BAB IV PENYELESAIAN KASUS ANGGOTA POLRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENYELESAIAN KASUS ANGGOTA POLRI"

Transkripsi

1 42 BAB IV PENYELESAIAN KASUS ANGGOTA POLRI Penyelesaian kasus terhadap anggota Polri yang selama ini dilaksanakan oleh Provos sebagai penegak hukum dan disiplin anggota Polri, diproses dengan melalui hukum disiplin Polri dan hukum pidana yang berkaitan dengan kasus pidana. Hal tersebut berdasarkan pada Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada pasal 29 yang menyatakan bahwa Polri tunduk pada peradilan umum di mana bunyi pasal tersebut menegaskan bahwa anggota Polri tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undanh-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena Polri merupakan orang sipil atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun dalam kenyataannya masih banyak kasus yang dilakukan anggota Polri diproses hanya sebatas pada hukum disiplin Polri saja. Penyelesaian tersebut membutuhkan peran dari Bidang Pembinaan Hukum untuk dapat lebih ditegakkan lagi pelaksanaan penerapan hukum terhadap anggota yang melanggar, sehingga penegakkan hukum pun dapat dijalankan dengan baik tidak hanya terhadap masyarakat pada umumnya tetapi juga pada pelaksana penegak hukumnya. Pada bab ini akan dibahas mengenai proses penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri yang dilakukan oleh Provos dan Bidang Pembinaan Hukum sehingga kita dapat mengetahui peran Bidang Pembinaan Hukum dan Provos dalam penyelesaian kasus yang dilakukan anggota Polri. 4.1 Proses Penanganan Proses penanganan pelanggaran dan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota Polri dilaksanakan melalui tahap-tahapan yang telah ditentukan. Selain itu penanganannya juga didasarkan kepada aturanaturan yang telah ada baik berupa undang-undang, maupun aturan-aturan lain yang dibuat oleh Polri yang dijadikan sebagai acuan pada proses penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan anggota Polri. 42

2 43 Peraturan dan kebijakan yang digunakan oleh Bidang Pembinaan Hukum dan Provos dalam melakukan penyelesaian kasus dan penerapan pasalnya berdasarkan pada Undang-Undang dan Peraturan Kapolri yang meliputi : a. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI b. UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. c. PP No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri d. PP No. 2 tahun 2003 tentang Perturan Disiplin Anggota Polri e. PP No. 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri f. Peraturan Kapolri No.Pol.: 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. 9. Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/42/IX/2004 tentang Atasan Yang Berhak Menjatuhkan Hukuman Disiplin Dilingkungan Kepolisian Negara RI, h. Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/43/IX/2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisia Negara RI, i. Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/44/IX/2004 Tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Kepolisian Negara RI. j. Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002 tentang Oganisasi Dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi Pada Tingkat Polda. k. Kep. Kapolri. No. Pol. : Kep/7/I/2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Kapolri No. Kep/54/X/2004. l. Surat Kadiv Binkum Polri No. Pol.: B/178/VII /2001 /KR /Divbinkum tertanggal 13 Juli 2004 perihal pendapat dan saran hukum atas rumusan pasal 21 PP No. 2 tahun 2003 m. Surat Kadiv Propam Polri No. Pol.: R/978/X/2007/Divpropam tertanggal 8 Oktober 2007 perihal penanganan masalah keluarga dan pelanggaran terhadap kehormatan wanita

3 44 Berdasarkan peraturan tersebut diatas di mana mengacu pada undangundang No. 2 tahun 2002 yang mengatur mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka proses penanganan pelanggaran /tindak pidana terhadap anggota Polri dapat dilihat dalam skema dibawah ini : Proses penanganan pelanggaran /tindak pidana anggota Polri Anggota Polri Ankum/Provos Bidbinkum Kapolda /pimp Eksternal/Peradilan Kasus BAP Minta saran BAP LAP Penjatuhan Hkm Sidang Disiplin Saran PU PU Gambar 2 Dari skema tersebut dapat diketahui bahwa kasus baik pelanggaran dan tindak pidana yang dilaporkan, ditemukan, dan tertangkap tangan akan di periksa oleh Provos untuk dibuatkan pemberkasan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan dan diserahkan kepada Ankum. Provos melakukan hal tersebut atas perintah Ankum sesuai dengan pasal 19 Peraturan Pemerintah No.2 tahun Berdasarkan pasal 21 Undang-undang No. 2 tahun 2002 dan Pasal 28 Kep. Kapolri No. Pol.: Kep/ 43 /X/2004 Ankum diharuskan untuk meminta saran dan pendapat hukum kepada fungsi pembina hukum dalam hal ini Bidang Pembinaan Hukum, setelah mendapatkan saran pendapat hukum, berkas perkara dikembalikan kepada Ankum /Provos, yang selanjutnya kewenangan untuk

4 45 dilaksanakan atau tidak sidang disiplin adalah keputusan dari Ankum. Apabila Ankum menghendaki untuk dilaksanakan sidang disiplin, maka Provos yang bertugas untuk melaksanakan sidang disiplin atas perintah Ankum. Sidang disiplin yang dilaksanakan akan menentukan hukuman disiplin bagi si pelaku. Hukuman disiplin tersebut sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 dan pasal 11 Kep/42/XI/2004 terdiri dari (1) teguran tertulis, (2) penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, (3) penundaan gaji berkala, (4) penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun, (5) mutasi yang bersifat demosi yaitu mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan, (6) pembebasan dari jabatan, (7) penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Penjatuhan hukuman disiplin tersebut diatas terdiri dari 7 (tujuh) jenis hukuman disiplin yang bisa dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif. Penjatuhan secara alternatif ialah penjatuhan hukuman disiplin hanya dikenakan satu jenis hukuman saja, sedangkan penjatuhan hukuman secara kumulatif adalah penjatuhan hukuman bisa lebih dari satu jenis hukuman disiplin. Pelaku yang telah menjalani hukuman disiplin tersebut, setelah selesai harus meminta rehabilitasi kepada Bidpropam dalam hal ini Kasi Rehab yang akan membantu dalam pemulihan nama baik dan memberikan keputusan pengakhiran hukuman yang nantinya dapat digunakan antara lain untuk mengikuti kenaikan pangkat, mengikuti pendidikan, untuk memperoleh jabatan Dasar penanganan tindak pidana dan pelanggaran disiplin Penanganan tindak pidana dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri secara umum berpedoman kepada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang secara khusus mengatur mengenai Polri. Sedangkan untuk penanganan kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

5 46 Secara teknis dalam pelaksanaan Undang-undang Bidbinkum dan Provos berpedoman kepada Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Polri. Adapun acuan yang mengatur penanganan kasus anggota yang digunakan sebagai pedoman bagi Bidang Pembinaan Hukum dan Provos sebagaimana tersebut diatas adalah sebagai berikut : a. KUHP Ketentuan sanksi pidana bagi pelaku atau setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum di Indonesia secara umum diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan pidana yang tidak terdapat dalam KUHP diatur dengan ketentuan perundang-undangan lain yang lebih khusus. Ketentuan yang terkait dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam pasal 285 (perkosaan), 287 dan 288(persetubuhan, pasal 289, pasal 290, pasal 291, pasal 293, pasal 294, dan pasal 295 (percabulan). Serta pasal 351 (penganiyaan) pasal 356 KUHP. b. UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang ini merupakan Lex Specialis Derogate Lex Generalis dimana undang-undang yang berlaku khusus akan mengalahkan undang-undang yang bersifat umum. Undang-undang ini muncul dengan pertimbangan karena banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Korban kekerasan kebanyakan adalah perempuan yang harus mendapat perlindungan dari negara agar terhindar dan terbebas dari kekerasan, atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Dengan pertimbangan tersebut maka diundangkan Undang-undang No. 23 tahun 2004 pada tanggal 22 September yang berasaskan pada penghormatan HAM, keadilan dan kesetaraan gender, non diskriminasi, dan perlindungan korban, serta bertujuan untuk (a) mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, (b) melindungi korban kekerasan dalam

6 47 rumah tangga, (c) menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, (d) memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Materi dari Undang-undang No. 23 tahun 2004 yang mengatur mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah sebagai berikut : Bab III mengatur tentang larangan kekerasan dalam rumah tangga, dimana pada Pasal 5 Undang-undang No. 23 tahun 2004 menyebutkan bahwa Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang yang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara (a) kekerasan fisik, (b) kekerasan psikis, (c) kekerasan seksual, atau (d) penelantaran keluarga. Bab IV mengatur tentang hak-hak korban, bab V mengatur tentang kewajiban pemerintah dan masyarakat yaitu pada : Pasal 11 disebutkan bahwa Pemerintah bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 15 disebutkan bahwa : Setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upayaupaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk : (a) mencegah berlangsungnya tindak pidana, (b) memberikan perlindungan kepada korban, (c) memberikan pertolongan darurat; dan (d) membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. Pada bab perlindungan pasal 18 menyatakan : Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan. Pasal 19 Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 20 Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang : (a) Identitas petugas untuk pengenalan kepada korban (b) Kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan; dan (c) Kewajiban Kepolisian untuk melindungi korban.

7 48 Berat ringannya hukuman dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga : 1. Perbuatan kekerasan fisik dipidana penjara 5 tahun, denda 15 juta Kekerasan fisik mengakibatkan jatuh sakit/luka dipidana 10 tahun, denda 30 juta Kekerasan fisik menyebabkan matinya korban dipidana 15 tahun, denda 45 juta Kekerasan fisik yang tidak menimbulkan penyakit atau hal-hal untuk menjalankan tugas dipidana 4 bulan, denda 5 juta 2. Perbuatan psikis dipidana 3 tahun, denda 9 juta Kekerasan psikis tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau mata pencahariannya sehari-hari dipidana 4 bulan, denda 3 juta. 3. Perbuatan Kekerasan seksual dipidana 12 tahun, denda 56 juta Memaksa orang yang menetap dirumahnya untuk melakukan hubungan seksual dipidana 4 tahun s/d 15 tahun, denda 12 juta s/d 300 juta Mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau tidak berfungsinya alat reproduksi dipidana 5 tahun s/d 20 tahun, denda 25 juta s/d 500 juta 4. Menelantarkan keluarga atau orang dalam lingkup keluarga di pidana 3 tahun, denda 15 juta. c. UU No. 2 tahun 2002 Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia ada karena Polri merupakan satu kesatuan yang utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga Polri merupakan Kepolisian Nasional. Lingkup Tugas Polri adalah (a) melaksanakan fungsi kepolisian umum baik yang mencakup dalam tataran bidang preemtif, preventif maupun represif, (b) Melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan koordinasi serta pengawasan terhadap penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berdasarkan undang-undang No. 8 tahun 1981 dan peraturan

8 49 perundang-undangan lain. (c) Membina dan mengawasi pelaksanaan fungsi kepolisian khusus yang diemban oleh alat/badan pemerintahan yang mempunyai kewenangan kepolisian terbatas berdasarkan undang-undang. (d) Membina kemampuan dan kekuatan serta pelaksanaan fungsi penertiban dan penyelamatan masyarakat dalam rangka mengemban sistem kamtibmas yang bersifat swakarsa. (e) melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh peraturan perundangundangan. Tugas-tugas kepolisian bersangkut paut dengan perlindungan terhadap hak dan kewajiban warga negara secara langsung dan bertanggungjawab secara hukum sehingga pelaksanaan tugas kepolisian dalam rangka penegakkan hukum harus memperhatikan asas : legalitas, kewajiban, partisipasi, preventif, dan subsidiaritas. Wewenang Polri sebagai penegak hukum berasal dari pemerintah bukan tanpa batas tetapi harus berdasarkan hukum untuk menjamin tertib hukum dan terbinanya ketentraman masyarakat. Lingkungan kuasa hukumnya berdasarkan pada : a. Lingkungan kuasa soal-soal yang berkaitan dengan hukum publik yang berhubungan dengan tugas Polri. b. Lingkungan kuasa orang yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi perorangan yang mengalami dan menjadi korban dalam tindak pidana. c. Lingkungan kuasa waktu yang berkaitan dengan kejadian tindak pidana yang dilakukan pada waktu tertentu d. Lingkungan kuasa tempat yang berkaitan dengan lingkungan tempat dimana kejadian tindak pidana terjadi didalam daerah hukumnya masing-masing. Lingkungan kuasa tersebut diatas termasuk dalam fungsi kepolisian secara umum yang berkaitan dengan kewenangan kepolisian berdasarkan undang-undang atau peraturan perundang-undangan. Pertanggungjawab anggota Polri berdasarkan tindakan dalam rangka melaksanakan wewenangnya harus dipandang sebagai tindakan pribadi sehingga

9 50 dipertangungjawabkan secara hukum disiplin, hukum perdata, hukum tata usaha negara, dan hukum pidana. Hal tersebut berkaitan dengan pasal 29 disebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum. Pertanggungjawaban Polri tersebut dirumuskan secara jelas dalam UU No. 2 tahun Pasal 5 mengatur mengenai larangan bagi anggota Polri dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Adapun larangan tersebut adalah : a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. Melakukan kegiatan politik praktis; c. Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; d. Bekerjasama dengan orang lain didalam atau diluar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara; e. Bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor /instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi; f. Memiliki saham/model dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya; g. Bertindak sebagai pelindung orang yang punya uang; h. Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang; i. Menjadi perantara/makelar perkara; j. Menelantarkan keluarga. Rumusan mengenai larangan bagi anggota Polri tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan tugas sebagai pemelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat menggambarkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan anggota Polri harus

10 51 menjaga kehormatan martabat negara dan Polri, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap perbuatan anggota Polri harus dipertanggungjawabkan secara individual karena antara tugas dan perbuatan individu saling berkaitan karena melekat dalam pribadi anggota Polri tersebut. Larangan bagi anggota Polri selain dicantumkan dalam UU No. 2 tahun 2002 juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah. Mengenai larangan dalam hubungannya dengan pelaksanaan tugas tercantum dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 antara lain dilarang : a. Membocorkan rahasia operasi Kepolisian; b. Meninggalkan wilayah tugas tanpa ijin pimpinan; c. Menghindarkan tanggungawab dinas; d. Menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi; e. Menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukkan baginya; i. Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi; j. Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani; k. Memanipulasi perkara; l. Membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan, dan atau kesatuan; n. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran material perkara; o. Melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan wewenangnya; p. Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani; q. Menyalahgunakan wewenang; r. Menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan; s. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan; t. Menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas ; v. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya;

11 52 Selain larangan yang ada, pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 menyebutkan bahwa anggota Polri dalam rangka membina kehidupan bernegara dan bermasyarakat wajib : a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah; b. mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan serta menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan kepentingan Negara; c. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; d. menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan dengan sebaikbaiknya; e. hormat-menghormati antar pemeluk agama; f. menjunjung tinggi hak asasi manusia; g. menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum; h. melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan dan/atau merugikan Negara/Pemerintah; i. bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat; j. berpakaian rapi dan pantas. Dalam rangka pelaksanaan tugas, anggota Polri berkewajiban sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 yaitu wajib : a. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat; b. memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat; c. menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

12 53 d. melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggungjawab; e. memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia; f. menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku g. bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap bawahannya; h. membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas ; i. memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahan; j. mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja; k. memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karier; l. menaati ketentuan jam kerja m. menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaikbaiknya; n. menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik. Penjelasan mengenai tugas, larangan dan kewajiban anggota Polri benarbenar melekat dalam diri pribadi anggota Polri dan telah diatur secara jelas didalam UU No. 2 tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003, dengan demikian Polri harus memahami sungguh-sungguh undang-undang dan peraturan khusus yang menyangkut dengan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga terhindar dari perbuatan yang dapat mencemarkan nama baik dan kehormatan dirinya dan kesatuan Polri. d. Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2003 Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 30 Undangundang No. 2 tahun 2002, di mana dalam peraturan pemerintah ini mengatur

13 54 mengenai pemberhentian anggota, baik Pemberhentian Dengan Hormat (PDH) maupun Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), dan batas usia pensiun. Pemberhentian Dengan Hormat (PDH) dilakukan apabila (1) mencapai batas usia pensiun, sebagaimana diatur dalam pasal 3 bahwa batas usia pensiun adalah 58 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 60 tahun bagi mereka yang mempunyai keahlian khusus, (2) pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas diatur dalam pasal 6, (3) tidak memenuhi syarat jasmani dan/atau rohani dimana anggota Polri tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai anggota Polri karena kesehatannya, dan menderita gangguan jiwa yang dapat membahayakan bagi dirinya dan lingkungan kerja serta organisasi, (4) gugur, tewas, meninggal dunia, atau hilang dalam tugas. Pemberhentian tidak dengan hormat dapat dilakukan apabila (1) melakukan tindak pidana dengan dipidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak layak lagi untuk dipertahankan dengan tetap berada dilingkungan Polri, (2) melakukan pelanggaran, (3) meninggalkan tugas atau hal lain. Pemberhentian anggota Polri dengan tidak hormat dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Repubik Indonesia. e. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 27 Undangundang No. 2 tahun Maksud dari peraturan pemerintah ini adalah untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pelanggaran peraturan disiplin meliputi ucapan, tulisan atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin yang berisi serangkaian norma untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota. Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 menyebutkan bahwa anggota yang melakukan pelanggaran disiplin akan dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan hukuman disiplin. Tindakan disiplin adalah serangkaian teguran lisan dan/atau tindakak fisik yang bersifat membina yang dijatuhkan

14 55 secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak menghukum kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sidang disiplin. Hukuman disiplin terdiri dari 7 (tujuh) macam yaitu (1) teguran tertulis, (2) penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, (3) penundaan gaji berkala, (4) penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun, (5) mutasi yang bersifat demosi yaitu mutasi yang tidak bersifat promosi jabatan, (6) pembebasan dari jabatan, (7) penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Tempat khusus yang dimaksud adalah dapat berupa markas, rumah kediaman, ruang tertentu, kapal, atau tempat yang ditunjuk oleh Ankum. Penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan pidana, di mana anggota yang melanggar atau melakukan tindak pidana, selain dijatuhi hukuman disiplin, proses pidananya pun berjalan sehingga tidak menghapuskan tuntutan pidana. Hukuman disiplin dapat dijatuhkan dengan melalui sidang disiplin yang merupakan kewenangan dari Ankum. Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saat diketahui pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat dijatuhkan oleh atasan langsung, atasan tidak langsung, dan anggota Provos sesuai lingkup tugas dan kewenangannya. Pelaksanaan sidang disiplin dapat dilaksanakan apabila Ankum telah meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembina hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 21 PP No. 2 tahun Sebelum meminta pendapat dan saran hukum, Ankum memerintahkan provos untuk melakukan pemeriksaan, dari hasil pemeriksaan tersebut dibuatlah berkas perkara untuk dimintakan pendapat dan saran hukum guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang disiplin. Pemeriksaan tersebut merupakan kewenangan dari pada Provos untuk membantu pimpinan, sehingga sidang disiplin dapat terselenggara dan putusan Ankum pun dapat dilaksanakan.

15 56 f. Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2003 Peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 29 Undangundang No. 2 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada peradilan umum. Anggota Polri dengan tunduk pada peradilan umum, maka proses peradilan pidana bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dilakukan hukum acara yang berlaku dilingkungan peradilan umum. Pimpinan satuan kerja dari tersangka, terdakwa atau terpidana dalam hal ini anggota Polri yang menjadi bawahan, pimpinan diharuskan untuk ikut memperlancar jalannya proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan. Polri sebagai penyidik sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana dilingkungan peradilan umum dalam hal ini pada satuan fungsi Reskrim untuk melakukan penyidikan tindak pidana umum dan penyidik pada satuan fungsi lalu lintas untuk kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas yang akan melakukan penyidikan terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana umum dan kecelakaan lalu lintas. Penuntutan terhadap terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilingkungan peradilan umum dilakukan oleh penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim peradilan umum sesuai dengan hukum acara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menjadi tersangka, terdakwa atau terpidana berhak untuk mendapat bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, dan pembinaan narapidana dilaksanakan dilembaga pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Disinilah Bidang Pembinaan Hukum berperan untuk memberikan bantuan hukum.

16 57 g. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : 7 tahun 2006 Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 34 ayat (3) Undang-undang No. 2 tahun Dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa Kode Etik Profesi Polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri. Fungsi kode etik Profesi Polri adalah sebagai pembimbing perilaku anggota Polri dalam menjalankan pengabdian profesinya dan sebagai pengawas hati nurani agar anggota Polri tidak melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan nilai nilai etis dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas profesi kepolisian yang dijalankan (Pudi Rahardi, 2007;149). Kode etik kepolisian ini dapat membantu mencegah tindakan yang tidak diinginkan karena kesadarannya terhadap kewenangan yang dimilikinya cukup besar serta untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan karena peraturan biasa tidak dapat melakukannya. Kode Etik Profesi Kepolisian adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan, dan etika dalam hubungan dengan masyarakat. Etika kepribadian dalam pasal 1 angka 6 adalah sikap moral anggota Polri terhadap profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama. Etika pengabdian merupakan norma yang menjadi pedoman dalam bertindak, bertingkah laku sesuai dengan moral dari individu. Berhubungan dengan etika kepribadian pada pasal 3 Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006 disebutkan : Dalam Etika kepribadian setiap anggota Polri wajib : (a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa. (b). Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dari dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa. (c) Melaksanakan tugas

17 58 kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karena kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya. Ketiga hal tersebut diatas merupakan suatu keharusan untuk dapat mempunyai kepribadian yang baik dan bertanggungjawab terhadap tugas yang diembannya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Etika kenegaraan adalah sikap moral anggota Polri yang menjunjung tinggi landasan ideologis dan konstitusional Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 7. Etika kenegaraan merupakan komitmen untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ideologi dan konstitusional serta menjaga keamanan dan ketertiban untuk keselamatan warga negara Indonesia. Anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya harus mendahulukan kepentingan dan kehormatan bangsa dan negara dengan menunjukkan sikap yang sopan dan ramah sehingga dapat tercipta kerjasama yang baik dengan siapapun demi lancarnya dan berhasil dalam pelaksanaan tugas. Etika kelembagaan adalah sikap moral anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 8. Etika kelembagaan merupakan kesepakatan secara moral anggota Polri untuk menjalankan profesinya. Di mana pada pasal 5 diwajibkan untuk : (a) menjaga citra dan kehormatan lembaga Polri (b) menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi lembaga Polri yang dituntun oleh asas pelayanan serta didukung oleh pengetahuan dan keahlian; (b) Memperlakukan sesama anggota sebagai subyek yang bermartabat yang ditandai oleh pengakuan akan hak dan kewajiban yang sama. (c) Mengemban semangat kebersamaan serta saling mendorong untuk meningkatkan kinerja pelayanan pada kepentingan umum.

18 59 (d) Meningkatkan kemampuan demi profesionalisme kepolisian. Selanjutnya dalam pasal 6 Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006 disebutkan bahwa Anggota Polri dalam menggunakan kewenangannya wajib berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta nilai kemanusiaan. Nilai moral yang terkandung dalam pasal 6 tersebut mewajibkan bagi setiap anggota Polri untuk mengedepankan hukum dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian, sehingga hukum harus dijunjung tinggi dalam setiap tindakan baik yang dilakukan oleh perorangan, lembaga, dan pejabat negara sebagaimana dalam konsep supremasi hukum. Etika dalam hubungan dengan masyarakat adalah sikap moral anggota Polri yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 9. Anggota Polri dalam setiap tugas dan kewajibannya selalu berhubungan dengan masyarakat, untuk itu perlu menjaga keharmonisan dalam kehidupan didalam masyarakat dengan menghindari terjadinya persoalan-persoalan yang dapat meretakkan hubungan dengan masyarakat. Dalam Pasal 10 Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006 disebutkan bahwa Dalam etika hubungan dengan masyarakat maka anggota Polri wajib : (a) Menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia, (b) Menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga negara (c) Menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat. (d) Menegakkan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman publik (e) Meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat (f) Melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar dinas.

19 60 Nilai yang terkandung dalam pasal tersebut merupakan pedoman bagi setiap anggota Polri untuk melaksanakan tugas sebagai penegak hukum dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, yang nantinya dapat memberikan rasa aman tentram bagi anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi yang berhubungan dengan penegakkan hukum. h. Keputusan Kapolri No. Pol. : 42/IX/2004 tentang Atasan Yang Berhak Menjatuhkan Hukuman Disiplin Dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kapolri tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 16 Peraturan Disiplin Anggota Polri yang mengatur pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin. Pasal 1 menyebutkan bahwa Dalam Keputusan Kapolri ini yang dimaksud dengan ; (1) Atasan adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut anggota Polri dan/atau PNS, yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi daripada anggota Polri yag dipimpinnya. (2) Atasan Langsung adalah anggota Polri dan/atau PNS, yang karena jabatannya secara struktural mempunyai wewenang langsung terhadap bawahannya. (3) Atasan tidak langsung adalah anggota Polri dan/atau PNS, yang karena pangkat atau jabatannya lebih tinggi dan tidak mempunyai wewenang langsung terhadap bawahannya. (4) Bawahan adalah setiap anggota Polri yang karena pangkat dan / atau jabatannya lebih rendah dari atasannya. (5) Atasan yang berhak menghukum (Ankum) adalah atasan yang karena jabatannya diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahan yang dipimpinnya. (6) Ankum yang berwenang penuh adalah Ankum yang mempunyai wewenang menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin

20 61 (7) Ankum berwenang terbatas Ankum yang mempunyai wewenang menjatuhkan sebagian hukuman disiplin. (8) Ankum berwenang sangat terbatas Ankum yang mempunyai wewenang menjatuhkan hukuman disiplin berupa teguran tertulis. (9) Atasan Ankum adalah atasan langsung dari Ankum secara berjenjang sesuai dengan struktur organisasi Polri. Atasan yang berhak menghukum berwenang penuh mempunyai wewenang menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin berupa (a) teguran tertulis; (b) Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; (c) Penundaan kenaikan gaji berkala; (d) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; (e) Mutasi yang bersifat demosi; (f) Pembebasan dari jabatan; (g) Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari; (h) Memberikan hukuman yang diperberat dengan tambahan maksimal 7 (tujuh) hari ditempat khusus. Atasan yang berhak menghukum berwenang terbatas mempunyai wewenang menjatuhkan sebagian hukuman disiplin berupa teguran tertulis dan penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, yang diberikan kepada anggota Perwira Pertama, Bintara, dan Tamtama yang berada dibawah pimpinannya. Atasan yang berhak menghukum berwenang sangat terbatas hanya berhak memberikan hukuman disiplin berupa teguran tertulis kepada Bintara dan Tamtama yang berada dibawah pimpinannya. Pelaksanaan sidang disiplin oleh Atasan yang berhak menghukum berwenang terbatas dan Atasan yang berhak menghukum berwenang sangat terbatas didasarkan atas perintah Atasan yang berhak menghukum penuh. Pelaksanaan hukuman oleh terhukum dari hasil sidang disiplin apabila terhukum merasa tidak puas atas hukuman yang dijatuhkan kepadanya, maka dapat mengajukan keberatan kepada Atasan Ankum. Atasan Ankum dalam pasal 19 Keputusan Kapolri No. Pol. 42/X/2004 mempunyai tugas untuk : (a) Menerima pengajuan keberatan Terhukum melalui Atasan yang berhak menghukum

21 62 (b) (c) (d) (e) (f) Menerima atau menolak seluruh atau sebagian keberatan yang diajuan oleh Terhukum Menunda pelaksanaan hukuman sehubungan dengan adanya pengajuan keberatan dari Terhukum atas putusan hukuman yang dijatuhkan oleh Ankum. Memeriksa dan memutus atas pengajuan keberatan yang diajukan oleh Terhukum yang mengajukan keberatan Menyampaikan putusan atasan Atasan yang berhak menghukum kepada Terhukum yang mengajukan keberatan Menanyakan dan/atau menegur Atasan yang berhak menghukum yang tidak menangani pelanggaran disiplin bawahannya dan apabila diperlukan wajib mengambil alih penyelesaian perkaranya selaku Atasan yang berhak menghukum sampai dengan putusan sidang disiplin. i. Keputusan Kapolri No.Pol.: 43/IX/2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kapolri tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyelesaian terhadap kasus-kasus anggota yang melakukan pelanggaran disiplin bertujuan untuk mewujudkan integritas disiplin, dan tercapainya kepastian hukum dalam rangka pemeliharaan disiplin dan penegakkan hukum disiplin dilingkungan Polri. Penyelesaian pelanggaran disiplin menurut pasal 3 Kep 43/IX/2004 bersifat tetap dan melekat pada Atasan yang berhak menghukum, dan Atasan yang berhak menghukum berwenang memerintahkan Provos atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran disiplin oleh anggota Polri, di mana pemeriksaan perkara pelanggaran disiplin didasarkan atas adanya laporan, tertangkap tangan dan temuan oleh petugas yang kemudian ditindak lanjuti

22 63 dengan pemanggilan terperiksa dan saksi, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, (BAP) dan pemeriksaan saksi ahli. Bentuk penyelesaian pelanggaran disiplin dapat berupa (1) tindakan disiplin yaitu serangkaian teguran lisan dan/atau tindakan phisik yang bersifat membina yang dijatuhkan secara langsung kepada anggota Polri, dan (2) hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak menghukum kepada anggota Polri melalui sidang disiplin. Jenis hukuman disiplin sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003, pasal 11 Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/42/X/2004, dan pasal 14 Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/43/X/2004 berupa (a) teguran tertulis; (b) Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; (c) Penundaan kenaikan gaji berkala; (d) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; (e) Mutasi yang bersifat demosi; (f) Pembebasan dari jabatan; (g) Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Penyelesaian perkara pelanggaran disiplin yang merupakan proses penanganan perkara disiplin oleh Provos atau pejabat yang berwenang atas pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Polri, sampai memperoleh keputusan hukuman disiplin yang berkekuatan tetap, menurut pasal 17 Kep/43/IX/2004 dilaksanakan melalui tahapan berupa (a) penerimaan laporan, (b) pemeriksaan, (c) pemeriksaan dalam sidang disiplin, (d) penjatuhan hukuman, (e) pelaksanaan hukuman, (f) pencatatan dalam data personil perseorangan. Penentuan penyelesaian pelanggaran disiplin selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima berkas perkara pelanggaran dari Provos dan telah meminta pendapat hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum, maka dapat dilaksanakan sidang disiplin. j. Surat Kadiv Binkum Polri Berdasarkan surat Kadiv Binkum Polri No. Pol.: B/178/VII/2001/KR/Divbinkum tertanggal 13 Juli 2004 perihal pendapat dan saran hukum atas rumusan pasal 21 PP No. 2 tahun 2003 yang intinya bahwa

23 64 berdasarkan pada pasal 20 dan pasal 21 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 bahwa penyelenggaraan sidang disiplin adalah wewenang Atasan yang berhak menghukum, dan sebelum dilaksanakan sidang disiplin disyaratkan untuk meminta saran pendapat kepada fungsi pembina hukum Polri, maka Ankum harus meminta saran pendapat kepada fungsi hukum yaitu Bidbinkum dilingkungan kewilayahan. Pemberian saran pendapat hukum terbatas pada perlu tidaknya dilakukan sidang disiplin, dan tidak boleh memasukkan pendapat pendapat lain seperti menentukan terbukti atau tidaknya pelanggaran disiplin yang dipersangkakan, jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan, atau hal-hal lain yang bersifat memberatkan atau meringankan bagi anggota Polri yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. Perlu tidak diselenggarakan sidang disiplin yang disampaikan oleh satuan pembina hukum hanya bersifat pertimbangan, jadi tidak mempengaruhi atasan yang berhak menghukum untuk menyelenggarakan atau tidak menyelenggarakan sidang disiplin. k. Surat Kadiv Propam Polri Berdasarkan surat Kadiv Propam Polri No. Pol.: R/978/X/2007/Divpropam tertanggal 8 Oktober 2007 perihal penanganan masalah keluarga dan pelanggaran terhadap kehormatan wanita bahwa untuk penjatuhan hukuman terhadap penanganan kasus kasus menelantarkan keluarga atau pelanggaran terhadap wanita masih dirasa tidak membuat efek jera terhadap pelaku dan tidak menimbulkan rasa keadilan bagi korban, dan banyaknya pengaduan, maka terhadap anggota yang melakukan pelanggaran tersebut untuk diberikan hukuman yang lebih berat (PTDH). Namun dalam memberikan hukuman yang berat harus memperhatikan rasa keadilan agar perbuatan tersebut tidak diikuti atau ditiru oleh anggota yang lain.

24 Peran Bidbinkum dalam proses penyelesaian kasus Bidang Pembinaan Hukum merupakan salah satu organisasi Polri yang mempunyai peran penting dalam pembinaan hukum anggota Polri guna mendukung pelaksanaan tugas sebagai penegak hukum. Pembinaan hukum sangat dibutuhkan dalam hal pemahaman undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban sebagai aparat negara yang mempuyai tugas pokok memelihara kamtibmas, penegak hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas pokok yang diemban anggota Polri mempunyai konsekwensi yang sungguh berat, di mana Bidang Pembinaan Hukum dituntut perannya sebagai pembina hukum ditingkat kewilayahan (Polda) guna mendukung dalam pelaksanaan tugas Polri tersebut diatas. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status tertentu, sedangkan status adalah kedudukan seseorang dalam sekelompok atau kedudukan kelompok dalam kaitannya dengan kelompok lain. Dikaitkan dengan Bidang Pembinaan Hukum, maka peran adalah perilaku yang diharapkan dari Bidang Pembinaan Hukum yang mempunyai kedudukan sebagai pengemban fungsi pembinaan hukum dilingkungan Polri diharapkan mempunyai kegiatan yang dapat mendukung pelaksanaan tugas sehari-hari. Dilihat dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia yang kemudian ada perubahan atas keputusan tersebut dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 di mana didalamnya diatur mengenai tugas pokok Bidbinkum adalah : a. Membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan hukum dan HAM yang meliputi bantuan dan nasehat hukum, penerapan dan penyuluhan hukum dan turut serta dalam pembinaan hukum/peraturan Daerah. b. Menyelenggarakan fungsi : 1). Pembinaan fungsi Binkum dalam lingkup Polda

25 66 2). Penyelenggaraan bantuan dan nasehat hukum serta penerapan dan penyuluhan hukum HAM 3). Pemberian nasehat dan pertimbangan hukum berkenaan dengan masalah-masalah hukum dalam pelaksanaan tugas polri, termasuk pemberian nasehat dan bantuan hukum terhadap anggota dan keluarganya termasuk pengemban fungsi Kepolisian lainnya. Disamping tugas pokok yang diembannya, Bidang Pembinaan Hukum mempunyai wewenang dalam membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan hukum dan HAM yang meliputi bantuan dan nasehat hukum, penerapan dan penyuluhan hukum dan turut serta dalam pembinaan hukum/peraturan daerah termasuk pemberian nasehat dan bantuan hukum terhadap anggota dan keluarganya serta pengemban fungsi Kepolisian lainnya. Berdasarkan keterangan Kasubbid Rapluhkum (Kepala Sub Bidang Penerapan dan Penyuluhan Hukum) AKBP S, SH yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang Bidbinkum terwujud dengan memberikan pembinaan hukum melalui penyuluhan dan penerapan, bantuan dan nasehat hukum, baik kepada anggota, kesatuan dan keluarga besar Polri sesuai dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 yang kemudian ada perubahan atas keputusan tersebut dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/07/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 yang didalamnya mengatur tugas pokok Bidang Pembinaan Hukum yang kemudian dibuatlah penjabaran tugas masingmasing sub bidang pada masa kepemimpinan Kabid Binkum tahun 2004 oleh Kombes Pol. J.M Simatupang, SH, Penjabaran tugas dan wewenang Bidang Pembinaan hukum tersebut dimaksudkan agar dapat terlaksana dengan baik, lebih mudah dan dapat dipahami oleh pengemban fungsi Bidang Pembinaan Hukum sendiri. Sehingga anggota Bidang Pembinaan Hukum sendiri punya kesadaran untuk meningkatkan kemampuannya. Peran dan fungsi dari Bidang Pembinaan Hukum dilaksanakan oleh 2 (dua) sub bidang yaitu Sub Bidang Penerapan dan Penyuluhan Hukum

26 67 (Rapluhkum) dan Sub Bidang Bantuan dan Nasehat Hukum (Banhatkum). Kedua sub bidang tersebut berdasarkan penjabaran dari Kep/54/X/2002 mempunyai tugas : a. Menyelenggarakan penelitian peraturan perundang-undangan b. Menyelenggarakan penelitian pelaksanaan tugas riil Bidang Pembinaan Hukum dilapangan dalam rangka mencari dan menemukan serta pemenuhan kebutuhan bagi pelaksanaan tugas Polri. c. Merumuskan permasalahan-permasalahan dibidang penerapan hukum d. Merumuskan sistem, metode, program dan sasaran dibidang penerapan hukum. e. Menyelenggarakan dan melaksanakan sidang disiplin dan kode etik Polri f. Merumuskan kebijaksanaan dan strategi Kapolda Jateng dibidang penerapan hukum g. Menyelenggarakan dan melaksanakan pertemuan-pertemuan ilmiah dibidang hukum j. Menyelenggarakan sistem pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi dibidang penerapan hukum. Berdasarkan penjabaran tugas dari tugas pokoknya, masing-masing bidang mempunyai ke khususan dalam pelaksanaan tugasnya. Fokus dari pada bidang Penerapan Hukum antara lain adalah : a. Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum b. Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas penerapan hukum c. Menyelenggarakan dan melaksanakan koordinasi untuk kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang penerapan hukum. d. Menyelenggarakan sistem pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi dibidang penerapan hukum.

27 68 Fokus dari pada bidang Penyuluhan Hukum antara lain adalah : a. Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum b. Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas penyuluhan dan penerapan hukum c. menyelenggarakan dan melaksanakan koordinasi untuk kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang penyuluhan hukum. d. Menyelenggarakan sistem pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi dibidang penyuluhan hukum. Fokus dari pada bidang Bantuan Hukum antara lain adalah : a. Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum b. Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas pemberian bantuan hukum c. menyelenggarakan dan melaksanakan koordinasi untuk kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang pemberian bantuan hukum. d. Menyelenggarakan sistem pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi dibidang pemberian bantuan hukum. Fokus dari pada bidang Pemberian Nasehat hukum antara lain adalah : a. Menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan tugas Polri berkaitan dengan penegakkan hukum b. Memberikan pendapat dan saran kepada pimpinan dalam rangka keberhasilan tugas bantuan hukum c. menyelenggarakan dan melaksanakan koordinasi untuk kepentingan dan keberhasilan tugasnya dibidang penerapan hukum. d. Menyelenggarakan sistem pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi dibidang pemberian nasehat hukum.

28 69 Menurut Kompol M,SH anggota Banhatkum (Bantuan dan Nasehat Hukum) menyatakan bahwa banyak anggota Polri dan isteri maupun orang umum yang meminta bantuan dan konsultasi mengenai masalah yang mereka hadapi baik mengenai kasus perdata, maupun pidana. Mengenai kasus keluarga yang terjadi, bagi anggota Polri adalah masalah perceraian, melakukan perbuatan layaknya suami isteri diluar nikah, dan ditinggalkan suami tanpa diberi nafkah. Melihat dari banyaknya kasus yang masuk ke Bidang Pembinaan Hukum dan banyaknya anggota, keluarga Polri yang meminta bantuan baik sebagai penasehat hukum atau sebatas konsultasi maka dilakukanlah penyuluhan hukum ke wilayah sebagaimana disampaikan oleh AKBP S,SH bahwa peran Bidang Pembinaan Hukum ke wilayah untuk bidang Rapluhkum yaitu melakukan penyuluhan ke wilayah mulai dari Polwil sampai dengan Polres secara bergilir. Materi penyuluhan berupa ; a. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, b. UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. c. PP No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri d. PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan disiplin Anggota Polri e. PP No. 3 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Polri f. Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. g. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Profesi Polri h. Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/42/IX/2004 tentang Atasan yang berhak menjatuhkan hukuman disiplin dilingkungan Kepolisian Negara RI, i. Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/43/IX/2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI,

29 70 j. Kep. Kapolri No. Pol. : Kep/44/IX/2004 tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Kepolisian Negara RI. k. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Di Lingkungan Polri l. Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. m. HAM bagi anggota Polri Mengapa materi tersebut yang selalu diberikan, menurut Kasubbid Rapluhkum dimaksudkan untuk menyegarkan ingatan bahwa tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas sehari-hari diatur dengan peraturan. Sedangkan undangundang No. 23 tahun 2004 ditujukan agar anggota Polri tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga, terutama bagi ibu-ibu Bhayangkari dengan mengetahui dan memahami undang-undang tersebut, apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga tahu apa yang harus dilakukan. Bidang penerapan hukum dalam kegiatan sehari-hari adalah memberikan saran pendapat hukum baik yang diminta dari wilayah maupun Kapolda. Menurut Kasubbid Rapluhkum untuk pemberian saran pendapat yang diminta oleh Ankum guna penyelesaian kasus, Bidbinkum hanya melihat dan mempelajari dari kasus yang masuk sudah berupa (1) Berkas Perkara Pelanggaran Disiplin (BPPD) yang sudah jadi dan siap untuk dilaksanakan sidang disiplin, (2) Daftar Pemeriksaan Perkara (DPP) dimana kasus yang ada sudah terdaftar dalam buku pelanggaran disiplin tetapi belum tentu dilaksanakan sidang disiplin tetapi hanya tindakan disiplin. Berkas yang dimintakan pendapat hukum ditujukan kepada Kapolda U.p Bidang Pembinaan Hukum tembusan kepada Kapolda, Irwasda, Propam, dan Kapolwil. Berkas yang ada kemudian masuk pada Kabid Binkum dan dilanjutkan sesuai disposisi Kabid yaitu ke bidang Rapluhkum. Anggota Rapluhkum yang terbatas dengan 1 Perwira berpangkat AKP, dan 4 orang PNS yang dituntut untuk mengerjakan dalam waktu tiga (3) hari selesai. Hal tersebut merupakan tugas berat agar berkas beserta pendapat hukum siap dikirimkan kembali ke wilayah

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang peranan Bidang Pembinaan Hukum Polda Jawa Tengah terhadap Provos dalam menangani tindak pidana kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Hsl Rpt (12) Tgl 19-05-06 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III ORGANISASI POLDA JAWA TENGAH

BAB III ORGANISASI POLDA JAWA TENGAH 33 BAB III ORGANISASI POLDA JAWA TENGAH 3.1 Organisasi Polda Jawa Tengah Sesuai dengan keputusan Kapolri No. Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI SATPAM

ETIKA PROFESI SATPAM SECURITY SERVICES ETIKA PROFESI SATPAM ABU SAKKIR NRG. 19 07 003651 PENGERTIAN KODE ETIK PROFESI Yang disebut kode etik adalah kumpulan dari etika, sedangkan etika adalah pernyataan tentang apa apa yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH RIAU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHH RIAU 2011 VISI Menjadikan Universitas Muhammadiyah Riau sebagai lembaga pendidikan tinggi yang bermarwah dan bermartabat dalam

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 1. Karyawan adalah setiap pegawai IKIP Veteran Semarang baik sebagai tenaga administrasi maupun tenaga penunjang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN PROGRAM I-MHERE INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN Kode Etik dan Peraturan Disiplin Pegawai Universitas Negeri Makassar Dokumen

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN PROGRAM I-MHERE INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN Kode Etik dan Peraturan Disiplin Dosen Universitas Negeri Makassar Dokumen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1180/H5.1.R/SK/SDM/2008 Tentang Kode Etik dan Peraturan Disiplin Pegawai Universitas Sumatera

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1180/H5.1.R/SK/SDM/2008 Tentang Kode Etik dan Peraturan Disiplin Pegawai Universitas Sumatera i KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NOMOR: 1180/H5.1.R/SK/SDM/2008 TENTANG KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010

SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 1 SOSIALISASI PP 53 TAHUN 2010 Latar Belakang : Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 disusun dalam rangka menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil BAB III POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN 1990 1. Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 mengatur tentang perubahan atas PP No. 10 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID KEPUTUSAN KETUA STT NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO NOMOR : NJ-T06/0204/A.1.1/08-2011 TENTANG PEDOMAN ETIKA DOSEN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. Kode Etik. Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

No. Dok. : PD II/DI/004/AKBID YLPP KODE ETIK PEGAWAI AKADEMI KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO JL. K.H. WAHID HASYIM NO. 274 A PURWOKERTO

No. Dok. : PD II/DI/004/AKBID YLPP KODE ETIK PEGAWAI AKADEMI KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO JL. K.H. WAHID HASYIM NO. 274 A PURWOKERTO No. Dok. : PD II/DI/004/AKBID YLPP KODE ETIK PEGAWAI AKADEMI KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO JL. K.H. WAHID HASYIM NO. 274 A PURWOKERTO Halaman 1 dari 15 KEPUTUSAN DIREKTUR AKADEMI KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA u PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 SALINAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.156, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kode Etik. Disiplin Kerja. PNS PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1230, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Perilaku. Kode Etik. Jaksa. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER 014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP.05.02 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas No.605, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. Pegawai Pemasyarakatan. Majelis Kehormatan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, 1 SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 7 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Polri Melaksanakan tugas penegak hukum dapat terjadi Polisi melaksanakan pelanggaran HAM yang sebenarnya harus ditegakkan. Selama pelaksanaan tugas penegakan

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG Pengundangan PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG - 1 - BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi No.1388, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BIN. Kode Etik Intelijen. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK INTELIJEN NEGARA DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1179/H5.1.R/SK/SDM/2008 Tentang Kode Etik dan Peraturan Disiplin Dosen Universitas Sumatera

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1179/H5.1.R/SK/SDM/2008 Tentang Kode Etik dan Peraturan Disiplin Dosen Universitas Sumatera i KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NOMOR: 1179/H5.1.R/SK/SDM/2008 TENTANG KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN DOSEN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum

Lebih terperinci

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : WALIKOTA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci