PENDAHULUAN. Berkembangnya Islam di Nusantara telah menciptakan. warisan budaya klasik yang beragam, baik yang bersumber pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. Berkembangnya Islam di Nusantara telah menciptakan. warisan budaya klasik yang beragam, baik yang bersumber pada"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya Islam di Nusantara telah menciptakan warisan budaya klasik yang beragam, baik yang bersumber pada Islam maupun yang berakar pada kebudayaan Nusantara pra- Islam. 1 Salah satu bentuk warisan budaya Nusantara masa Islam adalah naskah-naskah sastra bernafaskan Islam, yang diperkirakan mulai berkembang pada akhir abad XVI atau awal abad XVII, sebagai masa penting dalam penyusunan literatur Islam. 2 Naskah-naskah 3 sastra Nusantara senantiasa berkembang dan mengalami perubahan dari masa ke masa. Meskipun terjadi pergantian masa dari masa Hindu-Budha ke masa Islam yang menyebabkan terjadinya perubahan orientasi keagamaan, namun karya sastra dari masa pra-islam masih berpengaruh atau tetap dibawa serta sebagai warisan budaya di masa Islam. Hal ini 1 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), Ann Kumar & John H. McGlynn, Illuminations: The Writing Traditions Of Indonesia (Jakarta: Lontar Foundation, 1996), Istilah naskah atau manuskrip lebih umum dipakai oleh para ahli filologi. Pigeud dan Nancy Florida menggunakan istilah literature untuk menyebut koleksi manuskrip Jawa yang terdapat di Belanda dan Surakarta, sedangkan T.E. Behrend menggunakan istilah naskah untuk menyebut manuskrip Jawa yang tersimpan di Museum Sonobudoyo, Keraton Yogyakarta, Perpustakaan Nasional RI, dan Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Henri Chambert Loir menyebut naskah untuk koleksi naskah dari seluruh dunia. Margana, Pujangga Jawa dan Bayang-Bayang Kolonial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),

2 2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan karya sastra memiliki kesinambungan atau pertalian yang kuat dari masa ke masa. Begitu pula dengan sastra Jawa, banyak karya sastra Jawa Kuna yang diwariskan dan diteruskan pada masa Islam, baik di lingkungan kerajaan atau di pusat-pusat keagamaan. 4 Beberapa karya sastra yang berbahasa Jawa disadur dari karya sastra berbahasa Jawa Kuna, seperti Serat Rama yang disadur dari Kakawin Ramayana, Serat Bratayuda dari Bharatayuddha, Serat Mintaraga dari Arjunawiwaha, dan Serat Arjuna Sasrabau atau Lokapala dari Arjunawijaya. Cerita-cerita dari Persia dan Arab juga banyak berpengaruh pada naskah Jawa, seperti Menak Amir Hamza, kisah Yusuf, Ahmad Hanapi, dan naskah-naskah lainnya. 5 Salah satu karya sastra Jawa masa Islam yang paling banyak disalin oleh para intelektual Jawa, serta paling populer dan banyak versinya adalah Serat Ambiya. 6 Naskah ini diperkirakan dibuat pada zaman Surakarta. Namun masuknya Naskah Serat Ambiya ke Jawa diperkirakan bersamaan dengan masuknya cerita Menak, atau cerita-cerita Arab lainnya pada Zaman Mataram, atau lebih dahulu sebelum Zaman Kartasura. 7 Naskah Serat Ambiya termasuk dalam periode renaisans sastra Jawa Klasik (abad XVIII-XIX), dengan pusatnya di keraton 4 Edi Sedyawati dan Ninie Susanti, Peralihan Sastra Jawa Kuna ke Sastra Jawa Lama, dalam Edi Sedyawati (ed), Sastra Jawa: Suatu Tinjauan Umum (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Ann Kumar & John H. McGlynn, Illuminations: The Writing Traditions Of Indonesia (Jakarta: Lontar Foundation, 1996), T.E. Behrend, Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1: Museum Sonobudoyo Yogyakarta (Yogyakarta: Penerbit Djambatan, 1990), Poerbatjaraka, Kapustakaan Jawi (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1954), 124.

3 3 Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta. Karya sastra dari periode ini umumnya ditulis oleh pujangga keraton dalam bahasa Jawa Baru. 8 Periode ini juga ditandai dengan masuknya pengaruh budaya Barat yang dibawa oleh orang-orang Belanda yang datang ke Jawa untuk belajar bahasa dan sastra Jawa. Tradisi tulis Jawa pada masa ini mulai berbenturan dengan dunia akademis kolonial, yang berpengaruh pada dunia pemikiran intelektual Jawa. 9 Naskah Serat Ambiya yang berasal dari Keraton Yogyakarta, khususnya naskah Serat Ambiya skriptorium Sultan Hamengku Buwana V (selanjutnya disebut HB V) merupakan naskah yang diiluminasi sangat indah. Iluminasi memiliki bentuk yang kompleks dan berbeda pada setiap halaman, dengan motif dan warna yang beragam (polikromatis), serta corak atau gaya menyerupai gaya wayang kulit. Iluminasi yang khas pada naskah Serat Ambiya skriptorium HB V menjadi elemen visual menarik, yang membedakan dengan iluminasi pada naskah-naskah Jawa masa Islam lainnya. 8 Dijelaskan oleh Sri Sukesi Adiwimarta bahwa Pigeaud membagi perkembangan sastra Jawa dalam empat era, yaitu: era pertama (era pra-islam) tahun M, era kedua (era sastra Jawa-Bali) mulai tahun 1500 M, era ketiga (era Jawa pesisir) mulai abad ke-15, dan era keempat (era renaisans sastra Jawa Klasik) pada abad ke-18 dan ke-19. Ada perbedaan pendapat dalam periodisasi sastra ini. Sri Sukesi, Periodisasi dalam Edi Sedyawati (ed.), 2001, 5. 9 S. Margana, 2004, vii.

4 4 Bagaimana pun, iluminasi atau seni sungging yang berakar dari tradisi seni hias Islam, 10 maka penerapannya pada naskah Serat Ambiya, baik bentuk, corak, fungsi, maupun maknanya, tentunya dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya atau pemikiran Jawa dari masa pra-islam. Ketika Islam mulai berpengaruh di Jawa, terjadi proses peningkatan kualitas spiritualitas keislaman pada masyarakat Jawa yang telah memeluk Islam. Hal tersebut dapat diamati dari perkembangan pemikiran transformatifnya, yang terefleksikan dalam naskah sastra Jawa-Islam. Pemikiran sufistik dan mistik Islam berakulturasi dengan dunia mistik lokal yang berakar kuat pada masyarakat Jawa tradisional. 11 Hal yang menarik pada iluminasi naskah Serat Ambiya skriptorium HB V adalah adanya motif-motif manusia dan binatang atau motif-motif yang menggambarkan makhluk hidup. Hal ini merupakan aspek kontroversial karena bertentangan dengan pandangan Islam. Penggambaran makhluk hidup dilarang dalam Islam sehingga gambar atau motif manusia atau binatang tidak lazim atau sangat jarang terdapat pada naskah Jawi-Melayu. Dengan adanya pembatasan tersebut, maka jarang ada penulis atau juru sungging yang melanggarnya, dan tetap bertahan dengan menggunakan ragam hias bangun berulang yang alamiah, 10 Annabel Teh Gallop dan Bernard Arps, Golden Letters: Writing Traditions of Indonesia (Jakarta: Yayasan Lontar, 1991), Ricklefs, 2011, 81.

5 5 atau menciptakan bentuk hiasan bermotif flora (daun dan dahan) dalam pola geometris. 12 Penggunaan motif-motif yang menggambarkan makhluk hidup yang berasal dari tradisi hias pra-islam menunjukkan adanya pengaruh unsur-unsur pra-islam pada iluminasi naskah Serat Ambiya skriptorium HB V. Dengan demikian, iluminasi merupakan perpaduan antara tradisi budaya Jawa dengan Islam. Seperti ditegaskan oleh Yudoseputro bahwa seni di Indonesia masa Islam sebagai ekspresi estetik merupakan bentuk sintesis antara seni Islam dan tradisi seni rupa pra-islam. 13 Munculnya motif-motif yang menggambarkan makhluk hidup pada naskah-naskah Jawa terjadi karena adanya tradisi penggambaran makhluk hidup yang telah ada sejak masa pra- Islam. Menurut Ian Proudfoot dan Virginia Hooker, adanya penggambaran makhluk hidup dimungkinkan karena adanya pengaruh tradisi naskah Jawa yang lebih menganjurkan kebebasan mutlak. 14 Namun, munculnya motif-motif yang menggambarkan makhluk hidup sangat mungkin tidak karena adanya kebebasan mutlak, tetapi karena adanya sikap toleransi. Seperti yang dinyatakan oleh Abay Subarna bahwa adanya 12 Annabel Teh Gallop dan Bernard Arps, 1991, Yudoseputro, Karya Seni Rupa Indonesia Jaman Kerajaan Islam (Jakarta: Lembaga Pendidikan Kesenian, 1993). 14 Ian Proudfoot dan Virginia Hooker, Tradisi Tulis Melayu (Jakarta, 2002, 23).

6 6 toleransi Islam terhadap kebudayaan lokal yang kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, menyebabkan kebudayaan lokal berupa karya seni yang tidak bertentangan dengan Islam terus hidup atau dipertahankan. 15 Sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah pandai memilih dan memilah unsur-unsur budaya asing untuk disesuaikan dengan budaya lokal. Oleh karena itu, banyak karya seni yang menunjukkan perpaduan unsur-unsur Jawa pra-islam dan unsur-unsur Islam. 16 Proses perpaduan ini berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, dan mengubah sosok kebudayaan Jawa secara bermakna dengan seluruh konsep dasarnya, termasuk yang menyangkut tata masyarakat. Tiga ranah dalam tata kehidupan orang Jawa yang berkembang pesat karena akulturasi, yaitu: konsep keagamaan dan ilmu pengetahuan, tata masyarakat, dan teknologi termasuk seni. 17 Sebagai ekspresi seni yang dihasilkan suatu masyarakat, maka bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi dipengaruhi oleh kondisi budaya masyarakat. Seni yang dihasilkan suatu masyarakat ditentukan: (1) tradisi terdahulu; (2) kebutuhan; (3) 15 Abay Subarna, Unsur estetika dan Simbolik pada Bangunan Islam dalam Edi Sedyawati, ed, Estetika dalam Arkeologi Indonesia (Jakarta: Ikatan Ahli arkeologi Indonesia, 1987), Timbul Haryono, Seni dalam Dimensi Bentuk, Ruang Dan Waktu (Jakarta: Penerbit Wedatama Widya Sastra, 2009), Edi Sedyawati,

7 7 keadaan lingkungan alam dan masyarakat; serta (4) taraf dan intensitas komunikasi dengan lingkungan atau masyarakat. 18 Iluminasi yang merupakan salah satu bentuk kesenian terkait erat dengan kebutuhan pengungkapan rasa keindahan. Oleh karenanya, bentuk dan coraknya cenderung berbeda pada setiap kebudayaan, yang terjadi karena aspirasi, sumber daya, dan kebutuhan mengenai ungkapan keindahan pada berbagai kelompok masyarakat, baik jenis, sifat, maupun kuantitas dan kualitasnya, yang tidak selalu sama, sehingga memberi corak ungkapan yang khas pada karya seni yang diciptakan. Perbedaan tersebut tidak semata-mata bertalian dengan pemenuhan keindahan saja, melainkan juga terkait dengan pemenuhan kebutuhan lain, baik primer maupun skunder. 19 Di samping untuk memperindah naskah, iluminasi yang berupa hiasan atau ornamen juga mengungkapkan makna-makna kultural tertentu. Seni hias atau ornamen seringkali mengandung nilai-nilai simbolik yang berhubungan dengan pandangan atau filsafat hidup dari masyarakat penciptanya, sehingga menjadi lebih bermakna, disertai harapan-harapan yang tertentu pula Edi Sedyawati, Peranan Arkeologi dalam Studi Sejarah Kesenian Indonesia dalam Kumpulan Makalah Diskusi Ilmiah Estetika dalam Arkeologi Indonesia (Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia,1987), T.R. Rohidi, Pendekatan Sistem Sosial Budaya dalam Pendidikan (Semarang: IKIP Semarang Prees,1995). 20 S.P. Gustami, Nukilan Seni Ornamen Indonesia (Yogyakarta: Jurusan Kriya FSR ISI, 2008), 4.

8 8 Sebagai produk budaya, iluminasi sangat mungkin memiliki peran lebih dari sekedar untuk memperindah naskah. Begitu pula dengan iluminasi pada naskah Serat Ambiya, diyakini memiliki makna yang terkait dengan isi naskah, sekaligus mencerminkan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat Jawa atau nilai-nilai Islam. Seperti yang dinyatakan oleh al Ghazali dalam M. Abdul Jabbar Beg, bahwa seni tidak hanya memancarkan keindahan fisik, namun juga keindahan religius. 21 Iluminasi juga berkaitan dengan kepentingan religi dan kepentingan lainnya. Iluminasi pada naskah-naskah Jawa belum banyak diteliti secara mendalam. 22 Jika naskah tersebut dikaji secara mendalam, diyakini akan menjadi sumber acuan yang sangat berharga bagi studi naskah-naskah Jawa masa Islam di Indonesia. 23 Oleh karena itu, iluminasi pada naskah Serat Ambiya penting dikaji untuk mengungkap salah satu bentuk ekspresi estetik seni Jawa yang bernafaskan Islam. Kajian ini berupaya mengungkap iluminasi naskah Serat Ambiya skriptorium HB V dari aspek bentuk, corak, fungsi dan maknanya. Menurut Haryati Soebadio dalam Edi Sedyawati, hal ini menarik karena telaah naskah di Indonesia umumnya dilaksanakan dengan cara kritik teks dan filologi atau 21 M. Abdul Jabbar Beg, Seni Di Dalam Peradaban Islam (Bandung: Penerbit Pustaka, 1988), Ann Kumar & John H. McGlynn, 1996, Musda Mulia, Rosehan Anwar, dan H.E. Badri Yunardi, Katalog Naskah Kuna Yang Bernafaskan Islam Di Indonesia (Jakarta: Balitbang Agama Depag RI, 1998), 1.

9 9 hermeneutik yang memusatkan pada isi dan makna naskah. 24 Artinya bahwa kajian tentang akulturasi budaya dan peran unsur budaya asing dalam iluminasi naskah belum banyak dilakukan. Dengan demikian, kajian iluminasi pada naskah Serat Ambiya skriptorium HB V penting untuk dilakukan. Kajian ini dapat dianggap sebagai upaya penelusuran terhadap jejak-jejak historis seni di masa Islam yang kaya nilai kultural dan spiritual, yang diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut. B. Rumusan Masalah Penelitian Iluminasi naskah sebagai ekspresi masyarakat Jawa, baik bentuk, corak, fungsi, dan maknanya, diyakini merupakan atau wujud sintesis antara unsur-unsur atau nilai-nilai budaya Jawa pra-islam dan Islam. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk iluminasi naskah Serat Ambiya skriptorium Hamengku Buwana V. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pertanyaan yang menjadi fokus perhatian dalam disertasi ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi naskah Serat Ambiya skriptorium Hamengku Buwana V sungguh merupakan sintesis antara unsur budaya Jawa pra-islam dengan nilai-nilai Islam dan mengalami perkembangan. 24 Haryati Soebadio, Pengaruh Kontak Antar Budaya dalam Sastra Jawa, dalam Edi Sedyawati ed., 2001, 19.

10 10 2. Mengapa naskah Serat Ambiya skriptorium Hamengku Buwana V diberi iluminasi yang membingkai teks. 3. Bagaimana relasi antara iluminasi dengan isi naskah Serat Ambiya skriptorium Hamengku Buwana V. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan segala sesuatu yang mungkin bisa ditemukan, 25 khususnya yang berkaitan dengan iluminasi pada naskah Serat Ambiya yang disalin pada masa Sultan Hamengku Buwana V. Secara khusus penelitian ini bertujuan: Pertama, menemukan wujud sintesis antara unsur-unsur budaya Jawa pra-islam dengan unsur-unsur Islam pada bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi naskah Serat Ambiya. Kedua, menemukan fungsi iluminasi dalam naskah Serat Ambiya. Ketiga, menemukan makna iluminasi atau relasi antara iluminasi dan isi naskah Serat Ambiya. Penelitian ini diharapkan dapat mengeksplanasikan teori yang berkaitan dengan akulturasi budaya yang terwujud dalam bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi, serta hubungannya dengan isi naskah Serat Ambiya, baik dari aspek estetis maupun budayanya. Iluminasi merupakan refleksi perkembangan pemikiran lokal yang berakar kuat pada masyarakat Jawa 25 R. M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan, 2001), 51.

11 11 tradisional sufistik yang berakulturasi dengan pemikiran mistik Islam. Hal tersebut penting bagi pengembangan ragam hias atau seni hias Nusantara, khususnya seni iluminasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu, baik teoretis maupun praktis, yaitu: 1. Secara teoretis hasil penelitian ini dapat memberi informasi bagi peneliti seni tentang iluminasi naskah Serat Ambiya, yang terkait dengan bentuk, corak, fungsi, dan maknanya, yang diyakini merupakan sintesis antara unsur-unsur budaya Jawa pra-islam dan unsur-unsur Islam. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan pemahaman mengenai pewarisan tradisi pernaskahan Jawa, serta gambaran potensi masyarakat Jawa dalam mengemban warisan budaya lama dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang dituntut oleh perubahan sosial budaya. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberi informasi bagi pemerhati atau praktisi seni, lembaga pendidikan seni, lembaga kesenian, dan lembaga lainnya yang terkait, serta masyarakat dalam mengembangkan atau merevitalisasi seni tradisi sehingga menjadi unsur penting dalam perkembangan seni rupa nasional maupun internasional. 3. Secara pribadi, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi atau sumber informasi untuk mata kuliah Sejarah Seni

12 12 Rupa, yang menjadi mata kuliah pokok yang diampu oleh penulis. Iluminasi pada naskah Serat Ambiya skriptorium HB V dan naskah-naskah Jawa masa Islam lainnya yang merupakan karya seni tradisi atau karya seni masa lampau dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan kajian dalam mata kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia. Iluminasi dapat menjadi sumber gagasan dalam penciptaan karya seni rupa dan sekaligus dapat menjadi unsur yang memberi ciri khas keindonesiaan pada karya seni rupa. D. Tinjauan Pustaka Tujuan dari dilakukannya tinjauan pustaka adalah untuk menunjukkan hasil-hasil penelitian atau telaah yang telah dilakukan oleh para ahli atau peneliti lain, serta menunjukkan bahwa permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini belum diteliti. Oleh karena itu, hasil-hasil penelitian atau kajian yang sudah ada akan dijadikan sebagai acuan untuk mengkaji permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Iluminasi telah menjadi perhatian banyak peneliti. Diringer telah mengkaji perkembangan dan produksi naskah-naskah beriluminasi, khususnya di negara-negara Islam. Diringer menjelaskan bahwa iluminasi merupakan seni yang berkembang pada Abad Pertengahan, dan kemudian mengalami kemajuan yang

13 13 sangat pesat dan mencapai puncaknya. Diringer melakukan kajiannya dengan pendekatan sejarah, dengan fokus pada perkembangan iluminasi dan pembuatan manuskrip di dunia Islam. Kajian bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi tidak dilakukan secara mendalam. Meskipun demikian, hasil kajian Diringer ini dapat menjadi sumber yang mendukung kajian ini. 26 Perkembangan iluminasi pada manuskrip juga telah dikaji oleh Sijelmasi, yang hasilnya telah dibukukan dengan judul Royal Illuminated Manuscripts of Marocco. Sijelmasi lebih memokuskan kajiannya pada manuskrip dari Maroko serta negara-negara Islam lainnya. Dijelaskan oleh Sijelmasi bahwa seni iluminasi telah berkembang sejak permulaan abad VIII. Perkembangan illuminasi pada manuskrip, khususnya Al Qur an tidak dapat dilepaskan dari jasa-jasa Ibnu Muqlah, Yaqut al Musta simi, dan Ibnu Bawwab yang ketiganya adalah kaligrafer dan iluminator yang terkenal serta dianggap pertama kali memberi iluminasi. Meskipun pada awalnya sebagian kaum muslimin menentang penerapan iluminasi, akan tetapi kemudian iluminasi diterapkan pada manuskrip, juga pada mushaf Al Qur an. Iluminasi dipandang sebagai seni yang memiliki arti penting dalam perkembangan estetika Islam. Iluminasi, yang kaya dengan pengulangan, menjadi seni Islam yang orisinal dan berkembang 26 David Diringer, The Illuminated Book: Its Histori and Production (London: Faber & Faber, 1967).

14 14 paling awal dan paling pesat. Pesatnya perkembangan iluminasi dan pembuatan buku-buku Islam tidak lepas dari munculnya pusat pendidikan dan pengetahuan Islam, yang dikenal dengan madrasah, yang berkembang mulai abad IX. Setiap madrasah menghasilkan manuskrip serta iluminasi yang indah dan khas. Di antara manuskrip-manuskrip indah yang dibuat, Al Qur an merupakan manuskrip yang paling penting dan sering disalin, karena Al Qur an mempunyai kedudukan yang sangat istimewa. Halaman-halaman yang diiluminasi pada umumnya adalah halaman pertama, kedua, ketiga, atau keempat yang memuat judul, nama pengarang, dan persembahan, serta halaman terakhir. Kadang-kadang seluruh halaman diiluminasi dengan bentuk-bentuk arkatur seperti yang ada pada bangunan, atau medalion yang berisi motif geometris dan flora. Ada tiga macam motif dalam iluminasi, yakni: motif geometris, motif flora dan motif kaligrafi. Ketiga motif tersebut disusun secara dinamis dan dikombinasikan dengan unsur-unsur lainnya secara matematis, simetris, rumit, dan harmonis. 27 Sijelmasi menemukan bentuk iluminasi berupa miniatur pada manuskrip dari Turki, India, dan Persia, yang menggambarkan manusia atau binatang, atau kehidupan sosial dan budaya. Iluminasi tersebut dianggap kontroversial dan 27 M. Sijelmasi, Royal Illuminated Manuscripts of Marocco (Courbevole- Paris: ACR Edition Internationale, 1987).

15 15 bertentangan dengan pandangan Al Qur'an dan Hadist yang melarang penggambaran makhluk hidup. Kajian yang dilakukan Sijelmasi merupakan kajian historis, dengan penekanan pada perkembangan iluminasi. Kajian ini masih terbatas pada identifikasi bentuk dan ragam hias pada iluminasi. Sijelmasi tidak menjelaskan secara rinci tentang penggunaan ragam hias, serta bentuk iluminasi dalam kaitannya dengan proses pembentukannya dan makna simbolisnya. Martin Lings juga meneliti iluminasi pada mushaf Al Qur an dari Mamluk, Mongol, Timurid, Otoman-Turki, dan Safawid. Iluminasi Al Qur an berkembang setelah seni kaligrafi, sebab iluminasi secara langsung tidak diperlukan oleh teks dan dikhawatirkan dapat mengacaukan teks. Iluminasi Al Qur an mencapai puncak pada abad VIII dan IX Hijriyah (abad XIV dan XV Masehi. Iluminasi pada mushaf Al Qur an bukan semata-mata sebagai pengisian bidang kosong, namun juga merupakan manifestasi dan pencerminan dari ajaran Islam yang tersurat dalam Al Qur an itu sendiri. Iluminasi dianggap sebagai simbol cahaya Tuhan yang menerangi ayat-ayat suci di dalamnya. 28 Namun Martin Lings tidak menganalisis bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi secara lebih rinci. 28 Martin Lings, The Quranic Art of Calligraphy And Illumination (World of Islam Festival Trust, 1976).

16 16 Naskah Nusantara, termasuk naskah Jawa, juga telah banyak diteliti oleh para ahli atau peneliti dari Indonesia atau dari mancanegara, baik dari aspek sastra, filologis, kodikologis, dan historis. Penelitian yang dilakukan oleh Edi Sedyawati dan kawankawan mengkaji sastra Jawa dalam cakupan yang luas, baik jenis sastranya maupun lintasan waktunya, yang hasilnya telah dibukukan dengan judul Sastra Jawa: Suatu Tinjauan Umum. 29 Kajian naskah dilakukan dengan pendekatan filologi dan kodikologi. Namun, bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi, serta pengaruh akulturasi antara unsur-unsur budaya Jawa pra- Islam dengan unsur-unsur Islam dalam iluminasi tidak dikaji. Hal penting yang perlu mendapat catatan dalam buku ini adalah disamakannya pengertian ilustrasi dengan iluminasi, meskipun keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Ilustrasi atau gambar penjelas pada teks juga disebut iluminasi. Kajian sastra Jawa juga dikaitkan dengan kontak budaya orang Jawa dengan bangsa-bangsa lainnya. Dijelaskan bahwa sejak awal pertumbuhannya, sastra Jawa yang tertulis mendapat pengaruh asing, seperti India, Islam, dan Eropa. Namun demikian, kontak budaya tersebut tidak mengakibatkan naskah Jawa berubah dari yang bersifat khas Jawa menjadi Hindu-Budha, atau 29 Edi Sedyawati, 2001.

17 17 bersifat Islam-Arab. Kontak budaya tidak melenyapkan budaya Jawa, melainkan justru memperkaya budaya Jawa. Penelitian tentang iluminasi pada naskah-naskah Nusantara dilakukan oleh Ann Kumar dan John H. McGlynn, yang hasil penelitiannya ini telah dibukukan dengan judul Illumination: The Writing Traditions of Indonesia. Kumar dan McGlynn meneliti tradisi estetis dan tradisi intelektual di kawasan Nusantara, yang keduanya dianggap mencerminkan kepekaan estetis dan kecerdikan para pujangga, yang ditampilkan dalam berbagai media. Berbagai variasi media, tulisan, ilustrasi, atau iluminasi yang luar biasa dalam tradisi Islam dijelaskan dalam buku ini. Di antara tradisi estetis di Nusantara, Jawa dianggap paling berkembang tradisi estetisnya dan memiliki tradisi tulis paling kaya di Asia Tenggara, sehingga kajian lebih terfokus pada naskah Jawa. Tradisi menulis naskah di Jawa, khususnya naskah Islam, diperkirakan berkembang sekitar pertengahan abad XIV sampai abad XX. Banyak naskah Jawa yang pada awalnya terinspirasi dari cerita-cerita Persia dan Arab, seperti kisah Nabi Yusuf, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad. Ann Kumar dan McGlynn secara khusus menunjukkan adanya hubungan kuat antara ilustrasi dalam naskah Jawa dengan wayang, seperti yang tampak pada naskah dari abad XVIII yang diberi ilustrasi dalam gaya wayang beber, wayang kulit, atau

18 18 wayang golek yang tiga dimensional. Meskipun ada larangan dalam Islam untuk melukiskan bentuk makhluk hidup, namun kenyataan naskah yang berisi cerita Islam yang dianggap suci juga diberi ilustrasi dengan bentuk-bentuk makhluk hidup. Iluminasi merupakan salah satu perwujudan estetis yang telah menjadi tradisi dalam pernaskahan Jawa, dan banyak naskah yang diiluminasi. Secara keseluruhan ada lima perangkat iluminasi dalam naskah Jawa, yaitu: (1) Tanda baca yang disebut pepadan; (2) Bingkai dan gerbang tekstual pada pembukaan dan penutupan halaman naskah, yang berfungsi sebagai gerbang menuju ke halaman batin teks; (3) Rubrikasi, yaitu penandaan dengan warna atau penyepuhan pada kata-kata atau judul agar tampak lebih menonjol; (4) Kaligrafi kursif atau tulisan indah; dan (5) Kaligrafi bergambar figur binatang atau hiasan. Bentuk-bentuk iluminasi pada naskah Jawa memiliki tingkat yang berbeda, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Bentuk-bentuk iluminasi yang telah diidentifikasi adalah: (1) Iluminasi berupa rangkaian garis tunggal, ganda, rangkap tiga; (2) Iluminasi berbentuk bangun berulang yang berisi motif-motif yang diwarnai atau disepuh dengan emas; (3) Iluminasi berbentuk bangunan candi; (4) Iluminasi yang menirukan kebun binatang; dan (5) Iluminasi berupa hiasan bercorak Barat. Di antara bentuk-bentuk iluminasi, bentuk bangun berulang

19 19 merupakan bentuk iluminasi yang tersebar luas, yang umumnya digunakan dalam mushaf Al Qur an. Motif-motif yang terdapat dalam iluminasi adalah motif manusia, motif fauna, motif flora, motif alat-alat musik gamelan, motif geometris, dan motif bangunan. Motif raksasa juga muncul dalam iluminasi, yang kadang diapit dua naga, yang diidentifikasi sebagai kala makara seperti yang terdapat pada bangunan candi. Penggunaan motif-motif ini merupakan pengaruh dari masa sebelumnya terhadap naskah-naskah Jawa masa Islam. 30 Kajian iluminasi naskah Jawa yang dilakukan Ann Kumar dan McGlynn mencakup bentuk, corak atau gaya, motif, dan maknanya. Namun karena sangat luasnya kajian yang dilakukan, yakni mencakup berbagai tradisi tulis di Nusantara mulai dari awal penggunaan tulisan sampai abad XX, sehingga hasil kajiannya tentang iluminasi kurang mendalam. Kajian tentang akulturasi antara unsur-unsur budaya Jawa pra-islam dengan unsur-unsur Islam dalam iluminasi naskah Serat Ambiya, dan perwujudannya pada bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi, juga belum dilakukan. Namun demikian, buku ini dapat menjadi acuan yang sangat menunjang penelitian untuk disertasi ini. Penelitian tentang iluminasi juga pernah dilakukan oleh M. Ibnan Syarif, dengan dengan judul Kajian Bentuk Visual Kaligrafi 30 Ann Kumar & John H. McGlynn, 1996, 192.

20 20 dan Iluminasi pada Al Qur an Mushaf Istiqlal. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa mushaf Al Qur an di Indonesia, mulai dari mushaf kuna sampai pada Mushaf Istiqlal, dibuat sesuai dengan latar budaya tempat mushaf Al Qur an dibuat dan kondisi zamannya. Ciri etnik masyarakat atau latar budaya adalah faktor yang sangat mempengaruhi bentuk iluminasi, namun tidak berpengaruh terhadap bentuk kaligrafi. Secara umum iluminasi pada mushaf Al Qur an berbentuk bingkai dalam pola dasar segi empat, yang pada sisi-sisinya diberi mahkota atau medalion dengan susunan yang simetris. Iluminasi terdiri dari motif flora dan geometris, yang bersumber dari khasanah seni hias pra-islam. Iluminasi pada setiap mushaf Al Qur an berbeda-beda, atau memiliki ciri khas sesuai dengan kecenderungan yang ada pada setiap daerah. Ciri khas inilah yang kemudian ditampilkan kembali pada mushaf Al Qur an yang dibuat oleh Yayasan Istiqlal. Iluminasi pada mushaf Al Qur an berfungsi untuk: (1) memperindah mushaf; (2) sebagai upaya estetik yang membuat seseorang atau pembaca untuk lebih menghayati keberadaan atau mengingat Tuhan; dan (3), menambah kemuliaan mushaf M. Ibnan Syarif, Bentuk Visual Kaligrafi Dan Iluminasi Pada Mushaf Istiqlal, Tesis untuk mencapai derajat Sarjana S-2 dalam bidang Seni Murni, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 1999.

21 21 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh M. Ibnan Syarif, Dwi Budi Harto, dan Onang Murtiyoso adalah Kajian Bentuk Visual dan Makna Simbolik Iluminasi Pada Manuskrip Islam Kuna Di Jawa Tengah. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ada tiga bentuk iluminasi pada manuskrip Islam di Jawa Tengah, yaitu: (1) Bentuk bingkai dalam pola dasar segi empat atau bangun berulang yang terdapat pada mushaf Al Qur an; (2) Bentuk bangunan candi; dan (3) Bentuk-bentuk yang mengacu pada bentuk bangunan. Secara umum iluminasi dihiasi berbagai motif, dengan susunan yang simetris, yang ditempatkan pada dua halaman berhadapan. Halaman yang diiluminasi adalah halamanhalaman yang dianggap istimewa, seperti halaman awal dan halaman kolofon. Iluminasi pada mushaf Al Qur an, ditempatkan pada halaman awal (ummul Qur an), halaman tengah (nisful Qur an), dan halaman akhir (khotmul Qur an). Iluminasi meliputi hiasan bingkai, hiasan judul, dan hiasan tanda baca. Iluminasi dihiasi dengan motif flora dan motif geometris, yang ditampilkan dalam bentuk stilisasi membentuk jalinan motif yang berkesinambungan. Motif fauna jarang dijumpai pada naskah Islam di Jawa Tengah. Motif M. Ibnan Syarif, Dwi Budi Harto, dan Onang Murtiyoso, Kajian Bentuk Visual dan Makna Simbolik Iluminasi pada Manuskrip Islam Kuna Di Jawa Tengah, Laporan Penelitian (Semarang, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Semarang, 2003).

22 22 Kedua penelitian tersebut dilakukan dengan pendekatan estetika dalam batas identifikasi bentuk dan unsur-unsur iluminasi. Meskipun penelitian tersebut difokuskan pada naskah Islam, namun naskah Serat Ambiya, termasuk proses akulturasi antara unsur-unsur budaya Jawa pra-islam dan budaya Islam yang terwujud dalam iluminasi juga belum dikaji. Penelitian yang lebih khusus dilakukan oleh Sri Ratna Saktimulya, yang meneliti iluminasi naskah Sestradisuhul. Naskah ini banyak diberi iluminasi, yang dimaksudkan untuk menyentuh pikir dan rasa pembacanya. Naskah Sestradisuhul berisi piwulang karya Pakualam II dalam bentuk tembang macapat memuat cerita tentang 85 tokoh laki-laki dan seorang tokoh perempuan. Seluruh cerita tentang tokoh laki-laki diungkapkan disertai iluminasin pada awal cerita. Iluminasi dalam naskah Sestradisuhul merupakan tanda-tanda, atau sebagai visualisasi cerita sesuai dengan teksnya. Melalui pembacaan teks dari naskah-naskah skriptorium Pakualaman, Saktimulya berupaya membaca ornamen dalam iluminasi. Mengacu pada Brilliant, Saktimulya menggunakan prinsip intertekstualitas dan proses pengalihan suatu teks ke bentuk visual atau penerjemahan dari kata ke image, serta untuk memahami isi teks dan kemudian menerjemahkan unsur-unsur dalam iluminasi. Menurut Saktimulya, iluminasi atau unsur-unsurnya berkaitan dengan

23 23 nama, keterampilan tokoh, peristiwa, sifat tokoh, dan perbuatan tokoh, yang mulia atau pun celaka. 33 Dalam penelitiannya tersebut, Saktimulya berusaha memaknai iluminasi naskah Sestradisuhul melalui pendekatan semiotik. Unsur-unsur iluminasi yang berupa motif-motif diidentifikasi dan kemudian dimaknai mengacu pada isi teks. Namun, Saktimulya tidak mengidentifikasi secara rinci motif-motif atau unsur-unsur dalam iluminasi serta menjelaskan bentuk dan makna motif-motifnya. Penelitian tentang iluminasi juga telah dilakukan Mu jizah, yang memokuskan pada iluminasi surat-surat Melayu yang dibuat oleh para penguasa di Nusantara pada abad XVII dan abad XIX. Berdasarkan hiasannya, ada 50 teks surat Melayu yang dipilih dan dikaji secara kritis, mencakup: tata susun, ciri, fungsi, bagianbagian surat, dan ciri-ciri khas kedaerahan dalam iluminasi. Melalui pendekatan kodikologi, setiap surat dideskripsikan secara lengkap jenis aksara dan bahasa yang digunakan, pembuat (pengirim) dan penerima surat, serta transkripsinya. Iluminasi dideskripsikan secara singkat, seperti bagian yang diiluminasi, bentuk dan struktur iluminasi, serta motif yang digunakan. 33 Sri Ratna Saktimulya, Ajaran dalam Sestradisuhul (Warisan Pakualaman II Bagi Generasi Selanjutnya), Makalah dalam Konggres Bahasa Jawa II (Yogyakarta, 2001).

24 24 Jika dilihat dari strukturnya iluminasi dalam surat-surat Melayu mempunyai dua bingkai, yakni bingkai pembatas bidang dalam dan bingkai teks. Bingkai ini biasanya dibuat dari dua garis ganda yang di dalamnya dihias dengan berbagai motif. Mu jizah menganalisis bentuk iluminasi mengacu pada Akimushkin dan Anato yang membagi iluminasi naskah-naskah Asia Tengah dalam tiga jenis, yaitu unwan, sarlauh, dan samsah. Berdasarkan ketiga jenis tersebut, sebagian besar iluminasi dalam surat-surat dalam naskah Melayu termasuk dalam jenis sarlauh, yakni hiasan pada semua bingkai atau sisi halaman. Akan tetapi, ada jenis lain yang tidak disebutkan dalam jenis tersebut, yaitu jenis tebaran (seluruh permukaan surat diberi hiasan berupa motif-motif), dan tiga sisi. Atas dasar itu, ada tiga jenis iluminasi dalam surat-surat di Nusantara, yakni tebaran, empat sisi, dan tiga sisi. 34 Dalam kajiannya, Mu jizah juga menemukan kekhasan iluminasi surat dari Nusantara, yaitu bingkai dan motif yang menampakkan ciri khas masing-masing daerah. Surat-surat dari pemerintah Hindia-Belanda, kekhasannya terdapat pada bingkai pembatas bidang dalam dan bingkai pembatas teks. Hiasan di atas teks juga khas, yang dibatasi dengan garis lengkung. Melalui pendekatan semiotik, Mu jizah berupaya untuk memaknai iluminasi dalam surat-surat Melayu. Iluminasi dalam 34 Mu jizah, Iluminasi dalam Surat-Surat Melayu Abad ke-18 dan ke-19 (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009).

25 25 surat-surat Melayu dianggap memiliki kaitan erat dengan politik atau kekuasaan raja-raja, hubungan diplomatik, ekonomi, dan keagamaan. Iluminasi dalam surat-surat Melayu merupakan simbol-simbol yang berkaitan dengan kekuasaan. Ada beberapa persoalan penting dalam penelitian Mu jizah, yaitu: Pertama, pengertian iluminasi yang disamakan dengan ilustrasi. Iluminasi, oleh Mu jizah dijelaskan sebagai gambar, dengan memberikan contoh-contoh berupa gambar ilustrasi yang memiliki fungsi sebagai gambar penjelas. Iluminasi dan ilustrasi, keduanya memiliki pengertian, bentuk, dan fungsi yang berbeda. Iluminasi merupakan hiasan atau dekorasi naskah yang berfungsi memperindah dan menerangi atau sebagai penerang bagi teks. Sedangkan ilustrasi adalah gambar dalam naskah atau buku yang berfungsi menjelaskan isi dan mendukung teks secara langsung. Kedua, identifikasi motif-motif dalam iluminasi yang telah mengalami stilisasi atau penggayaan sehingga bentuk aslinya sulit dikenali, yang menyebabkan peneliti sulit untuk memastikan jenis dan pemberian nama motif secara tepat. Oleh karena itu, perlu verifikasi dengan membandingkan penggunaan motif-motif sejenis dalam penerapan yang berbeda, seperti batik, ukiran, dan lainlainnya dari kurun waktu yang sama. Ketiga, analisis tentang bentuk iluminasi dan ciri kedaerahan dalam iluminasi surat Nusantara perlu dikaji ulang atau diverifikasi secara lebih

26 26 mendalam dengan membandingkan iluminasi dalam surat dengan iluminasi dalam naskah atau Al Qur an dari daerah yang sama. Penelitian-penelitian lainnya yang juga mengkaji naskahnaskah dengan pendekatan teks atau filologi sudah berkembang jauh. Namun penelitian naskah-naskah beriluminasi di Nusantara, khususnya pada aspek estetikanya masih sangat jarang. Seperti yang dinyatakan oleh Chambert-Loir bahwa segi estetis naskah sangat menarik mengingat banyaknya naskah yang memuat gambar yang indah jarang sekali disebut dalam perkembangan seni rupa Indonesia. 35 E. Landasan Teori Penelitian ini tidak mengkaji naskah dengan pendekatan filologi, namun mengkaji aspek estetis naskah Serat Ambiya, yakni iluminasi. Oleh karena itu, berdasarkan pada tujuan penelitian, maka disiplin ilmu yang digunakan sebagai payung penelitian ini adalah estetika. Untuk membedah permasalahan secara utuh dan komprehensif, diperlukan berbagai teori atau konsep dari disiplin ilmu lain, di antaranya adalah sejarah, antropologi, dan semiotik. Pendekatan multidisiplin, sebagaimana dikemukakan oleh R.M. Soedarsono, sangat dimungkinkan dan bahkan dianjurkan Mu jizah, 2009, Soedarsono, 2001, 194.

27 27 1. Teori estetika Untuk menjawab permasalahan pertama yang berkaitan dengan bentuk, corak, fungsi, dan makna iluminasi naskah Serat Ambiya sebagai bentuk akulturasi budaya digunakan teori estetikanya E.B. Feldman. Iluminasi naskah merupakan salah satu bentuk karya seni rupa, oleh karena itu untuk menganalisis iluminasi naskah Serat Ambiya secara utuh, maka harus dilihat dari segi-segi: bentuk, corak, fungsi, dan maknanya. Sebagai karya seni, iluminasi merupakan bentuk inderawi yang diciptakan oleh seniman pembuatnya. Bentuk merupakan wujud lahiriah yang mengejawantahkan sikap batin atau perasaan tertentu. 37 Iluminasi dapat dilihat sebagai perpaduan antara wujud lahiriah yang bisa diamati dan perasaan terhadap nilai tertentu yang berdimensi ruhaniah. Iluminasi sebagai bentuk karya seni terdiri dari unsur-unsur visual, seperti garis, warna, bangun, sifat permukaan, dan gelapterang. Garis memiliki sejumlah kemampuan mengungkapkan gerak dan perasaan, kepribadian, nilai budaya, dan aneka makna, serta berbagai ilusi visual. Bentuk mencakup bangun (shape) dan volume, yang fungsi dan konotasinya sama dengan garis. Tekstur bisa digunakan dalam arti sesungguhnya atau semu, serta bisa dijadikan pola (pattern) atau diberi kesan bentuk dan kedalaman. 37 Edgar de Bruyne, Philosophic van de Kunst (Antwerpen: Standaard Boekhandel, 1948),

28 28 Gelap terang (value) dapat ditampilkan dengan kontras yang menyolok atau peralihan yang gradual. Manipulasi gelap terang dapat memberi kesan soliditas, jarak, tektur, dan bentuk. Warna sebagai komponen yang paling kompleks dan menarik, memiliki perangai dasar dan makna simbolik tertentu. Warna dapat diasosiasikan baik secara personal maupun secara kultural. 38 Iluminasi merupakan produk yang dihasilkan melalui serentetan aktivitas atau proses menata unsur-unsur. Iluminasi sebagai karya seni dapat dilihat sebagai desain. Desain merupakan seleksi dan penyusunan elemen-elemen formal, atau ekspresi konsep seniman dalam ukuran, garis, dan bentuk, serta melalui beberapa pertimbangan komposisi. 39 Penyusunan unsur-unsur visual perlu berpedoman pada azas-azas desain, yang terdiri dari: unity, balance, rhytm, dan proportion. 40 Unity atau kesatuan diciptakan melalui sub-azas domination dan subordomination (yang utama dan kurang utama). Dominance diupayakan melalui ukuran, warna, dan tempat, serta convergence dan perbedaan atau pengecualian (difference or exception). Coherence (organic unity) bertumpu pada interdependency (keterkaitan) dan closeness (kedekatan) juga 38 L. H. Chapman, Approaches to Art in Education (New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc, 1978), Ralph Mayer, A Dictionary of Art Terms and Techniques (London: Adam & Charles Black, 1969), E. B. Feldman, 1967, Periksa juga: The Liang Gie, Garis Besar Estetik-Filsafat Keindahan (Yogyakarta: Penerbit Karya, 1976).

29 29 dianggap penting perannya dalam upaya menciptakan kesatuan. Balance berkaitan dengan berat dan penekanan untuk stabilitas. Balance (keseimbangan) dibagi menjadi keseimbangan tersembunyi, keseimbangan simetris, keseimbangan asimetris, keseimbangan melalui berat/ukuran (simetris), keseimbangan melalui penekanan (asimetris), dan keseimbangan melalui kontras. Rhytm (irama) merupakan penataan melalui pengulangan elemenelemen untuk menciptakan gerak. Proportion (proporsi atau kesebandingan) adalah hubungan ukuran antara bagian dengan keseluruhan atau antara bagian dengan bagian lainnya. Nilai-nilai yang dihasilkan oleh kombinasi atau organisasi unsur-unsur visual dalam iluminasi disebut nilai-nilai formal. Oleh karena itu, untuk memahami nilai estetis dan makna iluminasi, Feldman menekankan pentingnya mempelajari struktur seni karena memiliki kaitan erat dengan keindahan, dan tidak terlepas dari makna komprehensif dari karya seni. Dengan mempelajari struktur seni akan diperoleh pemahaman tentang: (1) sifat unsur-unsur atau elemen seni rupa; (2) cara elemen tersebut diorganisir, yang disebut prinsip-prinsip desain; dan (3) cara orang melihat dan merespons karya seni. 41 Karya seni dapat diklasifikasikan berdasarkan periode, wilayah, penampilan, teknik, materi, dan sebagainya. 41 E. B. Feldman, 1967,

30 30 Pengelompokan dimaksudkan untuk mempermudah pengkajian atau analisis seni. Ada beberapa alasan perlunya mempelajari gaya atau corak seni, yaitu untuk: (1) memperoleh kategori berbagai karya seni dari berbagai periode; (2) membantu memahami gaya seorang seniman, suatu periode dalam sejarah, negara, atau wilayah; (3) membantu membandingkan atau menilai karya; (4) mendapatkan gagasan tentang hubungan antara seniman, karyanya, dan reaksi yang muncul. 42 Untuk membahas iluminasi naskah Serat Ambiya sebagai ekspresi masyarakat Jawa, maka perlu juga kiranya menggunakan konsep estetika Jawa. Untuk melihat dan memahami masalah yang berkenaan dengan keindahan atau kesenian Jawa, sesungguhnya secara tradisional ada tiga nilai budaya Jawa yang dapat dipakai sebagai wacana untuk membangun konsep estetika Jawa. Tiga sumber nilai budaya yang dimaksudkan itu adalah nilai budaya kosmologis, klasifikasi simbolik, dan orientasi kehidupan orang Jawa. 43 Pertama, sesuatu yang indah itu, dalam pandangan budaya Jawa, jika memperlihatkan adanya nilai keteraturan. Keteraturan yang bersumber dari pandangan kosmologis, bukan hanya dalam kaitan dengan masalah keindahan saja, namun dalam segala hal orang 42 E. B. Feldman, 1967, Triyanto, Estetika Nusantara: Sebuah Perspektif Budaya dalam Imajinasi Volume II 8 Januari 2008.

31 31 Jawa harus bisa hidup teratur. Nilai keteraturan sangatlah diperlukan dalam kesenian tradisional Jawa. Orang Jawa sulit memahami, merasakan, atau menerima suatu sajian tata rupa, gerak, bunyi, atau sastra yang ruwet, acak-acakan, dan semaunya sendiri. Semakin runtut dan teratur suatu sajian seni apa pun, semakin enak dinikmati atau dirasakan nilai keindahannya. Kedua, nilai keindahan itu terdapat atau terletak pada sesuatu yang diposisikan, diletakkan, ditempatkan sesuai dengan peran, fungsi, atau kategorinya. Hal ini sejalan dengan ungkapan tradisional Jawa yang berbunyi empan papan. Artinya segala sesuatu yang dilakukan, ditempatkan, diposisikan, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan peran, fungsi, atau kategorinya, maka sebaik apa pun hal itu, ia menjadi jelek, tidak layak, atau ora pantes. Oleh sebab itu, aspek penataan, penempatan, atau pemanfaatan suatu benda atau hal, termasuk karya seni menjadi penentu nilai keindahannya. Hal ini jika ditelusuri, sesungguhnya bersumber dari nilai budaya sistem kategori. Sistem kategori dalam budaya Jawa ini dapat dilihat dalam sistem klasifikasi simbolik. Sistem ini mengatur posisi, peran, atau pembagian sesuai dengan apa yang secara tradisional terjadi dalam kehidupan masayarakat Jawa. Ketiga, dalam perspektif budaya Jawa, keindahan haruslah memperlihatkan nilai harmoni. Nilai harmoni akan memberikan

32 32 kesan tenang, cocok, selaras, serasi, dan seimbang dalam persepsi estetis seseorang yang menikmatinya. Harmoni merupakan salah satu orientasi penting yang harus dapat diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupan orang Jawa. Untuk hidup selamat dan sejahtera lahir batin, orang Jawa harus dapat menjalin hubungan yang selaras dan seimbang dengan sesama, lingkungan alam, dan kekuatan gaib lainnya penguasa atau pencipta alam semesta Teori perubahan budaya Untuk menjawab permasalahan tentang akulturasi antara unsur-unsur budaya Jawa dengan Islam digunakan teori perubahan budaya. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan suatu kebudayaan dapat terjadi karena faktor dari dalam dan luar. Perubahan karena faktor dari dalam berawal dari perkembangan akal budi manusia yang membawa berbagai perubahan peri kehidupan manusia dalam pergaulan hidup dan hubungan sosial. Perubahan ini, oleh Barnet dalam Koentjaraningrat, disebut dengan inovasi. Perubahan dari luar terjadi karena adanya: (1) Difusi (diffusion), yakni persebaran unsur-unsur umum kebudayaan dari suatu masyarakat ke masyarakat lain di wilayah tertentu, baik melalui migrasi maupun komunikasi; (2) Pembauran (assimilation), yaitu suatu proses yang terjadi karena ada 44 Koentjaraningrat, 1984,

33 33 pertemuan secara intensif dan yang berlangsung relatif lama di antara mereka yang berlainan latar belakang ras, suku bangsa, golongan, dan kebudayaan; dan (3) Akulturasi (acculturation) adalah suatu pertemuan antara dua kebudayaan atau lebih yang satu sama lain amat berbeda kebudayaan. 45 Berkaitan dengan permasalahan yang hendak diteliti, yaitu akulturasi antara unsur budaya Jawa dan unsur Islam dalam iluminasi, maka selanjutnya hanya akan dibahas akulturasi saja. Penelitian mengenai gejala akulturasi, menurut Herskovits merupakan penelitian terhadap suatu kebudayaan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur dari kebudayaan asing yang berbeda sifatnya, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tadi lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri. 46 Dalam proses akulturasi selalu terjadi beberapa kemungkinan, yaitu unsur kebudayaan asing tersebut diterima atau ditolak oleh masyarakat setempat, atau unsur kebudayaan lokal tetap bertahan dan tidak berubah meskipun sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang baru. 47 Berkaitan dengan unsurunsur kebudayaan yang mudah berubah dan yang sukar berubah, Linton dalam Kodiran, mengemukakan konsep tentang perbedaan 45 Kodiran, 2000, Koentjaraningrat, 2007, Kodiran, 2000, 5.

34 34 antara bagian inti dari suatu kebudayaan (covert culture) dan bagian perwujudan lahirnya (overt culture). Bagian intinya adalah: (1) sistem nilai-nilai budaya; (2) keyakinan keagamaan; (3) adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat; dan (4) adat yang mempunyai fungsi yang terjaring dalam masyarakat. Sebaliknya, bagian lahir dari suatu kebudayaan adalah kebudayaan fisik, seperti alat dan benda yang berguna, ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi. 48 Unsur-unsur kebudayaan asing, menurut Merton dalam Koentjaraningrat, akan mudah diterima oleh suatu masyarakat jika memenuhi beberapa prinsip, yaitu: (1) principles of concreteness, dapat dilihat, didengar, dirasa, diraba, dan dinikmati; (2) principles of utility, berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup masyarakat; (3) principles of function, memiliki fungsi untuk menggantikan unsur-unsur kebudayaan yang ada; dan ditambahkan oleh Parson (4) principles of integration, dapat diintegrasikan ke dalam unsur-unsur kebudayaan setempat. 49 Namun, menurut Bruner dalam Kodiran, unsur-unsur kebudayaan lokal atau asli akan tetap bertahan sekalipun telah berkembang unsur-unsur kebudayaan yang baru. Hal itu terjadi karena unsur-unsur kebudayaan lokal sudah sejak dini diajarkan dan dibiasakan atau principles of early learning theory, seperti 48 Koentjaraningrat, 2007, Koentjaraningrat, 2007, 97.

35 35 sistem kepercayaan (belief system), pandangan hidup (world view), kebiasaan makan (eating habit), sistem kekerabatan (kinship system), dan sebagainya yang bersifat kejiwaan. 50 Akulturasi dapat menimbulkan bermacam-macam peristiwa budaya berupa: (1) penambahan unsur-unsur budaya baru; (2) perpaduan unsur-unsur kebudayaan dengan tidak menghilangkan jati diri kebudayaan masing-masing; (3) penghancuran kebudayaan lokal; (4) penolakan unsur-unsur kebudayaan asing; dan (5) keinginan untuk kembali kepada keaslian kebudayaan. 51 Begitu pula dengan adanya kontak (akulturasi) antara budaya Nusantara, khususnya budaya Jawa dengan Islam diyakini juga menimbulkan peristiwa-peristiwa budaya berupa penambahan unsur-usur Islam dalam budaya Jawa maupun perpaduan unsur-unsur budaya Jawa dan Islam. Namun akulturasi ini tidak sampai melenyapkan unsur-unsur budaya Jawa, karena unsur budaya Jawa yang tidak bertentangan dengan Islam tetap dipertahankan atau disesuaikan dengan Islam. 52 Hubungan antara budaya Jawa dengan Islam, menumbuhkan pola-pola yang khas dalam budaya Jawa. Islam 50 Kodiran, 2000, W. A. Haviland, Antropologi, terjemahan R. G. Soekardijo (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1988). Periksa juga: Julian H. Steward, Theory of Culture Change (London: University of Illinois Press, tt) 52 Abay Subarna, Unsur Estetika Dan Simbolik Pada Bangunan Islam, dalam Estetika dalam Edi Sedyawati, ed., Arkeologi Indonesia (Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, 1987).

36 36 memberi corak atau identitas pada budaya Jawa, yang tampak pada berbagai aspek kebudayaan, termasuk iluminasi. Corak atau identitas ini merupakan faktor yang sangat menentukan dan telah mempengaruhi bahasa dan sastra, serta segala bentuk seni. 53 Hubungan antara unsur-unsur budaya Jawa dan unsur-unsur Islam ini dapat digambarkan melalui bagan berikut: Unsur budaya Jawa pra-islam Unsur Islam Iluminasi Naskah Serat Ambiya Struktur Corak Fungsi Interaksi media dan makna Gambar 1. Akulturasi unsur budaya Jawa dan Islam pada Iluminasi Naskah Serat Ambiya, dibuat oleh M. Ibnan Syarif. Akulturasi antara unsur-unsur budaya Jawa pra-islam dan unsur-unsur Islam, terjadi dalam proses yang panjang atau dalam kurun waktu tertentu, atau pada periode tertentu. Oleh karena itu, untuk menjawab bagaimana proses akulturasi dalam iluminasi pada naskah Serat Ambiya berlangsung, maka digunakan teori sejarah. Teori sejarah digunakan untuk menjelaskan periode perkembangan iluminasi dan perubahanperubahan yang terjadi karena akulturasi, jiwa zamannya, alam 53 Seyyed Hossein Nasr, Falsafah Kesusasteraan dan Seni Halus (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa & Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1989), 79.

37 37 pemikiran penyalin atau penggubah naskah, serta latar sosiokultural lingkungan keraton atau tempat naskah dibuat. Burckhardt dalam Kuntowijoyo, menyatakan bahwa setiap detil yang kecil dan tunggal adalah simbol dari keseluruhan dan satuan yang lebih besar. Kebudayaan ialah sebuah kenyataan campuran, dan tugas sejarawan ialah mengkoordinasikan elemenelemen ke dalam gambaran umum, tetapi bukannya mensubordinasikannya semata kepada kaidah-kaidah hukum. Idealnya penulisan sejarah ialah seperti lukisan, yang memberikan gambaran utuh sekaligus detilnya. Namun, sejarawan yang menulis dengan kata, terikat dengan penuturan secara berurutan, sehingga komposisinya linear. Burckhardt berusaha melukiskan kesenian, agama, festival, negara, mitos, puisi, dan bentuk ekspresi kejiwaan lainnya dari kebudayaan ke dalam bagian yang berimbang dari kesatuan yang menyeluruh. Cara yang dipakai adalah dengan paralelisasi fakta-fakta, yaitu membandingkan untuk mencari persamaan dan perbedaan, sehingga antara faktafakta ditemukan kaitannya. Dari segi metodologis ada dua jenis penulisan sejarah kebudayaan, yaitu pendekatan sinkronis dan sistematis, dan memperluas bahan-bahan kajian sejarah kebudayaan dengan memberi gambaran tentang keseluruhan Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003),

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau 1 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau penyalinan naskah-naskah Jawa mengalami perkembangan pesat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan yang berupa bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis berupa naskah

Lebih terperinci

de Bruyne, Edgar, 1948, Philosophic van de Kunst, Antwerpen: Standaard Boekhandel. Dharsono, 2007, Budaya Nusantara: Kajian Konsep Mandala dan Konsep

de Bruyne, Edgar, 1948, Philosophic van de Kunst, Antwerpen: Standaard Boekhandel. Dharsono, 2007, Budaya Nusantara: Kajian Konsep Mandala dan Konsep 1 KEPUSTAKAAN Adisuwito, Nuning Damayanti, 2008, Karakter Visual dan Gaya Ilustrasi Naskah Lama di JawaPeriode 1800-1920 pada JurnalVisual Art & Design. ITB Vol. 2, No. 1. Barthes, Roland, 1981, Element

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX 1. Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk naskah, Saputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah-naskah Nusantara sangat beraneka ragam, yang isinya mengemukakan tentang kehidupan manusia misalnya, masalah politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,

Lebih terperinci

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang

ESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang ESTETIKA BENTUK Pengertian Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang Rasa keindahan itu akan muncul apabila terjalin perpaduan yang serasi dari elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di 11 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di Nusantara. Pada masa itu, proses reproduksi naskah dilakukan dengan cara disalin. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN Keragaman seni budaya bangsa Indonesia, diantaranya terlihat melalui produk kriya tradisional tersebar di berbagai daerah di Indonesia dengan karakter dan gaya seni masing-masing. Kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan gugusan pulau dan kepulauan yang memiliki beragam warisan budaya dari masa lampau. Kekayaan-kekayaan yang merupakan wujud dari aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB III KONSEP PERANCANGAN A. BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. itu dituangkan ke dalam rancangan-rancangan karya seni dalam jumlah yang tidak

BAB V PENUTUP. itu dituangkan ke dalam rancangan-rancangan karya seni dalam jumlah yang tidak BAB V PENUTUP Kesimpulan Karya seni merupakan perwujudan dari ide, imajinasi, kreatifitas diri, dan luapan emosi jiwa manusia yang dicapai melalui proses penciptaan karya seni. Tidak mudah bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koentjaraningrat mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sanksekerta budhayah yang berasal dari bentuk jamak kata budhi yang berarti budi dan akal. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno adalah benda budaya yang merekam informasi dan pengetahuan masyarakat lampau yang diturunkan secara turun temurun semenjak dulu sampai saat ini. Warisan

Lebih terperinci

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C0199012 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang wajib kita mensyukuri rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan yang tidak ternilai

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Tradisi dan Kebudayaan Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya.

Lebih terperinci

2014 SAJARAH CIJULANG

2014 SAJARAH CIJULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah kuno merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dalam bidang keberaksaraan yang telah dilindungi oleh UU RI No. 11 tahun 2010. Ungkapan warisan

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tumpuan serta puncak keagungan bangsa adalah berupa karya sastra lama. Nilai-nilai budaya suatu bangsa yang dalam kurun waktu tertentu sangat dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya. Salah satu budaya yang terdapat dalam masyarakat Jawa adalah budaya

Lebih terperinci

TINJAUAN BUKU. * Peneliti Islamic Manuscripts Unit (ILMU) PPIM UIN Syarif Hidayatullah

TINJAUAN BUKU. * Peneliti Islamic Manuscripts Unit (ILMU) PPIM UIN Syarif Hidayatullah TINJAUAN BUKU Fathurahman, Oman (Penyusun Utama), Aoyama, Toru (Penyunting Utama) (2010). Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee, Aceh Besar. Komunitas Bambu, TUFS Tokyo, PPIM UIN Jakarta, Manassa, PKPM Aceh,

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nusantara memiliki beberapa jenis kesusastraan yang diciptakan, berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Salah satu kesusastraan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Butir-butir mutiara kebudayaan Indonesia pada masa lampau sebagai warisan kebudayaan para leluhur antara lain terdapat di dalam berbagai cerita lisan, benda-benda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat membangkitkan

Lebih terperinci

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Program Strata 1 dalam Ilmu Sastra Indonesia Oleh: Ika Cahyaningrum A2A 008 057 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pengertian Seni Rupa. Prinsip - prinsip Seni

Pengertian Seni Rupa. Prinsip - prinsip Seni Pengertian Seni Rupa Secara sederhana, seni rupa adalah ungkapan ide atau perasaan yang estetis dan bermakna dari pembuatnya yang diwujudkan melalui media rupa yang bisa ditangka dan dirasakan dengan rabaan.

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura

PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura ABSTRAK DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK DALAM PENINGKATAN BELAJAR UKIR KAYU (Studi Kasus: Pada Sanggar Ukir Di Jepara)

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK DALAM PENINGKATAN BELAJAR UKIR KAYU (Studi Kasus: Pada Sanggar Ukir Di Jepara) FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK DALAM PENINGKATAN BELAJAR UKIR KAYU (Studi Kasus: Pada Sanggar Ukir Di Jepara) TESIS Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama, dan adat istiadat. Berbagai suku bangsa tersebut mewarisi kebudayaan yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra Indonesia terdiri dari karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan 305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI KELAS I KOMPETENSI INTI 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi SENI KRIYA Oleh: B Muria Zuhdi PENGERTIAN SENI KRIA Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan karakteristik yang di dalamnya mengandung muatan nilai estetik, simbolik,

Lebih terperinci

Unsur-unsur dan Prinsip-prinsip dasar Seni Rupa

Unsur-unsur dan Prinsip-prinsip dasar Seni Rupa Kegiatan Belajar 1 Unsur-unsur dan Prinsip-prinsip dasar Seni Rupa Seorang seniman atau desainer (perancang) mengolah unsur-unsur seni rupa sesuai dengan keahlian dan kepekaan yang dimilikinya dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui naskah kuna. Jenis isi dari naskah kuna sangat beragam. Jenis teks tersebut antara lain berisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

[PENGANTAR DESAIN GRAFIS T.I D3-UDINUS

[PENGANTAR DESAIN GRAFIS T.I D3-UDINUS KOMBINASI UNSUR-UNSUR DESAIN 1.Jenis Kombinasi Unsur Desain Dalam memilih dan memadukan sejumlah unsur desain, seorang desainer hanya memiliki 4 (empat) kemungkinan atau paduan yang dapat dilakukannya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton

BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton 387 BAB V KESIMPULAN 1. Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, lembaga formal, dan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filologi merupakan suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan (Baroroh-Baried,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU SEJARAH

PENGANTAR ILMU SEJARAH Resume Buku PENGANTAR ILMU SEJARAH Karya: Prof. Dr. Kuntowijoyo Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang meliputi Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, dan Kesultanan Asahan, salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuno merupakan salah satu warisan nenek moyang yang masih tersimpan dengan baik di beberapa perpustakaan daerah, seperti Perpustakaan Pura Pakualaman dan Museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karya seni adalah merupakan salah satu produk budaya suatu bangsa, dengan sendirinya akan berdasar pada kebhinekaan budaya yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan boneka tiruan rupa manusia yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggabungkan beberapa unsur seni. Wayang Golek

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia, sebagai salah satu identitas atau pembeda dari bangsa lain, selain sebagai bahasa persatuan juga berkedudukan sebagai bahasa negara dan sebagai

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn GAMBAR ORNAMEN Dwi Retno SA., M.Sn PENGERTIAN ORNAMEN berasal dari kata ORNARE (bahasa Latin) yang berarti menghias. juga berarti dekorasi atau hiasan sering disebut sebagai disain dekoratif atau disain

Lebih terperinci