PERUMNAS PALEMBANG Oleh : KETUA : LIVIAN TEDDY, ST, MT ANGGOTA : WIENTY TRIYULY, ST, MT IWAN MURAMAN IBNU, ST, MT Ir. H. SETYO

Lebih terperinci

PERBEDAAN USAHA BUDIDAYA IKAN NILA DI KECAMATAN KROMENGAN DAN KECAMATAN KALIPARE KABUPATEN MALANG

PERBEDAAN USAHA BUDIDAYA IKAN NILA DI KECAMATAN KROMENGAN DAN KECAMATAN KALIPARE KABUPATEN MALANG PERBEDAAN USAHA BUDIDAYA IKAN NILA DI KECAMATAN KROMENGAN DAN KECAMATAN KALIPARE KABUPATEN MALANG Mila Setia Sasmita Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi, Milaaa30@yahoo.com Suhadi Dosen Pembimbing Mahasiswa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka konservasi sungai, pengembangan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA TAKARAN PUPUK APOR TAMBAH ZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SELADA ( Lactuca sativa L.

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA TAKARAN PUPUK APOR TAMBAH ZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SELADA ( Lactuca sativa L. PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA TAKARAN PUPUK APOR TAMBAH ZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SELADA ( Lactuca sativa L.) Jurnal Skripsi OLEH PUTRI ANCE No. BP. 12100025421003 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KOPI. Budidaya. Konservasi. Panduan Sekolah Lapangan BERBAGI PENGALAMAN DARI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA. M. Candra Wirawan Arief dkk

KOPI. Budidaya. Konservasi. Panduan Sekolah Lapangan BERBAGI PENGALAMAN DARI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA. M. Candra Wirawan Arief dkk Panduan Sekolah Lapangan Budidaya KOPI Konservasi BERBAGI PENGALAMAN DARI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA M. Candra Wirawan Arief dkk Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Panduan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAMPIRAN I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN EVALUASI DAERAH ALIRAN SUNGAI NOMOR : P.04/V-SET/2009 TANGGAL : 05 Maret 2009 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1 KONDISI FISIK 2.1.1 Geografi a. Letak Wilayah Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 15 13 sampai dengan 110 33 00 Bujur Timur dan 7 34 51

Lebih terperinci