STATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN"

Transkripsi

1 STATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN BAGIAN ANALISA APBN, SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI

2 STATUS KEKAYAAN NEGARA PADA BUMN Abstraksi Kinerja BUMN dalam dua tahun terakhir tidak menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, termasuk BUMN yang memiliki tugas pelayanan publik (Public Service Obligation = PSO). Hal tersebut disayangkan karena dikhawatirkan semakin menjadi justifikasi untuk melanjutkan privatisasi yang sedang gencar dilakukan saat ini. Terlepas dari berbagai kelemahan dalam optimalisasi peran BUMN sebagai agent of growth, ada beberapa masalah penting yang harus segera diselesaikan, antara lain penetapan status bantuan modal pemerintah pada BUMN. Temuan BPK atas LKPP tahun 2005 menyebutkan bahwa terdapat Rp 35,6 triliun kekayaan negara di BUMN yang belum ditetapkan statusnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa terdapat kekayaan negara yang tidak berstatus sehingga pada akhirnya membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekayaan negara. Paper ini bertujuan untuk mengetahui mengapa pada tahun anggaran 2005 masih banyak bantuan pemerintah untuk BUMN yang belum jelas statusnya hingga tahun anggaran berakhir, dan apakah implikasi atau akibat dari keterlambatan penetapan status tersebut. Paper ini menyimpulkan bahwa dalam Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN maupun Peraturan pemerintah No. 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas tidak diatur jangka waktu toleransi bagi Menteri Keuangan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah atas bantuan yang diberikannya kepada BUMN. Akibatnya banyak bantuan pemerintah pada BUMN yang menjadi tidak jelas statusnya. Hal tersebut berimplikasi pada tidak tercatatnya bantuan pemerintah sebagai ekuitas dan akhirnya tidak tercatat juga sebagai penyertaan modal negara. Penggunaan bantuan pemerintah kepada BUMN yang tidak jelas statusnya tersebut sangat rawan dengan penyalahgunaan dan manipulasi dana. Lebih jauh, ketidakjelasan ini dapat menyebabkan hilangnya kekayaan negara. 1

3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BUMN dituntut dapat meningkatkan kualitas produk dan layanannya untuk melaksanakan fungsi layanan masyarakat. Meski demikian tidak seharusnya dianggap sebuah kewajaran bila banyak BUMN yang mengalami kerugian dan harus selalu dibantu dengan dana APBN. Kinerja BUMN yang terus merosot termasuk BUMN yang memiliki tugas pelayanan publik (Public Service Obligation = PSO) sangat disayangkan karena dikhawatirkan semakin menjadi justifikasi untuk melanjutkan privatisasi yang sedang gencar dilakukan saat ini. Memang, bila dilihat dalam dua tahun terakhir ini, kinerja sejumlah BUMN tidak menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Berikut kinerja BUMN disajikan dalam tabel. Tabel 1. Kinerja BUMN Tahun (non financial) Jml Tenaga Jml Keuntungan Kerugian Tahun Kerja BUMN (triliun Rp) (triliun Rp) (orang) Sumber : Harian Suara Karya, 16 Desember 2006 Kerugian BUMN pada tahun 2004 berasal dari 31 BUMN sedangkan kerugian pada periode tahun 2005 berasal dari 35 BUMN. Dengan alasan kontribusi dividen BUMN terhadap pendapatan negara yang semakin menurun, pemerintah berniat akan melangsingkan jumlah BUMN menjadi hanya 25 BUMN pada tahun 2015 melalui penggabungan (merger) maupun dijual (privatisasi). Langkah yang diambil pemerintah tersebut sebenarnya tidak terlepas dari ukuran kinerja yang digunakan untuk menilai efisiensi kerja BUMN. Ukuran 2

4 kinerja yang digunakan hingga saat ini cenderung bersifat kapitalistik karena hanya sebatas pada ukuran keuangan. Penilaian kinerja dengan menggunakan ukuran keuangan dinilai missleading oleh berbagai kalangan, karena ukuran ini hanya mengandalkan laporan keuangan BUMN yang sangat mungkin direkayasa. Penggunaan ukuran kinerja yang bersifat kapitalistik ini juga bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang diusung oleh pasal 33 Undangundang Dasar Jika kita berpegang pada pasal tersebut, maka seharusnya penyelenggaraan perekonomian Indonesia harus berdasarkan pada demokrasi ekonomi. Dengan demikian ukuran kinerja yang seharusnya digunakan dalam menilai kerja BUMN pun hendaknya lebih mengedepankan kepentingan rakyat dan tidak hanya melihat jumlah dividen yang disumbangkan BUMN kepada negara serta tidak sekedar membandingkan keuntungan dengan tingkat suku bunga bank. Ukuran kinerja BUMN juga harus mempertimbangkan tugas BUMN yang sebagian besar masih sebagai PSO. Dengan paradigma tersebut maka strategi peningkatan kinerja BUMN bisa dilakukan tidak harus dengan privatisasi tetapi juga dengan berbagai strategi lain. Meskipun pada akhirnya privatisasi menjadi pilihan, maka privatisasi tersebut harus dilakukan secara teliti. Privatisasi juga tidak dilakukan pada BUMN-BUMN yang mempunyai tugas sebagai PSO dan tidak bergerak pada sektor strategis. Terhadap BUMN-BUMN yang mempunyai fungsi PSO dan memiliki kepentingan nasional privatisasi harus menjadi pilihan akhir, karena BUMN-BUMN tersebut sangat dibutuhkan untuk memenuhi hak rakyat. Dengan kata lain, privatisasi semestinya tidak dinilai sebagai satusatunya jalan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi BUMN. Apabila ini terjadi maka strategi privatisasi sangat mungkin merupakan sekedar turunan (derivatif) dari defisit anggaran atau sebagai upaya menambah APBN semata, bukan sebagai strategi pengembangan BUMN. 3

5 Terlepas dari berbagai kelemahan dalam optimalisasi peran BUMN sebagai agent of growth, ada beberapa masalah penting yang harus segera diselesaikan, antara lain penetapan status bantuan modal pemerintah pada BUMN. Hal tersebut tidak dapat diabaikan karena menyangkut kekayaan negara. Saat ini, banyak bantuan pemerintah pada BUMN yang belum ditetapkan statusnya dengan jelas, seperti dilaporkan BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun Temuan BPK atas LKPP tahun 2005 menyebutkan bahwa terdapat Rp 35,6 triliun kekayaan negara di BUMN yang belum ditetapkan statusnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa terdapat kekayaan negara yang tidak berstatus sehingga pada akhirnya membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekayaan negara. Mengenai kekayaan BUMN yang dinilai sebagai kekayaan negara, sampai penulisan ini selesai, masih terjadi perdebatan sebagaimana dilampirkan dalam boks 1. BPK melaporkan bahwa kelambatan Departemen Keuangan dalam memproses penetapan atas status kekayaan negara pada BUMN-BUMN menjadi penyebab besarnya kekayaan negara yang tidak jelas statusnya. Dari fakta ini, sangat penting dipertanyakan efektivitas Departemen Keuangan dalam pengelolaan kekayaan negara pada BUMN Masalah Pada dasarnya bantuan yang diberikan pemerintah kepada BUMN adalah suatu konsekuensi logis dari kepemilikan negara pada badan tersebut. Namun hal itu tidak lantas menjadikan pemerintah lalai untuk menetapkan status hukum dari bantuan yang diberikannya. Kelambatan pemerintah dalam menetapkan status bantuannya pada BUMN adalah salah satu poin penyebab tidak diyakininya jumlah kekayaan negara pada neraca pemerintah pusat per 31 Desember Implikasi lebih jauh, adanya potensi terjadinya penyalahgunaan dana bantuan tersebut. 4

6 II. Seharusnya, untuk menciptakan iklim good corporate governance yang menuntut adanya transparansi dan kejelasan dalam hal keuangan termasuk kekayaan negara, maka temuan BPK atas ketidakjelasan status hukum dari bantuan yang diberikan pemerintah pada BUMN tidak boleh terjadi. Untuk itu diperlukan dukungan peraturan yang jelas Tujuan Paper ini dimaksudkan untuk melakukan analisis dalam rangka mengetahui (1) mengapa pada tahun anggaran 2005 masih banyak bantuan pemerintah untuk BUMN yang belum jelas statusnya hingga tahun anggaran berakhir, (2) apakah implikasi atau akibat dari keterlambatan penetapan status tersebut Metodologi Analisis Dalam penulisan paper ini, penyajian materi penulisan berpedoman kepada metode penelitian descriptive analysis yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai suatu obyek. LANDASAN TEORI 2.1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan 1. Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum atau pun nilai kesusilaan. Maksud dan tujuan pendirian BUMN telah diatur dalam Undang-undang No.19 Tahun 2003, yaitu (1) memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada 1 Undang-undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara 5

7 khususnya, (2) mengejar keuntungan, (3) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, (4) menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi, (5) turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat Penyertaan Modal Negara (PMN) Pada BUMN. Penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, penyertaan modal negara didefinisikan sebagai pemisahan kekayaan negara dari APBN atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/ atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi. PMN pada BUMN dapat dilakukan pada keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional dan dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan peran BUMN dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sumber penyertaan modal tersebut dapat berasal dari APBN, Kapitalisasi cadangan dan/ atau sumber lainnya (keuntungan revaluasi aset dan/ atau agio saham). Dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha BUMN, maka pemerintah dapat menambahkan penyertaan modal negara ke dalam suatu BUMN. Dan dengan tetap memperhatikan kepentingan BUMN yang bersangkutan serta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan kreditor, maka pemerintah juga dapat melakukan pengurangan PMN pada BUMN. Pengurangan PMN tersebut dapat dilakukan dengan cara (1) menjual saham milik negara pada persero atau perseroan terbatas, (2) mengalihkan aset BUMN untuk penyertaan modal negara pada BUMN lain atau perseroan terbatas, pendirian BUMN baru, 6

8 atau dijadikan kekayaan negara yang tidak terpisahkan, (3) Memisahkan anak perusahaan BUMN menjadi BUMN baru dan (4) merestrukturisasi perusahaan. Setiap PMN atau penambahan PMN yang dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan PMN yang bersumber dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya ditetapkan dengan keputusan RUPS untuk persero dan perseroan terbatas serta keputusan menteri untuk perum. Dalam hal pengurangan PMN pada suatu BUMN juga ditetapkan dengan peraturan pemerintah Tata Cara Penyertaan Modal negara pada BUMN Rencana penyertaan modal negara dapat dilakukan atas inisiatif menteri keuangan atau menteri teknis. Selanjutnya dilakukan pengkajian bersama yang dikoordinasikan oleh menteri keuangan. Pengkajian tersebut dapat mengikutsertakan menteri lain dan/ atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu atau pun menggunakan konsultan independen. Apabila hasil kajian tersebut menyatakan bahwa rencana penyertaan modal negara tersebut layak untuk dilakukan maka menteri keuangan menyampaikan usul penyertaan modal negara dimaksud kepada persiden untuk mendapatkan persetujuan Landasan Hukum yang Mengatur Penyertaan Modal negara pada BUMN Berikut adalah landasan hukum yang mengatur mengenai penyertaan modal negara pada BUMN. 7

9 Undang-undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Penyertaan modal negara adalah salah satu bentuk investasi yang dilakukan pemerintah untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan sosial. Keterlambatan Departemen Keuangan dalam menetapkan status hukum atas bantuan pemerintah menyebabkan adanya kekayaan negara yang tidak tercatat dalam Laporan keuangan pemerintah Pusat di tahun Ketidakjelasan status kekayaan negara tersebut bertentangan dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Oleh karena itu penyertaan modal pemerintah pada perusahaan negara perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 41 ayat (1) : Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/ atau manfaat lainnya. Pasal 41 ayat (3) : Investasi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan pemerintah. Selain itu, penyertaan modal negara berarti ada aset negara yang dipindahtangankan. Untuk barang milik negara selain tanah dan/ atau bangunan yang disertakan sebagai PMN dan bernilai lebih dari seratus miliar rupiah terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan DPR. Sedangkan untuk yang bernilai antara sepuluh miliar rupiah sampai dengan seratus miliar rupiah perlu mendapat persetujuan Presiden. Setelah mendapatkan persetujuan, pemindahtangan aset negara sebagai PMN kepada BUMN baru dapat dilaksanakan. Pasal 46 ayat (1) huruf c : Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk : 8

10 c. Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/ atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp ,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 46 ayat (2) : Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/ atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp ,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Perlu adanya kejelasan status hukum atas kekayaan negara yang disertakan dalam suatu BUMN diatur dalam Undang-undang No.19 tahun Dalam Undang-undang tersebut diamanatkan bahwa setiap penyertaan modal negara dalam BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, begitu pun bila terjadi perubahan penyertaan modal tersebut. Pasal 4 ayat (3) : Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 4 ayat (4) : Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 9

11 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas Pada PP No.44 tahun 2005 juga diatur mengenai landasan hukum dari penyertaan modal pemerintah pada BUMN. Setiap penyertaan modal pemerintah pada BUMN yang sumber dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan APBN, kecuali yang sumber dananya berasal dari kapitalisasi cadangan dan/ atau sumber lainnya. Pasal 3 : Setiap penyertaan modal negara atau penambahan penyertaan modal negara ke dalam BUMN dan Perseroan Terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud.dalam pasal 2 ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. III. ANALISIS 3.1. Status Bantuan Pemerintah Kepada BUMN Dalam LKPP Tahun 2005 Kekayaan Negara dalam bentuk pemberian bantuan pemerintah kepada BUMN yang belum jelas statusnya dinilai BPK sebagai suatu pelanggaran terhadap peraturan perundangan. BPK menilai adanya pelanggaran terhadap Undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Dari hasil audit BPK, kekayaan negara senilai Rp35,6 triliun di BUMN yang belum jelas statusnya tersebut terdapat di Perum BULOG senilai Rp492,57 miliar, PT. Angkasa Pura I senilai Rp 1,.99 triliun, PT. Angkasa Pura II senilai Rp juta, Perum Prasarana Perikanan Samudera senilai 10

12 Rp juta, PT. PLN senilai Rp23,85 triliun dan Pertamina senilai Rp 9,14 triliun. Dalam laporan keuangannya, BUMN-BUMN tersebut melakukan pencatatan bantuan pemerintah secara berbeda-beda. PT. Angkasa Pura I dan II mencatat bantuan pemerintah tersebut tidak sebagai ekuitas sehingga tidak tercatat sebagai Penyertaan Modal Pemerintah. Perum Prasarana Perikanan Samudera, PT. PLN dan Pertamina mencatatnya sebagai bagian dari ekuitas, sehingga tercatat sebagai Penyertaan Modal Pemerintah. Khusus pada Pertamina, bantuan pemerintah tersebut merupakan kewajiban Pertamina kepada pemerintah yang direncanakan akan ditetapkan statusnya sebagai tambahan penyertaan modal pemerintah pada Pertamina. Namun peraturan pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah kepada Pertamina sebesar Rp 9,14 triliun belum ditetapkan. Bantuan pemerintah yang belum jelas statusnya tersebut belum diungkapkan dalam Catatan LKPP Tahun Analisis atas Peraturan yang Mengatur Penyertaan Modal Negara pada BUMN Peraturan-peraturan yang ada sehubungan dengan penyertaan modal, baik dalam bentuk perundang-undangan maupun Peraturan Pemerintah dinilai memiliki beberapa kelemahan Tidak Diaturnya Jangka Waktu Penerbitan Aturan Hukum Mengenai Penyertaan Modal Negara Dalam pengaturan mengenai penyertaan modal negara, Undangundang No.19 tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap penyertaan modal negara yang berasal dari APBN dan setiap perubahan penyertaan modal negara baik penambahan maupun pengurangan modal ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 11

13 Undang-undang tersebut dalam pelaksanaannya dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Peraturan Pemerintah tersebut juga mengamanatkan bahwa setiap penyertaan modal negara pada BUMN yang dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dari kedua peraturan tersebut jelas bahwa Peraturan Pemerintah sangat penting keberadaannya guna menetapkan status dari setiap bantuan yang diberikan pemerintah kepada BUMN sebagai penyertaan modal negara. Bantuan tersebut merupakan kekayaan negara, terutama yang bersumber dari APBN. Namun baik dalam Undang-undang No.19 Tahun 2003 maupun dalam Peraturan Pemerintah No.44 tahun 2005 tidak diatur mengenai jangka waktu toleransi penerbitan peraturan pemerintah yang menetapkan bantuan pemerintah kepada BUMN sebagai penyertaan modal negara. Ketiadaan pengaturan mengenai jangka waktu diterbitkannya Peraturan Pemerintah tersebut menjadikan tidak adanya kewajiban bagi Menteri Keuangan untuk sesegera mungkin menetapkan status atas bantuan pemerintah kepada BUMN, oleh karena itu wajar saja jika sampai dengan tahun anggaran 2005 berakhir masih terdapat bantuan pemerintah kepada BUMN senilai Rp 35, 6 triliun yang belum jelas statusnya. Dampak dari hal tersebut adalah tidak tercatatnya bantuan pemerintah sebagai ekuitas dan akhirnya tidak tercatat juga sebagai penyertaan modal negara. Hal ini terjadi pada kasus PT. Angkasa Pura I dan PT. Angkasa Pura II. 12

14 Bantuan pemerintah kepada BUMN telah diberikan dalam jumlah yang cukup besar. Namun penggunaan dana APBN kepada BUMN yang seharusnya menjadi kekayaan negara ternyata sangat rawan dengan penyalahgunaan dan manipulasi, baik untuk kepentingan pribadi pengguna maupun untuk kepentingan umum tetapi bukan pada pos yang direncanakan. Implikasi lebih jauh dari kelemahan peraturan adalah hilangnya kekayaan negara. Dikatakan hilang karena bantuan tersebut tidak tercatat sebagai penyertaan modal negara sehingga tidak menjadi kekayaan negara Kelemahan Teknis dalam Perundang-undangan yang Ada Permasalahan lain yang timbul dari peraturan yang mengatur penyertaan modal pemerintah adalah adanya ketidaktepatan dalam pemilihan kata sehingga menimbulkan makna yang berbeda. Seperti disebutkan sebelumnya, Undang-undang No. 19/ 2003 maupun dalam PP No.44/ 2005 mengamanatkan bahwa setiap penyertaan modal pemerintah kepada BUMN yang sumber dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal tersebut tidak lazim karena peraturan pemerintah hanya bersifat mengatur, jadi kata ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tidak tepat karena seharusnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Walaupun secara substansi masih dapat dilaksanakan, namun penulisan tersebut dinilai menyalahi teknis peraturan perundangundangan. Dikhawatirkan kelemahan ini akan menghambat pelaksanaan peraturan tersebut. Selain kelemahan-kelemahan tersebut di atas, beberapa kalangan berpendapat bahwa cara pandang Undang-undang No.19 tahun 2003 terhadap BUMN yang cenderung bertentangan dengan pasal 33 Undang- 13

15 undang Dasar 1945 juga merupakan salah satu masalah dalam pengembangan BUMN. Undang-undang No.19 tahun 2003 lebih memandang BUMN sebagai entitas bisnis. Padahal dalam pasal 33 UUD 1945, keberadaan BUMN terutama didasarkan atas pengakuan terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga harus dikuasai oleh negara. Jadi semestinya BUMN dalam tataran teori maupun pelaksanaannya harus benar-benar ditujukan untuk mewujudkan amanat pasal 33 UUD Oleh karenanya langkah yang diambil pemerintah dalam memecahkan masalah yang dihadapi BUMN tidak melulu pada pilihan privatisasi. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Keterlambatan pemerintah dalam menetapkan landasan hukum bagi bantuan yang diberikannya kepada BUMN disebabkan oleh lemahnya aturan-aturan yang mengatur penyertaan modal negara. Dalam Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN maupun Peraturan pemerintah No. 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas tidak diatur jangka waktu toleransi bagi Menteri Keuangan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah atas bantuan yang diberikannya kepada BUMN. Akibatnya banyak bantuan pemerintah pada BUMN yang menjadi tidak jelas statusnya. 2. Ketidakjelasan status bantuan pemerintah kepada BUMN sebagai kekayaan negara berimplikasi pada tidak tercatatnya bantuan pemerintah sebagai ekuitas dan akhirnya tidak tercatat juga sebagai penyertaan modal negara. Penggunaan bantuan pemerintah kepada BUMN yang tidak jelas statusnya tersebut sangat rawan dengan 14

16 penyalahgunaan dan manipulasi dana. Lebih jauh, ketidakjelasan ini dapat menyebabkan hilangnya kekayaan negara Saran Pemerintah perlu melakukan revisi atas Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, dengan menambahkan pengaturan mengenai jangka waktu penerbitan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penyertaan modal negara pada suatu BUMN. 15

17 Kontroversi atas Fatwa Mahkamah Agung Pada tanggal 16 Agustus 2006, Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa dengan nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006. Fatwa tersebut dikeluarkan atas permintaan Menteri Keuangan sehubungan dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan mengenai penyertaan kekayaan negara dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN. Fatwa tersebut dinilai memberi angin segar bagi rencana revisi atas PP No.14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah. Fatwa MA tersebut menuai pro dan kontra. Pihak yang sependapat menyatakan bahwa fatwa MA tersebut memberi ruang gerak yang lebih luas dan dukungan positif bagi manajemen BUMN untuk lebih berani mengambil keputusan strategis dan inovatif dalam mengembangkan BUMN. Selama ini manajemen seringkali ragu untuk mengambil keputusan karena khawatir kerugian yang mungkin terjadi dinilai sebagai suatu tindak korupsi karena telah merugikan negara. Di sisi lain, pihak yang kontra dengan adanya fatwa MA tersebut menilai bahwa fatwa MA tidak dapat diterapkan di Indonesia dan tidak dapat dijadikan landasan hukum. Fatwa MA ini memang berimplikasi hukum terutama pada pemotongan kredit macet di bank-bank BUMN. Namun kelompok ini berkeyakinan bahwa pemisahan antara kekayaan negara dengan kekayaan pada perusahaan negara tidak dapat dibenarkan. Fatwa tersebut juga menghalangi usaha pemberantasan tindak pidana korupsi, karena dengan keluarnya fatwa tersebut, UU tindak pidana korupsi dinilai tidak lagi efektif dalam melindungi kekayaan negara. Bila dicermati, ujung pangkal dari permasalahan ini adalah adanya perbedaan cara pandang dalam memperlakukan kekayaan negara yang ditempatkan sebagai modal BUMN. Seharusnya fatwa MA ini tidak perlu dianggap sebagai masalah yang menakutkan karena harus disadari bahwa BUMN adalah juga sebuah entitas bisnis yang padanya berlaku perilaku pasar yang sangat dinamis. Disamping itu perlu adanya komitmen dari semua pihak untuk lebih mengembangkan BUMN. Disarikan dari berbagai sumber 16

18 Referensi Undang-undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan Pemeritah Republik Indonesia No.44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Soeprapto, Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta : Kanisisus, Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, Fatwa Mahkamah Agung No.WKMA/ Yud/ 20/ VIII/ 2006 mengenai Usulan Perubahan Peraturan Pemerintah Pemerintah No.14 Tahun Pradana, Rifky. BUMN, Punya Siapa?, 10 Oktober Suara Karya, Suntik BUMN Merugi Pemerintah Siapkan Rp 1,955 Triliun, 13 Desember

19 This document was created with Win2PDF available at The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 116, 2005 BUMN. PERUM. PERSERO. Penyertaan. Penatausahaan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL NEGARA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL NEGARA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

PENYERTAAN MODAL NEGARA (PMN)

PENYERTAAN MODAL NEGARA (PMN) PENYERTAAN MODAL NEGARA (PMN) LATAR BELAKANG Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah

Lebih terperinci

2016, No Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N

2016, No Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.325, 2016 KEUANGAN. Modal Negara. BUMN. PT. Penatausahaan. Penyertaan. Tata Cara. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6006)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara nasional.sindonews.com Perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN 1 menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir.

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PENYERTAAN MODAL NEGARA

PENYERTAAN MODAL NEGARA PENYERTAAN MODAL NEGARA A. PENGERTIAN PENYERTAAN MODAL Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015

Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015 Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau sebagaian besar modalnya berasal dari kekayan negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna mendorong terciptanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO . PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL NEGARA PADA BADAN USAHA

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA PENYELESAIAN PIUTANG BUMN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Wiwin Sri Rahyani, SH., MH *

PROBLEMATIKA PENYELESAIAN PIUTANG BUMN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Wiwin Sri Rahyani, SH., MH * PROBLEMATIKA PENYELESAIAN PIUTANG BUMN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Wiwin Sri Rahyani, SH., MH * Saat ini, peraturan perundangundangan yang berlaku dalam pengurusan piutang negara dan piutang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace No. 3214 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 7) TAMBAHAN

Lebih terperinci

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 305) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PIDATO MENTERI KEUANGAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI POKOK-POKOK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PIDATO MENTERI KEUANGAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI POKOK-POKOK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PIDATO MENTERI KEUANGAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI POKOK-POKOK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.05/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.05/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.05/2007 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI NASKAH PERJANJIAN PENERUSAN PINJAMAN DAN PERJANJIAN PINJAMAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 7 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 96 TAHUN 1999 TENTANG PENGALIHAN KEDUDUKAN, TUGAS DAN KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN SELAKU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) ATAU PEMEGANG SAHAM PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

Lebih terperinci

Strategi Pengelolaan BUMN Di Masa Mendatang

Strategi Pengelolaan BUMN Di Masa Mendatang Strategi Pengelolaan BUMN Di Masa Mendatang Oleh Sunarsip Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence Dalam dua tahun ini, kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan peningkatan kinerja

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN

KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN Definisi definisi yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan adalah sebagai berikut : a. Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah kekayaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 1999 TENTANG PENGALIHAN KEDUDUKAN, TUGAS DAN KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN SELAKU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) ATAU PEMEGANG SAHAM PADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Keberadaan badan usaha milik negara (BUMN) memiliki peran penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk itu, BUMN diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi 1.5 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional selain badan usaha swasta, rumah tangga dan koperasi. Kebersamaan

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi, keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2012 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 27 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 18 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 27 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 18 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 27 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 18 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 17 TAHUN : 2003 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT

Lebih terperinci

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation-PSO) sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Secara umum permasalahan tersebut antara lain adalah belum adanya persepsi yang sama tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan

BAB II LANDASAN TEORI. BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 BUMN II.1.1.1 Pengertian BUMN BUMN menurut undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 bab I pasal 1 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, badan usaha milik negara (BUMN) diharapkan, antara lain, (1) memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 7, 1982 (PERDAGANGAN. PERUSAHAAN.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1992 (EKONOMI. ASURANSI. Uang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyetoran. PNBP. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PMK.02/2013 TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERKAIT PENGATURAN BUMD

TINJAUAN HUKUM TERKAIT PENGATURAN BUMD TINJAUAN HUKUM TERKAIT PENGATURAN BUMD www.citygastrk.com I. LATAR BELAKANG Sejak diundangkannya Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN

BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN BAB 21 PENINGKATAN PENGELOLAAN BUMN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-sama dengan pelaku ekonomi lain

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 64 TAHUN 1999 (64/1999) TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1998 TENTANG INFORMASI KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia Restrukturisasi dan privatisasi BUMN Sistem Ekonomi Indonesia Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya Pengelola bidang-bidang usaha yang strategis dan pelaksana pelayanan

Lebih terperinci

HIBAH BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

HIBAH BARANG MILIK NEGARA/DAERAH HIBAH BARANG MILIK NEGARA/DAERAH (Sumber Gambar : nggresik.blogspot.com) A. Latar Belakang Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3274 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 75, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online DISHARMONISASIKETENTUAN MENGENAI BADAN USAHA MILIK NEGARA, PERUSAHAAN NEGARA, DAN STATUS ANAK PERUSAHAAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 14 Juni 2016; disetujui:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 8, 1987 (ADMINISTRASI. PERDAGANGAN.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 KAJIAN PENDALAMAN Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 Tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Kebijakan Perhitungan dan Mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) dalam rangka Kebijakan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah : Ketentuan, Mekanisme dan Implementasi No. 12/Ref/B.AN/VI/2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep Good Corporate Governance

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 26 TAHUN 2004 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 9 TAHUN : 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR MODAL KERJA BAGI USAHA KECIL MENENGAH

Lebih terperinci

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan Kekayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 24 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 4 2007 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PD JASA DAN KEPARIWISATAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang No.89, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Penyertaan. Modal. Penambahan. BUMN. PERSERO. PT Angkasa Pura II. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENAMBAHAN

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1998 TENTANG INFORMASI KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbedaan yang paling mendasar antara keberhasilan suatu lembaga Negara sangat ditentukan oleh manusia sebagai salah satu sumber daya yang dimilikinya. Di bidang ekonomi,

Lebih terperinci

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007 ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007 Abstrak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberikan opini disclaimer atas Laporan Keuangan Pemerintah

Lebih terperinci

BERKEMBANG WACANA HAPUS IZIN DPR BAGI BUMN UNTUK GO PUBLIC

BERKEMBANG WACANA HAPUS IZIN DPR BAGI BUMN UNTUK GO PUBLIC public. ii Menurut dia, keharusan untuk meminta izin kepada DPR dalam hal IPO itu harus BERKEMBANG WACANA HAPUS IZIN DPR BAGI BUMN UNTUK GO PUBLIC tempo.co Adanya kewajiban BUMN untuk melapor ke DPR bila

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG TIM KONSULTASI PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG TIM KONSULTASI PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG TIM KONSULTASI PRIVATISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa program privatisasi Badan Usaha Milik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan Anggaran

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Didalam bab tiga penulis membahas tentang Hasil Penelitian dan Analisis. Di dalam pada bagian Hasil Penelitian pembahasan yang berdasarkan pada rumusan masalah yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 5 TAHUN : 2001 SERI D NOMOR 5 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURAKARTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT SURYA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami secara berbeda tergantung pada konteksnya. Dalam konteks pemberantasan Korupsi, Kolusi,

Lebih terperinci

PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PUSAT PERGUDANGAN KOTA PEDARINGAN SURAKARTA

PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PUSAT PERGUDANGAN KOTA PEDARINGAN SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 4 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PUSAT PERGUDANGAN KOTA PEDARINGAN SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TA 2004

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TA 2004 ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN TA 2004 I. Umum 1. RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN TA 2004 terdiri dari Laporan Realisasi APBN, Neraca Pemerintah RI per 31 Desember 2004 dan Laporan

Lebih terperinci

7 Idem, Penjelasan umum alinea 9

7 Idem, Penjelasan umum alinea 9 !"#$%& #$%& UndangUndang mor 40 Tahun 2004 menentukan BPJS adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. 1 BPJS harus dibentuk dengan undangundang. 2 Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: Mengingat: a. bahwa untuk mendorong

Lebih terperinci