PERANAN KUA DALAM MELAKUKAN PENCATATAN DAN PENGAWASAN TANAH WAKAF ( STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN CILANDAK KOTA JAKARTA SELATAN) Skripsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN KUA DALAM MELAKUKAN PENCATATAN DAN PENGAWASAN TANAH WAKAF ( STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN CILANDAK KOTA JAKARTA SELATAN) Skripsi"

Transkripsi

1 PERANAN KUA DALAM MELAKUKAN PENCATATAN DAN PENGAWASAN TANAH WAKAF ( STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN CILANDAK KOTA JAKARTA SELATAN) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: MOCHAMAD NUR SALIM KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

2 PERANAN KUA DALAM MELAKUKAN PENCATATAN DAN PENGAWASAN TANAH WAKAF ( STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN CILANDAK KOTA JAKARTA SELATAN) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh Mochamad Nur Salim NIM: Di Bawah Bimbingan Pembimbing Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA. KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

3 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PERANAN KUA DALAM MELAKUKAN PENCATATAN DAN PENGAWASAN TANAH WAKAF ( STUDI KASUS DI KUA KECAMATAN CILANDAK KOTA JAKARTA SELATAN ) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Februari Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Syakhsiyyah (PA). Jakarta, 21 Februari 2011 Dekan PANITIA UJIAN Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma,SH,MA,MM Ketua : Drs.H.Ahmad Yani, MA ( ) NIP Sekretaris : Moch. Syafii, S.Ei ( ) Pembimbing : Prof.Dr.H.Hasanuddin, AF, MA ( ) NIP Penguji I : Dr.H.A.Tholabi Kharlie, S.Ag, MA ( ) NIP Penguji II : Dr.Moh.Ali Wafa, S.Ag, M.Ag ( ) NIP

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik, hidayah, dan Inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad SAW beserta sahabat keluarganya dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. 2. Ketua Program Studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. Dan sekretaris program studi Ahwal Syakhsiyyah, Ibu Hj. Rosdiana, M.Ag. 3. Bapak Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA. sebagai pembimbing yang dengan penuh keikhlasan dan ketulusan hati telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. i

5 4. Orang Tua tercinta, yang senantiasa mendoakan penulis dan memberikan motifasi, baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi serta menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Segenap jajaran staff dan karyawan akademik perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah, perpustakaan Gandaria, KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan. 6. Teman-teman PA/PMH, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang terus memberikan motifasi dan spirit kepada penulis dalam proses penulisan skripsi. Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, agar semua bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak tersebut diberikan-nya pahala yang berlipat ganda. Amin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan kepada pembaca, meski skripsi ini tidak lepas dari kekurangannya. Jakarta, 10 Februari 2011 M. 07 Rabiul Awal 1432 H. Penulis ii

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI ii BAB I : PENDAHULUAN. 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.. 7 D. Tinjauan Kepustakaan 8 E. Metode Penelitian.. 11 F. Sistematika Penulisan 13 BAB II : PERWAKAFAN MENURUT HUKUM ISLAM. 15 A. Pengertian, Rukun, Syarat, Tujuan Dan Fungsi Wakaf 15 B. Macam-macam Tanah Wakaf 26 C. Pengelolaan Tanah Wakaf. 29 BAB III : PERWAKAFAN MENURUT PP. NO. 28 TAHUN A. Pengertian, Rukun, Syarat, Tujuan Dan Fungsi Wakaf Menurut PP.No.28 Tahun B. Macam-macam Tanah Wakaf Menurut PP.No.28 Tahun iii

7 C. Pengelolaan Tanah Wakaf Menurut PP.No.28 Tahun BAB IV : PERWAKAFAN DI WILAYAH KECAMATAN CILANDAK KOTA JAKARTA SELATAN A. Letak Geografis Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan. 55 B. Pengelolaan Tanah Wakaf dan Tata Cara Perwakafan di Wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan 58 C. Problematika Pengelolaan Tanah Wakaf di Wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan.. 61 D. Peranan KUA Terhadap Pengelolaan Tanah Wakaf di Wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan E. Analisis Penulis Terhadap Pencatatan dan Pengawasan Tanah Wakaf di Wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan. 69 BAB V : PENUTUP.. 70 A. Kesimpulan.. 70 B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA.. 74 iv

8 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu lembaga Islam, Wakaf telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam. Sebagian besar rumah ibadah, lembaga pendidikan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf. Wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang potensial untuk lebih dikembangkan guna membantu masyarakat yang kurang mampu, namun sayangnya banyak tanah wakaf yang pemanfaatannya masih bersifat konsumtif bukan bersifat produktif. Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan termasuk fakir-miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat Islam. Apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan wakaf yang dapat dikelola secara produktif, maka wakaf sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tidak akan terealisasi secara optimal. Agar wakaf di Indonesia dapat memberdayakan ekonomi umat, maka perlu dilakukan paradigma baru dalam pengelolaan wakaf. Wakaf yang selama ini 1

9 2 peruntukannya hanya bersifat konsumtif dan dikelola secara tradisional sudah saatnya kini wakaf dikelola secara produktif dan dengan manajemen yang memadai. Saat ini manajemen pengelolaan wakaf sangat memprihatinkan, sebagai akibatnya cukup banyak saat ini yayasan pendidikan Islam yang terlantar dalam pengelolaannya. Hal ini disebabkan karena umat Islam pada umumnya hanya mewakafkan tanah dan bangunan sekolah saja, yang dalam hal ini wakif kurang memikirkan biaya operasionalnya. Sekarang sudah saatnya umat Islam memikirkan masalah wakaf yang kekurangan biaya dalam pengelolaannya. Untuk mengelola wakaf secara produktif ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelumnya, antara lain yakni melakukan pengkajian dan perumusan kembali mengenai konsepsi fiqih wakaf di Indonesia, membuat undang-undang perwakafan, dan perlu adanya suatu badan wakaf yang bersifat nasional. 1 Wakaf merupakan lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah SWT, dan disisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakaf muncul dari suatu pernyataan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. Oleh karenanya wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang dapat dipergunakan bagi seorang muslim untuk mewujudkan dan memelihara hubungan manusia dengan Allah SWT, dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat. Dalam fungsinya sebagai ibadah, wakaf diharapkan menjadi bekal bagi kehidupan si wakif 1 Uswatun Hasanah. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf, makalah disampaikan pada acara penataran peningkatan kualitas Nadzir, di Kanwil Propinsi DKI Jakarta, 9 Oktober h. 15

10 3 dihari kemudian, karena ia merupakan bentuk amalan yang pahalanya terus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam pembangunan umat. Wakaf sebagai lembaga yang diatur dalam ajaran Islam tidak dijumpai secara tersurat dalam Al-Qur an, namun demikian terdapat ayat-ayat yang memberi petunjuk dan dapat dijadikan sebagai sumber perwakafan. Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Ali Imran ayat 92 : ) أل عمران : ۹۲ ( Artinya : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah SWT maha mengetahui Para ahli hadis dan kebanyakan ahli fiqih mengidentikkan wakaf dengan shadaqah jariyah. Hadis Nabi yang dijadikan landasan hukum lembaga perwakafan adalah yang berbunyi : وابن حجرقالوا لا ن 2 من ثلاث : مسلم ( Artinya : Menceritakan kepada kami, Yahya bin Ayub dan Qutaibah (Ibn Said) dan Ibnu Hujrin mereka berkata : Ismail (putra Ja far) dari Alai, dari bapaknya, dari Abu Hurairah menceritakan kepada kami sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda : apabila anak Adam itu meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal, yakni 2 Imam Abu Husain Muslim Ibn Al-Hajjaj Al-Qusairy An-Nisaiburi, Shahih Muslim, (Damaskus : Daarul Fiqr, t. Th), h. 70

11 4 shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakan padanya (Hadis Riwayat Muslim) Shadaqah Jariyah dalam Hadis di atas direalisasikan antara lain dalam lembaga wakaf yang pahalanya terus mengalir kepada si wakif, selama harta benda yang diwakafkan masih ada dan dipergunakan oleh umat. Hadis yang lebih tegas menunjukkan dasar hukum lembaga wakaf adalah Hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar tentang tanah khaibar yang berbunyi : حد ثنا عن ابن عمرقال اصاب اني 3 Artinya : Menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya Tamimi, mengabarkan kepada kami Sulaim Ibnu Akhdzor dari Aun dari Nafi dari Ibnu Umar, beliau berkata : Umar mempunyai tanah khaibar, kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW meminta untuk mengolahnya seraya berkata : Ya Rasulullah aku memiliki sebidang tanah di khaibar tetapi aku belum mengambil manfaatnya, bagaimana aku mengambil manfaatnya bagaimana aku harus berbuat untuk tanah itu? Nabi bersabda : Jika kau menginginkannya, tahanlah dan shadaqahkanlah hasilnya. Tanah tersebut tidak boleh dijual atau diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan, maka Ibnu Umar menshadaqahkan-nya ( mewakafkan tanah khaibar itu ) kepada fakir miskin, karib kerabat, hamba sahaya, ibnu sabil dan tamu ( Hadis Riwayat Muslim ) Mengenai bagaimana keutamaan harta wakaf dapat dijelaskan bahwa mewakafkan harta benda jauh lebih utama daripada bersedekah dan berderma biasa, 3 Ibid. h. 71

12 5 sebab harta wakaf itu kekal dan terus menerus, selama harta itu masih tetap menghasilkan sebagaimana layaknya dengan cara produktif. 4 Pasal 29 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 dengan jelas menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Pasal ini memberi pengertian bahwa umat Islam berhak untuk menjalankan segala aktivitas keagamaan termasuk didalamnya untuk mewakafkan harta bendanya dan hal ini dijamin oleh Undang-undang, Keputusan Menteri Agama tentang susunan organisasi dan tata kerja DEPAG, dan ini dijelaskan juga dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam ajaran Islam wakaf adalah salah satu bentuk ibadah maaliyah yaitu ibadah berupa penyerahan harta yang dipunyai seseorang menurut cara-cara yang ditentukan. Ibadah maaliyah ini salah satunya adalah mewakafkan harta benda ( ibadah wakaf ). Ibadah ini menyangkut hak dan kepentingan orang lain, tertib administrasi dan aspek-aspek lain dalam masyarakat. Agar hak dan kepentingan masyarakat itu dapat berjalan serta terjalin kebersamaan, pemerintah perlu mengatur dengan peraturan perundang-perundangan. Hal ini dengan cepat direspon dan menjadi perhatian utama, oleh karena itu pula pada Undang-undang Pokok Agraria ( UU No. 5 tahun 1960 ) diletakkan dasar-dasar umum pengaturan tanah wakaf di Indonesia. Dalam pasal 49 ayat (1) Undang-undang tersebut menyebutkan dengan jelas bahwa hak milik tanah 4 Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, ( Bandung : Alumni 1990 ), h. 8

13 6 badan-badan keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi oleh negara. Badan-badan tersebut dijamin dan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya, kalau perlu, (2) dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai kepadanya. Dan dalam ayat (3) bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dalam peraturan pemerintah. Pasal 49 Undang-undang agraria ini ditetapkan tanggal 17 Mei 1997, dan dimuat dalam lembar negara nomor Sebagaimana disebutkan dalam ayat (3) di atas bahwa hal tersebut (perwakafan tanah milik) diatur oleh peraturan pemerintah, yang menjadi latar belakang lahirnya peraturan pemerintah No.28 tahun 1977 adalah (1) pada waktu yang lampau, pengaturan tentang perwakafan tanah selain dari belum memenuhi kebutuhan juga tidak diatur secara tuntas dalam suatu peraturan perundang-undangan, sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan dari hakekat dan tujuan wakaf itu sendiri. (2) banyaknya penyimpangan di atas menimbulkan keresahan umat Islam yang menjurus pada perasaan antipati terhadap lembaga wakaf, padahal lembaga tersebut dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana pembangunan kehidupan beragama umat. Selain itu (3) di dalam masyarakat banyak terjadi persengketaan mengenai tanah wakaf karena tidak jelasnya status tanah yang diwakafkan. Agar perwakafan tersebut tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari, Kantor Urusan Agama ( KUA ) sebagai ujung tombak dari pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen Agama memiliki peranan aktif dalam menangani masalah 5 Ibid. h.10

14 7 perwakafan tersebut, oleh sebab itu Skripsi ini Penulis beri judul : Peranan KUA Dalam Melakukan Pencatatan Dan Pengawasan Tanah Wakaf ( Studi Kasus Di KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan). B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka Penulis akan membatasi permasalahan dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pencatatan wakaf yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan? 2. Bagaimana pengawasan KUA terhadap tanah wakaf yang dikelola oleh nadzir diwilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pencatatan tanah wakaf di wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan KUA terhadap tanah wakaf yang dilakukan oleh nadzir di wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan.

15 8 D. Tinjauan Kepustakaan Fungsi wakaf menurut PP No.28 tahun 1977 adalah mengekalkan manfaat wakaf, sesuai dengan tujuan wakaf yaitu untuk kepentingan peribadatan dan keperluan umum lainnya. Agar wakaf itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka pelembagaannya haruslah selama-lamanya. Setiap harta wakaf hendaklah diusahakan hasil dan pemanfaatannya secara maksimal, karena itu perlu ada orang yang bertanggung jawab mengawasi, menjaga, memelihara serta mengelola harta wakaf itu, kemudian menggunakan atau membagikan kepada yang berhak menerimanya. Semula kekuasaan pengelolaan harta wakaf itu berada ditangan wakif, sebab dialah pemilik asal harta itu, kemudian kepadanya pula kembali wewenang mengawasi, mengelola dan memanfaatkannya. Untuk menetapkan pengelola wakaf tidak memerlukan pernyataan tertentu. Wakif berhak mengangkat penggantinya jika ia merasa tidak sanggup lagi mengurusnya. Jika wakif meninggal dunia, maka hakim mengangkat ahli warisnya. Hakim tidak boleh mengangkat orang lain tanpa seizin dari wakif. Menurut Mazhab Maliki mensyaratkan terpisahnya harta wakaf dari wakif, karena kedudukan wakif hanyalah sebagai pengawas, sedang pengelola wakaf dari orang atau badan terorganisir.

16 9 Menurut Mazhab Syafi i hak pengelolaan wakaf berada ditangan orang selain wakif, kecuali jika dalam sighat wakaf ditetapkan ada tiga kemungkinan, yaitu : 1. Pengelola tetap berada pada wakif, karena dialah yang berkepentingan terhadap tercapainya tujuan wakaf, semakin besar manfaat wakaf semakin besar pula pahala yang mengalir padanya. 2. Pengelola itu berada pula kepada pemakai manfaat atau hasil wakaflah yang paling berkepentingan. 3. Pengawasan itu berada ditangan hakim atau pemerintah, karena pemerintah atau hakim berkewajiban melindungi hak penerima wakaf, hak wakif dan terhadap kemungkinan terjadinya peralihan status wakaf dikemudian hari. Dengan demikian penyerahan, pengelolaan serta pendayagunaan wakaf sebagaimana diatur secara garis besar dalam syariat dan secara teknis administratif dalam PP Nomor 28 tahun 1977 serta beberapa peraturan pelaksanaannya merupakan bukti ketaatan wakif kepada Allah dan Rasul-Nya serta Ulil Amri. Dalam sistem perwakafan tanah milik di Indonesia ditentukan pula kedudukan Nadzir menurut PP itu merupakan salah satu unsur wakaf, tanpa adanya unsur ini wakaf dianggap tidak sah di Indonesia. Nadzir mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam PP No.28 tahun 1977 Pasal (7) yang berbunyi sebagaimana berikut :

17 10 1. Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh menteri Agama sesuai dengan tujuan wakaf. 2. Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat 2 diatur lebih lanjut oleh menteri Agama. Tentang hak dan kewajiban Nadzir disebutkan juga di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1978 pasal 10 dan pasal 11, di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 220 dan disebutkan di dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : KEP/75/78 Sub ke IV. Sedangkan bagi Nadzir yang melanggar atau mengabaikan kewajiban akan dikenakan sangsi sebagaimana yang disebutkan dalam PP No.28 tahun 1977 pasal 14 yang berbunyi : Barangsiapa melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 5, pasal 6 ayat (3), pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), pasal 9, pasal 10 dan pasal 11, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp ,- (sepuluh ribu rupiah). Sedangkan upaya agar jangan sampai terjadi penyimpangan dari tugas Nadzir, maka harus adanya peran serta Ulama terutama pejabat yang terkait mengawasi pengelolaan harta wakaf sebagaimana disebutkan dalam PP No.28 tahun 1977 pasal 13

18 11 yang berbunyi Pengawasan perwakafan tanah milik dan tata caranya di beberapa tingkat wilayah ditetapkan lebih lanjut oleh menteri Agama yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No.1 tahun 1978 pasal 14, pengawasan dan bimbingan perwakafan tanah dilakukan oleh unit-unit organisasi DEPAG secara herarkis sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Agama tentang susunan organisasi dan tata kerja DEPAG. Dan dijelaskan juga dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 227 yang berbunyi Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya. E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang berfokus pada pemecahan masalah yang terjadi pada saat ini dan aktual untuk dikemukakan. Adapun teknik dalam pengumpulan data adalah : Sumber datanya adalah data primer dan sumber data sekunder. Yang dimaksud dengan sumber data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh peneliti untuk tujuan yang khusus. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang dilaporkan oleh orang luar selain diri peneliti sendiri. Adapun sumber data yang diambil adalah sebagai informan.

19 12 Data Primer diambil dari : Dokumentasi, dengan mencari data-data sebagai upaya pengumpulan data dengan mudah dan tepat dan data primer juga digali melalui Interview atau wawancara adalah sebagai suatu proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pelaksanaannya maka mengacu pada interview bebas (inguided interview) dan interview terpimpin (guided interview), yaitu pewawancara menanyakan kepada informan dengan pertanyaan yang telah terstruktur kemudian satu persatu diperdalam mencari keterangan lebih lanjut. Yang diwawancarai adalah para wakif dan nadzir wakaf di wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan, juga pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan tanah wakaf tersebut, dalam hal ini Kepala KUA Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan dan para Ulama setempat. Peneliti menanyakan tentang proses perwakafan hingga pengelolaan tanah wakaf tersebut. Sedangkan data sekunder digali dari studi pustaka, konsep-konsep hukum dan pendapat para ahli hukum mengenai hal perwakafan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah kebenaran hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mencari dan menemukan konsep-konsep yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Setelah pengumpulan data dilakukan, selanjutnya penulis menganalisis data-data tersebut dengan menghubungkan ketentuan normatif (Das Sein ) dengan implementasinya dalam realita kehidupan (Das Solen), dengan metode deskriptif yang

20 13 meliputi : Unsur dan persyaratan wakaf tanah milik, Tata cara mewakafkan tanah milik, Kewajiban dan hak Nadzir, Pengelolaan dan pengawasan tanah yang telah diwakafkan Dengan demikian satuan analisis dalam penelitian ini adalah peristiwa perwakafan tanah milik termasuk pengelolaan dan pengawasan yang dikaitkan dengan kesadaran hukum masyarakat untuk melaksanakan hukum Islam dan PP No. 28 Tahun Adapun pedoman penulisan skripsi ini adalah buku Pedoman Skripsi Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulis dalam menguraikan dan menganalisa masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini dan sekaligus agar pembaca memahami uraian selanjutnya, maka penulis mensistematikakan skripsi ini ke dalam bentuk sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan, dalam bab ini berisi : Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

21 14 Bab II : Perwakafan Menurut Hukum Islam, dalam bab ini berisi : Pengertian, Rukun, Syarat, Tujuan Dan Fungsi Wakaf, Macam-macam Harta Wakaf, dan Pengelolaan Harta Wakaf. Bab III : Perwakafan Menurut PP No. 28 Tahun 1977, dalam bab ini berisi : Pengertian, Rukun, Syarat, Tujuan Dan Fungsi Wakaf Menurut PP No. 28 Tahun 1977, Macam-macam Harta Wakaf Menurut PP No. 28 Tahun 1977, dan Pengelolaan Harta Wakaf Menurut PP No. 28 Tahun Bab IV : Perwakafan Di Wilayah Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan, bab ini merupakan inti dari pokok pembahasan skripsi ini yang akan menjelaskan dan menganalisa data mengenai : Pengelolaan Tanah Wakaf di wilayah Kecamatan Cilandak dilihat dari letak Geografis Kecamatan Cilandak Kota Jakarta Selatan, Pengelolaan Tanah Wakaf dan Tata Cara Perwakafan di wilayah Kecamatan Cilandak, Problematika Pengelolaan Tanah Wakaf di wilayah Kecamatan Cilandak, Peranan KUA Terhadap Pengelolaan Tanah Wakaf di wilayah Kecamatan Cilandak, dan Analisis Penulis Terhadap Pencatatan dan Pengawasan Tanah Wakaf di wilayah Kecamatan Cilandak. Bab V : Penutup, dalam bab terakhir ini berisi : Kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dan juga berisi saran-saran yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

22 15 BAB II PERWAKAFAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian, Rukun, Syarat, Tujuan Dan Fungsi Wakaf 1. Pengertian Wakaf Kata wakaf berasal dari bahasa Arab " " yang menurut lughah " selalu berdiri di tempat dan tenang, kata wakaf tersebut berarti berdiri yang disamakan dengan kata ". Kata " " kata benda abstrak (mashdar) atau kata kerja (fi il) " yang dapat berfungi sebagai kata kerja intransitif (fi il lazim) atau transitif (fi il muta addi). Akan tetapi, pengertian yang dipakai dalam tulisan ini ialah kata wakaf dari bentuk transitif. Dari kata " " tersebut kemudian muncullah istilah yang umum, yaitu " ". Selanjutnya dari kata asal itu pula kita temui arti " " (penahanan). " " (wakaf) bila dijamakkan menjadi " " dan " ", sedangkan kata kerjanya (fi il) adalah " ", hal ini menutur kata kitab Tadzkirah karya Allamah Al-Hilli. Menurut arti bahasanya, wakaf berarti menahan atau mencegah, misalnya " " (saya menahan diri dari berjalan) Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta : Basril Press, 1994), Cet. II, h. 15

23 16 Dalam istilah syara, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan ( hak pemilikan ) asal ", lalu menjadikannya sebagai barang yang diwakafkan dan tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk jual beli, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dipinjamkan dan sejenisnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Imam Suhadi, wakaf adalah pemisahan suatu harta benda. Pemisahan benda itu ditarik dari benda milik perorangan dialihkan penggunaannya kepada jalan kebaikan yang diridhai Allah SWT, sehingga benda-benda tersebut tidak boleh dihutangkan, dikurangi atau dilenyapkan. 2 Begitu juga dalam Ensiklopedi Islam (1994 : 168) disebutkan bahwa, wakaf adalah menghentikan perpindahan hak milik atas suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama dengan cara menyerahkan harta itu kepada pengelola, baik perorangan, keluarga maupun lembaga, yang digunakan untuk kepentingan umum di jalan Allah SWT. 3 Ahmad Azhar Basyir menyebutkan bahwa, wakaf berarti menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk 2 Imam Suhadi, Hukum Wakaf Di Indonesia, (Jakarta : Dua Dimensi, 1985), h Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung : Al-Ma arif, 1987), Juz 4, h. 148

24 17 penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk mendapat keridhaan Allah SWT. 4 Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bahwa wakaf adalah menahan sesuatu, baik dalam pengertian konkrit maupun abstrak, yakni wakaf dalam pengertian sesuatu yang ditahan. Pengertian yang dikemukakan para Fuqaha (Pakar Hukum Islam) tidaklah sama. Abdullah Ibn Qudamah dari Mazhab Hambali mendefinisikan wakaf sebagai berikut : Artinya : Menahan pokoknya dan menggunakan manfaatnya 5 Sementara Syafi iyah mendefinisikan wakaf sebagai berikut : Artinya : Menahan suatu benda yang dapat dimanfaatkan, sementara pokoknya tidak hilang karena diambil kegunaan dan manfaatnya, sepanjang penggunaan itu dibolehkan menurut hukum Jumhur ulama, yakni mayoritas pakar hukum Islam, dan dua tokoh Hanafiyah, Abu Yusuf dan Muhammad, sebagaimana dikutip Abdul Wahab Khallaf, mengemukakan bahwa wakaf adalah : 4 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, (Bandung : Ijarah Syirkah Al-Maarif, 1987), h. 5 5 Juhaya S. Praja, Perwakafan Di Indonesia, Sejarah, Pemikiran, Hukum, dan Perkembangannya, (Jakarta : Yayasan Tiara, 1993), h. 50

25 18 Artinya : Wakaf adalah menahan benda untuk tidak dimiliki oleh seseorang serta menjadikannya dalam status milik Allah SWT, serta mensedekahkan manfaatnya untuk berbagai bentuk kebajikan, baik kebajikan duniawi maupun ukhrowi 6 Definisi-definisi di atas, memiliki unsur perbedaan dan unsur persamaan. Unsur-unsur persamaan definisi tersebut, antara lain adalah : a. Bahwa benda yang diwakafkan itu hendaklah bernilai ekonomis serta statusnya berubah ke dalam status wakaf. b. Penggunaan wakaf diperuntukkan bagi kepentingan yang diperbolehkan hukum. c. Definisi itu menggunakan terminologi habs, yakni satu kata yang digunakan dalam hadis yang menjadi dasar hukum wakaf, seperti dalam hadis Ibn Umar. Perbedaan definisi tersebut kiranya berlatar belakang konsepsi masingmasing tentang wakaf itu. Definisi pertama nampaknya merupakan pengulangan sabda Nabi. Definisi kedua lebih luas dari definisi pertama karena mengandung kualifikasi objek dari wakaf itu sambil menekankan nilai penggunaannya yang mesti sesuai dengan nilai ajaran yang terkandung didalamnya, yakni nilai agamisnya. Sementara definisi ketiga lebih 6 Ibid, Juhaya S. Praja,.

26 19 menekankan perubahan status benda wakaf yang berpindah kepada status milik Allah dari status milik perorangan. Disamping itu definisi inipun mengandung aspek waktu yang berarti bahwa perbuatan hukum itu dapat diperlukan seketika maupun bertempo. 2. Rukun Dan Syarat Wakaf Uraian di atas membuka jalan untuk menganalisa perbedaan wakaf secara konsepsional diantara definisi yang dikemukakan oleh para pakar hukum Islam. Namun demikian kriteria yang disepakati untuk mengukur keabsahan perbuatan hukum berkaitan erat dengan rukun dan syarat-syarat yang diperlukan untuk itu, sebagaimana dinyatakan : Artinya : Sesungguhnya perbuatan hukum yang sah dalam bidang ibadah dan muamalah itu ialah apabila telah terpenuhi rukun-rukun dan syariatnya sehingga perbuatan hukum itu dianggap benar menurut hukum Rukun dan Syarat dalam penyelenggaraan wakaf (insya al-waqf) menurut hukum Islam adalah : a. Wakif (pihak yang menyerahkan wakaf) Para ulama Mazhab sepakat bahwa akal sehat merupakan syarat bagi sahnya melakukan wakaf. Selain itu mereka juga sepakat bahwa baligh merupakan persyaratan lainnya. Ditambah lagi dengan syarat orang yang

27 20 merdeka (bukan budak) dan memiliki kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum atas harta. 7 b. Mauquf (barang yang diwakafkan) Para ulama Mazhab sepakat bahwa, disyaratkan untuk barang yang diwakafkan itu persyaratan-persyaratan yang ada pada barang yang dijual, yaitu bahwa barang tersebut merupakan sesuatu yang konkrit, yang merupakan hak milik orang yang mewakafkannya. Para ulama Mazhab juga sepakat bahwa dalam wakaf tersebut disyaratkan adanya kemungkinan memperoleh manfaat dari barang yang diwakafkannya itu, dengan catatan bahwa barang itu sendiri tetap adanya. Para ulama juga sepakat tentang kebolehan wakaf dengan barang-barang yang tidak bergerak, misalnya : tanah, rumah dan kebun. Mereka juga sepakat, kecuali Hanafi, tentang sahnya wakaf dengan barang-barang bergerak, seperti binatang dan sumber pangan manakala manfaatnya bisa diperoleh tanpa menghabiskan barang itu sendiri. Para ulama mazhab sepakat pula tentang keabsahan mewakafkan sesuatu dengan ukuran yang berlaku di masyarakat, misalnya : sepertiga, separuh dan seperempat, kecuali pada masjid dan kuburan. 8 7 Ibid, Juhaya S. Praja, h Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 397

28 21 c. Mauquf Alaih (tujuan wakaf) Tujuan wakaf (dalam tujuan itu tercermin yang menerima hasil wakaf) atau mauquf alaih harus jelas, misalnya (1) untuk kepentingan umum, seperti : mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit dan amal-amal sosial lainnya. Dapat pula ditentukan tujuannya (2) untuk menolong fakir miskin, orang-orang terlantar dengan jalan membangun panti asuhan. Dapat pula disebutkan tujuan wakaf itu (3) untuk keperluan anggota keluarga sendiri, walaupun misalnya anggota keluarga itu sendiri dari orang-orang yang mampu. Namun yang lebih baik adalah kalau tujuan wakaf itu jelas diperuntukkan bagi kepentingan umum dan kemaslahatan masyarakat. 9 Sebagimana diungkapkan oleh para ulama, bahwa wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : (1) Wakaf Ahli, yakni wakaf yang diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, dan (2) Wakaf Khairi, yakni wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Wakaf Khairi inilah yang sejalan benar dengan jiwa amalan wakaf yang amat dianjurkan dalam ajaran Islam, yang dinyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir. Dilihat dari kedua macam tujuan wakaf ini, maka orang yang menerima wakaf (orang yang berhak memelihara barang yang diwakafkan dan memanfaatkannya) disyaratkan sebagai berikut : h Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Press, 1998),

29 22 a) Hendaknya orang yang diwakafi tersebut ada ketika wakaf itu terjadi. Kalau dia belum ada, misalnya mewakafkan sesuatu pada orang yang akan dilahirkan maka menurut Imamiyah, Syafi i dan Hambali wakaf tersebut tidak sah, namun menurut Maliki adalah sah. Para ulama Mazhab sepakat bahwa, wakaf terhadap orang yang belum ada tapi merupakan kelanjutan dari orang yang sudah ada adalah sah. Misalnya, mewakafkan kepada anak-anaknya dan keturunan mereka yang akan lahir. Sedangkan wakaf kepada anak yang ada dalam kandungan menurut Syafi i, Imamiyah dan Hambali adalah tidak sah, sebab ia belum mempunyai kelayakan untuk memiliki kecuali sesudah dilahirkan dalam keadaan hidup. b) Hendaknya orang yang menerima wakaf itu mempunyai kelayakan untuk memiliki. c) Hendaknya jelas orangnya dan bukan tidak diketahui. Jadi, jika tanpa disebutkan secara jelas siapa orang yang menerima wakaf tersebut, maka batallah wakafnya. d) Hendaknya sesuatu yang diwakafkan tersebut bukan merupakan maksiat kepada Allah SWT, seperti tempat pelacuran, perjudian dan tempat-tempat maksiat lainnya. Adapun wakaf kepada non muslim, seperti orang Dzimmi, disepakati oleh para ulama Mazhab adalah sah. Ini sesuai dengan Firman Allah SWT :

30 23 ۸ Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu (QS. Al-Mumtahanah : ayat 8) d. Sighat (Pernyataan) wakaf Seluruh ulama Mazhab sepakat bahwa wakaf terjadi dengan menggunakan redaksi waqaftu (saya mewakafkan), sebab kalimat ini menunjukkan pengertian wakaf yang sangat jelas, tanpa perlu adanya petunjuk-petunjuk tertentu, baik dari segi bahasa, syara maupun tradisi. Sebenarnya wakaf bisa terjadi dengan semua kalimat yang menunjukkan maksud tersebut, bahkan dengan bahasa asing sekalipun, sebab bahasa dalam konteks ini adalah sarana untuk mengungkapkan maksud. Sighat (pernyataan wakaf) ini dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau isyarat yang dapat memberi pengertian wakaf. Lisan dan tulisan dapat dipergunakan oleh orang yang tidak bisa menggunakan cara lisan atau tulisan. Hal ini dimaksudkan agar pernyataan wakaf benar-benar dapat diketahui dengan jelas, untuk menghindari kemungkinan terjadinya persengketaan dikemudian hari. Mengenai akad wakaf dinyatakan oleh semua Mazhab sebagai akad tabarru ; yaitu transaksi sepihak yang sah sebagai suatu akad yang tidak memerlukan qabul dari pihak penerima dan dicukupkan dengan ijab si wakif. Para fuqaha mensyaratkan tiga syarat ikrar wakaf, yaitu :

31 24 a) Ikrar itu tidak terikat oleh sesuatu yang tidak ada ketika ikrar itu dinyatakan si wakif. b) Ikrar itu tidak disertai dengan syarat-syarat yang tidak sesuai dengan syariat. c) Ikrar itu tidak disertai dengan pembatasan waktu. Sehubungan dengan syarat yang pertama, para fuqaha memperkenalkan tiga jenis ikrar, yaitu : Munjiz, Mudlafat dan Mu allaqat. Ikrar Munjiz ialah ikrar yang menyatakan bahwa wakaf itu terjadi dan sah menurut hukum seketika ikrar tersebut dinyatakan oleh si wakif. Ikrar Mudlafat ialah ikrar yang menyatakan terjadinya wakaf tetapi wakaf itu tidak langsung berlaku sesuai ikrar wakaf yang dinyatakan oleh is wakif, wakaf itu baru berlaku beberapa saat kemudian. Ikrar Mu allaqat ialah ikrar wakaf yang dikaitkan dengan keadaan tertentu yang dapat mempengaruhi ada dan tidak adanya wakaf itu. Keabsahan dua jenis ikrar yang pertama disetujui oleh para fuqaha, sementara ikrar yang ketiga diperselisihkan. Hanabilah mengakui ikrar jenis ketiga, hanya jika dihubungkan dengan kematian si wakif. Sedangkan untuk sah-nya amalan wakaf, diperlukan syarat sebagai berikut: a. Wakaf itu tidak dibatasi dengan waktu tertentu, sebab amalan wakaf berlaku untuk selamanya. b. Tujuan wakaf harus jelas.

32 25 c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan tanpa digantungkan kepada akan terjadinya sesuatu peristiwa di masa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan wakaf. Berbeda halnya bila wakaf digantungkan dengan kematian si wakif, yang dalam hal ini berlaku hukum wasiat. d. Wakaf merupakan hal yang mesti dilaksanakan tanpa syarat boleh memilih (membatalkan atau melangsungkan) wakaf yang telah dinyatakan, sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya. 3. Tujuan Dan Fungsi Wakaf Tujuan wakaf menurut hukum Islam, difahamkan dari hadis Ibn Umar: Ia menyedekahkan hasil hartanya itu kepada orang fakir, kerabat, untuk memerdekakan budak, digunakan pada jalan Allah, orang terlantar dan tamu. Dari hadis di atas dipahami ada dua macam tujuan wakaf, yakni : (1) untuk mencari keridhaan Allah SWT, dan (2) untuk kepentingan masyarakat. Perbedaan sasaran wakaf atau peruntukkan wakaf diantara ulama Mazhab adalah hal yang tak terelakkan. Perbedaan ini pada hakikatnya diawali dengan perbedaan konsepsi wakaf itu sendiri. Malikiyah menganggap wakaf itu sah bila dikaitkan dengan aqidah, dalam arti tujuan wakaf untuk syiar agamanya. Akibatnya, wakaf muslim dan non muslim untuk syiar agamanya adalah sah,

33 26 sementara Syafi iyah dan Hanabilah memandang wakaf untuk kepentingan ibadah dan umum, maka wakaf non muslim yang ditujukan untuk kemaslahatan umum adalah sah sepanjang sesuai dengan kepentingan Islam. Sedangkan Hanafiyah menyatakan tidak sah. Fungsi wakaf menurut hukum Islam adalah memperoleh manfaat dari benda wakaf tersebut sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini wakaf untuk selama-lamanya terdapat perbedaan pendapat diantara ulama Mazhab. Para ulama Mazhab kecuali Malik berpendapat, bahwa selama-lamanya merupakan syarat sahnya wakaf walaupun tidak disebutkan syarat selama-lamanya oleh wakif. Dasar pendapat mereka ialah hadis Ibnu Umar yang menyatakan, bahwa harta wakaf itu tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan juga tidak boleh diwariskan. Menurut Malik wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk waktu tertentu, misalnya untuk waktu setahun dan setelah itu kembali kepada pemiliknya semula. Dasar pendapat Malik adalah sesuai dengan dzahir hadis Ibnu Umar, maka wakaf itu semacam sedekah, setiap sedekah boleh terbatas waktunya dan boleh pula tidak terbatas waktunya. B. Macam-macam Harta Wakaf Telah dijelaskan terdahulu bahwa salah satu unsur penting wakaf adalah benda yang diwakafkan. Tanpa adanya benda wakaf tersebut, maka wakaf tidak akan terealisasikan. Benda wakaf menurut para fuqaha dalam beberapa hal adalah sama, yakni keharusan benda wakaf tersebut bermanfaat dan bernilai ekonomis

34 27 dalam arti sesuatu yang dapat diperjual belikan, tahan lama baik bendanya, manfaatnya atau manfaatnya dapat diambil oleh penerima (mustahik). Kontrofersi tentang harta atau benda wakaf di kalangan fuqaha erat hubungannya dengan konsep masing-masing mengenai harta benda (maal). Oleh karena perbedaan konsep itulah muncul masalah : harta dalam pengertian apa yang dapat dijadikan sebagai benda wakaf, apakah benda wakaf bedanya ainalwaqf, atau manfaat yang dimaksud benda wakaf itu pada hakikatnya adalah benda, maka dapatkah manfaat dan hak memanfaatkan benda itu sebagai harta dalam pengertian maal. Walaupun definisi mengenai benda wakaf dikalangan fuqaha Mujtahidin berbeda satu dengan lainnya, tetapi definisi wakaf yang mereka kemukakan tersebut nampaknya berpegang kepada prinsip bahwa benda yang diwakafkan itu pada hakikatnya adalah pengekalan manfaat dari benda wakaf tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasbi Ash-Shiddiqiey, bahwa tidak sah suatu wakaf jika barang (sesuatu) yang diwakafkan itu tidak dapat kita ambil manfaat dari padanya. Mengetahui benda wakaf yang ideal bagi pengembangan wakaf di Indonesia bisa dilakukan dengan mengmati definisi wakaf yang telah dikemukakan oleh fuqaha. Berikut ini diungkapkan beberapa definisi wakaf tersebut agar dapat dinalisis kemungkinan-kemungkinan pengembangan wakaf dimasa yang akan datang.

35 28 Jumhur fuqaha dan dua tokoh Hanafiyah, Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan bahwa wakaf adalah menahan benda (habs al- ain), sehingga benda itu tidak dapat menjadi milik seseorang melainkan dalam status hukum milik Allah serta mensedekahkan manfaatnya untuk kebaikan dimasa kini dan mendatang. Menurut Abdullah bin Abdul al-anshari dalam Syarzad al-mustqni, Hanabilah mengatakan bahwa wakaf adalah menahan pokoknya (benda yang diwakafkan ini) dan mensedekahkan hasilnya demi kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah. Pengertian al-ashl dalam definisi Hanabilah ini adalah harta (maal) yang memungkinkan pemanfaatannya bila benda ( ain) wakafnya kekal. Sementara Syafi iyah mensyaratkan terus menerus, seperti benda bergerak, hewan, pakaian perang dan senjata. Hal ini disebutkan dalam Al-Majmu, yang menyatakan bahwa benda wakaf itu harus dimanfaatkan hasilnya (al-ray), baik dimasa kini maupun dimasa mendatang menurut lembaga wakaf tersebut berfungsi secara kesinambungan atau mu abbad. Definisi ini menimbulkan masalah : apakah benda ( ain) wakaf itu harus bersifat kekal atau manfaat benda tersebut yang harus kekal, atau kedua-duanya (benda dan manfaatnya). Jika hal ini menjadi masalah, maka pembagian benda wakaf kedalam dua macam : benda tidak bergerak ( aqar) dan benda bergerak (manqul) menjadi amat relevan sebagaimana pengertian harta itu sendiri Juhaya S. Praja, Perkembangannya, h. 58 Perwakafan Di Indonesia, Sejarah, Pemikiran, Hukum, dan

36 29 Menurut Hanafiyah, al-ashl yang menjadi benda wakaf itu harus berupa benda tidak bergerak demi tercapainya wakaf yang mu abbad. Benda yang tidak bergerak itu harus kekal dan berkesinambungan pemanfaatannya (yabqa wayadum), yaitu tanah. Adapun segala yang ada diatas tanah yang memungkinkan dipindah atau berubah dari kondisi satu ke kondisi lainnya adalah termasuk kedalam kategori benda bergerak, baik benda itu berupa bangunan maupun tanaman. Dalam hal gedung dan tanaman sebagai benda wakaf yang berada di atas tanah tidak diwakafkan. Di kalangan Hanafiyah ada empat pendapat : (1) pendapat yang memperbolehkan secara mutlak, (2) pendapat yang tidak memperbolehkan benda bergerak dijadikan sebagai benda wakaf kecuali jika tanahnya diwakafkan dengan maksud agar dibangun gedung dan ditanami, (3) pendapat yang memperbolehkan bila tanahnya juga diwakafkan, (4) pendapat yang memperbolehkan secara mutlak selama urf menghendaki dan memperbolehkannya. Maliki pun berpendapat bahwa gedung dan tanaman di atas tanah yang tidak diwakafkan adalah boleh. Muhammad bin Al-Hasan memperluas pengertian benda bergerak yang sah untuk dijadikan benda wakaf, yaitu benda bergerak yang telah diwakafkan, seperti mushaf, buku, alat kebersihan, dan sebagainya. Demikian juga uang dan biji-bijian adalah merupakan benda bergerak yang sah untuk dijadikan benda wakaf.

37 30 C. Pengelolaan Harta Wakaf Imam Ali mengatakan bahwa, barang-barang yang diwakafkan itu dilaksanakan seperti yang diinginkan pewakafnya. Karena itu para ulama Mazhab mengatakan saat yang ditetapkan pewakaf sama dengan Nash Syara, demikian pula dengan redaksi, dalam arti bahwa dia harus diikuti dan diamalkan selama saat yang ditetapkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sedangkan pengelolanya adalah orang yang diberi kekuasaan atas wakaf tersebut. Kekuasaan ini hanya terbatas dalam memelihara, menjaga, mengelola dan memanfaatkan hasil dari barang yang diwakafkan tersebut sesuai dengan maksudnya. Kekuasaan atas wakaf dibagi menjadi : (1) kekuasaan yang bersifat umum, yaitu kekuasaan yang ada di tangan Waliyul Amri, dan (2) kekuasaan yang bersifat khusus, yaitu kekusaan yang diberikan kepada orang yang diserahi wakaf ketika dilakukan, atau orang yang diangkat oleh hakim untuk itu. Menurut Mazhab Syafi i hak mengelola wakaf berada di tangan orang yang selain wakif sebagai pengelolanya. Jika tidak ditetapkan, maka ada tiga kemungkinan, yaitu : (1) pengelolaan tetap ada di tangan si wakif, (2) pengelolaan berada pada pemakai manfaat atau hasil wakaf, (3) pengawasan itu berada di tangan hakim atau pemerintah. Sedangkan Mazhab Maliki mensyaratkan terpisahnya harta wakaf dari si wakif, karena kedudukan wakif hanyalah sebagai pengawas, dan pengelola diangkat oleh orang atau badan tersendiri.

38 31 BAB III PERWAKAFAN MENURUT PP NOMOR 28 TAHUN 1977 A. Pengertian, Rukun, Syarat, Tujuan dan Fungsi Wakaf Menurut PP Nomor 28 Tahun Pengertian Wakaf Pengertian mengenai wakaf menurut hukum positif dapat dijumpai dalam PP No. 28 Tahun 1977, Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, buku Ketiga. Pengertian wakaf menurut PP No. 28 Tahun 1977, disebutkan di dalam Bab I pasal 1 ayat (1) : Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Dan pengertian wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat di dalam buku III Bab I pasal 215 ayat (1) : Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. 31

39 32 Sedangkan pengertian wakaf dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Bab I pasal 1 ayat (1) : Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat. Definisi wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undangundang No. 41 Tahun 2004 diatas lebih umum dari definisi dalam PP No.28 Tahun 1977, yang lebih cenderung memperhatikan aspek kesejarahan dan kenyataan empirik yang hidup dalam masyarakat Indonesia serta pertimbangan pelaksanaannya. Disamping itu, corak Syafi iyyah pun masih nampak, yakni mazhab yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjamin terlaksananya hukum wakaf tersebut, maka wakaf dibatasi hanya pada wakaf tanah milik. Definisi wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam lebih menekankan sosialisasi hukum perwakafan bagi umat Islam di Indonesia serta mencerminkan suatu keinginan untuk menerapkan definisi tersebut secara bertahap. Bahkan lebih penting lagi, Kompilasi Hukum Islam dan PP No. 28 Tahun 1977 mempunyai suatu kecenderungan yang menuju kepada

40 33 pembentukan hukum Islam yang khas Indonesia yang dapat kita sebut Fiqh Indunisiyy. 1 Unsur pembaharuan hukum Islam dalam wakaf ini adalah adanya unsur kelembagaannya. Padahal pengertian wakaf sebagaimana dikemukakan oleh para pakar hukum Islam tidak mengandung makna pembentukan kelembagaannya itu, melainkan hanya mengandung dua aspek yang terdapat dalam kata Habbasa dan Tashaddaqta. Ungkapan pertama menunjukkan aspek yang bersifat pasif, dimana si pemilik harta membatasi diri dari perbuatan hukum tertentu terhadap hartanya tanpa penegasan apakah harta tersebut terlepas dari kekuasaannya (hak miliknya) atau tidak. Sedangkan ungkapan kedua menunjukkan aspek yang bersifat positif, dimana si pemilik harta mensedekahkan manfaat harta tersebut. 2. Rukun Dan Syarat Wakaf Rukun dan Syarat wakaf menurut hukum positif, adalah sebagai berikut : a. Wakif (orang yang mewakafkan) PP No. 28 Tahun 1977 Bab I pasal 1 ayat (2), menyebutkan bahwa : Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya. Sebagaimana disebutkan juga dalam PMA No. 1 Tahun 1978 Bab I pasal 1 sub (c). Sedangkan menurut UU No. 41 Tahun 2004 Bab I pasal 1 ayat (2) dan Kompilasi 1 Juhaya S. Praja, Perwakafan Di Indonesia, Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya, (Jakarta : Yayasan Tiara, 1993), h. 52

41 34 Hukum Islam Bab I pasal 215 ayat (2), yang berbunyi : Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya. Karena mewakafkan itu merupakan perbuatan hukum, maka wakif haruslah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam PP No. 28 Tahun 1977 pasal 3 ayat (1), yang berbunyi : Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal di atas tersebut dijelaskan secara rinci di dalam penjelasan PP No. 28 Tahun 1977, sebagai berikut : pencantuman secara terperinci syarat-syarat ini dimaksudkan untuk menghindari tidak sahnya perbuatan mewakafkan, baik karena adanya faktor intern (cacat atau kurang sempurna cara berfikir) maupun faktor ekstern karena merasa dipaksa oleh orang lain. Ketentuan-ketentuan tersebut juga berlaku bagi yayasan Indonesia yang bergerak di bidang keagamaan dengan penyesuaian persyaratan seperlunya sesuai dengan persyaratan subyek hukum tersebut menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan hukum Indonesia yang dapat menjadi wakif adalah badan hukum yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan dalam

42 35 PP No. 28 Tahun 1977, yaitu badan-badan hukum yang mempunyai hak milik atas tanah. Badan-badan hukum yang dimaksud disini adalah : (1) Bank Negara, (2) Perkumpulan Koperasi Pertanian, (3) Badan Keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri. b. Barang yang diwakafkan Yang dapat dijadikan benda wakaf (mauquf bih), menurut PP No.28 Tahun 1977 pasal 4 adalah sebagai berikut : Tanah sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 3, harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan perkara. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 Bab I pasal 1 menyebutkan : Tanah yang diwakafkan harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang baik seluruhnya maupun sebagian harus bebas dari beban ikatan, jaminan, sitaan dan sengketa. Sedangkan menurut UU No. 41 Tahun 2004 Bab I pasal 1 ayat (5) dan Kompilasi Hukum Islam Bab I pasal 215 ayat (4) menyebutkan : benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai ekonomis menurut ajaran Islam. Dijelaskan pula lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 217 ayat (3) yang berbunyi : benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) harus merupakan benda milik yang bebas dari segala

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan disajikan pada bab III,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR A. Pengertian dan Dasar Hukum Nadzir 1. Pengertian Nadzir Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. 1 Di

Lebih terperinci

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG WAKAF

BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG WAKAF BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG WAKAF A. Pengertian Wakaf Kata wakaf atau wacf berasal dari bahasa arab Wakafa. Asal kata Wakafa berarti menahan atau mencegah. Dalam peristilahan syara wakaf adalah sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. Ibadah zakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan ibadah dipraktikkan dan dimanifestasikan melalui pengabdian keseluruhan diri manusia beserta segala apa yang dimilikinya. Ada ibadah melalui bentuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF A. ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENGAWASAN KUA TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF DI KECAMATAN SEDATI Perwakafan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwakafan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan umum dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II WAKAF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

BAB II WAKAF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM BAB II WAKAF DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Wakaf Wakaf berasal dari bahasa Arab waqafa yang artinya menahan 1. Sedangkan dalam pandangan istilah hukum Islam (fiqh), wakaf adalah menahan harta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid BAB IV ANALISIS A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid Mazhab Syafi i dan mazhab Hanbali berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 11 BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG UNDANG UNDANG NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Hadirnya Undang-Undang Republik Indonesia No.41 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1. Latar Belakang Pengadaan tanah untuk proyek Banjir Kanal Timur meliputi tanah/bangunan/tanaman yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf merupakan perbuatan seseorang atau kelompok atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

ZAKIYAH SALSABILA

ZAKIYAH SALSABILA TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ANAK BEDA AGAMA YANG MENDAPATKAN HARTA PENINGGALAN BERDASARKAN WASIAT WAJIBAH ( Analisis Penetapan Pengadilan Agama Cikarang Nomor 89/Pdt.P/2015/PA.Ckr ) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam.

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam. BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF A. Analisis Praktik Jual Beli Hasil Tanah wakaf menurut Undang-undang Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dalam analisis Penulis tentang Praktik Jual beli Hasil

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG WAKAFYANG DIWARISKAN SETELAH WAKIF MENINGGAL DUNIA

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG WAKAFYANG DIWARISKAN SETELAH WAKIF MENINGGAL DUNIA ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG WAKAFYANG DIWARISKAN SETELAH WAKIF MENINGGAL DUNIA SKRIPSI DiajukanuntukMemenuhiTugasdanMelengkapiSyarat GunaMemperolehGelarSarjana Program Strata 1 (S1) Program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA 54 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA A. Analisis terhadap mekanisme transaksi pembayaran dengan cek lebih Akad merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE A. Analisis Pelaksanaan Wakaf Online di Sinergi Foundation Pelaksanaan wakaf yang dilakukan Sinergi Foundation sebagai salah satu lembaga wakaf online

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf Dalam al-qur an maupun hadith memang tidak disebutkan secara detail tentang perintah

Lebih terperinci

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Ruang Lingkup Wakaf HAKI Dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Salah satu substansi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 A. Sejarah Perkembangan Undang-Undang Tentang Wakaf di Indonesia Hasanah menyatakan bahwa sebenarnya wakaf di Indonesia memang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf sebagai institusi keagamaan, di samping berfungsi ubudiyah. mewujudkan dan memelihara hablun min Allah dan hablun min an-nas.

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf sebagai institusi keagamaan, di samping berfungsi ubudiyah. mewujudkan dan memelihara hablun min Allah dan hablun min an-nas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wakaf sebagai institusi keagamaan, di samping berfungsi ubudiyah juga berfungsi sosial. Dalam pengertiannya, wakaf adalah persoalan pemindahan hak milik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia disebut sebagai makhluk sosial. Islam mengajarkan kita untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. manusia disebut sebagai makhluk sosial. Islam mengajarkan kita untuk saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sempurna, dalam kehidupannya manusia tidak lepas dari bantuan orang lain, oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang 59 BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang Berdasarkan Landasan teori dan Penelitian yang peneliti peroleh di Kelurahan Ujung Gunung

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006

BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006 BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006 A. Analisis Pembinaan Nazhir Di Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak Pembinaan nazhir merupakan

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa seiring dengan pesatnya sosialisasi kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF 69 BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF Dalam pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN PEMANFAATAN HARTA WAKAF (Studi Kasus di Masjid Al-Ihsan Desa Ruwit Kecamatan Wedung Kabupaten Demak)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN PEMANFAATAN HARTA WAKAF (Studi Kasus di Masjid Al-Ihsan Desa Ruwit Kecamatan Wedung Kabupaten Demak) ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERALIHAN PEMANFAATAN HARTA WAKAF (Studi Kasus di Masjid Al-Ihsan Desa Ruwit Kecamatan Wedung Kabupaten Demak) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO A. Analisis Terhadap Proses Ganti Rugi Tanah Wakaf Mushalla Akibat Luapan Lumpur Lapindo di Desa Siring

Lebih terperinci

PENGHALANG KEWARISAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (ANALISIS PASAL 173) SKRIPSI

PENGHALANG KEWARISAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (ANALISIS PASAL 173) SKRIPSI PENGHALANG KEWARISAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (ANALISIS PASAL 173) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Penulisan Skripsi Guna Meraih Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh YUMNA NIM. 10921005435

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF A. Pengertian Wakaf Secara bahasa wakaf berasal dari kata waqafa adalah sama dengan habasa. Jadi al-waqf sama dengan al-habs yang artinya menahan. 22 Pengertian menahan

Lebih terperinci

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah MAKALAH MENTERI AGAMA RI TINJAUAN ASPEK LEGAL FORMAL DAN KEBIJAKAN WAKAF DISAMPAIKAN PADA DISKUSI PANEL BADAN PENGELOLA MASJID AG UNG SEMARANG SEMARANG, 27AGUSTUS 2005 I. Pendahuluan Terlebih dahulu marilah

Lebih terperinci

TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA

TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA Junaidi Abdullah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus e-mail: abdillahrafandra@gmail.com Abstract Cash waqf is not refers to money waqf only

Lebih terperinci

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Syarat syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG A. Analisis Pengelolaan Wakaf Uang Baitul Maal Hidayatullah Semarang menurut hukum positif Dengan lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibnu sabil merupakan salah satu dari delapan kelompok yang berhak menerima zakat (ashnaf). Hal ini sebagaimana disebutkan Allah dalam salah satu firman-nya yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat dan Infaq mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat kurang mampu. Hal ini disebabkan karena zakat dan Infaq

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP WAKAF

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP WAKAF 20 BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP WAKAF A. Wakaf Tunai menurut Hukum Islam 1. Pengertian wakaf secara umum Dalam kamus Arab-Melayu yang disusun oleh Muhammad Fadlullah dan B. Th. Brondgeest dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari 35 daerah otonomi di Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010 ANALISIS TENTANG TIDAK ADANYA PELAPORAN PENGELOLAAN WAKAF OLEH NADZIR KEPADA KANTOR URUSAN AGAMA RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PASAL 220 AYAT 2 ( Studi Kasus di Kantor Urusan Agama Kecamatan

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA TAHUN 2015 M / 1436 H

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA TAHUN 2015 M / 1436 H PROBLEMATIKA MANAJEMEN PENGELOLAAN HARTA WAKAF (Studi Kasus di KUA dan Baitul Mal Kabupaten Aceh Timur) SKRIPSI Disusun Oleh : MUHAMMAD SIDDIQ SAPUTRA Mahasiswa Fakultas Syari ah Jurusan / Prodi Muamalah

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 1 Rabi'ul Akhir 1402 H, bertepatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan: PEMBAGIAN WARISAN Pertanyaan dari: EJ, di Cirebon (nama dan alamat diketahui redaksi) (Disidangkan pada Jum at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M) Pertanyaan: Sehubungan kami sangat awam masalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Jual Beli Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kandang di PT. Juang Jaya Abdi Alam Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulunya, bahwa jual beli yang terjadi di PT. Juang Jaya

Lebih terperinci

ANALISA PASAL 25 TENTANG WAKAF DENGAN WASIAT UNDANG UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 MENURUT FIQIH MUAMALAH SKRIPSI

ANALISA PASAL 25 TENTANG WAKAF DENGAN WASIAT UNDANG UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 MENURUT FIQIH MUAMALAH SKRIPSI ANALISA PASAL 25 TENTANG WAKAF DENGAN WASIAT UNDANG UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 MENURUT FIQIH MUAMALAH SKRIPSI DiajukanSebagaiSyaratGunaMemperolehGelarSarjanaSyariah (S.Sy) Di FakultasSyariah Dan HukumUniversitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas masyarakatnya pemeluk agama Islam, wakaf merupakan salah satu ibadah yang mempunyai dimensi sosial di dalam agama Islam. Praktik

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN HARTA WAKAF Emas DI DESA NEROH KECAMATAN MODUNG KABUPATEN BANGKALAN

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN HARTA WAKAF Emas DI DESA NEROH KECAMATAN MODUNG KABUPATEN BANGKALAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN HARTA WAKAF Emas DI DESA NEROH KECAMATAN MODUNG KABUPATEN BANGKALAN A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kelengkapan Syarat Rukun Wakaf Emas di Desa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN SEMARANG

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN SEMARANG BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI YAYASAN MASJID RAYA BAITURRAHMAN SEMARANG Dalam bab ini penulis akan mencoba membuat suatu analisa data yang ada atau kenyataan-kenyataan yang telah penulis tulis

Lebih terperinci

MANAJEMEN BADAN PENGELOLA WAKAF MASJID AGUNG KAUMAN SEMARANG DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI HARTA WAKAF

MANAJEMEN BADAN PENGELOLA WAKAF MASJID AGUNG KAUMAN SEMARANG DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI HARTA WAKAF MANAJEMEN BADAN PENGELOLA WAKAF MASJID AGUNG KAUMAN SEMARANG DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI HARTA WAKAF SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Bursa Efek Indonesia Surabaya Ada dua jenis perdagangan di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa perkembangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani, BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Ba i Al-wafa di Desa Sungai Langka Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bunga Kamboja Kering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi umat manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur an, Sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. bagi umat manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur an, Sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wakaf berasal dari kata waqfa yang mempunyai arti menahan, berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri. Pengertian menahan atau berhenti atau diam ditempat dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meskipun belum dinamakan wakaf. Hal ini karena tempat-tempat ibadah berdiri

BAB I PENDAHULUAN. meskipun belum dinamakan wakaf. Hal ini karena tempat-tempat ibadah berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf telah dipraktikan oleh orang-orang terdahulu sebelum Islam, meskipun belum dinamakan wakaf. Hal ini karena tempat-tempat ibadah berdiri secara permanen, yang tersedia

Lebih terperinci

MANAJEMEN DANA ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT DAERAH (BAZDA) KABUPATEN KENDAL

MANAJEMEN DANA ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT DAERAH (BAZDA) KABUPATEN KENDAL MANAJEMEN DANA ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT DAERAH (BAZDA) KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Dalam Ilmu Ekonomi Islam Disusun

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang menyangkut kehidupan masyarakat dalam rangka ibadah ijtima

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER) KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER) MASALAH YANG TERKAIT DENGAN ZAKAT DESKRIPSI MASALAH Terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS KOMPARATIF PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT PENDAPAT EMPAT MADZHAB DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB V ANALISIS KOMPARATIF PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT PENDAPAT EMPAT MADZHAB DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB V ANALISIS KOMPARATIF PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT PENDAPAT EMPAT MADZHAB DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF Wakaf merupakan perbuatan yang sangat mulia karena dengan rela memberikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT A. Analisis Wakaf Uang Di KSPPS BMT Mandiri Sejahtera Karangcangkring Jawa Timur Cabang Babat Perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan salah satu ibadah yang dapat mencakup hablu min Allâh

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan salah satu ibadah yang dapat mencakup hablu min Allâh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf merupakan salah satu ibadah yang dapat mencakup hablu min Allâh dan hablu min an-nâs, yaitu ibadah yang selain berhubungan dengan Tuhan juga berhubungan dengan

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam hal operasional

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN BENDA WAKAF

BAB II PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN BENDA WAKAF BAB II PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN BENDA WAKAF A. Pengertian Wakaf Kata wakaf yaitu berasal dari bahasa Arab asal katanya waqafa yang berarti menahan atau mencegah. Sedangkan dalam peristilahan syara wakaf

Lebih terperinci

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan

Ji a>lah menurut masyarakat Desa Ngrandulor Kecamatan Peterongan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JI A>LAH DAN PANDANGAN PENDUDUK DI DESA NGRANDULOR KECAMATAN PETERONGAN KABUPATEN JOMBANG A. Analisis Pelaksanaan Ji a>lah dan pandangan penduduk di Desa

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PROSES PENCATATAN STATUS TANAH WAKAF MASJID USWATUN HASANAH DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

ANALISIS TERHADAP PROSES PENCATATAN STATUS TANAH WAKAF MASJID USWATUN HASANAH DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK ANALISIS TERHADAP PROSES PENCATATAN STATUS TANAH WAKAF MASJID USWATUN HASANAH DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya, namun harta yang diperoleh itu juga mempunyai fungsi sosial 1. Di

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya, namun harta yang diperoleh itu juga mempunyai fungsi sosial 1. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umat islam diperintahkan agar senantiasa bekerja keras guna mencari karunia Allah Swt. Harta di perlukan sebagai pemenuhan kebutuhan kehidupan pribadi dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG 68 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Analisis terhadap pelaksanaan hibah seluruh harta kepada anak angkat

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan bagian dari Rukun Islam, sehingga zakat merupakan salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap muslim, ada pula

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci